Pengkreditan Pajak Masukan Maranatha 3203017031 Vincentia Audri 3203017082 Agatha Saraswati 3203017085 Dasar Hukum Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan diatur dalam: a. Pasal 9, Pasal 16B ayat (2) dan ayat (3) UU PPN 1984 b. Pasal 15 dan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor74/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 Mekanisme Kredit Pajak Masukan Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan Pasal 9 Ayat 2 • Menentukan bahwa pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama Pasal 9 ayat 2a • Menentukan bahwa pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan kena pajak, dapat dikreditkan Pasal 9 ayat 5 • Menentukan bahwa pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang untuk perolehan BKP atau JKP yang digunakan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak Hasil Pengkreditan Pajak Masukan Pajak masukan < Pajak keluaran Pajak Masukan > Pajak Keluaran Pajak Masukan = Pajak Keluaran Selisih lebih pajak keluaran wajib disetor ke kas negara Selisih lebih pajak masukan dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya/ minta restitusi Pasal 9 ayar 3 UU PPN 1984 Pasal 9 ayat 4 UU PPN 1984 Syarat Pajak Masukan dapat dikreditkan Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran untukmasa pajak yang sama Faktur Pajak telat diterima oleh PKP Pembeli/Penerima JKP • Syarat Formal: Tercantum dalam faktur pajak lengkap/dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak. • Syarat Materill: Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak • 2 syarat diatas • Belum dibebankan sebagai biaya • Belum dilakukan pemeriksaan Konsekuensi: Pajak masukan secara mutlak tidak dapat dikreditkan Bersifat Alternatif (bukan kumulatif) Menggunakan kata sambung ”Atau” Pengeluaran Konsumtif Pengeluaran selain untuk kegiatan produksi, manajemen, distribusi, pemasaran dan bukan untuk konsumsi pribadi / kegiatan yang tidak bersifat produktif. Pengeluaran untuk wisma (guest house), mess, bungalow, hotel dan sebagainya Pengeluaran untuk perumahan dan sarana lain seperti klinik, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dsb. Pengeluaran untuk jamuan kantor (entertainment) Pengeluaran untuk mensponsori kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun diluar kegiatan usahanya. Pasal 14 (1f) UU KUP : Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak bila PKP melaporkann FP tidak sesuai dengan masa pembuatan FP. Pasal 14 (4) : Selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi denda 2% x DPP Pasal 13 : Pajak yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Contoh FP dibuat oleh PKP 31 Maret 2013 atas penyerahan BKP dengan harga jual 900 juta serta PPN yang dipungut 90 jt. FP baru dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2012 . Sanksi Surat Tagihan Pajak (Denda 2% x 90 juta = 1,8 jt) Pokok Pajak SKPKB dari hasil pemeriksaan SPT Masa Pajak Maret 2012 Pasal 9 (2) : Cash basis Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa Pajak yang sama Pasal 11 (1) UU PPN 1984 : Accrual basis Pajak Terutang acapkali dibuat terlambat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP mendekati saat pembayaran Penyer. BKP 8/3/2012 7/6/2012 Pembayara n 30/9/2012 8/6/2012 ≤ 3 Bulan FP 7/6/2012 ≥ 3 Bulan FP seharusnya dibuat Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli BKP FP 8/6/2012 Dianggap tidak membuat FP Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli BKP 1. ≤ 3 Bulan Pasal 9 (9) UU PPN 1984 : PM yang bisa dikreditkan, tapi belum dikreditkan dengan PK pada Masa Pajak yang sama, bisa dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak bersangkutan sebelum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan (atas masa / tahun pajak tersebut) Penyer. BKP Bln-1 : Mei Bln-2 : Juni Bln-3 : Juli 12/8/2013 31/8/2013 15/4/2013 SPT Masa PPN Juli FP 15/4/2013 Diterima FP 15/4/2013 PM dikreditkan dalam SPT Masa PPN Juli 2013 2. ≥ 3 Bulan Pasal 9 (9) UU PPN 1984 : FP terlambat diterima ≥ 3 bulan sejak akhir Masa FP dibuat, pengkreditan bisa dengan cara pembetulan SPT Masa PPN bersangkutan dengan tanggal pembuatan FP sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan (atas masa / tahun pajak tersebut) Penyer. BKP 8/3/2013 Bln-1 : April Bln-2 : Mei Bln-3 : Juni Bln-4 : Juli Diterima FP 8/3/2013 FP 8/3/2013 SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 21/8/2013 PM dikreditkan dengan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 4. Mengkreditkan Pajak Masukan sebelum ada pajak keluaran Barang Modal Pasal 9 ayat 2a UU PPN 1984, Pasal 16 ayat 2 PP No. 1 Tahun 2012 Harta berwujud yang memiliki manfaat lebih dari 1 tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk dipejual belikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang tersebut Berdasarkan penegasan ini maka pajak masukan atas pembelian tanah oleh PKP sebelum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan BKP/Penyerahan JKP, tidak dapat dikreditkan karena pembebanan biaya atas pembelian tanah pada dasarnya tidak dapat dilakukan melalui penyusutan Sebagai pengecualian, dlaam hal tanah tersebut digunakan untuk memperoleh penghasilan sehingga nilai tanah akan berkurang karenanya. Gagal Berproduksi Gagal Berproduksi Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/ atau impor Barang Modal dapat di kreditkan. PM yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 Tahun sejak Masa Pajak pengkreditan PM dimulai. Bagi PKP selain manufaktur, jangka waktu tersebut selama 1 Tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan. PKP tidak melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan atau JKP yang berasal dari hasil produksinya sendiri sampai 2 Tahun ,maka tidak dapat di kompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan pengembalian. 6. Kriteria Pajak masukan tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16B ayat 3 UU PPN 1984) a. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan BKP/JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP. b. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan BKP/JKP tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. c. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor berbentuk sedan dan station wagon kecuali sebagai barang dagangan atau untuk disewakan. d. Pajak Masukan Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, di dalam daerah pabean sebelum dikukuhkan sebagai PKP. e. Dihapus 6. Kriteria Pajak masukan tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16B ayat 3 UU PPN 1984) f. Perolehan BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 atau tidak mencantumkan nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP. g. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 6. h. Perolehan BKP/JKP yang pajak masukanya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. i. Perolehan BKP/JKP yang pajak masukanya tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 6. Kriteria Pajak masukan tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16B ayat 3 UU PPN 1984) j. Perolehan BKP selain barang modal / JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) k. Berdasarkan Pasal 16B ayat 3, Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang digunakan untuk kegiatan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak, tidak dapat dikreditkan. 6. Kriteria Pajak masukan tidak dapat dikreditkan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013) Pajak Masukan untuk perolehan BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan: a. Penyerahan jasa pengiriman paket yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket. b. Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang tidak didasari oleh perjanjian jasa perantara penjualan yang dilakukan oleh pengusaha jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata. c. Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi. Pasal 1A (1d) UU PPN 1984 Penyerahan BKP Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma BKP, maka seluruh pemakaian sendiri BKP dikenai PPN Pasal 1 angka 6, Pasal 4 (1c) Penyerahan JKP Setiap pemberian JKP, pemberian cuma-cuma JKP dan JKP untuk kepentingan sendiri Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 : Kelompok pemakaian BKP / JKP Pemakaian Sendiri Produktif Tidak dikenai PPN Konsumtif Dikenai PPN Mekanisme pengkreditan PM tidak terganggu untuk mencegah terjadi distorsi terhadap system PPN Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Kebenaran mengenakan PPN atas pemakaian sendiri diselewengkan sehingga menghasilkan tindakan yang salah yang akan membingungkan banyak pihak dan akan menimbukan masalah 8. Pengkreditan Pajak Masukan Atas Perolehan BKP/JKP yang akan Diberikan dengan Cuma-cuma a. Pemberian Cuma-Cuma yang tidak ada kaitan dengan kegiatan pemasaran Pemberian Cuma-Cuma yang diberikan tanpa motivasi memasarkan produk atau barang dagangan berupa BKP atau memasarkan JKP, dikenai PPN. Sehubungan dengan itu, maka PPN yang di bayar atas perolehannya merupakan Pajak Masukan yang dapat di kreditkan. b. Pemberian Cuma-Cuma yang berkaitan dengan kegiatan pemasaran Ditinjau dari sudut konstruksi bisnis, tidak ada pemberian yang diberikan dengan Cuma-Cuma yang dikaitkan dengan penyerahan BKP atau JKP. Diadaptasi Mengatur Konsekuensi Penghapusan Piutang terhadap FP yang Sudah Dibuat Pasal 12 PP No. 1 Tahun 2012 1.PPN dan PPnBM yang telah dilaporkan oleh PKP Penjual 2. PP yang telah dikreditkan / dibebankan sebagai biaya oleh PKP pembeli BKP / penerima JKP Penyebab Keadaan Kahar Tidak Perlu Penyesuaian BKP Musnah / Rusak Tidak Dapat Dipakai Lagi karena di Luar Kekuasaan PKP Tidak Perlu Penyesuaian Pasal 32 PP No. 50 Tahun 1995 Pasal 7 PP No. 143 Tahun 2000 1. PPN yang Telah Dikreditkan 2. PPN dan PPnBM yang Telah Dibebankan Sebagai Biaya Atas Perolehan BKP yang Musnah / Rusak 10. Kesalahan Pemungutan a. Pihak yang salah dipungut berhak mengajukan permintaan pengembalian, sepanjang belum dikreditkan , belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasi dalam harga perolehan. b. Adapun pihak yang terpungut adalah : 1). Importir 2). Pembeli barang 3). Penerima jasa 4). Pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean 5). Pihak yang memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean Untuk memperoleh pengembalian, pihak yang terpungut tidak dipersyaratkan harus PKP. Contoh: PT Hotel Kencana membeli beberapa buah lampu Kristal untuk dipasang di lobi hotel. Lampu tersebut dibeli dari importer. Dalam surat perjanjian jual beli dinyatakan bahwa atas penyerahan lampu Kristal tersebut terutang PPN dan PPnBM. Setelah dilakukan pembayaran, baru disadari oleh bagian akuntingnya bahwa seharusnya atas penyerahan lampu Kristal yang tergolong sebagai BKP yang Tergolong Mewah oleh importer tidak terutang PPnBM. Meskipun PT Hotel Kencana bukan PKP, tetap dapat mengajukan permohonan pengembalian PPnBM yang seharusnya tidak terutang. 11 Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan PKP yang dalam satu tahun jumlah peredaran usahanya tidak melebihi jumlah tertentu sebagaimana ditentukan Pasal 9 ayat 7 2 Macam PKP yang dapat menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak masukan PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, sebagaimana ditentukan dalam pasal 9 ayat 7a 2 peraturan mentri keuangan a) PKP yang dalam 1 tahun mencapai jumlah peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu 1. PKP yang menggunakan pedoman Penghitungan pengkreditan pajak masukan 2. Bagi PKP yang semula menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, yang dalam bagian tahun buku ternyata jumlah peredaran usaha sudah melebihi 1M 800 Juta maka wajib beralih menggunakan mekanisme umum pengkreditan YAITU PAJAK KELUARAN – PAJAK MASUKAN pada masa pajak berikutnya 3. Apabila dalam 2 tahun buku berikutnya jumlah peredaran usaha tiap-tiap tahun buku tidak melebihi 1,8M maka pada tahun berikutnya boleh kembali menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak. 4. PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan wajib memberitahu secara tertulis pada kepala kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan paling lama: 5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ditentukan sebagai berikut 60% dari pajak keluaran untuk penyerahan JKP 70% dari pajak keluaran untuk penyerahan BKP 6. Pajak keluaran dalam huruf e diperoleh dari : 10% x DPP yang diperoleh dari jumlah peredaran 7. Pajak masukan yang tercantum dalam faktur pajak tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk penghitungan PPN Batas waktu penyampaian SPT masa PPN masa pajak pertama dalam tahun buku, bagi PKP yang jumlah peredaran usaha dalam 2 tahun terakhir, tiap tahun tidak lebih dari 1,8M Saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa pajak saat dikukuhkan sebagai PKP, bagi wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP a) PKP yang dalam 1 tahun mencapai jumlah peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu 2 peraturan mentri keuangan 8. Apabila terjadi retur, PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikembalikan / diretur oleh pembeli, mengurangi PPN yang terutang oleh PKP penjual dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP dan/atau JKP sepanjang FP atas penyerahan BKP dan/atau JKP sudah dilaporkan dalam SPT masa PPN 9. Bagi PKP yang dalam 1 tahun buku menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan kemudian beralih menggunakan mekanisme umum pengkreditan pajak masukan, hanya diperbolehkan pada masa pajak pertama tahun buku berikutnya dengan ketentuan: 10. Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT masa PPN yang berakibat peredaran usaha dalam tahun buku yang bersangkutan melebihi jumlah 1,8M maka wajib: Beralih menggunakan mekanisme umum pengkreditan pajak masukan Membetulkan SPT masa PPN masa pajak berikutnya, beralih menggunakan mekanisme umum pengkreditan pajak Memberitahu secara tertulis paling lama pada batas waktu penyampaian SPT Masa PPN Masa pajak yang pertama Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan mulai masa pajak pertama dari tahun buku dimulai menggunakan mekanisme umum pengkreditan pajak masukan 2 peraturan mentri keuangan b) PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu 6. Apabila terjadi retur, PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi PPN yang terutang oleh PKP penjual dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP dan/atau JKP sepanjang FP atas penyerahan BKP dan/atau JKP sudah dilaporkan dalam SPT Masa PPN 1. Kegiatan usaha tertentu ialah kegiatan usaha yang semata-mata melakukan: 2. Jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dapat dipilih menjadi 2 yaitu: Penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran Penyerahan emas perhiasan secara eceran Untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas = 90% dari pajak keluaran Untuk penyerahan emas perhiasan secara eceran = 80% dari pajak keluaran 3. Pajak keluaran dihitung dengan cara 10% x DPP peredaran usaha 4. Pajak masukan yang benar-benar dibayar berdasarkan FP yang diterima tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk penghitungan PPH 5. PKP yang semula menjalankan kegiatan usaha tertentu beralih ke kegiatan usaha lainya (jumlah peredaran usaha tidak lebih dari 1,8M), dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, sebaliknya menggunakan mekanisme umum Pasal 9 (6) UU PPN 1984 : Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Mentri Keuangan 1. PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu Cth : PKP yang menghasilkan jagung, juga mempunyai pabrik minyak jagung, menyerahkan sebagian dari jagung hasil produksinya kepada pihak lain 2. PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN Cth : Pengusaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha 3. PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN Cth : PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan / menyerahkan BKP berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa tidak kena pajak 4. PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN dan yang memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN Cth : Pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah yang terutang PPN dan penyerahan rumah (sangat) sederhana yang memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN 1. Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang PPN, dapat dikreditkan seluruhnya Cth : PM atas perolehan mesin produksi minyak goreng 2. PM atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan tidak terutang pajak / mendapat fasilitas dibebaskan, tidak dapat dikreditkan seluruhnya Cth : PKP dalam bidang usaha real estate selain menyerahkan rumah yang terutang PPN tanpa fasilitas, juga menyerahkan rumah yang memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. PM ataas pembangunan rumah yang memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan 3. PM untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang belum dapat dipastikan antara bagian yang digunakan untuk penyerahan kena pajak dengan penyerahan tidak kena pajak / memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM yang diatur dalam PMK No. 78/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 135/PMK.011/2014 Cth : PM atas pembangunan gedung oleh perusahaan di bidang jasa perhotelan yang sebagian ruangan dari gedung disewakan untuk usaha 1. PM dapat dikreditkan sesuai tanggal pembuatan FP 2. Setelah akhir tahun buku dihitung kembali untuk mengetahui jumlah PM yang sebenarnya dapat dikreditkan sehingga PM yang seharusnya tidak dapat dikreditkan tetapi sudah terlanjur dikreditkan wajib disetor kembali ke kas negara paling lama pada bulan ketiga setelah akhir tahun buku 3. BKP yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, apabila sudah melampaui masa manfaat ekonomi, tidak perlu dilakukan penghitungan kembali 1. PM yang dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dalam Masa Pajak yang bersangkutann P = Jumlah PM yang dapat dikreditkan PM = PM atas perolehan BKP / JKP Z = Persentase yang sebanding antara jumlah penyerahan yang terutang pajak dengan penyerahan seluruhnya 2. (a) Awal tahun buku berikutnya dilakukan penghitungan kembali T = Masa manfaat BKP dan/atau JKP (1) BKP berupa tanah dan bangunan (10 tahun) (2) BKP selain tanah dan bangunan dan JKP (4 tahun) Z’ = Persentase yang sebanding antara jumlah penyerahan yang terutang pajak dengan penyerahan seluruhnya dalam 1 tahun buku (b) BKP dan JKP dengan manfaat 1 tahun / kurang Industri sepatu milik PKP B bulan Januari 2014, membeli generator listrik untuk kegiatan pabrik dengan harga perolehan 100 juta dan membayar PPN 10 juta, masa manfaat 4 tahun menurut PMK. PM sebesar 10 juta dikreditkan dalam Masa Pajak Januari 2014. Selama tahun 2014 digunakan untuk : a. Januari – Juni 2014 10 % Perumahan karyawan dan direksi 90 % Kegiatan pabrik b. Juli – Desember 2014 20% Perumahan karyawan dan direksi 80 % Kegiatan pabrik Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan untuk Tahun Buku 2014 wajib dilakukan paling lambat dalam Masa Pajak Maret 2015 Hitung : 1. Alokasi PM dikredit / tahun 10.000.000 4 = 2.500.000 2. Rata-rata Penggunaan Generator Listrik untuk Kegiatan Pabrik 90%+80% 2 = 85% 3. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Tahun Buku 2014 dalam Masa Pajak Februari 2015 85% x 10.000.000 4 = 2.125.000 4. Pajak Masukan untuk Masa Pajak Februari 2015 2.500.000 – 2.125.000 = 375.000 Penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan tidak diperlukan lagisetelah masa manfaat PKP D adalah perusahaan penghasil jagung, memproses menjadi minyak jagung dengan titip olah menggunakan fasilitas pengolahan PKP E. PKP D hanya menjual minyak jagung. Dalam bulan Maret 2014, PKP D membayar “ Penggantian” atas jasa titip olah kepada PKP E sebesar 25 juta dan PPN 2,5 juta. Hitung : PM yang dapat dikreditkan oleh PKP D 2,5 juta 13. Pengkreditan Pajak Masukan Sehubungan dengan Pengalihan BKP dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan dan Pengambilalihan Usaha Dalam hal terjadi pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengembalian usaha, pajak masukan atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan sepanjang faktur pajak diterima setelah terjadi pengalihan dan pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya/dikapitalisasi.