Spanyol Akan Memberikan Kewarganegaraan Kepada Siapa Saja Yang Murtad Dari Islam Jumat, 01 November 2013 16:59 Syabab.Com - Pemerintah Spanyol yang dipimpin oleh Mariano Rajoy menandatangani kesepakatan dengan Presiden Konferensi Waligereja Antonio Maria, dan disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Uni Demokratik Catalonia. Isi dari kesepakatan itu adalah pemberian kewarganegaraan Spanyol bagi umat Islam yang ingin mengubah agama mereka ke Katolik, yaitu kelompok agama Kristen terbesar. Menurut kantor berita Eropa “RNW”, bahwa kesepakatan yang telah dibuat oleh Menteri Kehakiman Spanyol, Alberto Ruiz Guiardon dengan Presiden Konferensi Waligereja, Antonio Maria Rocco Varela, berisi tentang kemudahan untuk mendapatkan kewarganegaraan Spanyol bagi seorang Muslim yang murtad dari Islam, kemudian memeluk Kristen Katolik. Namun bagi mereka yang ingin memanfaatkan tawaran ini harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam kesepakatan. Pertama, ia harus bisa menyanyikan dengan baik dua lagu keagamaan milik agama Katolik yang terkenal di Spanyol dan Amerika pada khususnya, yaitu lagu Perawan Maria dan Yesus Kristus Kedua, seorang Muslim yang ingin mendapatkan kewarganegaraan Spanyol itu harus siap untuk meninggalkan agama Islam, dan belum pernah memiliki catatan buruk, jika ia pernah dijatuhi denda pengadilan, maka itu tidak boleh lebih dari 600.000 euro. Ketiga, perjanjian ini secara khusus ditujukan bagi umat Islam yang selama ini diwajibkan membayar pajak 60 euro, yang dibagi dua antara negara (5 euro) dengan gereja (55 euro). Dan ketika ketiga persyaratan telah terpenuhi dalam meninggalkan agama Islam, serta memeluk agama baru, Kristen, maka setelah itu ia dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan kewarganegaraan Spanyol, demikian kata Menteri Kehakiman Spanyol, Alberto Ruiz Guiardon, sementara dalih dibuatnya keputusan tersebut adalah ingin “meningkatkan kewaspadaan spiritual rakyat Spanyol”. Monia Balmahi, pemimpin komunitas Islam menanggapi hal itu dengan mengatakan bahwa kesepakatan yang menargetkan umat Islam khususnya, bukan sebuah kesepakatan yang baru pertama kalinya dibuat oleh pemerintah Spanyol dengan gereja. Bahkan telah ada kesepakatan serupa pada tahun 1988 dengan mantan Perdana Menteri Spanyol, Felipe Gonzalez Markiyt, namun itu khusus bagi orang Yahudi, dan bukan umat Islam. Dan dalih dibuatnya kesepakatan ketika itu oleh Perdana Menteri Spanyol adalah untuk “memperbaiki sikap Spanyol karena pengusiran orang Yahudi pada tahun 1492”. Balmahi menambahkan bahwa perjanjian tersebut dimanfaatkan oleh sekitar 120 penduduk di Spanyol dari mereka yang beragama Yahudi, dan sebelum Jose Luis Rodriguez Zapatero menjabat sebagai Perdana Menteri Spanyol, kesepakatan itu dihapus. Sekarang, pemerintah Mariano Rajoy kembali mengaktifkannya dengan memasukkan umat Islam. Seorang wanita aktivis “Aljamauwiyah” yang tinggal di kota Sevilla Spanyol mempertanyakan tentang motif kesepakatan ini, yang dianggap sebagai “memperdagangkan agama”, mengeksploitasi buruknya krisis kaum imigran, dan keinginan mereka untuk menjamin stabilitasnya, terutama karena pemerintah Spanyol menderita masalah ekonomi yang besar sehingga mendorongnya untuk memulai kampanye keras terhadap para imigran dengan menolak untuk memperbaharui ijin tinggal bagi sebagian besar dari mereka. Namun di sisi lain, memudahkan kewarganegaraan Spanyol bagi mereka yang keluar dari Islam untuk kepentingan Kristen. Sehingga hal ini tidak dianggap sebagai pilihan agama, namun penjualan agama, dan eksploitasi dengan cara buruk terhadap para imigran. Kesepakatan ini dapat mempengaruhi lebih dari 70 ribu imigran asal Maroko di Spanyol, di mana tujuan dari kesepakatan baru ini adalah untuk menarik para imigran Maroko khususnya, agar mereka mengubah agama mereka dengan imbalan mendapatkan hak-hak istimewa yang ditetapkan oleh pemerintah Spanyol dan gereja, dengan mendapatkan kewarganegaraan Spanyol, yang akan menjamin bagi para imigran untuk tinggal secara permanen di wilayah Spanyol dengan mendapatkan berbagai kemudahan dan hak istimewa dalam kehidupan sosial. [bjr/rassd.com/htipress/syabab.com] +++ Baca “Bismillah”, Bocah 10 Tahun di AS Dituduh Teroris Jumat, 01 November 2013 17:06 Syabab.Com - Islamofobia ternyata masih tumbuh subur di New York, Amerika Serikat. Hal ini dialami seorang bocah Muslim yang ditolak naik bus dan dituduh teroris, hanya karena membaca “Bismillah”. Diberitakan New York Post awal pekan ini, insiden yang dialami bocah berusia 10 tahun itu terjadi Oktober tahun lalu, dua hari sebelum ulang tahunnya yang ke-11. Saat itu dia hendak pulang sekolah dari Sheepshead Bay ke Brooklyn, naik bus B-39 pukul 2.45 sore. Saat hendak naik, kartu busnya hilang. Dia kemudian membaca basmalah, “Bismillaahirrahmanirahim -dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” dan menemukan kartunya. Mendengar bocah itu berbicara bahasa Arab, sopir bus tiba-tiba meradang dan membanting pintu bus. “Sopir lalu mengatakan ‘Pergi Kamu!!’ dan menggunakan kata-T,” kata pengacara keluarga tersebut Hyder Naqvi. Kata-T adalah sebutan untuk “teroris”. Akibat tindakan tersebut, bocah itu trauma dan tidak berani lagi naik transportasi umum. Belakangan, bocah ini marah dan mengadukannya kepada orangtuanya yang langsung mengajukan gugatan ke pengadilan. “Dia memang masih muda, tapi cukup dewasa untuk tahu apa itu diskriminasi,” kata Naqvi. Bersama orangtuanya, bocah itu mengajukan gugatan sipil. Kasus ini juga telah ditindaklanjuti oleh Badan Transportasi Metropolitan (MTA) New York yang langsung menyambangi keluarga tersebut. MTA membawakan beberapa foto supir untuk diidentifikasi. Kasus ini masih terus diselidiki. MTA belum bisa dimintai konfirmasi terkait hal ini. [viva.co.id/syabab.com] +++ Senin, 04/11/2013 13:29 WIB Kehidupan Muslim di Negeri Komunis Saat Azan Berkumandang di Negeri Komunis ERWIN DARIYANTO - detikNews Salah satu masjid tertua di Zhengzhou, China. (Foto - Erwindar/detikcom) Jakarta - Matahari berangsur terbenam di langit Beijing pada Senin (28/10) pekan lalu. Lampu penerangan mulai dinyalakan oleh penduduk kota. Sejumlah orang tampak bergegas menuju sebuah komplek bangunan di jalan Niujie distrik Xianwu. Di komplek itulah berdiri Masjid Niujie, salah satu masjid tertua di Beijing. Sekitar seratus meter dari gerbang pintu masuk masjid, lafal Azan berkumandang. Dilantunkan oleh Nur Muhammad yang memiliki nama Mandarin Ma Chun Xin tanpa pengeras suara dari pelataran masjid. Meski tanpa pengeras suara panggilan Azan tersebut mampu mengundang puluhan orang berbondongbondong menuju Masjid Niujie untuk menunaikan Sholat Maghrib. Tak hanya penghuni komplek, sejumlah pelancong juga nampak mampir ke masjid tertua di kota Beijing ini. Anggota Dewan Pengawas Masjid Niujie, Ali bin Ibrahim (59 tahun) mengatakan, masjid dengan luas sekitar 10.000 meter persegi ini dibangun pada tahun 996 Masehi. Saat itu pemerintahan Tonghe di zaman Dinasti Liao berniat merekrut seorang saudagar dari Arab bernama Nasrudin untuk menjadi pegawai negara. Namun Nasrudin menolak dan justru meminta dibangunkan sebuah masjid. "Maka dibangunlah masjid Niujie ini," kata Ali yang memiliki nama Mandarin Wei Chian Jia itu. Masjid terbesar di Beijing ini juga menjadi penanda titik awal masuknya Islam di daratan China. Masjid sempat direnovasi pada Zaman Dinasti Yian, dan Dinasti Ming serta Dinasti Qing. Setelah Republik Rakyat China berdiri tahun 1949, Masjid Niujie telah mengalami 3 kali renovasi. Yakni, tahun 1955, 1979 dan 1996. Setiap hari tak kurang ada 1000 jamaah yang menunaikan sholat di Masjid Niujie. Dan pada saat Idul Fitri maupun Idul Adha jumlah jamaah bisa mencapai 4.000 sampai 5.000 orang. Tak jauh dari Masjid Niujie terdapat gedung Islamic Center Beijing, yang menjadi pusat pembinaan muslim di China. Niujie termasuk salah satu wilayah di China dengan jumlah penduduk terpadat. Di kawasan ini menurut Ali terdapat sekitar 20.000 orang yang memeluk Islam. Banyak toko dan restoran yang menjual makanan dan masakan halal. Sejumlah pedagangnya pun mengenakan peci putih untuk menandakan bahwa dia pemeluk agama Islam. Kawasan ini dinamakan Niujie yang berarti sapi, karena warga di wilayah ini menjual masakan halal, terutama daging sapi. Usai menunaikan sholat Maghrib, sejumlah jamaah yang umumnya berusia separuh baya nampak membaca kitab suci Alquran. Sesekali mereka terlihat larut dalam sebuah diskusi membahas makna sebuah ayat dalam kitab suci tersebut. Disksusi baru terhenti saat Azan kembali terdengar dari pelataran. Kali ini panggilan bagi umat Islam untuk sholat Isya. Di Masjid Nuijie, di sebuah negara komunis mereka kembali khusyuk dalam ibadah. ++++ Penutupan Lokalisasi pelacuran akan semakin liar? Pengamat Sosial: “Pragmatisme Sekuler Menkes yang sangat Berbahaya” HTI Press- Dalam program tayangan Mata Najwa, (6/11), Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan penutupan lokalisasi tidak akan membuat kaum lelaki berhenti mencari pekerja seks komersil. Penutupan lokalisasi, menurutnya, justru akan menjadi liar, di jalan-jalan, di rumah-rumah penduduk. Malah penutupan lokalisasi justru akan membuat peningkatan penyebaran HIV/AIDS. Pengamat Sosial, Iwan Januar mengkritik pernyataan Menteri Kesehatan tersebut menyebut apa yang dilontarkan Menkes adalah opini klasik lokalisasi pelacuran. Dan pandangan pragmatis sekuler. “Cara berpikir pragmatis ini amat berbahaya, karena bisa diterapkan pada masalah-masalah sosial lain,” uajrnya pada Mediaumat.com, Kamis (7/11). Bila Menkes mengatakan bahwa penutupan lokalisasi akan membuat pelacuran menjadi tak terkendali, apakah ia juga bisa menjamin bahwa dengan adanya lokalisasi pelacuran akan ‘lebih terkendali’? Tidak akan muncul pelacuran di kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa? Menurut Iwan, Menkes seperti pura-pura tidak tahu bahwa pelacuran saat ini bukan saja terjadi di warung remang-remang atau di tempat lokalisasi, tapi juga sudah masuk di sekolah, kampus, mall-mall, kafe, bar, hotel-hotel kelas murah hingga berkelas. Bukankah itu di luar lokalisasi? “Membiarkan lokalisasi jauh lebih baik ketimbang membubarkannya adalah ilusi Menkes dan pemerintah,” sindirnya. Padahal, menurut Iwan persoalan utamanya adalah kegagalan pemerintah dengan sistem kapitalisme dalam menjamin kehidupan masyarakat. “Artinya, pemerintah punya andil dalam membuat warganya menjadi pelacur,” ujarnya. Iwan menegaskan bila ada sanksi tegas dan kesejahteraan rakyat terjamin, maka tidak adalagi orang yang mau melacurkan diri dan menggunakan jasa pelacur. “Pelacuran pun akan berhenti jika ada sanksi tegas dari pemerintah dan menjamin kesejahteraan rakyatnya,” terangnya. “Makin jelas bahwa negeri ini berada dalam sistem yang batil. Sehingga setiap persoalan hanya berputar-putar dalam lingkaran setan. Hanya Khilafah dan syariat Islam yang bisa menyelesaikannya,” pungkasnya.[] (Mediaumat.com-fatih mujahid)