BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demokrasi yang dikumandangkan sejak runtuhnya masa Orde Baru
membuat perubahan yang besar terhadap kehidupan politik di Indonesia. Media
massa yang dulunya terkekang, kini sudah mendapat banyak kebebasan. Media
sebagai pilar keempat demokrasi menjadi pengawas bagi kinerja pemerintahan
dan bertugas mengabarkannya kepada khalayak, sehingga keterbukaan informasi
dan kebebasan berpendapat rakyatpun terjamin dengan adanya media massa yang
melakukan tugas dengan semestinya. Demokrasi sudah berfungsi ketika
masyarakat sudah bisa mengakses informasi dengan mudah, karena akses
terhadap informasi sangat berpengaruh terhadap demokrasi yang sedang berjalan.
Demokrasi menjamin masyarakat untuk memperoleh seluruh informasi dan
memahaminya dengan lebih baik. Selain itu, informasi menyajikan sebuah fungsi
pengawasan yang menjamin pemerintah menegakkan kewajibannya terhadap
orang-orang yang telah memilihnya sehingga dengan keterbukaan informasi,
rakyat dapat melihat kinerja wakil rakyat yang telah dipilihnya secara langsung1.
Komunikasi adalah unsur esensial bagi demokrasi, seluruh proses
demokrasi dilangsungkan dengan komunikasi, batasan demokrasi ditentukan oleh
komunikasi, komunikasi juga menentukan watak demokrasi masyarakat.
Demokrasi juga dapat diukur dari kriteria komunikasi, seperti wacana publik,
pertukaran pendapat, gagasan dan perbedaan yang dilakukan secara terbuka, arus
informasi yang tidak dibatasi, serta hak dan kebebasan untuk dipilih dan
1
Toril Aalberg & James Curran. 2012. How Media Inform Democracy: A Comparative Approach.
New York: Routledge. Hal 3
1
memilih2. Komunikasi sangat berpengaruh terhadap proses demokrasi, terutama
terhadap kehidupan politik negeri.
Komunikasi politik tak bisa lepas kaitannya dengan peran media yang
menjadi sumber informasi untuk masyarakat dan mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini publik. Hal ini membuat media sering dimanfaatkan
sebagai media komunikasi politik yang sangat efektif dalam upaya menggiring
opini publik untuk memihak salah satu partai, salah satu orang, atau memihak
pemerintahan. Media berpengaruh terhadap kepercayaan politik dan pengetahuan
politik masyarakat, sehingga media mempunyai peran besar untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Media komunikasi politik ikut berkembang seiring dengan perkembangan
teknologi, sehingga membawa perubahan dalam cara berkomunikasi politik di
Indonesia. Teknologi informasi dan komunikasi diciptakan untuk menjangkau
komunikasi politik dengan masyarakat agar lebih cepat dan efisien, sehingga
memiliki potensi untuk memperkuat dan meningkatkan mutu demokrasi 3 karena
demokrasi memerlukan masyarakat yang sadar informasi, yaitu rakyat yang
mengikuti perkembangan informasi, mengerti isu, mampu membandingkan dan
menilai argumen yang bertentangan, mampu menilai pilihan di antara programprogram dan calon-calon yang ditawarkan, dapat membuat keputusannya sendiri,
kemudian menyatakan pilihannya. Perlunya akses informasi yang mudah diakses
menempatkan
rakyat
tak
hanya
sebagai
khalayak
penonton
jalannya
pemerintahan, tetapi juga sebagai komunikator yang suaranya ingin didengar oleh
pemerintah dan wakil rakyat4.
Hal ini terlihat pada Pemilu 2014 lalu, internet menjadi salah satu sumber
referensi yang mudah dijangkau, murah, efektif, dan efisien. Melalui media baru
yang ada di internet, masyarakat mendapat berbagai informasi melalui media
sosial, portal berita online, ataupun situs-situs politik lainnya dengan mudah.
2
M. Alwi Dahlan. 1999. Teknologi Informasi dan Demokrasi dalam Jurnal Ikatan Sarjana
Komunikasi: Komunikasi Politik. Dedy Djamaluddin Malik (Ed). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hal 4
3
Ibid. Hal 3
4
Ibid. Hal 7
2
Partisipasi politik masyarakat semakin besar, kebebasan berpendapat dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja, masyarakat juga dapat berinteraksi
langsung dengan calon wakil rakyat, hingga calon presiden melalui akun media
sosial yang mereka miliki. Masyarakat mengetahui segala hal yang sedang
dilakukan oleh para wakil rakyat melalui portal berita online yang memperbarui
beritanya setiap saat. Dengan perkembangan teknologi ini, masyarakat dapat
meningkatkan partisipasi politiknya dan menjadi masyarakat yang lebih sadar
informasi5.
Perkembangan cara berkomunikasi politik ini mendorong beberapa calon
wakil rakyat peserta Pemilu 2014 menjadikan akun-akun media sosialnya dan
situs pribadinya sebagai alat kampanye menjelang Pemilu 2014. Dengan akunakun media sosial yang dimiliki, para calon wakil rakyat dapat berinteraksi
dengan seluruh lapisan masyarakat pengguna internet. Dari situs pribadi yang
dimiliki dan berita-berita yang tersaji di portal berita online, para calon wakil
rakyat dapat memperkenalkan dirinya dengan membangun citra yang positif di
mata khalayak pengguna internet. Sayangnya, keaktifan calon wakil rakyat
banyak berkurang ketika Pemilu telah usai. Banyak akun media sosial yang sudah
tidak pernah diperbarui, pun dengan situs pribadi yang dimiliki. Padahal melalui
media sosial dan situs yang dimiliki para politisi yang terpilih atau tidak terpilih
dalam periode Pemilu 2014 dapat terus membangun citra positif di mata pengguna
internet agar dapat terpilih lagi pada Pemilu periode selanjutnya.
Hal ini dimanfaatkan oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah, keduanya adalah
Wakil Ketua DPR-RI periode 2014-2019 yang masih aktif memperbarui informasi
dan berinteraksi dengan masyarakat melalui akun media sosialnya dan situs
pribadinya dalam fadlizon.com dan fahrihamzah.com. Dalam situs pribadi
mereka, masyarakat bisa mengenalnya lebih jauh melalui profil diri, agenda kerja,
pemikiran yang dituangkan dalam bentuk artikel, serta liputan media terhadap
komentar tentang isu-isu kebijakan politik dan kegiatan yang sudah mereka
laksanakan. Dengan banyaknya liputan media yang mencantumkan nama mereka,
5
Richard L. Fox & Jennifer M. Ramos. 2012. iPolitics: Citizens, Elections, and Governing in the
New Media Era. New York: Cambridge University Press. Hal 10
3
semua komentar dan kegiatan mereka dapat diketahui oleh khalayak dan tentunya
dapat mempengaruhi popularitas dan citra mereka sebagai politisi. Membangun
citra yang positif di mata khalayak perlu dipertahankan agar khalayak dapat
mengenal lebih dekat bagaimana keseharian para Wakil Ketua DPR-RI ini.
Berbeda dengan situs pribadi politisi yang lain, situs pribadi Fadli Zon
(fadlizon.com) dan Fahri Hamzah (fahrihamzah.com) merupakan situs-situs yang
masih aktif memperbarui informasinya meski masa Pemilu sudah terlewati.
Mereka memanfaatkan situs pribadi mereka sebagai arsip dan laporan
pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilakukan sebagai Wakil Ketua
DPR-RI atau sebagai anggota partai. Tugas mereka sebagai wakil rakyat berhak
diketahui publik, sehingga dengan menggunakan situs pribadi sebagai media
komunikasi politik, mereka telah melaksanakan asas-asas demokrasi, yaitu
keterbukaan informasi publik dan kebebasan berpendapat.
Pembentukan citra Fadli Zon dan Fahri Hamzah melalui informasiinformasi dalam situs pribadi mereka pasca Pemilu 2014 menjadi poin penting
dalam penelitian ini, karena pemilihan konten informasi dalam situs mereka akan
berpengaruh kepada citra yang akan mereka bentuk sebagai Wakil Ketua DPR-RI
atau sebagai anggota partai setelah masa Pemilu terlewati. Penelitian ini berusaha
mengidentifikasi citra masing-masing politisi melalui konten-konten yang telah
terpublikasi dalam situs fadlizon.com dan fahrihamzah.com.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana citra yang dibangun Fadli Zon dan Fahri Hamzah dalam situs
fadlizon.com dan fahrihamzah.com?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mendeskripsikan citra yang dibangun oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah
melalui situs pribadinya.
4
2. Membandingkan citra yang dibangun oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah
dalam situs pribadinya dengan citra yang terbangun di media lain.
D. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Komunikasi Politik
Dunia politik memerlukan proses komunikasi yang baik agar pesan-pesan
politik dapat tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran. Komunikasi dan
politik bertemu pada 2 hal, yaitu pembicaraan dan pengaruh atau
mempengaruhi, sehingga komunikasi politik dapat disebut sebagai sebuah
pembicaraan untuk mempengaruhi6. Pembicaraan adalah substansi dari
komunikasi, sedangkan mempengaruhi adalah substansi dari politik. Maka
dari itu, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi politik digunakan
untuk mempengaruhi khalayak agar setuju akan ideologi atau visi misi politik
para aktor politik.
Brian
McNair7
dalam
bukunya
“An
Introduction
to
Political
Communication”, menjelaskan komunikasi politik sebagai “purposeful
communication about politics” yang meliputi: Pertama, semua bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh para politisi dan aktor-aktor politik lainnya
dengan maksud mencapai tujuan tertentu. Kedua, komunikasi politik
ditujukan oleh aktor-aktor tersebut kepada non-politisi, seperti pemilih dan
kolumnis surat kabar. Ketiga, komunikasi tentang aktor-aktor tersebut, dan
kegiatan-kegiatan mereka mengenai aktivitas politik yang termuat dalam
berita, iklan, dan bentuk-bentuk media lainnya.
Selain itu menurut Nimmo8, komunikasi politik adalah kegiatan
berkomunikasi yang mengandung unsur politik berdasarkan konsekuensi
aktual maupun potensial yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-
6
Anwar Arifin. 2014. Politik Pencitraan Pencitraan Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 12-13
Brian McNair. 2011. An Introduction Political Communication. London: Routledge. Hal 4
8
Dan Nimmo. 2000. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Hal 9
7
5
kondisi konflik, sedangkan menurut Louw9 komunikasi politik adalah
komunikasi yang dilakukan dalam proses pembuatan kebijakan, perjuangan
untuk memperoleh akses sebagai pembuat kebijakan, dan proses komunikasi
dalam mengesahkan kebijakan dan menyelenggarakan pemerintahan. Akan
tetapi, komunikasi politik tidak selalu berbicara tentang cara memperoleh
kekuasaan, While Graber10 mendefinisikan komunikasi politik sebagai "the
construction, sending, receiving, and processing of messages that have a
significant potentially direct or indirect impact on politics”. Jadi, komunikasi
politik bukan hanya sekadar retorika, tetapi juga mencakup simbol-simbol,
bahasa tindakan, serta bahasa tubuh yang mengandung muatan politik.
Komunikasi politik dapat dilihat sebagai sebuah proses penyaluran simbolsimbol komunikasi yang berisi pesan politik dengan tujuan untuk
mempengaruhi khalayak yang menjadi target politik secara langsung ataupun
tidak langsung.
Pippa Norris dalam artikelnya Political Communication11, menjelaskan
ada tiga bagian penting dalam komunikasi politik, yaitu produksi pesan, isi
pesan, dan efek pesan. Produksi pesan melihat bagaimana pesan dihasilkan
oleh aktor politik, politisi, partai, atau kelompok kepentingan lain yang
disalurkan melalui media secara langsung (seperti iklan politik dan pidato
politik) atau media massa (seperti surat kabar, televisi, dan radio). Isi pesan
mencakup jumlah dan bentuk pesan politik yang dipublikasikan melalui
media massa, ulasan mengenai kegiatan politik, reportase agenda setting
dalam isu-isu politik, serta representasi kaum minoritas dalam pemberitaan
media. Sedangkan efek pesan menaruh perhatian pada masyarakat sebagai
sasaran penyampaian pesan para aktor politik. Efek pesan fokus pada analisis
dampak potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat, seperti
pengetahuan politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik.
9
P. Eric Louw. 2005. The Media and Political Process. London: Sage Publications. Hal 14
Hafied Cangara. 2011. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Raja Grafindo.
Hal 30
11
Dalam Anwar Arifin. 2006. Pencitraan dalam Politik: Strategi Pemenangan Pemilu dalam
Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia. Hal 23
10
6
Anwar Arifin12 menjelaskan bahwa ada empat tujuan dari komunikasi
politik, yaitu membangun dan membentuk citra dan opini publik, mendorong
partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan mempengaruhi kebijakan
negara atau kebijakan publik. Empat tujuan ini harus berjalan dengan
seimbang dan memerlukan partisipasi dari pemerintah, penyelenggara pemilu,
peserta pemilu, dan masyarakat itu sendiri karena hal ini penting untuk
menjamin kelangsungan demokrasi dan menjamin hak warga negara demi
terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Lebih lanjut Anwar Arifin13 menjelaskan bahwa proses komunikasi politik
memerlukan beberapa dimensi. Pertama, adanya sistem politik yang berarti
dalam masyarakat diperlukan sebuah interaksi yang merdeka guna melakukan
fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi guna berpartisipasi dalam demokrasi.
Kedua, komunikasi politik memerlukan ideologi yang digunakan sebagai
pandangan hidup dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, komunikasi politik memerlukan budaya politik yang adi luhung.
Keempat, komunikasi politik memerlukan partai politik sebagai media untuk
menyalurkan aspirasinya dan menjadi wadah untuk ikut berperan dalam
setiap pengambilan kebijakan publik.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik
adalah komunikasi yang mengandung unsur politik yang terjadi dalam suatu
sistem politik. Komunikasi politik berbentuk penyampaian pesan politik yang
bertujuan untuk mempengaruhi dan memiliki dampak positif dari aktor
politik kepada rakyat atau rakyat kepada aktor politik. Komunikasi politik
dapat menyalurkan visi misi aktor politik, aspirasi rakyat dan aktor politik,
serta kepentingan politik rakyat yang akan berpengaruh terhadap sistem
politik. Melalui komunikasi politik, para aktor politik dapat menyampaikan
gagasan dan mempengaruhi rakyat guna memberikan dukungan terhadapnya
dan rakyat juga dapat memberikan dukungan kepada aktor politik,
12
13
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 17
Ibid. Hal 16-29
7
menyampaikan aspirasi mereka, serta melakukan pengawasan terhadap sistem
politik.
2. Membangun Citra Politisi
a. Citra Politisi
Politisi memiliki peran penting dalam kehidupan politik, karena para
politisilah yang mengelola, membesarkan, dan mengangkat citra partai
politik, sehingga masa depan partai politik ada di tangan politisi melalui
bagaimana citra yang mereka tunjukkan di masyarakat14. Secara harfiah,
citra berarti gambaran atau image. Dalam teori image building, citra akan
terlihat atau terbentuk melalui proses penerimaan panca indera yang
masuk ke saringan perhatian, lalu menghasilkan pesan yang dapat dilihat
dan dimengerti, kemudian berubah menjadi persepsi dan akhirnya
terbentuk citra15. Lebih lanjut, citra politisi adalah kesan yang didapat
oleh masyarakat tentang politisi atau aktor-aktor politik..
Baudrillad16 menyebutkan bahwa citra memiliki empat fase, yaitu:
representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas, ideologi
dimana citra menyembunyikan atau memberikan gambaran yang salah
akan realitas, citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, dan citra
tidak memiliki hubungan sama sekali dengan realitas apapun. Nimmo17
menjelaskan bahwa citra seseorang yang tersusun dari pikiran, perasaan,
serta kesudian subjektif akan selalu berubah seiring dengan berubahnya
pengalaman dan akan memberi kepuasan baginya. Setidaknya ada tiga
kegunaan citra bagi seorang politisi18, yaitu: memberi pemahaman tentang
peristiwa politik tertentu, menjadikan kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap citra politisi yang terbentuk sebagai dasar untuk menilai objek
14
15
Ibid. Hal 207
Dan Nimmo. 2010. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal
5
16
Dalam Anwar Arifin. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 193
17
Nimmo. 2000. Op., Cit. Hal 5
18
Ibid. Hal 6-7
8
politik, dan citra diri seseorang memberikan cara menghubungkan dirinya
dengan orang lain. Maka, citra seorang politisi dapat membantu orang lain
untuk memahami, menilai, dan mengindentifikasi peristiwa, gagasan,
tujuan para aktor politik.
Dari beberapa pengertian citra tersebut, citra yang dibentuk oleh
politisi dapat dikaitkan dengan proses komunikasi politik dan sosialisasi
politik karena citra seorang politisi terbentuk melalui proses pembelajaran
politik, baik secara langsung ataupun melalui pengalaman empirik. Citra
politisi mencakup seluruh pengetahuan yang dimiliki seorang politisi
(kognitif), baik yang benar atau keliru; semua preferensi (afeksi) yang
melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa-peristiwa yang menarik;
semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang
mungkin terjadi jika ia berperilaku dengan cara berganti-ganti objek dalam
situasi itu, sehingga citra selalu berubah sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman seseorang19. Citra dapat berubah, menguat, atau melemah
dalam rekaman publik seiring dengan perjalanan waktu. Citra politisi
dapat tersimpan dalam memori kolektif masyarakat karena semua aktivitas
politik yang sudah terekam sebeumnya tidak mungkin dapat hilang atau
terhapus begitu saja, terutama di media massa yang telah memiliki
rekamannya20.
b. Membangun Citra melalui Media
Media
merupakan
faktor
penting
bagi
aktor
politik
untuk
mengenalkan dirinya kepada khalayak dalam menyampaikan pesan-pesan
politiknya. Setiap aktor politik mempunyai tim yang bertugas memegang
media dan melatih aktor politik memperbaiki kemunculan mereka untuk
membangun citra baru di media. Orang-orang yang mempunyai
pengalaman berada di media mempunyai lebih banyak keuntungan dalam
19
20
Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 3-4
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 207
9
komunikasi politik melalui media massa, dimana citra politisi terbentuk
melalui perilaku yang diliput media21.
Untuk mendapatkan citra yang baik, tentunya media sangat
berpengaruh terhadap perubahan perilaku aktor politik, karena politik
pencitraan sangat penting bagi aktor politik untuk menarik perhatian dan
simpati khalayak. Berita politik pada saat pemilu biasanya menyangkut
latar belakang aktor politik, kegiatannya sehari-hari, tanggapannya
terhadap isu-isu terkini, dan persiapannya dalam menghadapi masa
pemilu. Citra yang baik sangat dibutuhkan bagi politisi karena media
mempunyai banyak cara untuk menjatuhkan atau meningkatkan citra yang
telah terbentuk22.
Menurut Baudrillad23 dalam teori postmodernnya, membangun
kepentingan melalui pembentukan citra merupakan sebuah jenis realitas
yang baru. Citra yang terbentuk telah mengubah kenyataan yang ada,
sehingga terkadang khalayak tidak dapat membedakan antara pencitraan
dan realitas yang terjadi. Teori ini mengingatkan kita untuk berhati-hati
terhadap citra yang dibentuk oleh media dan tim kampanye yang berada
di balik aktor politik. Tim kampanye yang dimiliki oleh aktor politik
mempunyai tugas penting untuk membantu meningkatkan citra aktor
politik agar mendapat perhatian dari media. Semakin baik citra yang
dimiliki dan semakin sering aktor politik tersebut muncul di media, akan
semakin banyak pula khalayak yang mengenalnya, sehingga dapat
meningkatkan popularitasnya.
Kunci utama untuk membangun citra para politisi adalah melakukan
komunikasi politik melalui media massa yang dapat menjangkau khalayak
yang lebih luas. Citra yang positif sangat dibutuhkan ketika memasuki
masa Pemilu agar aktor politik mendapat simpati publik dan dengan
21
David Croteau & William Hoynes. 1999. Media/ Society: Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. Hal 231
22
Ibid. Hal 233
23
Dalam Ibid. Hal 234
10
pencitraan yang dilakukan bisa meyakinkan publik bahwa aktor politik
tersebut layak untuk dipilih. Proses politik yang dijalani sebagai aktor
politik dan diliput oleh media bertujuan untuk mendapat perhatian
masyarakat agar lebih dikenal oleh khalayak. Hal ini bertujuan agar aktor
politik tersebut mendapat banyak suara dalam Pemilu yang akan
diadakan. Citra yang positif harus tetap dipertahankan pasca Pemilu,
karena berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan khalayak terhadap
kinerjanya sebagai wakil rakyat atau aktor politik dan dapat menentukan
simpati rakyat yang dapat berpengaruh terhadap pemilu periode
selanjutnya.
c. Citra Anggota DPR-RI
DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga perwakilan
rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR terdiri
dari anggota partai politik berdasarkan hasil Pemilu yang dipilih langsung
oleh rakyat. Dalam pasal 21 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu
Anggota DPR dan DPRD, menyebutkan bahwa jumlah kursi anggota
DPR sebanyak 560 orang. Dalam pasal 22 menyatakan bahwa daerah
pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan
kabupaten/kota. Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR
paling sedikit 3 kursi dan paling banyak 10 kursi. Masa jabatan anggota
DPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang
baru mengucapkan sumpah yang dipandu oleh ketua Mahkamah
Konstitusi dalam sidang Paripurna DPR. Menurut Pasal 20A Ayat (1)
UUD Tahun 1945, DPR memiliki 3 fungsi utama24, yaitu:
-
fungsi legislasi, DPR memegang kekuasaan untuk membentuk
undang-undang.
24
Tugas dan Wewenang Anggota DPR dalam http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang,
11
-
fungsi anggaran, DPR membahas dan memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undangundang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
-
fungsi
pengawasan,
DPR
melaksanakan
pengawasan
atas
pelaksanaan undang-undang dan ABN.
Selain fungsi-fungsi tersebut, DPR juga memiliki tugas dan
wewenang, serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai wakil
rakyat dan telah dijelaskan dalam situs resmi DPR di www.dpr.go.id.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, para anggota DPR,
khususnya anggota DPR-RI, akan selalu menjadi sorotan media karena
tugas dan kewajibannya adalah menjadi telinga dan perpanjangan tangan
rakyat. Tak heran jika para wakil rakyat ini selalu sibuk membangun citra
yang baik di hadapan media dengan harapan dapat terpilih lagi di periode
Pemilu selanjutnya.
Selanjutnya, para anggota DPR juga memiliki media pribadi agar
rakyat dapat mengenalnya lebih dekat melalui media sosial atau situs
pribadi yang dimilikinya. Hal ini dapat meningkatkan mutu demokrasi,
dimana rakyat dapat mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh mereka,
gagasan yang diajukan, serta membuka ruang interaksi langsung dengan
rakyat. Transparansi dalam media diperlukan oleh rakyat agar rakyat
dapat melihat secara jelas kinerja yang telah mereka lakukan apakah
sesuai dengan harapan rakyat yang telah memilihnya. Selain itu,
akuntabilitas para wakil rakyat ini dapat dilihat melalui media yang dapat
membentuk opini publik dan tentunya akan berpengaruh dengan citra
yang ingin mereka bangun.
d. Politik Pencitraan
Bagi para politisi, membangun citra mempunyai tujuan yang
bermacam-macam,
misalnya
untuk
memenangkan
Pemilu,
mempertahankan konstituen, serta untuk membangun jaringan dan
12
kepercayaan masyarakat ketika telah terpilih menjadi wakil rakyat dalam
periode yang telah ditetapkan. Ada urgensi tersendiri bagi politisi dalam
membangun citra, terutama ketika masa Pemilu berlangsung karena
adanya kompetisi untuk merebut hati rakyat. Kompetisi adalah salah satu
hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia politik, sehingga upaya
pencitraan untuk membentuk citra yang positif tidak dapat dihindari lagi
bagi setiap politisi25. Maka dari itu, para politisi melakukan pencitraan
agar memperoleh citra yang positif dan dukungan opini publik dari
rakyat, tanpa itu semua politisi sulit memenangkan kompetisi politik.
Tindakan membangun citra politisi lebih lanjut disebut politik
pencitraan yang bertujuan untuk membentuk dan membina opini publik,
menggalang dan mendorong partisipasi politik, memenangi pemilihan
umum, dan merumuskan maupun memutuskan kebijakan publik26,
sehingga politik pencitraan adalah bagian dari komunikasi politik karena
citra politisi dikonstruksi, kemudian dikomunikasikan kepada khalayak
untuk membentuk opini, menggalang massa, memenangi pemilihan
umum dan memutuskan kebijakan27. Politik pencitraan menjadi sebuah
transaksi antara strategi aktor politik dalam menciptakan kesan personal
dengan persepsi yang terbentuk di dalam masyarakat melalui media. Di
dalam media terjadi upaya merekonstruksi realitas melalui pertukaran
makna simbol yang kemudian menghasilkan perubahan kepercayaan,
sikap, dan perilaku secara sukarela.
Selama ini, politik pencitraan yang dilakukan para politisi ini hampir
sama, yaitu hanya berkutat pada kampanye narsisme dan janji-janji
politik. Para politisi seringkali mencerminkan sifat melebih-lebihkan,
menonjolkan dan memuja diri mereka sendiri. Mereka berlomba-lomba
tampil di hadapan media, sebagai pahlawan yang bersemangat
memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat. Pilihan ini ternyata
25
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 205
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 41
27
Ibid. Hal 33
26
13
sedemikian menarik bagi para politisi untuk mengkonstruksi citra diri
mereka kepada khalayak, tanpa mempedulikan diri terhadap kenyataan
dan realitas sebenarnya. Politik pencitraan yang dianggap terlalu
berlebihan ini dapat disebut sebagai narsisme politik. Menurut Yasraf
Amir Piliang28, narsisme politik adalah sebuah kecenderungan terhadap
pemujaan diri yang berlebihan oleh para politisi untuk terus membangun
citra melalui cara apapun, meskipun itu bukan diri mereka yang
sebenarnya.
Selain memuat berbagai informasi tentang poltisi, situs pribadi yang
dimiliki politisi juga dapat memuat berbagai tindakan narsisme politik
untuk mendongkrak citra politisi, seperti janji-janji politik yang
dituangkan ke dalam berbagai tulisan yang ditulis oleh politisi tersebut
atau oleh admin situs tersebut, cerita tentang kehidupan pribadi yang
nampak bahagia bersama keluarga, atau buku-buku dan artikel-artikel
yang pernah ditulisnya. Narsisme politik juga dapat dilihat pada halaman
profil, serta pada informasi-informasi yang dipilih ke dalam situs pribadi
mengenai hal-hal membanggakan yang pernah diraihnya dan hal-hal lain
yang berpengaruh terhadap karir politiknya.
3. Media Komunikasi Politik
a. Realitas Media
Media merupakan alat politik yang digunakan para aktor politik untuk
membangun citra positif kepada khalayak. Media menjadi mesin pembuat
bahasa dan mesin pemaksa khalayak untuk menerima informasi hingga
terbentuk opini publik yang dapat berpengaruh terhadap pilihan politik
khalayak29. Media dipengaruhi oleh tekanan informasi politik tentang
kehidupan bernegara yang dipengaruhi oleh tekanan ekonomi yang
membentuk industri media. Media mempunyai efek yang nyata dan tidak
terbantahkan dalam dunia politik untuk mempengaruhi khalayak. Media
28
29
Yasraf Amir Piliang. 2012. Iklan Politik dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra
Louw. Op., Cit. Hal 25
14
sangat mempengaruhi dunia politik dengan berbagai cara, tak hanya
kepada presiden dan aktor politik, tetapi juga kepada masyarakat biasa.
Media dan dunia politik adalah hubungan yang tidak dapat terpisahkan
secara struktural sebagai agen masyarakat30.
Dalam praktek komunikasi politik, Louw31 menjelaskan ada 2 jenis
media yang digunakan dan dimanfaatkan aktor politik untuk membentuk
dan meningkatkan citranya, yaitu:
(1) Media yang menjadikan aktor politik sebagai sumber informasi
Dalam hal ini, media mencari informasi dari beberapa pengamat
politik atau aktor politik untuk menguatkan isu politik yang sedang
hangat. Jenis media seperti ini membuat aktor politik menaruh
perhatian kepada media massa untuk mengawasi isu-isu yang
menyangkut tentang citra dirinya dan visi misinya yang dijadikan
wartawan sebagai agenda publik.
(2) Media yang digunakan oleh para aktor politik untuk berkomunikasi
dengan khalayak
Sebagian besar masyarakat hanya mempunyai sedikit informasi dan
tidak begitu mempedulikan perkembangan politik dalam negeri,
sehingga khalayak mengandalkan media massa untuk memperoleh
informasi tentang proses politik yang sedang terjadi, citra partai dan
aktor politik, serta isu-isu politik. Memberikan kepercayaan kepada
media massa untuk mendapatkan informasi politik membuat khalayak
menjadi pasif dalam menerima berita sesuai dengan pilihan wartawan.
Dengan alasan ini, para aktor politik memanfaatkan media massa
untuk membangun citra partai dan dirinya untuk mempengaruhi opini
publik.
Citra politisi dapat berkembang melalui proses sosialisasi politik yang
terus menerus ataupun melalui proses komunikasi politik secara langsung
ataupun melalui media. Dalam ilmu komunikasi massa, pesan politik yang
30
31
Croteau. Op., Cit. Hal 229
Louw. Op., Cit. hal 23
15
disampaikan melalui media massa bukanlah realitas yang sesungguhnya,
melainkan realitas media atau realitas buatan, yaitu realitas yang dibuat
oleh wartawan atau redaktur yang mengolah peristiwa politik menjadi
berita politik melalui proses penyaringan dan seleksi32. Realitas yang
dibentuk oleh media sebagian besar tidak sesuai dengan realitas yang
sebenarnya dan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi dan citra
politisi di mata khalayak. Media dapat membentuk citra politisi di mata
khalayak ke arah yang dikehendakinya dan media juga dapat mengarahkan
khalayak untuk mempertahankan citra yang sudah dimilikinya.
Menurut McNair33 dalam suatu peristiwa politik ada 3 kategori realitas
yang bisa terjadi, yaitu: pertama, realitas obyektif atau realitas politik yang
ditampilkan apa adanya sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Kedua,
realitas politik subyektif yang merupakan realitas yang dipersepsikan oleh
khalayak atau politisi itu sendiri. Ketiga, realitas politik atau realitas
subyektif yang dicover oleh media sehingga mengaburkan peristiwa yang
sebenarnya terjadi. Menurut Tuchman34, pembuatan realitas menjadi
sebuah berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan dan
media menjadi alat yang tepat untuk membentuk realitas dan mendukung
politik pencitraan yang dilakukan politisi.
Lee Lowinger35 menyajikan teori komunikasi massa yang disebut
reflective-projective theory yang berasumsi bahwa media massa adalah
cermin masyarakat yang merefleksikan suatu citra yang menimbulkan
banyak tafsiran. Hal ini membuat setiap orang dapat memproyeksikan diri
dan citranya. Media mencerminkan citra masyarakat, begitu juga
sebaliknya. Masyarakat memproyeksikan citranya pada informasi yang
disajikan media massa.
32
Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 5
McNair. 2011. Op., Cit. Hal 12
34
Dalam Alex Sobur. 2002. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 88
35
Dalam Arifin. 2006. Op., Cit. Hal 7
33
16
b. Opini Publik
Citra yang dibentuk para aktor politik bertujuan untuk memperoleh
dukungan opini publik, citra individu hanya dapat diketahui oleh pihak
lain setelah diungkapkan atau dinyatakan secara langsung melalui ucapan
atau tindakan yang ditampilkan oleh media, sehingga mengalami proses
komunikasi. Citra yang berubah menjadi opini dapat berubah menjadi
opini publik yang menjadi tujuan utama dari proses politik pencitraan.
Opini publik sangat penting dalam konteks sosial politik, karena
pembangunan citra politisi berlangsung dalam masyarakat suatu negara
dan dalam sistem terbuka36.
Menurut Whyte37, opini publik adalah sikap rakyat mengenai suatu
masalah yang menyangkut kepentingan umum. Lebih lanjut Arifin38
menjelaskan opini publik sebagai pendapat rata-rata individu dalam
masyarakat sebagai hasil diskusi tak langsung yang dilakukan untuk
memecahkan masalah sosial yang disajikan oleh media. Arifin juga
menjelaskan bahwa opini publik paling tidak mempunyai tiga unsur
utama. Pertama, harus ada isu aktual yang menyangkut kepentingan
pribadi kebanyakan orang atau kepentingan umum yang disajikan oleh
media. Kedua, adanya sejumlah orang yang mendiskusikan hal tersebut
dan memiliki sikap, pendapat, serta pandangan yang sama terhadap isu
tersebut. Ketiga, pendapat yang telah disepakati tersebut diekspresikan
atau dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, atau tindakan.
Opini publik merupakan efek dari komunikasi politik yang dilakukan
oleh politisi untuk membangun citra yang diinginkannya. Opini publik
juga merupakan pesan dalam proses komunikasi massa yang demokratis
dalam paradigma mekanis. Selain menjadi efek dari politik pencitraan
yang dilakukan oleh politisi, opini publik juga menjadi feedback atas
36
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 55
Dalam Anwar Arifin. 2010. Opini Publik. Jakarta: Gramata Hal 10
38
Dalam Ibid. Hal 13
37
17
gambaran yang didapatkan publik terhadap politisi, dimana publik
sebagai komunikator dan politisi sebagai komunikannya39.
Opini publik berpengaruh secara luas dan kemudian dapat menjelma
menjadi sebuah kekuatan dalam negara demokrasi. Jeremy Benthan40
menyatakan bahwa opini publik berfungsi sebagai kontrol sosial dan
berperan sebagai dasar dalam membangun negara demokrasi, sedangkan
Bogardus41 mengemukakan bahwa opini publik mempunyai tiga fungsi
utama sebagai kekuatan dalam kehidupan sosial politik, yaitu: opini
publik dapat memperkuat undang-undang dan peraturan-peraturan karena
tanpa dukungan pendapat umum, undang-undang tidak akan berjalan
dengan
semestinya;
opini
publik
merupakan
pendukung
moral
masyarakat; dan opini publik dapat menjadi pendukung eksistensi
lembaga-lembaga sosial dan lembaga-lembaga politik.
Media menjadi wadah yang tepat untuk menunjukkan kapabilitas
politisi sebagai wakil rakyat. Maka dari itu, para politisi berlomba-lomba
membangun citra yang positif melalui media massa ataupun media
lainnya karena hal ini akan berpengaruh terhadap opini publik dalam
masyarakat. Konstruksi yang dibentuk oleh media ini yang nantinya akan
berpengaruh terhadap citra politisi dan opini publik karena berbagai
macam media massa, baik yang offline atau online adalah sumber
informasi bagi masyarakat.
c. Situs Pribadi Politisi sebagai Media Komunikasi Politik
Situs pribadi yang dimiliki para politisi sebagian besar digunakan
sebagai media komunikasi politik. Dimana komunikasi politik adalah
komunikasi yang mengandung unsur politik yang terjadi dalam suatu
sistem politik. Komunikasi politik berbentuk penyampaian pesan politik
39
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 56
Arifin. 2010. Opini Publik. Hal 15
41
Dalam Ibid. Hal 18
40
18
yang bertujuan untuk mempengaruhi dan memiliki dampak positif dari
aktor politik kepada rakyat atau rakyat kepada aktor politik. Jadi media
komunikasi politik adalah media tempat para politisi melakukan kegiatan
komunikasi dengan tujuan-tujuan politik tertentu.
Kehadiran internet yang mempermudah proses komunikasi politik
menciptakan tiga model dasar politik yang baru akibat pengaruh dari
munculnya
internet,
sehingga
penggunaan
situs
pribadi
dapat
diidentifikasi sebagai pemanfaatan jaringan untuk mempengaruhi opini
publik dan aktivitas politik offline. Dahlberg42 menggambarkannya
sebagai berikut:
(1) Model cyber-libertanism, merupakan pendekatan media baru
menjadi sarana melakukan survei dan televoting menggantikan
proses pemilihan dengan cara baru.
(2) Adanya saluran yang terbuka antara partisipan grass roots yang
bisa memberikan masukan bermanfaat bagi politisi dan ini pada
gilirannya akan memperkuat komunikasi politik.
(3) Terjadinya interaksi dan pertukaran ide pada ruang publik melalui
teknologi internet yang bermanfaat bagi berkembangnya demokrasi
deliberatif.
Situs pribadi politisi merupakan pilihan yang tepat sebagai media
komunikasi politik di era modern ini. Situs politik merupakan keseluruhan
halaman-halaman web yang terdapat dalam sebuah domain yang
mengandung informasi politik yang berbentuk teks, gambar, video, atau
tautan-tautan lain yang tergabung dalam suatu jaringan43. Dalam menjalin
komunikasi politik, situs politik berfungsi sebagai tempat berbagi
informasi politik dan sebagai tempat mempromosikan dirinya. Hal ini
yang mendasari beberapa politisi membuat situs pribadinya sendiri. Selain
42
Dalam Denis McQuail. 2000. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Hal 151
43
Budi Irawan. 2005. Jaringan Komputer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 69
19
untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, situs pribadi seorang politisi juga
digunakan untuk menampung aspirasi, memperkenalkan profil dirinya dan
visi misinya, serta membangun citra dirinya di mata khalayak pengguna
internet.
Situs pribadi yang dimiliki politisi ini merupakan media komunikasi
politik yang masuk dalam kategori media baru dan mulai banyak dilirik
sejak masa Pemilu tahun 2009, dimana dengan bantuan internet aktor
politik dapat mempromosikan visi dan misi mereka secara lebih mudah.
Melalui akun media sosial yang dijalankan oleh diri sendiri atau tim
kampanyenya, komunikator politik dapat membidik pasar anak muda
sebagai pemilih baru dan pengguna internet yang secara aktif
menggunakan media sosial dan mencari berita melalui internet.
Komunikasi politik melalui media baru merupakan salah satu bentuk
strategi
komunikasi
politik
yang
berguna
untuk
kampanye,
memperkenalkan visi misi aktor politik, menyampaikan pesan-pesan aktor
politik, dan membangun citra seorang aktor politik. Dengan adanya
bantuan media baru, nilai kampanye politik menghasilkan the education
voter, yaitu pemilih terdidik yang mencari informasi akurat melalui
internet44.
Melakukan
komunikasi
politik
melalui
media
baru
banyak
dimanfaatkan oleh tim media online aktor politik karena model kampanye
yang lebih modern ini cenderung disukai oleh pemilih pemula dan
mempermudah mereka mencari informasi tentang aktor politik yang
berkontestasi dalam Pemilu, selain itu publikasi gratis melalui media
sosial, seperti facebook dan twitter, serta publikasi dengan tarif terjangkau
melalui situs pribadi tapi dapat menjangkau khalayak yang lebih luas juga
dirasa lebih menguntungkan.
44
Indah Nur Laeli. 2014. Politik dan Internet Fungsi Internet Dalam Kampanye Pemilihan
Anggota DPRD Kota Surabaya. Universitas Airlangga
20
d. Informasi-Informasi dalam Situs Pribadi Politisi
Informasi-informasi di situs pribadi politisi dapat berupa berita-berita
tentang politisi tersebut yang dipublikasikan oleh portal berita online,
opini-opininya tentang isu atau peristiwa yang sedang terjadi, atau
informasi-informasi lain yang terkait dengan politisi tersebut, baik yang
berupa teks, gambar, atau video. Dalam situs pribadi politisi, sebagian
besar isi informasi yang ada di situsnya bersumber dari portal berita
online yang rajin memperbarui berita terkait dengan kegiatan politisi.
Dengan mengambil informasi dari portal berita online, situs pribadi
politisi mendapat beberapa keuntungan, yaitu berita-berita yang selalu
diperbarui dan kemudahan akses dalam mendapatkan berita.
Informasi yang harus ditampilkan media, termasuk situs pribadi
politisi menurut Alger45 harus memiliki empat kriteria khusus. Pertama,
publik perlu informasi tentang kualifikasi para kandidat politik. Kedua,
media harus menyediakan latar belakang dan posisi sikap kandidat politik
terhadap berbagai macam isu serta pandangan umum arah politiknya.
Ketiga, ide yang diusung para kandidat. Keempat, upaya untuk
mengetahui kecakapan kandidat dalam memimpin suatu wilayah tertentu,
masalah yang tengah dihadapi wilayah tersebut, dan kebutuhan untuk
mengatasinya. Semua kriteria Alger tersebut berhubungan dengan
substansi pesan atau informasi yang harus disampaikan media kepada
publik.
Seiring perkembangan teknologi dan kemudahan akses internet,
berita-berita yang tersebar melalui portal berita online lebih mudah
diterima dan dibagi ke banyak pengguna. Kecepatan dan kebaruan berita
online membuat para politisi dengan mudah membaginya melalui akunakun media sosialnya. Beberapa berita terpilih juga dimasukkan ke dalam
situs pribadi mereka. Dengan kata kunci yang menyebut nama mereka,
45
Dean Alger. 1989. The Media and Politics. Englewood Cliffs: Prentice Hall.
21
maka akan dengan mudah menemui berita yang terkait tentang mereka di
internet. Apapun yang mereka ucapkan saat dimintai pendapat tentang
isu-isu kebijakan pemerintah ataupun kegiatan yang sedang mereka
lakukan dapat ditemukan dengan mudah di internet.
Selain itu, politisi juga dapat menuangkan pemikirannya melalui
media baru, baik melalui media sosialnya atau pun langsung tertulis di
situs pribadinya. Dengan media baru ini, para politisi dapat menuangkan
pemikiran dan visi misinya, lalu dapat membagikannya dengan mudah
kepada para pengikutnya di media sosial. Seluruh dokumentasi kegiatan
dan opini dari politisi tersebut dapat ditemukan dengan mudah dalam situs
pribadinya yang diambil dari berbagai sumber di internet. Hal ini
merupakan model komunikasi politik yang baru dengan menggunakan
media baru. Media baru banyak mempengaruhi cara berkomunikasi,
termasuk dalam komunikasi politik yang dilakukan oleh aktor politik
kepada masyarakat, begitu juga sebaliknya.
E. KERANGKA KONSEP
Dalam teori image building, citra akan terlihat atau terbentuk melalui
proses penerimaan panca indera yang masuk ke saringan perhatian, lalu
menghasilkan pesan yang dapat dilihat dan dimengerti, kemudian berubah
menjadi persepsi dan akhirnya terbentuk citra46. Maka, citra politisi dapat dilihat
sebagai kesan yang didapat oleh masyarakat tentang politisi melalui apa yang
telah direkam oleh media tentang kehidupan politik dan kehidupan pribadinya,
walaupun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya47. Citra
diri seorang politisi ini dapat memberikan cara untuk menghubungkan dirinya
dengan orang lain, sehingga citra politisi dapat membantu orang lain untuk
46
47
Nimmo. 2010. Op,Cit., Hal 5
Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 2
22
memahami, menilai, dan mengindentifikasi peristiwa politik yang dialami politisi
tersebut.
Indikator citra yang positif dapat dilihat dari bagaimana mereka
menjelaskan ideologi, visi dan misi, hubungan mereka dengan partai politik, dan
kualitas personal aktor politik48, apakah mereka terlihat ramah, tenang, tidak
tergesa-gesa, atau sifat-sifat lain yang dipandang baik oleh masyarakat. Citra yang
negatif dapat terlihat dari bagaimana politisi mengambil sikap melalui beritaberita yang ada di situs pribadinya dan di media lainnya, apakah mereka
cenderung agresif, keras kepala, sering memaksakan kehendak, atau sifat-sifat lain
yang dipandang negatif oleh masyarakat, seperti melanggar UU, etika, dan tata
krama sebagai wakil rakyat49.
Shyles50 menjelaskan ada 8 kategori yang dapat menjadi dasar dalam
meneliti citra politisi melalui profil politisi, yaitu:
1. Altruism, merujuk pada perhatian politisi terhadap kebutuhan orang
lain, termasuk perbuatan baik yang terlihat dan kedermawanan.
2. Kompetensi,
merujuk
pada
kemampuan,
pengetahuan,
dan
keterampilan yang dimiliki politisi.
3. Pengalaman, fokus kepada peran, pekerjaan, dan pencapaian atau
prestasi yang dimiliki oleh politisi.
4. Kejujuran, merujuk pada bagaimana gengsi, keikhlasan, dan
keterusterangan yang terlihat dalam diri politisi.
5. Kepemimpinan,
merujuk
kepada
kemampuan
politisi
dalam
memimpin dan melayani masyarakat.
48
Shawn W. Rosenberg, . 1991. Creating a Political Image: Shaping Appereance and
Manipulating the Vote. Political Behavior. Vol 13, No 4. Diunduh dari
http://www.jstor.org/stable/586121
49
Dalam Andrew W. Barrett and Lowell W. Barrington. 2005. Is a Picture Worth a Thousand
Words: Newspaper Photographs and Voter Evaluation of Political Candidates. Diunduh dari
http://hij.sagepub.com/content/10/4/98.full.pdf
50
Leonard Shyles. 1984. Defining "Images" of Presidential Candidates from Televised Political
Spot Advertisements. Political Behavior, Vol. 6, No. 2 (1984), pp. 171-181. Diunduh dari
http://www.jstor.org/stable/586383
23
6. Karakter, merujuk pada karakter dan kepribadian yang dimiliki
politisi, misalnya jiwa muda, keberanian, kesederhanaan, humoris,
ketenangan dalam menyampaikan pendapat, dan relijius.
7. Kekuatan, merujuk pada kekuatan, keinginan yang kuat, dan daya
tahan yang dimiliki politisi.
8. Kualitas khusus lainnya, merujuk pada karisma yang dimiliki atau
sifat baru yang berbeda dengan politisi lainnya.
Dari 8 kategori yang telah dijabarkan oleh Shyles, peneliti mengambil 2
kategori sebagai acuan dasar dalam meneliti citra yang dibentuk politisi melalui
situs pribadinya, yaitu kompetensi dan karakter yang dimiliki. Kompetensi dipilih
untuk melihat kemampuan yang dimiliki politisi dalam menanggapi isu atau
peristiwa politik yang terjadi. James McCroskey51 berpendapat bahwa kompetensi
politisi sangat diperlukan dalam melihat citra seorang aktor politik karena
kompetensi dapat melihat kemampuan atau penguasaan terhadap substansi yang
disampaikan dan dapat melihat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Sedangkan karakter dapat melihat citra yang dibentuk politisi dengan
merujuk pada kepribadian yang dimiliki politisi. Tentunya karakter politisi sangat
berpengaruh terhadap citra yang akan dibentuk karena kepribadian yang muncul
di depan media menjadi salah satu acuan bagaimana masyarakat menilai seorang
politisi, sehingga kompetensi dan karakter merupakan 2 hal penting yang dapat
menjadi dasar dalam menilai citra seorang aktor politik. Kedua kategori yang
dikemukakan Shyles ini akan dikembangkan menjadi unit klasifikasi yang akan
dijadikan sebagai panduan dalam menganalisis objek penelitian.
Unit klasifikasi dalam penelitian ini merupakan unit terbesar dari yang
diteliti dan dipakai untuk menguji atau mempertimbangkan referensi-referensi
yang dicatat dalam konteks yang lebih besar. Satuan unit klasifikasi yang telah
ditentukan kemudian dikaji untuk memperjelas bagian yang ditekankan dalam
penelitian dan dijabarkan lagi menjadi kategori. Berikut adalah unit klasifikasi
51
Dalam Arifin. 2014. Op., Cit. Hal 213
24
yang dibagi menjadi beberapa kategori yang akan dipakai sebagai panduan untuk
pencarian dan analisis data.
Unit Klasifikasi
Kompetensi
Kategori
Intelektual
Definisi
Menunjukkan kemampuan dan
kecerdasan yang dimiliki politisi
dalam mempersepsikan sesuatu,
memberikan pemahaman, dan
memberikan solusi (problem solving)
atas isu dan peristiwa politik yang
terjadi.
Menunjukkan kemampuan
komunikasi dalam menyampaikan
pendapat dan memberi alasan,
melakukan negosiasi, serta
memberikan keputusan dalam
menanggapi isu dan peristiwa politik
yang terjadi.
Menunjukkan kemampuan politisi
dalam menjalankan tugasnya sebagai
wakil rakyat dan melakukan
pelayanan publik melalui konten
informasi-informasi yang ada.
Menunjukkan kemampuan politisi
dalam memimpin, membimbing, dan
mengarahkan masyarakat dalam
menanggapi isu dan peristiwa politik
yang terjadi.
Menunjukkan rasa percaya diri akan
kemampuan yang dimiliki dalam
menjalankan peran sebagai wakil
rakyat, memiliki keyakinan yang
tinggi, dan optimis dalam
menanggapi isu dan peristiwa politik
yang terjadi.
Menunjukkan keberanian dalam
menanggapi isu dan peristiwa politik
yang terjadi sesuai kapasitasnya
sebagai wakil rakyat, walaupun
banyak pro kontra yang terjadi.
Komunikatif
Dedikasi
Memiliki jiwa
kepemimpinan
Karakter
Percaya diri
Berani
25
Sederhana
Menunjukkan kesan sederhana,
bersahaja, dan tidak berlebihan di
hadapan media.
Humoris
Mempunyai selera humor dengan
menyisipkan gurauan dalam
menyampaikan pendapatnya dalam
menanggapi isu dan peristiwa politik
yang terjadi.
Tenang
Menunjukkan kesan yang tenang,
berhati-hati, dan tidak tergesa-gesa
ketika menyampaikan pendapatnya
dalam menanggapi isu dan peristiwa
politik yang terjadi.
Religius
Menunjukkan kesan religius,
beriman, dan taat pada agama di
hadapan media.
Tabel 1.1: Tabel Unit Klasifikasi dan Kategori Panduan
Sumber: Shyles, 1984; Haryatmoko 2013; Bernhardt, etc, 2011; Galasso &
Nannicini, 2011
F. OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah informasi-informasi yang ada di situs pribadi
Fadli Zon dalam fadizon.com dan situs pribadi Fahri Hamzah dalam
fahrihamzah.com, tetapi tidak semua informasi dalam situs tersebut akan diteliti.
Peneliti akan memilih beberapa sampel informasi dalam situs tersebut yang
menarik untuk diteliti selama periode Agustus hingga Oktober 2015. Periode ini
dipilih karena dalam periode tersebut muncul banyak isu menarik menjelang satu
tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
G. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang berfokus pada pembangunan citra politisi melalui
informasi-informasi yang dimuat dalam situs pribadi politisi ini akan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dianggap
26
mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci berkaitan dengan
suatu peristiwa atau gejala sosial yang dalam penelitian ini adalah citra politisi
yang dibentuk melalui informasi-informasi yang ada di situs pribadi politisi.
Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk mengetahui kondisi tentang
permasalahan penelitian yang didasarkan pada pemahaman serta pembentukan
pemahaman yang diikat oleh teori dan penafsiran peneliti dan data yang
didapatkan merupakan hasil pengamatan dan analisis pesan dalam situs pribadi
Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
1. Metode Penelitian
Penelitian yang berfokus pada pembentukan citra politisi melalui
informasi-informasi yang ada di dalam situs pribadi politisi ini akan
menggunakan metode analisis isi kualitatif. Analisis isi merupakan metode
khas untuk penelitian komunikasi yang dipandang mampu menjamin
adanya cara yang efisien, mampu memberikan alat, serta menyediakan
langkah-langkah
yang
bermanfaat
bagi
peneliti
pesan
media52.
Krippendorff53 menjelaskan bahwa analisis isi dapat ditiru dan merupakan
metode yang cocok untuk membuat kesimpulan yang spesifik dari teks
menjadi bagian-bagian dalam objek penelitian. Sanders54 menjelaskan
bahwa analisis isi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
melihat kecenderungan muatan pesan tertentu dan merupakan cara yang
mendalam untuk mempelajari perubahan sosial karena tulisan tentang
masyarakat yang mencerminkan perubahan perubahan dalam nilai,
kepercayaan, dan perilaku.
Berbeda dengan analisis isi kuantitatif, analisis isi kualitatif
menekankan pada penelitian teks dan simbol-simbol dalam konteks
khusus. Penelitian ini juga tidak berpretensi untuk menghitung data dalam
52
Nunung Prajarto. 2010. Analisis Isi: Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: FISIPOL
UGM. Hal 1
53
Klaus Krippendorff. 2004. Content Analysis: An Introductions to its Methodology (Second
Edition). California: Sage Publication
54
Dalam Bruce A. Chadwick, Howard M. Bahr & Stan L. Albrecht. 1991. Metode Penelitian Ilmu
Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal 272
27
muatan isi pesan secara statistik atau penggalian konten obyektif dari teks,
tetapi memetakan isi pesan untuk memeriksa makna, tema dan pola yang
tidak nampak (latent content) dalam teks tertentu55. Hal ini memungkinkan
peneliti untuk memahami realitas sosial secara subjektif tetapi ilmiah.
Idrus56 menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif sebagai berikut:
a. Bersifat deskriptif, penelitian kualitatif memberikan gambaran secara
mendalam tentang situasi dan proses yang diteliti dan tidak digunakan
untuk menguji hipotesis.
b. Human instrument, pada penelitian kualitatif pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti sendiri yang diistilahkan sebagai human
instrument. Dengan begitu, kedudukan seorang peneliti dalam desain
penelitian kualitatif begitu penting, peneliti dituntut untuk dapat
memahami berbagai perilaku, interaksi antarsubyek, aktivitas, gerak,
mimik, nilai-nilai, simbol, atau apapun yang terkait dengan subyek
yang ditelitinya.
c. Analisis data dilakukan secara induktif, metode penelitian kualitatif
lebih berorientasi pada eksplorasi dan penemuan, serta tidak
bermaksud untuk menguji teori dengan menguraikan fakta-fakta yang
ada lalu dirumuskan menjadi sebuah kesimpulan umum atau
generalisasi.
Dengan analisis isi kualitatif, peneliti ingin mendeskripsikan prosedur
analisis teks yang sistematis dan mengambil keuntungan yang dimiliki
metode analisis isi dalam ilmu komunikasi untuk mengembangkan
prosedur kualitatif. Kracauer57 menegaskan bahwa “qualitative content
analysis is synonymous with exegesis”. Pernyataan ini diperkuat oleh
Mayring yang menyatakan, “content analysis analyze not only the manifest
content of the material –as its name may suggest”58. Becker & Lissmann59
55
Phillip Mayring. 2014. Qualitative Content Analysis: Theoritical Foundation, Basic Procedures,
and Software Solution. Klagenfurt
56
Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga, Hal. 21
57
Dalam Klaus Bruhn Jensen & Nicholas W. Jankowski. 1991. A Handbook of Qualitative
Methodologies for Mass Communication Research. New York: Routledge. Hal 123
58
Mayring. Op., Cit
28
menambahkan bahwa ada beberapa level konten yang berbeda: tema dan
ide utama teks sebagai konten utama, sedangkan konteks dalam informasi
sebagai konten laten atau yang tidak nampak.
Dari pernyataan-pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa analisis isi
kualitatif akan menghasilkan penafsiran atau kesimpulan baru yang tidak
hanya menganalisis hal yang tampak dari sebuah teks, tetapi juga hal-hal
yang tidak tampak dari sebuah teks. Mayring menambahkan,
“the main idea of the procedure of analysis is thereby, to preserve the
advantages of quantitative content analysis as developed within
communication science and to transfer and further develop them to
qualitative-interpretative steps of analysis”60.
Mayring61 menjelaskan bahwa analisis isi kualitatif memanfaatkan
keuntungan metode analisis isi kuantitatif untuk suatu penafsiran yang
lebih kualitatif, ia menekankan ada 3 keuntungan yang didapat dari
analisis kualitatif:
a. Fitting the material into a model of communication. Dengan ini
dapat ditentukan pada bagian apa kesimpulan dibuat, aspek-aspek
yang dimiliki komunikator (pengalaman, pendapat, perasaan),
situasi saat produksi pesan, latar belakang sosial budaya, pesan
dalam teks itu sendiri, atau efek dari pesan tersebut.
b. Rules of analysis. Adanya rules of analysis akan memudahkan
penelitian karena data penelitian akan dianalisis sesuai dengan
prosedur yang sudah ada, lalu dirangkai menjadi unit analisis isi.
c. Categories in the center of analysis. Aspek-aspek dalam
intrepretasi teks yang disesuaikan dengan rumusan masalah, akan
dimasukkan dalam kategori-kategori yang menjadi inti dari proses
analisis.
Prosedur analisis isi akan kurang tepat jika rumusan masalah terlalu
terbuka, eksploratif, tidak tetap, dan bekerja menggunakan kategorikategori yang terlalu membatasi, atau jika tidak sesuai dengan prosedur
59
Dalam Ibid
Ibid
61
Ibid
60
29
analisis yang sudah direncanakan karena interpretasi yang terlalu luas
dapat menjadi sebuah ancaman untuk peneliti62. Analisis isi kualitatif tidak
bertujuan untuk menghitung data dalam muatan isi pesan secara statistik
dan tidak hanya meneliti aspek yang nampak saja, tetapi juga memetakan
isi pesan berdasarkan muatan isi pesan yang tidak nampak (latent content)
juga. Teks-teks dalam satuan kecil akan diseleksi dan diorganisasikan,
khususnya teks yang berhubungan dengan citra Fadli Zon dan Fahri
Hamzah.
Dengan menggunakan metode analisis isi kualitatif ini, peneliti akan
berupaya untuk mengintepretasikan data berupa penggunaan teks dan
bahasa dalam informasi-informasi yang terdapat dalam situs pribadi
politisi dan fokus kepada isi pesan dalam informasi-informasi yang dimuat
dalam situs pribadi Fadli Zon (fadlizon.com) dan Fahri Hamzah
(fahrihamzah.com) untuk menemukan bagaimana informasi-informasi
yang dimuat dalam situs pribadi mereka dapat mendukung upaya mereka
dalam membentuk citra yang positif di mata masyarakat sebagai politisi,
khususnya sebagai Wakil Ketua DPR-RI.
2. Sampel Penelitian
Melalui situs pribadi milik Fadli Zon dan Fahri Hamzah, peneliti akan
menganalisis informasi-informasi yang ada di situs masing-masing politisi
untuk melihat bagaimana citra kedua politisi tersebut dalam menanggapi
isu-isu dan peristiwa politik yang terjadi. Informasi-informasi yang dipilih
berasal dari kanal Profil dan Blog atau Liputan Media. Kanal-kanal
tersebut dipilih karena isi informasi dalam kanal-kanal tersebut memuat
lebih banyak keterangan tentang politisi-politisi ini.
Dalam kanal Blog dan Liputan Media dipersempit lagi dengan
mengambil sampel 5 isu yang bergulir pada Agustus hingga Oktober 2015
dan mendapat banyak perhatian oleh kedua politisi ini. Isu-isu ini dipilih
karena merupakan isu-isu sensitif yang membuat kedua politisi angkat
62
Satu Elo & Helvi Kyngas. 2008. The Qualitative Content Analysis Process. Finland: University
of Oulu
30
bicara karena terlibat langsung atau menjadi alat mereka untuk
memberikan saran dan kritik terhadap pemerintahan yang genap setahun
dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sehingga dapat dilihat
bagaimana citra yang ingin dibentuknya sebagai Wakil Ketua DPR-RI,
anggota partai, dan politisi di mata masyarakat. Isu-isu tersebut adalah:
1. Tujuh megaproyek DPR. DPR mengajukan tujuh proyek pembangunan
dalam komplek gedung DPR dan menjadi hal yang kontroversial di
kalangan masyarakat karena rencana anggaran yang mencapai 1,6
triliun rupiah, walaupun pada akhirnya Jokowi meminta DPR
mengkaji ulang usulan rencana pembangunan tujuh proyek ini.
2. Kehadiran perwakilan DPR dalam kampanye Donald Trump di
Amerika Serikat. Fadli Zon sebagai salah satu aktor yang menemui
Donald Trump dalam kampanyenya di Amerika Serikat menuai
banyak kecaman dari masyarakat Indonesia karena dianggap
mendukung Donald Trump, calon Presiden Amerika yang sering
membuat kontroversi.
3. Rupiah melemah terhadap dolar AS. Isu ini cukup sensitif karena
terkait dengan perekonomian bangsa yang ikut melemah dan menjadi
perhatian semua kalangan, termasuk kedua politisi ini.
4. Alotnya pembahasan RAPBN 2016. Pembahasan alot atas Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 ini mengundang
banyak komentar, kritik, dan saran dari para anggota DPR, karena
dianggap masih banyak yang perlu direvisi untuk kesejahteraan rakyat.
Lobi antara pemerintah dan DPR selama 11 jam ini akhirnya
mengesahkan RAPBN 2016 melalui Sidang Paripurna DPR.
5. Bencana kabut asap. Sudah beberapa bulan terakhir Sumatra dan
Kalimantan diselimuti kabut asap yang menganggu aktivitas warga dan
telah memakan banyak korban jiwa. Kepedulian pemerintah terhadap
bencana ini dianggap kurang, karena penanganan yang lamban dalam
menangani kebakaran hutan dan penangkapan oknum-oknum yang
membakar hutan.
31
Setelah mengidentifikasi sampel penelitian yang berasal dari kanal
Blog atau Liputan Media, peneliti akan mengidentifikasi informasi yang
terdapat dalam kanal Profil sebagai data sekunder untuk melengkapi
analisis tentang citra yang ingin dibentuk oleh politisi tersebut melalui
pengenalan profil dirinya di situs pribadi yang dimiliki.
Gambar 1.1: Bagan Sampel Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
Situs politisi yang terbagi dalam beberapa kanal dan memuat berbagai
informasi yang mendukung pembentukan citra politisi tersebut merupakan
objek utama dalam penelitian ini, maka mendapatkan data primer
penelitian dilakukan dengan mengamati dan menganalisis isi pesan dalam
informasi-informasi yang telah terpilih dalam situs politisi untuk
merepresentasikan citra yang dibentuk oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah,
sedangkan data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui kanal Profil
sebagai pelengkap data analisis tentang citra yang ingin dibentuk oleh
politisi tersebut melalui pengenalan profil dirinya di situs pribadi yang
dimiliki. Selain itu data sekunder lain yang berupa buku, jurnal, maupun
artikel di situs internet juga akan digunakan sebagai data acuan dalam
menkonstruksi kerangka pemikiran dalam proses analisa data. Data
32
sekunder ini berupa data yang turut menunjang dalam pelaksanaan
penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian
ini
akan
menggunakan
pendekatan
induktif
dalam
menganalisis data, sehingga teknik analisis datanya akan berbeda dengan
metode analisis kuantitatif yang cenderung deduktif. Hal ini menarik
karena kerangka kualitatif yang menggunakan pendekatan induktif dapat
digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek dalam interpretasi data,
membuat kategori-kategori, dapat berjarak sedekat mungkin dengan objek
penelitian, dan memformulasikannya ke dalam batasan penelitian.
Ballstaedt, etc63 berpendapat bahwa, “for that scope qualitative content
analysis has developed procedures of inductive category development,
which are oriented to the reductive processes formulated within the
psychology of text processing”.
Lauri & Kyngas64 berpendapat bahwa pendekatan induktif dapat
dilakukan jika tidak ada pengetahuan yang cukup tentang sebuah
fenomena komunikasi, sehingga kategori-kategori dalam penelitian ini
diperoleh dari data dalam analisis isi induktif. Pendekatan induktif ini
mengubah data spesifik menjadi umum, sehingga contoh-contoh khusus
diobservasi satu per satu, lalu dikombinasikan menjadi sebuah kesimpulan
umum yang lebih besar.
Melalui pendekatan induktif, Mayring65 menjelaskan prosedur yang
dapat dilakukan untuk inductive category development secara singkat
dengan diawali merumuskan kriteria dari definisi yang diambil dari latar
belakang teori dan rumusan masalah yang akan menentukan aspek-aspek
data penelitian tekstual ke dalam poin-poin khusus. Melalui kriteria
tersebut, data penelitian akan dianalisis melalui kategori-kategori yang
bersifat sementara, lalu dari sini akan ditarik sebuah kesimpulan. Saat
63
Dalam Mayring. Op., Cit.
Elo. Op., Cit
65
Mayring. Op., Cit
64
33
melalukan analisis, kategori-kategori tersebut dapat direvisi, dikurangi
hingga menjadi kategori-kategori utama. Berikut prosedur inductive
category development menurut Mayring secara singkat:
Gambar 1.2 Step Model of Inductive Category Development (Mayring, 2014)
Selain prosedur yang dikemukakan oleh Mayring tersebut, Elo dan
Kyngas66 memberikan ringkasan cara untuk melakukan analisis isi dengan
menggunakan
pendekatan
induktif
berdasarkan
beberapa
sumber.
Pendapat Elo dan Kyngas yang ditambahkan dengan pendapat Mayring ini
akan menjadi dasar prosedur teknik analisis data dalam penelitian ini.
Sama seperti pendapat Mayring, peneliti harus tetap berpegang kepada
rumusan masalah dan tujuan penelitian untuk memilih konten-konten yang
akan dianalisis dalam situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, lalu
memulai tahap persiapan dengan memilih unit klasifikasi yang disesuaikan
66
Dalam Elo. Op., Cit
34
dengan citra yang dibangun kedua politisi tersebut dalam situs pribadinya.
Dalam proses analisis, peneliti perlu membaca objek penelitian berulang
kali agar dapat membenankam diri dalam objek penelitian dan akrab
dengan objek penelitian yang telah dipilih. Setelah masuk ke dalam objek
penelitian, analisis dilakukan dengan pendekatan induktif. Pendekatan
induktif dimulai dengan mengatur data kualitatif lalu melalukan cara-cara
sebagai berikut:
a. Semi-open coding, tahap ini dimulai dengan membaca objek penelitian
yang ada dalam situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, serta
informasi-informasi yang ada di berbagai media untuk memilahnya
menjadi
data
penelitian.
Proses
coding
ini
dimulai
dengan
mentransformasi dan mengelompokkan data mentah secara sistematis
ke dalam kategori-kategori bebas yang menjadi panduan dan telah
dijelaskan dalam kerangka konsep. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kategori-kategori yang dianggap tidak diperlukan,
sehingga kategori konsep itu dapat berubah sesuai dengan penemuan
saat penelitian.
b. Creating categories, tahap ini bertujuan untuk menyediakan pengertian
yang dapat mendeskripsikan fenomena yang terjadi. Ketika membuat
kategori-kategori menggunakan pendekatan induktif, peneliti akan
mengambil keputusan melalui interpretasi yang didapatkan melalui
kategori-kategori yang telah terpilih dalam tahap semi-open coding.
Kategori-kategori yang dibuat merupakan modifikasi dari kategorikategori sebelumnya dan disesuaikan dengan temuan-temuan baru saat
proses analisis data.
c. Abstraction, tahap akhir proses analisis data yang merupakan
interpretasi terhadap hasil analisis data, penarikan kesimpulan dari
hasil temuan dan analisis data yang diperoleh melalui kategori-kategori
yang dihasilkan. Dari abstraksi ini nantinya akan diambil sebuah
kesimpulan umum dari hasil penelitian tentang citra politisi dalam
35
situs pribadi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, lalu membandingkannya
dengan citra mereka yang terbentuk di media lain.
36
Download