PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia

advertisement
ISSN : NO. 0854-2031
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT
Saryana *
ABSTRACT
Bankruptcy is all things related to the bankrupt event, i.e. borrowers' circumstances
which are unable to pay its debts which have matured. With the declaration of
bankruptcy, the bankrupt debtor was losing its rights in law to control and manage
their wealth belonging to the bankruptcy estate. Bankrupt debtor's assets become
jointly guarantee for all creditors. This means that if the debtor does not repay the
debt default, the proceeds of the debtor's assets are distributed in proportion to (a
pari passu) by the amount of accounts receivable of each creditor unless the creditor
among the reasons that there are legitimate reasons to take precedence over creditors
the other. The concurrent creditors are creditors who do not have a preferred position
or precede other creditors. The preference creditors are creditors who have a
preferred position or preceded other creditors. The classified as preference creditor
are the privileged of credit holders, lien holders, mortgage holders, and holders of
fiduciary.
Keywords: Legal Consequence, Bankruptcy Decision.
ABSTRAK
Kepailitan ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit yaitu
keadaan debitur yang tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh
tempo. Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk
menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang termasuk sebagai harta pailit.
Harta kekayaan debitur pailit menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua
kreditur. Artinya apabila debitur cidera janji tidak melunasi utangnya, maka hasil
penjualan atas harta kekayaan debitur tersebut dibagikan secara proporsional (secara
pari passu) menurut besarnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila
diantara para kreditur itu terdapat alasan alasan yang sah untuk didahulukan dari
kreditur-kreditur yang lain. Kreditor konkuren adalah kreditur yang tidak
mempunyai kedudukan yang diutamakan atau mendahului kreditur- kreditur lain.
Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai kedudukan yang diutamakan
atau mendahului kreditr-kreditur lain. Yang tergolong kreditur preferen yaitu
pemegang piutang yang diistemewakan, pemegang gadai, pemegang hipotek,
pemegang hak tanggungan, dan pemegang jaminan fidusia.
Kata Kunci : Akibat Hukum, Putusan Pailit.
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang dialami
* Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum UNTAG
Semarang, Email : [email protected].
bangsa Indonesia tahun 1998 telah
memberikan pengaruh yang tidak
menguntungkan terhadap kehidupan
perekonomian nasional dan menimbulkan
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
209
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
kesuiitan yang besar dikalangan dunia
usaha untuk meneruskan kegiatannya
termasuk dalam memenuhi kewajiban
kepada kreditur.
Untuk memberikan kesempatan
kepada pihak kreditur dan perusahaan
sebagai debitur dalam mengupayakan
penyelesaian yang adil, diperlukan sarana
hukum yang dapat dipergunakan secara
cepat, terbuka dan efektif. Salah satu sarana
hukum yang menjadi landasan bagi
penyelesaian utang piutang dan relevansi
nya dengan kebangkrutan dunia usaha
adalah peraturan kepailitan, termasuk
peraturan tentang penundaaan kewajiban
pembayaran utang.
Guna mengatasi gejolak moneter
beserta akibatnya yang berat terhadap
perekonomian saat ini, salah satu persoalan
yang sangat mendesak dan memerlukan
pemecahan adalah penyelesaian utang
piutang perusahaan, dengan demikian
adanya Peraturan Kepaititan dan Penunda
an Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),
yang dapat digunakan oleh debitur dan
kreditur secara cepat, terbuka dan efektif
menjadi sangat perfu untuk segera
diwujudkan.
Selain untuk memenuhi kebutuhan
dalam rangka penyelesaian utang piutang,
terwujudnya mekanisme penyelesaian
sengketa secara adil, cepat, terbuka dan
efektif melalui suatu Pengadilan Niaga, di
lingkungan Pengadilan Negeri yang
dibentuk dan bertugas menangani,
memeriksa, dan memutus berbagai
sengketa tertentu di bidang perniagaan
termasuk di bidang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) juga sangat diperlukan dalam
penyelenggaraan kegiatan usaha dan
kehidupan perekonomian pada umumnya.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 mulai babak
baru dalam sejarah perekonomian
Indonesia dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1998, untuk mengubah atau
210
menyempumakan peraturan kepailrtan
yang sebelumnya berlaku, selanjutnya
Peraturan Pengganti Undang-Undang
tersebut ditetapkan menjadi UndangUndang Nomor 4 Tahun 1998. Beberapa
tahun berlakunya undang undang Nomor 4
tahun 1998 masih dipandang tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan dan perkembangan
hukum dalam masyarakat, jika ditinjau dari
segi materi yang diatur, masih terdapat
berbagai kekurangan dan kelemahan.
Bertitik tolak dari dasar pemikiran
tersebut di atas, perlu dibentuk undangundang pegganti yang baru, yaitu UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(selanjutnya disebut Utadang-Undang
Kepaititan). Undang - Undang Kepailitan
tersebut mempunyai tujuan menyelesaikan
masalah kepailitan berasaskan keseimbang
an, kelangsungan usaha, keadilan, integrasi
secara adil, cepat, terbuka dan efektif.
Apabila penyelesaian masalah utang
piutang dalam hal terjadi kepailitan tidak
dilakukan secara adil, cepat, terbuka dan
efektif, maka situasi yang tidak menentu di
bidang ekonomi akan semakin membuat
parahnya keadaan sosial bagi Indonesia.
Lahirnya pembaharuan peraturan
kepailitan tersebut di satu sisi merupakan
suatu langkah maju dalam perlindungan
hak dalam hubungan antara debitur dan
kreditur, dimana banyak hal baru yang
sebelumnya tidak diatur dalam peraturan
kepailitan yang lama, sekarang telah ada
pengaturannya. Hal-hal tersebut di
antaranya tentang efektifttas penyelesaian
permohonan kepailitan dengan ketentuan
waktu yang lebih singkat dari peraturan
kepailitan sebelumnya, adanya kewajiban
untuk mengusahakan kepada penasihat
hukum atau pengacara yang mempunyai
ijin praktek, penyempurnaan pengaturan
lembaga Penundaan Kewajiban Pembayar
an Utang (PKPU).
Pada sisi lain, lahirnya pembaharu
an Peraturan Kepailitan ternyata masih
menimbulkan ketidakpuasan di sejumlah
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
kalangan. Peraturan Kepailitan yang baru
tersebut dianggap belum menjamin
keseimbangan perlindungan antara
kepentingan debitur dan kreditur.
Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, kreditur digolongkan
menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Golongan khusus, yaitu kreditur yang
mempunyai hak gadai dan hipotik, yang
mempunyai kewenangan bertindak
sendiri terhadap obyek gadai/hipotik
(Pasal 1178 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata);
2. Golongan istimewa (privilege), yaitu
golongan kreditur yang piutangnya
mempunyai kedudukan istimewa : hak
untuk perlunasan terlebih dahulu atas
hasil penjualan (lelang) harta si pailit
(Pasal 1133, Pasal 1134 Pasal 1139 dan
Pasal 1149 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata);
3. Golongan konkuren (concurrent), yaitu
kreditur yang tidak termasuk golongan
khusus dan golongan istimewa, yang
perlunasan piutangnya dicukupkan dari
sisa hasil penjualan/pelelangan harta si
pailit setelah dipakai untuk melunasi
piutang kreditur khusus dan istimewa
(Pasal 1332 kitab Undang-Undang
Hukum Perdata).1
Dalam tulisan akan membahas
mengenai akibat hukum adanya putusan
pernyataan pailit baik bagi kreditur maupun
debitur pailit.
PEMBAHASAN
Pengertian Kepailitan
Pailit artinya bangkrut, dan
bangkrut (bankrupt) artinya kebangkrutan
atau kepailitan yaitu menderita kerugian
besar hingga jatuh. Pengertian kepailian
ialah segala sesuatu yang berhubungan
dengan peristiwa pailit yaitu keadaan tidak
1 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Penundaan
Pembayaran Di Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta : 2002, hal 84.
mampu membayar utang-utangnya yang
telah jatuh tempo. Ketidak mampuan
tersebut harus disertai dengan suatu
tindakan nyata untuk mengajukan baik
secara sukarela oleh debitur sendiri maupun
atas permintaan pihak ketiga (kreditur) ke
pengadilan. Oleh karena itu dari pada pihak
kreditur saling berebut harta debitur maka
hukum memandang perlu mengatur
sehingga utang-utang debitur dapat dibagi
secara tertib, adil dan merata.
Salah satu sarana hukum yang dapat
dipergunakan sebagai landasan bagi
penyelesaian utang-piutang yang erat
kaitannya dengan kebangkrutan adalah
dengan peraturan tentang kepailitan
termasuk peraturan tentang penundaan
kewajiban pembayaran utang.
Pasal 1 (1) Undang undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
bahwa yang dimaksud dengan kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan
debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator
dibawah pengawasan Hakim Pengawas.
Sehingga yang dimaksud dengan
kepailitan adalah suatu sitaan umum yang
dijatuhkan pengadilan khusus dengan
permohonan khusus atas seluruh asset
debitur yang mempunyai lebih dari satu
utang/kreditur dimana debitur dalam
keadaan berhenti membayar utang-utang
nya sehingga debitur segera membayar
utang-utangnya tersebut.
Pengaturan masalah kepailitan
padaa prinsipnya merupakan suatu
perwujudan atau pengejawantahan dari
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
Pasal 1131, segala kebendaan si
berutang baik yang bergerak maupun yang
tak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang baru akan ada dikemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan. Pasal 1131 menunjukan
bahwa setiap tindakan yang dilakukan
seseorang dalam lapangan harta kekayaan
selalu akan membawa akibat terhadap harta
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
211
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
kekayaan tersebut baik yang bersifat
menambah (kredit) maupun yang bersifat
mengurangi (debit).
Pasal 1132, kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama sama bagi semua
orang yang mengutangkan kepadanya,
pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar kecilnya piutang masingmasing, kecuali apabila diantara para
berpiutang itu ada alasan yang sah untuk
didahulukan. Pasal 1132 menunjukkan
bahwa setiap kreditur yang berhak atas
pemenuhan perikatan, haruslah mendapat
kan pemenuhan perikatan dari harta
kekayaan debitur secara :
a. Pari passu, yaitu secara bersama-sama
memperoleh pelunasan tanpa ada yang
didahulukan,
b. Pro rata atau proporsional yang dihitung
berdasarkan pada besarnya piutangpiutang masing-masing dibandingkan
terhadap piutang mereka secara
keseluruhan terhadap seluruh harta
kekayaan debitur tersebut.
Asas yang terkandung dalam kedua pasal
diatas bahwa :
1. Apabila debitur tidak membayar
utangnya secara sukarela atau tidak
membayarnya walaupun sudah ada
keputusan pengadilan yang menghukum
nya untuk melunasi utangnya atau
karena tidak mampu membayar seluruh
utangnya maka semua harta bendanya
disita untuk dijual dan hasil penjualan
itu dibagi-bagikan antara semua
krediturnya secara ponds-pondsgewijze
artinya menurut perimbangan yaitu
menurut besar kecilnya piutang masingmasing kreditur kecuali apabila diantara
para kreditur itu ada alasan yang sah
untuk didahulukan.
2. Semua kreditur mempunyai hak yang
sama.
3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur
yang didasarkan atau saat timbulnya
piutang-piutang mereka.2
2 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hal 3.
212
Ada beberapa factor perlunya
pengaturan mengenai kepailitan antara lain:
1. Untuk menghindari perebutan harta
debitur apabila dalam waktu yang sama
ada beberapa kreditur yang menagih
piutangnya kepada debitur.
2. Untuk menghindari adanya kreditur
yang ingin mendapatkan hak istimewa
(pemegang hak jaminan kebendaan)
yang menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik debitur tanpa
memperhatikan kepentingan debitur
atau kreditur lainnya.
3. Untuk menghindari adanya kecurangan
yang dilakukan oleh salah seorang
kreditur atau debitur sendiri, misalnya
debitur berusaha memberikan keuntung
an kepada seorang atau beberapa
kreditur tertentu sehingga kreditur
lainnya dirugikan, atau debitur yang
berusaha melarikan harta kekayaanya
dengan maksud melepaskan tanggung
3
jawabnya terhadap para krediturnya.
Kepailitan adalah suatu sitaan dan
eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur
(orang yang berutang) untuk kepentingan
semua kreditur-krediturnya (orang-orang
yang berpiutang) bersama - sama, yang
pada waktu si debitur dinyatakan pailit
mempunyai piutang dan untuk jumlah
piutang yang masing-masing kreditur
miliki pada saat itu.
Persyaratan Pailit
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
menyatakan sebagai berikut:
a. Debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak membayar sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
baik atas permohonannya sendiri,
maupun atas permintaan seorang atau
3 Jono, Ibid hal 3
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
lebih krediturnya.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dapat juga diajukan oleh
Kejaksaan untuk kepentingan umum.
c. Dalam hal menyangkut debitur yang
merupakan bank, permohonan
pemyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia.
d. Dalam hal menyangkut debitur yang
merupakan perusahaan efek, permohon
an pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal.
e. Dalam hal debitur adalah Perusahaan
Asuransi, Perusahan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Menteri Keuangan.
Dari ketentuan dalam Pasal 2
Undang-Undang Kepailitan tersebut di
atas, dapat dinyatakan bahwa syarat-syarat
yuridis agar suatu perusahaan dapat
dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
a. Adanya hutang.
b. Minimal satu dari hutang adalah jatuh
tempo.
c. Minimal satu dari hutang dapat ditagih.
b. Adanya debitur.
c. Adanya kreditur.
d. Kreditur lebih dari satu.
e. Pemyataan pailit dinyatakan oleh
Pengadilan Khusus yang disebut dengan
Pengadilan Niaga.
f. Permohonan pernyataan pailit diajukan
oleh pihak yang berwenang, yaitu:
(1) Pihak debitur;
(2) Satu atau lebih kreditur;
(3) Jaksa untuk kepentingan umum;
(4) BI, jika debitumya bank;
(5) Bapepam, jika debiturnya perusaha
an efek.
g. Dan syarat-syarat terpenuhi, hakim
“menyatakan pailit”, bukan “dapat
menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal
ini kepada hakim tidak diberikan ruang
untuk memberikan “judgement” yang
luas seperti pada kasus-kasus lainnya,
sungguhpun limited defence masih
dibenarkan, mengingat yang berlaku
adalah prosedur pembuktian sumir (vide
Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang
4
Kepailitan).
Hubungan yang terjadi antara dua
pihak, dimana salah satu pihak mengharap
kan prestasi adanya hutang. Perutangan
merupakan hubungan dimana ada
kewajiban berprestasi dari debitor dan hak
atas prestasi dari kreditor, hubungan hukum
akan lancar terlaksana jika masing-masing
pihak memenuhi kewajibannya.
Yang dimaksud dengan utang
menurut Undang undang kepailian Nomor
37 tahun 2004 adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uag baik dalam mata uang Indonesia
maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di
kemudian hari atau kontinjen, yang timbul
karena perjanjian atau undang-undang yang
wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak
dipenuhi memberi hak kepada kreditur
untuk mendapat pemenuhannya dari harta
debitur.
Dalam praktek, tidak mudah
mengartikan utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih. Apakah yang dimaksud
kan dengan utang di sini hanya terbatas
pada utang yang timbul karena perjanjian
utang piutang saja, ataukah juga meliputi
utang-piutang yang timbul karena transaksi
bisnis yang lain.
Dapat disimpulkan bahwa pengerti
an utang yang terdapat dalam UndangUndang Kepailitan, adalah utang dalam arti
luas, yaitu utang yang timbul dari
konstruksi hukum pinjam-meminjam uang,
maupun yang timbul dari setiap perjanjian
dan atau transaksi yang menyangkut
prestasi yang berupa pembayaran sejumlah
uang tertentu dimana satu pihak melakukan
wanprestasi atau cidera janji pada saat yang
4 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan
Praktek, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999,
hal 9
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
213
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
disepakati dan akibat dari tidak terpenuhi
nya prestasi tersebut menimbulkan cerjgian
dengan pihak lain.
Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Kepailitan pada intinya berarti suatu
sitaan secara memyeluruh (algemeen
beslag) atas segala harta benda daripada si
pailit. Dengan pernyataan pailit menimbul
kan akibat-akibat hukum sebagai berikut :
1. Akibat Hukum bagi Debitur.
Kepailitan mengakibatkan debitur
pailit kehilangan hak untuk melakukan
pengurusan harta kekayaannya yang
termasuk harta pailit. Pasal 21 Undang
undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004
menyatakan bahwa harta pailit meliputi
semua harta kekayaan debitur, yang ada
pada saat pernyataan pailit diucapkan serta
semua kekayaan yang diperolehnya selama
kepailitan.
Miskipun telah ditegaskan bahwa
dengan dijatuhkannya putusan pernyataan
pailit harta kekayaan debitur pailit akan
diurus dan dikuasai oleh curator, namun
demikian tidak semua kekayaan debitur
pailit diserahkan kekurator. Berdasarkan
Pasal 22 Undang undang Kepailitan Nomr
37 Tahun 2004 dikecualikan dari kepailitan
yaitu :
a. Benda termasuk hewan yang benarbenar ditutuhkan oleh debitur
sehubungan dengan pekerjaannya,
perlengkapannya, alat-alat medis yang
dipergunakan untuk kesehatan, tempat
tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, dan bahan makanan untuk
30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan
keluarganya yang terdapat ditempat itu.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur
dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa,
sebagai upah, pensiun, uang tunggu,
atau uang tunjangan sejauh yang
ditentukan oleh hakim pengawas.
c. Uang yang diberikan kepada debitur
214
untuk memenuhi suatu kewajiban
memberi nafkah menurut undangundang.
Segala perikatan debitur yang
timbul sesudah putusan pailit diucapkan
tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali
menguntungkan harta pailit.
Putusan pailit oleh pengadilan tidak
mengakibatkan debitur kehilangan
kecakapannya untuk melakukan perbuatan
hukum (volkomen handelingebevoegd)
pada umumnya, tetapi hanya kehilangan
kekuasaan atau kewenangannya untuk
mengurus dan mengalihkan harta kekayaan
nya saja. Debitur tidaklah berada dibawah
pengampuan.5 Dengan demikian debitur
tetap dapat melakukan perbuatan hukum
lainnya yang menyangkut dirinya seperti
menikah, menerima hibah, atau bertindak
sebagai kuasa. Untuk kepentingan harta
pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan
pembatalan segala perbuatan hukum
debitur yang telah dinyatakan pailit yang
merugikan kepentingan kreditur, yang
dilakukan sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
2. Akibat hukum bagi Kreditur
Kepailitan mempunyai peranan
untuk menyelesaikan bermacam macam
tagihan yang diajukan oleh krediturkreditur kepada debiturnya yang masingmasing mempunyai karakter, nilai dan
kepentingan yang berbedabeda. Proses
dalam kepailitan dapat mengatur perbedaan
perbedaan tersebut melalui mekanisme
pengolektifan penagihan piutang sehingga
masing-masing kreditur tidak secara
sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya.
Dengan adanya putusan pernyataan pailit,
maka semua harta pailit diurus dan dikuasai
oleh kurator untuk kepentingan semua para
kreditur dengan diawasi pelaksanaannya
oleh Hakim Pengawas. Semua tuntutan dan
5 Imram Nating, Peranan dan Tanggungjawab
Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan
Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hal 44.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
gugatan mengenai hak dan kewajiban harta
pailit harus diajukan oleh atau terhadap
curator.
Semua tuntutan hukum di Pengadil
an yang diajukan terhadap debitur sejauh
bertujuan untuk mendapat pelunasan suatu
perikatan dari harta pailit dan perkaranya
sedang berjalan, gugur demi hukum dengan
diucapkannya putusan pernyataan pailit
terhadap debitur. Kondisi sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Kepailitan
tersebut mempunyai segi positip bagi para
kreditur sehingga masing-masing pihak
akan memperoleh haknya secara adil sesuai
proporsinya.
Adanya prosedur Kepailtan mem
berikan keuntungan bagi kreditur yang
tidak sanggup atau tidak mempunyai
kemampuan untuk melakukan penagihan
atas utang-utang debitur. Namun demikian,
bagi sementara pihak terutama kreditur
konkuren kepailitan tersebut dapat
memberikan dampak yang tidak meng
untungkan. Kreditur yang telah berupaya
melakukan penagihan melalui proses
gugatan di Pengadilan Negeri dan telah
mengorbankan banyak waktu dan tenaga,
dengan tiba-tiba harus dihentukan dengan
adanya kepailitan.
Kreditur konkuren yang mem
punyai tagihan besar, mempunyai ke
khawatiran piutangnya tidak akan kembali
karena asset debitur yang kemungkinan
saat itu lebih kecil dibandingkan
hutangnya, sementara kreditur tersebut
masih harus mengalah pada kreditur
pemegang jaminan dan kreditur istimewa
lainnya.
3. Akibat Hukum bagi Pemegang Hak
Jaminan
Kepailitan mempunyai akibat bagi
seluruh kreditur, tidak terkecuali bagi
kreditur bagi pemegang hak jaminan
berupa gadai, hipotik, hak tanggungan, dan
fidusia. Sebagai kreditur yang dijamin
dengan hak jaminan, kreditur pemegang
hak jaminan tersebut tentunya tetap
berharap bahwa jaminan yang diterimanya
dapat digunakan untuk melunasi kewajiban
debitur.
Kreditur Separatis tersebut sangat
berkepentingan agar hak-haknya yang
timbul dari pengikatan jaminan yang
diserahkan debitur kepadanya, tetap dapat
dipergunakan meskipun debitur telah
dinyatakan pailit. Permasalahan bagi
kreditur separatis akan timbul apabila nilai
jaminan setelah dilaksanakan eksekusi atas
jaminan tersebut tidak mencukupi untuk
melunasi seluruh kewajiban debitur pailit
kepadanya. Dalam keadaan seperti itu,
memang undang-undang telah mengatur
bahwa kreditur separatis tersebut dapat
mendaftarkan piutangnya kepada kurator.
Pendaftaran piutang ini tidak lagi
memberikan kedudukan yang diutamakan
bagi kreditur tersebut. Kedudukannya telah
berubah menjadi kreditur konkuren dengan
segala konsekuensinya (Pasal 138 Undang
undang Kepailitan No. 37 tahun 2004).
Kreditur pemegang hak jaminan
juga mempunyai kepentingan agar
pelaksanaan hak jaminan dapat diperoleh
secara cepat yaitu dalam waktu sesingkat
mungkin. Semakin cepat jaminan tersebut
dicairkan atau dieksekusi, semakin baik
atau semakin berpeluang bagi kreditur
tersebut untuk memperoleh pengembalian
piutangnya dari debitur secara optimal.
Berdasarkan Pasal 55 Undang-undang
Kepailitan No. 37 tahun 2004, setiap
kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya, dapat meng
eksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Namun demikian sebagaimana
diatur dalam Pasal 56 Undang-undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004, hak
eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud
diatas, ditangguhkan untuk jangka waktu
paling lama 90, (sembilan puluh) hari sejak
tanggal putusan pernyataan pailit di
ucapkan.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
215
Saryana : Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
KESIMPULAN
Dengan pernyataan pailit, debitur
pailit demi hukum kehilangan hak untuk
menguasai dan mengurus harta kekayaan
nya yang dimasukkan kedalam kepailitan,
terhitung sejak
pernyataan pailit itu,
termasuk juga untuk kepentingan
perhitungan dari pernyataan itu sendiri.
Harta kekayaan debitur menjadi
jaminan atau agunan secara bersama-sama
bagi semua kreditur. Artinya, apabila
debitur cidera janji tidak melunasi
utangnya, maka hasil penjualan atas harta
kekayaan debitur tersebut dibagikan secara
proporsional (secara pari passu) menurut
besarnya piutang masing-masing kreditur,
kecuali apabila diantara para kreditur itu
terdapat alasan alasan yang sah untuk
didahulukan dari kreditur-kreditur yang
lain. Sehingga terdapat dua jenis krditur
yaitu, pertama adalah kreditur yang
didahulukan dari kreditur kreditur lainnya
untuk memperoleh pelunasan dari hasil
penjualan harta kekayaan debitur asalkan
benda tersebut telah dibebani dengan hak
jaminan tertentu bagi kepentingan kreditur
tersebut. Jenis Kreditur yang kedua, ialah
kreditur yang harus berbagi diantara
mereka secara proporsional, atau disebut
juga secara pari passu, yaitu menurut
perbandingan besarnya masing-masing
piutang mereka, dari hasil penjualan harta
kekayaan debitur yang tidak dibebani
dengan hak jaminan. Pemegang Hak
Tanggungan yang mempunyai kedudukan
sebagai kreditor yang diutamakan hanya
dapat melaksanakan hak eksekusinya atas
benda yang dibebani hak tanggungan untuk
216
dua bulan setelah menjalani masa
penangguhan selama 90 (sembilan puluh)
hari sejak putusan pailit diucapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip
Norma dan Praktek di Peradilan,
Prenada Media Group, Jakarta,
2008.
Imram Nating, Peranan dan
Tanggungjawab Kurator dalam
Pengurusan dan Pemberesan Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008
Kartini Muljadi, Pengertian dan PrinsipPrinsip Umum Hukum Kepailitan,
Alumni, Bandung, 2011
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori
dan Praktek, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999.
Santoso, Akibat Keputusan Kepailitan,
Alumni, Bandung, 2011
Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan
Kebendaan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000.
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi Kedua,
Sofmedia, Jakarta, 2010
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan
Penundaan Pembayaran Di
Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2002.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012
Download