1. Arsitektur Tropis Berada di bentangan yang beriklim Tropis, arsitektur Nusantara identik dengan Arsitektur Tropis. Tak hanya tercermin pada bagunan-bangunan arsitektur vernakular yang ada di Indonesia, nilai-nilai dari Arsitektur Tropis juga diimplementasikan pada berbagai bangunan modern guna memastikan bangunan mampu beradaptasi dengan lingkungan, serta penghuni mampu mendapatkan kenyamanan paling maksimal. Masih banyak orang awam yang mendefinisikan Arsitektur Tropis dalam segi bentuk dan tampilan saja. Contohnya penggunaan material alami, ataupun pemanfaatan vegetasi sudah dianggap cukup merepresentasikan nilai dari Arsitektur Tropis. Padahal Arsitektur Tropis lebih daripada sekedar tampilan bangunan saja, melainkan mencakup sistem dari bangunan tersebut. Mulai dari penataan denah rumah, ruang-ruang yang ada pada bangunan, sirkulasi udara dan pencahayaan, hingga penggunaan material—semuanya harusnya mempertimbangkan kesesuaiannya dengan iklim dan cuaca yang umumnya ada pada daerah-daerah yang beriklim tropis. Secara sederhana, Arsitektur Tropis bisa didefinisikan sebagai sebuah konsep arsitektur atau produk arsitektur (gedung, rumah, dan sejenisnya) yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim tropis. Iklim tropis sendiri memiliki karakter tersendiri seperti sinar matahari yang panas sepanjang tahun, kelembababan udara yang cukup tinggi, curah hujan yang tinggi, pergerakan angin, serta kondisi udara yang berbeda. Kondisi iklim inilah yang perlu diperhatikan agar Arsitektur Tropis mampu menghadirkan fungsi dan kenyamanan terbaik untuk penghuni rumah atau bangunan tersebut. Arsitektur tropis merupakan arsitektur yang berada di daerah tropis dan telah beradaptasi dengan iklim tropis. Indonesia sebagai daerah beriklim tropis memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap bentuk bangunan rumah tinggal, dalam hal ini khususnya rumah tradisional. Kondisi iklim seperti temperatur udara, radiasi matahari, angin, kelembaban, serta curah hujan, mempengaruhi desain dari rumah-rumah tradisional. A. Ciri-Ciri Arsitektur Tropis Meskipun Arsitkektur Tropis bisa hadir dalam berbagai bentuk sesuai dengan gaya dan pendekatan dari sang Arsitek, ada beberapa karakteristik atau ciri-ciri umum yang bisa kamu temukan dalam bangunan-bangunan dengan konsep Arsitektur Tropis. Berikut beberapa ciri dari Arsitektur Tropis yang perlu kamu ketahui a) Bentuk Atap pada Hunian yang Miring Atap pada hunian-hunian berkonsep Arsitektur Tropis umumnya berbentuk miring dengan kemiringan diatas 30 derajat. Hal ini disebabkan morfologi atap seperti ini mampu membuat curah hujan yang tinggi pada iklim tropis bisa mengalir lancar langsung ke tanah tanpa perlu takut tergenang pada bagian atas bangunan. Gambar : Bentuk atap miring Selain itu, atap miring pada Arsitektur Tropis juga memberikan ruang kosong pada bagian bawah atap yang juga berfungsi untuk meredam panas dari teriknya matahari Tropis sehingga ruang-ruang di hunian dengan Arsitektur Tropis. Desain atap datar sebenarnya tidaklah cocok untuk hunian yang berada diiklim tropis karena rentan bocor karena air hujan yang menggenang. Namun, pada bangunan atau rumah modern hal ini kerap disiasati dengan pengaturan sirkulasi air pembuangan yang baik sehingga air hujan yang menggenang bisa diminimalisir. b) overstek atau teritisan gambar : Hunian atau bangunan memiliki overstek atau teritisan Hunian atau bangunan yang mengusung konsep Arsitektur Tropis umumnya memiliki overstek atau teritisan yang cukup lebar untuk meminimalisir tampias dari curah hujan dan kecepatan angin iklim tropis yang tinggi. Fungsi lain dari teritisan ini sendiri adalah mengurangi sinar matahari langsung untuk masuk ke dalam ruang-ruang agar hunian tetap sejuk tanpa mengurangi kualitas pencahayaan serta melindungi dinding, kusen, dari cuaca atau mengurangi sinar matahari yang menyinari kaca jendela dan dinding. c) Cross-Ventilation atau Sirkulasi Silang Karakteristik lain dari Arsitektur Tropis adalah penerapan sirkulasi udara atau ventilasimenyilang untuk memastikan udara bisa masuk dan bersirkulasi dengan baik di dalam ruangan sehingga ruangan menjadi lebih nyaman. Ciri lainnya yang terkait sirkulasi udara pada Arsitektur Tropis adalah jumlah bukaan ventilasi yang cukup banyak guna memaksimalkan udara yang masuk pada hunian dan juga menghadirkan pencahayaan terbaik. Gambar : Sirkulasi udara Fungsinya tak sebatas pada pergantian udara saja, tetapi juga sebagai sumber pencahayaan alami hunian. Tentunya, sumber pencahayaan alami jelas lebih baik dibandingkan cahaya buatan yang berasal dari lampu. d) Material Lokal Gambar : Penggunaan material lokal Penggunaan material lokal akan lebih terlihat pada hunian bergaya arsitektur tropis yang lebih tradisional, seperti pada rumah-rumah adat atau rumah zaman dahulu. Belum berkembangnya toko bangunan atau material membuat masyarakat saat itu harus menggunakan sumber daya yang ada, seperti kayu-kayu dari pepohonan yang mereka jumpai sehari-hari. Meski begitu, material lokal ini tidak bisa diragukan kualitasnya, karena ternyata lebih tahan terhadap cuaca dan iklim tropis yang cenderung ekstrem. 2. Konsepsi Arsitektur Hijau Arsitektur hijau juga merupakan suatu pendekatan perencanaan pembangunan yang bertujuan untuk meminimalisasi kerusakan alam dan lingkungan di tempat bangunan itu berdiri. Dalam istilah arsitektur hijau kemudian berkembang berbagai istilah penting seperti pembangunan yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan sustainable development. Istilah ini dipopulerkan pada tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan orang-orang masa kini tanpa harus mengorbankan sumber daya alam yang harus diwariskan kepada generasi mendatang. Hal ini diucapkan oleh Perdana Menteri Norwegia Bruntland. A. Prinsip Arsitektur Hijau Pada tahun 1994 the one arsitektur hijau Amerika atau U.S. Green building Council mengeluarkan sebuah standar yang bernama Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) standards. Adapun Dasar kualifikasinya adalah sebagai berikut : a) Pembangunan yang berkelanjutan Diusahakan menggunakan kembali bangunan yang ada dan dengan pelestarian lingkungan sekitar. Tersedianya tempat penampungan tanah, Taman diatas atap, penanaman pohon sekitar bangunan juga dianjurkan b) Pelestarian air Dilakukan dengan berbagai cara termasuk diantaranya pembersihan dan daur ulang air bekas serta pemasangan bangunan penampung air hujan. Selain itu penggunaan dan persediaan air harus juga di pantai secara berkelanjutan c) Peningkatan efisiensi energi Dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya membuat layout dengan orientasi bangunan yang mampu beradaptasi dengan perubahan musim terutama posisi matahari. d) Bahan bangunan terbarukan Material terbaik untuk arsitektur hijau adalah usahakan menggunakan bahan daur ulang atau bisa juga dengan menggunakan bahan terbarukan sehingga membutuhkan sedikit energi untuk diproduksi. Bahan bangunan ini idealnya adalah bahan bangunan lokal dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Sifat bahan bangunan yang baik dalam arsitektur hijau adalah bahan mentah tanpa polusi yang dapat bertahan lama dan juga bisa didaur ulang kembali. e) Kualitas lingkungan dan ruangan Dalam ruangan diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi bagaimana pengguna merasa dalam sebuah ruangan itu. Hal ini seperti penilaian terhadap kenyamanan dalam sebuah ruang yang meliputi ventilasi, pengendalian suhu, dan penggunaan bahan yang tidak mengeluarkan gas beracun. Sementara Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future mengungkapkan bahwa Arsitektur Hijau memiliki kriteria sebagai berikut : a) Conserving Energy (Hemat Energi) Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain: Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal. Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu. Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya. Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift. b) Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami) Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara: Orientasi bangunan terhadap sinar matahari. Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan. Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan. c) Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan) Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut. Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada. Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan. d) Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan) Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya. e) Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru) Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya. f) Holistic Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site. B. Sumber Energi Alternatif Bayar bangunan yang menggunakan sumber energi regional seperti jaringan listrik PLN. Namun Alangkah baiknya apabila sebuah bangunan dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri tanpa harus bergantung kepada sumber energi regional tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sumber energi alternatif seperti misalnya angin dan tenaga surya. Kedua energi ini adalah sumber energi yang sejatinya sangat melimpah di alam dan cukup mudah dikonversi menjadi energi. C. Arsitektur hijau di rumah Penerapan arsitektur hijau yang paling mungkin dan mudah adalah pada bangunan hunian seperti rumah.Cara yang sederhana adalah pada desain yang dapat memadukan ruang luar dan ruang dalam. Misalnya ruang keluarga atau ruang makan yang dihubungkan dengan taman belakang. Selain dapat meningkatkan estetika hal ini juga dapat menambah efisiensi energi serta mengurangi kesan bangunan yang jenuh. Arsitektur hijau menekankan bahwa dekorasi dan perabotan di dalam sebuah rumah tidak perlu berlebihan. Hal ini juga dimaksudkan hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan furniture yang tidak diperlukan. Saniter yang lebih baik, Dapur yang bersih, desain hemat energi, pengolahan air yang benar, luas dan jumlah ruang yang sesuai kebutuhan, serta ketersediaan ruang hijau. Contoh Rumah dengan konsep Arsitektur Hijau