BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hubungan Sosial Kehidupan sosial harus di pandang sebagai suatu sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhungan dalam suatu kesatuan. Dimana bagia-bagian atau unsur-unsur yang di maksut adalah bagian-bagian atau unsur-unsur dari kehidupan sosial yang dapat di sebut sebagai unsur-unsur sosial inilah sebagai suatu elemen yang utama dalam kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu bentuk pergaulan. Oleh karena itu suatu bentuk pergaulan sosial di tandai sebagai berikut: a) Adanya manusia yang hidup bersama yang berjumlah dua orang atau lebih. b) Manusia tersebut bergaul (berhubungan) dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena mereka bergaul (berhubungan ) cukup lama dan hidup bersama, maka akan tejadi adaptasi serta pengorganisaian perilaku serta munculnya suatu perasaan sebagai kesatuan (kelompok), sehingga dalam kehidupan sosial di tandai pula oleh 12 c) Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, dan akhirnya menjadi d) Suatu sistem kehidupan. Pernyataan tersebut diatas menandakan bahwa kehidupan sosial itu bukanlah suatu kehidupan yang statis, melaikan kehidupan yang dinamis. Kehidupan sosial tersebut terdiri dari manusia- manusia yang melakukan hubungan dengan bergagai kepentingan (untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu) dan untuk itu mengorganisasikan perilaku mereka dengan polapola tertentu sebagaimana di kemukakan oleh Raymon firth bahwa: ‘‘perhubungan-perhubungan yang timbul dari hidup bersama itu dapat dilihat sebagai suatu sistem yang dapat dinamakan struktur sosial. Struktur sosial suatu pergaual hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang tejadi dari orang banyak dan meliputi pula lembaga-lembaga dimana orang banyak tadi ambil bagian” ( taneko 1986:11 ). Perhubungan-perhubungan tidak dapat di pungkiri dalam hidup dan kehidupan manusia dalam masyarakat. Hal ini karena masyarakat memang merupakan sistem sosial, dalam arti merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling berhubungan satu sama lainya. Oleh karena itu satu hal yang menjadi unsur terpenting dalam hal ini adalah ‘‘ hubungan 13 sosial” itu sendiri. Dalam bebagai kepustakaan pejelasan mengenai hubungan sosial dan interaksi sosial tidak jauh berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh Abd. Syani (1987 :31) bahwa interaksi sosial adalah identik dengan hubungan sosial, karena adanya hubungan sosial berarti sekaligus merupakan interaksi sosial. Dikatakan demikian karena didalam interaksi sosial terhadap saling hubungan antara satu sama lainnya dan saling memberi dan menerima yang akan terwujud sebagai suatu kerjasama atau mungkin terjadi persaingan atau pertentangan. Hal senada dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1990 :61) bahwa: ‘‘ interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia” Dengan kata lain hubungan sosial atau interaksi sosial dapat dikatakan juga sebagai proses sosial. Hal ini karena hubungan sosial ( interaksi sosial ) merupakan syarat pertama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial sebagai wujud dari kedinamisan masyarakat. Gillin dan gillin mengemukakan bahwa: ‘‘ proses-proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat di lihat apabilah orang perorangan dan kelmpok-kelompok 14 manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentukbentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. (soekanto 1990:60). Sebagai suatu kunci dalam kehidupan bermasyarakat, maka hubungan sosial adalah suatu yang mutlak bagi manusia, oleh karena tanpa adanya proses hubungan tersebut tidak akan mungkin ada wujud kehidu pan bersama sebagaimana yang telah ada dan dirasakan oleh setiap manusia. Memang perlu disadari bahwa bila kita melihat masyarakat secara totalitas (keseluruhan), maka perlu melihat bagaimana bentuk hubungan-hubunga sosialnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh roucek dan werren dalam memberikan defenisi tentang sosiologis, dikatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam kelompok-kelompok (soekanto, 1990 : 19). Dengan demikian bahwa melihat hubungan sosial berarti melihat masyarakat sebagai keseluruhan atau keterlibatan individu dan kelompok dalam mayarakat. Manusia yang dikodratkan mempunyai sifat yang berbedabeda,dalam melakukan berbagai hubungan sosial tentunya akan memperlihatkan perbedaan tindakan sosial dengan manusia lainya. Oleh karena itu cukup jelas pendapat maclver dan page bahwa objek sosiolgis yaitu ‘‘ masyarakat iyalah suatu sistem dari kebiasan dan tata cara, dari 15 wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkalaku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalau berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah. Selanjutnya berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan atau di pengaruhi oleh berbagai faktor yang sebagaimana di kemukakan oleh soerjono soekanto (1990 :63) antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendirisendiri secara terpisa maupun dalam keadaan yang bergabung. Faktor imitasi cukup pegang peranan penting dalam berlangsungnya interaksi sosial, karena hal ini dapat mendorong seseoarang untuk mematuhi segala kaedah dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Faktor sugesti berlaku apabilah seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Identifikasi merupakan keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya maupun secara disegaja oleh karena sering seseorang memerlukan bermasyarakat. Walaupun tipe-tipe ideal tertentu berlangsung dengan didalam proses sendirinya, proses identifikasi berlangsung dalam suatu keadaan dimana seseorang yang di identifikasi benar-benar mengenal pihak lain, sehingga pandangan- 16 pandangan sikap-sikap maupun kaedah-kaedah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat melembagai dan bahkan menjiwai. Nyatalah bahwa langsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih mendalam daripada proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi atau sugesti. Sedangkan proses simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik dari pihak lain. Dimana proses ini peranan seseorang memang peranan penting, walaupun dorongan yang paling utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk kerjasama dengan pihak lain juga. Kesemua faktor tersebut menjadi dasar dalam berlangsungnya proses interaksi sosial. Faktor-faktor yang melandasi terjadinya hubugan sosial sebagaimana terebut diatas sifatnya cukup kompleks sehingga terasa sulit untuk mengadakan perbedaan-perbedaan yang tegas. Namun demikian berlangsungnya proses interaksi akan terjadi bila dua syarat terpenuhi seperti yang di kemukakan oleh soerjono soekanto (1990 :64) bahwa syarat-syarat tersebut antara lain: 1. Adanya kontak sosial. 2. Adanya komunikasi. 17 Kontak sosial merupakan tahap awal terjadinya proses interaksi sosial yang perwujudannya mempunyai tiga bentuk dalam hubungan sosial yaitu antara orang perorangan, antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainya. Terjadinya kontak sosial tidak hanya semata-mata tergantung dari wujud tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak tersebut dapat bersifat jelas akan mengarah bentuk kerjasama, dan sebaliknya yang bersifat negatif mengara pada bentuk pertentangan. Selanjutnya mengenai komunikasi soerjono soekanto (1990:67) memberi pengertian bahwa : ‘‘komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerak-gerak badania atau sikap) perasaan –perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebu”. Dengan adanya komunikasi tersebut, maka sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang perorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lainya atau orang lain. 18 Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan di lakukan. Aksi dan reaksi yang dilakuan manusia sebagaimana terungkap diatas menunjukkan dimana aktifitas kegiatan kehidupan manusia yang semuanya ini di tunjukan untuk mencapai keseimbangan dalam hidup dan kehidupan. Hal ini sejara dengan pendekatan teori ‘‘ fungsionalisme structural” yang penekananya pada masyrakat dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk equiblirium. Penekana yang demikian sebagai suatu pendekatan memang untuk mempertahankan keutuhan masyarakat itu sendiri yang nota bene terdiri dari bergai elemen atau unsure-unsur yang saling berkaitan satu sama lainya. 19 B. Bentuk-Bentuk Hubungen Sosial. Secarah naluriah memang manusia hidup tidak terlepas adanya hubungan dengan manusia lainya. Dengan kata lain sebagai mahluk sosial manusia pasti bermasyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya di berbagai aspek kehidupan namun demikian proses hubungan tersebut disadari maupun tidak masih membutuhkan suatu makna perjuangan dalam menghadapi manusia lainya. Sebagaimana dikemukakan soerjono soekanto (1985 :57) bahwa: ‘‘ suatu hubungan sosial dinamakan perjuangan apabila perilaku sala satu pihak secara sengaja berorientasi pada pelaksanaan keinginannya terhadap perlawanan pihak lain atau pihak-pihak lainya. Kalau sarana perjuangan tidak menyangkut kekerasan fisik aktual , maka proses tersebut disebut perjuangan damai..” Sejalan dengan pernyataan tersebut diatas, nampak jelas bahwa perilaku seseorang dalam melaksanakan bergagai macam hubungan sosial mempunyai orientasi tertentu agar keinginanya dapat tercapai. Dengan demikian maka kriterium penting memang menuntut adanya orientasi mutual minimal perilaku masing-masing pihak terhadap pihak yang dihubungi. Oleh karena itu isinya memungkinkan untuk beraneka ragamnya bentuk hubungan tersebut. Seberhubungan dengan hal ini max weber mengatakan : 20 ‘‘isinya mungkin menyangkut konflik, sikap bermusuhan, daya tarik seksual, persahabatan, dan lain sebagainya. Dilain pihak isinya adalah mungkin menyangkut pemenuhan suatu kebutuhan, pengelakan terhadap kewajiban, ketegasan agar menaati perjanjian, dan seterusnya…..”( soekanto 1985 :53-54). Isi dari proses hubungan sosial sebagaimana yang di kemukakan oleh berbagai para ahli tersebut diatas, nampaknya menunjukkan suatu bentuk sosial yang secara garis besar dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut berbentuk positif dan negatif. Namun demikian untuk lebih jelas terperinci dibawah ini penulis mengemukakan pendapat gillin dan gillin yang perna mengadakan pengolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: 1. Proses yang asosiatif (processes association) yang terbagi dalam tiga bentuk khusus lagi yakni : akomodasi, asimimilasi, akulturasi. 2. Proses yang disosiatif (processes of dissociation) yang mencakup : persaingan , persaingan yang meliputi kontropersi dan tantangan atau pertikaian (conflict). Persaingan lainya perna dikemukakan oleh kimball young, menurutnya bentuk-bentuk proses sosial adalah: 21 1. Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertetangan atau pertikaian (conflict). 2. Kerjasama (co-operation) yang menghasilkan akomodasi (acomodation) dan. 3. Differensiasi (diferentiation) yang merupakan suatu proses dimana orang perorangan di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban yang berbeda dengan orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia,sex dan pekerjaan. Differensiasi tersebut menghasilkan sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Tomatsu shibutani mengedepankan pula beberapa pola interaksi yaitu: 1. Akomodasi dalam situasi-ssituasi. 2. Ekspresi pertemuan dan anjuran. 3. Interaksi strategi dalam pertentangan-pertentangan. 4. Pengembangan perilaku massa (soekanto, 1990 71). Dibawah ini akan di jelaskan pengertian dari beberapa proses interaksi yang pokok : Akomodasi 22 Istila akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjukkan pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan ( equilibrium ) dalam interaksi antara orang perorangan atau kelompok dalam kaitannya dengan normanorma sosial dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. A. Bentuk-bentuk akomodasi. Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk yaitu: 1. Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana disatu pihak berada dalam keadaan lemah bila dibandingkan dengan pihak lain. 2. Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutanya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak tersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainya dan begitu pula sebaliknya. 3. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihakpihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua bela pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan. 23 4. Mediation, hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasehat belaka, dia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusa penyelesaian perselisihan tersebut. 5. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercio dan bukan kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untu mengadakan suatu asimilasi. 6. Toleransi, juga sering dinamakan tolerant participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tampa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakn, hal mana disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk dapat untuk menghindarkan diri dari suatu perselisihan. 7. Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentagan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentanganya. Hal ini disebabkan bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. 8. Adjudikation, menyelesaikan perkara atau sengketa di pengadilan. 24 walaupun tersebut bermacam-macam bentuk akomodasi seperti telah diuraikan diatas dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi, namun masih ada saja unsur pertentangan latent yang belum diatasi secara sempurna. Asimilasi. Asimilasi adalah suatu proses, melalui mana dua kelompok atau lebih yang mempunyai sikap, mores dan kebudayaan yang berlainan, dan contoh yang paling terkenal adalah penyatuan kebudayaan di amerika dimana, orangorang yang berbeda kebudayaan, dan biasanya kebudayaan yang bertentangan, telah membentuk suatu kebudayaan bersama yang terdiri dari berbagai sumber yang berlainan ini. Walaupun asimilasi selalu dipahamkan mengikuti pengertian antara satu dengan yang lain. Istila ini juga telah digunakan untuk menerangkan prosesdimana kelompok kelompok yang berlainan dalam suatu dalam kebudayaan yang sama telah bersatu dalam kebudayaan mereka. Asimilasi biasanya disertai dengan penyatuan, yang menunjukkan perpaduan dua rumpun bangsa yang berbeda melalui perkawinan. Proses dimana seorang individu atau kelompok dari satu kebudayaan memperoleh tingka laku dan pola-pola pemikiran bagi kebudayaan yang berlainan, dinamakan akulturasi. 25 Proses dimana seorang individu, yang secarah relatif terpengaruh oleh suatu falsafah hidup yang berlainan, atau cara memandang sesuatu, seperti mengenai agama atau keyakinan politik yang berlainan, disebut konversi. Kontraversi. Kontraversi pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses-proses yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontraversi terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidak pastian mengenai diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang di sembunyikan. Kebencian atau keraguan terhadap kepribadian seseorang. Atau perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap suatu usul, buah fikir, kepercayaan, doktrin atau rencana yang dikemukakan orang perorangan atau kelompok manusia lain. Dalam bentuknya yang murni, kontraversi adalah sikap mental yang trsembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi suatu kebencian, atan tetapi tidak sampai menjadipertentangan atau pertikaian. Suatu contoh adalah kecurigaan terhadap seseorang yang sering ditemui, atau apabilah sesuatu rencana yang telah ditetapkan oleh pemerintah di ragukan kegunaanya oleh masyarakat. Bentuk kontravensi menurut leopold von wiese, dan howard becker, dalima, yaitu: 26 Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keenggana, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, gangguan-gangguan perbuatan kekerasan dan mengacaukan rencana pihak lain. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan-pernyataan orang lain dimuka umum, memaki-maki melalui surat-surat selembran, memfitna, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan seterusya. Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desa-desus dan mengecewakan pihak lain dan seterusnya. Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, dan perbuatan khianat dan seterusnya. Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, menggangu atau membingungkan pihak lain, umpama dalam kampanye partai-partai politik dalam pemilihan umum. Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri(comformiti) dengan kekerasan,provokasi, intimidasi dan seterusnya. Akulturasi Akulturasi atau acculturation atau culture contact, mempunyai berbagai arti, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah 27 kedalam kebudayaan sendiri tampa menyebabkan hilangnya keperibadian kebudayaan itu sendiri. Dengan menyimak uraian-uraian terdahulu maka dapat dikatakan bahwakebutuhan manusia untuk mengadakan hubungan dengan sesamanya, didasarkan pada keinginan manusia untuk mendapatkan: A. Kepuasan dalam mengadakan hubungan serta mempertahankanya disebut lasimnya disebut kebutuhan akan inklusi. B. Pengawasan dan kekuasaan, yang disebut sebagai kebutuhan akan kontrol. C. Cinta dan kasih sayang, yaitu kebutuhan akan efeksi. Untuk menjelaskan suatu pola interaksi yang ideal, sulit sekali.oleh karena itu sebagai contoh akan disajikan apa yang secara tradisional berlaku dalam masyarakat jawa. Adalah suatu yang hakiki, bahwa sebelum mengadakan interaksi, terlebih dahulu diadakan introspeksi (mawas diri). Kalau dirinya sudah merasa tenang, maka dia akan dapat berfikir secarah lebih jerni dan mengambil keputusan secarah lebih mantap. Tingkah laku yang infulsif, emosional dan sikap menyalahkan keadaan, dianggap sebagai sikap yang tidak dewasa. Hal ini disebabkan karena kehidupan sosial ini bertujuan untuk 28 mencapai kebahagian, yang tidak identik dengan kenikmatan, kesedapan atau kemewahan. C.Tinjauan TentangMasyarakat. Menurut mac, iver and page masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah-ubah. Sedangkan menurut selo soemarjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama menhasilkan kebudayaan. Sedangkan masyarakat menurut ralph linton setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dalam batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Untuk dapat disebut sebagai suatu masyarakat maka unsur pertama yang harus dipenuhi adalah adanya sejumlah orang yang hidup bersama. Jumlah minimal orang yang hidup bersama untuk dapat disebut masyarakat ini adalah dua orang. Oleh karena itu keluarga yang terdiri dari suami dan istri menurut sosiologi dapat disebut sebagai masyrakat. Unsur kedua dari masyarakat adalah bahwa orang-orang tersebut bercampur untuk waktu yang cukup lama. Dalam waktu yang cukup lama tersebut orang-orang bercampur, bergaul dan saling mengadakan hubungan atau interaksi sosial. Jadi 29 dalam masyarakat itu bukan hanya sekedar terdapat orang-orang yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama, tampa kegiatan, melainkan mesti ada hubungan atau interaksi sosial. Jadi dari uraiyan diatas, ada beberapa unsyur dari masyarakat yaitu sebagai berikut : 1. Manusia yang hidup bersama. 2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. 3. Saling mengadakan hubungan atau interaksi sosial. 4. Adanya kesadaran bahwa mereka sebagai suatu kesatuan . 5. Adanya suatu sistem hidup bersama. Secara jelas dan terinci anderssor dan parker mengemukakan ciri-ciri dari suatu masyarakat yaitu : 1. Adanya sejumlah orang. 2. Tinggal dalam suatu daerah tertentu. 3. Mengadakan atau mempunyai hubungan yang tetap teratur sama lain. 4. Sebagai akibat hubungan ini membentuk suatu sistem hubungan antara manusia. 5. Mereka terlibat karena memiliki kepentingan yang sama. 30 D. Pengertian Konflik Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badania, emosi, unsur-unsur kebudayaan, polapola prilaku dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian ( konflik ). Konflik adalah proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tampa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku ( kamus sosiologi, 1985 : 85 ). Konflik merupakan bentuk integrasi dimana tempat ,waktu serta intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan, sebagaimana isi segitiga yang dapat berubah.coser mengambil pembahasan dari simmel, mengembangkan proposisi dan memperluas konsep simmel tersebut dalam menggambarkan kondisis-konndisi dimana konflik secara positif membantu struktur sosial dan terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Coser membahas ahli teori ( bangsa amerika ) yang lebih awal, menyataan pemahaman mereka tentang sebagai kesadaran yang tercermin dalam semangat pembaharuan masyarakat. Albion small dan george E. vincen sebagai pengarang terkenal buku teks pertama sosiologi amerika, misalnya mencerminkan oriantasi pembaharuan sosiologi ketika menulis, 31 sosiologi dilahirkan dalam semangat medern untuk memperbaiki masyarakat ( margaret M. poloma 1994 : 107 ). Konflik sosial yang menjadi objek sosiologi harus benar-benar merupakan fakta sosial, sunggu terjadi dan dapat di observasi. Itu berarti ada dua pihak bukan hanya satu pihak yang terlibat dalam konflik, dan masing-masing mau menghancurkan lawan atau membuatnya tak berdaya. Perlu di perhatikan, bahwa bahasa rakyat juga mengenal bahasa konflik dalam arti tang sesungguhnya, misalnya konflik generasi muda dengan generasi tua, konflik kepentingan, konflik peranan/jabatan. Bentrokan antara individu dengan individu ,kerabat dengan kerabat , suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang satu dengan yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua bela pihak yang terlibat, seperti korba jiwa, material dan spritual serta bekobarnya kebencian dan balas dendam. Akibat lain iyalah terhentinya kerja sama antara kedua bela pihak yang terlibat konflik. Masa antarah pecahnya konflik dan terbentuknya kerjasama kembali disebut masah permusuha. Dalam masa ini usaha kooperatif tidak dapat dilakukan. Hal ini mengakibatkan proses kemajuan masyarakat mengalami kemacetan. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta dan interaksi sosial dan nasional. ( Drs. D .Henrpuspito OC, 1989 : 248 ). 32 Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacukan analisa konflik sosial, secara implisit melihatnya sebagai desktruktif atau patologis bagi kelompok sosial. Coser memilih menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensia positif untuk membentuk serta mempertahankn struktur. Dia melakukan hal ini dengan membagun diatas sosiologi klasik pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan konflik sosiologi jerman yang terkenal yaitu g George Simmel. Jelaslah bagi coser maupun kaum funsionalisme struktural, struktur sosial ada di dalam dirinya sendiri dan bergerak melalui kendala. Coser mengungkapkan hal itu sebagai berikut : “sosiologi konflik harus mencari nilai-nilai serta kepentingankepentingan yang tertanam secara struktural sehingga membuat manusia saling terlibat dalam konflik, bilamana ia tidak ingin dilarutkan kedalam penjelasan psikologis mengenai agresivitas bawaan, dosa turunan, atau kebengalan manusia. Apa yang disumbangkan Coser kepada orientasi fungsionalisme iyalah deskripsi mengenai bagaimana struktur-struktur sosial itu dapat merupakan produk konflik dan bagaimana mereka mempertahankan oleh konflik. Prosisisnya sebagian besar berkisar di seputar intensitas dan fungsi konflik bagi lembaga-lembaga sosial. Waaupun Coser terikat pada kesatuan teori masyarakat yang ilmia, tetapi ia menolak setiap gerakan 33 kearah naturalisme atau determinisme yang ekstrim pada setiap tindakan manusia ( Margaret M. Polman, 1994 : 125 ). Konflik dapat terjadi antara individu-individu,antara kelompokkelompok dan antara organisasi-organisasi. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada pandangan yang sama sekali bertentangan satu sama lain, dan mereka tidak perna berkompromi, dan masing-masing menarik kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda, dan apabila mereka cenderung bersifat toleran, maka dapat di pastikan akan timbunya konflik tertentu. Berdasarkan risalah konflik ( dari Simmel ) sebagai bentuk dari asosiasi,Coser membentangan proporsi untuk menguji fungsionalisme konflik bagi kelompok sosial. (Margaret M. Polman, 1994 : 127). Tentang fungsi pertikaian, Ritzer dengan mengutip Berghe, melukiskan sebagai berikut : 1. Berbagai alat untuk memelihara solidaritas. 2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain. 3. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi. 4. Fungsi komunikasi. Sebelum konflik tertentu mungkin tidak mengetahui posisi lawan. Tetapi dengan adanya konflik posisi dan batas antara kelompok tahu secara pasti diman mereka berdiri dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk bertindak lebih cepat. (taneko,1994 : 74 ). 34 Konflik dapat merupakan proses yang instrumental dalam pembentukan penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konfli dengan kelompok lain dapat garis batas antara dua atau lebih kelompok dan melindunginya agar tidak lebur dalam dunia sosial sekelilingnya. (Margaret M. Polman,1994 : 108). Intensitas konflik dalam suatu sistem dapat ditelah dengan cara memusatkan perhatian hubungan timbal balik antara variabel-variabel : a. Keterlibatan emosional para partisipan. b. Keketatan struktur sosial. c. Taraf realisme dari konflik. d. Jangkauaan konflik terhadap nilai-nilai dan masalahmasalah pokok dalam sistem. e. Taraf obyektifitas diatas kepentingan-kepentingan pribadi walaupun semua fariabel dianggap penting. Coser cenderung memberikan prioritas pada proposisi pertama dan kedua yang dianggapnya menentukan apaka konflik diobjektivikasikan realitas, dan menjangkau nilai-nilai (Prof. Dr. Soerjono Soekanto dan Ratih lestarini, 1988 : 96). Sebab musabab atau akar-akar pertentangan 35 Faktor-faktor penyebab timbunya pertentangan antara lain : 1. Perbedaan antara indivudu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkanbentrokan antara mereka. 2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar –belakang pembentukan serta perkembanmgan keperibadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar sedikit bayaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia. 3. Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antara indivividu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi,politik, dan lain sebagainya. 4. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dan ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendirianya, umpama mengenai reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur. Walaupun pertentangan merupakan suatu proses dissosiatif yang agak tajam, akan tetapi pertentangan merupakan suatu proses sosial juga mempunyai fungsi positif bagi masyarakata pakah suatu pertentangan membawah akibat-akibat positif atau tidak, tergantung dari persoalan yang dipertentangkan dan juga dari struktur 36 sosial dimana pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan.sepanjang pertentangan tidak berawalan dengan pola-pola hubungan sosial di dalam tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif. Oleh karena hal itu mempunyai kecenderungan untuk memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu maupun bagian-bagian kelompok. Salah satu faktor yang dapat membatasi akibat negatif dari suatu pertentangan adalah sikap toleransi yang sudah insttitunalised. Dalam kelompok-kelompok dimana para warganya mengadakan intraksi sosial dalam frekwensi yang tinggi kemungkinan terjadinya pertentangan dapat ditekan. Memang,benih-benih pertentangan kadangkadang ada. Akan tetapi sudah menjadi anggapan umum bahwa untuk memelihara hubungan baik, seyogyanya benih-benih pertentangan jangan di biarkan berkembang sehingga mengakibatkan terjadinya pertentangan maka kemungkinan besar kutuhan kelompok akan terancam, oleh karena pertentangan tidak saja langsung bersangkutan dan sebab-musababnya, akan tetapi segalah perasaan tidak puas yang selama itu di tekan, akan meletus. Kemudian, pertentangan tersebut akan meluas pada pertentangan pribadi yang dilandaskan pada perasaan. Dalam kelompok dimana interaksional antara warga tidak terlalu rapat, kemungkinan besar pertentangan tidak akan membawa akibat-akibat negatif. Aneka macam pertentangan mungkin terjadi dalam kelompok-kelompok demikian, dan itu berarti bahwa tidak akan haya berpusat pada suatu pertentangan saja. Pertentangan 37 dianggap sebagai suatu jalan untuk mengurangi ketegangan dan dibatasi hanya pada pokok persoalan penyebabnya saja. Bentuk-bentuk pertentangan Pertentanga mempunyai beberapa bentuk khusus antara lain : 1. Pertentangan pribadi. Tidak jarang terjadi bahwa dua orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak menyukai. Apabila permulaan yang buruk tadi dikembangkan, maka timbul rasa untuk saling membenci, maki-makian diucapkan, penghinaan dilontarkan dan seterusnya sampai mungkin timbul suatu perkelahian fisik. Apabilah perkelahian dapat dilerai untuk sementara, maka seolah-olah untuk seterusnya kedua-duanya tak mungkin berhadapan muka lagi. 2. Pertentangan rasial. Dalam hal ini pun para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan-perbedaan antara mereka yang seringkali menimbulkan pertentangan, misalnya, pertentangan antara orang-orang negro dengan orang-orang kulit putih di amerika serikat. Sebetulnya sumber pertentangan tidak hanya terletak pada perbedaan kepentingan dan kebudayaan. Keadaan tersebut di tambah dengan kenyataan bahwa salah satu ras merupakan golongan mayoritas. 3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial. Pada umumnya ia disebabkan oleh perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh. 38 4. Pertentangan politik. Biasanya pertentangan ini menyangkut baik antara golongan dalam suatau masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat. Hal yang terakhir menimbulkan bentuk pertentangan berikutnya, yaitu : 5. Pertentangan yang bersifat internasional. Ini disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan dan itu berarti kehilangan muka dalam forum internasional. Tidak jarang pertentangan demikian menyulut perang total antara negara. (soerjiono soekanto, 1990 :102-103). cara menyelesaikan konflik Berdasarkan kebiasaan orang mencari menyelesaikan suatu masalah, yakni carah lebih muda (tidak formal) lebih dahulu, kemudian carah resmi (formal), maka cara-cara menyelesaikan konflik sebagai berikut : 1. Konsiliasi Konsiliasi berasal dari kata conciliation atau perdamaian, yaitu suatu cara untuk mempertemukaan pihak–pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk kedamaian, dalam proses ini pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga. Namun hal ini pihak ketiga tidak bertugas secarah menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertentangan yang di anggapnya baik kepada dua bela pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketa. 2. Mediasi 39 Mediasi berasal dari bahasa latin mediation, yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal ini fungsi seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan yang mengikat, keputusan hanya bersifat konsultif. Pihak-pihak yang bersangketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan. 3. Arbitrasi Arbitrasi dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbitrer) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seoarang arbirer memberikan keputusan yang mengikat kedua bela pihak yang bersngketa, artinya keputusan seorang hakim harus di taati. Apabilah salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tinggi. Orang-orang yang bersengketa tidak slalu perlu mencari keputusan secara formal melalui pendidikan. Dalam masalah biasa dan dalam lingkup yang sempit pihakpihak bersengketa mencari seseorang atau suatu instansi swasta sebagai arbiter. Cara yang tidak formal itu sering di ambil dalam perlombaan dan pertandingan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai arbiuter adalah wasit. 4. Paksaan (coercion) Paksaan iyalah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik maupun psikologis tidak berhasil, di pakailah 40 paksaan fisik,.pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang terasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. 5. Détente. Détente berasal dari kata perancis yang berarti menggedorkan. Pengertian yang diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicraan tentang langka-langka mencapai perdamaian. Jadi dalam hal ini belum ada penyelesaian defenitif, belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang. Dalam praktek détente sering dipakai sebagai peluang untuk memperkuat diri masing-masing, perang fisik diganti dengan perang saraf. Lama masa “istirahat’’ itu tidak tertentu, jika mereka masingmasing pihak merasa lebih kuat, biasaya mereka tidak melangka ke meja perundigan, melainkan ke medan perang lagi. (Drs. Hendropuspito OC, 1989 :250). Selain itu masih ada cara lain dalam menyelesaikan konflik (resoluution konflick) sebagamana yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Winardi, SE. adalah dihadapi dengan cara : a.Bersikap tidak acuh terhadapnya. 41 Sikap tidak acuh berarti tidak adanya upaya langsun untuk menghadapi sebuah konflik yang telah termanifestasi. Maka dalam keadaan demikian, konflik dibiarkan menjadi sebuah kekuatan konstrutif atau sebagai kekuatan destruktif. b. Menekan,atau menekan sebuah konflik yang terjadi (supression) menyebabkan menyusutnya dampak konflik yang negatif, tetapi iya tidak mengatasi, ataupun meniadakan pokok-pokok penyebab timbulnya konflik tersebut. Ia hanya merupakan sebuah pemecahan semu (surface solution), yang menyebabkan kondisi-kondisi anteseden, yang merupakan penyebab orisinal terjadinya konflik tetap ada. c. menyelesaikanya. Penyelesaian konflik (conflict revolution) bayak terjadi, apabilah alasan-alasan latar belakang terjadinya suatu konflik di tiadakan dan tidak disisahkan kondisi yang menggantung atau antagonisme untuk penyebab timbulnya konflik pada masa mendatang. (Prof. Dr. Winardi, 1994 : 17). Akibat-akibat pertentangan Pertentangan berdampak sebagai berikut : 1) Tambahnya solidaritas in group. 42 Apabilah suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain maka solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat. Merdeka bahkan bersedia berkorban demi kebutuhan kelompoknya. 2) Apabibilah pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam suatu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut. 3) Perubahan keperibadian antara individu pertentangan yang berlangsung didalam kelompok atau antara kelompok selalu ada orang yang menaruh simpati kepada kedua bela pihak. Ada pribadi-pribadi yang telah menghadapi situasi demikian, akan tetapi bayak juga yang merasa tertekan, sehingga merupakan penyiksaan terhadap mentalnya. 4) Hancurnya harta benda dan Kiranya cukup jelas betapa salah satu bentuk pertentangan yang terdahsyat yaitu peperangan telah menyebabkan penderitaan berat, baik bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, baik dalam bidang kebendaan maupun jiwa raga manusia. 5) Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak. Apabilah kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka mungkin timbul akomodasi. Ketidak seimbangan antara kekuatankekuatan pihak-pihak yang mengalami bentrokan, akan menyebabkan dominasi oleh satu pihak terhadap lawanya. Kedudukan pihak yang 43 didominasi tadi adalah sebagai pihak yang takluk terhadap kekuasaan lawannya secara terpaksa. (soerjiono soekanto, 1990 : 103-104) 44