BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Abortus a. Pengertian Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram17. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan2. Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr18. Berdasarkan beberapa definisi tentang abortus di atas maka disimpulkan bahwa abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan pada umur kehamilan < 20 minggu dengan berat badan janin < 500 gr. b. Klasifikasi Abortus 1) Abortus spontan Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik2. a) Abortus imminens (keguguran mengancam) Abortus imminens adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan1. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules17. b) Abortus insipiens (keguguran berlangsung) Perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran product of conception (POC). Pada abortus ini mungkin terjadi pengeluaran sebagian atas seluruh hasil konsepsi dengan cepat. Abortus dianggap inspiens jika ada tanda-tanda berikut : penipisan serviks derajat sedang, dilatasi serviks > 3 cm, pecah selaput ketuban, perdarahan > 7 hari, kram menetap meskipun sudah diberikan analgetik narkotik, dan tanda-tanda penghentian kehamilan (misal, tidak ada mastalgia)19. c) Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap) Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat1. d) Abortus kompletus (keguguran lengkap) Proses abortus di mana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir20. Tanda dan gejalanya yaitu ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah mengecil. Penderita tidak memerlukan pengobatan khusus1. e) Abortus infeksiosa dan Abortus septik Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok. Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun2. f) Missed abortion (retensi janin mati) Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih3. g) Abortus habitualis Abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu21. 2) Abortus provokatus Abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram17. Abortus ini terbagi lagi menjadi: a) Abortus therapeutic (Abortus medisinalis) Pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Indikasi untuk melakukan abortus therapeutic adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus therapeutic juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang berat atau retardasi mental4. b) Abortus provocatus criminalis Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang. Kemungkinan adanya abortus provocatus criminalis harus dipertimbangkan bila ditemukan abortus febrilis22. c) Unsafe Abortion Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien17. 2. Abortus Inkompletus dan Abortus Kompletus a. Pengertian Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus. Sedangkan abortus kompletus adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri23. b. Etiologi 1) Hal yang dapat menyebabkan abortus, antara lain24 : a) Infeksi akut virus, misalnya : (1) Rubella Infeksi rubella merupakan penyakit infeksi ringan pada anak dan dewasa muda, tetapi memberi nuansa istimewa seandainya infeksinya mengenai ibu hamil, dimana virus dapat menembus barier plasenta dan langsung patogenik terhadap janin yang dikandung. Infeksi rubella dapat menyebabkan abortus spontan, lahir mati, malformasi janin, kelainan bayi, sindrom rubella pada anak di kemudian hari25. (2) Parasit, misalnya malaria Terdapat empat spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu vivax, ovale, malariae, dan falsiparum. Organisme ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Serangan-serangan malaria secara bermakna meningkat tiga sampai empat kali lipat pada dua trimester terakhir kehamilan dan dua bulan pascapartum. Insiden abortus dan kelahiran preterm meningkat pada wanita hamil yang mengalami malaria4. (3) Cacar. (4) Hepatitis. (5) Infeksi bakteri misalnya streptokokus24. b) Infeksi kronis (1) Pneumonia Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetrik yang terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu, pneumonia harus segera diketahui dalam kehamilan, segera dirawat, dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya kematian janin/ibu, terjadinya abortus, persalinan prematur, atau kematian dalam kandungan25. (2) Tuberkulosis paru (3) Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua24. 2) Penyakit kronis, misalnya : a) Hipertensi Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik sekurangkurangnya 30 mmHg, atau peningkatan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg. Wanita hamil dengan hipertensi esensial biasanya hanya menunjukkan gejala hipertensi tanpa gejala-gejala lain. Prognosis ibu dengan hipertensi esensial berat dan kehamilan kurang baik. Angka kematian pada hipertensi esensial berkisar antara 1% dan 2%, kematian biasanya disebabkan perdarahan otak, dekompensasio kordis, atau uremia. Kurang baiknya prognosis bagi janin disebabkan oleh sirkulasi utero-plasenter yang kurang baik pada hipertensi berat. Janin bertumbuh kurang wajar (dismaturitas), lahir prematur, atau mati dalam kandungan3. b) Diabetes Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Beberapa gangguan endokrin telah terlibat dalam abortus spontan berulang, salah satu diantaranya adalah diabetes mellitus24. Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama4. c) Infeksi Toxoplasma Gondii Penyakit toxoplasmosis bukan disebabkan virus tetapi disebabkan oleh sejenis parasit toxoplasma gondii. Bila penyakit ini menjangkiti seorang wanita hamil, maka pada janin dalam kandungannya juga akan berisiko terinfeksi dan menimbulkan berbagai kecacatan fisik pada anak setelah dilahirkan. Infeksi toxoplasma gondii menyebabkan abortus spontan sebesar 4%, lahir mati sebesar 3%, toxoplasmosis bawaan 20% 25. d) Anemia berat Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain metode sahli, oksihemoglobin atau cyanmethemoglobin. Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Salah satu penyebab tinggi abortus spontan adalah anemia yang disebabkan karena gangguan nutrisi dan peredaran oksigen menuju sirkulasi utero plasenter sehingga dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta2. Pada anemia ringan dapat mengakibatkan terjadinya lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR), sedangkan pada anemia berat selama masa hamil dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun janin yang salah satunya adalah terjadinya abortus dan perdarahan pada saat persalinan1. e) Penyakit jantung f) Gangguan fisiologis, misalnya syok, ketakutan, dan lain-lain g) Trauma (1) Trauma fisik (a) Trauma minor Merupakan trauma yang ringan yang terjadi pada kehamilan. Biasanya disebabkan karena jatuh, pukulan langsung ke perut dan kecelakaan kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan memar, laserasi dan konstusio. (b) Trauma mayor Trauma sedang sampai dengan berat. Lebih sering menyebabkan kritis pada kehamilan. Dampaknya dapat berupa patah pada tulang rusuk, patah tulang panggul. Tipe trauma fisik pada kehamilan muda: Cidera tumpul (blunt trauma), pemerkosaan atau kekerasan seksual (sexual assault), luka tusuk (penetrating injuries), dan luka bakar (burns). (2) Trauma psikis Trauma psikis sangat mungkin terjadi dialami pada masa awal kehamilan karena masa awal kehamilan merupakan masa yang rentan terjadinya tingkat kestressan yang tinggi yang dipengaruhi beberapa faktor yaitu perubahan hormonal, perubahan fisik ibu hamil yang butuh penyesuaian diri. Adapun trauma psikis tersebut adalah berupa kecemasan, kegusaran, dan perasaan panik yang berlebihan24. 3) Penyebab yang bersifat lokal, antara lain : Fibroid, radang pelvis kronis, retroversi kronis, hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hyperemia dan abortus, kelainan alat kandungan, gangguan kelenjar gondok, kematian janin akibat kelainan bawaan, kelainan kromosom, dan lingkungan yang kurang sempurna24. c. Faktor yang berhubungan dengan abortus Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah : 1) Faktor maternal a) Kelainan genetalia ibu Misalnya pada ibu yang menderita: (1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lainlain). (2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata. (3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, dan mioma submukosa. (4) Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, molahidatidosa). (5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis17. (6) Sebab lain abortus dalam trimester kedua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang tidak dijahit3. b) Penyakit-penyakit ibu Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun sekarang berbagai penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan perkembangan diperkirakan berperan dalam abortus. Misalnya pada : (1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus. (2) Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain. (3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemi gravis. (4) Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes melitus. c) Antagonis rhesus Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus. d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Misalnya, sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrument, benda, dan obatobatan. e) Gangguan sirkulasi plasenta Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues. f) Usia ibu Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama26. Sedangkan usia ibu hamil adalah usia ibu yang diperoleh dengan melihat catatan medik pasien. Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah maternal age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun2. Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan ekonomi27. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun28. Kehamilan remaja dengan usia di bawah 20 tahun mempunyai risiko: 1) Sering mengalami anemia. 2) Gangguan tumbuh kembang janin. 3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR. 4) Gangguan persalinan. 5) Preeklampsi. 6) Perdarahan antepartum. Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal 29. Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom. Pada gravida tua terjadi abnormalitas kromosom janin sebagai salah satu faktor etiologi abortus. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan mungkin saja memang ada hubungan, misalnya mengenai berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit endometriosis, yang menghambat uterus untuk menangkap sel telur melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap proses konsepsi30. Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat terhadap kehamilan di atas 35 tahun adalah munculnya penyakit kronis31. Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi dan diabetes pada saat pertama kali kehamilan. Wanita yang hamil pertama kali pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak 60% menderita tekanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun pada penelitian serupa di University of California pada tahun 1999. Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35 tahun meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak. g) Paritas Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun mati. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obsterik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagai kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan3. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko kesehatannya dan juga bagi kesehatan anaknya. Hal ini berisiko karena pada ibu dapat timbul kerusakan-kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin28. Menurut hasil pengamatan, wanita primigravida akan mengalami gugurnya kehamilan sebesar 5,6 % dan wanita yang telah memiliki anak akan terjadi abortus sebesar 2,2 % pada kehamilan berikutnya32. Abortus yang sering terjadi pada kehamilan pertama adalah karena faktor fisik atau pun alasan sosial belum siap memiliki anak3. Paritas yang tinggi merupakan salah satu faktor tinggi pada ibu hamil. Kejadian kematian pada persalinan pertama cukup tinggi (38,8 per 1000 kelahiran hidup dan persalinan lebih dari tiga kali akan lebih tinggi yaitu 77,5 per 1000 kelahiran hidup). Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan paritas tinggi mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya abortus sebab kehamilan yang berulang-ulang menyebabkan rahim tidak sehat. Dalam hal ini kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin akan berjurang dibanding pada kehamilan sebelumnya, keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada bayi.29 h) Pekerjaan Pekerjaan harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsa. Menurut Katz perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan, ibu yang memiliki aktifitas lebih banyak dalam artian bekerja dapat memiliki risiko yang lebih tinggi akan terjadinya keguguran atau dalam istilah kesehatan abortus33. 2) Faktor janin Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (5080%)31. 3) Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Translokasi kromosom dalam sperma dapat menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus4. Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis31. d. Patologi Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin24. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosa apabila pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan2. e. Komplikasi abortus Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, syok, dan gagal ginjal akut. 1) Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya2. 2) Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi24. 3) Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok. 4) Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat (syok endoseptik). 5) Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat 4. B. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teori dan apa yang telah diuraikan maka digunakan kerangka teori dalam bentuk bagan berikut ini : Usia ibu pada saat hamil Translokasi kromosom Kelainan kromosom Matangnya alat reproduksi Paritas Penyakit ibu Penyakit kronis Gangguan nutrisi Hipertensi Gangguan konsepsi Gangguan sirkulasi plasenta Kelainan genetalia ibu Abortus Abortus Inkompletus Abortus kompletus Pekerjaan Fisik Aktifitas fisik Trauma Aktifitas seksual Psikis Gambar : 2.1. Kerangka Teori 2, 3, 4, 17, 30, 31 Infeksi C. Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Usia ibu pada saat hamil Paritas Abortus inkompletus dan Pekerjaan abortus kompletus Hipertensi Kadar Hemoglobin Variabel Perancu : - Riwayat diabetes Gambar : 2.2. Kerangka Konsep D. Hipotesis 1.Ada hubungan antara usia ibu pada saat hamil dengan kejadian abortus. 2.Ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus. 3.Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian abortus. 4.Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian abortus. 5.Ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejadian abortus.