kepergian sang bintang penegak demokrasi

advertisement
HUSNI KAMIL MANIK DAN PENGUATAN
MUTU DEMOKRASI INDONESIA
JURI ARDIANTORO TERPILIH
JADI KETUA KPU DEFINITIF
PENYEMPURNAAN
MEKANISME PENCALONAN
EDISI X
K
O
M
I
S
I
P
E
M
I
L
I
H
A
N
U
J ULI - AGUSTUS 2016
M
U
M
M E N JAG A H A K R A K YAT B E R S UA R A DA L A M P E M I LU
KEPERGIAN
SANG BINTANG
PENEGAK DEMOKRASI
IN MEMORIAM ALMARHUM HUSNI KAMIL MANIK, KETUA KPU RI 2012-2016
DAFTAR ISI
SUARA KPU JULI-AGUSTUS 2016
10
5 Suara Utama
KEPERGIAN SANG BINTANG PENEGAK DEMOKRASI
10 Suara Pakar
HUSNI KAMIL MANIK DAN PENGUATAN MUTU DEMOKRASI INDONESIA
22 Suara Imam Bonjol
JURI ARDIANTORO TERPILIH JADI KETUA KPU DEFINITIF
34 Suara Regulasi
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
PENYEMPURNAAN MEKANISME PENCALONAN
22
38 Kamus Pemilu
40 Suara Galeri
53 Suara Daerah
RIBUAN CALON PPS ACEH TIMUR IKUTI UJIAN TULIS
54 Suara Sosok
JURI ARDIANTORO, M. SI, KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) RI
60 Suara Pilkada
JALAN BERLIKU FINALISASI REGULASI
66 Pemilu On Twitter
Juri Ardiantoro Terpilih Jadi Ketua KPU Definitif
53
69 KPU Menjawab
70 Serba Serbi
Ribuan Calon PPS Aceh Timur Ikuti Ujian Tulis
JALAN BERLIKU FINALISASI REGULASI
72 Suara Selebriti
CITRA KIRANA, MIMPI LIBURAN KE EROPA
75 Suara Pustaka
TERAMPIL DALAM PARTISIPASI PEMILU
76 Suara Publik
CALON PERSEORANGAN VS CALON PARTAI POLITIK
78 Refleksi
CALON PERSEORANGAN VS CALON PARTAI POLITIK
72
Citra Kirana
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
3
SUARA REDAKSI
KPU BERDUKA
PENGARAH
Husni Kamil Manik
Sigit Pamungkas
Ida Budhianti
Arief Budiman
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Hadar Nafis Gumay
Juri Ardiantoro
PENANGGUNG JAWAB
Arief Rahman Hakim
PENASIHAT
Sigit Joyowardono
Supriatna
PEMIMPIN REDAKSI
Robby Leo Agust
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Wawan K. Setyawan
REDAKTUR PELAKSANA
Ajeng Ayu
EDITOR
Trio Jenifran
Muhammad Faatihul H.
REPORTER
MS Wibowo
Risky Adi Pamungkas
Rikky Affandi
KONTRIBUTOR
Rita Purwati, Sumantri,
Asmi Septanti, Intan Rizkika,
FOTOGRAFER
Dody Husein
Ujang Sofyan
DESAIN GRAFIS/
LAYOUT/ARTISTIK
Chomar
Satrio Mahadi
Rudi Kristianto
Arif Priyo Susanto
DISTRIBUTOR
Tunjung Yulianto
ALAMAT REDAKSI
Biro Teknis & Hupmas
Telp: 021-31937223
Website: www.kpu.go.id
Twitter: @KPURI2016
Page Facebook:
KPU Republik Indonesia
Youtube Channel: KPU RI
4
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
B
ulan Juli 2016 merupakan
masa-masa kelabu bagi Komisi
pemilihan Umum (KPU). Saat
tengah bersukacita menyambut
Hari Lebaran, kabar duka da­
tang menusuk dada. Ketua KPU RI, Husni
Ka­mil Manik, dipanggil menghadap Yang
Maha Kuasa. Pemimpin yang tenang, teduh
na­mun tegas menjaga integritas, telah pergi
mendahului kami semua.
Tidak hanya KPU yang berduka, tetapi
segenap bangsa Indonesia ikut bersedih.
Husni adalah tokoh besar, seorang panutan,
pemimpin muda yang berhasil mengawal
demokrasi di negeri ini. Negara ini kehilangan
salah seorang anak bangsa terbaiknya.
Husni meninggalkan satu orang istri,
Endang Mulyani dan tiga orang anak ini, me­
nu­tup usia saat menjalani perawatan Rumah
Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, lantaran
mengalami infeksi sistemik akut akibat
penyakit diabetes. Terakhir diketahui kadar
gula darah Husni sudah mencapai 400 mg/dl.
Seakan tidak cukup, kesedihan keluarga
dan kolega yang baru saja kehilangan orang
tercinta, semakin bertambah dengan
merebaknya sebuah kabar bohong yang tidak
bertanggungjawab dan menjadi viral di media
sosial. Kabar tersebut menyebutkan Husni
meninggal dunia akibat diracun.
Isu itu bermula dari tulisan yang diunggah
Ketua Umum Muballigh se-Indonesia Ali
Mochtar Ngabalin, di jejaring sosial. Ngabalin
yang juga politikus Partai Golkar ini curiga
Husni meninggal dunia bukan karena sakit,
melainkan diduga diracun. Kecurigaan itu
muncul setelah menyaksikan wajah almarhum
saat melayat ke rumah duka. Karena itu ia
menyarankan agar jenazah Husni segera
diotopsi.
Hal tersebut dibantah pihak keluarga
dan menentang dilakukannya otopsi. Kakak
kandungnya, Muhammad Arfanuddin Manik,
mengatakan menurut dokter, wajah almarhum
yang memerah itu disebabkan infeksi.
Menurutnya, Husni sudah lama mengidap
diabetes. Almarhum juga memiliki bisul,
abses, yang baru diketahui saat pemeriksaan
di rumah sakit. Peradangan inilah yang
diduga menyebabkan infeksi semakin cepat
menyebar melalui darah.
Bagaimanapun, keluarga sudah ikhlas
dengan kepergian almarhum. Biarkan dia
tenang di sana. Semoga Yang Maha Kuasa
menerima dan menempatkannya di tempat
yang terbaik.
SUARA UTAMA
KEPERGIAN
SANG
BINTANG
PENEGAK
DEMOKRASI
Indonesia kembali berduka karena kehilangan salah seorang tokoh pemimpinnya. Kamis (7/7), Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik, meninggal pada usia 41 tahun. Di masa hidupnya, ia banyak
berbuat untuk kemajuan dunia kepemiluan, sehingga demokrasi di negeri ini menuju ke arah yang lebih baik.
A
“
lmarhum adalah sosok yang arif
dan tenang. Sukses politik dan
demokrasi di dalam be­be­r apa ta­
hun terakhir salah satunya berkat tangan
dingin almarhum dengan jajarannya. Itu­
lah kenangan indah kita semua,” ungkap
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan
presiden RI.
Menurut SBY, Husni merupakan
pribadi yang baik, tenang dan cakap dalam
memimpin. Ia juga tegar dan tidak mudah
tergoyahkan oleh tekanan yang datang.
“Menghadapi berbagai permasalahan,
te­k anan kanan-kiri, beliau selalu tegar,
bersikap independen dan netral, tidak
berpihak,” kenangnya.
Hal yang sama diungkapkan Presiden RI
Joko Widodo (Jokowi) saat mendengar kabar
wa­fatnya Husni. “Beliau bekerja sangat baik
da­lam tugasnya sebagai ketua KPU yang
mem­persiapkan pelaksanaan pilkada dan
pe­milu. Pekerja keras dan berdedikasi dalam
tugas yang diembannya,” kata dia.
Di samping itu, Jokowi juga merasakan
sisi kepribadian tokoh peraih Tanda
Kehormatan Bintang Penegak Demokrasi
itu, sederhana dan rendah hati. “Beliau so­sok
sederhana dan berintegritas tinggi,” tam­
bahnya. Mantan komisioner KPU Sumatera
Barat ini adalah sosok pimpinan yang
memiliki pembawaan tenang, sabar, dan
tak pernah terpancing amarah orang lain.
Di bawah kepemimpinannya, KPU men­jadi
lembaga yang juga ”rendah hati”, kalem, dan
mau mendengar suara berbagai pihak.
Karena itulah, bersama dengan kolega
dan jajarannya di KPU, pria kelahiran
Medan, 18 Juli 1975, ini meraih sejumlah
penghargaan, di antaranya The Guardian
of Democracy 2014 dari Soegeng Sarjadi
School of Government, Transparansi dan
Akuntabilitas Data Pemilu 2014 dari
Lembaga Partnership for Governance Reform
(Kemitraan), Museum Rekor Indonesia
(MURI) sebagai penyelenggara pemilu
dengan peserta terbanyak di dunia, dan
Tokoh Publik Pilihan 2014 dari Serikat
Perusahaan Pers (SPS).
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
5
S UA R A U TA M A
Pemberian Bintang Penegak Demokrasi
INFEKSI SISTEMIK AKUT
Kabar meninggalnya Husni memang
cukup mengejutkan. Bak petir di siang bolong,
kabar duka itu menyeruak di tengah hiruk
pikuknya perayaan lebaran Idul Fitri 1438 H.
Tepatnya pada malam kedua lebaran pukul
21.07 WIB. Pasalnya, selama ini tak ada
kabar sakit, atau tanda-tanda Husni memiliki
gangguan kesehatan. Ia tak pernah mengeluh
sakit kepada teman dan koleganya.
“Tidak menyangka saja, serasa tak
percaya. Kemarin masih sempat bertemu
dan wawancara doorstop pas RDP (rapat
dengar pendapat) di DPR,” ungkap Khalisah,
wartawan salah satu media di Jakarta,
saat melakukan peliputan pada upacara
pemakaman.
Alumni Universitas Andalas ini menutup
usia saat menjalani perawatan Rumah
Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, lantaran
mengalami infeksi sistemik akut akibat
penyakit diabetes. Terakhir diketahui kadar
gula darah Husni sudah mencapai 400
mg/dl. Kakak kandungnya, Muhammad
Ar­fanuddin Manik, mengatakan Hus­
ni sudah lama mengidap diabetes. Al­
6
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Dia pekerja keras, masih
muda dan cemerlang.
Dia sangat profesional,
kepalanya dingin, sangat
rasional, dan tenang
tapi komunikatif. Hampir
tidak ada masalah yang
tidak bisa diselesaikan
dengan baik.
mar­hum juga memiliki bisul, abses,
yang baru diketahui saat pemeriksaan
di rumah sakit. Peradangan inilah yang
diduga menyebabkan infeksi semakin cepat
menyebar melalui darah.
Husni meninggalkan satu orang istri,
Endang Mulyani dan tiga orang anak ini,
diantarkan puluhan kerabat dan rekannya
menuju tempat peristirahatan terakhirnya
di Blad 52 Blok AA II Unit Islam Tempat
Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta
Selatan, pada Jumat (8/7).
Beberapa tokoh nasional tampak hadir
dalam proses pemakaman, antara lain Ketua
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie,
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, dan
Ustad Yusuf Mansyur.
Sebelumnya, pada upacara penghormatan
terakhir kepada almarhum di rumah
duka, kompleks rumah dinas KPU RI,
Jl. Siaga Raya, Pejaten, Jakarta Selatan,
terlihat Presiden SBY, Mantan Kapolri
Badrodin Haiti, Ketua Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Muhammad, Wakil Ketua
Komisi II DPR Almuzammil Yusuf, Mantan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies
Baswedan dan Menteri Agraria dan Tata
Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Menteri
Agama Lukman Hakim Saifudin, Politisi
PAN Hatta Rajasa, Politisi PKS Hidayat
Nurwahid serta sejumlah pengamat pemilu
dan politik yaitu Nico Harjanto, Siti Zuhro
dan lainnya.
“Husni Kamil Manik seorang tokoh muda
yang sangat berpotensi, dalam keadaan sulit
apapun tetap dapat menyelesaikannya
dengan tenang. Kita membutuhkan tokoh-
tokoh muda seperti almarhum,” kata Hatta
Rajasa. “Beliau sosok yang baik. Pengalaman
kita bermitra dalam pemilu, pilkada, jadi
hu­bungan KPU dan kepolisian cukup erat
da­lam rangka menyukseskan pelaksanaan
pil­k ada maupun pemilu,” ungkap Badrotin
Haiti.
“Dia pekerja keras, masih muda dan
cemerlang. Dia sangat profesional, kepalanya
dingin, sangat rasional, dan tenang tapi
komunikatif. Hampir tidak ada masalah
yang tidak bisa diselesaikan dengan baik,”
kata Jimly.
“Saya merasa bangga bangsa kita
mempunyai seorang tokoh penyelenggara
pemilu seperti Husni Kamil Manik. Berkat
jasa dan pengabdian almarhum ini, tentu
bersama-sama komisioner yang lain, Pemilu
2014 dan Pilkada Serentak 2015 itu bisa
berjalan dengan sukses,” sebutnya.
PENYEIMBANG
KOMISIONER
Ketua Definitif KPU RI, Juri Ardiantoro,
mewakili komisioner dan jajaran KPU,
menyampaikan belasungkawa sedalamdalamnya, serta mengucapkan terimakasih
setinggi-tingginya atas pengabdian
almarhum sepanjang hayatnya.
“Sebagai ketua KPU, beliau telah
bersama-sama dengan kami menjaga
kekompakan dalam bekerja. Beliau telah
menjadi penyeimbang dari seluruh apa yang
menjadi perdebatan diskusi, pendapat, dan
seluruh pemikiran-pemikiran di KPU,”
ujar Juri.
Menurut Juri, Husni adalah pribadi
baik, profesional dan bertanggung jawab.
Ia adalah orang yang sangat kuat menjaga
prinsip dan integritas untuk menjaga
kemandirian KPU.“Alhamdulillah,
berbagai hal yang baik selama ini bisa kami
laksanakan dan mudah-mudahan menjadi
dasar, langkah awal untuk memperbaiki
KPU sebagai lembaga penyelenggara yang
profesional dan independen,” imbuhnya.
Husni memang telah pergi, namun hasil
kerja keras dan pengabdiannya, harus
tetap dilanjutkan demi keberlangsungan
demokrasi yang lebih baik di masa yang
akan datang. Selamat jalan Husni…
(Didi/Bow/Rio)
Sarjana Pertanian
di Pucuk Pimpinan KPU
H
usni Kamil Manik, lahir di Ko­
ta Medan, 18 Juli 1975 dari pa­
sangan Abdul Malik Manik dan
Nur­l iani Siregar. Ia merupakan anak ke-4
dari delapan orang bersaudara. Husni
menghabiskan masa kecilnya di Kota
Kabanjahe, berjarak sekitar 75 kilometer
dari pusat Kota Medan dan 10 kilometer
dari Kota Brastagi yang berhawa sejuk
dengan panorama dua gunung berapi yang
masih aktif, Gunung Sinabung dan Gubung
Sibayak.
Orangtua Husni pindah dari Kota Me­
dan ke Kabanjahe karena ayahnya men­
dapat tugas sebagai guru di salah satu
sekolah menengah di kota itu. Husni ber­
sekolah di SDN 04 Kabanjahe dan pada
saat bersamaan didaftarkan pada Madrasah
Diniyah Awaliyah (MDA). Pagi hingga
siang hari Husni belajar pengetahuan
umum, sorenya belajar ilmu agama di MDA.
“Awalnya orangtua berkeinginan saya masuk
Madrasah Ibtidaiyah agar pendidikan
umum dan agama bisa didapatkan pada satu
sekolah, tapi di Kabanjahe sekolah tersebut
belum ada,” ujar Husni suatu ketika.
Husni dibesarkan di lingkungan keluarga
yang religius. Ayahnya, selain merupakan
guru sekolah menengah juga merupakan
pendakwah di Kota Kabanjahe dengan
basis organisasi keagamaan Nahdlatul
Ulama (NU). Sejak kecil, ayah dan ibunya
menekankan pentingnya keseimbangan
pendidikan umum dan agama. Karena
itu, Husni dan saudaranya yang lain
diwajibkan masuk sekolah madrasah. “Saya
sebetulnya ingin masuk SMP, tapi orangtua
menyakinkan saya pendidikan di madrasah
dapat menghantarkan dalam mewujudkan
cita-cita,” ujarnya.
Kemerdekaan untuk memilih sekolah
baru diberikan orangtua Husni setelah
mereka lepas dari Madrasah Aliyah. “Dalam
fase itu, ayah sudah menganggap kami
dewasa. Berbeda dengan waktu SD, MTsN
dan Aliyah, ayah tidak pernah mengajak
kami dialog soal pendidikan,” ujarnya.
Ketika Husni akhirnya memilih
melanjutkan studi ke Fakultas Pertanian
Universitas Andalas, kedua orangtuanya me­
lepasnya dengan ikhlas untuk menentukan
masa depan sendiri. “Sejak awal saya bercitacita menjadi insinyur pertanian dan bekerja
sebagai manajer kebun,” ujarnya.
Dunia kampus ternyata tidak berjalan
linier sesuai logika awal Husni ketika
menginjakkan kaki di kampus Unand,
Limau Manis, Kota Padang. Naluri
berorganisasinya yang sudah terbentuk di
Madrasah Aliyah mendorongnya masuk ke
dalam berbagai organisasi kemahasiswaan.
Tempatnya ngekos di Islamic Center yang
berada di bawah binaan Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) Sumatera Barat
dan banyak dihuni aktivis Pelajar Islam In­
donesia (PII) serta Himpunan Mahasiswa Is­
lam (HMI) turut mematangkan pemahaman
Husni akan Keislaman dan keorganisasian.
Alhasil Husni terjun ke berbagai organisasi
baik intra maupun ekstra kampus.
Di intra kampus, Husni aktif di Koperasi
Mahasiswa dan senat mahasiswa. Semasa
organisasi intra kampus bernama senat
mahasiswa, Husni menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal (sekjen) Senat Mahasiswa
Perguruan Tinggi (SMPT) periode 19971998. Ketika organisasi mahasiswa
berubah menjadi Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), Husni dipercaya sebagai
Presiden Mahasiswa periode 1998-1999.
Sementara di ektra kampus, Husni aktif di
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan
mengikuti pengkaderan sampai jenjang
intermediate training atau latihan kader
tingkat II. Terakhir Husni menjabat sebagai
fungsionaris PB HMI periode 2002-2003.
Persinggungan Husni dengan dunia
kepemiluan dimulai ketika mahasiswa turun
ke jalan pada tahun 1998 untuk menuntut
Soeharto mundur. Sebagai Sekjen SMPT
Universitas Andalas, kampus terbesar di
Sumatera Barat, Husni terlibat dan menjadi
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
7
S UA R A PA K A R
salah satu pemimpin gerakan reformasi
di Sumbar. Setelah Soeharto turun dan
Pemerintahan BJ Habibie mengagendakan
percepatan pemilihan umum (pemilu) pada
tahun 1999, Husni bersama rekan-rekannya
di kampus berkomitmen mengawal
penyelenggaraan pemilu agar berlangsung
jujur, adil dan demokratis.
Husni bersama rekan-rekannya kemudian
membentuk Aliansi Pemantau Pemilu
Independen (APPI) yang memfokuskan
kegiatannya pada pendidikan pemilih.
Kabupaten Pesisis Selatan mereka pilih
sebagai basis kegiatan. Selain melakukan
pendidikan pemilih, BEM Unand di bawah
kepemimpinan Husni juga menggagas dialog
akademis dengan 48 partai politik peserta
pemilu dan debat bakal calon Presiden.
Kegiatan tersebut terselenggara dengan
partisipasi yang tinggi dari kehadiran partai
politik dan mahasiswa.
Meski sudah terlibat sangat dalam di
dunia organisasi dan kepemiluan, Husni tak
melupakan keinginannya untuk menggeluti
dunia pertanian. Selepas tamat kuliah di
Universitas Andalas, Husni bekerja sebagai
konsultan Kelembagaan Manajemen Irigasi.
Namun takdir berbicara lain. Husni yang
saat itu masih bekerja sebagai konsultan
irigasi diminta datang ke kampus oleh
temannya untuk membantu temannya yang
terancam drop out (DO). Ketika sampai di
kampus, ternyata rektor saat itu Prof Marlis
Rahman juga tengah mencarinya.
“Pak rektor bilang ke saya. Kamu harus
ikut seleksi KPU. Itu lembaga strategis.
Kalau mau melakukan perbaikan harus
dari dalam,” ujar Husni menirukan ucapan
rektornya. Husni yang telah berencana
mengakhiri aktivitasnya di konsultan
irigasi dan akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang strata 2, akhirnya tak bisa mengelak.
Ia pun mengikuti seleksi KPU pada tahun
2003 dan terpilih menjadi anggota KPU
provinsi di usia 28 tahun. Usia yang
tergolong muda untuk memimpin organisasi
penyelenggara pemilu di level provinsi. Pada
periode berikutnya, Husni kembali terpilih
sebagai anggota.
Pada periode kedua inilah Husni bertemu
dengan labuhan hatinya, Endang Mulyani.
Saat itu Endang menjabat sebagai Ketua KPU
8
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Pengibaran bendera setengah tiang, atas wafatnya Ketua KPU RI Husni Kamil Manik
Kota Padang. Interaksi yang terus menerus
di antara keduanya akhirnya berujung ke
pelaminan. Husni mempersunting Endang
pada 29 Juli 2004 lalu.
Menjelang berakhirnya masa jabatan
Husni di KPU Provinsi Sumbar pada
periode kedua, ia mencoba peruntungan
ikut bertarung di KPU RI. Husni merasa tak
elok tetap berada di KPU provinsi. Setelah
melalui serangkaian seleksi, Husni akhirnya
terpilih sebagai anggota KPU RI dengan
perolehan 39 suara di Komisi II DPR. Di
luar dugaan, Husni juga terpilih menjadi
ketua KPU RI periode 2012-2017 secara
aklamasi. Soal itu, ketika diwawancara
sejumlah wartawan, Husni mengaku kaget
karena namanya tidak pernah disebut
sebagai kandidat ketua KPU. Jadilah Husni
sebagai pimpinan lembaga negara termuda
di Indonesia pada usia 36 tahun, 9 bulan.
Di era kepemimpinan Husni, KPU
mendapat apresiasi yang positif dari
masyarakat. Tingkat kepercayaan publik
pada penyelenggaraan pemilu 2014, rata-rata
berada di atas 79 persen. Hal itu tak lepas
dari terobosan KPU untuk membuka proses
dan hasil pemilu kepada publik melalui
aplikasi scan C1. Untuk pertama kalinya
dalam sejarah kepemiluan di Indonesia,
publik dapat mengakses hasil penghitungan
perolehan suara pemilu dengan basis data
hasil penghitungan perolehan suara di
tempat pemungutan suara (TPS).
Atas berbagai terobosan itu, Husni di­
anugerahi sejumlah penghargaan se­perti
Anugerah “Democracy Award” da­ri Portal
Berita Rakyat Online 2013, penghargaan
Tokoh Publik Pilihan Serikat Perisahaan
Pers (SPS) 2014, Penghargaan ICON PEMILU
2014 dari majalah Gatra, Peng­har­gaan Best
Individual Achiever Minister in 100 Days,
Obsession Awards 2015 dan pun­caknya Husni
mendapat Bintang Tanda Ja­sa “Penegak
Demokrasi Utama” dari Pe­merintah Republik
Indonesia pada13 Agustus 2015.
(Geb)
PEMAKAMAN DI JERUK PURUT, 7 JULI 2016
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
9
SUARA PAKAR
Husni Kamil Manik
dan Penguatan Mutu
Demokrasi Indonesia
Kamis, 7 Juli 2016 di tengah suka ria perayaan Idul Fitri 1437H,
kabar duka menghentak Indonesia. Husni Kamil Manik, ketua
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) diberitakan
meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, setelah
dirawat intensif sejak sehari sebelumnya.
TITI ANGGRAINI
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
10
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
I
ni sebuah kehilangan besar tidak
hanya bagi komunitas politik dan
demokrasi, tapi juga bagi Indonesia
sebagai sebuah bangsa. Husni, sosok
yang intensif menghiasi media massa selama
kurun Pemilu 2014 dan Pilkada Serentak
2015 dengan pembawaannya yang tenang,
lihai mengelola emosi, namun tetap tegas
mengendalikan situasi.
Dengan gaya khasnya tersebut, ia
meninggalkan kesan mendalam bagi publik
Indonesia. Apalagi Husni terhitung masih
sangat muda. Ia pergi dalam usia baru
41 tahun, ketika masih sangat produktif
berkontribusi bagi demokrasi sebagai
penyelenggara pemilu.
Banyak pihak merasa tak percaya dengan
kepergiannya yang terasa begitu mendadak.
Tak mengeherankan, mengingat Husni
adalah sosok yang sangat bersabahat dengan
mitra-mitranya baik sesama penyelenggara,
peserta pemilu, media massa, maupun
organisasi masyarakat sipil.
Di lingkunan kami, pegiat organisasi
pemantau pemilu, ia dikenal sebagai sosok
yang senang berdiskusi, terbuka, dan siap
berdialog dengan siapa saja. Karakternya
yang terbuka sungguh sejalan dengan citra
dan kiprah lembaga yang dipimpinnya,
yang banyak memelopori dan jadi pionir
keterbukaan data dan informasi kepemiluan.
KPU di bawah kepemimpinan Husni
melahirkan banyak inovasi penyelenggaraan
pemilu yang tak hanya jadi contoh bagi
kementerian dan lembaga pemerintah
di dalam negeri, tapi juga jadi inspirasi
untuk penyelenggara pemilu di kancah
internasional.
MENGHAPUS STIGMA
KPU di periode Husni (2012-2017) me­
mang menghapus banyak stigma pemilu
In­donesia sebelumnya, soal ketertutupan
dan ketiadaan data, pendekatan yang elitis
dan eksklusif, maupun manipulasi dan ke­
curangan penyelenggaraan tahapan pemilu.
Beragam terobosan hadir dan lahir di
bawah kepemimpinan Husni. Mulai dari
penggunaan teknologi secara masif untuk
memperbaiki kualitas penyelenggaraan
tahapan pemilu, misalnya dengan
membangun sistem database daftar
pemilih online yang accessible bagi semua
warga negara (Sidalih), membuat sistem
pemantauan distribusi logistik secara
online (Silog), sampai ke sistem pemindaian
(scanning) dan pengunggahan hasil
penghitungan suara di tempat pemungutan
suara (berupa Formulir C-1) ke server
nasional KPU yang bisa diakses publik
(Situng).
Husni dan koleganya di KPU juga
giat membangun budaya inklusif dan
partisipatif dalam pembuatan kebijakan di
lingkungan KPU. Hampir semua peraturan
yang dikeluarkan KPU melalui tahapan
konsultasi publik dengan para pemangku
kepentingan, meski keputusan mandiri tetap
berada di tangan KPU. Tapi ruang publik
untuk menyampaikan gagasan dan opininya
menyangkut penyelenggaraan pemilu
sungguh di fasilitasi. Terjadi komunikasi
dua arah yang setara antara KPU dengan
para pemangku kepentingan pemilu.
Tak heran jika KPU periode ini
melahirkan banyak terobosan hukum yang
positif bagi penguatan mutu demokrasi
Indonesia. Sebut saja Peraturan KPU No.
7 Tahun 2013 tentang pencalonan, yang
mewajibkan keterpenuhan keterwakilan
KPU di bawah
kepemimpinan Husni
melahirkan banyak
inovasi penyelenggaraan
pemilu yang tak
hanya jadi contoh
bagi kementerian dan
lembaga pemerintah
di dalam negeri, tapi
juga jadi inspirasi untuk
penyelenggara pemilu di
kancah internasional.
sekurang-kurangnya 30% perempuan di
setiap daerah pemilihan DPR maupun
DPRD. Ketentuan ini berimplikasi tegas
berupa sanksi administrasi pembatalan
sebagai peserta pemilu bagi partai po­litik
di daerah pemilihan yang tidak me­me­
nuhi syarat keterwakilan perempuan se­
bagaimana dimaksud.
Alhasil untuk pertama kali dalam pemilu
Indonesia, jumlah perempuan di daftar
calon anggota DPR dan DPRD mencapai
lebih dari 35%. Meski angka keterpilihan
masih berada di bawah 20%, namun lebih
banyak perempuan yang hadir dan terlibat
dalam aktivitas politik pemilu secara aktif.
Selain itu, kualitas partisipasi publik
dalam penyelenggaraan pemilu juga
menguat sebagai dampak iklim keterbukaan
yang dibangun KPU. Dengan inisiatif
KPU mengunggah curriculum vitae calon
anggota DPR dan DPRD di portal resmi
KPU dan KPU daerah, berbagai kreativitas
partisipasi bisa dimunculkan. Misalnya saja
Komunitas Relawan Jari Ungu yang mem­
buat aplikasi online berupa website untuk
mengenali dan menelusuri rekam jajak para
calon berdasarkan data CV yang diunggah
di www.kpu.go.id. Jari Ungu bahkan
dinobatkan sebagai salah satu people of the
year 2014 Majalah Tempo karena dianggap
sukses membangun kerelawanan warga
untuk terlibat aktif dalam mencermati para
calon wakil rakyat di Pemilu 2014.
Perludem juga memanfaatkan secara
optimal keterbukaan KPU ini dengan
meng­g unakan data yang diunggah di portal
resmi KPU (data pemilih, data daerah pe­
milihan serta desain surat suara, data ca­
lon, informasi dana kampanye, serta hasil
pemungutan dan penghitungan suara)
se­bagai basis pembuatan berbagai aplikasi
pemilu yang digunakan sebagai medium
un­t uk pendidikan dan informasi pemilih.
Pada pemilu legislatif dan Pemilu
Presiden 2014, tercatat sekurangnya 60
aplikasi pendidikan pemilih dan in­
formasi pemilu telah Perludem hasilkan
bekerjasama dengan komunitas developer
dan programmer IT Indonesia. Kondisi
ini membuat pemilu menjadi lebih
“manusiawi”. Pemilu tidak hanya menarik
dan enak dinikmati para aktor politik, tapi
pe­m ilu juga bisa merangkul kelompok yang
selama ini dianggap apolitis dan jauh dari
jangkauan aktivitas demokrasi.
Pesatnya perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi dimanfaatkan
betul oleh KPU untuk lebih optimal
melayani pemilih dalam menggunakan hak
pilihnya. Untuk pertama kali dalam sejarah
pemilu Indonesia pemilih bisa mengecek
namanya terdaftar atau tidak secara online
dengan mengklik portaldata.kpu.go.id.
Portal ini memberikan informasi mulai dari
daftar penduduk potensial pemilih pemilu
(DP4), daftar pemilih sementara (DPS),
sampai daftar pemilih tetap (DPT).
Tercatat pada Pilpres 2014 ada lebih
dari 190 juta pemilih masuk dalam DPT.
Jumlah itu menjadikan KPU sebagai pemilik
database pemilih online terbesar di dunia
(Peter Erben, 2014). Selain itu, karena
besarnya pemilih yang dikelola, pemilu
Indonesia menjadi pemilu satu hari terbesar
di dunia mengalahan negara adidaya
Amerika Serikat.
Menjelang kepergiannya, Husni
Kamil dalam cuitannya di Twitter sempat
menanggapi rumor yang dikembangkan
netizen soal IT KPU. Husni menyatakan IT
KPU siap diaudit. Hal itu disebabkan adanya
hacker yang bisa meretas email gratisan
salah satu komisioner KPU.
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
11
S UA R A PA K A R
Si hacker mengklaim menemukan
link dropbox yang berisi password semua
akun komisioner dan petugas KPU yang
bisa mengakses Sidalih KPU. Hacker itu
lalu membangun opini bahwa database
KPU sangat rentan manipulasi dan bisa
digunakan untuk melakukan kecurangan
dalam rangka memenangkan salah satu
calon presiden.
Sayangnya, kegagalan terbesar si hacker,
ia tidak mampu membuktikan ba­g ian
mana manipulasi dan kecurangan itu
dilakukan. Mengingat data pemilih me­
ru­pakan data yang terbuka dan dibuka
un­t uk publik, bisa diakses siapa saja, serta
dimiliki salinannya oleh peserta pemilu
secara berjenjang mulai dari TPS sampai
ke tingkat nasional. Kalau peserta pemilu
men­jalankan kontrol maksimal, akan
sangat mudah mengidentifikasi kecurangan
dan manipulasi yang dilakukan atas data
pemilih.
Alih-alih mengungkap fakta, si hacker
lebih fokus membangun konspirasi soal
kecurangan hasil pemilu presiden. Sebuah
kesimpulan yang prematur dan dipaksakan.
Tak heran kalau Husni menjawab rumor soal
IT KPU ini dengan tantangan balik untuk
melakukan audit terbuka.
Meski demikian, KPU tetap harus
mengambil pembelajaran atas diretasnya
email komisioner KPU oleh KPU harus
terus meningkatkan keamanan sistem IT
yang digunakannya agar legitimasi dan
kepercayaan publik semakin menguat.
KETERBUKAAN DAN
TRANSPARANSI
Legitimasi dan kepercayaan publik bisa
menguat kalau keterbukaan dan transparasi
penyelenggaraan pemilu bisa dibangun
sedemikian rupa sebagai etos kerja tak
terpisah penyelenggara pemilu. Etos kerja
terbuka dan transparan ini mulai mejadi ciri
khas KPU di bawah kepemimpinan Husni
Kamil Manik.
UU Pemilu Indonesia menyebutkan
penghitungan dan rekapitulasi suara
dilakukan secara manual dan berjenjang,
mulai dari tingkat TPS, desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi, sampai tingkat
nasional. Proses penghitungan manual dan
12
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
berjenjang ini pada pemilu legislatif bisa
memakan waktu kurang lebih satu bulan.
Sedangkan pemilu presiden paling cepat
dua minggu. Karena panjangnya proses,
tahapan rekapitulasi suara menjadi rentan
kecurangan dan manipulasi.
Untuk itu, KPU berusaha melakukan
inovasi agar pemilih bisa ikut mengawasi
kebenaran hasil pemilu dan mencegah
manipulasi. Pemungutan dan penghitungan
suara di TPS Indonesia disebut banyak
ahli pemilu internasional sebagai proses
paling terbuka dan akuntabel di dunia.
TPS dibuat terbuka sehingga bisa dilihat
langsung warga, penghitungan suaranya
pun dilakukan dengan cara mengkonfirmasi
keabsahan hasil pilihan di surat suara satu
persatu kepada perwakilan partai dan
pengawas pemilu.
Pemilu 2014 dan Pilkada
Serentak 2015 disebut
sebagai pemilu paling
terbuka dan transparan
dalam sejarah perjalanan
demokrasi Indonesia.
Maka, jadi penting bagi warga untuk
mengawal kemurnian hasil di TPS sampai
ke tahap akhir rekapitulasi. Pertimbangan
itu melatari KPU untuk membuat aplikasi
Situng yang memindai seluruh hasil
pemungutan dan penghitungan suara di
TPS (yang dituangkan dalam Formulir
C-1), untuk selanjutnya dipublikasikan di
portal pemilu2014.kpu.go.id untuk Pemilu
Legislatif 2014, pilpres2014.kpu.go.id untuk
Pemilu Presiden2014, dan pilkada2015.kpu.
go.id untuk Pilkada Serentak 2015.
Pada pemilu legislatif dan Pilpres 2014,
KPU memang belum melakukan rekapitulasi
atas dokumen C-1 yang diunggah tersebut.
Na­mun hal itulah yang kemudian memicu
lahirnya gerakan kerelawanan Kawal Pemilu
me­lalui platform kawalpemilu.org yang
secara partikelir merekap hasil dari setiap
TPS sambil memeriksa ulang akurasi hasil
peng­h itungan yang telah dilakukan petugas
TPS.
Jika ditemui kesalahan penghitungan
mereka langsung melaporkan kepada help
desk KPU RI untuk dilakukan pengecekan
dan koreksi. Ikhtiar yang dilakukan Ka­
wal Pemilu ini bisa terwujud berkat ino­
vasi KPU yang mau membuka data ha­
sil penghitungan di TPS secara digital.
Keterbukaan yang berbanding lurus dengan
aktivitas partisipasi publik.
Pada pilkada serentak 2015, KPU
tak sebatas mengunggah pindaian hasil
penghitungan di TPS, tapi juga sudah mulai
menampilkan hasil rekapitulasi seperti
halnya yang dilakukan Kawal Pemilu di
2014. Tentu ini merupakan perkembangan
yang sangat baik.
Dengan demikian tidak berlebihan jika
Pe­m ilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 di­
sebut sebagai pemilu paling terbuka dan
transparan dalam sejarah perjalanan de­
mokrasi Indonesia. Ia mampu membuka
tabir ketertutupan dan keterbatasan akses
atas data dan informasi pemilu. Meski masih
banyak kelemahan yang harus diperbaiki
dan berbagai aspek yang harus ditingkatkan
kualitasnya.
Tentu kita menginsyafi, Husni Kamil
Manik punya peran besar dan menjadi
mo­tor dari berbagai penguatan mutu pe­
milu dan demokrasi Indonesia. Di tangan
Husni dan kawan-kawan, transparansi dan
keterbukaan mengalami musim semi di
pemilu Indonesia. Menjadikan Indonesia
sebagai salah satu kiblat demokrasi bagi
negara-negara di dunia.
Husni memang telah pergi, namun
demokrasi Indonesia harus terus diperkuat,
sehingga seluruh rakyat Indonesia kelak tak
hanya menikmati demokrasi prosedural
tapi juga bisa memanen hasilnya berupa
wakil-wakil rakyat yang berintegritas dan
representatif.
Selamat jalan Pak Ketua, Husni Kamil
Manik. Beristirahatlah dengan tenang.
Kami akan terus menanam pupuk bagi
demokrasi agar selalu ada musim semi di
setiap pemilu Indonesia.
SUARA UTAMA (2)
Dinamika Aturan
Verifikasi Faktual Calon
Perseorangan
Verifikasi faktual dukungan untuk bakal calon perseorangan
acapkali dianggap sebagai upaya mengganjal figur-figur
potensial dari unsur nonpartai untuk mengikuti kontestasi
pilkada. Media arus utama dan sejumlah pihakpun menenggarai
klausul verifikasi faktual yang termaktub dalam revisi UndangUndang Pilkada, bertujuan memberatkan syarat calon
perseorangan. Media dan publik seakan lupa, verifikasi serupa
sudah diberlakukan sejak Pemilukada 2008 silam.
P
ada pilkada, ada dua jenis
verifikasi yang harus dilalui
pasangan bakal calon kepala da­
erah dari jalur perseorangan,
sebagaimana diatur UU 10 tahun 2016,
yakni verifikasi administrasi dan faktual.
Di antara keduanya, verifikasi faktual
menjadi perbincangan hangat, baik di
kalangan media maupun masyarakat umum,
khususnya berkaitan dengan tenggat waktu
pelaksanaan verifikasi.
Beberapa pihak menilai pengaturan itu
terlalu memberatkan calon perseorangan.
Ada pula yang menilai terlalu Jakarta
sentris. Bahkan ada kesan verifikasi faktual
ini baru muncul untuk pelaksanaan
Pilkada 2017. Padahal pada pilkada-pilkada
sebelumnya, verifikasi faktual telah ada dan
dilaksanakan.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay
meng ­u ngkapkan, pihaknya tidak dalam
po­sisi yang menyatakan aturan itu berat
atau ringan. Selaku penyelenggara, KPU
ber­t ugas menjalankan aturan yang ada
dalam UU. “Apakah itu mempersulit calon
perseorangan, kami tidak bilang begitu,
tanya calon perseorangan. Kalau kami
bilang itu memperberat, nanti dibilang
kami membela calon perseorangan, salah
juga kami. Jadi buat kami, sulit atau tidak,
tugas kami menyelenggarakan. Apakah itu
menyulitkan mereka kami tidak paham,
silakan tanya kepada calon perseorangan,”
jelas Hadar.
Hadar menegaskan, verifikasi faktual
dan verifikasi administrasi untuk calon
per­seorangan pada pemilu sebelumnya itu
sudah diterapkan. “Ada di dalam PKPU kami
dan sudah ada. Yang membedakan hanya
masanya yang saat ini lebih pendek, dibatasi
tiga hari kalau tidak ketemu, sementara yang
sebelumnya tidak. Kalau yang sebelumnya
dikumpulkan di dalam masa 14 hari,” te­rang­
nya di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol No.29
Jakarta, Selasa (2/8).
Verifikasi faktual bagi calon per­s e­
orangan memang sudah lama dikenal,
yak­n i sejak 2008. Bahkan di Provinsi Aceh,
atur­a n tersebut sudah mulai berlaku sejak
2006. Pasalnya, dengan status keistimewaan
yang diberlakukan sejak terbitnya Un­
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
13
S UA R A U TA M A
dang-Undang 11 tahun 2006, Aceh te­lah
melaksanakan verifikasi faktual pa­d a
Pilkada 2006, sebagaimana diatur pada
Qa­nun 7 tahun 2006. Pasal 27 ayat 5 huruf
(a), pada bagian penjelasan menyebutkan,
termasuk dalam verifikasi administrasi
pasangan bakal calon adalah verifikasi
faktual pasangan calon perseorangan.
Sementara pengaturan mekanisme
pen­c alonan bakal pasangan calon per­
se­orangan di luar Provinsi Aceh mulai
diberlakukan sejak 2008, setelah keluarnya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/
PUU-V/2007 pada 23 Juli 2007, menyatakan
pasal 56 ayat (2) UU 32/2004 yang hanya
membolehkan pasangan calon partai politik
atau gabungan partai politik dalam pilkada
sebagai inkonstitusional. Putusan MK itu
selanjutnya diikuti perubahan UU 32/2004
menjadi UU 12/2008 yang mengatur tata
cara pencalonan dari jalur perseorangan.
PENYEMPURNAAN
REGULASI
Bersamaan dengan itu, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU
15 tahun 2008 tentang pedoman teknis
pencalonan pemilukada yang memuat
mekanisme verifikasi administrasi dan
faktual dukungan calon perseorangan.
Inilah regulasi teknis pertama yang dibuat
KPU dan berlaku secara nasional terkait
dengan verifikasi calon perseorangan dalam
pemilukada. Pasal 21 ayat (1) peraturan KPU
tersebut menyebutkan verifikasi faktual
dilakukan melalui kegiatan pencocokan
dan penelitian (coklit) kebenaran dukungan.
Verifikasi faktual diberikan alokasi
waktu selama sembilan hari dan panitia
pemungutan suara (PPS) melakukan coklit
secara langsung kepada setiap pendukung.
Seterusnya KPU mengubah regulasi
pencalonan berdasarkan hasil curah
pendapat dengan KPU provinsi seluruh In­
donesia. KPU menerbitkan peraturan ba­r u,
yakni PKPU Nomor 68 Tahun 2009 yang
mengatur lebih detail, jelas dan tegas terkait
mekanisme verifikasi ad­m inistrasi dan
faktual. Alokasi waktu yang diberikan untuk
verifikasi tidak berubah, 14 hari dengan
rincian tiga hari verifikasi administrasi dan
sembilan hari verifikasi faktual dan dua
14
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
hari penyusunan berita acara pelaksanaan
verifikasi. Namun hal-hal yang menyangkut
dukungan yang tidak memenuhi syarat
diuraikan lebih terperinci, di antaranya
pendukung kembali menarik dukungannya,
dalam surat dukungan tidak terdapat tanda
tangan atau cap jempol pendukung dan
kartu identitas kependudukan pendukung
telah kedaluarsa sebelum batas akhir
penyerahan dukungan.
Pada subtahapan verifikasi faktual,
PKPU Nomor 68 Tahun 2009 memuat
aktivitas PPS lebih detail, di antaranya
PPS melakukan coklit secara langsung
se­t iap nama pendukung untuk seluruh
pen­dukung bakal pasangan calon. Coklit
dapat dilakukan melalui dua cara, pertama,
PPS mengumpulkan para pendukung pada
tang­gal dan waktu yang sama, kedua, PPS
mendatangi langsung alamat pendukung.
Da­­lam pelaksanaan verifikasi faktual secara
ko­lektif, PPS dapat berkoordinasi dengan
tim kampanye pasangan calon dari desa
ter­­sebut untuk menghadirkan seluruh pen­
du­k ung di desa/kelurahan untuk hadir di
lo­­kasi pada waktu yang telah ditentukan.
Jika tim kampanye pasangan calon tidak
da­­pat menghadirkan pendukung sesuai
per­m intaan PPS, maka verifikasi faktual
te­t ap dilakukan terhadap pendukung yang
ha­d ir saja.
Pendukung yang belum hadir pada
verifikasi faktual kolektif, diberikan
kesempatan untuk datang langsung ke
petugas PPS membuktikan dukungannya
paling lambat tiga hari sebelum batas akhir
verifikasi. Jika sampai dengan batas waktu
yang ditentukan itu, pendukung tidak
hadir, maka dukungannya dinyatakan
tidak memenuhi syarat. Setelah verifikasi
admimistrasi dan faktual oleh PPS
tuntas, dilanjutkan dengan verifikasi dan
rekapitulasi secara berjenjang dari panitia
pemilihan kecamatan (PPK) dan KPU
kabupaten/kota untuk pilkada bupati/
walikota dan verifikasi serta rekapitulasi
dukungan sampai ke jenjang KPU provinsi
untuk pemilihan gubernur.
KPU menyempurnakan regulasi
pencalonan dengan mengubah PKPU 68
tahun 2009 menjadi PKPU 13 tahun 2010.
Perubahan regulasi tersebut berupaya
memberikan penjelasan yang lebih detail
lagi terkait teknis pencalonan. Misalnya
ketentuan belum pernah menjabat sebagai
kepala daerah selama dua kali dalam jabatan
yang sama. Pada PKPU sebelumnya tidak
diatur ketentuan tentang jabatan yang sama
itu secara detail karena ada jabatan kepala
daerah yang dipilih secara langsung setelah
berlakunya ketentuan Undang-Undang 32
tahun 2004 dan ada jabatan kepala daerah
hasil pemilihan DPRD. Pada PKPU 13 tahun
2010 itu diatur lebih detail. Penghitungan
dua kali masa jabatan yang sama itu adalah
jabatan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dipilih secara langsung dan
dipilih lewat DPRD.
Sementara ketentuan yang berkaitan
dengan verifikasi administrasi dan faktual
calon perseorangan tidak mengalami
perubahan. Alokasi waktu bagi PPS untuk
melakukan verifikasi administrasi dan
faktual dukungan tetap 14 hari sehari sejak
dokumen dukungan diserahkan ke KPU
provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota
oleh bakal pasangan calon. Alokasi waktu
verifikasi administrasi diberikan selama
tiga hari, alokasi verifikasi faktual diberikan
selama sembilan hari dan penyusunan
berita acara hasil verifikasi selama dua hari.
Begitu juga metode verifikasi dan kriteria
pemenuhan syarat dukungan tidak ada yang
berubah dengan ketentuan dalam PKPU 68
tahun 2009.
KPU kembali melakukan pe­nyem­
pur­naan regulasi dengan menerbitkan
PKPU 6 tahun 2011. Namun, metode ve­
ri­fi kasi dan kriteria pemenuhan syarat
du ­k ungan juga tidak berbeda dengan
dua PKPU sebelumnya. Perubahan yang
ter­jadi lebih kepada upaya memberikan
kepastian hukum pencalonan dari jalur
partai politik. Misalnya, KPU provinsi atau
KPU kabupaten/kota tidak dibenarkan
menerima perubahan kepengurusan
partai politik sejak berakhirnya masa
pendaftaran pasangan calon. Sementara
pada PKPU sebelumnya lebih longgar,
hanya melarang perubahan komposisi
dan kepengurusan pimpinan partai
politik setelah pasangan calon dinyatakan
memenuhi syarat administrasi. Artinya di
saat KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota melakukan verifikasi administrasi,
parpol masih dapat melakukan perubahan
komposisi kepengurusan dan memindahkan
dukungan.
Tiga PKPU yang mengatur pencalonan
kepala daerah tersebut selanjutnya
disempurnakan lagi menjadi PKPU 9
tahun 2012. Perubahan regulasi tersebut
dilakukan mengingat banyaknya konflik
antara pengurus DPP partai politik dengan
pengurus di daerah dalam pengusulan
pasangan calon. Konflik tersebut telah
menimbulkan pengajuan pasangan calon
dari satu partai politik dilakukan oleh
dua kepengurusan yang berbeda dengan
pasangan calon yang berbeda pula. PKPU
ini memberikan limitasi waktu kepada
partai politik dalam melakukan perubahan
kepengurusan partai di daerah. Pasal
66 ayat (1) menyebutkan KPU provinsi
atau KPU kabupaten/kota dilarang
menerima kepengurusan partai politik
sejak pendaftaran bakal pasangan calon.
Hal ini bertujuan menghindari dualisme
kepengurusan partai politik dalam
pengusulan bakal pasangan calon.
Berkaitan dengan verifikasi dukungan
calon perseorangan, tidak terjadi perubahan
signifikan terkait teknis verifikasi. Alokasi
waktu dan kriteria pemenuhan syarat
verifikasi administrasi masih sama dengan
peraturan sebelumnya. Perubahan yang
menyangkut verifikasi faktual hanya
memberikan penegasan bahwa metode
verifikasi faktual dilakukan dengan cara
mencocokkan dan meneliti secara langsung
setiap nama pendukung untuk seluruh
pendukung bakal pasangan calon dengan
cara mendatangi alamat pendukung untuk
membuktikan kebenaran dukungan. Jika
terdapat pendukung yang tidak berhasil
ditemui, PPS berkoordinasi dengan bakal
pasangan calon atau tim kampanye dalam
mengumpulkan para pendukung untuk
pembuktian kebenaran dukungan. Dalam
hal bakal pasangan calon atau tim kampanye
tidak dapat menghadirkan seluruh
pendukung maka diberi kesempatan untuk
datang langsung ke PPS, membuktikan
dukungannnya paling lambat sebelum batas
akhir penelitian faktual.
Pada Pilkada Serentak 2015, UndangUn­dang 1 tahun 2015 jo Undang-Undang 8
ta­hun 2015 sebagai landasan hukum pilkada
ti­dak menyebut secara eksplisit ada­nya
verifikasi faktual. Penegasan tentang ve­ri­
fi­kasi faktual dan metode kerjanya diatur
da­­lam peraturan KPU 9 tahun 2015. Pasal
23 ayat (1) menyebutkan PPS melakukan
pe­­nelitian faktual dengan cara mendatangi
setiap tempat tinggal pendukung yang telah
di­­nyatakan memenuhi syarat administratif
untuk mencocokkan kebenaran nama, ala­­
mat pendukung dan dukungannya ke­pa­da
pasangan calon. Alokasi waktu yang di­­berikan
kepada PPS untuk melalukan ve­ri­fi ­kasi
administrasi dan faktual persis sa­ma de­ngan
aturan sebelum-sebelumnya, ya­itu 14 hari.
Verifikasi faktual
dan verifikasi
administrasi untuk
calon per­seorangan
pada pemilu
sebelumnya itu
sudah diterapkan
PERUBAHAN TIDAK
SIGNIFIKAN
Pada Pilkada Serentak 2017, melalui revisi
Undang-Undang Pilkada 8 tahun 2015
menjadi Undang-Undang 10 tahun 2016
terdapat penegasan tentang pengaturan
mekanisme verifikasi dukungan calon
perseorangan. Pasal 48 ayat (6) menyebutkan
verifikasi faktual dilakukan dengan
metode sensus dengan menemui langsung
setiap pendukung calon. Mekanisme
inilah yang ditenggarai oleh sejumlah
kalangan menghambat bakal pasangan
calon perseorangan. Padahal mekanisme
ini telah digunakan pada pilkada-pilkada
sebelumnya dan tidak pernah ada yang
mempersoalkan.
Justru saat ini alokasi waktu untuk
verifikasi faktual diberikan lebih lama
d i­
b a nd i ng pi l k ad a s eb elu m ny a .
Jika sebelumnya alokasi waktu untuk
pelaksanaan dua verifikasi (administrasi
dan faktual, red) hanya 14 hari, regulasi
Hadar
Nafis
Gumay
Komisioner
KPU RI
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
15
S UA R A U TA M A
yang baru memberikan alokasi waktu 14
hari untuk verifikasi faktual saja. Sementara
verifikasi administrasi, limitasi waktunya
tidak diatur secara eksplisit dalam UU.
Untuk itu, Peraturan KPU 4 tahun 2016
memberikan alokasi waktu untuk penelitian
administrasi dan analisa dukungan gan­
da selama 14 hari. Waktu verifikasi fak­
tual yang relatif panjang diharapkan me­
ningkatkan validitas data dukungan calon
perseorangan.
Kepala Biro Teknis dan Hubungan
Par­t isipasi Masyarakat (Tekmas) Sigit Jo­
yowardono, menyebutkan, tidak ada pe­
ru­bahan yang begitu signifikan terkait
verifikasi faktual calon perseorangan
pada Pilkada 2017. “Perbedaan secara
eks­t rim sebenarnya tidak. UU ngomong
begini, verifikasi faktual 14 hari. Ketika
verifikasi faktual dilakukan dan petugas
di lapangan tidak menemukan pendukung
pasangan calon, maka pendukung itu dapat
mendatangi langsung kepada PPS dalam
waktu tiga hari sejak tidak ditemukan orang
tersebut oleh PPS,” ungkap Sigit.
Namun menimbang berbagai hal se­
perti aktivitas pendukung dan sebagainya,
ter­masuk juga masa verifikasi, Sigit me­
ngatakan, KPU merancang draf peraturan
yang hampir sama dengan sebelumnya.
“Polanya sama seperti yang lalu. Kalau
Sigit Jo­yowardono
Kepala Biro Teknis dan
Hubungan Par­tisipasi
Masyarakat (Tekmas)
16
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
(pen­dukung) tidak ditemui (saat di­
lakukan verifikasi faktual), maka melalui
tim pasangan calon itu diminta untuk
mengumpulkan paling lambat misalnya
hari kesebelas. Kalau waktu itu belum hadir,
masih ada ruang waktu yang bersangkutan
ke TPS. Jadi intinya tidak terjadi perubahan
yang drastis,” papar Sigit.
Ia menerangkan, KPU telah menyiapkan
sebuah perangkat berupa sistem aplikasi
pencalonan atau Silon guna membantu
verifikasi, baik faktual maupun administrasi,
yang berlaku untuk calon perorangan
maupun dari jalur parpol. “Kita sudah pakai
Silon yang sudah diuji coba beberapa kali,
kalau di pilkada sebelumnya baru Sitap
saja. Daerah juga kita sudah kasih petunjuk.
Bahkan beberapa hari ke depan kita akan
kasih uji coba lagi supaya, mulai dari
data pemilih yang diserahkan oleh calon
perseorangan soft file-nya maupun hard filenya, perinciannya mereka sudah isi. Karena
mereka itu dikasih password, username
untuk diisi. Ini untuk memudahkan KPU
provinsi atau KPU kab/kota. Ini juga untuk
mendeteksi kegandaan dukungan,” kata
Sigit di ruang kerjanya, Jumat (22/7) lalu.
Menurut Sigit, ramai dan menghangatnya
perbincangan seputar verifikasi faktual
ini karena masyarakat tidak memahami
peraturan KPU. Termasuk mengenai ma­
te­r ai dukungan. “Mereka berpikir satu
orang harus satu materai. Padahal masih
ada ruang lain seperti dukungan kolektif,”
ujarnya.
Ia juga menjabarkan tentang beberapa
perubahan lain seperti pendukung calon
perseorangan yang harus masuk dalam
DPT pemilu terakhir. Jika tidak maka yang
bersangkutan harus masuk dalam DP4.
“Kalau tidak ada juga, maka KPU koordinasi
dengan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil). Jadi ada satu
pembebanan baru bahwa syarat dukungan
itu di samping menunjukan fotokopi KTPnya sebagai bentuk dukungan terhadap
pasangan calon itu, pendukung tersebut
masuk DPT atau DP4, yang menunjukan
bahwa ia betul warga DKI, atau yang sudah
terdaftar di Disdukcapil,” kata Sigit.
Prinsip verifikasi administrasi dan
faktual dukungan calon perseorangan
adalah untuk menguji validitas dukungan.
Tak ada alat ukur yang paling akurat selain
melakukan sensus dengan cara mendatangi
secara langsung para pendukung. Karena itu,
logika yang menganggap verifikasi faktual
tidak penting dan ditenggarai memberatkan
pasangan calon adalah sesuatu yang absurd.
Tetapi KPU dalam operasionalnya juga
tidak ingin memberatkan pasangan calon
dan para pendukungnya. Mereka yang
sedang sakit atau berada di luar daerah
pada saat pelaksanaan verifikasi faktual
dapat memanfaatkan teknologi informasi
melalui fasilitas panggilan video secara
online dan seketika, yang memungkinkan
PPS dan pendukung saling bertatap muka,
melihat dan berbicara secara langsung
layaknya verifikasi faktual offline.
Itulah inovasi KPU untuk memberi
kemudahan bagi pasangan calon
dan pendukungnya dalam verifikasi
tanpa mengesampingkan prinsip
verifikasi yang harus benar-benar
sahih untuk mencegah manipulasi
dukungan rakyat.
(Geb/Bow)
WAWANCARA
A
KOMISIONER KPU IDA BUDHIATI
Syarat
Dukungan
Kini Lebih Adil
bagi Calon
Perseorangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada telah
disahkan sebagai hasil dari revisi UU Nomor 8 Tahun 2015.
Terdapat beberapa poin perubahan, yang di antaranya sempat
menjadi bahan perdebatan publik, misalnya pengaturan yang
terkait dengan calon perseorangan. Bagaimana tanggapan
Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku pelaksana UU, berikut
petikan wawancara dengan Ida Budhiati, komisioner KPU yang
membidangi hukum dan pengawasan, Selasa (2/8/2016).
pa yang berbeda dalam UU Pilkada Nomor 10
tahun 2016, khususnya mengenai pengaturan
calon perseorangan?
Pertama, yang mendasar itu terkait dengan syarat
minimal dukungan, yang semula basisnya penduduk,
sekarang menjadi pemilih. Kedua, metode verifikasi,
yang semula verifikasi administrasi itu dalam Peraturan
KPU (PKPU) dilakukan panitia pemungutan suara
(PPS), yang tentu dari sisi volume dan distribusi
pekerjaannya lebih menyebar. Sekarang menurut UU,
verifikasi administrasi dilakukan KPU kabupaten/kota
atau KPU provinsi sebagai penyelenggara pemilihan,
sehingga volume pekerjaan akan terkonsentrasi di
provinisi dan kabupaten/kota. Jadi singkatnya verifikasi
administrasi tidak lagi dilakukan PPS tetapi dilakukan
KPU sebagai penyelenggara pemilihan.
Ketiga, terkait dengan teknis pelaksanaan verifikasi
faktual. Dalam peraturan yang lama disebutkan ve­r i­fi­
kasi faktual dilakukan selama 14 hari, dengan metode
door to door, sensus, sama dengan metode lama dengan
yang baru (UU sekarang). Namun, yang membedakan
adalah ketika petugas PPS tidak bertemu dengan
pendukung, menurut ketentuan yang baru, pendukung
tersebut diberi waktu tiga hari untuk hadir ke kantor
PPS. Kalau tiga hari tidak hadir ke kantor PPS maka
penyelenggara pemilu menyatakan itu tidak memenuhi
syarat (TMS).
Ketentuan ini yang menurut KPU kemudian tidak
konsisten. Secara teknis misalnya, kalau hari pertama
PPS telah melakukan verifikasi tidak ketemu kan
diberikan waktu tiga hari kemudian. Pada hari ketiga
tidak ketemu maka di-TMS-kan. Sementara masih ada
hari keempat sampai hari ke-14, kembali pada ketentuan
verifikasi faktual 14 hari. Kemudian dalam peraturan
KPU, kalau hari ketiga tidak hadir ke TPS maka masih
diberi kesempatan sampai masa berakhirnya masa
verifikasi faktual.
Bagaimana alur verifikasi syarat minimal dukungan?
Alur tentang verifikasi syarat minimal dukungan, ba­­
sisnya adalah pemilih dan sebaran, lebih dari 50% jum­­
lah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur dan lebih
50% jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wa­
likota. Kemudian kalau ada orang berminat untuk maju
sebagai calon perseorangan, dia akan diminta un­t uk
menyerahkan syarat dukungan minimal dan sebaran.
Setelah itu diserahkan, KPU akan menghitung.
Kalau tidak memenuhi syarat, KPU akan menyatakan
pe­nyerahan dukungannya tidak dapat diterima. Kalau
dia menyerahkan dukungan pada hari pertama,
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
17
WAWA N C A R A
maka dia masih punya kesempatan untuk
memperbaiki sampai masa penyerahan
dukungan yang terakhir. Di provinsi itu
tanggal 3-7 Agustus 2016, di kabupaten/
kota tanggal 6-10 Agustus 2016. Tapi kalau
dia datangnya pada hari terakhir dan tidak
memenuhi syarat, KPU akan menyatakan
penyerahan dukungan tidak dapat diterima,
karena tidak ada lagi kesempatan untuk
memperbaiki.
Kalau dukungan dinyatakan memenuhi
syarat, KPU provinsi atau KPU kabupaten/
ko­ta penyelenggara pemilihan akan meneliti
secara administratif, yakni mencocokan
an­tara kesesuaian identitas yang ada dalam
surat pernyataan dukungan dengan fotokopi
KTP. Kalau tidak sama maka dinyatakan
tidak memenuhi syarat.
Setelah pencocokan pada pernyataan
dukungan dan KTP, ditindaklanjuti untuk
mengecek apakah nama-nama tersebut ada
dalam DPT atau DP4. Kalau tidak ada dalam
DPT kemungkinannya ada dalam DP4. Me­
ngapa? Karena mungkin usianya belum 17
tahun atau alih status.
Terus kalau tidak ada dalam DPT dan
DP4, KPU akan melakukan konfirmasi ke­
pada dinas kependudukan dan catatan sipil
(Disdukcapil) untuk mengkonfirmasi ke­
benaran kependudukan yang bersangkutan.
Kalau Disdukcapil tidak mau berpendapat,
KPU akan menindaklanjuti verifikasi faktual.
Setelah selesai mengecek apakah yang
ber­sangkutan masuk dalam DPT atau DP4,
selanjutnya dicek kegandaan. Ini di­pastikan
bahwa satu orang mendukung sa­tu pasangan
calon (paslon) perseorangan saja. Kalau
administrasi ini sudah selesai baru kemudian
masuk ke verifikasi faktual. Sekali lagi,
untuk yang faktual dilakukan secara door
to door. Kalau tidak ketemu maka PPS akan
berkoordinasi dengan paslon atau tim agar
menghadirkan pendukungnya, ke­mudian PPS
akan memverifikasi pendukung yang hadir.
Kalau tidak hadir, maka dikasih kesempatan
sampai berakhirnya masa verifikasi.
Jadi tiga hari itu berlaku setelah PPS
tidak ketemu (dengan pendukung yang
ber­s angkutan), dikasih kesempatan ke­
pada paslon atau timnya itu untuk meng­
hadirkan selama tiga hari. Tapi kalau hari
pertama tidak ketemu, kemudian sampai
18
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
hari keempat tidak ketemu, masih ada
kesempatan sampai masa berakhirnya
verifikasi faktual. Tapi tiga harinya jangan
disimpangi, tetap berlaku.
Dari sisi waktu, apakah itu cukup
memadai?
Masa 14 hari ini sudah dipraktikkan dari
waktu ke waktu. Dulu metodenya sensus.
Sa­ma saja. Sekarang yang dipolemikan itu
ke­tentuan waktu tiga hari. Kan ketentuan
pertama ngomong 14 hari, kemudian dibatasi
3 hari kalau tidak ketemu. Kalau tiga hari
tidak hadir ke PPS maka di TMS-kan. Per­
tanyaannya, kalau dia diverifikasi pada hari
pertama dan tidak ketemu, kemudian di­
kasih tiga hari tidak hadir ke PPS, sementara
ma­sih ada sisa waktu kan, nah ini yang di­
pertimbangkan oleh KPU kalau tiga hari ti­dak
menggunakan kesempatan sementara ma­sih
ada waktu itu diberi kesempatan sam­pai masa
berakhirnya verifikasi faktual. Kalau sampai
masa berakhirnya verifikasi faktual itu tidak
hadir maka dinyatakan TMS.
Bagaimana jika pendukung yang
bersangkutan tidak ada di tempat selama
ma­sa verifikasi 14 hari itu?
Ada kebaruannya juga di peraturan
KPU. Untuk pendukung yang pada saat
verifikasi menderita sakit, atau sedang
menjalankan tugas sehingga tidak berada
di tempat dan tidak dapat hadir, maka
kemudian informasi itu harus dilengkapi
dengan surat keterangan dari lembaga yang
punya otoritas. Kalau dibilang sakit ya
surat keterangan dokter, kalau dia pergi ke
tempat lain, misalnya sedang menjalankan
ibadah umrah, tugas keluar kota maka harus
ada surat keterangan untuk itu. Dengan
be­g itu, PPS akan meminta paslon untuk
dilakukan tatap muka melalui teknologi
informasi, misalnya video call. Jadi beban
untuk melakukan video call itu bukan
kepada penyelenggara tapi menjadi beban
paslon. Tapi untuk dapat melakukan hal itu
ada syaratnya ketat seperti telah dijelaskan
ta­d i. Tanpa syarat-syarat tadi tidak bisa,
harus face to face. Jadi ini dalam rangka
untuk memudahkan proses verifikasinya.
Apakah persyaratan ini memberatkan
calon dari jalur perseorangan?
Sebetulnya bukan persoalan ringan
atau berat, tapi bagaimana implikasinya
se­c ara teknis. Tadi yang memiliki im­
pli­k asi teknis itu yang verifikasi faktual
tiga hari tadi. KPU kemudian mencoba
untuk mencermati lagi, norma UU. UU
me­ngatakan 14 hari, nah konsisten saja de­
ngan waktu 14 hari itu. Dan juga tidak bisa
dibayangkan kerumitannya bagaimana PPS
melakukan verifikasi, sementara mereka
harus menghitung tiga hari yang masingmasing tidak dapat ditemui tadi. Kalau
dari sisi basis dukungan itu sudah lebih
adil dibandingkan dengan yang lalu yang
basisnya penduduk. Kemudian karena
basisnya pemilih maka dia harus konsisten
memang dalam memenuhi syarat sebagai
pemilih dan tercantum dalam DPT.
Bagaimana pandangan KPU terhadap
UU Nomor 10 Tahun 2016 secara
keseluruhan?
Dalam pandangan kami, perubahan
UU dari waktu ke waktu itu semangatnya
ingin mengantarkan pemilihan yang lebih
baik dari sisi partisipasi masyarakatnya,
bagaimana menegakkan asas fairnessnya, dan bagaimana menegakkan asas
keadilan. Nah, apa kebaruan dalam UU
pilkada kali ini jelas bahwa pembentuk
UU itu punya semangat yang kuat untuk
mendorong terwujudnya penyelenggaraan
pemilu yang berkeadilan. Yang seperti apa?
Pertama, ada satu kompetisi yang fair.
Maka semua peserta itu ada dalam
kedudukan yang setara. Misalnya dalam
kampanye, sudah ada pengaturan ketat
apa saja yang boleh dan tidak boleh
dilakukan peserta pemilihan. Kedua,
memastikan integritas pemilunya
bagi yang incumbent itu mereka ada
larangan menggunakan fasilitas negara.
Kalau terbukti itu sanksinya berat,
bisa diskualifikasi. Ketiga, terkait
dengan politik uang. Meskipun ada
kritik karena dianggap belum tuntas
pengaturannya, tapi kita harus melihat
spiritnya bahwa dalam revisi UU kali ini
ada semangat yang kuat dari pembentuk
UU untuk mendorong pemilihan yang
berintegritas. Selanjutnya dari sisi
terwujudnya keadilan, dalam rumusan
UU, apabila terjadi politik uang
sanksinya bisa administrasi diberikan
kewenangan kepada Bawaslu provinsi
untuk menerbitkan satu putusan.
Dan, yang terakhir tentang ketentuan
waktu penyelesaian Tata Usaha Negara
(TUN) yang lebih dipersingkat. Karena
kita semua memahami bahwa keadilan
pemilu itu bisa diwujudkan apabila ada
jenis pelanggaranya apa saja, kemudian
apabila larangan-larangan itu dilanggar
maka akan diberikan lembaga yang
punya otoritas untuk menangani.
Selain itu prosedur dan mekanismenya
harus jelas. Kemudian, waktunya
harus diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat. Ini semuanya sudah ada,
prinsip-prinsip terwujudnya pemilu
yang berkeadilan itu sudah diadopsi
begitu di UU kita.
Jadi jangan ragu untuk ikut serta
dalam pemilihan karena, setiap
perubahan UU itu kali ini memang
mempunyai spirit yang kuat untuk
memperbaiki aspek prosedur pemilu
guna terwujudnya pemimpin yang
berintegritas. Meskipun memang belum
sempurna. Kesempurnaan itu hanya
bisa ditopang oleh kesadaran dari
segenap pemangku kepentingan untuk
sama-sama mendorong dan mengawal
pemilihan yang berintegritas.
(MS Wibowo)
Calon Perseorangan
Ancam Eksistensi Parpol
Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada telah disahkan menjadi UU
Nomor 10 Tahun 2016. Ada beberapa perubahan dalam UU baru tersebut.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, namun UU tersebut
disusun dengan semangat untuk mengantarkan perhelatan pilkada di
Indonesia semakin lebih baik dan berkualitas. Namun di antara poin-poin
perubahan dalam UU itu, terdapat beberapa hal yang sempat menyulut
hangatnya perdebatan publik. Salah satunya pengaturan mengenai calon
perseorangan. Adi Prayitno, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Jakarta, yang juga peneliti The Political Literacy Institute, dalam
sebuah kesempatan wawancara di kawasan Senayan Jakarta, Kamis (28/7)
memberi tanggapannya terkait isu tersebut. Berikut petikan wawancaranya.
B
agaimana Anda melihat UU Nomor
2016 secara umum?
Menurut saya on the track, se­
lain masalah verifikasi faktual, karena itu
cukup membatasi, mem­be­ba­n i, dan Jakarta
sentris. Satu hal yang pen­t ing, bagaimana
parpol tidak paranoid, ada upaya-upaya
untuk membatasi atau apalagi menjegal
calon perseorangan karena me­nu­r ut saya itu
cukup naif dalam fase-fase kita memasuki
konsolidasi demokrasi, siapa pun boleh
menjadi kandidat. Bahkan ke de­pan saya
mendorong calon perseorangan ini bukan
hanya berkontestasi di pilkada saja, tapi
juga pileg tingkat kabupaten/ko­ta, provinsi,
hingga pusat. Kita juga ingin ba­gaimana
calon seperti ini muncul dalam kontestasi
pilpres.
Yang saya maksud calon perseorangan
da­lam pileg, satu orang dan memiliki no­
mor urut, berbeda dengan calon Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang me­
wakili provinsi. Kita doronglah, ini te­
mu­a n demokrasi kita, yang hampir tidak
dimiliki negara-negara lain. Ini kemewahan
demokrasi yang tidak boleh dibatasi. Toh
nanti juga ada seleksi alam.
Beberapa poin perubahan dalam UU
No­mor 10 Tahun 2016 sempat menghangat
men­jadi perdebatan publik. Salah satunya
ter­k ait dengan calon perseorangan. Ba­gai­
mana pandangan Anda?
Sebenarnya dalam konteks demokrasi
elek­toral itu memang kita harus mengendorse salah satu kandidat yang di­mun­
ADI PRAYITNO
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UIN Jakarta/Peneliti
The Political Literacy Institute
culkan dari partai politik (parpol). Karena
sekarang ada sebuah fenomena baru, pub­l ik
mulai tidak percaya dan tidak suka de­
ngan parpol. Citra parpol sampai saat ini
cenderung belum stabil, kalau tidak ko­r up,
ya tersandung kasus-kasus lain. Ini se­be­
nar­nya ada keinginan kanal baru, tapi sekali
lagi keinginan ini muncul karena melihat
potret parpol kita masih karut marut.
Seandainya parpol-parpol kita tidak jauh
pang­gang dari api mungkin usulan seperti
ini tidak akan pernah ada.
Oleh karena itu banyak kalangan aktivis
men­dorong bagaimana kandidat juga
mun­c ul dari luar kalangan parpol. Nah,
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
19
WAWA N C A R A
sebenarnya kita ingin calon perseorangan
ini bukan hanya muncul di tingkat pilkada,
ke depan kita juga akan dorong bagaimana
mi­salnya calon independen ada di pemilu
legislatif (pileg), termasuk juga pemilu
presiden(pilpres).
Dalam perkembangannya, usulan calon
perseorangan ini cukup mengancam ek­
sistensi parpol. Harus kita akui bersama,
mi­salnya dalam konteks Pilkada DKI 2017,
ketika kemarin Ahok mendeklarasikan maju
lewat jalur perseorangan, itu luar biasa. Ini
seperti terungkapnya fenomena gunung
es, dengan parpol seperti dibuat bertekuk
lu­t ut di bawah dia. Sejauh ini belum ada
parpol melamar seorang kandidat, yang
kandidat itu mendeklarasikan maju dari
ja­lur perseorangan. Biasanya yang ada,
kandidat mendatangi parpol, meminta par­
pol untuk mendukungnya. Tetapi ketika
Ahok mendeklarasikan maju dari jalur per­
seorangan dengan menggunakan Teman
Ahok, parpol berlomba-lomba. Misalnya,
Nas­dem, Hanura dan belakangan Golkar.
Menurut saya fenomena yang luar biasa,
betapa kanal jalur perseorangan ini menjadi
alternatif yang ke depan cukup menjanjikan
di luar parpol. Itu salah satu contoh saja.
Bagaimana Anda menyebut munculnya
calon-calon perseorangan dapat mengancam
eksistensi parpol?
Tentu. Karena apa? Banyak kandidat
yang belakangan ini muncul di luar parpol.
Di daerah-daerah juga, ada semacam ueforia
ma­ju sebagai kandidat walikota, bupati,
gubernur dari jalur perseorangan. Ada se­
ma­c am keberanian yang sangat luar biasa
da­r i teman-teman. Mengancamnya seperti
itu. Inilah menurut saya, kalau begini terus
sistem parpol kita, rekrutmennya tak jelas,
oli­garki parpol cukup dominan, maka
fenomena calon perseorangan yang bisa
membuat parpol bertekuk lutut, tidak hanya
akan ada di Jakarta.
Meski pada akhirnya, dalam konteks Ja­
karta, Ahok menyatakan maju lewat jalur
parpol. Kalau begini kan bisa muncul ke­
curigaan, jangan-jangan satu juta lebih
KTP itu adalah manipulasi. Jadi cukup
disayangkan. Tetapi sebelum itu harus kita
akui, calon perseorangan menjadi idola.
Dan orang di daerah mulai ketar-ketir,
20
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
kandidatnya tidak laku, partainya tidak laku.
Menurut saya, calon perseorangan ini
me­nemukan momentumnya, jika Ahok
maju lewat jalur perseorangan, dengan dia
tidak punya partai. Cuma ada sekelompok
anak muda yang tidak ingin Ahok gagal
maju sebagai calon gubernur. Beda dengan
fenomena Pilkada 2015 yang terdapat be­be­
rapa calon tunggal, tapi momentumnya tidak
ada. Jalur perseorangan ini akan menjadi
luar biasa kalau pada saat bersamaan ada
kandidat yang sangat didukung publik.
Tentang verifikasi faktual, apakah
atur­an semacam itu memberatkan calon
perseorangan?
Ya tergantung siapa yang melihatnya.
Me­mang, di DPR sebelum RUU Pilkada
disahkan itu kan ada upaya menaikan syarat
berapa persentase dukungan dari pemilih.
Ini yang kemudian dianggap ya memang
meng­hambat calon perseorangan. Tapi me­
nurut saya sah-sah saja selama persentase
pe­ngetatannya tidak seperti parpol. Ini kan
calon alternatif, paling hanya 10% sih oke.
Kalau sampai 15-20% itu irasional. Ha­r us
dibedakan, jalur perseorangan itu ha­r us
dimaknai sebagai sebuah gerakan civic
engagement, gerakan sukarelawan, yang
dibangun oleh kesadaran-kesadaran kri­t is
publik untuk mendukung kandidat. Beda
dengan parpol yang memang sudah ter­
struktur. Ini yang cukup dihambat. Menurut
saya seleksi alam saja. Jadi parpol tidak per­lu
ketakutan dengan calon perseorangan, be­
rapa pun persentase dukungannya. Misalnya
5%, 7%, bahkan misalnya 0% sekalipun.
Belakangan ini kan parpol terkesan
ketakutan bahwa dengan jalur perseorangan
akan banyak muncul lalu parpol kalah,
me­nurut saya sih tidak. Jangan paranoid
seperti itu. Selama rekrutmen calon yang di­
munculkan partai politik memiliki kapasitas
dan kompetensi yang layak, publik akan
menilai. Toh dalam praktiknya jalur per­
seorangan banyak yang tidak laku juga
kan? Selain itu mereka juga masih harus
me­lewati proses verifikasi administrasi dan
seterusnya.
Kalau boleh saya bilang memang itu se­
benarnya ‘akal-akalan’ parpol. Kalau mau
di-list, pertama, dari usulan mau menaikan
persyaratan persentase dukungan dari DPT.
Kedua, ada verifikasi faktual yang waktunya
cu­k up singkat dan ini sangat irasional. Ini
menurut saya sangat Jakarta Sentris. Tiga
hari itu kan Jakarta Sentris. Bagaimana mi­
salnya verifikasi terjadi di wilayah-wilayah
yang jarak tempuhnya cukup jauh. Coba
mi­salnya di Riau katakanlah, jarak tempuh
antara satu kota dengan kota lain butuh dua
tiga hari dan tidak semua bisa ditempuh
de­ngan mobil saja, ada yang naik perahu,
ka­pal. Lalu ketika tentang pendukung
yang harus terdaftar di DPT terakhir dan
seterusnya.
Verifikasi faktual ini kan di pilkada se­be­
lum­nya sudah ada. Yang berbeda hanya soal
batas waktu tiga hari apabila pendukung
yang bersangkutan tidak ditemukan. Kenapa
sekarang jadi masalah?
Iya, yang diributkan kemarin itu
soal waktunya terlalu mepet. Ini yang
saya sebut terlalu Jakarta sentris. Orang
membayangkan, seolah-olah jika tidak
bisa datang hari ini, bisa besok, kalau tidak
lusa. Itu kan Jakarta banget. Tapi kalau
kita di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan
Riau, tidak bisa seperti itu. Bahkan kita
untuk mendatangi satu pendukung saja itu
bisa sehari, dua hari bahkan tiga hari. Ini
cukup mempersulit. Menurut saya dikasih
kelonggaran saja. Sekarang ini seakan-akan
demokrasi kita itu terlalu teknis. Jadi wajar
kalau kelompok-kelompok aktivis kalangan
mahasiswa mengkritisi ini. Jadi dalam
konteks demokrasi elektoral memang harus
dibuka seluas-luasnya.
Karena itulah parpol sampai saat ini
selalu ‘dicurigai’ sebagai salah satu faktor
yang menghambat demokrasi, padahal
parpol adalah pilar demokrasi. Pada saat
yang sama konsolidasi itu terhambat
gara-gara kerjaan parpol. Jadi, parpol
itu sebenarnya tidak perlu khawatir
dengan calon perseorangan. Upaya untuk
mempersulit seperti itu saya kira hanya
emosi sesaat dari parpol saja.
Tapi catatan saya tidak perlu paranoid.
Sekali lagi kita sedang menuju konsolidasi
demokrasi. Ini pasar bebas, tidak perlu
takut. Kalau calonnya bagus, entah itu
dari parpol atau perseorangan pasti dipilih
masyarakat.
(MS Wibowo)
SUARA IMAM BONJOL
Juri Ardiantoro (ke-4 dari kiri)
JURI ARDIANTORO TERPILIH J
Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI,
Juri Ardiantoro, terpilih menjadi ketua KPU
definitif menggantikan Alm. Husni Kamil Manik
yang meninggal pada 7 Juli 2016. Juri terpilih
secara musyawarah mufakat dalam rapat
pleno tertutup di Gedung KPU, Senin (18/7).
22
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
M
enurut Juri, pemilihan ketua
definitif harus dianggap sebagai
situasi yang biasa, karena tidak
ada kelebihan sebagai ketua dibanding
komisioner lainnya, semua berjalan secara
kolektif kolegial. “Secara internal, saya
memohon kepada komisioner lainnya dan
sekretariat jenderal untuk melanjutkan
H JADI KETUA KPU DEFINITIF
pekerjaan seperti sebelumnya,” ujarnya.
Juri berharap bisa menjaga kekompakan
yang telah berjalan selama empat tahun di
bawah kepemimpinan Husni. “Semangat
kekompakan ini untuk terus bekerja lebih
baik selama masa bakti yang tinggal tujuh
bulan ke depan,” kata dia.
Sementara itu, Komisioner KPU Sigit
Pamungkas berharap hasil pleno dapat
mempertahankan prestasi KPU dan me­
lanjutkan agenda-agenda penting lain, se­perti
perbaikan kualitas kelembagaan, pe­nye­
lenggaraan pemilu, dan pengaturan re­g ulasi
KPU. “Juga berkomunikasi dengan stake­
holder penyelenggara pe­milu,” tutur Sigit.
Juri Ardiantoro, yang mendapat gelar
PhD dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur,
Malaysia, pernah menjabat Ketua KPU
Provinsi DKI Jakarta periode 2008-2013.
Juri bakal menjabat ketua KPU hingga 2017
menggantikan pelaksana tugas Ketua KPU
Hadar Nafis Gumay yang telah mengemban
tugas selama tujuh hari. (Arf/red FOTO KPU/Arf/Hupmas)
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
23
S UA R A I M A M B ON J O L
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI presentasi di kemenpan RB
KPU Usulkan Jabatan
Fungsional Penata Kelola Pemilu
Sekjen Komisi Pemilihan Umum
(KPU) RI, Arif Rahman Hakim,
mengusulkan pembentukan
jabatan fungsional penata kelola
pemilu kepada Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kemen
PAN - RB) dan Badan Kepegawaian
Nasional (BKN), Selasa (28/6).
24
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
M
enurut Arif, tujuan dibentuknya
jabatan fungsional itu guna
meningkatkan kualitas pe­nye­
lenggaraan pemilu dengan adanya dukungan
SDM yang kompeten, berintegritas dan
akuntabel. Hal tersebut akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemilu
secara keseluruhan.
Hal senada juga diungkapkan Kepala
Biro Sumber Daya Manusia KPU RI, Lucky
Firnandy Majanto. Ia mengatakan nantinya
tugas utama penata kelola pemilu adalah
melakukan pengelolaan perencanaan
pemilu, pengelolaan tahapan kepemiluan,
pengelolaan logistik pemilu, pelaksanaan
pemilu, monitoring evaluasi dan pelaporan
pemilu serta pengelolaan terhadap sengketa
pemilu. Sedangkan hasil kerja yang diharapkan
dari penata kelola pemilu antara lain metode,
kurikulum dan modul pendidikan pemilih;
laporan hasil survei dan hasil olah data
pemilu; dokumen rekomendasi sistem
pemilu; metode dan laporan verifikasi partai
politik maupun bakal calon anggota legislatif;
laporan data pemilih serta metode dan
laporan hasil rekapitulasi pemilu. “Bagi individu, tentu saja kita ingin
terbentuknya kesempatan untuk pe­ngem­
bangan kompetensi, peningkatan jenjang
karir dan meningkatkan kesejahteraan
melalui jabatan fungsional,” ujar nya.
Lucky memberikan data, saat ini
terdapat 7.375 pegawai di lingkungan KPU
yang berstatus sebagai fungsional umum/
staf pelaksana dan lebih dari 50 persen
di antaranya, yaitu 5.123 orang berlatar
belakang pendidikan Strata 1.
Apabila hanya mengandalkan pengem­
bangan karir melalui jabatan struktural,
maka dipastikan akan terjadi antrian panjang
bagi pegawai untuk menduduki jabatan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan demotivasi
bagi pegawai KPU karena tidak adanya
kejelasan karir. (ftq/red FOTO KPU/dosen/hupmas)
Mendagri Serahkan DP4 ke KPU
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyerahkan Daftar
Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) kepada KPU RI yang
diterima Plt. Ketua KPU Hadar Nafis Gumay, Kamis (14/7). Penyerahan
DP4 itu berguna untuk memudahkan KPU dalam pemutakhiran data
pemilih pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017.
D
“
engan penyerahan DP4 ini kita
ingin pelaksanaan pilkada ini
lebih baik. Dari 256 juta penduduk
Indonesia yang wajib memiliki e-KTP ada
183 juta, tapi baru 160 juta penduduk yang
merekam datanya. Mudah-mudahan target
dukcapil ini bisa tercapai,” kata Tjahjo.
Dirjen Kependudukan dan Cacatan
Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh
mengatakan, jumlah data DP4 yang diberikan
ada 41.802.523. Pemilihan serentak tahun
2017 akan diselenggarakan di 101 daerah
pemilihan dan 138 kabupaten kota.
Zudan mengatakan, daftar pemilih
DP4 yang diberikan kepada KPU telah
diverifikasi sebelumnya. Ia optimis tidak
ada daftar penduduk yang ganda karena
Kemendagri memiliki sistem verifikasi yang
bisa dicek melalui retina, nama, dan NIK.
Menanggapi itu, Hadar Nafis Gu­
may, mengatakan KPU akan men­s in­
kron­k an dan mengecek dengan DPT di
daerah pemilihan yang lalu yang me­
nye­l enggarakan pilkada. Setelah itu,
akan diturunkan untuk pencocokan dan
penelitian (coklit) per TPS.
“Nanti, petugas-petugas pencoklit itu,
akan mengecek yang ada di daftar itu, ada
di rumah atau tempat di daerah pemilihan
Pilkada. Nanti itu akan disusun ke atas
menjadi daftar pemilih sementara dan
seterusnya. Kita minta masukan masyarakat
dan dirapikan lagi menjadi DPT. Nah, itu
satu untuk menyusun daftar pemilih tetap
(DPT) Pilkada kita,” kata Hadar.
Soal verifikasi pendukung yang diajukan
pasangan calon perseorangan. KPU juga akan
memastikan pendukung calon perseorangan
itu ada di DP4 tersebut. “Saya kira itu yang
akan kami manfaatkan dan gunakan. Selain
itu, kami akan berkoordinasi, bukan karena
diperintahkan oleh UU, tetapi memang kami
perlukan dirjen kependudukan dan catatan
sipil,” ujar Hadar.
(arf/red. FOTO KPU/ris/Hupmas)
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyerahkan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) kepada KPU RI
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
25
S UA R A I M A M B ON J O L
KPK Minta Peserta dan
penyelenggara Pilkada
Berintegritas
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang
Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
Saut Situmorang menegaskan
peserta dan penyelenggara
pemilu atau pilkada harus
berintegritas. Undang-Undang
KPK mengamanatkan adanya
fungsi supervisi, penindakan,
pencegahan, dan monitoring.
KPK juga mempunyai perhatian
pada dua hal, yaitu korupsi dan
kerugian negara.
26
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
H
al tersebut disampaikan Saut
pada kegiatan Bimbingan Tek­
nis (Bimtek) Terpadu KPU, Ba­
waslu, dan DKPP Gelombang I Wilayah
Barat, di Palembang Sumatera Selatan,
Selasa (19/7). “KPK memperhatikan pe­
nyelenggaraan pilkada, itu karena luasnya
kewenangan kepala daerah dan adanya
banyak transaksional. Untuk itu KPK
juga concern pada pencegahan, apabila ada
sum­bangan dalam pencalonan kepala daerah,
pe­nyumbang itu menuntut sesuatu apa tidak.
Penyelenggara dan peserta, semua harus ber­
integritas,” tegas Saut.
Saut mengungkapkan berdasarkan data
2015, sekitar 600 kasus korupsi kepala daerah
yang sudah ditindak, bahkan ada yang
melalui operasi tangkap tangan (OTT).
“Apabila pilkada tidak berintegritas, pasti
penindakan bisa lebih banyak lagi. KPU dan
Bawalu harus bekerja bersama, karena ini
sistem, apabila bekerja sendiri-sendiri akan
sulit menciptakan integritas.”
Hal senada disampaikan Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Jimly Asshidiqie. Menurutnya, KPU,
Bawaslu, dan DKPP harus bergotong royong,
melanjutkan kerjasama dalam hal integritas.
Semakin besar organisasinya, semakin
modern organisasinya, maka ketergantungan
pada sistem semakin besar.
“Sebagian masyarakat Indonesia
masih tradisional, sehingga orang baik
masih dibutuhkan, dan sistem juga masih
dibutuhkan. Fitrah manusia itu cenderung
menerima kebaikan dan kebenaran. Ada juga
tiga syahwat yang mempengaruhi demokrasi,
yaitu kekayaan, kekuasaan, dan seksualitas.
Dalam demokrasi, ketiga syahwat itu bisa
menjadi satu. Maka kita membutuhkan
penataan sistem,” tuturnya.
Jimly memandang demokrasi ini
semakin lama kian mahal, sehingga perlu
dipikirkan ke depan untuk mengontrol dan
mengendalikannya. Partai politik seharusnya
tidak boleh mencari dana politik sendiri,
karena ini berbahaya, dan harus ada jarak
antara parpol dan kekuasaan. Ada empat
cabang kekuasaan yang seharusnya ada
jarak, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif,
dan media.
“Mindset KPU dan Bawaslu harus
ditingkatkan, karena KPU dan Bawaslu
harus merasa pada posisi setara dengan
presiden untuk pilpres, dan dengan kepala
daerah untuk pilkada, sehingga dengan posisi
kuat maka integritas akan terjaga. Pemilu
legislatif dan presiden serentak tahun 2019
akan menjadi yang pertama bagi Indonesia,
namun kuncinya KPU dan Bawaslu harus
sukses terlebih dahulu pada penyelenggaraan
pilkada 2017 dan 2018,” kata dia. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Reformasi Birokrasi
di KPU Kian Membaik
Reformasi birokrasi yang
dijalankan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sejak 2013 lalu,
sudah mulai menampakkan hasil.
Berdasarkan evaluasi Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan RB), nilai yang
diperoleh KPU semakin membaik
setiap tahun.
P
ada penilaian pertama, yakni tahun
2014 lalu, KPU mendapat nilai 36.49.
Sedangkan setahun sesudahnya,
angka itu mengalami kenaikan menjadi
58.72. “Hasil penilaian memang belum
menggembirakan, tapi setidaknya kita terus
berbenah. Terbukti, nilai yang kita dapat
terus meningkat,” sebut Sekretaris Jenderal
KPU, Arif Rahman Hakim, Jumat (12/8).
Menurut Arif, KPU memiliki satuan kerja
(satker) yang sangat besar, terdapat 549 satker
yang dikelola. Satker tersebut semakin besar
ketika penyelenggaraan pemilihan, karena
organisasi KPU sampai pada level TPS.
“Karena itu, dalam mencapai target
ki­nerja tahun 2015, kita dihadapkan da­
lam situasi yang tidak mudah. Selesai me­
laksanakan Pemilu 2014, KPU langsung
me­nyelenggarakan tahapan Pilkada Serentak
2015,” terangnya.
Namun, dengan segala tantangan dan
hambatan, pilkada serentak perdana itu
berjalan sukses. Hal ini terlihat dari pe­
nyelenggaraan yang tepat waktu, prinsipprinsip pemilihan yang jujur dan adil juga
dapat ditegakkan. Selain itu, dari sasaran
stra­tegis yang ada, terdapat sejumlah
indikator krusial terpenuhi secara efektif
dan efisien.
“Tahun ini, Kemenpan RB kembali
me­lakukan evaluasi lapangan atas proses
reformasi Birokrasi di KPU dan telah
melakukan entry meeting pada 5 Agustus ke­
maren,” ujar Arif.
Sekretaris Jenderal KPU, Arif Rahman Hakim.
Nilai-nilai dasar
organisasi yang terapkan
KPU dalam menjalankan
tugas adalah mandiri,
integritas dan
profesional.
Ada delapan area perubahan yang
akan di­evaluasi dan kesemuanya memiliki
bobot pe­n ilaian 60 persen. Di antaranya,
ma ­najemen perubahan (5%), penataan
peraturan (5%), penataan dan penguatan
organisasi (6%), penataan tatalaksana (5%),
penataan sis­tem manajemen SDM (15%),
penguatan akuntabilitas (6%), penguatan
pengawasan (12%), dan peningkatan kualitas
pelayanan pub­l ik (6%).
Sedangkan sisa bobot 40 persen untuk
hasil penilaian yang meliputi, kapasitas
dan a kuntabilitas k inerja organisasi
(20%), pemerintah yang bersih dan bebas
KKN (10%), serta kualitas pelayanan
publik (10%).
“Budaya kerja di KPU dapat ter­c er­
min dari penilaian di atas. Seperti di­
ke­t a hui, nilai-nilai dasar organisasi
yang terapkan KPU dalam menjalankan
tu­g as adalah mandiri, integritas dan pro­
fesional,” papar Arif.
Ia mengingatkan, sejumlah hal harus
dilakukan jajaran Sekretariat Jenderal KPU
RI, hingga KPU provinsi dan kabupaten/
kota, dalam menginternalisasikan reformasi
bi­­rokrasi dalam kerangka budaya kerja. Pa­
salnya, hal tersebut akan berpengaruh ter­ha­
dap penilaian reformasi birokrasi. “Se­perti
mem­bina disiplin kepegawaian, men­­jadi
agen perubahan, dan melakukan so­­sialisasi
pe­laksanaan reformasi birokrasi, baik di
internal maupun di masyarakat luas,” je­­
lasnya.
Sebelumnya, KPU telah menyusun
indikator kinerja utama, rencana kinerja
tahunan, perjanjian kinerja, dan laporan
kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban
publik dalam mencapai visi, misi, tujuan dan
sasaran strategis KPU.
“Kita juga sudah melaksanakan sejumlah
rekomendasi yang diberikan Kemenpan RB
terhadap evaluasi 2015 lalu. Di antaranya,
merumuskan tujuan dan sasaran berorientasi
hasil dalam penyusunan Renstra 20152019, serta indikator kinerja yang terukur
dan relevan pada dokumen-dokumen
perencanaan,” katanya.
Kemudian, KPU juga menyempurnakan
kualitas rumusan indikator kinerja tujuan,
indikator kinerja individu yang mengacu
pada ukuran kinerja (IKU) KPU, menyajikan
informasi dalam LKj KPU, memanfaatkan
informasi kinerja dalam LKj untuk
meningkatkan kinerja, menindaklanjuti
hasil evaluasi akuntabilitas kinerja, dan
melakukan peningkatan kapasitas SDM
dalam bidang akuntabilitas dan manajemen
kinerja di seluruh jajaran.
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
27
S UA R A I M A M B ON J O L
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang
Paslon Kembali Boleh
Produksi Bahan Kampanye
Pada Pilkada Serentak 2017 mendatang, pasangan calon kembali diperbolehkan
memproduksi bahan dan alat peraga kampanye sendiri. Hal itu merupakan evaluasi
pelaksanaan Pilkada 2015 yang cendrung dinilai “sepi” dan kurang semarak.
“
T
idak semua daerah mempunyai
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) yang cukup un­
tuk melaksanakan kampanye sehingga ter­
dapat kesan dari beberapa kalangan bahwa
pelaksanaan pilkada cenderung sepi,” sebut
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Juri Ardiantoro.
Hal tersebut dipaparkannya dalam
bimbingan teknis (bimtek) terpadu pe­
nyelenggaraan Pilkada Serentak 2017, di
Ambon, Selasa (26/7). Pada bimtek itu Juri
menjelaskan sejumlah perbedaan pada
pelaksanaan tahapan kampanye antara
pilkada mendatang dengan sebelumnya.
Menurut Juri, kampanye bukan hanya
hak para pasangan calon, tetapi juga
masyarakat. Karenanya, masyarakat perlu
mendapat kesempatan dan waktu yang
memadai untuk mengetahui visi-misi dan
28
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Dalam rancangan
perubahan Peraturan
KPU, paslon dapat
memproduksi bahan
kampanye dengan
jumlah yang sama
banyak dengan yang
diproduksi KPU
program paslon sehingga mereka punya
pengetahuan dan informasi yang cukup
tentang siapa yang akan dipilih.
Namun, ketentuan tersebut tidak
serta-merta membuat paslon dapat bebas
membuat dan memasang bahan kampanye.
Dalam rancangan perubahan Peraturan
KPU, paslon dapat memproduksi bahan
kampanye dengan jumlah yang sama
banyak dengan yang diproduksi KPU.
Pembatasan tersebut dilakukan untuk
tetap memberikan ruang yang adil bagi
tiap pasangan calon dalam melakukan
kampanye.
Juri menjelaskan dipilihnya alat peraga
kampanye untuk bisa diproduksi paslon
karena kampanye jenis ini lebih bisa dikontrol
dibanding dengan kampanye dalam bentuk
iklan layanan masyarakat. (ftq/red. FOTO KPU/rap/Hupmas)
KPU Segera Selesaikan
Pilkada Pematang Siantar
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera menyelesaikan
tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 di beberapa daerah yang hingga hari ini masih belum
selesai. Daerah tersebut adalah Kabupaten Muna, Kabupaten Membramo Raya dan Kota Pematang Siantar.
D
alam rapat dengar pendapat dengan
Komisi II DPR RI di Senayan,
Senin (15/7), disimpulkan bahwa
tahapan Pilkada Membramo Raya dan
Muna diselesaikan paling lambat pada bulan
Agustus 2016. Sedangkan pemungutan suara
Pilkada Pematang Siantar paling lambat
Oktober 2016.
Proses tahapan pilkada di Muna dan
Membramo Raya masih menunggu putusan
akhir Mahkamah Konstitusi (MK) usai
pelaksanaan dua kali pemungutan suara ulang.
Ta­hapan ini diprediksi akan lebih dulu selesai
karena MK akan segera menggelar sidang
lanjutan pada Selasa (19/7). Diharapkan
putuskan akhir dapat terbit dalam waktu dekat
sehingga tahapan pilkada selesai sesuai target.
Sedangkan untuk tahapan Pilkada Pe­ma­
tang Siantar, Pelaksana Tugas Ketua KPU RI,
Hadar Nafis Gumay mengatakan KPU akan
segera melanjutkannya begitu ada putusan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Tentu prinsipnya kami akan laksanakan
sesegera mungkin, karena poin yang paling
utama yang harus kita dapatkan. Begitu ada
putusan Mahkamah Agung, kami kemudian
terus akan menyusun jadwal tahapan, nah
kami perkirakan akan dilaksanakan pada
tahun 2016 ini,” terang Hadar.
PEMATANG SIANTAR
Tahapan Pilkada Pematang Siantar me­
nyi­sakan polemik pencalonan pasangan Sur­
ve­nov Sirait - Parlindungan Sinaga, setelah
di­­tetapkan tidak memenuhi syarat (TMS)
se­bagai pasangan calon oleh KPU Kota Pe­
matang Siantar. Melalui proses gugatan yang
melibatkan Panwaslu Pematang Siantar, DKPP
hingga Bawaslu Provinsi Sumatera Utara,
pasangan tersebut tetap dinyatakan TMS.
Kemudian, pasangan itu mengajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Medan. Pada 8 Desember 2015
PTUN Medan mengeluarkan putusan
tentang penundaan berlakunya keputusan
KPU Pematang Siantar tentang pembatalan
pasangan Survenov - Parlindungan.
Pada 25 Februari 2016, PTUN Medan
mengeluarkan putusan nomor 98/G/2015/
PTUN-MDN yang amarnya menerima dan
mengabulkan gugatan pasangan tersebut.
KPU Pematang Siantar mengajukan
banding, namun PTTUN Medan me­nge­
luarkan putusan yang menguatkan putusan
me­reka sebelumnya. Karena itu, KPU
Pe­matang Siantar mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung dan hingga kini masih
menunggu putusan.
(ftq/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Pelaksana tugas Ketua KPU RI, Hadar Nafis Gumay dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Senayan
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
29
S UA R A I M A M B ON J O L
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Nur Hidayat Sarbini, dalam bimbingan teknis (bimtek) terpadu penyelenggara Pilkada 2017 di Kota Ambon.
Kode Etik
Penyelenggara
Pemilu 24 Jam
Anggota Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI,
Nur Hidayat Sarbini, mengatakan,
para penyelenggara pemilu terikat
dengan kode etik selama 24 jam.
Hal itu diungkapkannya dalam
bimbingan teknis (bimtek) terpadu
penyelenggara Pilkada 2017 di
Kota Ambon, Provinsi Maluku,
Selasa (26/7).
30
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
N
ur menjelaskan kode etik tersebut
mengikat terhadap semua ucapan
dan tindakan para penyelenggara
pemilu. “Semua tindakan dan ucapan, tidak
mengenal tempat dan waktu. Di kantor
maupun di luar, dalam saat lapang maupun
sempit, saudara kena kode etik, kode etik itu
mengikat selama 24 jam” kata dia.
Ia menjelaskan, kode etik untuk pe­
nyelenggara pemilu adalah suatu kesatuan
norma etis dan filosofis yang merupakan
pedoman perilaku bagi penyelenggara
pemilu. Kode etik memuat larangan, dan
apa yang patut dan tidak patut dilakukan oleh
penyelenggara pemilu.
Para penyelenggara harus berpegang
pada prinsip kode etik yang antara lain
menjunjung ideologi negara, memelihara
dan menjaga kehormatan penyelenggara
serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Pada pilkada serentak sebelumnya, DKPP
telah menerima sebanyak 2.266 aduan
dan hanya menyidangkan 729 aduan. Dari
sidang yang digelar tersebut, sebanyak 1.967
orang penyelenggara pemilu direhabilitasi
namanya, 793 orang diberi teguran tertulis,
30 orang diberhentikan sementara dan 359
diberhentikan tetap. (ftq/red FOTO KPU/rap/hupmas)
Biaya Makan dan Transpor
Kampanye Tidak Boleh Uang
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Sigit Pamungkas
mengungkapkan biaya makan, minum dan transportasi dalam
kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada), tidak boleh
diberikan dalam bentuk uang.
S
“
emuanya harus diberikan dalam
bentuk barang, kalau transportasi
ya bisa menyediakan jemputan atau
menyediakan sewa kendaraan misalnya,” ujar
sigit dalam uji publik rancangan pe­ru­bahan
Peraturan KPU terkait pilkada, di Ru­a ng
Sidang Utama Gedung KPU, Senin (18/7).
Selain tentang biaya makan dan transpor
kampanye, dalam Peraturan KPU terbaru
juga diatur sanksi bagi pasangan calon yang
tidak ikut dalam debat kandidat. Sanksinya
berupa pengumuman ke publik tentang
alasan ketidakikutsertaan dalam debat dan
pemotongan frekuensi iklan di media hingga
50 persen.
Terkait pembiayaan kampanye, Sigit
mengatakan untuk Pilkada Serentak 2017
kampenye dilakukan oleh partai politik dan
dapat dibiayai KPU. Dengan begitu, dana
kampanye dapat berasal dari KPU dan partai
politik.
Kegiatan Kampanye yang dibiayai KPU
antara lain debat publik dan iklan di media
massa baik cetak maupun elektronik,
sedangkan partai politik membiayai
kegiatan tatap muka maupun pertemuan
terbatas.
Selain membahas tentang rancangan
Peraturan KPU tentang kampanye, uji publik
kali ini juga membahas pemutakhiran
data pemilih. Ferry mengatakan hal yang
berbeda dari peraturan sebelumnya ialah
untuk Pilkada 2017 tidak ada daftar pemilih
tam­bahan (DPTb) 1 atau daftar pemilih
tam­bahan (DPTb) 2. Pemilih yang tidak
ter­d aftar setelah penetapan daftar pemilih
te­t ap (DPT) langsung dapat menggunakan
hak pilihnya langsung pada hari H dengan
meng­g unakan kartu tanda penduduk
(KTP).
(ftq/red FOTO KPU/Dosen/Hupmas)
Uji publik rancangan perubahan Peraturan KPU terkait pilkada, di Ruang Sidang Utama Gedung KPU
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
31
S UA R A I M A M B ON J O L
Aplikasi Silon Otomatis Hapus
Pemilih Ganda Identik
Untuk mendukung
penyelenggaraan Pilkada Serentak
2017 yang akan memasuki tahap
pencalonan, khususnya dari jalur
perseorangan, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) RI melakukan
bimbingan teknis penggunaan
aplikasi sistem informasi
pencalonan (Silon) kepada seluruh
operator serta anggota KPU
provinsi dan KPU kabupaten/kota
yang akan melaksanakan pilkada,
Jumat (29/7).
B
imtek yang dilaksanakan di Pu­
sat Ilmu Komputer (Pusilkom)
Uni­
versitas Indonesia (UI) itu
dimaksudkan untuk membekali para operator
dan anggota KPU di daerah mengenai du­
kungan IT yang telah diupayakan oleh KPU
RI dalam tahapan pencalonan.
Kepala Sub Bagian Pencalonan dan
Penetapan Calon Terpilih Sekretariat
Jenderal KPU RI, Andi Bagus Makkawaru,
yang memandu bimtek itu mengatakan,
KPU RI telah menerima masukan KPU di
daerah untuk menyederhanakan analisa
kegandaan internal. Dari hasil masukan
tersebut, aplikasi Silon Pilkada 2017 akan
secara otomatis menghapus data pendukung
pasangan calon (paslon) perseorangan yang
data kependudukannya (nama; nomor
induk kependudukan; tanggal lahir; status
pernikahan) seluruhnya ganda/identik.
“Khusus ganda identik kita sudah
fasilitasi, sudah diakomodir akan otomatis
terhapus. Jadi nanti operator tidak perlu check
list satu-satu untuk menghapus, karena akan
otomatis menyisakan satu data pendukung
saja,” kata dia.
Dengan sistem baru itu, operator Silon
akan lebih singkat dalam melakukan analisa
kegandaan internal.
32
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Bimtek yang dilaksanakan di Pu­sat Ilmu Komputer (Puliskom) Uni­versitas Indonesia (UI)
Andi menambahkan, dalam meng­
analisa, Silon akan menghasilkan tiga
output. Pertama lolos, artinya tidak ganda;
kedua ganda identik, mulai dari nama,
NIK, tanggal lahir, sampai status kawinnya
sama; ketiga potensi ganda, yang sama
hanya NIK nya saja.
Untuk hasil potensi ganda, operator
Silon harus tetap memeriksa kegandaan
tersebut secara manual melalui kartu tanda
penduduk (KTP). “Nah untuk kegandaan
ini kita tetap harus check list manual.
Sebelum dicek manual, harus kita cek KTP
nya. Ini satu hal yang tidak boleh kita lupa.
Kemudian lihat juga tanggal lahirnya,
alamatnya. Kalau memang itu adalah orang
yang sama, aksinya sama dengan ganda
identik, dihapus salah satunya,” lanjutnya.
VERIFIKASI FAKTUAL
Setelah melakukan analisa kegandaan
internal dan eksternal, operator Silon dapat
mencetak hasil analisa tersebut untuk
keperluan verifikasi faktual oleh panitia
pemungutan suara (PPS). Andi mengatakan
ada tiga dokumen yang perlu diserahkan
KPU di daerah pada saat verifikasi faktual.
Ketiga dokumen itu adalah formulir
B1 - KWK (daftar nama-nama pendukung
pasangan calon perseorangan dalam pilkada)
asli, serta KTP pendukung; hasil potensi
ganda internal; serta hasil ganda eksternal.
Ketiga dokumen tersebut perlu diberikan,
sehingga PPS memiliki data yang lengkap
untuk mengecek indikasi kegandaan yang
diberikan oleh masyarakat guna mendukung
paslon secara baik dan benar.
(rap/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro yang turut memberikan materi dalam bimtek terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan.
Terbukti Politik Uang,
Pencalonan Bisa Batal
Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, banyak
terdapat perubahan yang signifikan. Salah satunya penguatan peran
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dapat menerima, memeriksa,
dan memutus pelanggaran administratif, seperti pelanggaran alat
peraga kampanye dan praktik politik uang.
B
ahkan sekarang praktik politik uang
bukan lagi masuk ranah pidana,
tetapi pelanggaran administratif,.
Apabila terbukti maka pencalonan bisa
dibatalkan. Kewenangan pembatalan tersebut
hanya dapat dilakukan Bawaslu provinsi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro
yang turut memberikan materi dalam bimtek
terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu
(20/7) di Sumatera Selatan.
“Yang baru lagi dari UU tersebut,
desain dan materi alat peraga kampanye
boleh didanai paslon, namun ketentuan
dan pemasangannya diatur dan difasilitasi
KPU. Prinsip KPU, kampanye harus
mencerminkan keadilan bagi seluruh peserta
pilkada, namun juga masyarakat dapat
memahami profil pasangan calonnya. KPU
provinsi dan KPU kabupaten/kota juga harus
berkreasi agar alat peraga kampanye ini tidak
merusak lingkungan dan tidak mengganggu
kepentingan orang lain,” papar Juri.
Sementara itu, Komisioner KPU RI
Hadar Nafis Gumay menekankan proses
pendaftaran yang menyeluruh, dokumen
syarat pencalonan harus ada dan sah pada saat
pendaftaran. Berbeda dengan syarat calon,
yang penting ada terlebih dahulu, karena
KPU mempunyai ruang untuk verifikasi
dan memastikan keabsahannya. Terkait
verifikasi dukungan calon perseorangan,
proses verifikasi administratif sampai di KPU
kabupaten/kota, dan kemudian PPS yang
melakukan verifikasi faktual.
“Ada dua poin penting dalam verifikasi,
yaitu mencocokkan dokumen dengan
fotokopi identitas secara manual, dan
memastikan pendukung tersebut harus
ada dalam DP4 dan DPT di daerah yang
menggelar pilkada melalui sitem informasi
Silon. Aplikasi ini dapat mendeteksi apabila
ada kegandaan, atau dukungan sudah
diberikan pada calon yang lain. Setelah itu
diturunkan ke PPS untuk verifikasi faktual.
Apabila dalam tiga hari tidak bisa ditemui,
tim sukses harus mendatangkan yang
bersangkutan ke PPS atau menggunakan
teknologi video call yang dapat di-capture
sebagai bukti verifikasi,” tutur Hadar.
Hadar juga menjelaskan Silon ju­
ga dapat diakses oleh pasangan calon un­
tuk memasukkan data-data dukungan
agar semua data langsung terekam, dan
juga dapat mencetak formulir-formulir
yang dibutuhkan. Khusus untuk calon
perseorangan, apabila syarat dukungan ma­
sih kurang, maka pada saat menyerahkan
perbaikan harus berjumlah dua kali lipat dari
kekurangan dukungan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner
Bawaslu Nasrullah mengapresiasi sistem
Silon yang dipakai KPU. Namun ia berharap
agar pada saat verifikasi administratif dan
faktual dukungan perseorangan, pengawas
dapat diikutsertakan, karena bisa jadi KPU
kabupaten/kota tidak mengetahui apakah
petugas verifikasi faktual telah bekerja
dengan benar.
Selain itu, apabila memungkinkan lem­
baga-lembaga yang berkompeten diajak
be­kerjasama, misal dinas pendidikan dan ke­
sehatan, agar seperti kasus narkoba yang me­
nimpa oknum bupati tidak terulang kembali. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
33
SUARA REGULASI
PENYEMPURNAAN
MEKANISME
PENCALONAN
Pemerintah baru saja menerbitkan Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai landasan
hukum penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) 2017. Undang-undang ini merupakan
penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yakni
UU Nomor 8 Tahun 2015. Penyempurnaan tersebut
menyangkut delapan isu utama, yaitu:
1.
2.
34
Perubahan substansi undang-undang
pilkada dilakukan dalam rangka
menindaklanjuti putusan Mahkamah
Konstitusi, terkait dengan:
a). Persyaratan atas kewajiban bagi
pegawai negeri sipil (PNS) untuk
menyatakan pengunduran diri sejak
penetapan sebagai pasangan calon;
b). Persyaratan atas kewajiban bagi
anggota DPR, DPD dan DPRD un­
tuk menyatakan pengunduran diri
sejak pe­netapan sebagai pasangan
calon;
c). Persyaratan terkait mantan ter­
pidana dapat maju sebagai pasangan
calon jika telah me­ngumumkan
kepada mas­yarakat luas bahwa
yang ber­sangkutan pernah menjadi
ter­pidana berdasarkan pu­t us­a n
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum;
d). Dihapusnya persyaratan tidak
memiliki konflik kepentingan
dengan petahana;
e). Pengaturan terkait pelaksanaan
pemilihan jika hanya terdapat satu
pasangan calon.
Penegasan terkait pemaknaan
atas nomenklatur petahana untuk
menghindari multitafsir dalam im­
plementasinya;
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
3.
4.
5.
6.
Pengaturan mengenai pendanaan
kegiatan pilkada dibebankan kepada
APBD dan dapat didukung melalui
APBN;
Penyederhanaan penyelesaian sengketa
proses pada setiap ta­hapan pilkada agar
keserentakan pen­coblosan maupun pe­
lantikan dapat terjamin;
Penetapan mengenai waktu pe­
mungutan suara untuk Pilkada 2020
dan 2024;
Pengaturan mengenai pelantikan se­
rentak gubernur, bupati, walikota
7.
8.
dan wakil-wakilnya yang dilakukan
oleh presiden di ibukota negara serta
penegasan terkait waktu pelantikan
agar selaras dengan kebijakan pe­nye­
lenggaraan pemilihan secara serentak,
yang pelantikan tersebut dilaksanakan
pada akhir masa jabatan kepala daerah
sebelumnya yang paling akhir;
Pengaturan sanksi yang jelas bagi yang
melakukan politik uang;
Pengaturan terkait pengisian jabatan
gubernur, bupati, walikota dan wakilwakilnya yang diberhentikan.
adhoc yang berkompeten, memiliki kapasitas,
in­tegritas dan mandiri. Perubahan mekanisme
tersebut termuat dalam pasal 16 tentang PPK,
pasal 19 tentang PPS dan pasal 21 tentang
KPPS.
PASAL 16
(1). Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang
yang memenuhi syarat berdasarkan
Undang-Undang.
(1a).Seleksi penerimaan anggota PPK
dilaksanakan secara ter­buka dengan
memperhatikan kom­petensi, kapasitas,
integritas, dan kemandirian calon
anggota PPK.
(2). Anggota PPK diangkat dan di­ber­
hentikan oleh KPU kabupaten/kota.
(3). Komposisi keanggotaan PPK mem­
perhatikan keterwakilan perempuan
pa­ling sedikit 30% (tiga puluh persen).
(4). Dalam menjalankan tugasnya, PPK
dibantu oleh sekretariat yang di­pimpin
oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi per­syaratan.
(5). PPK melalui KPU kabupaten/kota
meng­usulkan 3 (tiga) nama calon
sek ­­retaris PPK kepada bupati/wa ­l i­
ko­ta untuk selanjutnya dipilih dan
di­­tetapkan 1 (satu) nama sebagai sek­
re­taris PPK dengan keputusan bupati/
walikota.
PASAL 19
Selain delapan isu pokok tersebut, terdapat
sejumlah perubahan ketentuan yang berkaitan
dengan teknis pelaksanaan ta­hapan pilkada
seperti rekrutmen ba­dan penyelenggara adhoc
(sementara), pen­ca­lonan, pemutakhiran
data pemilih, kam­panye, dana kampanye
dan penanganan sengketa. Rekrutmen
badan penyelenggara adhoc yang terdiri dari
panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia
pemungutan suara (PPS) dan kelompok
penyelenggara pemungutan suara diupayakan
menjadi lebih ter­buka dan transparan. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan penyelenggara
(1). Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang.
(2). Seleksi penerimaan anggota PPS
dilaksanakan secara terbuka de­ngan
memperhatikan kompetensi, ka­pasitas,
integritas, dan kemandirian calon
anggota PPS.
(3). Anggota PPS diangkat dan di­ber­
hentikan oleh KPU kabupaten/kota.
PASAL 21
(1). Anggota KPPS berjumlah 7 (tujuh)
orang yang berasal dari anggota mas­
yarakat di sekitar TPS yang memenuhi
syarat sesuai dengan ketentuan per­
aturan perundang-undangan.
(1a).Seleksi penerimaan anggota KPPS
dilaksanakan secara ter­bu­k a dengan
mem­perhatikan kom­pe­tensi, ka­pa­sitas,
integritas, dan ke­man­d irian calon
anggota KPPS.
(2). Anggota KPPS diangkat dan di­ber­hen­
tikan oleh PPS atas nama ketua KPU
kabupaten/kota.
(3). Pengangkatan dan pemberhentian
anggota KPPS wajib dilaporkan kepada
KPU kabupaten/kota.
(4). Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas
se­orang ketua merangkap ang­gota dan
anggota.
Terkait dengan pencalonan terdapat
sejumlah perubahan ketentuan, terutama
yang berkaitan dengan syarat dukungan
calon perseorangan. Pertama; persentasi
jumlah dukungan dihitung dari jumlah
penduduk yang telah memiliki hak pilih.
Kedua; pemilih yang dapat memberi du­
kungan adalah mereka yang tercatat dalam
daf­tar pemilih tetap (DPT) pada pemilu
sebelumnya yang paling akhir di daerah yang
bersangkutan.
PASAL 41
(1). Calon perseorangan dapat men­
daftarkan diri sebagai calon gubernur
dan calon wakil gubernur jika me­
menuhi syarat dukungan jumlah pen­
duduk yang mempunyai hak pilih dan
ter­muat dalam daftar pemilih tetap
pada pemilihan umum atau pemilihan
se­belumnya yang paling akhir di daerah
bersangkutan, dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk
yang termuat pada daftar pemilih
tetap sampai dengan 2.000.000 (dua
juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk
yang termuat pada daftar pemilih
tetap lebih dari 2.000.000 (dua
juta) jiwa sampai dengan 6.000.000
(enam juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 8,5% (delapan
setengah persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk
yang termuat pada daftar pemilih
tetap lebih dari 6.000.000 (enam
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
35
S UA R A R E GU L A S I
juta) jiwa sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 7,5% (tujuh setengah
persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk
yang termuat pada daftar pemilih
tetap lebih dari 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 6,5% (enam setengah
persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d tersebar di
lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kabupaten/kota di provinsi
dimaksud.
(2). Calon perseorangan dapat men­daf­
tarkan diri sebagai calon bupati dan
calon wakil bupati serta calon wa­li­kota
dan calon wakil walikota jika me­
menuhi syarat dukungan jumlah pen­
duduk yang mempunyai hak pilih dan
ter­muat dalam daftar pemilih tetap di
daerah bersangkutan pada pemilihan
umum atau pemilihan sebelumnya yang
pa­ling akhir di daerah bersangkutan,
de­ngan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk yang termuat pada daf­
tar pemilih tetap sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu)
ji­wa harus didukung paling sedikit
10% (sepuluh persen);
b. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari
250.000 (dua ratus lima puluh ribu)
sampai dengan 500.000 (lima ratus
ri­bu) jiwa harus didukung paling
sedikit 8,5% (delapan setengah
persen);
c. Kabupaten/kota dengan jumlah
pen­duduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa
harus didukung paling sedikit 7,5%
(tujuh setengah persen);
d. Kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari
1.000.000 (satu juta) jiwa harus di­
36
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
du­kung paling sedikit 6,5% (enam
setengah persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagaimana
di­maksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d tersebar di
le­bih dari 50% (lima puluh persen)
jum­lah kecamatan di kabupaten/
ko­ta dimaksud.
(3). Dukungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam
bentuk surat dukungan yang disertai
dengan fotokopi kartu tanda penduduk
elektronik atau surat keterangan yang
diterbitkan oleh dinas kependudukan
dan catatan sipil yang menerangkan
bahwa penduduk tersebut berdomisili
di wilayah administratif yang sedang
menyelenggarakan pemilihan paling
singkat 1 (satu) tahun dan tercantum
dalam daftar pemilih tetap pemilihan
umum sebelumnya di provinsi atau
kabupaten/kota dimaksud.
(4). Dukungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu)
pasangan calon perseorangan.
Untuk menguji kelengkapan dan ke­
absahan dukungan calon perseorangan,
KPU melakukan verifikasi administrasi dan
verifikasi faktual. Verifikasi administrasi
dukungan calon perseorangan dilakukan
oleh KPU kabupaten/kota untuk pilkada
bupati/wakil bupati dan walikota/wakil
walikota dan KPU provinsi untuk pilkada
gubernur/wakil gubernur. Verifikasi faktual
dengan metode sensus dilakukan oleh panitia
pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/
kelurahan. Metode sensus bukanlah sesuatu
yang baru dalam pelaksanaan ve­r i­fi kasi
dukungan calon perseorangan. Verifikasi
faktual dukungan pasangan calon per­
seorangan telah diterapkan sejak pilkada
ta­hun 2010. Bedanya alokasi waktu yang
di­berikan Undang Undang Pilkada Nomor
10 Tahun 2016 untuk verifikasi faktual
lebih lama, yaitu selama 14 hari. Sementara
verifikasi administrasi dan faktual pada
pil­kada 2010-2013, alokasi waktunya hanya
14 hari dengan rincian 3 hari verifikasi
administrasi, 9 hari verifikasi faktual dan 2
hari penyusunan berita acara. Hal ini me­
nunjukkan adanya semangat undang-undang
untuk memberi ruang kepada penyelenggara
pe­­milu dalam memastikan keabsahan du­
kungan yang diberikan oleh pemilih kepada
ba­kal calon perseorangan.
PASAL 48
Ayat 4 : KPU provinsi atau KPU kabupaten/
ko­ta dibantu oleh pasangan calon
per­­seorangan atau tim yang di­
berikan kuasa oleh pasangan calon
me­nyerahkan dokumen sya ­rat
dukungan sebagaimana dimaksud
pa­da ayat (1) kepada PPS untuk
dilakukan verifikasi faktual paling
lam­bat 28 (dua puluh delapan)
hari sebelum waktu pendaftaran
pasangan calon dimulai.
Ayat 5 : Verifikasi faktual sebagaimana di­
maksud pada ayat (4) dilakukan
pa­ling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak dokumen sya­rat
dukungan pasangan calon per­
seorangan diserahkan ke PPS.
Ayat 6 : Verifikasi faktual sebagaimana di­
maksud pada ayat (4) dan ayat (5)
di­lakukan dengan metode sensus
dengan menemui langsung setiap
pen­dukung calon.
Ayat 7 : Verifikasi faktual sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5), terhadap pendukung calon
yang tidak dapat ditemui pada
saat verifikasi faktual, pasangan
calon diberikan kesempatan untuk
menghadirkan pendukung calon
yang dimaksud di kantor PPS pa­
ling lambat 3 (tiga) hari terhitung
se­jak PPS tidak dapat menemui pen­
dukung tersebut.
Untuk pendaftaran pasangan calon dari
partai politik juga terdapat perubahan yang
sangat signifikan. Dewan Pimpinan Pusat
(DPP) partai politik diberi kewenangan yang
lebih luas dalam pendaftaran pasangan calon.
Terdapat dua kewenangan strategis DPP
dalam pendaftaran pasangan calon. Pertama;
memberi persetujuan terhadap pasangan
calon yang akan didaftarkan oleh pengurus
tingkat kabupaten/kota atau pengurus
provinsi. Kedua; DPP berhak mengambil
alih proses pendaftaran gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati dan wali
kota/wakil wali kota jika pengurus partai
di tingkat kabupaten/kota atau pengurus di
tingkat provinsi tidak melaksanakan proses
pendaftaran.
PASAL 42
Ayat 4 : Pendaftaran pasangan calon gu­
bernur dan calon wakil gubernur
oleh partai politik ditandatangani
oleh ketua partai politik dan
sek­retaris partai politik tingkat
provinsi disertai surat keputusan
pe­ngurus partai politik tingkat
pusat tentang persetujuan atas
calon yang diusulkan oleh pe­ngu­
rus partai politik tingkat provinsi.
Ayat 4 (a) :Dalam hal pendaftaran pasangan
calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak dilaksanakan
oleh pimpinan partai politik
tingkat provinsi, pendaftaran
pasangan calon yang telah di­se­
tujui partai politik tingkat pusat,
dapat dilaksanakan oleh pimpinan
par­tai politik tingkat pusat.
Ayat 5 : Pendaftaran pasangan calon bu­
pati dan calon wakil bupati serta
pa­sangan calon walikota dan
calon wakil walikota oleh partai
po­litik ditandatangani oleh ketua
partai politik dan sekretaris partai
politik tingkat kabupaten/kota
disertai surat keputusan pengurus
par­tai politik tingkat pusat ten­
tang persetujuan atas calon yang
di­usulkan oleh pengurus partai
po­litik tingkat provinsi.
Ayat 5(a) : Dalam hal pendaftaran pasangan
calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) tidak dilaksanakan oleh
pim­pinan partai politik tingkat
kabupaten/kota, pendaftaran pa­
sangan calon yang telah disetujui
partai politik tingkat pusat, dapat
dilaksanakan oleh pimpinan
partai politik tingkat pusat.
Kasus narkoba yang menimpa Bupati
Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan pada
Maret 2016 menjadi salah satu titik masuk
memperbaiki regulasi pencalonan untuk
memastikan bakal calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah tidak saja harus sehat
jasmani dan rohani, tetapi juga terbebas dari
narkoba. Karena itu, dokumen syarat calon,
selain harus menyertakan hasil pemeriksaan
kemampuan jasmani dan rohani, wajib
menyertakan bebas penyalahgunaan
narkoba dari dokter, ahli psikologi dan
Badan Narkotika Nasional (BNN). Hal
ini diatur dalam pasal 45 ayat 2b poin 1
yang menyebutkan: hasil pemeriksaan
kemampuan secara jasmani, rohani, dan
bebas penyalahgunaan narkotika dari tim
yang terdiri dari dokter, ahli psikologi, dan
Badan Narkotika Nasional, yang ditetapkan
oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota
sebagai bukti pemenuhan syarat calon.
Undang-undang juga mengantisipasi
adanya calon atau pasangan calon yang
meninggal dunia. Penggantian calon atau
pasangan calon yang meninggal dunia dapat
dilakukan paling lambat 30 hari sebelum
pemungutan suara. Dalam hal salah satu
calon dari pasangan calon meninggal dunia 29
hari sebelum pemungutan suara maka partai
politik atau gabungan partai politik tidak
diberikan lagi kesempatan untuk mengganti
calon. Tetapi, salah satu dari pasangan
calon yang tidak meninggal dunia tetap
dapat mengikuti pemilihan tanpa pasangan
sekalipun.
Kasus calon tunggal yang terjadi pada
Pilkada 2015 menjadi bagian penting dalam
penyempurnaan regulasi pencalonan dalam
undang-undang pilkada. Undang-undang
me­ngatur lima kondisi yang menyebabkan
diperbolehkannya calon tunggal dalam
pil­kada. Pertama; setelah dilakukan pe­
nun­da­an dan sampai dengan berakhirnya
masa per­panjangan pendaftaran, hanya
terdapat satu pasangan calon yang mendaftar
dan berdasarkan hasil penelitian pasangan
calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.
Kedua; terdapat lebih dari satu pasangan
calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil
penelitian hanya terdapat satu pasangan
calon yang dinyatakan memenuhi syarat
dan setelah dilakukan penundaan sampai
dengan berakhirnya masa pembukaan kembali
pendaftaran tidak terdapat pasangan calon
yang mendaftar atau pasangan calon yang
mendaftar berdasarkan hasil penelitian
dinyatakan tidak memenuhi syarat yang
mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan
calon. Ketiga; sejak penetapan pasangan
calon sampai dengan saat dimulainya masa
Kampanye terdapat pasangan calon yang
berhalangan tetap, partai politik atau gabungan
partai politik tidak mengusulkan calon/
pasangan calon pengganti atau calon/pasangan
calon pengganti yang diusulkan dinyatakan
tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan
hanya terdapat satu pasangan calon. Keempat;
sejak dimulainya masa kampanye sampai
dengan hari pemungutan suara terdapat
pasangan calon yang berhalangan tetap, partai
politik atau gabungan partai politik tidak
mengusulkan calon/pasangan calon peng­
ganti atau calon/pasangan calon pengganti
yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi
sya­rat yang mengakibatkan hanya terdapat
satu pasangan calon. Kelima; terdapat pa­
sangan calon yang dikenakan sanksi pem­ba­
talan sebagai peserta pemilihan yang meng­
akibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
37
KAMUS PEMILU
METODE KUOTA NIEMEYER
Adalah metode mengonversi
perolehan suara menjadi
kursi dengan memanfaatkan
proporsionalitas matematika.
Metode ini ditempuh melalui satu
tahapan dengan cara membagi
perolehan suara peserta
pemilu dengan seluruh suara
sah dikalikan dengan jumlah
kursi secara keseluruhan. Jika
menghasilkan pecahan, maka
sisa suara dibulatkan ke atas.
METODE DIVISOR ST
LAGUE/WEBSTER
Adalah cara menghitung
perolehan kursi ke partai politik
dengan cara membagi perolehan
suara setiap partai politik dengan
bilangan pembagi ganjil, 1, 3,
5, 7 dan seterusnya. Hasilnya
baginya dirangking, dan angka
tertinggi secara berturut-turut
mendapatkan kursi pertama,
kursi kedua, kursi ketiga dan
seterusnya, sesuai dengan
jumlah kursi yang tersedia.
POLA PENCALONAN
(NOMINATION)
Adalah unsur sistem pemilu
yang berkaitan dengan siapa
yang mengajukan calon dan
bagaimana caranya calon itu
diajukan. Siapa yang mengajukan
calon tergantung pada siapa yang
menjadi peserta pemilu, apakah
partai politik, perseorangan atau
keduanya. Jika peserta pemilunya
hanya partai politik saja maka
satu-satunya yang dapat
mengajukan calon adalah partai
politik. Jika peserta pemilunya
adalah partai politik dan
perseorangan maka dua-duanya
dapat mengajukan calon.
38
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
MODEL PENYUARAAN
(BALLOTING)
METODE DIVISOR
D’HONDT/JEFFERSON
Adalah mekanisme pemberian
suara oleh pemilih dalam pemilu.
Dimensi ini menyangkut tiga
hal, yaitu (a) apakah suara
diberikan kepada partai politik,
atau kepada kandidat, ataukah
keduanya; (b) apakah pemberian
suara dilakukan secara
kategorikal ataukah secara
ordinal, seperti sistem preferensi,
yaitu meranking pilihan atas
sejumlah calon (alternative
votes); dan (c) apakah pemberian
suara dilakukan secara
tradisional (mencoblos) ataukah
secara terpelajar (menuliskan
nama, nomor atau tanda baca);
Adalah cara menghitung
perolehan kursi ke partai politik
dengan cara membagi perolehan
suara setiap partai politik dengan
bilangan pembagi 1, 2, 3, 4, dan
seterusnya. Selanjutnya hasil
pembagian suara setiap partai
politik itu dirangking, dan angka
tertinggi secara berturut-turut
mendapatkan kursi pertama,
kursi kedua, kursi ketiga dan
seterusnya, sesuai dengan
jumlah kursi yang tersedia;
FORMULA PEMILIHAN
(ELECTORAL FORMULAE)
Menyangkut dua hal, yaitu
formula pembagian kursi dan
formula penetapan calon terpilih.
Formula pembagian kursi adalah
rumus yang digunakan untuk
membagi kursi kepada partai
politik peserta pemilu di setiap
daerah pemilihan. Sementara
formula penetapan calon adalah
mekanisme yang digunakan
untuk menentukan calon terpilih;
METODE KUOTA DROP
Adalah metode mengonversi
perolehan suara menjadi kursi
dengan cara membagi total
perolehan suara dengan jumlah
kursi ditambah 1. Cara menghitung
selanjutnya sama dengan kuota
murni. Pertama, menentukan
partai politik yang mendapat kursi
utuh. Kedua, menentukan partai
politik yang mendapat sisa kursi
yang belum terbagi.
METODE KUOTA
Adalah pembagian perolehan
kursi partai politik dengan cara
membagi perolehan suara partai
politik dengan total suara, lalu
dikalikan dengan jumlah kursi
yang tersedia. Metode ini sering
menghasilkan pecahan sehingga
menghasilkan sisa kursi. Jika
dalam penghitungan terdapat
sisa kursi maka sisa kursi
diberikan kepada partai politik
yang memiliki pecahan terbesar
secara berturut-turut hingga
kursi habis.
METODE DIVISOR
Adalah pembagian perolehan
kursi dengan cara membagi
jumlah perolehan suara
setiap partai politik dengan
menggunakan bilangan pembagi
atau divisor yang bersifat tetap,
tidak tergantung pada jumlah
pemilih. Hasil pembagian
ini kemudian diranking dari
tertinggi hingga terendah sesuai
dengan jumlah kursi yang
tersedia. Angka tertinggi hingga
terendah secara berturut-turut
mendapatkan kursi hingga kursi
habis terbagi.
BESARAN DAERAH
PEMILIHAN (DISTRIC
MAGNITUTE)
Adalah unsur sistem pemilu yang
menentukan pilihan mengenai
ling­kup daerah pemilihan,
prinsip yang mendasari alokasi
kursi dan jumlah kursi yang
diperebutkan di setiap daerah
pemilihan. Lingkup daerah
pemilihan dapat ditentukan
berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan (nasional, provinsi
atau kabupaten/kota), jumlah
penduduk dan kombinasi antara
faktor wilayah dengan jumlah
penduduk. Adapun alokasi kursi
dapat ditentukan atas dasar
prinsip kesetaraan keterwakilan
di antara warga negara atau
kesetaraan antar wilayah atau
daerah
METODE KUOTA
HAMILTON/HARE
Atau disebut juga metode kuota
LR (largest remainder atau sisa
suara terbanyak) adalah metode
untuk mengonversi perolehan
suara menjadi kursi dengan
memakai bilangan pembagi yang
tidak tetap, tergantung jumlah
pemilih dan perolehan suara.
Metode ini memiliki dua tahap.
Pertama, membagi perolehan
suara masing-masing partai
dengan kuota suara 1 kursi atau
bilangan pembagi pemilih (BPP).
Pada tahap ini, partai politik
yang mendapat perolehan
suara sama atau lebih dari BPP
berarti mendapat kursi sebanyak
bilangan utuh tersebut. Kedua,
membagi sisa kursi berdasarkan
sisa suara terbanyak;
S UA R A G A L E R I
Bimbingan Teknis Terpadu di Palembang, 19-22 Juli 2016
Bimtek Operator Silon kepada Operator KPU yang akan meneyelenggarakan Pilkada serentak 2017, 29-30 Juli 2016
40
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Bimtek Teknis Terpadu dalam Pilkada Serentak Tahun 2017 di Provinsi Maluku, 25-28 Juli 2016
Rakor Pilot Projet Rumah Pintar Pemilu, di Provinsi Bali 19-21 Mei 2016
Kunjungan ke SMA Bali Mandara
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
41
S UA R A G A L E R I
Launching Pilkada 2017 Provinsi Banten, 3 Agustus 2017
Launching Pilkada 2017 Provinsi Aceh, 2 Agustus 2016
42
SUARA KPU Juli-Agustus 2016
Launching Pilkada 2017 di Provinsi Bangkak Belitung, 6 Agustus 2017
Penyerahan DP4 Pilkada 2017
Launching Rumah Pintar Pemilu dan Pelatiihan di Jogyakarta Bulan Agustus, 4 Agustus 2016
Juli-Agustus 2016 SUARA KPU
43
SUARA DAERAH
“MILKOI GAYA 2016”
TINGKATKAN
KESADARAN
DEMOKRASI
PELAJAR
Usaha meningkatkan kesadaran demokrasi di kalangan pelajar
merupakan salah satu hal penting. Hal ini disadari Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karanganyar. Untuk itu, KPU
mengadakan sosialisasi proses berdemokrasi terhadap puluhan
pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) se-Kabupaten
Karanganyar, Rabu (3/8).
B
ertema pemilihan
ketua OSIS tingkat
SM A /SMK /M A
gaya
serentak
2016 (Milkoi Gaya
2016), sosialisasi
ini diikuti puluhan pelajar pengurus OSIS dan guru pembina OSIS di
seluruh wilayah Karanganyar. Ketua
KPU Karanganyar, Sri Handoko Budi
Nugroho, menyatakan komitmen yang
kuat untuk meningkatkan pengetahuan,
pendidikan dan kesadaran berdemokrasi
di kalangan pelajar tingkat SLTA.
“KPU Karanganyar sebagai penyelenggara pemilu di kabupaten berkomitmen untuk itu. Melalui kegiatan
pemilihan ketua OSIS serentak diharapkan mampu mendorong siswa untuk
berperan aktif dalam praktik demokrasi,”
ujar Handoko.
Pemilihan ketua OSIS ini, kata dia,
sebagai miniatur pelaksanaan pemilihan
44
umum ataupun pemilihan kepala daerah secara nyata. Dari sosialisasi ini
siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman nilai demokrasi dan dapat
mempraktikkan secara sederhana di
lingkungan sekolah.
Pelaksanaan sosialisasi pemilihan
ketua OSIS “Milkoi Gaya 2016” terselenggara atas kerjasama KPU Kabupaten
Karanganyar, Dinas Pendidikan, pemuda
dan Olahraga (Dispora) Kabupaten
Karanganyar dan Kementerian Agama
(Kemenag) Kabupaten Karanganyar.
Bupati Karanganyar Juliyatmono
yang hadir dalam sosialisasi tersebut
berpesan kepada semua siswa untuk
lebih meningkatkan belajarnya agar
menjadi siswa yang berprestasi dan
cerdas. ”Mudah-mudahan kelak yang
terpilih menjadi ketua OSIS menjadi
orang hebat, berlatih menjadi pemimpin
dan mendapat ridho dari Tuhan Yang
Maha Kuasa,” pesan Juliyatmono.
(inisial_1)
Ketua KPU Kabupaten Karanganyar, Sri Handoko Budi
Nugroho pada pemilihan ketua OSIS tingkat SMA/SMK/
MA gaya serentak 2016 (Milkoi gaya 2016), Rabu (3/8).
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara daerah.indd 44
30/08/2016 20:58:24
JuliMei
- Agustus
- Juni 2016
2016 SUARA KPU
_suara daerah.indd 45
45
30/08/2016 20:58:25
S UA R A DA E R A H
Calon Perseorangan Pinrang
Minimal 23 Ribu E-KTP
Pasangan calon perseorangan yang bakal mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pinrang,
Sulawesi Selatan, pada 2018 mendatang harus bekerja ekstra. Pasalnya, berdasarkan aturan, setiap paslon
mesti mendapatkan dukungan minimal 8,5 persen untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari
250 ribu sampai 500 ribu yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
“J
umlah DPT Pilpres 2014
lalu di Kabupaten Pinrang
sebanyak 276.782. Menurut
Undang-Undang 10 Tahun
2016,
dukungan
calon
perseorangan dibuat dalam bentuk surat
dukungan yang disertai dengan fotokopi
kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP)
atau surat keterangan yang diterbitkan dinas
kependudukan dan catatan sipil. Jadi, setiap
bakal calon perseorangan nantinya minimal
mengumpulkan dukungan paling sedikit
23.527,” kata Ketua KPU Pinrang, Mansyur
Hendrik, Rabu (27/7).
Hal ini mengemuka dalam bedah UU 10
Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU
Nomor 1 Tahun 2015 yang diselenggarakan
KPU Pinrang, di ruang Media Centre. Bedah
UU yang dipimpin Mansyur dan empat
komisoner lainnya, Hasbar, Rustan Bedmant,
A Bakhtiar Tombong, dan Alamsyah,
dihadiri Sekretaris KPU Pinrang Amir Tahir
46
bersama sejumlah staf sekretariat dan pelajar
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
sedang melaksanakan Praktik Sistem Ganda
(PSG) di KPU.
Dalam Pasal 7 ayat 2, UU 10 Tahun 2016,
secara tegas juga menyebut bahwa anggota
DPR/DPD/DPRD mesti mengundurkan diri
sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
Aturan ini juga berlaku bagi anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI
(Polri), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
serta kepala desa atau sebutan lainnya.
“Pengunduran diri ini secara tertulis dibuat
sejak ditetapkan sebagai pasangan calon
peserta pemilihan,” jelas Mansyur.
Masih dalam UU 10, pasal 73 secara
tegas menyebutkan kewenangan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu). Berdasarkan
putusan Bawaslu provinsi, KPU provinsi atau
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi
administrasi pembatalan sebagai pasangan
calon (paslon) bagi calon yang terbukti
melakukan pelanggaran seperti money
politic. “Pasal 73 ayat 1; calon dan/atau tim
kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi penyelenggara pemilihan
dan/atau pemilih,” tegasnya.
Sementara itu Komisioner Divisi Sosialisasi dan SDM KPU Pinrang, Rustan Bedmant
menambahkan, bedah UU ini merupakan
kelanjutan dari bedah aturan di KPU seperti
peratuan KPU. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan dalam
memahami regulasi secara bersama-sama,
baik komisioner maupun staf sekretariat.
“Sejak tahun 2016, KPU Pinrang rutin
melakukan bedah UU maupun Peraturan
KPU. Rencananya, pekan depan kita
lanjutkan dengan Peraturan KPU Nomor 5
Tahun 2015 tentang sosialisasi dan partisipasi
masyarakat yang sempat tertunda saat
Ramadhan 1437 H,” katanya.
(bed/red. FOTO KPU/sirajuddin)
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara daerah.indd 46
30/08/2016 20:58:26
KPU DKI Jakarta Gelar
Sosialisasi Pencalonan
Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Pilgub) semakin dekat. Tahapan demi
tahapan juga sudah berjalan sesuai jadwal masing-masing. KPU DKI Jakarta menggelar sosialiasi tahapan
pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur KPU DKI Jakarta, Senin (18/7).
P
eserta sosialiasi adalah pimpinan
partai politik dan ormas, Kodam Jaya,
Polda Metro dan pihak terkait lainnya.
Hadir pula Ketua DPRD DKI Jakarta
Prasetyo Edi Marsudi dan Wakil ketua DPRD H.
Abraham “Lulung” Lunggana.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno
mengatakan, pihaknya telah melahirkan
sejumlah keputusan tentang pelaksaaan tahapan
pilgub, seperti SK tentang pelaksanaan hari-H
pemungutan suara, SK tentang syarat minimal
dukungan calon perseorangan, SK tentang syarat
minimal dukungan parpol politik, SK tentang
pemantau pemilu dan lain sebagainya.
“Sosialisasi tahapan pencalonan ini sangat
penting. Ini bagian dari tugas KPU DKI
“Syarat yang melekat
pada dirinya, misalnya
sehat jasmani dan
rohani, tidak pernah
dipidana. Sedang
syarat lain, adalah
memenuhi dukungan
calon perseorangan
dan dukungan parpol.
Keduanya melekat
satu sama lain,”
Jakarta yang diamanatkan Undang-Undang,
yaitu tata cara pencalonan agar tidak terjadi
kesalahpahaman dan salah informasi,” terang
Sumarno.
Dalam kesempatan itu, Anggota KPU DKI
Jakarta Pokja Pancalonan Dahliah Umar
memaparkan secara detail
syarat-syarat
pencalonan sesuai dengan regulasi dari UndangUndang hingga PKPU yang berlaku. Mulai dari
syarat yang pribadi hingga syarat administrasi.
“Syarat yang melekat pada dirinya, misalnya
sehat jasmani dan rohani, tidak pernah dipidana.
Sedang syarat lain, adalah memenuhi dukungan
calon perseorangan dan dukungan parpol.
Keduanya melekat satu sama lain,” kata Dahliah.
(RED)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara daerah.indd 47
47
30/08/2016 20:58:26
S UA R A DA E R A H
PEMPROV BALI
KOMIT
SIAPKAN
ANGGARAN
PILGUB 2018
Pemerintah Provinsi Bali menyatakan
komitmen dalam penyediaan anggaran
guna menyukseskan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub)
Bali pada 2018 mendatang.
“P
emprov mendukung penuh
dari aspek anggaran sebagai
komitmen
menyukseskan
Pilgub Bali. Karena pada
prinsipnya tidak ada tahapan yang boleh
terhambat disebabkan ketidaktersediaannya
anggaran,” kata Sekretaris Daerah Provinsi
Bali, Cokorda Ngurah Pemayun.
Hal tersebut diungkapkannya pada rapat
pembahasan anggaran, Kamis (21/7). Rapat
tersebut dihadiri komisioner dan pejabat
struktural KPU Provinsi Bali.
Pada pembahasan itu, Ketua KPU Bali,
Dewa Raka Sandi, menyampaikan pelaksanaan Pilgub Bali akan berjalan bersamaan
dengan Pilkada Kabupaten Klungkung dan
Kabupaten Gianyar.
Raka juga mengatakan sulitnya menyusun
anggaran pilgub secara tepat, karena ada
beberapa hal yang masih belum bisa diprediksi
seperti halnya jumlah pasangan calon. Hal
tersebut tentu akan berdampak besar terhadap
jumlah logistik yang harus tersedia.
Ia juga mengatakan dalam penyusunan
anggaran selalu mengedepankan prinsip48
Rapat pembahasan anggaran
pemerintah Prov Bali dan Komisi
Pemilihan Umum Prov Bali.
Sulitnya menyusun anggaran pilgub
secara tepat, karena ada beberapa
hal yang masih belum bisa diprediksi
seperti halnya jumlah pasangan calon.
Hal tersebut tentu akan berdampak
besar terhadap jumlah logistik yang
harus tersedia.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara daerah.indd 48
30/08/2016 20:58:26
KIP Aceh
Lantik 120 PPK
Aceh Timur
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh
melantik 120 panitia pemilihan kecamatan
(PPK) yang berasal dari 24 kecamatan di
Aceh Timur, Senin (18/7).
P
prinsip efektif dan efisien.
Anggota KPU Bali Divisi Perencanaan Keuangan dan Logistik serta Umum, Rumah Tangga dan Organisasi, Wayan
Jondra menambahkan, mengingat tahapan Pilgub Bali akan
melewati dua tahun anggaran (2017 dan 2018) diharapkan dana
hibah pilkada ditandatangani dalam satu Naskah Perjanjian
Hibah Daerah (NPHD). Sedangkan untuk alokasi dana dibagi di
dua tahun anggaran, 45% di 2017 sisanya 55% akan dialokasikan
pada 2018.
(gb/red. FOTO KPU Bali)
elantikan yang dipimpin Ketua KIP Aceh
Ridwan Hadi tersebut dilakukan setelah
calon PPK dinyatakan lulus mengikuti
serangkaian ujian yang digelar.
Menurut Ridwan, untuk mempermudah
kerja tim di lapangan, ia mengingatkan betapa
pentingnya komunikasi yang harus segera dibangun
agar setiap tim yang telah dilantik mudah berkoordinasi.
“Segera bangun komunikasi dengan tim. Dengan
begitu saudara-saudara mudah berkoordinasi, sehingga
tekad kita untuk menyukseskan pilkada di Aceh Timur
dapat tercapai dengan baik,” tuturnya.
Dalam sambutan yang diawali dengan
memfadiahkan surat Al Fatihah kepada Almarhum
Husni Kamil Manik, Ridwan juga berharap agar Pilkada
Aceh yang nantinya menjadi perhatian publik dapat
berlangsung dengan damai.
“Semoga kita semua dapat memaknai hakikat damai
yang abadi,” tambahnya.
(KIP Aceh)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara daerah.indd 49
49
30/08/2016 20:58:27
S UA R A DA E R A H
PEDULI
TINGGI
Untuk DPT Berkualitas,
KPU Banten Gelar Rakor
Data Pemilih
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten menggelar rapat
koordinasi daftar pemilih tambahan dua DPTb2 Pilkada 2015 dan
persiapan data pemilih Pilgub Banten 2017, Kamis (21/7). Rakor
tersebut menghadirkan dua narsumber, Erikson P. Manihuruk dari
Direktorat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil dan Massaputro
Delly sebagai perwakilan Biro Pemerintahan Provinsi Banten.
K
etua KPU Provinsi Banten Agus Supriyatna menyampaikan, Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) sudah menyampaikan Daftar Agregat
Kependudukan Perkecamatan (DAK2) kepada KPU. “Proses
pemutakhiran daftar pemilih dimulai tanggal 16 sampai dengan 22 Juli
2016 serta proses penganalisaan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4)
sedang dilakukan KPU RI. Kemudian mulai tanggal 23 sampai dengan 12 Agustus
2016 dimulai sinkronisasi DP4 oleh KPU RI,” tutur Agus.
Anggota Divisi Humas, Data, Informasi, Hubungan antar Lembaga KPU Banten
Didih M. Sudi menyampaikan, proses tahapan penyusunan daftar pemilih terbagi
dua proses, yakni Kemendagri menyampaikan DP4 ke KPU RI, selanjutnya KPU RI
melakukan sinkronisasi dan publikasi.
“Persoalan data pemilih selalu terpisah antar data kependudukan, KTP elektronik
dan penduduk itu sendiri. Selain itu dari 4 kabupaten/kota yang mengadakan Pilkada
Serentak 2015 masih ditemukan penduduk yang tidak memperoleh KTP elektronik,”
terang Didih.
Sementara itu Erikson P. Manihuruk menerangkan, DP4 yang diberikan Kemendagri kepada KPU RI adalah DP4 yang sudah dibersihkan dari permasalahan DPT
terakhir yang ada khususnya di Provinsi Banten. Seperti penulisan alamat tidak wajar,
penulisan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak sesuai, penulisan Nomor Kartu
Keluarga (NKK) tidak sesuai, NIK kurang atau lebih dari 16 digit, penulisan nama
tidak wajar, tanggal, bulan dan tahun lahir tidak wajar.
Sementara Massaputro Delly menjelaskan, pemerintah provinsi wajib dan
bertanggungjawab menyelenggarakan administrasi kependudukan yang telah
dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh kementerian.
“Administrasi kependudukan itu berupa rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain,”
jelasnya.
50
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
Animo masyarakat yang peduli
terhadap pemilu dan demokrasi
di Kalimantan Barat (Kalbar)
cukup tinggi. Terbukti dengan
membludaknya masyarakat yang
mendaftarkan dalam pelatihan
pengembangan komunitas peduli
pemilu dan demokrasi yang
diselenggarakan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kalbar, Jumat (22/7).
PEMILU DAN DEMOKRASI
DI KALBAR
S
ejak diumumkannya pendaftaran
sejak tanggal 14 hingga 20 Juli 2016
peserta yang mendaftarkan ke KPU
Kalbar mencapai 59 pendaftar.
Kepala Bagian Teknis Hukum dan
Partisipasi Masyarakat KPU Kalbar, Deni
Trisna Dyah menjelaskan, keberadaan
komunitas peduli pemilu dan demokrasi ini
berbeda dengan relawan demokrasi yang
memang dibentuk oleh KPU sesuai tingkatan
untuk membantu sosialisasi, terutama saat
pelaksanaan tahapan pemilu apakah pemilu
legislatif, pemilu presiden maupun pemilihan
kepala daerah.
Dalam pelaksanaan tugasnya, relawan
demokrasi harus menyosialisasikan tahapan
penyelenggaraan pemilu, serta diwajibkan
membuat laporan terkait aktivitas yang telah
dilaksanakan. Kompensasi atas peran dan
tanggungjawab relawan demokrasi diberikan
honor sesuai ketentuan yang telah ditetapkan
KPU.
Hal ini berbeda dengan peran komunitas
peduli pemilu dan demokrasi, yang
lebih diarahkan pada gerakan moral
menyebarluaskan pengetahuan tentang
pemilu dan demokrasi kepada masyarakat
secara sporadis di lingkungan komunitas
masing-masing.
KPU sesuai kewenangannya sebagai
penyelenggara, menggagas dan memberikan
pembekalan pendidikan kepemiluan dan
demokrasi kepada komunitas peduli pemilu
dan demokrasi. “Mereka tidak diwajibkan
untuk membuat laporan terkait aktivitas
yang dilakukan, sehingga dalam aktivitasnya
tidak diberikan honor. Karena tujuan dari
kegiatan ini dalam rangka menumbuhkan
peran aktif masyarakat secara mandiri
dan sukarela serta menyegarkan kembali
kesadaran berdemokrasi melalui pemilu,”
terang Deni. (KPU Kalbar)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
51
S UA R A DA E R A H
Terobosan Baru, KPU Muaro Jambi
Rekrut PPDP Secara Terbuka
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Muaro Jambi melakukan terobosan baru dalam perekrutan
petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017, dengan melakukan
penjaringan secara terbuka bagi masyarakat umum dengan persyaratan yang ditetapkan dengan petunjuk
teknis.
“I
ni merupakan terobosan
yang kami lakukan dalam
rangka
mendapatkan
PPDP yang lebih baik guna
menghasilkan data pemilih yang berkualitas,”
kata Komisioner Divisi Perencanaan dan
Data KPU Kabupaten Muaro Jambi, Elfi
52
Prasatia, Minggu (7/8).
Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan
KPU RI Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih
Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/
atau Walikota dan Wakil Walikota, tidak
diterangkan terkait persyaratan calon PPDP
dan hal-hal teknis lainnya. “Di pedoman
teknis yang kita buat diatur mengenai
persyaratan, formulir pendaftaran hingga
tahapan seleksi. Diharapkan ini akan
mempermudah bagi PPS dalam merekrut
PPDP,” jelasnya.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara daerah.indd 52
30/08/2016 20:58:28
yang dibuktikan dengan kartu tanda
penduduk (KTP), mampu secara jasmani dan
rohani, berpendidikan minimal SLTA atau
sederajat, mampu mengoperasikan komputer
khususnya MS Excel, bersedia bekerja
penuh waktu pada masa pencocokan dan
penelitian data pemilih pada 8 September
hingga 7 Oktober 2016 dan jadwal lain yang
berhubungan dengan tahapan tersebut.
“Sedangkan tahapan pembentukan PPDP
terdiri dari pengumuman dan pendaftaran,
seleksi administrasi, wawancara dan seleksi
kemampuan mengoperasikan komputer,
pengumuman hasil seleksi serta pelantikan
dan bimbingan teknis,” tandasnya.
‘’Kita sudah melakukan koordinasi dengan
Panwas Kabupaten Muaro Jambi terkait
terobosan ini dan Alhamdulillah rekan-rekan
Panwaskab mendukung. Karena memang ini
tujuannya baik dalam rangka meningkatkan
kualitas data yang dihasilkan oleh PPDP,’’
tandas Elfi. (*/red/ KPU Muaro Jambi)
Ribuan Calon PPS
Aceh Timur Ikuti
Ujian Tulis
Persyaratan yang harus dipenuhi setiap
PPDP antara lain Warga Negara Republik
Indonesia, berusia paling rendah 18 tahun
pada masa pendaftaran dan pernah memilih,
mempunyai integritas, pribadi yang kuat,
jujur dan adil, tidak menjadi anggota
partai politik yang dinyatakan dengan
surat pernyataan yang sah atau sekurangkurangnya dalam jangka waktu lima tahun,
tidak lagi menjadi anggota partai politik yang
dibuktikan dengan surat keterangan dari
pengurus partai politik yang bersangkutan,
serta tidak pernah menjadi tim sukses bakal
peserta atau peserta pemilu dan pilkada.
Selain itu juga tidak terikat pernikahan
dengan penyelenggara Pilkada Muaro
Jambi 2017, berdomisili di wilayah tempat
pemungutan suara (TPS) pemilihan terakhir
K
omisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menggelar ujian tertulis
bagi calon panitia pemungutan suara (PPS) di Kabupaten Aceh
Timur, Minggu (17/7). Ujian yang merupakan bagian dari tahapan
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh pada 2017
mendatang, diikuti 2.336 peserta.
Peserta yang berasal dari 513 gampong (desa-red) itu awalnya berjumlah 2.634
orang. Namun, setelah dilakukan seleksi administrasi, jumlah peserta menyusut
menjadi 2.336.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Wilayah Aceh Timur, Hendra
Fauzi. Ia menyebutkan ada beberapa syarat yang tidak dapat dipenuhi oleh peserta
sehingga tidak dapat mengikuti ujian tertulis.
“Pada saat proses seleksi administrasi, kita masih menemui adanya pendaftar
yang tidak cukup batas minimum usia dan tingkat pendidikan terakhir,” ucapnya.
Hendra juga menjelaskan dari jumlah peserta yang mengikuti ujian tes tulis
ini, nantinya KIP akan menetapkan 1.539 orang. Dengan begitu, masing-masing
gampong akan ada 3 orang petugas PPS.
(*)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara daerah.indd 53
53
30/08/2016 20:58:28
SUARA SOSOK
Ni Wayan Widhiasthini, Komisioner KPU Provinsi Bali
DR. NI WAYAN WIDHIASTHINI, S.SOS
Nuansa Akademisi dalam
Dinamika Demokrasi
Bermodalkan nilai idealisme
yang dimiliki, Dr. Ni Wayan
Widhiasthini, S.Sos, M.Si. memilih
untuk mengabdi demi kemajuan
demokrasi negeri ini. Lama
berkecimpung di dunia pendidikan,
ia ingin memasukkan nuansa
akademisi ke dalam organisasi
KPU. Menurutnya, dengan adanya
unsur akademis dalam lembaga,
akan menjaga marwah Lembaga
Tinggi Negara itu dari dinamisnya
demokrasi di Indonesia.
54
W
idhi, sapaan akrabnya, mengaku tak
pernah membayangkan jika ia ditakdirkan untuk menapaki
jalan menjadi anggota KPU Provinsi Bali.
Sebuah profesi yang selama ini lebih banyak
ia amati hanya dari kejauhan. “Saya ingin
menyatakan bahwa semua keraguan, kegamangan dan keresahan hati saya ketika
pertama kali dinyatakan lolos lima besar
seleksi anggota KPU Provinsi Bali itu,
terhapus ketika saya dilantik pada 24
September 2013 di Imam Bonjol. Mengapa?
Pak Husni-lah jawabannya,” ungkap Widhi.
Sebagai akademisi yang lebih banyak
berkutat dengan konsep dan teori, dunianya
adalah dunia yang lurus, tidak abu-abu,
yang hitam ya hitam, yang putih ya putih.
Tetapi di KPU, dalam pandangannya kala itu,
mengorganisiasi dunia politik, dunia yang
bercakrawala, penuh dinamika, berkelok, ada
tanjakan yang kadang mendaki terjal, sering
pula menurun tajam. Itu yang membuat
dirinya merasa canggung.
Namun ketika dilantik dan diambil
sumpah, bahkan ia juga terpilih mewakili
rekan-rekannya menandatangani pakta
integritas penyelenggara pemilu. “Saya
berhasil meyakinkan diri, menepis semua
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara sosok.indd 54
30/08/2016 20:59:12
ragu, dan siap mengemban amanah. Saya
yakin KPU adalah tempat yang tepat untuk
menampung letupan semangat keilmuwanan
saya karena dipimpin orang seteduh dan
setenang Pak Husni. Saya pikir beliau telah
berhasil menemukan personal branding
sendiri. Ketenangan, itulah brand beliau
yang sangat menonjol,” ungkapnya.
Usai dilantik, Widhi mengemban tugas
menangani divisi sosialisasi, pendidikan
pemilih dan pengembangan SDM. Sedikit
demi sedikit ia mulai menyisipkan nuansa
akademis dalam standar prosedur pekerjaan
di lingkungan KPU. Mulai dari proses, input,
output apa yang dilakukan dan dikerjakan
dengan jelas. Meski ia mengaku sistem yang
ada selama ini sudah cukup baik, namun ia
terobsesi membuatnya lebih baik lagi.
“Saya juga melihat potensi yang cukup
besar sumber daya manusia di KPU. Pegawai
organik yang luar biasa cerdas-cerdas. Ini
sangat bagus sekali, karena dari sisi SDM
siap sesungguhnya. Siapapun komisioner
yang datang silih berganti tetap saja KPU
bisa selalu kuat,” ungkap Widhi.
Koordinator Wilayah untuk Kabupaten
Klungkung dan Bangli ini mengatakan,
dunia akademisi dinamikanya tidak
sekencang di KPU, karena lebih statis dan
terpola. Karenanya, tidak jarang, dalam
sebuah kondisi, ia harus menyiapkan diri
terhadap apa yang akan dihadapi. “Kita
juga menghadapi dinamika eksternal
KPU, dari partai politik dan mereka semua
punya muara ialah kekuasaan. Seninya,
kita mengelola agar tujuan mereka tercapai
dan KPU sebagai penyelenggara tidak salah
memfasilitasi. Itu yang paling penting,
sehingga semua berjalan aman dan lancar.
Saya terkadang, suka tekankan bahwa
parpol memiliki tujuan yang sama dalam
hal partisipasi. Parpol berpartisipasi politik,
KPU partisipasi terkait tinggi-rendahnya
orang menggunakan hak suaranya. Jadi
idealnya kita memiliki idealisme yang sama
hanya caranya yang berbeda,” ujarnya.
ADAPTASI BIROKRASI
Di KPU, banyak hal baru yang ditemui
perempuan kelahiran Ulakan pada 11
mei 1974 tersebut. Salah satunya ia tidak
terbiasa masuk dengan pola birokrasi.
Dosen PNS Kopertis Wilayah VIII dpk
“Saya juga memiliki manajemen
diri, kapan waktunya dengan
keluarga dan kapan waktunya
bertugas mengerjakan pekerjaan.”
STISPOL Wira Bhakti Denpasar itu menuturkan, sebagai komisoner di daerah ia
dibiasakan mencermati apa yang ada di
DIPA, menyesuaikan program kerja, dan
mencermati juknis agar tidak jauh berbeda.
“Dan memang saya selalu taat apa yang sudah
digariskan oleh KPU RI. Apa yang sudah ada
di DIPA hanya saja tinggal kita kreasikan.
Pada Pemilu 2014, Bali mendapatkan for the
best dalam kreasi sosialisasi dan partisipasi
pemilu. Jadi apa yang sudah ada kita
ikuti, tetapi kita kreasikan. Misalnya, kita
memadukannya dengan pameran, di sini
kreasi kita,” ungkapnya.
Menurut dosen program pascasarjana
magister administrasi publik Undiknas
Denpasar itu, seorang komisioner harus
bekerja sesuai aturan. Apalagi komisioner
KPU provinsi, yang bukan regulator
penyusun aturan. “Jadi KPU provinsi
merealisasikan dan mengkordinasikan ke
kabupaten/kota. Artinya, harus sesuai tugas
divisi masing-masing dan harus sinergi
dengan divisi-divisi yang lain. Karena kita
sudah merupakan satu-kesatuan dalam
melakukan pekerjaan ini,” jelasnya.
Sebagai perempuan yang harus mengurus
rumahtangga dan membesarkan keempat
anaknya, istri Dr. Nyoman Sri Subawa,
MM., tersebut mengaku tidak merasa itu
merupakan halangan. Bahkan menurutnya
itu menjadi keunggulan tersendiri, karena
ia bisa lebih konsisten dalam mengatur
waktu. “Saya juga memiliki manajemen diri,
kapan waktunya dengan keluarga dan kapan
waktunya bertugas mengerjakan pekerjaan.
Kita tidak akan sukses tanpa adanya peran
keluarga. Jadi semuanya harus berjalan,
sebab kita diberikan amanah yang harus
bisa diselesaikan dan bertanggungjawab atas
amanah tersebut,” pungkas Widhi.
(Rikky)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara sosok.indd 55
55
30/08/2016 20:59:14
S UA R A S O S O K
Mengabdi di
Tanah Kelahiran
Sikap yang tidak transparan dan
cenderung tertutup hanya akan
mengundang kecurigaan. Itulah
prinsip yang selalu dipegang
Komisioner KPU Provinsi
Gorontalo, Verrianto Majowa.
Pasalnya, sebagai mantan jurnalis
Harian Republika dan Tempo,
ia tahu betul betapa pentingnya
keterbukaan informasi, terlebih
di bidang penyelenggaraan
pesta demokrasi yang sarat akan
kepentingan dari berbagai pihak.
VERRIANTO MAJOWA,
Komisioner KPU Provinsi Gorontalo
K
arena
itulah,
dalam
melakukan sosialisasi ataupun edukasi terhadap masyarakat, pria yang pernah
menjadi majelis etik Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo
ini selalu mengedepankan transparansi
informasi. Menurutnya, apabila semua
informasi dibuka secara transparan tidak
akan menimbulkan kecurigaan. “Misalnya,
satu calon membutuhkan sesuatu kita
berikan, namun yang lain ketika meminta
kita juga berikan. Jadi informasi jangan
pernah di satu pihak saja, artinya membuka
pintu seluas-luasnya kepada pemilih dan
calon,” ungkap Verry.
Penulis buku Kisah Orang Gorontalo
ini memberikan contoh, setiap informasi
dari KPU RI, Mahkamah Agung (MA)
maupun dari Mahkamah Konstitusi (MK),
selalu ia update di akun media sosial
miliknya. Dengan sikap transparan itu ia
56
bisa menjaga marwah lembaga dan integritas dirinya.
Namun ia mengakui, semua itu bukan tanpa hambatan. Tidak jarang Verry
mendapatkan berbagai macam ancaman. Bahkan, pada tahun 2009, salah satu
keluarga dekatnya dimutasi tanpa alasan yang jelas, yang ia duga disebabkan karena
sikap independensinya. Tapi hal itu tidak menyurutkan nyali Verry. Justru dengan
kejadian tidak menyenangkan itu, ia semakin total menjaga integritasnya.
Menurut Verry, seorang komisioner itu harus luwes dan rajin membaca serta
mengikuti perkembangan informasi. Karena dalam UU kepemiluan dinamikanya
sangat tinggi. Seorang komisioner juga perlu memahami teknologi informasi yang
sudah dikembangkan KPU. Tidak bisa hanya menerima begitu saja, paling tidak
dapat melakukan monitoring melalui sistem informasi yang ada. Sistem Informasi
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara sosok.indd 56
30/08/2016 20:59:15
Daftar Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi
Penghitungan Suara (Situng), Sistem
Informasi Pencalonan (Silon) dan sistem
informasi lainnya perlu diketahui. Tidak
perlu detail, tapi memahami alur kerja sistem
tersebut.
“Jadi kalau tidak mengikuti perkembangan
informasi akan ketinggalan. Komisioner
juga harus pandai menempatkan diri di
kesekretariatan KPU dan tidak bisa semenamena dengan sekretariat. Contohnya,
komisioner KPU itu bekerja penuh waktu,
sedangkan sekretariat tidak. Ketika kita
bekerja sampai jam 6 sore atau tanpa batas
di sekretariat mestinya harus diberikan
apresiasi. Saya tidak pernah memakai sopir
di kantor, karena ketika bekerja sampai
malam seharusnya sopir itu diberikan juga
apresiasi,” kata Verry.
Penegakan hukum
untuk komisioner
lebih ketat. Di KPU itu
integritas dijunjung
tinggi, independensi
selalu jadi garda
terdepan dalam
menentukan sebuah
hasil,”
MANTAN JURNALIS
Mengawali profesinya sebagai jurnalis,
pengagum Jalaluddin Rumi ini, tidak
pernah mengira bahwa dirinya akan menjadi
salah satu elemen dalam menyukseskan
penyelenggaraan demokrasi di tanah kelahirannya.
Selama ini, Verry lebih banyak menghabiskan waktunya dalam menggeluti dunia
jurnalistik. Sejak menimba ilmu di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, ia telah
aktif mendedikasikan diri untuk menjadi
seorang penulis.
“Saya lahir di Gorontalo, sekolah sampai
SMA di sana. Lalu lanjut kuliah di Manado,
sampai semester III saya sudah menjadi
wartawan profesional di Manado. Jadi, saya
kuliah sambil kerja. Yang unik, waktu itu
saya kuliah bukan di jurusan komunikasi
melainkan jurusan kelautan dan perikanan,”
ujar anggota divisi humas, data informasi
dan hubungan antar lembaga itu.
Harian Cahaya Siang Manado merupakan
wadah pertamanya mengawali karir hingga
mengantarkannya menjadi staf redaksi
majalah Inovasi Unsrat pada tahun 1990.
Berlanjut menjadi wartawan dan redaktur di
Manado Post pada tahun 1991. Pada tahun
1998, Verry beralih menjadi koresponden
Tempo, setelah tiga tahun menjadi penulis
di Harian Republika. Pada saat itu pula
dirinya ikut bergabung di Aliansi Jurnalistik
Verrianto
Majowa,
Komisioner
KPU Provinsi
Gorontalo
Indonesia (AJI).
Tanpa meninggalkan statusnya sebagai koresponden Tempo,
Verry bersama beberapa rekannya bertekad hijrah ke Gorontalo pada
tahun 2005. Di kampung kelahirannya tersebut, ia mendirikan Koran
Gorontalo, dan menjadi pemimpin redaksi di media tersebut.
Pada tahun 2008, ia ditugaskan Tempo untuk meliput
penyelenggaraan di Pilkada Ternate, Maluku Utara. Usai menjalani
liputan, ia kembali ke Manado. Di sana, salah satu temannya
menginformasikan tentang adanya seleksi komisioner KPU untuk
Provinsi Gorontalo. Akhirnya ia mendaftar untuk ikut seleksi
tersebut.
Waktu mengikuti seleksi wawancara, ia kembali ditugaskan untuk
melakukan liputan di Ternate. “Saat itu saya harus memilih di antara
dua pilihan ini, pertaruhan saya di sini. Kalau di Gorontalo saya
bisa handle beritanya, tapi ini harus ke Ternate,” ujarnya. Akhirnya,
dengan segala pertimbangan dan risiko, ia ikut seleksi, meskipun
tidak ada garansi bahwa akan terpilih. Setelah menyampaikan kepada
redakturnya soal pilihannya ini, Verry fokus menjalani tahap demi
tahap seleksi. Hingga akhirnya, dia lolos masuk ke lima besar.
Editor Roundtable in Sulawesi ini mengatakan, pada dasarnya
profesi sebelumnya dengan jabatan yang sekarang diembannya tidak
jauh berbeda, yakni, sama-sama mengabdi kepada masyarakat. “Kalau
di KPU yang kena pasal-pasalnya sanksinya jelas, dan penegakan
hukum untuk komisioner lebih ketat. Di KPU itu integritas dijunjung
tinggi, independensi selalu jadi garda terdepan dalam menentukan
sebuah hasil,” tegas Verry.
(Rikky)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara sosok.indd 57
57
30/08/2016 20:59:19
S UA R A S O S O K
Jaga Amanah,
Kawal Demokrasi
NKRI
JURI ARDIANTORO, M. SI, PH.D, KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) RI
S
ejak berada di bangku kuliah,
Juri Ardiantoro, M. Si, telah
mengenal dunia demokrasi
dan
berupaya
konsisten
dengan dinamikanya. Kurang
lebih sudah 13 tahun ia bergelut di
bidang tersebut, sehingga ia menyakini
agenda utama terwujudnya demokrasi
adalah membuat sistem pemerintahan itu
bakti KPU periode 2012-2017 yang
tersisa sekitar 8 bulan hingga April 2017. Mendapat amanah, Juri yakin
jabatan yang diperoleh itu bukan tujuan
perjuangannya. “Jabatan itu hanya akibat
saja dari perjuangan tentang nilai-nilai,
tentang kebaikan, tentang kehidupan
yang lebih bermakna. Jadi, ketika saya
saat ini sampai pada keadaan seperti
“Secara internal saya memohon kepada komisioner
lainnya dan sekretariat jenderal untuk melanjutkan
pekerjaan seperti sebelumnya di bawah almarhum,”
menjadi lebih bermanfaat untuk rakyat,
bukan saja terhadap kehidupan politik,
tetapi juga kesejahteraan ekonomi.
Sepeninggal almarhum Husni Kamil Manik, para komisioner Komisi
Pemilihan Umum (KPU) RI memilih Juri
Ardiantoro, sebagai ketua definitif yang
baru. Juri terpilih melalui musyawarah
mufakat dalam rapat pleno tertutup di
KPU pada Senin (18/7), dengan masa
58
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
sekarang, jika ini sebagai keberhasilan,
ya anggap saja bonus buat saya,” tutur
pria kelahiran Brebes, 6 April tersebut.
Menurut
dia,
jabatan
adalah
sebuah amanah yang harus dijaga
kehormatannya. “Karena amanah, maka
harus sungguh-sungguh diemban dan
dijaga kehormatan marwah dari amanah
itu. Termasuk kehormatan lembaga yang
kami pimpin, yakni KPU RI, dalam
mengawal demokrasi di NKRI,” tegas
Juri.
Juri berharap dapat menjaga kekompakan yang telah berjalan selama 4 tahun
di bawah alm. Husni Kamil Manik.
“Secara internal saya memohon kepada
komisioner lainnya dan sekretariat
jenderal untuk melanjutkan pekerjaan
seperti sebelumnya di bawah almarhum,”
ujarnya setelah resmi terpilih menjadi
ketua KPU RI.
Juri menjelaskan, ada tiga agenda
yang menjadi prioritas dalam agenda
KPU RI. Pertama, memelihara, menjaga
dan memperkuat kekompakan antara
komisioner maupun dengan setjen, dari
tingkat pusat hingga daerah. Karena
ini modal yang sangat penting. Kedua,
menjaga dan merawat profesionalisme
dan integritas seluruh jajaran KPU
dari pusat sampai daerah, termasuk
memperkuat dan mempertegas ca-ra
pandang KPU untuk menjadi penyelenggara pemilu yang akuntabel dan terbuka.
Ketiga, mempersiapakan dan melaksanakan tahapan Pilkada Serentak
2017 dan mempersiapakan agenda
Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu
Serentak Nasional 2019. Harapan
yang paling utama adalah menjaga
integritas, mengasah dan memperkuat
profesionalisme, sehingga penyelengara
di daerah mampu melaksanakan
pilkada dengan kualitas yang memadai.
Dan mampu mewujudkan proses
penyelenggaraan dengan hasil pemilu
yang memiliki legitimasi yang kuat.
Sementara elemen-elemen lain untuk
menjadi penyelenggara pilkada yang
berkualitas adalah faktor ikutan atas
integritas dan profesionalime tersebut.
MENGENAL DEMOKRASI
Mantan ketua KPU Provinsi DKI Jakarta
ini memperoleh gelar sarjananya dari jurusan
pendidikan sejarah di Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta
(sekarang bernama Universitas Negeri
Jakarta (UNJ). Ia kemudian melanjutkan
pendidikan magisternya di jurusan Sosiologi
FISIP Universitas Indonesia (UI). Juri lalu
menyelesaikan studi doktoralnya di bidang
Sosiologi di Universiti Malaysia, Kuala
Lumpur, 2006-2015.
Saat masih jadi mahasiswa, Juri cukup
aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Dia
tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) dan menjadi salah
satu pendiri serta sempat menjadi Sekjen
Komite Independen Pemantau Pemilu
(KIPP).
“Saya mengenal dan akhirnya tumbuh
kesadaran akan kehidupan yang demokratis
itu sejak di bangku kuliah,” kata Juri. Dengan
membaca buku dan sumber-sumber bacaan
lainnnya serta aktif di kelompok-kelompok
diskusi menjadi awal pengenalan dirinya
akan nilai-nilai, kesadaran akan kehidupan
demokrasi, dan perjuangan demokrasi.
Ketertarikannya kian waktu semakin
tumbuh, seiring dengan bergabungnya
dengan gerakan aktivis sosial lainnya.
“Dalam
kelompok-kelompok
diskusi
inilah kami membangun kesadaran kritis
dan melakukan berbagai advokasi utnuk
merespon sistem sosial politik yang jauh dari
demokratis pada saat itu,” kenang Juri.
Menurut Juri, sejak reformasi, Indonesia
mengalami kemajuan yang sangat signifikan
dalam pencapaian sistem demokrasi. Memang
masih banyak ketidakpuasan, ketimpangan
di sana sini, dan kerapuhan dalam bangunan
sistem demokrasi ini. Tetapi, harus disadari,
untuk membangun demokrasi memang
butuh waktu dan kesabaran. “Yang penting
adalah kita mampu menjaga dan merawat
semangat membangun demokrasi, menutup
celah-celah dan kelemahan yang berpotensi
merusak dan menghambat, apalagi yang
akan membalikkan proses demokrasi ini.
Secara simultan, agenda utamanya adalah
membuat demokrasi ini lebih bermanfaat
bagi kesejahteraan ekonomi rakyat,” ungkap
Juri. Aktif dalam organisasi sosial, bukan
berarti Juri tidak peduli terhadap karirnya.
Ia memulai karirnya sebagai guru SMA di
Lab School Jakarta pada periode 1999-2000.
Setelah menjadi dosen di FISIP Universitas
Bung Karno (UBK), ia kemudian pindah
mengajar di UNJ. Juri punya karir panjang
di KPU DKI. Terpilih sebagai anggota KPU
Provinsi DKI Jakarta pada 2003, di tahun
2005, dia didapuk menjadi plt ketua KPU
Provinsi DKI Jakarta. Dua tahun setelahnya,
yakni 2007, Juri terpilih menjadi ketua KPU
Provinsi DKI Jakarta yang definitif hingga
akhir masa baktinya pada 2008. Pada periode
2008-2013, Juri kembali terpilih lagi menjadi
komisioner dan menjadi ketua. Pada periode
2012-2017, Juri terpilih untuk menjadi
komisioner KPU RI.
(Rikky)
“Yang penting adalah kita mampu menjaga dan
merawat semangat membangun demokrasi,
menutup celah-celah dan kelemahan yang
berpotensi merusak dan menghambat”
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara sosok.indd 59
59
30/08/2016 20:59:20
SUARA PILKADA
JALAN
BERLIKU
FINALISASI
REGULASI
“KPU harus berjalan pada tahapan pilkada
yang sudah ditetapkan.” Itulah sepenggal
kalimat yang disampaikan Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro
mempertegas kesiapan KPU yang sempat
diragukan sejumlah pihak, karena belum
tersedianya perangkat aturan untuk
menjalankan tahapan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) 2017.
P
ersoalan perangkat aturan sejatinya sudah berawal
dari molornya penetapan revisi UU 8/2015 tentang
pilkada di DPR, yang berimbas pada kecukupan
waktu bagi KPU untuk mengharmonisasikan
peraturan. Praktis KPU hanya punya tenggat dua
bulan untuk melakukan uji publik dilanjutkan
dengan pembahasan bersama DPR juga pemerintah.
60
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara pilkada.indd 60
30/08/2016 21:00:29
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara pilkada.indd 61
61
30/08/2016 21:00:29
S UA R A PI L K A DA
Uji publik sudah dilakukan sebanyak dua kali, 7 Juni serta 18 Juli
2016. Namun untuk konsultasi KPU dengan DPR serta pemerintah,
hingga awal Agustus belum terlaksana. “Sudah diajukan ke DPR pekan
kemarin, bahkan Kamis (28/7) kita surati lagi DPR dan pemerintah
agar disegerakan,” ujar Komisioner Sigit Pamungkas.
Kondisi ini jelas disayangkan, mengingat KPU belum juga memiliki
perangkat aturan teknis penyelenggaraan pilkada. Padahal banyak hal
baru di UU 10/2016 yang perlu dijabarkan lebih jauh di dalam Peraturan
KPU (PKPU) dan harus sudah tersedia sebelum tahapan dimulai.
“Ini harus sudah disahkan sebelum tahap penyerahan dukungan
perseorangan 3 Agustus 2016. Kalau tidak akan menyulitkan KPU dan
calon ketika sampai waktu yang ditentukan tidak ada rujukan yang
baru,” tutur Sigit.
Total ada lima PKPU yang sudah disampaikan ke DPR untuk segera
dilakukan rapat dengar pendapat (RDP). Kelima PKPU itu antara lain
tahapan, pencalonan, pemutakhiran data pemilih, kampanye dan dana
kampanye. “Tapi setidaknya tiga PKPU pertama yang penting yang
harus disahkan segera. Ketiganya harus sudah disahkan sebelum tahap
penyerahan dukungan itu,” kata Sigit.
Permasalahan aturan memang sempat muncul dan membuat KPU
gelisah. Bagaimana tidak, hingga dua hari sebelum tahapan pencalonan
dimulai, PKPU yang akan digunakan untuk pelaksanaan teknis jajaran
Sigit Pamungkas, Komisioner KPU
62
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara pilkada.indd 62
30/08/2016 21:00:30
di daerah belum juga dibahas dengan pemerintah dan
DPR. Alhasil kondisi ini membuat KPU harus segera
bersikap untuk mengesahkan peraturan yang memang
dibutuhkan untuk tahapan yang akan berjalan.
“Ya memang ada dua kepentingan yang segera
didiskusikan. Di satu sisi, KPU harus jalan pada tahapan
pilkada yang sudah ditetapkan, sementara di saat yang
sama untuk menjalankan tahapan itu diperlukan dasar
hukum pelaksanaannya yang dalam bentuk PKPU
sebagai turunan atau pengaturan teknis UU10/2016,”
tutur Ketua KPU RI Juri.
Sebetulnya sebelum UU tentang pilkada mengalami
revisi, KPU sudah memiliki sebuah aturan yang sudah
disahkan yakni PKPU 3/2016 tentang jadwal program
dan tahapan. Namun usai UU pilkada mengalami
perubahan, KPU pun dituntut untuk menyesuaikannya
kembali dengan UU yang baru.
Menurut Juri, penetapan tiga PKPU yakni tentang
tahapan dan jadwal, pencalonan serta aturan daerah
khusus tetap mengacu pada UU 10/2016 tentang pilkada.
Ketiganya segera dikonsultasikan dengan DPR dan
pemerintah meskipun sudah disahkan oleh Kementerian
Hukum dan Ham. “Jadi apabila dalam RDP ada masukan
pendapat dan rekomendasi yang menjadi sebab
perubahan maka PKPU itu akan diubah. Yang penting
adalah tahapan ini ada dasar hukumnya,” lanjut Juri.
14 PKPU PILKADA 2015
“Ada dua kepentingan yang segera
didiskusikan. Di satu sisi, KPU harus
jalan pada tahapan pilkada yang
sudah ditetapkan, sementara di
saat yang sama untuk menjalankan
tahapan itu diperlukan dasar hukum
pelaksanaannya yang dalam bentuk
PKPU sebagai turunan atau pengaturan
teknis UU10/2016,”
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Pengelolaan dan Pelayanan
Informasi Publik di Lingkungan KPU
Tahapan Program dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan
Tata Kerja KPU, KPU Provinsi,
Kabupaten/Kota hingga PPK dan PPS
Pemutakhiran Data dan
Daftar Pemilih
Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat
Dalam Pilkada
Norma Standar dan Prosedur Kebutuhan
Pengadaan Perlengkapan Pemilihan
Kampanye
Dana
Kampanye
Pencalonan
Pemungutan dan
Penghitungan Suara
Rekapitulasi Hasil
Penghitungan Suara
Perubahan atas
Pencalonan
Pengelolaan Perlengkapan
Pemungutan Suara
Pemilihan
Calon Tunggal
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara pilkada.indd 63
63
30/08/2016 21:00:30
S UA R A PI L K A DA
“Kami sudah komunikasi dengan DPR
dan pemerintah, Bawaslu dan DKPP
bagaimana mencari jalan keluarnya.
Karena kan biar masing-masing
kepentingannya jalan,”
Juri Ardiantoro,
Ketua KPU RI
64
Sebelumnya banyak suara yang menyebut tindakan
KPU yang mengesahkan peraturan tanpa didahului
pembahasan dengan pemerintah serta DPR berpotensi
melanggar UU. Khususnya pasal 9A UU 10/2016 yang
meminta KPU untuk melakukan konsultasi terlebih
dahulu dengan DPR serta pemerintah sebelum menetapkan PKPU. “Tapi kami sudah komunikasi dengan
DPR dan pemerintah, Bawaslu dan DKPP bagaimana
mencari jalan keluarnya. Karena kan biar masingmasing kepentingannya jalan,” ucap Juri.
Selain tiga PKPU tersebut dalam pengajuan
yang sudah dilakukan ke DPR, KPU juga meminta
pembahasan untuk dua PKPU lainnya yakni kampanye
dan dana kampanye. Dua PKPU ini juga sangat penting
untuk mempersiapkan tahapan pelaksanaan kampanye
yang akan dilakukan setelah tahapan pencalonan
selesai. “Tapi yang penting tahapan ada dasar hukumnya,” tambah Juri.
Sebagai perbandingan di Pilkada 2015 lalu KPU
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
mengesahkan 14 PKPU, antara lain PKPU 1/2015
tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik
di lingkungan KPU, PKPU 2/2015 tentang tahapan
program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan,
PKPU 3/2015 tentang tata kerja KPU, KPU provinsi,
kabupaten/kota hingga PPK dan PPS, PKPU 4/2015
tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih, PKPU
5/2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat
dalam pilkada, PKPU 6/2015 tentang norma standar
dan prosedur kebutuhan pengadaan perlengkapan
pemilihan, PKPU 7/2015 kampanye, PKPU 8/2015
tentang dana kampanye, PKPU 9/2015 tentang
pencalonan, PKPU 10/2015 tentang pemungutan dan
penghitungan suara, PKPU 11/2015 tentang rekapitulasi
hasil penghitungan suara, PKPU 12/2015 tentang
perubahan atas pencalonan, PKPU 13/2015 tentang
pengelolaan perlengkapan pemungutan suara, PKPU
14/2015 tentang pemilihan calon tunggal.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu
“Akhirnya KPU terganggu
kemandiriannya dalam
membuat aturan. Padahal
makna konsultasi tidak
boleh melanggar,”
dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menganggap
pengesahan yang dilakukan KPU adalah pilihan rasional
mengingat tahapan pilkada yang sudah berjalan segera
membutuhkan pengaturan yang pasti. “Tahapan tidak
bisa tanpa dilalui aturan,” ujar Titi.
Titi juga meminta agar semangat konsultasi
dikembalikan pada khittahnya, bahwa proses tersebut
adalah untuk menyerap aspirasi dewan dan pemerintah
tanpa menghambat kerja KPU. “Seingat saya antara KPU
dan DPR sempat melakukan pertemuan beberapa kali
untuk membahas PKPU ini dan itu sudah dirasa cukup
untuk mewakili aspirasi dewan. Ketika mereka sudah
pernah melakukan pertemuan kan tidak perlu semua
diakomodir,” kata TIti.
Titi juga mengatakan, aturan yang mewajibkan
penyelenggara pemilihan melakukan konsultasi kini
mulai menampakkan sisi negatifnya. Menurutnya,
ada dilema saat UU 10/2016 pasal 9A menyuruh
penyelenggara pemilihan dalam menjalankan tugasnya,
wajib berkonsultasi, sementara di pasal lain yakni 193A
mereka juga diancam pidana apabila tidak melakanakan
tahapan pilkada sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. “Ini
juga jadi bukti KPU kehilangan kewenangan. Menurut
saya apa yang dilakukan KPU adalah menyelamatkan
tahapan pilkada,” ungkap Titi.
Titi pun mengatakan tidak mungkin apabila KPU
harus mengundur jadwal penerimaan syarat dukungan
calon perseorangan, sebab dengan begitu mereka
secara tidak langsung akan merugikan bakal calon
perseorangan. “Benar kan, akhirnya KPU terganggu
kemandiriannya dalam membuat aturan. Padahal makna
konsultasi tidak boleh melanggar,” lugasnya. (Didi)
Titi Anggraini
Direktur Eksekutif Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) Titi Anggraini
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara pilkada.indd 65
65
30/08/2016 21:00:31
PEMILU ON TWITTER
66
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
pemilu on twitter.indd 66
30/08/2016 21:00:55
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
pemilu on twitter.indd 67
67
30/08/2016 21:00:56
REFLEKSI
Catatan 15 Tahun KPU:
Menjaga Kemandirian,
Memupuk Profesionalitas
Marwanto S.Sos, M.Si,
Komisioner KPU Kabupaten
Kulonprogo DIY.
RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw.
005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo
55633,
KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln
KH Wahid Hasyim Bendungan Wates
Kulonprogo DIY 55611
Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk
Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) pada 4 April 1953 untuk
menyelenggarakan
Pemilu
1955. Di masa Orde Baru,
berdasar UU No 15 tahun 1969,
presiden membentuk Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) sebagai
penyelenggara
pemilu.
Di awal reformasi, berdasar
Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk
menyelenggarakan Pemilu 1999.
Namun pembentukan KPU
yang mandiri baru dilakukan
di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun
2001 tertanggal 5 Juni 2001.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang
independen diatur UU No 22
tahun 2007 yang telah diubah
UU No 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Setelah
15 tahun mengelola demokrasi
elektoral di Indonesia, sejumlah
prestasi maupun catatan hitam
pernah ditorehkan KPU.
KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari
78
refleksi.indd 78
akademisi dengan pemikiran brilian, semisal
Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof.
Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno,
Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah
Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses
menyelenggarakan Pemilu 2004, namun
akhir tragis justru dialami oleh komisioner
dan sejumlah personil sekretariat yang
diputus pengadilan masuk penjara karena
kasus korupsi.
KPU periode kedua (2007-2012), yang
menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai
Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak
ada kasus hukum yang menjerat komisioner
KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik
akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus
DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak
pemilih yang tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan
dalam mengelola pemilu.
KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik.
Juga telah dan sedang menyelenggarakan
pilkada serentak. Belajar dari periode
sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah”
yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan
Husni Kamil Manik yang kemudian
estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni
kemandirian dan profesionalitas.
Aspek kemandirian selalu menjadi isu
seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini
selain karena posisi KPU yang strategis, dua
periode sebelumnya ada komisioner KPU
yang pindah haluan ke partai politik, yakni
Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Keduanya masuk Partai Demokrat, partai
penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi
seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik
tentang independensi KPU.
Hemat saya, ada dua ancaman terhadap
independensi lembaga KPU. Pertama,
ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari
komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan,
penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012
sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang
penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga
pernah diadukan di sidang DKPP.
Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang
mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi
UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011
membolehkan orang partai politik masuk menjadi
penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut
dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga
penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai
politik.
Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU
selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9
menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan
KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal
baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya
bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu
kemandirian KPU.
Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu
2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga
membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih).
Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua
tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog,
SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah
form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada
Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena
hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi,
yang merupakan salah satu wujud profesionalitas
penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak
kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian.
Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan
memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus
diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD
1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat
nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
30/08/2016 21:10:53
KPU MENJAWAB
Tanya
Kepada Tim KPU Yth,
Di dalam buku Data dan Infografik Pemilu 2014 halaman 133 terdapat tabel perbandingan persentase perolehan
suara calon legislatif perempuan DPR RI terpilih Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Mengapa hanya terdapat 20 daerah pemilihan di tabel itu? Apakah ada pertimbangan tertentu? Bagaimana cara
mendapatkan data untuk daerah pemilihan yang lain? Mohon bantuan, dan sembari menunggu kabar dari Tim
KPU, saya haturkan ribuan terima kasih.
Sincerely yours,
Ella
Jawab
Selamat siang, berkaitan dengan pertanyaan Saudari dapat kami jelaskan bahwa pada tabel
perbandingan persentase perolehan suara calon legislatif perempuan DPR RI terpilih Pemilu 2009
dan 2014, menggunakan basis data daerah pemilihan pada Pemilu 2009 yang terdapat calon legislatif
sumber : rumahpemilu.com
perempuan terpilh kemudian dibandingkan dengan Pemilu 2014 dengan daerah pemilihan yang sama.
Ini merupakan 20 daerah pemilihan dengan kenaikan persentase calon legislatif terpilih terbesar. Untuk informasi terkait calon legislatif
terpilih DPR RI 2014 untuk dapil secara lengkap dapat Saudari akses melalui link http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2016/387/
Anggota-DPRDPD-Periode-2014-2019/NzE0.
Sedangkan untuk Pemilu 2009 kami lampirkan bersama email ini. Akan tetapi, data-data tersebut belum secara spesifik
mengklasifikasikan calon legislatif berdasarkan jenis kelamin.
Terima kasih dan semoga membantu.​
PPID KPU RI
Tanya
Jawaban
Selamat siang, Saya Arimbi Annisa Putri Mahasiswi S1 dari Universitas Al Azhar
Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi (Humas) yang sedang melakukan penelitian
tentang pemilhan umum untuk Gubernur DKI Jakarta 2017 yang akan datang.
Penelitian yang saya lakukan adalah penelitian untuk pemilih pemula dalam
minat memilih kepala daerah DKI Jakarta. Penelitian tersebut menggunakan metode
probability sampling, yaitu penelitian yang membutuhkan Informasi untuk dijadikan
data-data dan lampiran dalam penelitian (skripsi). Sebelumnya, saya sudah mengajukan permohonan melalui e-PPID pada tanggal
14 Juni 2016 untuk meminta daftar nama dan jumlah pemilih pemula yang berusia
17 - 22 tahun. Namun belum ada jawaban dari pihak KPU mengenai permohonan
yang saya ajukan. Adakah persayaratan lainnya dari pihak KPU untuk bisa mempermudah saya
mendapatkan Informasi yang saya butuhkan untuk penelitian (skripsi) saya? Terimakasih atas perhatiannya.
Best Regards,
Arimbi Annisa Putri
Selamat siang, permohonan informasi
Saudari tetap tidak kami temukan dalam
daftar permohonan informasi di Bulan Juni.
Kemungkinan terjadi masalah pada aplikasi
kami atau ada tahapan permohonan yang belum
diselesaikan sehingga permohonan informasi
Saudari tidak masuk.
Untuk data berupa nama pemilih pada Pileg,
Pilpres, atau Pilkada 2015 dapat Saudari akses
melalui link data.kpu.go.id. Namun tidak ada
pengkategorian berdasarkan usia.
Terima kasih dan semoga bermanfaat.
PPID KPU RI
AYO, BERSUARA DALAM DEMOKRASI !
Rubrik “KPU Menjawab” disediakan untuk menampung segala bentuk pertanyaan tentang perkembangan demokrasi di Indonesia.
Mohon disertai foto penulis dan biodata lengkap.
Tulisan ditujukan ke email : [email protected].
Diutamakan materi pertanyaan yang berkaitan dengan pelayanan KPU di berbagai daerah
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_kpu menjawab.indd 69
69
30/08/2016 21:01:34
SERBA SERBI
Wisata Hiu
Paus di
Gorontalo
Oleh Verrianto Madjowa
Beberapa waktu belakangan ribuan orang memadati pantai
Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo
setiap hari. Mereka ingin menyaksikan langsung hiu paus
(Rhincodon typus) di perairan Botubarani. Pengunjung berasal
dari berbagai daerah yang memanfaatkan libur panjang Idul
Fitri 1437 H.
Sejak awal April 2016, hiu paus (Whale Shark) yang
berkumpul di perairan Botubarani, cukup mudah disaksikan
dengan berperahu selama beberapa menit dari lepas pantai.
Kawasan ini merupakan habitat baru dari hiu paus yang
merupakan jenis hiu terbesar yang ada di dunia, dengan
ukuran panjang tubuhnya dapat mencapai 20 meter.
Dengan tubuhnya yang besar dan gerakan yang lamban,
hiu paus berenang dari kedalaman perairan, secara horizontal
dan mendekati permukaan. Dari celah insang tampak air
mengalir. Tak lama, posisinya menjadi vertikal.
Pemandangan seperti ini dapat kita saksikan dari bawah
laut saat mengamati pergerakan hiu paus yang sedang diberi
makanan. Hiu paus, mendekati badan perahu, di antara semasema, setelah makanannya berupa limbah udang ditebar.
Mulutnya yang besar dibuka di permukaan dan secara
responsif melahap pakan yang diberikan.
Posisi berenang secara vertikal berlangsung dalam beberapa
menit, kemudian, hiu paus ini turun di bawah permukaan
dan kembali pada posisi horizontal. Berenang, mendekat lagi
ke perahu yang lain. Karena sifatnya yang jinak dan nampak
bersahabat hiu paus sering mendekati para penyelam maupun
yang sedang snorkeling. Mungkin hiu paus ini mengira ada
yang memberinya makanan.
Sejarah munculnya hiu paus ini, tidak lepas dari keberadaan
nelayan setempat dan perusahaan PT Sinar Ponula Deheto
yang mengolah udang vaname (litopenaeus vannamei). Oli,
38 tahun, nelayan di Desa Botubarani yang juga bekerja di
perusahaan tersebut, bersama Arfan bertugas membuang
kepala dan kulit udang yang dihasilkan perusahaan. Limbah
udang vaname inilah yang diyakini menarik hiu paus untuk
berdatangan.
70
Oli yang mulai membuang limbah udang sejak Mei 2013 itu, tak
pernah menyangka hiu paus menjadi daya tarik dan atraksi utama
wisata di Botubarani saat ini. Ketika mulai membuang limbah udang,
menurut Oli, ada seekor hiu paus yang melintas. Lama ke lamaan,
setiap kali membuang limbah udang, hiu paus ini akan mendekat dan
berenang di sekitar perahu, dan nampaknya semakin jinak. Biasanya,
terlihat ada empat ekor hiu paus selalu muncul saat limbah udang ini
ditebar di laut.
Pada bulan Mei 2016, terdapat 14 individu hiu paus yang terpantau
di perairan Botubarani. Pada bulan Juni, keberadaan hiu paus ini
berkurang seiring dengan berkurangnya pasokan limbah udang dari
pabrik. Pada bulan Juli, setelah lebaran Idul Fitri, terpantau enam ekor
hiu paus.
Jumlah ini tidak sebanding dengan 30-an perahu bercadik
(sema-sema) yang ditumpangi tiga sampai empat orang yang ingin
menyaksikan langsung. Antusias orang yang ingin melihat langsung
hiu paus tak juga surut.
Ribuan wisatawan lokal, dalam negeri dan luar negeri sudah datang
ke lokasi ini. Dengan jumlah lebih dari 10 perahu di lokasi tersebut,
terlihat seperti pasar apung.
Hiu paus memiliki karakteristik biologi reproduksi secara ovovivivar,
dengan telur disimpan di dalam rahim sang induk yang berkembang
menjadi embrio dan saat melahirkan anakannya sudah dapat hidup
bebas. Di dalam rahim betina terdapat 300 embrio. Anakan hiu paus
rata-rata memiliki panjang 51 centimeter.
Di Indonesia, keberadaan hiu paus, selain di Teluk Cendrawasih
dilaporkan di Aceh, Pangandaran, Madura, Probolinggo, Nusa
Tenggara Timur, Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah dan di Sulawesi
Utara. Di berbagai daerah, nama lokalnya: Hiu paus, hiu bodoh, hiu
geger lintang, hiu totol, hiu bintang, dan hiu bingkoh.
Hiu Paus sudah lama bermigrasi di Teluk Tomini. Banyak cerita
nelayan, hiu paus muncul ketika bulan gelap, diduga ini berhubungan
dengan saat musim ikan nike. Bagi nelayan di Gorontalo, pada malam
SUARA KPU Mei
Maret
- Juni
- April
2016
2016
_serba serbi.indd 70
30/08/2016 21:01:56
bulan gelap, di sejumlah tempat di perairan Gorontalo ada
kelimpahan ikan nike. Ikan kecil dengan ukuran 1,5 centi
meter itu disukai hiu paus.
Spesies ini muncul saat nelayan menangkap dan
mengumpulkan ikan nike. Makanan utama hiu paus
berupa plankton dan ikan teri. Beranekaragam makanan
hiu paus, seperti copepod, cacing panah, larva kepiting,
moluska, krustasea, telur karang dan telur ikan. Selain itu,
cumi-cumi kecil dan ikan kecil.
Di Botubarani, hiu paus muncul ke permukaan ketika
limbah udang ditebar. Kebiasaan memberi makan ini
membuat ketergantungan pada hiu paus yang sejak tahun
2013 telah dilindungi penuh seluruh bagian tubuh dan
siklus hidupnya itu.
Dengan tidak terkontrolnya pengunjung yang ingin
melihat langsung dan kebiasaan memberi makan hiu paus
dalam jumlah banyak, bisa berdampak negatif terhadap
perilaku hiu paus. Hasil penelitian di Oslob-Cebu, Filipina
pada 2012 lalu, pemberian makan menyebabkan hiu paus
mengasosiasikan manusia dengan sumber makanan
sehingga mereka akan cenderung berenang mendekati
manusia. Ini yang terjadi di Botubarani. Hiu paus
mendekati perahu dari lokasi pemberian makan. Mulutnya
yang besar langsung dibuka di dekat perahu.
Hiu paus yang menjadi atraksi di Botubarani hidup
secara alami di perairan. Hiu paus ini tidak dikurung atau
terjerat jaring ikan. Sumber makanan berupa limbah kulit
dan kepala udang vaname yang membuat betah di perairan
Botubarani dan sekitarnya. Bila pasokan kulit dan kepala
udang ini berkurang, jumlah hiu paus yang muncul juga
berkurang.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan hiu paus
sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/
KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan
Penuh Ikan Hiu paus. Keberadaan hiu paus di perairan ini
dapat menjadi ikon baru bagi Provinsi Gorontalo sebagai
ekowisata. Namun demikian wisata berbasis hiu paus
yang tidak terkontrol dan tidak bertanggung jawab, akan
mengancam kehidupan spesies tersebut.
Verrianto Madjowa, Komisioner KPU Provinsi
Gorontalo. Alumni Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unsrat Manado. Wakil
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan
Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO).
Maret
Mei- -April
Juni 2016 SUARA KPU
_serba serbi.indd 71
71
30/08/2016 21:01:57
SUARA SELEBRITY
Ci tra Kiran a
MIMPI
LIBURAN KE
EROPA
Artis cantik Citra Kirana memiliki keinginan terpendam bisa
menjejakkan kaki di Benua Biru Eropa. Dara kelahiran 23 April 1994
tersebut mengungkapkan harapannya bisa berkunjung ke negeri Ratu
Elisabeth suatu saat nanti.
Ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu,
Ciki, begitu biasa disapa, mengungkapkan
keinginannya tersebut. Meskipun untuk
saat ini di tengah kesibukannya syuting
akan cukup sulit baginya untuk meluangkan
waktu untuk berlibur. Apalagi jika harus
berkunjung ke tempat yang jauh dan
membutuhkan waktu perjalanan yang
panjang. “Susah banget jadwal liburnya,
standby terus. Libur kemarin cukup
lama ya sudah ke Singapura saja,” ujar Ciki.
Harapannya kelak, bisa berlibur ke
72
Inggris dengan keluarga dan sanak saudara.
Menurut dia keluarga besarnya memang
senang dengan aktivitas jalan-jalan bersama.
Hobi ini jadi lebih asyik karena bisa bersenang-senang sekaligus mempererat silaturrahmi. “Pinginnya sih bisa ke London (Inggris),
jalan-jalan ke Eropa bareng keluarga. Cuma
belum tahu kapannya,” kata dia.
Kini untuk mengombinasikan hari-harinya
agar tidak suntuk, selepas syuting perempuan
yang telah membintangi enam judul sinetron
tersebut kerap menyempatkan diri untuk
berkumpul dengan teman-temannya. Walaupun kegiatan ini hanya bisa dilakukan
selepas menyelesaikan syuting. “Ya aku masih bisa makan dengan temanku. Sinetron
kan selesai jam 9 malam, masih bisa lah
jalan-jalan sebentar,” lugasnya.
Seperti saat dirinya datang menemui satu
artis idolanya, Selena Gomez yang datang ke
Jakarta beberapa waktu lalu. Ciki mengaku
memang mengagumi pelantun Cruella
de Vil tersebut sejak lama dan beruntung
diberi kesempatan bisa berbincang dan foto
bersama dengan idolanya tersebut. “Aku
memang tunggu banget dia ke Indonesia,
sampai izin seharian dari lokasi syuting
demi sama Selena. Aku cuma ucapin happy
birthday ke dia,” ungkapnya.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
_suara selebriti.indd 72
30/08/2016 21:02:29
Raline Shah
Gemari Lomba
Panjat Pinang
D
alam perayaan Hari Kemerdekaan 17
Agustus, sudah lazim masyarakat Indonesia
menyelenggarakan
berbagai
macam
perlombaan. Aneka lomba permainan rakyat
itu diikuti anak-anak hingga orang dewasa.
Tak ketinggalan, para artis papan atas negeri ini ternyata
juga menyukai kegiatan tahunan ini. Salah satunya aktris
cantik Raline Shah. Bahkan finalis Puteri Indonesia 2008 ini
sangat menggemari lomba menangkap belut dan panjat pinang.
Perempuan berdarah Melayu, Tionghoa dan Pakistan
ini mengisahkan, pada masa kecilnya di Medan, ia selalu
mengikuti lomba 17-an tersebut. “Aku suka yang main belut.
Mindahin belut dari satu ember ke ember lain. Itu favorit aku.
Menurut aku yang paling seru itu,”
kata aktris yang lahir di Jakarta,
pada 4 Maret 1985 tersebut.
Tak hanya itu saja, Raline mengaku juga gemar mengikuti
lomba panjat pinang. Namun, untuk lomba yang
satu ini ia tidak pernah
menang. “Aku sering
panjat pinang. Kalah
sih, nggak pernah menang,” ujar aktris yang
juga membin-tangi film 5cm
itu.
Meski demikian, ada nilai
filosofis yang ia ambil dari perlombaan panjat pinang, yakni
kerja sama dan semangat yang
tinggi. “Ada makna mendalam
pada lomba itu, yakni semangat
untuk meraih sesuatu, seperti saat
pejuang Indonesia dulu meraih
kemer-dekaan. Semangatnya di lomba
ini besar sekali,” kata bintang film
Surga yang Tak Dirindukan ini.
(BOW)
Kehilangan Banyak
Teman Seniman
Sujiwo Tejo
S
eniman Sujiwo Tejo menyebut pada era pemerintahan saat ini,
banyak seniman yang masuk ke dalam lingkaran kekuasaan.
Karena itulah ia merasa banyak kehilangan teman.
“Tidak banyak lagi yang kritis, karena semuanya pada mendukung pemerintah. Ini akan menjadi zaman yang kurang
menarik untuk dialog, lantaran kebanyakan yang di dalam daripada
di luar (pemerintahan-red),” kata Sujiwo pada acara Kenduri Cinta di
Pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Jumat
(13/8) malam.
Menurut pria dengan ciri khas rambut panjang dan topi koboi itu,
kondisi tersebut berbeda dengan masa pemerintahan sebelumnya, di
era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, kalangan seniman
lebih menyebar, tidak ada yang mayoritas dalam menjadi oposisi atau
pendukung pemerintah.
“Saya lebih suka jaman Pak SBY karena seniman tersebar, terutama
untuk kesenian. Sekarang hampir seluruh seniman gabung ke Pak Jokowi
ini. Sekarang susah membentuk orang kritis, sehingga aku merasa
kehilangan banyak teman seniman,” ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini ada semacam tren, seniman seakan dianggap
tidak gaul jika tidak bergabung di sana. “Kayak ketinggalan jaman. Itu
bahayanya,” kata Tejo.
Ia juga memberi tanggapan seputar kepemimpinan. Tejo menceritakan,
sejak kecil ia diajarkan bahwa jabatan itu adalah amanah yang juga berati
beban. Namun kian kemari, ia melihat orang menilai jabatan sebagai
rezeki.
(bow)
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara selebriti.indd 73
73
30/08/2016 21:02:30
REFLEKSI
Catatan 15 Tahun KPU:
Menjaga Kemandirian,
Memupuk Profesionalitas
Marwanto S.Sos, M.Si,
Komisioner KPU Kabupaten
Kulonprogo DIY.
RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw.
005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo
55633,
KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln
KH Wahid Hasyim Bendungan Wates
Kulonprogo DIY 55611
Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk
Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) pada 4 April 1953 untuk
menyelenggarakan
Pemilu
1955. Di masa Orde Baru,
berdasar UU No 15 tahun 1969,
presiden membentuk Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) sebagai
penyelenggara
pemilu.
Di awal reformasi, berdasar
Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk
menyelenggarakan Pemilu 1999.
Namun pembentukan KPU
yang mandiri baru dilakukan
di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun
2001 tertanggal 5 Juni 2001.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang
independen diatur UU No 22
tahun 2007 yang telah diubah
UU No 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Setelah
15 tahun mengelola demokrasi
elektoral di Indonesia, sejumlah
prestasi maupun catatan hitam
pernah ditorehkan KPU.
KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari
78
78
akademisi dengan pemikiran brilian, semisal
Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof.
Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno,
Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah
Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses
menyelenggarakan Pemilu 2004, namun
akhir tragis justru dialami oleh komisioner
dan sejumlah personil sekretariat yang
diputus pengadilan masuk penjara karena
kasus korupsi.
KPU periode kedua (2007-2012), yang
menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai
Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak
ada kasus hukum yang menjerat komisioner
KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik
akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus
DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak
pemilih yang tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan
dalam mengelola pemilu.
KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik.
Juga telah dan sedang menyelenggarakan
pilkada serentak. Belajar dari periode
sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah”
yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan
Husni Kamil Manik yang kemudian
estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni
kemandirian dan profesionalitas.
Aspek kemandirian selalu menjadi isu
seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini
selain karena posisi KPU yang strategis, dua
periode sebelumnya ada komisioner KPU
yang pindah haluan ke partai politik, yakni
Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Keduanya masuk Partai Demokrat, partai
penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi
seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik
tentang independensi KPU.
Hemat saya, ada dua ancaman terhadap
independensi lembaga KPU. Pertama,
ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari
komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan,
penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012
sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang
penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga
pernah diadukan di sidang DKPP.
Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang
mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi
UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011
membolehkan orang partai politik masuk menjadi
penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut
dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga
penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai
politik.
Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU
selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9
menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan
KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal
baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya
bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu
kemandirian KPU.
Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu
2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga
membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih).
Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua
tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog,
SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah
form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada
Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena
hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi,
yang merupakan salah satu wujud profesionalitas
penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak
kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian.
Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan
memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus
diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD
1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat
nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
refleksi.indd 78
30/08/2016 21:14:34
SUARA PUSTAKA
Terampil dalam
Partisipasi Pemilu
D
i negara demokrasi mesti
selalu ada partisipasi masyarakat dari seluruh stakeholder pemilu, mulai dari
penyelenggara,
peserta,
dan yang paling penting adalah pemilih
dan komunitasnya. Di tengah menurunnya
tren partisipasi pemilih dari pemilu ke
pemilu, maka upaya peningkatan perlu
segera dilakukan, salah satunya dengan
menerbitkan buku berjudul ‘Membangun
Kompetensi Dasar Kepemiluan untuk
Komunitas’. Bagi Komisi Pemilihan Umum
(KPU) RI, penerbitan buku modul ini
diperuntukkan guna membantu para pegiat
pemilu untuk meningkatkan partisipasi
pemilih pada pemilu selanjutnya.
Partisipasi dalam pemilu bukan hanya
diartikan dengan kedatangan masyarakat
ke tempat pemungutan suara (TPS).
Namun lebih kepada keikutsertaan mereka
dalam seluruh tahapan pemilu. Mulai dari
perencanaan anggaran, penerbitan peraturan,
pembentukan badan adhoc, sosialisasi,
pencalonan, kampanye, pemungutan suara,
rekapitulasi penghitungan suara, perselisihan
hasil pemilu dan evaluasi pelaksanaan.
Sebagai bagian pembelajaran bagi
partisipasi pemilih dalam pemilu, modul ini
mencoba membeberkan satu persatu nilai
penting partisipasi dan peluang partisipasi
yang dapat dilakukan pemilih. Nilai penting
itu dimulai dari turut memastikan peran
penyelenggara pemilu berjalan sesuai dengan
peraturan
perundangan,
memastikan
tahapan pemilu berjalan dengan jujur dan
adil, serta proses penegakan hukum dapat
melindungi dan memulihkan hak pilih
warga negara. Dalam modul ini seluruh
materi disampaikan untuk memberikan
kerangka yang utuh mengenai demokrasi
dan partisipasi. Pada bagian akhir,
materi dalam modul ini mencoba untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan
dalam berpartisipasi di setiap proses
penyelenggaraan pemilu.
Modul
ini
dimaksudkan
untuk
digunakan oleh fasilitator pegiat pemilu
yang mempunyai pengalaman mengelola
berbagai macam pelatihan. Fasilitator harus
memahami isi materi dengan membaca
tips dan trik serta membaca bahan bacaan
pada sesi-sesi dalam modul ini. Sejumlah
sesi dalam buku ini membutuhkan
kemampuan teknis dan matematis untuk
mengoperasionalkannya. Fasiltator dapat
mengundang narasumber untuk membantu
melengkapi jika diperlukan.
Kompetensi yang dibutuhkan untuk
mengoperasionalkan modul ini adalah,
pertama, memahami metode pendidikan
orang dewasa. Kedua, memahami prisip
dasar partisipasi dalam pemilu. ketiga,
memahami prinsip dasar pemilu yang jujur,
adil dan tidak diskriminatif. Keempat,
memahami lembaga penyelenggara pemilu
di Indonesia. Kelima, memahami tahapan
pemilu, dan keenam, memahami penegakan
hukum pemilu.
Buku modul pelatihan ini diharapkan
dapat menjadi pedoman untuk menyelenggarakan materi pelatihan para pemerhati
pemilu. Selain itu agar peserta dapat
menerima dengan baik serta dapat menguasai
materi pelatihan dan dapat diterapkan oleh
peserta di masing-masing komunitasnya.
Namun sayangnya, metode dalam
pelatihan yang berisi arahan, komunikasi
tatap muka yang cenderung searah,
kemudian ada sesi tanya jawab, bisa menjadi
kurang efektif dalam membangun semangat
peserta sosialisasi. Karenanya, diperlukan
pembicara dengan kepiawaian komunikasi
untuk menjadi komunikator satu arah.
Waktu penyelenggaran selama tiga hari,
juga dirasa kurang efisien mengingat
kekurangan anggaran yang dimiliki KPU
dan keterbatasan waktu para penyelenggara
pemilu dalam mensosialisasikan pemilu di
daerah masing-masing.
Media yang ada di dalam modul kegiatan
pelatihan ini bukan hanya sebagai pelengkap
tetapi merupakan bagian yang terintegrasi
dan memiliki fungsi dalam membantu
keberhasilan penyampaikan pesan. Media
yang digunakan itu adalah LCD proyektor,
notebook, dan diskusi kelompok yang
diharapkan fasilitator dapat lebih memahami
kemampuan penerimaan materi dari setiap
peserta, sehingga dapat menyesuaikan
penyampaian materi kepada para peserta
dan metode pembelajaran partisipasi aktif
dari para peserta.
Judul Buku :
Seri Modul Pelatihan “Membangun
Kompetensi Dasar Kepemiluan untuk
Komunitas”
Tim Penyusun
Erik Kurniawan, Arie Muhammad Haikal
Penerbit
Komisi Pemilihan Umum (KPU)Republik
Indonesia
Tahun Terbit
2016
Jumlah Halaman
120 Halaman
Juli - Agustus 2016 SUARA KPU
_suara pustaka.indd 75
75
30/08/2016 21:03:00
SUARA PUBLIK
Calon Perseorangan vs
Calon Partai Politik
P
otensi persaingan antara kandidat partai politik (parpol)
dan perseorangan yang bertarung dalam Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Februari
tahun depan diperkirakan bakal sengit. Inkonsistensi
mekanisme seleksi pemimpin daerah oleh parpol,
membuka alternatif baru bagi masyarakat untuk maju melalui
jalur perseorangan. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
judicial review terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004, membolehkan
hal itu, sehingga menimbulkan optimisme baru dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia.
Melihat realitas sosial yang ada, keberadaan calon perseorangan
dalam pilkada memang sudah tidak dapat dihindarkan. Namun,
tentu tidak sedikit pro kontra yang mengiringi calon dari jalur
perseorangan ini. Sebagian masyarakat masih percaya ada calon
dari jalur parpol yang bisa menjadi pemimpin daerah yang baik.
Tetapi sebagian lainnya percaya calon dari jalur perseorangan dapat
membuat perubahan di daerah tanpa bergantung kepada partai
politik. Baik dari calon perseorangan ataupun calon dari parpol
memiliki dinamika yang berbeda tetapi berujung pada kepentingan
yang sama, yakni membawa masyarakat di daerah untuk sejahtera.
Menurut saya, calon perseorangan lebih kecil kemungkinannya untuk korupsi daripada calon dari
parpol. Karena ketika jadi pemimpin di daerah lebih memiliki ruang yang luas dalam menentukan
kebijakan ataupun memutuskan program. Berbeda dengan calon dari parpol, yang ketika menjadi
pemimpin di daerah, ruang geraknya lebih sempit. Sebab, akan muncul kepentingan kelompok
(parpol pendukung) saat ia memutuskan program atau membuat sebuah kebijakan, bukan hanya
mengakomodasi kebutuhan masyarakat, tetapi juga harus mengutamakan kepentingan parpol.
Akiatnya, program dan kebijakan yang disusun nantinya bukan karena kebutuhan masyarakat, tetapi
kepentingan dari parpol pendukung.
Sulkani Afandi
Wirausahawan
Ciledug - Kota Tangerang
76
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
suara publik.indd 76
30/08/2016 21:03:34
Waseh,
Karyawan Swasta
Angke - Pesing, Jakarta Barat
Saya lebih setuju kalau calon pemimpin
di daerah itu dari partai politik, bukan
dari perseorangan. Karena jika dari
parpol, maka daerah itu akan menjadi
meriah. Akan ada kampanye partai yang
biasanya dihadiri juru kampanye dan
dibungkus dengan hiburan rakyat. Belum
lagi kampanye yang dilakukan akan ada
dua sisi. Sisi pertama itu dari si calon
pribadi, sedangkan sisi keduanya itu dari
parpol pendukungnya. Dan ini pasti
akan memunculkan dampak maraknya
hiburan rakyat serta adanya pembelajaran
politik bagi masyarakat. Karena di setiap
pemilihan kepala daerah itu, masyarakat
dari berbagai generasi akan berkumpul
untuk berperan serta aktif. Kalau dari
perseorangan, cenderung lebih kepada
pertemuan-pertemuan yang normatif saja.
Dan mungkin dampaknya ke masyarakat
tidak seperti calon dari parpol.
Calon perseorangan atau calon dari
partai politik sama saja kalau menurut
saya. Kedua-duanya tidak ada yang
lebih baik ataupun lebih buruk, yang
penting masyarakat itu dapat menikmati
pesta demokrasi di daerahnya. Dan
nantinya pesta demokrasi tersebut dapat
menghasilkan pemimpin yang memang
dapat melayani kebutuhan masyarakat
di daerah tersebut. Jangan sampai malah
nanti pemimpinnya malah jadi seperti
raja di daerah yang meminta dilayani
oleh masyarakat. Jadi menurut saya, lebih
penting kualitas calon pemimpin yang
maju dalam pemilihan di daerah tersebut.
Karena mau maju dari perseorangan
atau parpol, tetapi jika kualitas calonnya
rendah, maka akan memunculkan bahaya
bagi masyarakat yang akan dipimpinnya.
Bahrul Anwar,
Wirausahawan di Pamekasan,
Madura
Saat ini calon perseorangan itu memang
sedikit masih sulit. Tapi trennya sudah mulai
naik. Tingginya rasa tidak percaya masyarakat
terhadap partai politik, tentu menjadi
peluang besar bagi calon perseorangan untuk
bermunculan. Karena itu, selama partai politik
belum bisa memperbaiki citra mereka sebagai
lembaga, tentu masyarakat akan mencari calon
perseorangan yang diharapkan tidak memiliki
kepentingan-kepentingan politik.
Hilman Fauzi,
Wiraswasta di Tangerang
Aturan soal calon calon perseorangan itu harus lebih
ketat. Jika merujuk ke kasus di Jakarta, itu kan dia kayak
nyuri start kampanye. Dia sudah deklarasi maju lewat
jalur perseorangan dan dapat dukungan banyak 1 juta
KTP terus dengan seenaknya pindah. Ya emang sih itu
dinamika politik. Cuma harusnya ada regulasi kalau yang
sudah deklarasi perseorangan di awal, komit dengan ha
itu. Sebenarnya calon perseorangan itu perlu ada sebagai
alternatif mereka yang dari jalur politik. Tapi kenapa ya
setiap calon perseorangan biasanya itu dikit dukungan dan
kemungkinan gak menang? Jadi kesannya adanya regulasi
calon perseorangan itu cuma formalitas aja gitu. Ujungujungnya yang dominan ya yang berpartai.
Ema Fitriani,
Scriptwriter
Juli Mei
- Agustus
- Juni2016
2016 SUARA KPU
suara publik.indd 77
77
30/08/2016 21:03:35
REFLEKSI
Catatan 15 Tahun KPU:
Menjaga Kemandirian,
Memupuk Profesionalitas
Marwanto S.Sos, M.Si,
Komisioner KPU Kabupaten
Kulonprogo DIY.
RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw.
005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo
55633,
KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln
KH Wahid Hasyim Bendungan Wates
Kulonprogo DIY 55611
Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk
Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) pada 4 April 1953 untuk
menyelenggarakan
Pemilu
1955. Di masa Orde Baru,
berdasar UU No 15 tahun 1969,
presiden membentuk Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) sebagai
penyelenggara
pemilu.
Di awal reformasi, berdasar
Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk
menyelenggarakan Pemilu 1999.
Namun pembentukan KPU
yang mandiri baru dilakukan
di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun
2001 tertanggal 5 Juni 2001.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang
independen diatur UU No 22
tahun 2007 yang telah diubah
UU No 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Setelah
15 tahun mengelola demokrasi
elektoral di Indonesia, sejumlah
prestasi maupun catatan hitam
pernah ditorehkan KPU.
KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari
78
refleksi.indd 78
akademisi dengan pemikiran brilian, semisal
Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof.
Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno,
Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah
Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses
menyelenggarakan Pemilu 2004, namun
akhir tragis justru dialami oleh komisioner
dan sejumlah personil sekretariat yang
diputus pengadilan masuk penjara karena
kasus korupsi.
KPU periode kedua (2007-2012), yang
menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai
Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak
ada kasus hukum yang menjerat komisioner
KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik
akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus
DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak
pemilih yang tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan
dalam mengelola pemilu.
KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik.
Juga telah dan sedang menyelenggarakan
pilkada serentak. Belajar dari periode
sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah”
yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan
Husni Kamil Manik yang kemudian
estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni
kemandirian dan profesionalitas.
Aspek kemandirian selalu menjadi isu
seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini
selain karena posisi KPU yang strategis, dua
periode sebelumnya ada komisioner KPU
yang pindah haluan ke partai politik, yakni
Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Keduanya masuk Partai Demokrat, partai
penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi
seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik
tentang independensi KPU.
Hemat saya, ada dua ancaman terhadap
independensi lembaga KPU. Pertama,
ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari
komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan,
penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012
sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang
penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga
pernah diadukan di sidang DKPP.
Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang
mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi
UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011
membolehkan orang partai politik masuk menjadi
penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut
dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga
penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai
politik.
Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU
selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9
menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan
KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal
baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya
bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu
kemandirian KPU.
Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu
2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga
membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih).
Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua
tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog,
SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah
form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada
Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena
hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi,
yang merupakan salah satu wujud profesionalitas
penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak
kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian.
Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan
memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus
diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD
1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat
nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
30/08/2016 21:03:53
REFLEKSI
Catatan 15 Tahun KPU:
Menjaga Kemandirian,
Memupuk Profesionalitas
Marwanto S.Sos, M.Si,
Komisioner KPU Kabupaten
Kulonprogo DIY.
RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw.
005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo
55633,
KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln
KH Wahid Hasyim Bendungan Wates
Kulonprogo DIY 55611
Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk
Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) pada 4 April 1953 untuk
menyelenggarakan
Pemilu
1955. Di masa Orde Baru,
berdasar UU No 15 tahun 1969,
presiden membentuk Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) sebagai
penyelenggara
pemilu.
Di awal reformasi, berdasar
Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk
menyelenggarakan Pemilu 1999.
Namun pembentukan KPU
yang mandiri baru dilakukan
di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun
2001 tertanggal 5 Juni 2001.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang
independen diatur UU No 22
tahun 2007 yang telah diubah
UU No 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Setelah
15 tahun mengelola demokrasi
elektoral di Indonesia, sejumlah
prestasi maupun catatan hitam
pernah ditorehkan KPU.
KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari
7878
akademisi dengan pemikiran brilian, semisal
Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof.
Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno,
Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah
Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses
menyelenggarakan Pemilu 2004, namun
akhir tragis justru dialami oleh komisioner
dan sejumlah personil sekretariat yang
diputus pengadilan masuk penjara karena
kasus korupsi.
KPU periode kedua (2007-2012), yang
menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai
Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak
ada kasus hukum yang menjerat komisioner
KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik
akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus
DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak
pemilih yang tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan
dalam mengelola pemilu.
KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik.
Juga telah dan sedang menyelenggarakan
pilkada serentak. Belajar dari periode
sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah”
yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan
Husni Kamil Manik yang kemudian
estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni
kemandirian dan profesionalitas.
Aspek kemandirian selalu menjadi isu
seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini
selain karena posisi KPU yang strategis, dua
periode sebelumnya ada komisioner KPU
yang pindah haluan ke partai politik, yakni
Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Keduanya masuk Partai Demokrat, partai
penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi
seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik
tentang independensi KPU.
Hemat saya, ada dua ancaman terhadap
independensi lembaga KPU. Pertama,
ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari
komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan,
penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012
sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang
penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga
pernah diadukan di sidang DKPP.
Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang
mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi
UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011
membolehkan orang partai politik masuk menjadi
penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut
dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga
penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai
politik.
Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU
selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9
menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan
KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal
baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya
bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu
kemandirian KPU.
Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu
2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga
membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih).
Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua
tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog,
SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah
form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada
Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena
hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi,
yang merupakan salah satu wujud profesionalitas
penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak
kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian.
Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan
memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus
diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD
1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat
nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.
SUARA
SUARAKPU
KPU Juli
Juli- Agustus
- Agustus2016
2016
refleksi.indd 78
30/08/2016 21:17:35
REFLEKSI
Catatan 15 Tahun KPU:
Menjaga Kemandirian,
Memupuk Profesionalitas
Marwanto S.Sos, M.Si,
Komisioner KPU Kabupaten
Kulonprogo DIY.
RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw.
005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo
55633,
KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln
KH Wahid Hasyim Bendungan Wates
Kulonprogo DIY 55611
Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk
Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) pada 4 April 1953 untuk
menyelenggarakan
Pemilu
1955. Di masa Orde Baru,
berdasar UU No 15 tahun 1969,
presiden membentuk Lembaga
Pemilihan Umum (LPU) sebagai
penyelenggara
pemilu.
Di awal reformasi, berdasar
Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk
menyelenggarakan Pemilu 1999.
Namun pembentukan KPU
yang mandiri baru dilakukan
di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun
2001 tertanggal 5 Juni 2001.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang
independen diatur UU No 22
tahun 2007 yang telah diubah
UU No 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Setelah
15 tahun mengelola demokrasi
elektoral di Indonesia, sejumlah
prestasi maupun catatan hitam
pernah ditorehkan KPU.
KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari
78
refleksi.indd 78
akademisi dengan pemikiran brilian, semisal
Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof.
Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno,
Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah
Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses
menyelenggarakan Pemilu 2004, namun
akhir tragis justru dialami oleh komisioner
dan sejumlah personil sekretariat yang
diputus pengadilan masuk penjara karena
kasus korupsi.
KPU periode kedua (2007-2012), yang
menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai
Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak
ada kasus hukum yang menjerat komisioner
KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik
akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus
DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak
pemilih yang tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan
dalam mengelola pemilu.
KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik.
Juga telah dan sedang menyelenggarakan
pilkada serentak. Belajar dari periode
sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah”
yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan
Husni Kamil Manik yang kemudian
estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni
kemandirian dan profesionalitas.
Aspek kemandirian selalu menjadi isu
seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini
selain karena posisi KPU yang strategis, dua
periode sebelumnya ada komisioner KPU
yang pindah haluan ke partai politik, yakni
Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Keduanya masuk Partai Demokrat, partai
penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi
seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik
tentang independensi KPU.
Hemat saya, ada dua ancaman terhadap
independensi lembaga KPU. Pertama,
ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari
komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan,
penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012
sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang
penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga
pernah diadukan di sidang DKPP.
Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang
mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi
UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011
membolehkan orang partai politik masuk menjadi
penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut
dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga
penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai
politik.
Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU
selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9
menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan
KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah
dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya
bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal
baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya
bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu
kemandirian KPU.
Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu
2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga
membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih).
Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua
tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog,
SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah
form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada
Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena
hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi,
yang merupakan salah satu wujud profesionalitas
penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak
kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian.
Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan
memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus
diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD
1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat
nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.
SUARA KPU Juli - Agustus 2016
30/08/2016 21:18:52
Download