BAB I PENDAHULUAN Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya lapisan kulit dan lapisan di bawahnya yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung atau tidak langsung, frost bife (suhu dingin), aliran listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar tersebut merupakan jenis trauma yang mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi penderitanya. Trauma luka bakar berkaitan dengan terjadinya kerusakan dan perubahan berbagai sistem tubuh, sehingga masalah yang harus dihadapi menjadi sangat kompleks. Kelainan yang timbul tidak pada hal yang tampak luar tetapi juga menyangkut kelainan yang melibatkan banyak organ yang kadang kala sulit untuk dipantau dan diramalkan. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, dengan 100.000 yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam pusat-pusat perawatan luka bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang-orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Penyebab luka bakar di RSCM, api 56%, air mendidih 40%, listrik 3% dan bahan kimia 1%. Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api. Selain api, dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, frost bife (suhu dingin), bahan kimia (asam dan basa), dan radiasi. Pusat-pusat perawatan di dekat perumahan penduduk atau di dekat daerah industri minyak cenderung lebih sering menerima korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak merawat cedera melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau tidak sengaja berkontak dengan arus tegangan tinggi. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada kedalaman, luas, dan letak luka. Selain itu, waktu atau lamanya terpapar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasinya. 1 Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama adalah mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi. Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Dapat juga dilakukan tindakan pembedahan pada luka bakar, seperti eksisi dini (debridement) dan skin grafting yang merupakan metode penutupan luka sederhana. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark miokardium, atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum, dan kematian. Selain itu, komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan, kekakuan (kontraktur) dikemudian hari, dan trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi serta keinginan untuk bunuh diri. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Kulit Lapisan kulit adalah lapisan tubuh manusia yang terletak paling luar. Secara histopatologik, pembagian kulit dalam garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu: 1. Lapisan epidermis atau kutikel Lapisan ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, sering disebut sebagai eleidin, lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng yang tampak jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta), dan mengandung banyak glikogen. Stratum basale merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. 2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemenelemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni: pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. Kemudian pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang, misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. 3. Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 3 Gambar 1. Anatomi kulit secara histopatologik Definisi Luka Bakar Luka bakar adalah suatu bentuk rusaknya atau hilangnya lapisan kulit dan lapisan di bawahnya, yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung dan tidak langsung, forst bife (suhu dingin), bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar yang berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Akibat langsung luka bakar dapat terjadi syok, kematian, kontraktur dan akibat lainnya. Etiologi Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar terbagi menjadi: 1. Sumber panas Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. a. Sumber panas secara langsung: Paparan api Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari 4 tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Scalds (air panas) Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulih yang sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan. Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi. b. Sumber panas secara tidak langsung: Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. 2. Frost bife (suhu dingin) Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali, terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi dan timbul udem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan. Kerusakan jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan jaringan ikat lebih tahan terhadap suhu dingin, namun sel 5 saraf, pembuluh darah, dan otot lurik sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat, tetapi otot di bawahnya mati. 3. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan aurs listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC. 4. Zat kimia (asam atau basa) Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di industri atau laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh. Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan kulit atau mukosa. Beberapa zat dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam fluorida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia. Klasifikasi Luka Bakar Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena kontak dengan api atau listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian yang dipakai penderita seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu: 6 Luka Bakar Derajat I: Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn. Gambar 2. Luka bakar derajat I Luka Bakar Derajat II: Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Dibedakan menjadi 2 bagian: A. Derajat II dangkal/superfisial (IIA) Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. organorgan kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 1014 hari tanpa terbentuk sikatrik. Gejala yang timbul adalah sangat nyeri, terdapat lepuhan yang timbul beberapa menit, bula atau blister yang berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat. Komplikasi jarang terjadi, terkadang timbul infeksi sekunder pada luka. B. Derajat II dalam/deep (IIB) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel hingga tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit. Gejala yang timbul berupa rasa nyeri pada luka yang lebih superfisial, warna merah muda, hipoestesia (rasa nyeri sedikit), dan bula atau 7 blister tidak karakteristik. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III. Gambar 3. Luka bakar derajat II Luka Bakar Derajat III: Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik rusak. Terjadi koagulasi protein dan epidermis dan dermis yang dikenal sebagai escar, yang dapat menyebabkan kompartemen sindrom. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan, pada kebanyakan kasus untuk melindungi jaringan di bawah kulit dilakukan skin graft. Gambar 4. Luka bakar derajat III 8 Luas Luka Bakar Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan secara evaporasi, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan syok hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme. Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu: Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III. Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa. Pada dewasa digunakan “Rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Kepala dan leher 9% Lengan 18% Badan depan 18% Badan belakang 18% Tungkai 36% Genitalia 1% Total 100% 9 Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal “Rumus 10” untuk bayi, dan “Rumus 10-15-20” untuk anak. Gambar 5. Rumus menentukan luas luka bakar Metode Lund and Browder Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan “Rumus 9” dan disesuaikan dengan usia: o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan presentasenya sama dengan dewasa. o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap tungkai dan turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa. 10 Gambar 6. Lund and Browder Chart Pembagian Luka Bakar 1. Luka bakar ringan Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum) 2. Luka bakar sedang (moderate burn) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10% Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10% Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum 11 3. Luka bakar berat (major burn) Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar Luka bakar listrik tegangan tinggi Disertai trauma lainnya Pasien-pasien dengan resiko tinggi Patofisiologi Luka Bakar Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun atas lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Sel-sel kulit dapat menahan temperatur sampai 44oC tanpa kerusakan bermakna. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya < 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi 12 keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin terikat dengan CO). Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril, tetapi kemudian dapat terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium baik untuk pertumbuhan kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila pencucian luka atau debridement tidak dilakukan dengan adekuat, maka pertumbuhan kuman dapat bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke jaringan dan masuk ke dalam sistemik yang menyebabkan bakteremia. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya mati. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif, seperti stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah. 13 Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar. Fase Pada Luka Bakar Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu: 1. Fase awal, fase akut, fase syok Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia. 2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan 14 dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka). 3. Fase lanjut Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama Pembagian zona kerusakan jaringan : 1. Zona koagulasi, zona nekrosis Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis. 2. Zona statis Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. 3. Zona hiperemi Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama. Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap apabila: Luka bakar derajat III > 5% Luka bakar derajat II > 10% Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi 15 Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya Adanya trauma inhalasi Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: 1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah 2. Urinalisis 3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit 4. Analisis gas darah 5. Radiologi - jika ada indikasi ARDS 6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS Penatalaksanaan Luka Bakar Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi. Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABCDE, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal. Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai untuk menentukan derajat dan luas luka bakar. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. 16 Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi. Tatalaksana resusitasi luka bakar a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas: 1. Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis. 2. Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas. 3. Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi. 4. Perawatan jalan nafas 5. Penghisapan sekret (secara berkala) 6. Pemberian terapi inhalasi Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial) 7. Bilasan bronkoalveolar 8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi 9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru 17 a. Tatalaksana resusitasi cairan Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini: Cara Evans 1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam 2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam 3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Cara Baxter Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. b. Resusitasi nutrisi Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS. 18 Perawatan Luka Bakar Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan. Terapi pembedahan pada luka bakar 1. Eksisi dini Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah: a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan. b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi. c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” 19 (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: - Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu. - Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar. - Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah. - Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah: - Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan - Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi 20 Setelah dilakukan eksisi dini, luka akan dioleskan dengan salep seperti sulfadiazine, mafenid asetat, krim gentamisin, atau salep providon yodium. Pemberian salep ini bertujuan untuk mencegah proses evaporasi serta membantu dalam proses penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi. 2. Skin grafting Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah: a. Menghentikan evaporate heat loss b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu c. Melindungi jaringan yang terbuka Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah: - Kulit donor setipis mungkin - Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara : o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan) 21 o Drainase yang baik o Gunakan kasa adsorben Prognosis Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien, seperti gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur. 22 BAB III LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : An. Pola Rio Charles Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 13 tahun Pekerjaan : Pelajar Agama : Kristen Protestan MRS : 9 Januari 2014 Keluhan Utama : Luka dan nyeri pada kedua lengan akibat tersetrum listrik Riwayat Penyakit Sekarang : Luka dan nyeri pada kedua lengan akibat tersetrum listrik dialami penderita ± 3 minggu SMRS. Awalnya penderita sedang bermain di atas atap rumah, tanpa sengaja tangan kanan penderita menyenggol kabel tiang listrik sehingga penderita tersetrum dan terjatuh di atas atap. Riwayat pingsan (+) dan lamanya tidak diketahui. Penderita lalu dibawa ke RSUD Manokwari dan dirawat selama 14 hari dan minta untuk rawat jalan. Kemudian penderita datang berobat ke RSUP Prof. Dr. dr. R.D. Kandou, Manado. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : hanya pasien yang menderita keluhan seperti ini. Pemeriksaan Fisik : Kesadaran TD : 120/70 Kepala : compos mentis N : 98x/menit RR : 20x/menit S : 36,8oC : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor uk. 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ Leher : pembesaran KGB (-) Thorax : (Inspeksi) simetris ki=ka (Auskultasi) suara pernapasaan vesikuler ki=ka, Rhonki -/-, Wheezing -/- Abdomen (Palpasi) stem fremitus ki=ka (Perkusi) sonor ki=ka : (Inspeksi) datar (Auskultasi) bising usus (+) normal 23 (Palpasi) lemas, nyeri tekan (-) (Perkusi) tympani Status Lokalis Regio Extremitas : Superior : Regio brachii (S) : luka terbuka uk. 15x12cm, 5x4cm, 5x3cm, dasar otot, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), oedem (+) Regio brachii(D) : luka terbuka uk. 15x12cm, dasar tulang, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), oedem (+) Regio antebrachii(D) : luka uk. 7x2cm, 5x3cm, dasar otot, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), pulsasi a. radialis ka=ki Regio manus (D) Inferior : oedem (+), motorik & sensorik ˅˅ : Regio pedis (D) : digiti I-IV luka uk. 2x1cm, krusta (+) Regio pedis (S) : digiti II-IV luka uk. 2x1cm, krusta (+) oedem Kepala dan leher :0% Trunkus anterior :0% Trunkus posterior :0% Ekstremitas atas kanan :9% Esktremitas atas kiri :5% Esktremitas bawah kanan :2% Esktremitas bawah kiri :2% Genitalia :0%+ Total : 18 % 24 Resume Laki-laki 13 tahun datang dengan keluhan luka dan nyeri pada kedua lengan akibat tersetrum listrik yang dialami penderita sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya penderita sedang bermain di atas atap rumah, tanpa sengaja lengan kanan penderita menyenggol kabel tiang listrik sehingga penderita tersetrum dan terjatuh di atas atap. Riwayat pingsan (+) lama tidak diketahui. Riwayat pengobatan sebelumnya di RSUD Manokwari. Pada regio brachii (S) didapatkan luka terbuka ukuran 15x12cm, 5x4cm, dan 5x3cm, dengan dasar otot, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), oedem (+). Pada regio brachii (D) ditemukan luka terbuka ukuran 15x12cm dengan dasar tulang, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), oedem (+). Pada regio antebrachii (D) ditemukan luka ukuran 7x2cm dan 5x3cm, dengan dasar otot, jaringan nekrotik (+), pus (+), krusta (+), pulsasi arteri radialis ka=ki. Pada regio manus (D) ditemukan oedem (+), motorik dan sensorik ˅˅. Pada regio pedis (D) didapatkan digiti I-IV luka ukuran 2x1cm, krusta (+), serta pada regio pedis (S) didapatkan digiti II-IV luka ukuran 2x1cm, krusta (+). Diagnosis Kerja : Combustio Gr. III 18% ec. Listrik ® Brachii dan Manus (D) + ® Brachii (S) + ® Pedis (D) et (S) Sikap / Terapi : Pro Debridemen cito IVFD RL 20gtt/m Ceftriaxone 2x1 gr IV (ST) Ranitidine 2x ½ amp IV Ketorolac 3x ½ amp IV Prognosis : Bonam Pemeriksaan Penunjang 7 Januari 2014 Hasil Nilai Rujukan 26,2 pg 27-35 pg 32,0 g/dL 30-40 g/dL 81,7 fl 80-100 fl Leukosit 9.800/mm3 4.000 – 10.000/mm3 Eritrosit 5,42 x 106/mm3 4.25 – 5.40/mm3 Hemoglobin 14,9 g/dL 12.0 – 16.0 Hematokrit 44,6 % 37.0 – 47.0 Trombosit 344 x 103/mm3 150.000 – 450.000/mm3 MCH MCHC MCV 25 Follow Up Harian Jenis operasi : Debridement 07/01/2014 – 08/01/2014 Instruksi post operasi : S : nyeri (+) ‐ IVFD NaCl / RL 20gtt/menit O : TD : 110/80 ‐ Ceftriaxone 2x1 gr IV N : 76x/menit ‐ Ranitidine 2x1 amp IV RR : 20x/menit ‐ Ketorolac 3x1 amp IV S : 36,7oC ‐ Puasa ‐ Cek DL post op A : Combustio ec listrik ® antebrachii manus (D) + ® brachii (S) + ® pedis 09/01/2014 – 10/01/2014 (D) et (S) P : Pro Debridemen Cito tgl 08/01/2014 IVFD RL 20gtt/m S : (-) O : TD : 100/80 mmHg Ceftriaxone 2x1 gr IV N : 76x/menit Ranitidine 2x1 amp IV RR : 20x/menit Ketorolac 3x1 amp IV S : 36,7oC A : Post debridement ec combustio ec Laporan operasi tanggal 8 Januari 2014 listrik ® antebrachii manus (D) + ® brachii (S) + ® pedis (D) et (S) Pasien terlentang dengan general anastesi (GA) P : IVFD RL 20gtt/menit Luka dicuci dengan hibiscrup dan air Ceftriaxone 2x1 gr IV mengalir Ranitidine 2x1 amp IV Dilakukan nekrotomi jaringan Ketorolac 3x1 amp IV nekrosis Luka dicuci dengan NaCl 0,9%, 11/01/2014 – 14/01/2014 betadine dan H2O2 S : (-) Luka ditutup dengan kemudian dibalut daryantulle dengan O : TD : 110/70 mmHg N : 84x/menit menggunakan kasa steril RR : 20x/menit Operasi selesai S : 36,7oC Diagnosis pre operasi : Combustio ec A : Post debridement ec combustio ec Listrik ± 15% listrik ® antebrachii manus (D) + ® Diagnosis post operasi : Post Debridement brachii (S) + ® pedis (D) et (S) Combustio ec Listrik P : IVFD RL 20gtt/menit 26 Ceftriaxone 2x1 gr IV 17/01/2014 – 18/01/2014 Ranitidin 2x1 amp IV S : (-) Rawat luka 3hari/1x O : VS : dalam batas normal Cek Na, K, Cl, Ur, Cr, Albumin ® Axilaris (D): pus (-), granulasi (+), luka terawat. 11/01/2014 Hasil Nilai Rujukan Creatinin 0,6 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL Ureum 15 mg/dL 20-40 mg/dL Natrium 138 mEq/L 135-153 mEq/L Kalium 4,8 mEq/L 3,5-4,5 mEq/L Clorida 100 mEq/L 98-109 mEq/L ® Humerus (S): pus (-), granulasi (+), luka terawat. A : Post debridement ec. Combustio ec listrik P : IVFD RL 20gtt/menit Ceftriaxone 2x1 gr IV 15/01/2014 – 16/01/2014 Metronidazole 3x500mg IV S : luka basah, demam (-) Ketorolac 3x1 amp IV k/p O : VS : dalam batas normal Rawat luka / 3 hari ® Axilaris : luka basah (+), pus (+), 19/01/2014 – 26/01/2014 bau (+) A : Post debridement ec luka bakar listrik S : (-) P : IVFD RL 20 gtt/menit O : VS : dalam batas normal Ceftriaxone 2x1 gr IV ® Axilaris (D): pus (-), granulasi (+), Metronidazole 3x500mg IV luka terawat. Ketorolac 3x1 amp IV k/p ® Humerus (S): pus (-), granulasi (+), Diet tinggi protein luka terawat. A : Post debridement ec. Combustio ec 16/01/2014 Hasil Nilai Rujukan Leukosit 16.100/ µL 4.000-10.000 Eritrosit 106/ 4,25-5,40 3,92 µL Hemoglobin 10,5 g/dL 12,0-16,0 Hematokrit 32,7 % 37,0-47,0 Trombosit 550x103/µL 150-450 Albumin 3,6 g/dL 4-5 Natrium 138mmol/L 135-153 Kalium 3,78mmol/L 3-5 Chlorida 99,8mmol/L 98-109 listrik P : IVFD RL 20gtt/menit Ceftriaxone 2x1 gr IV Metronidazole 3x500mg IV Ketorolac 3x1 amp IV k/p Bisolvon syr 3x1 C Rawat luka 27/01/2014 – 05/02/2014 S : nyeri luka bakar (menurun) O : VS : dalam batas normal 27 ® Axilaris (D): darah minimal, granulasi tak, serous (+) nekrotik (-), serous (-) ® Humerus (D) : darah (+) minimal, granulasi tak A : Post debridement ec Combustio Listrik ® antebrachii (D) : granulasi (+), nekrotik (-), serous (+) A : Post ® antebrachii (D) : granulasi (+), debridement ec P : Aff IVFD Terapi Oral Combustio Listrik Rawat luka Hari ini disarankan boleh rawat jalan P : IVFD RL 20gtt/menit Ceftriaxone 2x1 gr IV Metronidazole drips stop Ketorolac 3x1 amp IV Ranitidine 2x1 amp IV Rawat luka/hari 29/01/2014 Hasil Nilai Rujukan 26,7 pg 27-35 32,7 g/dL 30-40 81,6 fl 80-100 BT 2’ 1-5 CT 7’ 5-15 Leukosit 14.500/ µL 4.000-10.000 Eritrosit 4,19x106/ µL 4,25-5,40 Hemoglobin 11,2 g/dL 12,0-16,0 Hematokrit 34,2 % 37,0-47,0 Trombosit 451x103/µL 150-450 MCH MCHC MCV 06/02/2014 S : (-) O : VS : dalam batas normal ® Axilaris (D): darah (-), granulasi tak, serous (-) ® Humerus (D) : darah (-) minimal, granulasi tak 28 BAB IV PEMBAHASAN Luka bakar atau combustio adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasi dari luka bakar tersebut. Luka bakar akibat arus listrik dapat terjadi karena kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan tempat kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Pada kasus, dari anamnesis didapatkan keluhan luka dan nyeri pada kedua lengan akibat tersetrum listrik yang dialami penderita ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Penyebab luka bakar atau combustio adalah paparan api, scalds (air panas), aliran listrik, frost bife (suhu dingin), zat kimia (asam dan basa), dan radiasi. pada penderita ini, luka bakar terjadi akibat kontak dengan aliran listrik. Awalnya penderita sedang bermain di atap rumah dan tanpa sengaja lengan penderita tersetrum atau kontak dengan kabel tiang listrik. Pada pemeriksaan fisik extremitas superior, regio brachii sinistra tampak luka terbuka ukuran 15x12cm, 5x4cm, dan 5x3cm, dengan dasar otot, terdapat jaringan nekrotik, pus, krusta, serta oedem. Pada regio brachii dextra tampak luka terbuka ukuran 15x12cm dengan dasar tulang, terdapat jaringan nekrotik, pus, krusta serta oedem. Regio antebrachii dextra ditemukan luka ukuran 7x2cm dan 5x3cm, dengan dasar otot, terdapat jaringan nekrotik, pus, dan krusta, serta pulsasi arteri radialis kiri dan kanan sama. Pada regio manus dextra terdapat oedem. Sedangkan pada extremitas inferior, regio pedis dextra dan sinistra terdapat luka ukuran 2x1cm, terdapat krusta pada digiti I-IV. (A) (B) 29 (C) (D) Gambar 7. Foto Pre-Operasi (A) tampak luka terbuka regio brachii sinistra. (B) (C) tampak luka terbuka regio brachii dextra. (D) tampak luka regio antebrachii dextra. Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di daerah ekstremitas atas yaitu pada tangan kanan (9%) dan tangan kiri (5%), sedangkan pada ekstremitas bawah yaitu pada kaki kanan (2%) dan kaki kiri (2%). Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine atau rumus 9 dari Wallace. Pada penderita ini total luas bakar mencapai 18% dengan kedalaman derajat III. Luka bakar pada penderita ini digolongkan derajat III sebab kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak dasar dari luka terbuka di brachii sinistra dan dextra adalah dasar otot dan dasar tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujungujung saraf sensorik rusak. Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap ditemukan adanya peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar. Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini adalah eksisi dini atau debridement, merupakan tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris. Tujuannya adalah mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris, eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar penderita terjadi oedem, hal ini 30 akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut atau menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Tujuan lain dari debridement adalah untuk memuts rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut. Semakin lama penundaan tindakan eksisi (debridement), semakin banyak proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Tindakan ini disertai dengan anestesi baik loka maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Pada penderita ini, disertai dengan anestesi general dan pemberian cairan berupa RL. Setelah dilakukan debridement, luka dicuci menggunakan NaCl 0,9%, betadine dan H2O2, kemudian luka dioleskan salep sulfadiazine dan ditutup menggunakan kasa steril untuk selanjutnya dilakukan perawatan luka tiap harinya. Perawatan luka bakar tiap harinya adalah dengan membersihkan luka bakar dengan cairan atau salep sulfadiazine sampai terjadinya epitelisasi. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Pada penderita ini, perawatan luka bakar dibersihkan menggunakan cairan NaCl 0,9% untuk membersihkan jaringan nekrotik dan yang lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Setelah dibersihkan, luka bakar penderita diberikan salep sulfadiazine yang mengandung komponen pengobatan yang mempunyai efek berupa analgesik, anti-inflamasi, anti-infeksi dan mampu mengurangi pembentukan jaringan parut. Selain komponen pengobatan, salep sulfadiazine ini juga mengandung komponen nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang terbakar. Kemudian luka bakar penderita ditutup menggunakan kasa steril. 31 Gambar 8. Foto beberapa hari setelah dilakukan debridement dan perawatan luka bakar per hari dengan menggunakan salep sulfodiazine. Terdapat adanya jaringan granulasi, pus(-), dan luka terawat. Prognosis pada pasien ini yaitu baik karena penyakit telah didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa, serta luka bakar telah dilakukan pengobatan yang adekuat, faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka rekurensi. 32 BAB V PENUTUP Kesimpulan Luka bakar atau combustio merupakan cedera yang cukup sering dihadapi pada dokter. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Penyebab terjadinya luka bakar pada penderita ini adalah kontak penderita dengan aliran listrik melalui kabel listrik ketika penderita sedang bermain di atas atap rumah. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah. Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini adalah eksisi dini atau debridement dan dioleskan salep antibiotik serta ditutup dengan menggunakan kapas steril, serta dilakukan perawatan luka bakar. Prognosis pada pasien ini baik, saat ini penyakit tidak mengancam nyawa, dan faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka rekurensi. Saran Dalam menentukan suatu diagnosa perlu untuk dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Sebaiknya disarankan kepada setiap orang untuk lebih berhatihati dan menghindari faktor penyebab luka bakar seperti api, air panas, listrik, frost bife (suhu dingin), bahan kimia (asam dan basa), serta radiasi. 33 DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong / editor, R. Sjamsuhidajat et al. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2010. Hal. 103-15. 2. Georgiade GS, Pederson WC, Luka bakar. Dalam: Sabiston DC, Jonatan O, editors. Buku ajar bedah. Jakarta. EGC, 1995. Hal 151-63. 3. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlanga University Press, 2006. 4. Reksoprodjo S et al, editors. Kumpuluan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Bagian Bedah Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hal. 435-42. 5. Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz ; editor, G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa, Laniyati et al ; editor bahasa Indonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 200. 6. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2003. 7. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5. 8. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 30 Januari 2014. 9. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Januari 2014. 10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal. 3-4. 34