unsur hara mikro

advertisement
Bahan Kajian - MK Dasar Ilmu Tanah, Mei 2013
www.marno.lecture.ub.ac.id
UNSUR HARA MIKRO
Unsur hara mikro bersifat esensial bagi pertumbuhan
tanaman , namun dibutuhkan tanamna dalam jumlah jauh
lebih sedikit dibandingkan dnegan unsur hara makro.
Delapan unsur hara mikro adalah: boron (B), chloride (Cl),
copper (Cu), iron (Fe), manganese (Mn), molybdenum (Mo),
nickel (Ni), dan zinc (Zn).
Lima unsur hara mikro (Cu, Fe, Mn, Ni, dan Zn) adalah logam,
dan berbentuk kation dalam larutan tanah. Logam logam ini
berperilaku serupa dalam tanah. Tiga unsur hara mikro (B,
Cl, Mo) dalam larutan tanah biasanya berbentuk molekul
netral atau bermuatan negatif (‘anion unsur mikro’).
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Dalam tanah biasanya logam hara mikro mempunyai empat
macam bentuk: mineral, organik, sorbed (terikat dengan
tanah), atau larut.
Sebagian besar logam dalam tanah terikat pada mineral dan
bahan organik, dan tidak tersedia bagi tanaman. Logamlogam yang terikat (sorbed) jumlahnya relatif cukup besar
dan biasanya terikat kuat di permukaan partikel tanah.
Bentuk-bentuk logam mineral, organic, dan sorbed secara
lambat-laun dilepaskan ke larutan tanah.
Konsentrasi logam larut biasanya sangat rendah, terutama
pada kondisi pH tanah sekitar netral.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Konsentrasi logam hara mikro dalam bentuk tersedia bagi
tanaman dapat diestimasi dengan ekstraksi organik seperti DTPA.
Total konsentrasi logam mikro dalam tanah (ditentukan deegan
ekstraksi asam kuat) biasanya lebih besar dibandingkan dengan
bentuk-logam yang tersedia bagi tanaman. Misalnya, konsnetrasi
Fe-tersedia kurang dari 0.1% rata-rata konsentrasi Fe-total dalam
tanah.
Proses-proses yang menentukan jumlah logam mikro tersedia
dalam larutan tanah adalah: serapan tanaman, sorpsi / desorpsi,
pengendapan / pelarutan, mineralisasi / immobilisasi, erosion, dan
panen tanaman.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Tanaman menyerap unsur hara mikro logam sebagai kation.
Jumlah serapan tanaman berkisar dari kurang 0.1 lb/ac untuk
Ni dan Cu hingga 0.5 lb/ac untuk Fe, namun jumlah-jumlah ini
sangat tergantung pada jenis tanaman.
Konsentrasi unsur hara mikro logam dalam
tanaman berkisar dari 0.5 ppm untuk Ni
hingga 100 ppm untuk Fe dalam bahan kering
tanaman, variasi kandungan ini tergantung
jenis tanaman.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Konsentrasi logam mikro terlarut dalam tanah-tanah yang
miskin BOT biasanya jauh lebih kecil daripada jumlah yg
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman, hal ini
membuktikan pentingnya BOT dalam meningkatkan ketersediaan
hara mikro dalam tanah dan serapannya oleh tanamna (Havlin et
al., 1999).
Mengapa BOT dapat meneingkatkan kelarutan logam mikro dan
serapannya oleh tanaman?
‘Khelation - pembentukan khelat’ merupakan proses dimana
senyawa organik larut atau ‘chelate’ (berarti “claw-like”), mengikat
kation logam membentuk senyawa kompleks organik-logam yang
melarut.
Sumber: Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th Edition.
Prentice Hall. Upper Saddle River, NJ. 499 p.
UNSUR HARA MIKRO
Khelasi dapat meningkatkan konsentrasi Fe-larut sebanyak 100
kali lipat, kalau tidak demikian jumlah Fe-tersedia tidak mencukupi
kebutuhan tanaman pada pH tanah sekitar 8 (Havlin et al., 1999).
Contoh ‘khelate’ adalah humat dan fulvat. Kedua senyawa
organik ini ditemukan secara alami dalam tanah sebagai hasil
dekomposisi bahan organik. Khelat juga ditemukan dalam
eksudat akar (senyawa organik yang diekskresikan oleh akar),
yang dapat meningkatkan ketersediaan logam mikro di sekitar
akar tanaman.
Praktek pengelolaan yg meningkatkan BOT, seperti tanpa-olahtanah atau aplikasi pupuk kandang, dapat meningkatkan derajat
khelasi, sehingga meningkatkan ketersediaan logam mikro.
Sumber: Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th Edition.
Prentice Hall. Upper Saddle River, NJ. 499 p.
UNSUR HARA MIKRO
Sorpsi / Desorpsi Logam
Logam-logam mikro terikat kuat oleh apertikel tanah karena
mereka bermuatan posiitif, dan terikat di permukaan partikel
tanah yg bermuatan negatif (liat dan bahan organik).
Misalnya, logam mikro yg bermuatan positif pada pH 7.5. adalah
Fe2+ atau Fe3+, Mn2+, Ni2+, dan Zn2+.
Tembaga (Cu) yang dominan sebagai spesies netral Cu(OH)2
pada pH 7.5 juga mempunyai dua bentuk kation, Cu2+ dan
CuOH+, keduanya dapat terikat kuat di permukaan koloid tanah,
sehingga menurunkan konsentrasi Cu terlarut.
Logam-logam mengalami sorpsi ke liat, bahan organik, dan
hidroksida Fe, Mn, dan Aluminum.
Sorpsi logam mikro berhubungan langsung dnegan KTK tanah.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Permukaan koloid mineral tanah menjadi lebih banyak
bermuatan negatif pada pH yang lebih tinggi, sehingga lebih
kuat menarik dan mengikat kation logam mikro.
Konsentrasi logam mikro yg terlarut paling rendah pada pH
dekat 8.0 untuk Fe dan dekat pH 9 untuk Zn, karena
sorpsinya sangat kuat dan pelarutannya rendah pada pH
tinggi.
Pada tanah-tanah yang mempunyai pH mendekati 8, unsur
mikro logam diikat kuat oleh partikel koloid tanah.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR HARA MIKRO
Presipitasi dan Disolusi Logam
Mineral logam dapat melarut dengan lambat pd kondisi lingkungan
tertentu, sehingga melepaskan kation logam ke larutan tanah.
Misalnya, hidroksida Fe dan Mn, yg banyak ditemukan dalam tanah, akan
melarut pada kondisi tanah tergenang karena kekurangan oksigen, dan
kemudian mengendap pada kondisi yg lebih kering.
Proses ini menyebabkan tanah menjadi ‘ber-becak - mottled’, atau
berlapis-lapis warna merah dan kelabu. Semua hidroksida logam menjadi
kurang melarut kalau pH tanah meningkat naik; sehingga defisiensi
logam-mikro jarang terjadi pada tanah-tanah yang pH nya rendah (tanah
masam). Kelarutan mineral-logam m ikro sangat ditentukan oleh pH,
konsentrasi Fe larut dapat menurun 100 kali lebih rendah untuk setiap
kenaikan satu unit pH (misalnya kalau pH naik dari 5 menjadi 6).
Konsentrasi Fe larut mencapai minimum pada sekitar pH 7.5, sehingga
defisiensi Fe banyak terjadi pada tanah-tanah dengan pH tinggi. Kalau pH
tanah terus meningkat naik, kelarutan logam ini akhirnya meningkat lagi.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations (by Clain Jones, Soil Chemist, and
Jeff Jacobsen, Extension Soil Scientist).
UNSUR MIKRO YANG DIBUTUHKAN TANAMAN
Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah SEDIKIT, a.l.
Besi(Fe), Mangan(Mn), Seng (Zn), Tembaga
(Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Khlor (Cl).
Sumber: Setio Budi Wiharto (09417/PN) - UGM Jogjakarta.
DEFISIENSI UNSUR MIKRO
Faktor-faktor penyebab terjadinya defisiensi hara mikro sangat beragam dan
seringkali kombinasi beberapa faktor.
Faktor-faktor penyebab
Defisiensi hara mikro
Tanah Berpasir
Tanah organik
Tanah alkalin (pH>6.5)
Tanah Masam
B
Cu
DD
D
D
D
D
D
Mn
Mo
Zn
D
D
D
D
D
D
Kandungan fosfat tinggi
Kandungan N tinggi
Serealia setelah rumput
D
Serealia setelah brasika
Kondisi tanahy kering
Kondisi tanah dingin
D
D
D
Konsolidasi tanah buruk
Tanah tergenang
Curah hujan tinggi
Fe
D
D
D
D
D
D
DD
D
DD
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
Kaya bikarbonat
Aplikasi Copper
D
Aplikasi Mn
Aplikasi Zn
D
D
Sumber: http://www.solufeed.com/uk-horticulture/horti-crop-nutrition/micronutrients.aspx
D
DEFISIENSI UNSUR MIKRO
Alkalinitas menjasi faktor penting yg mempengaruhi ketersediaan unur
mikro kecuali Mo.
Kondisi pH tinggi menyebabkan
pengendapan
hidroksida. Demikian juga ,
tingginya kandungan fosfat tanah
menyebabkan pengendapkan
senjyawa fosfat tidak larut.
Mn2+ + 2OH → Mn(OH)2↓
Mn2+ + HPO42- → MnHPO4↓
Cu2+ + 2OH → Cu(OH)2↓
Cu2+ + HPO42- → CuHPO4↓
Zn2+ + 2OH → Zn(OH)2 ↓
Zn2+ + HPO42- → ZnHPO4↓
Sumber: http://www.solufeed.com/uk-horticulture/horti-crop-nutrition/micronutrients.aspx
Relative availability of micronutrients by soil pH
Unsur hara mikro paling tersedia pada tanah masam dan
tidak tersedia pada pH tinggi
Sumber: https://www.pioneer.com/home/site/us/agronomy/library/template.CONTENT/guid.7C6642176A2C-4E51-892A-9CD61FEFC449
Kondisi tanah yg mengakibatkan defisiensi hara mikro pada tanaman
Micronutrient
Karaktersitik tanah
Tanaman
B
Tanah-tanah berpasir atau tanah tua yg miskin BOT
Alfalfa, clover
Cl
Occasionally on sandy soils in areas, high rainfall very rare
Cu
Gambut masam atau mucks dengan pH < 5.3
Gandum, Jagung
Fe
Tanah-tanah dg pH tinggi, kaya garam larut atau kalsium
karbonat
Jagung, Kedelai
Mn
Gambut dan mucks dengan pH > 5.8, tanah-tanah di
cekungan dnegan pH > 6.2
Kedelai, Beet,
Jagung
Mo
Tanah-tanah prairie masam
Kedelai
Zn
Tanah gambut, mucks dan tanah mineral dengan pH tanah
> 6.5
Jagung, Kedelai
Sumber:
Besi
(Fe)
Sumber:
Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan unsure mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+)
ataupun fero (Fe2+).
Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik).
Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH),
magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3)
Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam
bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan
khelat yang lain.
Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma.
Penyerapan Fe lewat daun
dianggap lebih cepat dibandingkan
dengan penyerapan lewat akar,
terutama pada tanaman yang
mengalami defisiensi Fe.
Dengan demikian pemupukan lewat
daun sering diduga lebih ekonomis
dan efisien.
Fungsi Fe antara
lain sebagai
penyusun klorofil,
protein, enzim, dan
berperanan dalam
perkembangan
kloroplas.
FUNGSI Fe
. Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam
proses metabolisme.
Proses tersebut misalnya reduksi N2, reduktase solfat, reduktase nitrat.
Kekurangan Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan
akhirnya juga penyusunan protein menjadi tidak sempurna
Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kaadar asam
amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom
secara drastic.
Penurunan kadar pigmen dan protein dapat disebabkan
oleh kekurangan Fe.
Defisiensi Fe juga mengakibatkan pengurangan
aktivitas semua enzim.
FUNGSI Fe dalam Tanaman
Sumber: http://web.uni-marburg.de/sfb593/a1.html
Uji Tanah dan Pemupukan Fe
Uji tanah untuk Fe banyak dipakai pada pertanaman hias seperti azaleas, hydrangeas,
dll.. Biasanya rekomendasi pemupukan Fe dibuat seperti halnya rekomendasi Ca, Mg,
Zn dan Mn.
Jarang rekomendasi pemupukan Fe untuk tanaman agronomis, sayuran, buah-buahan.
Biasanya pupuk Fe yang lazim digunakan adalah besi-sulfat.
Chelated iron sources are often more appropriate for established plantings when soil pH
is very much above the desired range.
Such use is not based upon soil test results but upon plant appearance (un-thrifty and
usually chlorotic [yellowing] condition).
Kalau uji tanah dilakukan sebelum ada tanaman,
penggunaan belerang untuk menurunkan pH tanah
harus mempertimbangkan kemungkinan defisiensi Fe,
atau digunakan bahan pembenah tanah yang lainnya
untuk mengasamkan tanah
Sumber:
Bentuk-bentuk Fero (Fe++) mempunyai medan stabilitas yg cenderung
untuk bertahan
Sumber: http://www.fas.org/irp/imint/doc...13b.html
Grafik Eh-pH untuk spesies Fe dan fase padatan untuk sedimen dari
Trepangier
Sumber: . http://cfpub.epa.gov/ncer_abstra...ort/2004
Fe - Khelate
Khelasi dapat meningkatkan konsentrasi Fe-larut hingga lebih dari 100 kali
lipat, kalau tidak ada khelasi seperti ini akan terjadi kekurangan Fe-tersedia
bagi tanaman pada kondisi pH tanah sekitar 8.0 (Havlin et al., 1999).
Examples of ‘chelates’ are humates and fulvates. Both are found naturally in
most soils because they are byproducts of OM decomposition. Chelates are
also found in root ‘exudates’ (organic substances excreted from roots), which
can greatly increase the availability of metals immediately around plant roots.
Pengelolaan tanah yg dapat meningkatkan kandungan BOT, seperti tanpa olah
tanah dan aplikasi pupuk kandang, dapat meningkatkan derajat khelasi,
sehingga meningkatkan ketersediaan logam (mis. Fe).
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th
Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, NJ. 499 p.
Sumber:
Efek pH tanah terhadap konsentrasi Fe-larut. Konsentrasi Fe aktual
tergantung pada derajat khelasi.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations. by Clain Jones, Soil Chemist, and Jeff
Jacobsen, Extension Soil Scientist.
Defisiensi Fe
Defisienis Fe biasnaya terjadi pada tanah kapur, tanah yg pH nya tinggi.
Tanah-tanah yg aerasinya buruk (jenuh air) dapat memicu defisiensi Fe,
mungkin karena menurunnya penyerapan Fe pada kondisi seperti ini.
Fe deficiency is also more common on soils low in OM,
especially where land leveling has removed the upper
organic rich soils and exposed calcareous subsoil.
Khelator bahan organik dapat
meningkatkan ketersediaan Fe
dalam tanah
Sumber:
Figure 4. Efek pemupukan Fe thd hasil jagung pada tanah dengan pH tinggi,
miskin Fe, untuk jagung hibrida tahan khlorosis dan tidak tahan khlorosis
(dimodifikasi dari Stevens et al., 2001).
Sumber: Stevens, B., G. Hergert, and J. Petersen. 2001. Strategies for improving maize yields on high pH soils.
Western Nutrient Management Conference Proceedings-Vol. 4. March 8-9, 2001. Salt Lake City, Utah. p. 107-115.
Pemupukan Fe
Penelitian pada tanah dengan pH 8.6 , aplikasi 2.9 ppm DTPA Fe di
Nebraska untuk mengetahui efek pupuk Fe terhadap hasil sweetcorn
hibrida yg toleran khlorosis dan hibrida yg tidak toleran khlorosis.
Rata-rata hasil hibrida yg toleran sekitar enam kali lebih tinggi
dibandingkan dnegan hasil hibrida yang tidak-toleran selama 1997- 1999
(Figure 4).
In addition, Fe fertilizer placed in seed rows (2 inches to the side and 2
inches below the seed) was able to overcome most of the difference
between hybrids, although yield decreased at the highest Fe treatment (30
lb Fe/ac), likely due to a salt effect.
Hasil yang serupa
diperoleh dengan aplikasi
suspensi Fe atau granula
kering.
Sumber:
Oksida Fe pada Vertisol
The composition and crystallinity of Fe oxides in soils determines the reactivity and
toxicity of Fe through redox and solubility reactions.
The mineralogy and crystallinity of Fe oxides seasonally precipitating on ped surfaces
and within soil pores and those forming around rice (Oryza sativa L.) roots were
investigated by x-ray diffraction, electron microscopy, and electron microprobe analyses.
Iron oxides precipitated on ped surfaces and within soil pores were relatively poorly
crystallized while those precipitated on rice-root surfaces were well crystallized.
The presence of soluble Si and P during flooding may be responsible for precipitation of
the less crystalline Fe oxides.
Infrared and electron-diffraction data on the precipitate suggest the presence of PO4
groups either adsorbed or coprecipitated with Fe oxide. Depletion of Si and P from the
rhizosphere is believed to contribute to the formation of well-crystallized lepidocrocite on
root surfaces.
Fe oxides may influence the mobility of Si and P in alternately flooded and drained soils.
Electron-diffraction data suggests that some of the Fe may be precipitated as strengite.
Upon reduction and dissolution, these oxides release Fe, Si, and P into the soil solution
and influence the nutrient dynamics in the rhizosphere of the rice plant.
Sumber: D. C. Golden, F. T. Turner, H. Sittertz-Bhatkar and J. B. Dixon . 1997. Seasonally Precipitated Iron
Mangan
(Mn)
Sumber:
Penyerapan dan Defisiensi Mn
Mangaan diserap dalam bentuk ion Mn++.
Seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks
khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun.
Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang
satu ke organ lain yang membutuhkan.
Defisiensi Mn antara lain :
Pada tanaman berdaun lebar, interveinal chlorosis
pada daun muda mirip kekahatan Fe tapi lebih
banyak menyebar sampai ke daun yang lebih tua,
pada serealia bercak-bercak warna keabu-abuan
sampai kecoklatan dan garis-garis pada bagian
tengah dan pangkal daun muda, split seed pada
tanaman lupin.
Sumber:
Efek aplikasi Mn melalui daun ( 5 mM MnSO4)
Allantoate daun, % kontrol
Hari setelah aplikasi
Sumber http://ehis.niehs.nih.gov/member...ull.html :
Mn dalam Tanah
Mangan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat dan silikat
dengan nama pyrolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3)
dan rhodoinit (MnSiO3).
Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan ferro
magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil
pelapukan batuan adalah mineral sekunder terutama pyrolusit (MnO2) dan
manganit (MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000
ppm.
Bentuk Mn dapat berupa kation Mn++ atau mangan oksida, baik bervalensi dua
maupun valensi empat.
Penggenangan dan pengeringan yang berarti reduksi dan oksidasi pada tanah
berpengaruh terhadap valensi Mn.
Mn merupakan penyusun ribosom dan juga mengaktifkan polimerase,
sintesis protein, karbohidrat.
Mn berperan sebagai activator bagi sejumlah enzim utama dalam siklus
krebs, dibutuhkan untuk fungsi fotosintetik yang normal dalam
kloroplas, ada indikasi dibutuhkan dalam sintesis klorofil.
Mn dalam Fotosintesis
Fotosintesis
alamiah
Fotosintesis
artifisial
Sumber: www.fotomol.uu.se/.../fotosyntes/research2.shtm
Rekomendasi Pemupukan Mn
Manganese (Mn) is recommended only for soybeans when soil pH is
above 7.0 and soil test manganese is below 16 pounds per acre.
Rekomendasi: Aplikasi 20 pounds Mn per acre disebar ke tanah sebelum
tanam.
Mn jangan dikacaukan dengan Mg,
terutama kalau terjadi masalah
toksisitas Mn (tanah-tanah pH
rendah)
Sumber:
Efek pada tanah-tanah masam, yaitu menurunnya kelarutan
Mn
Hubungan antara konsentrasi Mn-daun dan Mo-daun tanaman
tembakau umur 50 hari setelah tanam bibit
Sumber: http://www.ca.uky.edu/agc/pubs/a...r109.htm
Ketersediaan Mn dalam Tanah
Penambahanj bahan organik ke tanah dapat meningkatkan Mn
tersedia; namun demikian tanah-tanah yg secara alamiah kaya BO
kadangkala menunjukkan defisiensi Mn
This apparent discrepancy is due to the relative availability of Mn
in recently added organic amendments compared to older
materials where decomposition has slowed considerably.
Cuaca kering
meningkatkan defisinesi
Mn , diduga karena
terjadinya pengendapan
oksida-oksida Mn
Kondisi tanah jenuh air
menyebabkan sebagian
mineral Mn melarut dan
menjadi tersedia bagi
tanaman
PERILAKU Mn DALAM TANAH
Due to their high degree of reactivity, Mn oxides in soil systems may exert a
greater influence on trace metal chemistry than that suggested by their relatively
low abundance.
Soils ranged in percentage of NH2OH·HCl-extractable Mn between 0.14 and 1.27,
pH between 4.4 and 7.2, and percentage of C between 9.0 and 27.2.
Manganese-XANES spectra showed that most of the study soils had a high
Mn(IV)/Mn(III) ratio with edge energy position intermediate to that of a synthetic
birnessite and a synthetic pyrolusite.
In these high Mn soils, Mn-XANES edge energy was positively correlated with soil
pH, suggesting a linear increase, over the normal range of soil pH, in the
Mn(IV)/Mn(III) ratio of soil oxides.
Soils with more total reducible Mn generally demonstrated greater net Cr(VI)
production, but this pattern was moderated by soil pH and relative Mn oxidation
state.
High Mn soils with low pH and Mn oxidation state were weaker Cr oxidizers than
their Mn abundance would suggest. The greater Mn abundance and greater
Mn(IV)/Mn(III) ratio in soil Mn oxides enhances Cr oxidation.
Sumber: Christine Negra , Donald S. Ross and Antonio Lanzirotti. 2005. Oxidizing Behavior of Soil
Manganese . SSSAJ. 2005. Vol. 69 No. 1, p. 87-95.
KETERSEDIAAN Mn DALAM TANAH
Relationships differ greatly between soil Mn solubility and pH, between plant uptake of
Mn and soil pH, and between plant uptake of Mn and nutrient solution pH.
Experiments were done to evaluate the contributions of root/soil interactions, specifically
those of root exudates, to Mn availability. The solubility of soil Mn and of MnO2 in root
exudates and in rhizosphere and bulk soils was measured over the pH range of 4.5 to
6.5.
The relationships between pH and MnO2 solubility in solutions of root exudates and
selected root exudate components closely resembled those between plant uptake of Mn
and soil pH. Similarly, the relationship between CaCl2-soluble Mn in the rhizosphere soil
and soil pH resembled that between plant uptake of Mn and soil pH.
The pattern with pH of the CaCl2-soluble Mn of the bulk soil was that of soil alone and
fell below that of the rhizosphere soil. These relations establish that root exudates make
an important contribution to plant uptake of soil Mn.
Exudate compounds, such as hydroxy-carboxylates, increase soil Mn solubility through
reducing MnO2 and complexing the divalent Mn released.
The effect is particularly marked in systems more acid than pH 5.5 and explains many of
the apparent anomalies of soil Mn availability.
Sumber: Gnahoua H. Godo and H. M. Reisenauer. 1980. Plant Effects on Soil Manganese Availability.
SSSAJ. 1980. Vol. 44 No. 5, p. 993-995
Seng
(Zn)
Sumber:
Seng (Zn)
Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++ dan dalam tanah alkalis
mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+.
Di samping itu, Zn diserap dalm bentuk kompleks khelat, misalnya ZnEDTA. Seperti unsure mikro lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn
dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam
tanaman berkisar antara 20-70 ppm.
Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit
[(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan
ZnSiO4).
Fungsi Zn antara lain : pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat
dekarboksilase, lesitimase,sistein desulfihidrase, histidin deaminase,
super okside demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase,
proteinase dan peptidase.
Juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas
batang.
Sumber:
Ketersediaan Zn dalam Tanah
. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran
yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn
menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering
menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terytama pada
tanah berkapur.
Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman kerdil,
ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul
(resetting) dan klorosis pada daun-daun muda dan
intermedier serta adanya nekrosis.
Sumber:
Kandungan Zn dalam Tanah
Seng (Zn) adalah unsur hara mikro esensial bagi manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi.
Kandungan Zn total rataan pada litosfir sekitar 80 mg/kg (Goldschmith,
1954).
Mineral-mineral sebagai sumber utama yang kaya Zn dalam tanah adalah
sphalerite dan wurtzite (ZnS), dan sumber yang sangat kecil dari mineralmineral smithsonites (ZnCO3), willemite (Zn2SiO4), zincite (ZnO), zinkosite
(ZnSO4), franklinite (ZnFe2O4), dan hopeite (Zn3(PO4)2.4H2O (Lindsay,
1972).
Pada batuan magmatik ternyata Zn
terdistribusi merata, dan kandungannya
berbeda pada batuan masam dan batuan
basa, yaitu 40 mg/kg dalam batuan granit
dan 100 mg/kg dalam batuan basaltik.
Penambahan Zn ke Tanah
Penambahan unsur logam pada tanah dapat terjadi dengan berbagai cara
yaitu melalui polusi, penggunaan sarana produksi seperti pupuk,
pestisida dan fungisida, sehingga terjadi kontaminasi logam-logam pada
tanah dan tumbuh-tumbuhan.
Umumnya polusi yang diakibatkan industri bahan tambang lebih banyak
terjadi di negara-negara Eropa, Amerika, Rusia, dan di negara-negara
maju lainnya, sedangkan di negara-negara dengan wilayah pertanian
polusi/pencemaran lingkungan lebih disebabkan oleh pengelolaan lahan
pertanian dan industri pertanian.
Sejak awal abad XX polusi menjadi
perhatian masyarakat di negara-negara
yang memiliki industri maju dan mulai
dikontrol atau dikendalikan hingga saat
ini.
Pemupukan Zn
Penambahan logam Zn ke tanah melalui polusi umumnya terjadi di daerah-daerah
industri peleburan bahan tambang seng. Penelitian-penelitian berdasarkan
analisis contoh tanah berasal dari daerah industri logam menemukan kadar Zn
sekitar 250–37200 mg/kg (di Inggris), 1665–4245 mg/kg (di Polandia), 400–4245 mg
(di Rusia), 1310–1780 mg/kg tanah khususnya pada tanah tergenang di Jepang
(Alloway, 1995). Sedangkan kandungan total Zn tanah rataan hanya sekitar 50
mg/kg tanah.
Penambahan Zn dari sewage sludge (limbah tinja) tidak kalah pentingnya. Limbah
ini setelah diolah diaplikasikan ke lahan pertanian. Hasil penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa aplikasi limbah ini pada lahan meningkatkan kadar
Zn sampai mencapai maksimum 290–4937 kg Zn/ha, di Eropa aplikasi terus
menerus mencapai 745–4882 kg Zn/ha lahan.
Penelitian di Perancis menunjukkan bahwa kandungan total Zn meningkat dari 8,1
mg/kg pada petak tanpa perlakuan, menjadi 1074 mg/kg tanah pada petak dengan
perlakuan limbah secara kumulatif (Juste dan Mench, 1992).
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Juste, C. and Mench, C. 1992. Biochemistry of Trace Metals, ed. Adriano D. C. Lewis Publishers, Boca
Raton.
Toksisitas Zn
Untuk pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam jumlah sedikit
dibandingkan dengan unsur hara makro. Hal ini terlihat dari hasil analisis Zn pada
jaringan tanaman berkisar 21–120 ppm dari bahan kering jaringan tanaman yang
sehat, bila kandungan 11–25 ppm dikatakan rendah, di bawah angka 10 ppm
disebut kurang (defisien), dan tinggi atau berlebihan bila kandungan Zn di atas 71
atau 81 ppm (Lindsay, 1972).
Kekurangan atau kelebihan unsur Zn pada lahan pertanian diperlihatkan pada
kandungannya pada jaringan tanaman, khususnya pada tanaman semusim.
Beberapa spesies tanaman toleran terhadap tingginya kandungan Zn dalam
jaringan tanaman (mencapai 600–7800 ppm) (Antonofics, Bradshaw dan Turner,
1971, Carles et al., 1969).
Keracunan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar tanaman dan
pelebaran daun diikuti klorosis atau bercak-bercak. Kadar Zn yang tinggi
menekan serapan P dan Fe oleh tanaman (Adriano et al. 1971).
1.
2.
3.
4.
Adriano, D. C., G. M. Paulsen, and L. S. Murphy. 1971. Phosphorus-iron and phosphorus-zinc relationship in
corn (Zea mays L.) seedlings as affected by mineral nutrition. Agron. J. 63: 36–39.
Antonovics, J., A. D. Bradshaw and R. G. Turner. 1971. Heavy metal tolerance in plants. Adv. In Ecol. Res. 7:
1–85.
Carles, J., J. Calmes, J. Magny and R. Polou. 1969. The distribution of zinc and its toxicity in plants. C. R.
Acad. Sci. (Paris), Ser, D. 268: 516–519.
Lindsay, W. L. 1972. Zinc in soils and plant nutrition. Adv. in Agron. 42: 147–186.
Sumber: george-eby-research.com/html/handbook-for-cur...
Pemupukan Zn
Rekomendasi umum pemupukan Zn untuk jagung dan kacang buncis
pada tanah-tanah yg defisien Zn (Middle Tennessee dan Cumberland
Plateau).
Rekomendasi Zn berdasarkan hasil uji tanah adalah:
Kalau hasil uji Zn adalah kurang dari dua pound per acre, maka dosis 5
pound Zn per acre direkomendasikan untuk jagung atau dua pounds per
acre untuk kacang buncis.
Also, a general zinc recommendation of two pounds of zinc sulfate per
1000 square feet is made for pecan trees. Unless deficiency symptoms
persist, this should be considered as a one-time application. When a zinc
soil test is requested for crops other than corn or snap beans, the results
are always reported as sufficient.
Zinc sulfate merupakan pupuk
Zn yang paling populer dan
mudah didapat.
Efek pH tanah terhadap pengikatan Zn, pada tanah pasir Bjorkby
Sumber: http://www.lwr.kth.se/forsknings...xeng.htm
Sensitivitas terhadap tanah miskin Zn (dinyatakan sebagai bahan kering
tajuk yg defisien Zn / bahan kering tajuk yg dipupuk Zn x 100%) (Cakmak
et al., 1998)).
Sumber : Cakmak, I., B. Torun, B. Erenoglu, L. Ozturk, H. Marschner, M. Kalayci, H. Ekiz, and A. Yilmaz. 1998. Morphological and
physiological differences in the response of cereals to zinc deficiency. Euphytica. 100: 349-357.
BOT dan Ketersediaan Zn
Organic matter can increase Zn solubility due to chelation and
mineralization, but at very high levels, can decrease Zn availability due to
sorption and precipitation of organic-Zn solids.
Misalnya, defisiensi Zn dapat terjadi pada tanah-tanah
gambut karena adanya sorpsi dan pengendapan Zn-organik.
Tingginya konsentrasi P-tersedia dalam
tanah dapat menyebabkan defisiensi Zn pada
atanaman beet dan kacang-buncis di daerah
lembah sungai Yellowstone (Halvorson and
Bergman, 1983).
Halvorson, A.D. and J.W. Bergman. 1983. Zinc fertilization of dry beans on soils high in available phosphorus.
Montana Agricultural Experiment Station, Bozeman, Montana, and Northern Plains Soil and Water Research
Center. USDA-ARS, Sidney, Montana. Bulletin 751.
Pemupukan Zn
Dry beans grown in the Lower Yellowstone Valley of Montana have been noted to
have Zn deficiencies, especially when grown in soil with high available P
concentrations. Foliar and soil applications of Zn were applied to an irrigated silty
clay located in the valley (near Sidney, Montana) that had greater than 60 ppm soil
test P and less than 1.2 ppm DTPA Zn. Average grain yield over a three year period
was increased by approximately 300 lb/ac with a foliar application of 1 lb Zn/ac as
ZnSO4, and by up to 700 lb/ac when soil was fertilized with ZnEDTA (a chelated
form of Zn) at 5 lb Zn/ac (Figure 5). The researchers concluded that a yield
response was highly probable on soils with > 25 ppm soil test P and < 1.5 ppm
DTPA Zn.
Untuk mengatasi defisiensi Zn dianjurkan menggunakan ZnSO4 sebagai larutan
konsnetrasi 0.5% dengan dosis 20 - 30 gal/ac aplikasi daun atau 10 lb Zn/ac
disebar atau dibenamkan ke tanah sebelum tanam bibit. Mengingat rendahnya
mobilitas Zn, aplikasi secara banding atau dicampur dnegan benih dianggap
lebih efektif.
A 5 lb Zn/ac starter fertilizer, placed 2 inches to the side and 2 inches below the
seed, increased navy bean yield by approximately 12% near Powell, Wyoming
(Blaylock, 1996). In addition, the damage percentages of harvested bean seed
were 14.7% for the check treatment and 8.8% for the 5 lb Zn/ac treatment.
1.
Blaylock, A. 1996. Improving dry bean production with starter fertilizers. In Great Plains Soil Fertility
Conference, Mar. 4-6, 1996. Denver, CO. p. 301-311.
Figure 5. Peningkatan hasil akibat pemupukan Zn pada tanah-tanah Montana
yang miskin Zn (<1.2 ppm), kaya P (>60 ppm) (data dari Halvorson dan Bergman,
1983). ZnMNS adalah campuran zinc, manganese, nitrogen, dan sulfur.
Sumber:
Pemupukan Zn
Fertilizing a loamy sand in Colorado that had low available Zn (0.48 ppm)
with 3 ppm Zn increased corn yield by approximately 4 – 30% depending
on the form of Zn fertilizer (Westfall et al., 2001).
The fertilizers with higher concentrations of water-soluble Zn (ZnSO4,
ZnEDTA, and a combined ZnSO4-paper waste) resulted in significantly
higher yields than the lowest water-soluble Zn fertilizer (Zn sucrate).
Kalau melakukan aplikasi pupuk
Zn, perhatikanlah harga per
satuan kandungan Zn larut air.
Westfall, D.G., W.J. Gangloff, G.A. Peterson, and J.J. Mortvedt. 2001. Organic and inorganic Zn fertilizers:
Relative availability. Western Nutrient Management Conference Proceedings-Vol. 4. March 8-9, 2001. Salt Lake
City, Utah. p. 123-129.
SORPSI Zn DALAM TANAH
The effect of soil solution composition on Zn sorption was investigated in nine
soils of varying physical and chemical properties.
Most of Zn applied in 0.01 N CaCl2 solution was strongly sorbed by the soils and
desorption by 0.01 N CaCl2 solution was negligible even after five desorption
cycles. At initial Zn solution concentrations of ± 10 ppm, sorption could be
described by the Freundlich sorption isotherm equation. Deviations from this
equation were observed at higher concentrations, suggesting the presence of
more than one type of site or mechanism for Zn sorption in the soils.
The effects of anion species (Cl-, NO-3, and SO2-4) and ionic strength on Zn
sorption were examined at anion concentrations of 0.005, 0.02, and 0.1M.
Complexation of Zn (as ZnSO04) in the SO2-4 system was higher than in either the
NO-3 [Zn(NO3)+] or Cl- [Zn(Cl)+] system.
The presence of EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid) in the soil suspension
significantly decreased Zn sorption by the three soils investigated. Only a slight
difference in Zn sorption was observed whether EDTA was added to the (Zn
containing) soil solution before or after contact with soil.
The influence of Ni and Cu on Zn sorption was significant only when metal
concentration in the soil solution was in excess of the sorbing capacity of the soil.
In this case, Cu was more effective than Ni in decreasing Zn sorption.
Sumber: M. A. Elrashidi and G. A. O'Connor.1982. Influence of Solution Composition on Sorption of Zinc by
Soils. SSSAJ. Vol. 46 No. 6, p. 1153-1158
Tembaga –
Cuprum
(Cu)
Sumber:
TEMBAGA (Cu)
Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap
dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen
diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta
acetate acid).
Dalam getah tanaman yang ada di dalam xylem dan floem hampir semua
Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino.
Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks.
Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3
dan SiO4 misalnya:
1. Kalkosit (Cu2S), Kovelit (CuS), Kalkopirit (CuFeS2),
borinit (Cu5FeS4), luvigit (Cu3AsS4), tetrahidrit
[(Cu,Fe)12SO4S3)]
2. Kufirit (Cu2O), sinorit (CuO),
3. Malasit [Cu2(OH)2CO3], Adirit [(Cu3(OH)2(CO3)],
4. Brosanit [Cu4(OH)6SO4].
Fungsi Cu dalam Tanaman
Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh
plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan
masing-masing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu
berpengaruh pafda klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin.
Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokromoksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan
dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap
perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara
simbiotis dan penyusunan lignin.
Gejala defisiensi / kekurangan Cu antara lain :
Pembungaan dan pembuahan terganggu,
Warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun
lemah, layu dan pucuk mengering
Batang dan tangkai daun lemah.
Hubungan antara Cu dalam tanah dan Cu dalam tanaman
alfalfa
Cu dalam alfalfa
Cu dalam tanah
Sumber: http://www.scielo.cl/scielo.php%..._arttext
Sumber Cu tanah
Unsur tembaga (Cu) bersumber dari hasil
pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung
dalam batuan.
Alloway (1995)
mengemukakan bahwa ada
10 jenis bebatuan dan 19
mineral utama yang
mengandung Cu.
Kandungan Cu dalam
bebatuan berkisar 2–200
ppm (Adrinao, 1986) dan
dalam berbagai mineral
berkisar 23–100%
(Krauskopf, 1972).
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Dinamika Cu dalam tanah
Kebanyakan Cu-mineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih
mudah larut daripada Cu-tanah.
Cu-tanah adalah Zu++ yang terikat oleh matriks tanah yang terdiri dari
kompleks liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang berasal
dari reaksi perombakan bahan organik.
Contoh-contoh reaksi tersebut adalah (pada suhu 25oC):
Cu-Tanah + H+ Cu++, Ko = 10+2,8
Cu(OH)2(c) + 2H+ Cu++ + 2H2O, Ko = 10+8,68
Cu3PO4)2.2H20(c) + 4H+ 3Cu+2 + 2H2PO4- + 2H2O, Ko = 10+0,34
Pada reaksi di atas kelihatan bahwa kelarutan
ataupun kestabilan Cu dipengaruhi oleh
keasaman lingkungan reaksi.
Dinamika Cu dalam Tanah
Lindsay (1972) menyimpulkan bahwa kadar Cu dalam larutan tanah
menurun dengan peningkatan pH disebabkan Cu terikat sangat kuat pada
matriks tanah.
Cu++ + 2H2O Cu(OH)2 + 2H+, Ko = 10-13,78
Reaksi ini disebut reaksi hidrolisis, reaksi akan bergerak ke kanan bila ion
H+ dieliminir oleh ion lain seperti ion OH-. Reaksi lain:
Cu++ + H2PO4- CuHPO4- + H+, Ko = 10-4,0
Reaksi Cu++ seperti di atas dapat terjadi dengan pasangan ion lainnya,
dan reaksi dipengaruhi oleh kemasaman tanah.
Banyak reaksi lain yang dapat memberikan informasi reaksi kelarutan
atau kestabilan ion Cu dalam tanah.
1. Lindsay, W. L. 1972. Zinc in soils and plant nutrition. Adv. in Agron. 42: 147–186.
Sumber:
Dinamika Cu dalam Tanah
Unsur Cu++ dapat menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksireaksi hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik dan kompleks
organik, adsorpsi atau fiksasi Cu++ pada berbagai jenis mineral liat dan
kemampuan fiksasi ini berbeda pada masing-masing mineral liat.
Unsur Cu++ terikat lebih kuat pada bahan organik dibandingkan dengan
unsur mikro lainnya (misalnya Zn++ dan Mn++), dan Cu-kompleks-organik
berperanan penting dalam regulasi mobilitas dan ketersediaannya dalam
tanah (Hodgson et al. , 1966).
Reaksi-reaksi redoks juga dapat terjadi seperti pada Zn++ {Cu+++ 2e- Cu(c)},
dalam reaksi ini Cu tereduksi menjadi Cu tergantung adanya sumber
elektron , misalnya unsur-unsur yang dapat bereaksi oksidasi sebagai
donor elektron.
1.
Hodgson, J. F. W. L. Lindsay and J. F. Trierwieler. 1966. Micronutrient cation complexing in soil solution.
Complexing of zinc and copper in displacing solution from calcareous soils. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 30:
723–726.
Sumber:
Penambahan Cu ke Tanah
Penambahan Cu ke tanah melalui polusi dapat terjadi pada industriindustri tembaga, pembakaran batubara, pembakaran kayu, minyak bumi,
dan buangan di area pemukiman/perkotaan. Unsur yang dapat terekstrak
dapat mencapai 5–10 kali pada lahan di wilayah pedesaan. Kabel listrik
tegangan tinggi dapat juga mengkontaminasi lahan di bawahnya selebar
20 m.
Penelitian di beberapa negara bagian Amerika Serikat telah menemukan
bahwa dalam air-limbag domestik terkandung unsur Cu yang berkisar
antara 84 ppm sampai 17.000 ppm Cu.
Aplikasi limbah ini pada tanah
sebagai pupuk telah
direkomendasikan bila kadar Cu
tidak melebihi 1.000 ppm (Baker
et al., 1985), pada kandungan Cu
yang tinggi (6000 ppm Cu) dapat
meningkatkan Cu tanah sampai
20 kali.
Aplikasi limbah pada tanah
subur, tanah berkapur, kaya
bahan organik dapat
mengendalikan Cu melalui
retensi, yaitu pengikatan Cu
dengan kuat sehingga Cu++
dalam larutan berkurang
(Harter, 1986).
Diagram Eh-pH untuk sistem Cu-C-S-O-H, dimodifikasi dari Brookins
Sumber: . http://sti.srs.gov/fulltext/ms20...128.html
Toksisitas Cu
Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi
pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam
tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh
normal sekitar 5-20 ppm Cu. Kondisi kritis dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam
jaringan tanaman 5-60 ppm Cu. Pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai
terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway, 1995).
Gejala keracunan terlihat dengan munculnya klorosis pada daun dan ini terjadi
karena Cu mampu menghambat atau menggantikan unsur logam lainnya seperti
Fe yang sangat penting dalam proses fisiologi dalam tubuh tanaman. Sehingga
keracunan Cu sejalan dengan defisiensi Fe (Daniel et al., 1972). Kadar Cu dalam
tanah sekurang-kurangnya 4 ppm untuk pertumbuhan normal tanaman serealia
(Henkens, 1965).
Aktivitas biologi juga dapat dipengaruhi oleh peningkatan Cu dari aplikasi limbah.
Sebagai contoh telah ditemui pada penurunan aktivitas enzimatik, peracunan
pada bakteri Rhizobium leguminosum bv trifolli, di mana peracunan juga dapat
terjadi akibat unsur Cd dan Zn dengan tingkatan Cu>Cd>Zn (Alloway, 1995).
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Daniel, R. R., B. E. Stuckmeyer and L. A. Peterson. 1972. Copper toxicity in Phaseoulus vulgaris l. as
influenced by iron nutrition. I. An anatomical study. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 9: 249–254.
Bentuk-bentuk Cu dipengaruhi oleh pH
Tembaga dalam bentuk spesies-netral adalah Cu(OH)2
At pH 7.5 also has two major positively charged forms,
Cu2+ and CuOH+, which both sorb strongly to soil
surfaces, and thereby decrease soluble Cu
concentrations. Metals sorb to clays, organic matter, and
hydroxides of Fe, Mn, and aluminum.
Sorpsi logam Cu berhubungan langsung dengan
kapasitas tukar kation tanah.
Sumber: Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations. by Clain Jones, Soil Chemist, and Jeff
Jacobsen, Extension Soil Scientist.
Tanah defisien Cu
High C:N organic material or residues can cause Cu
deficiency due to uptake by microorganisms, sorption, and
inhibited root development, likely caused by low available N
concentrations.
Tanah-tanah berpasir biasanya
lebih menunjukkan defisiensi Cu
dibandingkan dnegan tanahtanah yang teksturnya lebih
halus.
Pemupukan Cu
Penelitian yang dilakukan di Western Tiangle Agricultrual Research
Center, Conrad, Montana, pada tanah yg mengandung 1.2 ppm Cuterekstraks, ternyata tidak ada peningkatan hasil pada 9 dari 10 varietas
gandum dan drum (Jackson dan Christiaens, 1995).
Yield responses to Cu are not expected in most Montana soils based on a
study that found that 100% of 301 producer soils in Montana tested
adequate (>0.2 ppm) in DTPA Cu (Haby and Sims, 1979).
Penelitian di Alberta menemukan bahwa pemupukan Cu meningkatkan
hasil gandum hingga tiga kali lipat pada tanah-tanah yg mengandung Cuterekstraks < 0.4 ppm (Goh dan Karamanos, 2002).
1.
2.
3.
Goh, T.B. and R.E. Karamanos. 2002. Response of wheat and canola to copper and boron in the Canadian
prairie regions. Great Plains Soil Fertility Conference Proceedings.
Haby, V.A. and J.R. Sims. 1979. Availability of micronutrient cations in Montana soils. Montana Agricultural
Experiment Station. Bulletin 706.
Jackson, G. and L. Christiaens. 1995. Fertilizer response of selected spring wheat and durum varieties.
Western Triangle Research Center 1995 Annual Report. Conrad, Montana.
Molibdenum
(Mo)
Sumber:
Molibden (Mo)
Molibden diserap dalam bentuk ion MoO4-. Variasi antara titik kritik
dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi
tanaman juga berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak
berbeda dengan sifat hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo
sering sekitar 1500 ppm. Umumnya tanah mineral cukup
mengandung Mo.
Mineral liat yang mengandung Mo adalah Molibderit (MoS), Powellit
(CaMo)3.8H2O.
Molibdenum (Mo) dalam larutan tanah dapat berupa kation atau anion.
Pada tanah gambut atau tanah organik sering terlihat adanya gejala
defisiensi Mo.
Mo dengan senyawa organik dapat membentuk senyawa Mo-khelat yang
melindungi Mo dari pencucian air.
Tanah yang disawahkan menyebabkan
kenaikan ketersediaan Mo dalam tanah.
Hal ini disebabkan karena dilepaskannya Mo
dari ikatan Fe (III) oksida menjadi Fe (II)
oksida hidrat.
Gejala Defisiensi Mo
Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat
reduktase dan xantine oksidase.
Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai
kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan
tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga
terlambat.
Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun
menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya
sempit.
Pada kondisi defisiensi Mo yang parah,
lamina hanya terbentuk sedikit sehingga
kelihatan tulang-tulang daun lebih
dominan.
Pemupukan Mo
Rekomendasi pemupukan Mo pada kedelai adalah aplikasi Mo dicampur
dnegan benih kedelai.
Treat seed with 0.2 ounce actual molybdenum per bushel when the soil
pH is 6.5 or below.
This can be accomplished by applying either 0.5 ounce of sodium
molybdate per bushel of seed or following the product label for specific
liquid hopper-box-applied sources containing fungicides.
Aplikasi Mo dicampur dengan benih
ternyata sangat sesuai untuk tanahtanah yang mempunyai pH sekitar
5,8.
Kanan: Tanaman kacangtanah defisiensi Mo yang ditanam pada tanah
sangat masam
Tanaman normal
pH tanah = 6.7
Tanaman
defisien Mo
pH tanah = 4.5
Sumber: http://www.agnet.org/library/bc/51002/
Mo dalam Tanah
Tanah-tanah yang kaya oksida-oksida Fe dan/atau Al
akan menyerap kuat Mo, sehingga ketersediaan Mo
sangat rendah.
Semakin tinggi fosfat, ketersediaan Mo akan
meningkat, karena P dan Mo sangat mirip
(serupa sifatnya) sehingga P bersaing dengan
Mo untuk memasuki tapak serapan yang sama,
akibatnya terjadi desorpsi (pelepasan) Mo.
KETERSEDIAAN Mo DALAM TANAH
The micronutrient molybdenum is a necessary component of the nitrogen-fixing
enzyme nitrogenase.
Molybdenum is very rare in soils, and is usually present in a highly soluble form,
making it susceptible to leaching. However, it is generally thought that
molybdenum attaches to mineral surfaces in acidic soils; this would prevent its
escape into the groundwater, but would also impede uptake by microbes.
Here we use X-ray spectroscopy to examine the chemical speciation of
molybdenum in soil samples from forests in Arizona and New Jersey.
We show that in the leaf litter layer, most of the molybdenum forms strong
complexes with plant-derived tannins and tannin-like compounds; molybdenum
binds to these organic ligands across a wide pH range. In deeper soils,
molybdenum binds to both iron oxides and natural organic matter.
We suggest that the molybdenum bound to organic matter can be captured by
small complexing agents that are released by nitrogen-fixing bacteria; the
molybdenum can then be incorporated into nitrogenase.
We conclude that the binding of molybdenum to natural organic matter helps
prevent leaching of molybdenum, and is thus a critical step in securing new
nitrogen in terrestrial ecosystems.
Sumber: Thomas Wichard, Bhoopesh Mishra, Satish C. B. Myneni, Jean-Philippe Bellenger & Anne M. L.
Kraepiel. 2009. Storage and bioavailability of molybdenum in soils increased by organic matter
complexation. Nature Geoscience 2, 625 - 629 (2009) .
Boron
(B)
Sumber:
Boron (B)
Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya
berkisar antara 7-80 ppm.
Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-.
Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total
boron dalam tanah.
Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui
proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam
bentuk senyawa organik.
Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses
substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+.
Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara
lain turmalin (H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20 yang
mengandung 3%-4% boron.
Mineral ini berasal dari batuan asam dan sedimen yang
telah mengalami metomorfosis.
Fungsi Boron
. Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O),
kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat.
Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 +
Fe2O3).
Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme
asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin.
Di samping itu boron juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan
diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari.
Gejala defisiensi hara mikro ini antara lain :
pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik
(pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas
rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan,
mudah terserang penyakit.
Efek Pemupukan Boron
Sumber: www.ejpau.media.pl/.../agronomy/art-02.html
Boron uptake by yields against B concentration in oat grain
and straw
Sumber: www.ejpau.media.pl/.../agronomy/art-02.html
Uji Tanah dan Rekomendasi pupuk B
Uji tanah untuk B dapat dilakukan di laboratorium.
Rekomendasi pemupukan B telah banyak dilakukan untuk tanamankapas,
alfalfa, broccoli, cauliflower dan kubis.
Two pounds of boron per acre are recommended for alfalfa, broccoli,
cauliflower and cabbage. One-half pound of boron per acre is recommended for
cotton when the pH is above 6.0 or anywhere lime is used.
Satu pound B per acre direkomendaiskan pd
tembakau di lokasi yg menunjukkan gejala defisiensi
atau
kalau hasil uji tanah menyatakan perlunya pupuk B
Sumber:
Kandungan B-terekstraks dalam tanah
Hubungan antara kandungan BOT dengan B-terekstraks
Kandungan BOT, %
Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/486/
Serapan B
Serapan B dihambat (ditekan) oleh tingginya ketersediaan Ca atau K.
Rendahnya kelengasan tanah juga menghambat serapan B , diduga karena
menurunnya laju difusi B dan transpor B menuju ke akar tanaman.
Applications of OM increase B uptake likely due to both chelation and
mineralization. Fine soils retain and release B better than coarse soils. Soils
high in K may increase B deficiencies, although the reason for this effect is
unknown (Havlin et al., 1999).
Kondisi kekeringan (cekaman lengas tanah) dapat meningkatkan defisiensi B,
mungkin karena menurunnya laju difusi B dalam tanah.
1. Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th
Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, NJ. 499 p.
Sumber:
Defisiensi Boron
Deficiencies of B in alfalfa have been identified in Western Montana (Graham,
1984). Conversely, studies conducted in the Western Triangle (Ledger, Montana)
on alfalfa found no significant growth responses to B fertilization even on a soil
with a soil test B of only 0.41 ppm (Jackson and Miller, 1998).
A study of 33 sites in the three prairie provinces of Canada found no correlation
between the relative yield of canola seed and hot water-extractable B (Goh and
Karamonos, 2002).
Aplikasi pupuk B melalui daun, disebar dan dibenamkan ke dalam tanah
tidka meningkatkan hasil secara signifikan, bahkan ada penurunan hasil
akibat aplikasi B pada tanah yg mengandung 0.5 ppm B larut air..
Respon pupuk B jarang terjadi pada tanah-tanah prairie di Canada.
1.
2.
3.
Graham, D.R. 1984. Alfalfa fertilizer recommendations by plant analysis. In Montana AgResearch. Vol. 1.
Spring 1984. p.22-26.
Goh, T.B. and R.E. Karamanos. 2002. Response of wheat and canola to copper and boron in the Canadian
prairie regions. Great Plains Soil Fertility Conference Proceedings.
Jackson, G. and J. Miller. 1998. Effect of Boron Fertilization on Alfalfa Production (MT-13F). In Western
Triangle Ag Research Center Annual Report. 1998. Conrad, Montana.
PENYERAPAN B
The effect of clay content and total boron content in soil on boron availability to
plants (bell pepper) was studied, using a clay soil and a soil-sand mixture
consisting of two parts of soil to one part of sand.
Boron uptake by the plants was linearly correlated with the boron content in the
soil for both soil systems.
The boron content in the leaf tissue of the plants grown in the soil-sand mixture
was significantly higher than that of the plants growing in the soil system at any
level of boron added. However, when boron content in the leaf tissue was related
to boron activity in soil solution, the experimental points for both soil systems lay
on the same straight line, indicating that boron uptake by bell pepper and boron
activity in soil solution were highly correlated.
It is evident that the dry leaf weight is linear correlated with the boron content in
the leaf tissue, and, therefore, is linearly correlated with boron activity in soil
solution.
It is concluded that boron in soil solution, rather than adsorbed boron, influenced
boron uptake by plants.
Sumber: R. Keren, F. T. Bingham and J. D. Rhoades. 1985. Plant Uptake of Boron as Affected by Boron
Distribution Between Liquid and Solid Phases in Soil. SSSAJ. Vol. 49 No. 2, p. 297-302
Khlorine
(Cl)
Sumber:
Unsur Hara Cl
Klor merupakan unsure yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar
tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas
tanaman, misalnya daun. Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000
ppm berat tanaman kering.
Kadar Cl yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan
dianggap masih dalam kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat
oleh mineral, sehingga sangat mobil dan mudah tercuci oleh air draiinase.
Sumber Cl sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl
kebanyakan bukan menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan
masalah keracunan tanaman.
Khlor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman,
meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan
air yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan
ion lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit
dianggap hara makro yang penting.
Khlor juga berperan dalam fotosistem II dari proses
fotosintesis, khususnya dalam evolusi oksigen.
. Adapun defisiensi klor adalh antara lain : pola percabangan akar abnormal, gejala
wilting (daun lemah dan layu), warna keemasan (bronzing) pada daun, pada tanaman
kol daun berbentuk mangkuk.
Defisiensi Cl muncul pertama-tama sbg
khlorosis daun-daun muda yang di tengah
Kiri (daun normal) Kanan
(khlorosis inter-vena)
Kanan (daun normal) ; Kiri (daun defisien
Cl, khlorosis inter-vena, vena timbul)
Sumber: sugarbeet.ucdavis.edu/SBPM/Nutrients/beet.html
Penyerapan Cl
Cl diserap tanaman melalui akar dan daun.
Penyerapan oleh tanaman ini dapat terhambat oleh tingginya
konsentrasi NO3- atau SO4=, mungkin karena kompetisi di
antara anion-anion di permukaan akar.
Sumber: : Micronutrients: Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations. by Clain Jones, Soil Chemist, and
Defisiensi Cl
Defisiensi Cl di Montana dan Wyoming disebabkan oleh kondisi tanah
yang kandungan Cl nya sangat rendah, sedikit sekali deposit Cl dari
atmosfir, dan aplikasi pupuk KCl masih snagat terbatas.
Cl is also readily leached, and Cl deficiencies have been observed in
areas receiving high precipitation during the fall and winter months
(Engel et al., 1998).
Dua jenis tanaman di Montana yang dilaporkan defisiensi Cl adalah
gandum dan durum.
1. Engel, R.E., P.L. Bruckner, and J. Eckhoff. 1998. Critical tissue concentration and chloride
requirements for wheat. Soil Sci. Soc. Am. J. 62:401-405.
Sumber:
Kandungan Cl dalam Tanah dan Tanaman
A soil near Poplar, Montana that had an average of 0.64 ppm Cl in the upper 3 feet
was fertilized with 0 and 40 lb/acre Cl (as KCl) and planted with durum wheat
(WB881). The Cl fertilizer decreased spot severity from 87% to 6% in the flag leaf,
and increased yield by 22% (Table 3).
Previous work on winter wheat found that grain yield increased 16% when 20 lb
Cl/acre was applied to a soil containing approximately 1.5 ppm Cl in the upper 2
feet (Engel et al., 1998). In both studies, K 2SO4 was applied as the check
treatment to make certain that K was not causing the yield increase.
Tanaman gandum musim “winter dan spring” menunjukkan konsnetrasi kritis
pada jaringan tanaman berkisar antara 1,000 dan 4,000 ppm (Engel et al., 1998).
Kandungan Cl tanah ditambah Cl pupuk harus berada di antara 8.5 dan 36 lb/ac
untuk mendapatkan konsnetrasi kritis minimum dan maximum.
Cl ternyata juga mampu mengendalikan gangguan penyakit seperti busuk-akar
dan “spot blotch” pada tanaman biji-bijian di Dakota (Havlin et al., 1999).
1.
2.
Engel, R.E., P.L. Bruckner, and J. Eckhoff. 1998. Critical tissue concentration and chloride requirements for
wheat. Soil Sci. Soc. Am. J. 62:401-405.
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th Edition.
Prentice Hall. Upper Saddle River, NJ. 499 p.
Efek pemupukan Cl
Tanah awal mengandung 0.6-0.7 ppm Cl pada lapisan permukaan 3 feet.
(Sumber: Engel et al. 2001)
Sumber: Engel, R, L.J. Bruebaker, and T.J. Ornberg. 2001. A chloride deficient leaf spot of WB881 Durum. Soil
Sci. Soc. Am. J. 65: 1448-1454.
Cl sebagai unsur mikro
Mengapa Cl dianggap sebagai unsur mikro, padahal kandungannya
dalam jaringan tanaman umumnya 0.1 - 1% Cl, seperti kandungan unsur
makro ?
Pembedaan antara unsur makro dan mikro berdasarkan pada kebutuhan
tanaman, bukan konsnetrasinya dalam tanaman.
Cl has been found to cause deficiencies only when tissue concentrations
fall below 1,000 ppm, or 0.1%, which is below concentrations needed by
the macronutrients.
Unsur mikro lainnya dibutuhkan dalam
jumlah lebih sedikit dibandingkan
dengan Cl, dalam beberapa hal ternyata
Cl membentuk batas antara unsur hara
mikro dan makro.
PENYERAPAN Cl
. Natural inputs of chlorine (Cl) to soils come mainly from rainwater, sea spray,
dust and air pollution.
In addition, human practices, such as irrigation and fertilization, contribute
significantly to Cl deposition. In the soil solution, Cl occurs predominantly as the
chloride anion (Cl−).
The Cl−anion does not form complexes readily, and shows little affinity (or
specificity) in its adsorption to soil components. Thus, Cl−movement within the
soil is largely determined by water flows. Chlorine is an essential micronutrient
for higher plants. It is present mainly as Cl−.
Chloride is a major osmotically active solute in the vacuole and is involved in both
turgor- and osmoregulation. In the cytoplasm it may regulate the activities of key
enzymes. In addition, Cl−also acts as a counter anion, and Cl−fluxes are implicated
in the stabilization of membrane potential, regulation of intracellular pH gradients
and electrical excitability.
Chloride enters plants through the roots, and there is some concern over the
uptake of the long-lived radionuclide36Cl, which enters into the food chain through
plants. Chloride is thought to traverse the root by a symplastic pathway, and
Cl−fluxes across the plasma membrane and tonoplast of root cells have been
estimated. These fluxes are regulated by the Cl−content of the root.
Sumber: Philip J. White and Martin R. Broadley. 2001. Chloride in Soils and its Uptake and Movement within the
Plant: A Review. Ann Bot (2001) 88 (6): 967-988.
PENYERAPAN Cl
Chloride is mobile within the plant.
The Cl−concentrations of xylem and phloem saps have been determined and
Cl−fluxes through the xylem and phloem have been modelled.
Measurements of transmembrane voltages and Cl−activities in cellular
compartments suggest (1) that active Cl−transport across the plasma membrane
dominates Cl−influx to root cells at low Cl−concentrations in the soil solution and
that passive Cl−influx to root cells occurs under more saline conditions, and (2)
that both active and passive Cl−transport occurs at the tonoplast.
Electrophysiological studies have demonstrated the presence of an electrogenic
Cl−/2H+symporter in the plasma membrane of root-hair cells and Cl−channels
mediating either Cl−influx or Cl−efflux across the plasma membrane.
Similarly, there is both biochemical and electrophysiological evidence that
Cl−channels mediate Cl−fluxes in either direction across the tonoplast and that a
Cl−/nH+antiport mediates Cl−influx to the vacuole.
Sumber: Philip J. White and Martin R. Broadley. 2001. Chloride in Soils and its Uptake and Movement within the
Plant: A Review. Ann Bot (2001) 88 (6): 967-988.
Plumbum
(Pb)
Sumber:
Pb dalam Tanah
Kandungan Pb total pada tanah pertanian berkisar antara 2–200 ppm. Sumber
unsur ini berasal dari berbagai jenis bebatuan. Pada batuan ultrabasik (gabbro)
terkandung 1,9 mg Pb/kg, pada andesit 8,3 mg/kg dan pada granit (batuan asam)
22,7 mg/kg batuan. Ada kecenderungan bahwa kandungan Pb meningkat dengan
meningkatnya kandungan silika batuan (Nriagu, 1978).
Ion Pb++ dapat menggantikan K+ dalam kisi mineral silikat atau Ca++ dalam
karbonat dan mineral apatit, memiliki afinitas terhadap S sehingga membentuk
mineral galena (PbS) sebagai bahan tambang. Bila dianalogikan dengan unsurunsur lain, berkemungkinan unsur ini terdapat dalam bentuk terlarut, teradsorpsi
pada permukaan liat-humus pada kompleks pertukaran, bentuk endapan, terikat
pada oksida-oksida Fe dan Mn serta deposit karbonat alkalin, humus, dan kisi-kisi
silikat. Lagerwerf (1972) menyimpulkan bahwa pH dan KTK berpengaruh dalam
imobilisasi Pb dan dalam proses ini bahan organik sangat berperan daripada
pengendapan dalam bentuk karbonat atau oleh oksida-oksida hidrat.
Asam humik bermolekul tinggi sangat membantu me-imobilisasi Pb yang
diaplikasikan ke tanah dan mengikat Pb dnegan ikatan koordinasi pasangan-ion.
1.
2.
Nriagu, J. O. 1978. The Biochemistry of Lead. Elsevier Biomedical Press.
Lagerwerf, J. V. 1972. Lead, mercury and cadmium as environmental contaminants, p. 593–636. In:
Micronutrients in Agriculture. Soil Sci. Soc. America, Madison, Wisconsin, USA.
Reaksi-reaksi Pb dalam Tanah
Reaksi keseimbangan ikatan Pb++ dikemukakan oleh Lindsay (1979) yaitu
senyawa-senyawa Pb dalam bentuk oksida, karbonat, sulfat, silikat, fosfat,
mineral, hidrolisis dari spesies Pb, kompleks halida, dan lain-lainnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sebagai contoh beberapa reaksi dikemukakan sebagai berikut:
Pb Tanah, Tanah-Pb ===== Pb++, Ko = 10-8,50
Rekasi redoks, Pb++ + 2e- ===== Pb (c), Ko = 10-4,33
Oksida, PbO + H+ ====== Pb++ + H2O, Ko = 10+12,89
Karbonat, PbCO3 (cerussite) 2H+ ===== Pb++ + (CO)2 + H2O, Ko = 10+4,65
Fosfat, PbHPO4© + H+ ===== Pb++ + H2PO4-, Ko = 10-4,25
Mineral, PbS(galena) ===== Pb++ + S-2, Ko = 10-27,51
Hidrolisis, Pb++ + H2O ===== Pb(OH)2o + 2H+, 10-17,75 (hidrolisis)
Menurut persamaan reaksi di atas, pH tanah dapat mempengaruhi kestabilan atau
kelarutan senyawa Pb sebagaimana dijelaskan pada reaksi-reaksi unsur
sebelumnya.
1.
Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. A Wiley-Inetrscience Publication. John Wiley & Sons.
New York-Chichester-Brisbane-Toronto. 448 p.
Penambahan Pb ke Tanah
.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur Pb dapat meningkat di
permukaan tanah dari sumber luar terutama dari pembuangan gas
kenderaan bermotor, industri peleburan logam dan limbah cair. Sumber
polusi Pb dari pembakaran minyak bumi dapat mencapai 80% dari total
Pb di atmosfir, dan efeknya pada kadar Pb sangat kecil dalam biji, umbi
dan akar, dan tidak banyak menyimpang dari kadar jaringan yaitu sekitar
0,5 ppm (Foy et al., 1978).
Akumulasi di permukaan daun tanaman bersama debu dapat terjadi bila
tidak tercuci oleh air hujan.
Kasus kontaminasi Pb dari industri peleburan logam pada penurunan
kesuburan tanah terjadi selama tahun 1908–1913 di Inggris, yaitu pada
lahan-lahan di sekitar industri peleburan logam, kandungan Pb tanah di
sekitar radius 100 m dapat mencapai 30.090 mg Pb/kg (Alloway, 1995).
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Foy, C. D., R. L. Chaney and M. C. White. 1978. The physiology of metal toxity in plants Ann. Rev. Plant
Physiol. 29:511–566.
Aplikasi limbah yg mengandung Pb
Kandungan Pb pada beberapa sewage-sludge di Inggris dilaporkan
sekitar 120–3000 mg Pb/kg bahan kering yang berasal dari limbah
pedesaan dan kota-kota industri, di Amerika Serikat sekitar 13–19.700
mg Pb/kg yang berasal dari 189 contoh.
Aplikasi limbah pada
lahan pertanian
dapat
mengakibatkan
terjadinya akumulasi
Pb pada tanaman
sampai tingkat
membahayakan.
Pada tahun 1986, Dewan Masyarakat
Eropa menetapkan bahwa aplikasi
limbah cair pada lahan berulangulang diperbolehkan bila
penambahan Pb tidak melebihi 50–
300 mg/kg bahan kering
(Alloway, 1995).
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
Toksisitas Pb
Kadar unsur Pb yang tersedia dalam tanah sangat rendah, tetapi dibutuhkan
tanaman dalam jumlah sangat sedikit, sama halnya dengan kebutuhan unsur
mikro lainnya.
Hasil analisis jaringan tanaman (rerumputan) pada masa pertumbuhan aktif
menunjukkan bahwa kandungan Pb berkisar dari 0,3–1,5 mg/kg bahan kering.
Beberapa jenis rerumputan tertentu toleran terhadap Pb tersedia berlebihan
dalam tanah (Alloway, 1995).
Efek kelebihan unsur Pb pada tanaman belum banyak diketahui, sebab gejalagejala keracunan unsur ini sukar dibedakan dengan efek unsur mikro lainnya.
Pada hewan keracunan Pb mempengaruhi fungsi Fe dalam proses sintetis
kompleks haem pada pembentukan haemoglobin-catalase-peroxidase (BryceSmith, 1975).
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Bryce-Smith, D. 1975. Heavy metals as contaminants of the human environment. The Educational
Techniques Subject Group. Chemistry Cassette. The Chem. Soc. London.
Dinamika Pb dalam Tanah
We studied the effects of soil organic matter (SOM) on sorption and desorption
behavior by treating the soil with sodium hypochlorite to remove the SOM
fraction, and using a soil with six times as much SOM (St. Johns loamy sand
[Typic Haplaquods]) as the Matapeake soil.
Lead sorption consisted of a fast initial reaction in which all of the Pb added to the
stirred-flow chamber was sorbed. Following this initial fast reaction, sorption
continued and appears to be rate limited (indicated by a decrease in the outflow
concentration when the flow rate was decreased, or when the flow was stopped).
The total amount of Pb sorbed was 102, 44, and 27 mmol kg−1 for the St. Johns
soil and the untreated and treated Matapeake soils, respectively.
Desorption experiments were conducted on the soils with the background
electrolyte as the eluent in the stirred-flow chamber. In the St. Johns soil only,
32% of the total sorbed Pb was desorbed, while 47 and 76% of the sorbed Pb was
released from the untreated and treated Matapeake soil, respectively.
The correlation between SOM in the soils, and the percentage Pb desorbed from
the soils suggests that SOM plays an important role in slow desorption reactions
of Pb from soil materials.
Sumber: Daniel G. Strawn and Donald L. Sparks. 2000. Effects of Soil Organic Matter on the Kinetics and
Mechanisms of Pb(II) Sorption and Desorption in Soil. SSSAJ. Vol. 64 No. 1, p. 144-156
Dinamika Pb dalam Tanah
Aging experiments in which sorbed Pb was incubated for 1, 10, and 32 d
showed that sorption incubation time had no effect on Pb desorption
behavior.
Analysis of the treated and untreated Matapeake soils by x-ray absorption
fine structure (XAFS) spectroscopy revealed that the local atomic
structure of sorbed Pb is distinctly different in the two samples.
In the soil treated to remove SOM, the data were well represented by
theoretical models using O, Si, and Pb backscattering atoms.
In the untreated soil, the XAFS data were best described by O and C
backscatterers.
These XAFS results confirm that the sorption mechanisms in the two
systems are different.
Sumber: Daniel G. Strawn and Donald L. Sparks. 2000. Effects of Soil Organic Matter on the Kinetics and
Mechanisms of Pb(II) Sorption and Desorption in Soil. SSSAJ. Vol. 64 No. 1, p. 144-156
Cadmium
(Cd)
Sumber:
Cd dalam Tanah
Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku sebesar 0,1–0,3 ppm, pada
batuan metamorfik sekitar 0,1–1,0 ppm Cd, sedangkan pada bebatuan sedimen
mengandung sekitar 0,3–11 ppm. Pada umumnya kandungan dalam tanah (tanah
berasal dari hasil proses pelapukan dari bebatuan) 1,0 ppm atau lebih rendah
(Page and Birmingham, 1973, in Alloway, 1995).
Unsur Cd dan Zn memiliki sifat kimia yang hampir serupa, hanya
fungsinya dalam tubuh tanaman dan hewan berbeda. Kadar Cd dalam
jaringan tanaman berkisar 0,1–1,0 ppm (Lagerwerf, 1972).
Akumulasi Cd berlebihan dalam tanah dapat terjadi dari bahan-bahan lain,
sebaliknya memberikan efek merugikan pada pertumbuhan tanaman.
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Lagerwerf, J. V. 1972. Lead, mercury and cadmium as environmental contaminants, p. 593–636. In:
Micronutrients in Agriculture. Soil Sci. Soc. America, Madison, Wisconsin, USA.
Ketersediaan Cd bagi tanaman menurun kalau pH tanah meningkat
Sumber: . http://www.cpcb.nic.in/oldwebsit...MIUM.htm
Dinamika Cd dalam Tanah
Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi tanah yang
bersifat dapat mengikat ion Cd. Dengan peningkatan pH kadar Cd dalam fase
larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks
adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan pula bahwa pH
bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat
dapat mengatur adsorpsi spesifik Cd yang meningkat secara linear dengan pH
sampai tingkat maksimum (Pickering, 1980).
Kapur dapat mengendapkan Cd dalam bentuk CdCO3 dan pada kadar Cd rendah
dapat menggantikan Ca++ pada permukaan kristal kalsit. Senyawa-senyawa
tertentu seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd, yaitu
membentuk kompleks Cd-ligand yang stabil, gugus-gugus karboksil dan fenoksil
berperan mengikat semua unsur logam mikro (Alloway, 1995).
Ion Cd++ dapat membentuk ikatan kompleks ligand dan ligand-klorida membentuk
kompleks yang stabil dibanding dengan bahan ligand lainnya (Cotton dan
Wilkinson, 1972).
1.
2.
3.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Cotton, A. F. and G. Wilkinson. 1972. Advanced inorganic chemistry. 3rd Ed. Intersciene Publisher. New York.
Pickering, W. 1980. Cadmium in the Environment. Part I Ecological Cycling, ed. J. O. Nriagu. John Wiley,
New York.
Reaksi Cd dalam Tanah
Reaksi unsur Cd dalam tanah dalam berbagai bentuk ikatan/senyawa juga
dapat diramalkan seperti unsur Zn, Cu, dan Pb. Reaksi-reaksi
keseimbangan tersebut antara lain reaksi redoks, mineral-mineral,
hidrolisis, kompleks halide, kompleks ammonia, dan lain-lain (Lindsay,
1979).
Kelarutan, dan kestabilan Cd dalam tanah dipengaruhi oleh kemasaman
tanah dan senyawa anorganik yang terlibat dalam reaksi.
Beberapa contoh reaksi Cd :
1.
2.
3.
4.
5.
1.
Reaksi redoks, Cd++ + 2e- Cd (c), Ko = 10-13,64
Mineral octavite, CdCO3 + H+ Cd++ + CO2(g) + H2O, Ko = 10+6,16
Hidrolisis, Cd++ + 2H2O Cd(OH)2o + 2H+, Ko = 10-20,30
Kompleks halida, Cd++ + 2Cl- CdCl2o, Ko = 10+2,60
Ikatan dengan ion lain, Cd++ + H2PO4-- CdHPO4o + H+, Ko = 10-4,0
Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. A Wiley-Inetrscience Publication. John Wley & Sons. New
York-Chichester-Brisbane-Toronto. 448 p.
Penambahan Cd ke Tanah
.
Penambahan Cd pada tanah terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat,
pupuk kandang, dari limbah industri yang menggunakan bahan bakar
batubara dan minyak, limbah inkineratur (tanur) dan air limbah domestik
(Alloway, 1995).
Peningkatan Cd melalui penggunaan pupuk fosfat sangat bervariasi
tergantung dari jenis batuan fosfat (fosforit) sebagai bahan industri pupuk
fosfat. Hasil penelitian di Amerika Serikat membuktikan bahwa
pemupukan fosfat dari batuan fosforit florida meningkatkan kadar Cd
tanah 0,3–1,2 g Cd/ha/tahun, dan penggunaan pupuk fosfat lainnya yang
mengandung 174 ppm Cd memberikan 100 g Cd/ha/tahun (Alloway, 1995).
Batuan fosforit biasanya mengandung 0–500 ppm Cd.
Aplikasi pupuk kandang dalam jangka panjang meningkatkan kadar Cd
jauh lebih besar dibanding dengan aplikasi batuan fosfat.
1.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Sumber:
Hubungan respon-dosis efek Cd terhadap peningkatan β2-mikroglobulin pada urine
(µg/g kreatine) dengan batas atas dan bawah 95%. Dari Hutton (1983)
berdasarkan data dari Kjellstrom (1977)
Sumber: http://www.inchem.org/documents/...c134.htm
Aplikasi limbah industri
Pada masa lalu penelitian berbagai limbah pada umumnya dimulai di
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Limbah tersebut antara lain
berasal dari industri ban dan buangan dari berbagai industri, dan juga
dari ekskresi manusia yang ternyata mengandung Cd.
Kandungan Cd ini bervariasi, di Inggris berkisar antara 17 dan 23 mg/kg
bahan kering limbah (Williams dan David, 1973).
Lahan yang diperlakukan dengan menggunakan limbah yang telah diolah
dengan teknologi, kadar Cd tanah jauh menurun yaitu dari 9,0 mg Cd/kg
pada periode tahun 1980/81 menjadi 3,2 mg Cd/kg bahan kering pada
periode 1980/1990.
Aplikasi limbah pada lahan diperbolehkan bila kadar Cd tanah tidak
melebihi 3,0 mg Cd/kg bahan kering (Alloway, 1995).
1.
2.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
William, D. E. and D. J. David. 1973. The effects of superphosphate on the cadmium content of soils and
plants. Australian J. Soil Research 11: 43–56.
Sumber:
Toksisitas Cd
Unsur Cd memiliki sifat kimia yang hampir sama dengan Zn terutama
dalam proses penyerapan oleh tanaman dan tanah. Namun Cd lebih
bersifat racun yang dapat mengganggu aktivitas enzim. Kadar Cd yang
berlebihan dalam makanan dapat merusak fungsi ginjal sehingga
mengganggu metabolisme Ca dan P, serta menimbulkan penyakit tulang
(Mengel dan Kirkby, 1981).
Di Jepang, pada masa sebelum dan sesudah Perang Dunia II, terjadi
polusi cukup berat pada tanah sawah yang berasal dari pabrik peleburan
Pb-Zn. Sehingga menimbulkan penyakit yang disebut itai-itai yang
disebabkan keracunan logam Cd.
Kandungan Cd rataan pada beras meningkat mencapai 10 kali dari 0,07
mg Cd menjadi 0,7 mg/kg bahan segar, dapat mencapai maksimum
sebesar 3,4 mg Cd/kg (Fasset, 1980, dan Alloway, 1995).
1.
2.
3.
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soils. 2rd Edition. Blackie Academic & Professional - Chapman & Hall.
London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo–Melbourne–Madras. 368 p.
Fasset, D. W. 1980. In Metals in the Environment, ed. Waldron, H. A. Academic Press, London, p. 61–110.
Mengel, Dr. Konrad and E. A. Kirby. 1978. Principles of Plant Nutrition. 3rd ed.International Potash Institute.
P.O. Box, CH-3048 Worblaufen-Bern/Switzerland. 655 p.
Fiksasi Cd dalam Tanah
There is conflicting evidence on the effect of time of contact between soil and Cd on Cd
availability to plants. If Cd can be fixed in soil by aging, higher soil contamination may be
tolerated.
Fixation of Cd by soil can be studied by adding small quantities of 109Cd to the
indigenous soil Cd. The ratio of 109Cd to indigenous Cd in soil extracts or in plants gives
information on the lability of Cd in soil.
This isotope exchange technique was used to measure the labile and fixed Cd fractions
in 10 Belgian agricultural soils (Soils A-I) with both background and elevated Cd content
(0.33–6.5 mg Cd kg-1). The isotopically exchangeable Cd pool (E value) was measured
after equilibrating 109Cd spiked soil suspensions in CaCl2 0.01 M for 7 d.
The %E values (the E value relative to aqua regia soluble Cd) ranged from 62 to 90% in
the eight soils where %E values could be detected. The plant labile Cd pool, relative to
aqua regia soluble Cd (%L value) was measured from the specific activities in wheat
(Triticum aestivum L.) seedlings grown for 16 to 21 d on soils spiked with 109Cd. The Cd
%L value varied from 55 to 109% (mean: 82%) with five soils having a significant (P <
0.05) fixed Cd fraction.
Varying the soil incubation procedure after soil spiking and before plant growth
marginally affected the specific activity of Cd in plants. The %L values always exceeded
the respective %E value between 1.05- and 1.4-fold. It is concluded that Cd fixation,
where found, is not very pronounced.
Sumber: E. Smolders, K. Brans, A. Földi and R. Merckx. 1999. Cadmium Fixation in Soils Measured by
Download