BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan. Pendarahan ini dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (binti-bintik), sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dank ram perut. Karena itu, pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari suatu kesehatan akan sangat ditanggulangi utnuk meningkatakan keberdayaan seorang wanita. Mengingat akan hal tersebut, maka penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah perdarahan saat kehamilan ini. 1.1 Tujuan 1. Tujuan Umum: Untuk Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan kehamilan muda. 2. Tujuan Khusus: a) Untuk mengetahui konsep abortus b) Untuk mengetahui konsep kehamilan anggur previa c) Untuk mengetahui konsep KET d) Untuk mengetahui asuhan keperawatan perdarahan kehamilan muda. 1 BAB II TINJAU TEORITIS 2.1 Konsep Abortus 2.1.1 Pengertian Abortus Abortus atau keguguran adalah pengeluaran harus konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar. Di bawah ini ditemukan beberapa definisi para ahli tentang abortus. Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum anggup diartikan apalagi fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Eastman,2002). Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2008). Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 g (Handono, 2009). 2.1.2 Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu, dan faktor bapak. 1. Kelainan Ovum Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 aborus spontal, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang 2 patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinan kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadi abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%). 2. Kelainan genitalia ibu Misalnya paa bayi yang menderita: Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis dan lainlain) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fksata Tidak sempurnanya persiapan uterus dalammenanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau esterogen, endomentritis, mioma submukosa Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola) Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis. 3. Ganguan irkulasi plasenta Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gradivarum, anomati plaseta dah karna lues. 4. Penyakit-penyakit Ibu Misalnya pada: Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fentus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fentus . Keracunan Pb, nikotin, gas racun, akohol dan lain-lain. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemi gravis. Malnutrisi, avitaminasi dan gangguan metabolisme, hipotiroit, kekurangan vitamin A,C, atau E, diabetes melitus. 5. Antogonis Rhesus 3 Pada antogonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fentus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus. 6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis; atau faktor serviks Inkompentensi serviks, sevisitis 7. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Contohnya: sangat terkejut, obat-obatan uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Atau dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrumen, benda, dan obat-obatan. 8. Penyakit bapak Umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi, dekompensasis kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, dan avitaminosis. 2.1.3 Patologi Pada permulaan, terjadi pendarahan pada desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada kehamilan dibawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, krena vili korealis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 814 minggu, telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, karena itu akan banyak terjadi pendarahan. 2.1.4 Klasifikasi 1. Abortus Spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktorfaktor almiah. 2. Abortus Provakatus (indiced abortus) 4 Adalah abortus yang disegaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi: a) Abortus Medisinalis ( abortus abotion) Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasa bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapatkan persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli. b) Abortus Kriminalis Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. 2.1.5 Komplikasi Abortus 1. Pendarahan (hemorrhage) 2. Perforasi: sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan atau dukun. 3. Infeksi dan tetanus 4. Payah ginjal akut 5. Syok, pada abortus disebabkan oleh: a) Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik b) Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik. 2.1.6 Manifestasi Klinis Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan rasa nyeri pada perut bagian bawah. 2.1.7 Penatalaksanaan Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi selama kehamilan. Ibu harus istirahat total dan di anjurkan untuk relaksasi. Tetapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada kasus aborsi inkomplet diusahakan untuk 5 mengosongkan uterus melalui pembedahan. Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak keluar spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda sampai dapat penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik (Mitayani, 2009). 2.2 Konsep Kehamilan Anggur Previa (Mola Hydatidaosa) 2.2.1 Definisi Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan (Moctar, Rustam, dkk, 1998:238 dalam Sujiatini, 2009). Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin” sehingga terbentuk jaringan permukaan membrane (villi) mirip gelombolan buah anggur (Sujiatini, 2009). 2.2.2 Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropobalast. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi. 4. Kekurangan protein. 5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Moctar, Rustam, 1998: 238 dalam Sujiyatini, 2009). 6 2.2.3 Patofisiologi Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : 1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. 2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan pathogenesis dari penyakit trofoblast : teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma dari park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsobsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Studi dari hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat dari akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komlpit pada minggu ke tiga dan kelima. Adanya sirkulasi maternal yang terus-menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berpoliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan (Silvia, Wilson, 2000:467 dalam Sujiatini, 2009). 2.2.5 Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang biasanya timbul pada klien dengan “mola hidatidosa” adalah : 1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. 2. Perdarahan pervagina berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. 3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. 4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus membesar setinggi pusat atau lebih. 5. Preekalmsia atau eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu (Mansjoer, Arif, dkk, 2001:266 dalam Sujiyatini, 2009). 7 2.2.5 Penatalaksanaan Medik 1. Penanganan yang biasa dilakukan pada pasien mola hidatidosa adalah: Diagnosis dini untuk menguntungkan prognosis. 2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis dini akan menguntungkan prognosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan evaluasi klinik dengan focus pada : a.Riwayat haid terakhir dan kehamilan, b.Perdarahan tidak teratur atau spotting, c.Perbesaran abnormal uterus, d.Perlunakan servik dan korpus uteri. Kaji uji kehamilan dengan pengenceran urin, pastikan tidak ada janin (Ballotement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis. 3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. 4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau pervorasi uterus). 5. Lakukan pengmatan lanjut hingga minimal 1 tahun (Sujiatini, 2009). 2.3 Konsep KET 2.3.1 Defnisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium rahim. Kehamilan etopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut. Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika 8 tuba, kehamilan pars ampularis tuba dan kehamilan infundibulum tuba. 2.3.6 Klasifikasi Menurut Tinus klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan etopik adalah: a) Kehamilan tuba b) Kehamilan ovarial c) Kehamilan abdominal d) Kehamilan intraligamenter e) Kehamilan servikal f) Kehamilan tanduk rahim rudimenter. 2.3.3 Etiologi Penyebab kehamilan etopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak diketahui. Ada beberapa faktor penyebab kehamilan etopik 1. Faktor uterus a) Tumor rahim yang menekan tuba b) Uterus hipoplastik 2. Faktor tuba a) Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing b) Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk c) Ganguan fungsi rambut getar (silia) tuba d) Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sepurna e) Endometriosis tuba f) Striktur tuba g) Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya h) Perlekatan peritubal dan lekukan tuba i) Tumor lain menekan tuba j) Lumen kembar dan sempit 3. Faktor ovum a) Migrasi eksterna dari ovum 9 b) Perlekatan membrana granulosa c) Rapid cell devision d) Migrasi internal ovum. 2.3.4 Komplikasi 1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan indikasi operasi. 2. Infeksi 3. Sub illeus karena massa pelvis 4. Sterilitas 2.3.5 Manifestasi Klinik Manifestasi klinik pada pasien dengan kehamilan ektopik adalah senagai berikut : 1. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vagina, uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. 2. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya. 3. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk dalam syok. 10 4. Perdarahan per vagina merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin. 5. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi (Mitayani, 2009). 3.3.6 Penatalaksanaan Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian,beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut: 1. Kondisi ibu pada saat itu 2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya 3. Lokasi kehamilan ektopik 4. Kondisi anatomis organ pelvis 5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter 6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpigektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan (Mitayani, 2009). 11 2.4 Asuhan Keperawatan Pendarahan 2.4.1 Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : A. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat B. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang C. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas : a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. b. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. c. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. d. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. e. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya. 12 f. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. g. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. h. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obatobatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. D. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Kesadaran : composmetis s/d coma Postur tubuh : biasanya gemuk Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa Raut wajah : biasanya pucat b. Tanda-tanda vital Tensi : normal sampai turun (syok) (<> Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit) Suhu : normal / meningkat (> 37o c) RR : normal / meningkat (> 24x/menit) c. Pemeriksaan cepalo caudal 1) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak rontok 2) Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma 3) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung 4) Mata : conjunctiva anemis 5) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal, hiperpegmentasi aerola. 6) Abdomen Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra Palpasi rahim keras, 13 fundus uteri naik Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin. d. Genetalia Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur. e. Ekstremitas : Akral dingin, tonus otot menurun. 2.4.2 Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi serviks. 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi bakteri. 4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informas 14 2.4.3 Intervensi NO Diagnosa NOC NIC 1 Nyeri akut Pain level berhubung Pain control an Comfrort level secara komperhesif Kriteria hasil : termasuk lokasi, Mampu mengontrol karakteristik, durasi, Pain management Lakukan pengkajian nyeri nyeri(tahu penyebab frekuensi, kualitas, dan nyeri, mampu faktor presitipasi menggunakan tehnik Gunakan tekni komunikasi Rasional Membantu dalam evaluasi kebutuhan danketidak efektifan intervensi. Mengetahui pengalaman nyeri pasien Mengetahui penyebab nyeri pada pasien Merencanakan intervensi nonfarmatologi untuk teraupeutik untuk selanjutnya jika intervensi mengurangurangi nyeri, mengetahui pengalaman sebelumnya tidak efektiv mencari bantuan) nyeri Melaporkan bahwa nyeri Kaji kultur yang berkurang dengan menggunakan manajmen mengetahui respon nyeri Evaluasi bersama pasien nyeri dan tim kesehatan lain Mampu mengenai nyeri tentang ketidak evektifan 15 Pemberian farmakologi secara benar (sekala intesitas frekuensi dan tanda) kontrol nyeri masa lampau Pilih dan lakukan Menyatakan rasa nyaman pengalaman nyeri setelah nyeri berkurang (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal) 2 Resiko Immune status tinggi Knowledge : infection infeksi control Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. Pertahankan teknik isolasi. Risk control Batasi pengunjung bila perlu. Kriteria Hasil: Intruksikan pada pengunjung Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Mendiskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksaannya Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan. Mengetahui keadaan umum klien Menjaga agar luka bersih dan kering Mencegah terjadi infeksi lebih lanjut Memberikan data penunjang tentang resiko infeksi Membunuh mikroorganisme penyebab infeksi Menjaga kesetabilan tubuh Tingkatkan intake nutrisi. pasien agar terhindar dari Berikan terapi antibiotik bila infeksi 16 untuk mencegah perlu infection protection ( timbulnya infeksi proteksi terhadap infeksi). Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat Ajarkan pasien dan keluarga Inspeksi kulit dan membran Keadaan umum pasien terjaga mukosa terhadap kemerahan , Luka termonitoring dengan bedah Kekuranga NOC NIC n volume 00027 Fluid balance - monitor status hidrasi cairan Nutritional status : food Mempertahankan urine (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortosatatik) - monitor vital sign output sesuai dengan usia - berikan penggantian dan BB, BJ urine normal, nesogatrik sesuai HT normal output Tekanan darah, suhu, nadi Mengatasi tanda dan gejala terhadap infeksi sejak dini Inspeksi kondisi luka / insisi Kriteria Hasil terhadap infeksi tanda dan gejala infeksi.. panas, drainase. and fluid intake Menstabilkan kekebalan tubuh - atur kemungkinan transfuse 17 baik dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, tidak ada rasa haus yang berlebihan - monitor tingkat HB dan hematocrit - monitor respon pasien terhadap penambahan cairan - kolaborasikan pemberian cairan intravena Resiko NOC tinggi Immune status infeksi Knowledge : infection control Risk control Kriteria hasil Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta NIC - Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah - Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi - Berikan terapi antibiotic bila 18 penatalaksanaannya perlu Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjkkan perilaku hidup sehat 19 2.4.4 Implementasi Pelaksanaan tindakan dilakukan pada klien disesuaikan dengan prioritas masalah yang telah disusun. Yang paling penting pelaksanaan mengacu pada intervensi yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Dahulukan tindakan yang dianggap prioritas/masalah utama. 2.4.5 Evaluasi Evaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan kepada pasien. 20 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 g (Handono, 2009). Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin” sehingga terbentuk jaringan permukaan membrane (villi) mirip gelombolan buah anggur (Sujiatini, 2009). Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium rahim. Kehamilan etopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut. Perdarahan pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehmilan kurang dari 22 minggu. Kehamilan muda umum disebut pada ibu hamil yang berusia 1-3 bulan. 3.2 Saran Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya mengetahui tentang perawatan luka diabetes melitus. Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai cara merawat luka dm di rumah. 21