manfaat sistem pengendalian manajemen

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Pengendalian Manajemen
2.1.1
Pengertian Sistem
Pengertian sistem menurut James. A. O’Brien (2003;8)
“System is a group of interrelated components working together toward a common
goal by accepting inputs and producing outputsin an organized transformation
process”
Sistem merupakan penentuan cara melaksanakan aktivitas atau seperangkat aktivitas
yang biasanya berulang- ulang. Ciri suatu system biasanya teratur (ritmik), berulang- ulang,
merupakan koordinasi serangkaian langkah- langkah yang dimaksudkan untuk mencapai suatu
tujuan. Namun, tidak semua tindakan manajemen sistematis. Tindakan yang tidak sistematis
biasanya tidak diatur oleh sistem, dan para manajer biasanya menggunakan pertimbangan pribadi
untuk melaksanakan tindakan tersebut sehingga keberhasilannya ditentukan oleh keahlian
manajer.
2.1.2
Pengertian Pengendalian
Pada dasarnya pengendalian bertujuan untuk mengarahkan seperangkat alat atau variabel
untuk mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan definisi pengendalian yang dikemukakan oleh
Supriyono (2000:19) dimana secara luas :
“Pengendalian diartikan sebagai suatu proses untuk mengarahkan seperangkat
variabel (misalnya mesin- mesin, manusia) kearah tercapainya sasaran atau
tujuan.”
Dalam organisasi, pengendalian adalah proses mengarahkan kegiatan yang menggunakan
berbagai sumber ekonomis agar sesuai dengan rencana sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Dalam pengendalian organisasi manusia merupakan variabel penting yang harus diberi pedoman,
diarahkan dan diberi motivasi untuk mecapai tujuan. Dalam mengendalikan suatu organisasi
digunakan sistem pengendalian. Dalam bukunya (2000:19) Supriyono mendefinisikan sistem
pengendalian sebagai berikut :
“ sistem pengendalian adalah sistem yang bertujuan untuk mempertahankan atau
memelihara kondisi yang diinginkan atau mencapai tujuan yang diinginkan.”
2.1.2.1 Pentingnya Pelaksanaan Pengendalian
Merajuk pada pelaksanaan pengendalian yang telah dikemukakan, dapat dijelaskan
bahwa yang paling berkepentingan dengan keberadaan pelaksanaan pengendalian ini adalah
pimpinan perusahaan. Pihak lain yang ikut berkepentingan dengan adanya pelaksanaan
pengendalian ini adalah para pemegang saham, akuntan publik, dan lain- lain.
Agar pimpinan merasa yakin bahwa segala kegiatan yang dilaporkan itu benar dan dapat
dipercaya, maka pimpinan memerlukan suatu pelaksanaan pengendalian yang memadai.
Pelaksanaan pengendalian diharapkan dapat memberikan jaminan terhadap data yang dapat
dipercaya, pengamanan aktiva perusahaan dan catatannya, adanya otorisasi yang jelas, serta
ditaatinya kebijakan manajemen.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat mengungkapkan kepentingan pelaksanaan
pengendalian untuk pimpinan perusahaan yaitu:
1. mengawasi pengolahan transaksi akuntansi sehingga data akuntansi dapat dipercaya.
2. untuk melindungi harta kekayaan milik perusahaan.
3. menciptakan mekanisme pemeriksaan secara otomatis sehingga kelemahan- kelemahan
yang diciptakan oleh faktor manusia dapat diketahui dengan segera.
Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, jelaslah bahwa dengan adanya pelaksanaan
pengendalian yang memadai maka pihak manajemen perusahaan akan memperoleh pemahaman
tentang dokumen, catatan, alat- alat serta langkah- langkah pengolahan transaksi perusahaan.
2.1.2.2 Tujuan Pelaksanaan Pengendalian
Tujuan perusahaan menyelenggarakan pengendalian yaitu untuk membantu dalam
memproses data, pengintegrasian dalam komponen tertentu, agar dapat mencapai laba
maksimum, sehingga tujuan yang memadai akan tercapai. Pelaksanaan pengendalian merupakan
kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian, dan sistem
akuntansi yang telah diciptakan oleh manajemen dapat memberikan keyakinan yang memadai
bahwa tujun tertentu satuan usaha akan tercapai.
Pengendalian yang dilakukan bertujuan untuk mencapai laba maksimum yang terus
menerus, sehingga perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun tujuan
utama dari pelaksanaan pengendalian adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa
tujuan yang ditetapkan sesuai dengan realisasinya.
Pelaksanaan pengendalian meliputi beberapa hal seperti : analisa, penelaahan, dan
penelitian yang diharuskan terhadap kebijaksanaan prosedur. Metode dan pelaksanaan
sesungguhnya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, dengan biaya yang wajar dan
menghasilkan laba yang diperlukan dalam mencapai hasil pengembalian yang diharapkan atas
investasi.
2.1.2.3 Unsur- unsur Pengendalian
Setiap sistem pengendalian setidak- tidaknya memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Detektor
Detektor atau sensor atau observatory adalah alat pengukur yang mendeteksi mengenai
apa yang sesungguhnya terjadi pada proses yang dikendalikan.
2. Asesor
Asesor adalah alat untuk menilai apa yang sesungguhnya terjadi dan membandingkannya
dengan standar atau yang seharusnya terjadi.
3. Efektor
Efektor atau direktor atau modifier adalah alat untuk mengubah perilaku jika diperlukan
agar pelaksanaan atau proses sesuai dengan yang diharapkan.
4. Jaringan komunikasi (communication network)
Jaringan komunikasi adalah alat untuk menyebarluaskan informasi dari suatu alat ke alat
lainnya. Penyampaian informasi dari detektor ke alat kendali dinamakan umpan balik.
Unsur sistem pengendalian menggunakan mekanisme umpan balik (feedback) umpan
balik adalah penyebarluasan informasi dari detektor melalui selektor ke efektor. Jika keempat
unsur diatas digabungkan, maka secara bersama- sama membentuk suatu sistem pengendalian.
Sebagai suatu sistem, masing- masing unsur pengendalian tersebut saling berkaitan,
mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain.
2.1.3
Pengertian Manajemen
Organisasi berisi sekelompok manusia yang bekerja bersama- sama untuk mencapai
tujuan tertentu. Organisasi mempunyai arah (goal). Goal organisasi adalah keinginan para
partisipan untuk mencapai hasil tertentu. Dalam organisasi bisnis, salah satu arah organisasi
adalah untuk mencapai laba yang sebanyak- banyaknya. Untuk mencapai arah tersebut organisasi
mempunyai satu atau beberapa pimpinan yang disebut manajer atau secara kolektif disebut
manajemen. Organisasi dikelola oleh sekelompok orang (manajer) dengan seorang Chief
Executive Officer (CEO) sebagai puncak pimpinannya. Manajer adalah pimpinan suatu unit
organisasi sedangkan manajemen adalah suatu kesatuan dalam suatu unit organisasi.
2.1.4
Pengertian Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen merupakan suatu proses untuk memotivasi dan memberi
semangat serta dorongan kepada anggota organisasi untuk dapat melaksakan kegiatan- kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengendalian manajemen juga merupakan suatu
proses untuk mendeteksi dan mengkoreksi kesalahan- kesalahan yang tidak disengaja dan
ketidakberesan yang disengaja.
Pada perusahaan kecil, pimpinan perusahaan dapat melaksanakan pengelolaan kegiatan
perusahaannya secara langsung, pimpinan perusahaan dapat secara langsung merencanakan dan
mengendalikan perusahaannya secara sendirian. Oleh karena itu diperlukan bantuan bawahannya
atau stafnya untuk melaksanakan sebagian fungsinya dengan cara mendelegasikan sebagian
kewenangan kepada staf perusahaan yang dipimpinnya atau kepada bawahannya yang bekerja
pada perusahaan yang dipimpinnya.
Pengendalian manajemen dalam suatu perusahaan mencakup aspek- aspek perencanaan,
pengorganisasian dan pengarahan fungsi- fungsi manajemen serta adanya koordinasi dengan
beberapa bagian yang ada di dalam perusahaan. Pada setiap periode kemudian akan dilaksanakan
evaluasi dan strategi apa yang harus dilakukan, dengan demikian pengendalian manajemen dapat
dilakukan untuk menjamin bahwa semua strategi yang telah ditetapkan tujuan yang akan dicapai
oleh perusahaan.
Defini pengendalian manajemen menurut Robert N. Anthony danVijay Govindarajan
dalam bukunya ”Management Control System” (1995:8) adalah sebagai berikut:
”Management Control is the process by which managers influence other members of
the organization to implement the organization’s strategies.”
Sedangkan pengertian pengendalian manajemen menurut Supriyono dalam bukunya
“Sistem Pengendalian Manajemen” (2000:26) adalah sebagai berikut:
“Pengendalian manajemen adalah semua metode, prosedur dan alat- alat termasuk
sistem pengendalian manajemen yang digunakan oleh manajemen untuk menjamin
kesesuaian dengan kebijakan dan strategi”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui bahwa pengendalian mananjemen
merupakan suatu proses yang digunakan oleh manajemen untuk menjamin bahwa perusahaan
yang dikelolanya telah melaksanakan kebijakan dan strategi secara efektif dan efisien.
Pengendalian manajemen yang efektif pada dasarnya memerlukan suatu prosedur yang tepat,
sehingga memungkinkan bagi manajer untuk melakukan pengawasan dan pengevaluasian atas
input dan output secara maksimal. Dengan demikian manajemen memerlukan suatu sistem untuk
menangani proses yang akan digunakan oleh manajemen untuk menjamin bahwa organisasi yang
dikelolanya telah melaksanakan kesesuaian kebijakan antara manajemen dan strategi secara
efektif dan efisien. Sistem yang digunakan oleh manajemen untuk mengendalikan organisasinya
dinamakan sistem pengendalian manajemen.
2.1.5
Pengertian Sistem Pengendalian Manajemen
Pengertian system pengendalian manajemen menurut beberapa pandangan adalah sebagai
berikut:
Arief Suadi dalam bukunya ”Sistem Pengendalian Manajemen” (1996:22)
menyatakan bahwa:
”Sistem pengendalian manajemen adalah sistem yang terdiri dari beberapa anak
sistem yang saling berkaitan, yaitu pemrograman, penganggaran akuntansi,
peloporan dan pertanggungjawaban untuk membantu manajemen mempengaruhi
orang lain dalam sebuah perusahaan agar mau mencapai tujuan perusahaan
melalui strategi tertentu secara efektif dan efisien”.
Menurut Maciarello dan Kirby (1994:1)
”Management control system is a set of interrelated communication structures that
facilitates thye processing of information for the purpose of assisting menegers in
coordinating the parts and attaining the purpose of an organization on a continous
basis”.
Definisi di atas menggambarkan bahwa sistem pengendalian manajemen merupakan
suatu sistem yang digunakan oleh para manajer untuk mengarahkan anggota organisasi agar
melaksanakan strategi dan kebijakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Adapun aktivitas dari sistem pengendalian manajemen meliputi aktivitas untuk
merencanakan strategi yang harus dilaksanakan dan tujuan yang hendak dicapai serta
mengendalikan dan mengarahkan operasi organisasi sesuai dengan rencana dan tujuan
organisasi, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik dan tepat mencapai sasaran.
Jadi sistem pengendalian manajemen merupakan suatu sistem yang dirancang untuk
menjamin bahwa organisasi telah melaksakan kebijakan dan strategi secara efektif dan efisien.
Selain itu, sistem pengendalian manajemen merupakan struktur dan proses yang terorganisasi
secara sistematis yang digunakan oleh manajemen dalam pengendalian manajemen agar tujuan
organisasi dapat mencapai sasaran yang tepat.
2.1.5.1 Tujuan Sistem Pengendalian Manajemen
Sistem pengendalian manajemen merupakan alat bagi manajemen untuk mencapai tujuan,
tujuan ditentukan dalam perumusan strategi, sedangkan tujuan organisasi adalah untuk
mempengaruhi perilaku dan motivasi para anggota organisasi. Tujuan dari sistem pengendalian
manajemen pada dasarnya diarahkan pada pancapaian tujuan organisasi. Dan tujuan akan
meresap keseluruh proses manajemen untuk menyediakan dasar untuk perencanaan, pengarahan,
pemotivasian, dan pengendalian.
Menurut Supriyono dalam bukunya ”Sistem Pengendalian Manajemen” (2000:83)
Menyatakan bahwa sentralitas tujuan dengan manajemen terdapat empat butir pokok mengenai
tujuan sistem pengendalian manajemen bagi organisasi, adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan menyediakan pedoman arah usaha- usaha para individu dan kelompok dalam
organisasi.
2.
Tujuan mempengaruhi perencanaan dan pengorganisasian aktivitas- aktivitas
organisasi.
3.
Tujuan menyediakan dasar untuk pemotivasian para individu dalam melaksanakan
aktivitas dengan tingkat efisiensi dan efektivitas setinggi mungkin.
4.
Tujuan membentuk basis untuk pengevaluasian dan pengendalian aktivitas- aktivitas
berorganisasi.
Dapat disimpulkan berdasarkan pernyataan di atas bahwa tujuan dari sistem pengendalian
manajemen adalah tujuan organisasi dalam melaksanakan proses manajemen dengan
menyediakan dasar untuk perencanaan, pangarahan, pemotivasian dan pengendalian dalam
organisasi agar tujuan utama organisasi dapat tercapai.
2.1.5.2 Karakteristik Sistem Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen meliputi tindakan- tindakan yang menuntun dan memotivasi
usaha, agar dapat mencapai tujuan organisasi maupun tindakan- tindakan yang dilakukan untuk
mengoreksi pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efisien.
Agus Maulana dalam bukunya ”Sistem Pengendalian manajemen” (1993:15)
menyatakan bahwa sistem pengendalian manajemen mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.
Sistem pengendalian manajemen difokuskan pada program dan pusat- pusat tanggung
jawab.
2.
Informasi yang diproses pada sistem pengendalian manajemen terdiri dari dua
macam, yaitu:
a. Data terencana dalam bentuk program, anggaran, dan struktur
b. Data aktual mengenai apa yang telah terjadi atau sedang terjadi, baik di dalam
organisasi maupun di luar organisasi.
3.
Sistem pengendalian manajemen merupakan sistem organisasi total dalam arti bahwa
sistem ini mencakup semua aspek dari operasi organisasi dan mempunyai fungsi
membantu manajemen menjaga keseimbangan semua kegiatan operasi sebagai suatu
kesatuan yang terkoordinasi.
4.
Sistem pengendalian manajemen biasanya berkaitan erat dengan struktur keuangan,
dimana sumber daya dan kegiatan- kegiatan organisasi ditentukan dalam satuan uang
atau dalam satuan moneter.
5.
Aspek- aspek perencanaan dari sistem pengendalian manajemen cenderung mengikuti
pola dan jadwal yang teratur.
6.
Sistem pengendalian manajemen adalah sistem yang terpadu dan terkoordinasi
dimana data yang terkumpul untuk berbagai kegunaan dipadukan untuk saling
dibandingkan setiap saat pada setiap unit organisasi.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa karakteristik pengendalian manajemen meliputi
tindakan- tindakan untuk mengkoreksi pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efisien agar sistem
pengendalian manajemen yang dilaksakan dapat mencapai tujuan organisasi.
2.1.5.3 Elemen- Elemen Sistem Pengendalian Manajemen
Untuk perusahaan besar elemen-elemen sistem pengendalian manajemen mempunyai
peranan penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Agar tujuan organisasi dapat dicapai, maka
organisasi harus dapat melaksanakan secara maksimal seluruh kegiatan yang terdapat pada
elemen- elemen sistem pengendalian manajemen tersebut.
Anthony, Dearden dan Bedford (1989:25-28) menyatakan bahwa sistem pengendalian
manajemen mempunyai dua elemen yang dapat dibedakan namun saling berhubungan erat, yaitu:
1. Struktur Pengendalian Manajemen
Struktur pengendalian manajemen memusatkan pada berbagai tipe pusat
pertanggungjawaban, pusat pertanggungjawaban tersebut digolongkan ke dalam:
a. Pusat Beban
Pusat beban adalah pusat pertanggungjawaban dimana manajernya mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap pengendalian beban pada pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
b. Pusat Pendapatan
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban dimana manajernya
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pendapatan, sehingga
penilaian kinerjanya atas dasar pendapatan sesungguhnya dibandingkan dengan
anggarannya.
c. Pusat Laba
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban dimana manajernya mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap pendapatan dan beban yang
berhubungan dengan penciptaan pendapatan tersebut, sehingga kinerjanya dinilai
berdasarkan laba sesungguhnya dibandingkan dengan anggarannya.
d. Pusat Investasi
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban dimana manajernya mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap laba dan investasi yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut, sehingga kinerjanya dinilai berdasarkan laba dan
investasinya.
2. Proses Pengendalian Manajemen
Proses pengendalian manajemen merupakan seperangkat tindakan yang
dilaksanakan oleh para manajer atas dasar informasi yang diterima, yaitu meliputi:
a. Penyusunan Program
Proses pembuatan keputusan mengenai program- program utama yang akan
dilaksanakan oleh organisasi untuk mengimplementasikan strategi- strategi dan
penaksiran jumlah sumber- sumber yang akan digunakan untuk setiap program.
b. Penyusunan Anggaran
Proses
pembuatan
keputusan
mengenai
peran
para
manajer
pusat
pertanggungjawaban dalam melaksanakan program atau bagian program.
Sedangkan anggaran adalah rencana rinci yang dinyatakan secara formal dalam
ukuran- ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan moneter, mengenai perolehan
dan
penggunaan
sumber-
sumber
organisasi
beserta
pusat
pertanggungjawabannya untuk jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
c. Pelaksanaan dan Pengukuran
Pada tahap pelaksanaan dan pengukuran ini diperlukan adanya pengendalian
manajemen operasi yang meliputi metode, prosedur, dan cara- cara yang
digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi aktivitas- aktivitas atau
tindakan- tindakan para anggota organisasinya agar dilaksanakan secara efisien
dan efektif.
d. Pelaporan dan Analisis
Pelaporan adalah suatu proses untuk menyusun dan menyajikan laporan untuk
pihak- pihak yang berkepentingan, laporan tersebut disusun untuk setiap pusat
pertanggungjawaban yang akan menunjukkan informasi yang sesungguhnya
dibandingkan dengan anggarannya dalam ukuran- ukuran kinerja keuangan
maupun non keuangan serta informasi eksternal maupun internal. Sedangkan
analisis adalah proses untuk mengetahui penyebab perbedaan antara informasi
yang sesungguhnya dengan anggaran jika terdapat perbedaan antara anggaran
dengan informasi yang sesungguhnya.
2.1.5.4 Sistem Pengendalian Manajemen yang Memadai
Suatu perusahaan dikatakan telah memiliki sistem pengendalian manajemen yang
memadai manakala di dalam sistem pengendalian manajemen tersebut terdapat unsur- unsur
sistem pengendalian manajemen sesuai kebutuhan tergantung jenis perusahaan dan besar atau
kecilnya perusahaan.
Kememadaian sistem pengendalian manajemen suatu perusahaan bisa dilihat dari ada
atau tidaknya unsur- unsur sistem pengendalian manajemen dalam perusahaan. Menurut Arief
saudi (1996:35) unsur- unsur tersebut terdiri dari:
1.
Struktur Organisasi
Langkah awal dalam melaksanakan suatu kegiatan adalah membentuk suatu
organisasi yang mampu melaksanakan operasi- operasi yang selayaknya,
kemudian yang diperlukan pegawai- pegawai yang memenuhi syarat, lalu
ditentukan tugas dan tanggung jawab masing- masing. Struktur organisasi yang
baik mempunyai kriteria sebagai berikut:
2.
•
Adanya perincian tugas
•
Adanya pendelegasian wewenang
•
Adanya evaluasi atas hasil kerja
Kebijakan
Kebijakan merupakan suatu pernyataan yang dimaksudkan manajemen untuk
bertindak dengan cara tertentu dalam keadaan tertentu pula. Agar pelaksanaan
kebijakan dapat tercapai, maka diperlukan kriteria- kriteria kebijakan yang baik
yaitu sebagai berikut:
•
Adanya kebijakan umum
•
Kebijakan khusus
•
Adanya pembaharuan kebijakan
•
Adanya
pengkomunikasian
kebijakan
dengan
pegawai
yang
berkepentingan
3.
Prosedur
Prosedur adalah metode- metode yang digunakan untuk melaksanakan kegiatankegiatan sesuai dengan kebijaksanaan, tujuan- tujuan pokok, rencana organisasi
dan pembagian tanggung jawab operasi ditetapkan, maka perlu dikembangkan
prosedur- prosedur yang tepat untuk melaksanakan operasi secara efektif, efisien
dan ekonomis.
4.
Personalia
Suatu fungsi manajemen yang penting adalah membagi tugas dan kewajiban pada
orang- orang yang mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan prestasi
kerja yang memuaskan. Oleh karena itu dalam mencari pegawai langkah awal
yang harus diperhatikan adalah persyaratan pekerjaan yang harus dipenuhi.
Kemudian mengusahakan perolehan pegawai yang memiliki kualifikasi yang
sesuai atau yang bisa dilatih untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara
memuaskan. Oleh karena itu dengan memperhatikan kriteria personalia yang baik,
maka dapat menjamin kelancaran aktivitas perusahaan. Kriteria personalia yang
baik tersebut adalah sebagai berikut:
5.
•
Adanya personalia yang memadai dari segi kualitas dan kuantitasnya
•
Adanya program pelatihan kerja kepada para pegawai
•
Adanya pemberian tanggung jawab.
Perencanaan
Dalam perencanaan perlu diperhatikan tugas- tugas dan tanggung jawab yang
telah ditentukan, sasaran pelaksanaan dan penentuan tujuan harus dapat dicapai.
Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan kriteria- kriteria perencanaan yang
baik, yaitu sebagai berikut:
•
Adanya rencana kerja dan penjabaran kegiatan
•
Adanya revisi rencana kerja jira terdapat kesalahan
•
Adanya persetujuan dari pihak yang berwenang terhadap revisi rencana
kerja
•
6.
Adanya penelusuran terhadap penyimpangan- penyimpangan yang terjadi
Pencatatan Akuntansi
Akuntansi merupakan metode pengendalian finansial yang penting terhadap
kegiatan- kegiatan dan sumberdaya yang ada. Akuntansi memberikan suatu
kerangka kerja yang dapat disesuaikan untuk penetapan tanggung jawab pada
bidang- bidang kegiatan tertentu dan pada waktu bersamaan memberikan dasar
pelaporan sebagai sarana untuk menilai operasi. Adapun kriteria yang baik untuk
pencatatan akuntansi adalah sebagai berikut:
7.
•
Adanya pencatatan secara teliti
•
Adanya pelaporan secara tepat waktu
•
Adanya jaminan pengendalian yang cukup
•
Setelah adanya pencatatan selalu diadakan pemeriksaan fisik
•
Serta adanya dokumen pendukung
Pelaporan
Pelaporan dalam setiap organisasi, diperlukan untuk memberikan informasi yang
mutakhir tentang perkembangan suatu peristiwa, kemajuan atau pencapaian
sebagai dasar bagi manajemen untuk mengambil keputusan. Informasi seperti ini
sangat penting bagi manajemen sebagai dasar untuk melaksanakan pengendalian.
Sistem pelaporan ini perlu ditinjau secara periodik untuk menentukan apakah
sistem tersebut sesuai dengan tujuan, apakah telah dibuat laporan- laporan yang
diperlukan, apakah data yang dilaporkan telah mencukupi. Sistem pelaporan yang
baik dapat diketahui berdasarkan kriteria pelaporan, yaitu sebagai berikut :
•
Adanya pelaporan yang memadai
•
Adanya sistem pelaporan untuk setiap departemen
•
Adanya laporan kegiatan untuk membandingkan antara rencara dan
realisasi
8.
•
Adanya pelaporan secara periodik
•
Adanya ketetapan waktu dalam memberikan pelaporan
•
Adanya pemeriksaan sebelum menerbitkan laporan yang telah disusun
Pemeriksaan Intern
Pemeriksaan intern merupakan suatu mekanisme penting untuk memberikan
informasi yang bebas pada manajemen terhadap operasi, metode- metode, sistemsistem, dan prosedur. Pihak manajemen memerlukan pengendalian intern yang
bebas seperti internal auditor untuk melakukan penelitian terhadap unsur- unsur
pengendalian lainnya. Bentuk internal auditor yang bebas tersebut merupakan
suplemen untuk memperkuat pengendalian lainnya. Untuk menjamin adanya
pengendalian dan pengawasan yang baik perusahaan perlu memperhatikan
kriteria- kriteria dalam menentukan pemeriksaan intern, yaitu sebagai berikut:
•
Adanya penempatan pemeriksaan intern yang tepat dalam organisasi
•
Adanya pemeriksaan intern secara mendadak
•
Adanya ruang lingkup pemeriksaan intern yang ditetapkan dengan
jelas
•
Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja pemeriksa intern
Suatu perusahaan yang sudah memiliki kedelapan unsur di atas bisa dikatakan telah
memiliki sistem pengendalian yang memadai. Namun tentunya harus didukung oleh
pelaksanaannya. Jika kedelapan unsur di atas dimiliki dan dijalankan secara baik oleh
perusahaan, maka akan tercipta suatu sistem pengendalian yang efektif yang akan berpengaruh
pada peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2.2 Penilaian Kinerja
Kinerja asal katanya adalah performance atau performansi yang artinya adalah
pencapaian suatu target (keberhasilan) dari sesuatu yang direncanakan di dalam organisasi, dan
kinerja ini harus dinilai secara formal dengan menggunakan ukuran- ukuran dari suatu sistem
pengukuran kinerja. Penilaian kinerja merupakan penilaian terhadap anggota organisasi atas
pelaksanaan tugas atau kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja
bermanfaat khususnya bagi manajemen puncak untuk mengevaluasi pelaksanaan tanggung jawab
manajer pusat pertanggungjawaban atas departemen yang dipimpinnya dan secara umum
bermanfaat untuk menilai pelaksanaan tugas karyawan. Manajer puncak perlu memberikan
penghargaan terhadap hasil kerja tiap- tiap manajer pusat pertanggungjawaban, sehingga
penilaian kinerja dapat mendorong motivasi manajer pusat pertanggungjawaban dalam
meningkatkan kinerja karyawan dan departemen yang dipimpinnya.
2.2.1
Pengertian Penilaian Kinerja
Pengertian mengenai kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:503)
kinerja adalah:
”Sesuatu yang dicapai/ prestasi yang diperlihatkan/ kemampuan kinerja”.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan pengertian kinerja adalah suatu
kemampuan atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu tindakan.
Terdapat berbagai pengertian penilaian kinerja menurut beberapa ahli, antara lain
sebagai berikut:
Mulyadi (2001:415) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut:
”Penilaian kinerja adalah penilaian secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Sedangkan menurut Werther and Devis (1993:338), penilaian kinerja adalah:
“Performance appraisal is the process by which organization evaluate employee job
performance”.
Jadi penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi mengevaluasi hasil pekerjaan
para pegawainya.
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja adalah
suatu proses dimana organisasi mengevaluasi secara sistematis efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran atau criteria yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan potensi yang dimiliki oleh individu untuk
mencapai peningkatan kinerja organisasi.
Kinerja organisasi terdiri dari:
1.
Kinerja Keuangan, adalah (keberhasilan) yang dinilai berdasarkan ukuran- ukuran
angka dalam satuan nilai uang, dengan cara membandingkan realisasi keuangan
berdasarkan anggarannya, disebut tradisional karena tidak ada keharusan
melakukan inovasi. contoh: pencapaian laba, ketersediaan kas, dan sebagainya.
2.
Kinerja Non Keuangan, adalah kinerja (keberhasilan) yang dinilai tidak
berdasarkan ukuran- ukuran angka dalam satuan nilai uang. contoh: kehadiran
pegawai, kualitas produk, kepadatan telepon (telephone density), dan lain
sebagainya.
2.2.2
Sistem Pengukuran (Penilaian) Kinerja
Sistem penilaian kinerja merupakan mekanisme perbaikan lingkungan organisasi agar
berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan, dengan cara melihat faktor. Ukuran- ukuran
yang dapat dilihat adalah faktor- faktor sukses penting (critical success factors) baik pada masa
kini maupun yang akan datang, yang terdiri dari:
1. Ukuran kesuksesan keuangan perusahaan, yaitu tingkat pengenbalian yang
optimal bagi pemegang saham melalui pencapaian laba, namun hal ini ada
kelemahanya sehingga tidak bisa untuk memastikan bahwa strategi akan
dilakukan dengan sukses, yaitu:
a. Hanya mementingkan target laba jangka pendek tanpa memperhatikan
kepentingan perusahaan jangka panjang.
b. Manajer unit bisnis tidak tidak mengambil tindakan yang berguna
untuk jangka panjang.
c. Menggunakan laba jangka pendek sebagai satu- satunya tujuan,
sehingga terjadi distorsi komunikasi dengan manajer senior yang
berakibat menetapkan target yang mudah dicapai saja.
d. Pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk
memanipulasi data dengan berbagai tindakan.
2. Pertimbangan umum, yaitu menilai kesuksesan organisasi melalui pengukuran
kinerja ibaratnya melihat panel instrumen pada dashboard mobil yang
mempunyai berbagai indikator operasi, sehingga diperlukan juga adanya ukuran
kinerja non keuangan.
3. Balance Score Card, adalah salah satu model pengukuran kinerja gabungan antara
ukuran kinerja non keuangan dan keuangan. Oleh sebab itu unit bisnis harus
diberi cita- cita dan diukur dari 4 (empat) perspektif, yaitu:
a. Keuangan, contoh : margin laba, ROA, arus kas, dan lain lain.
b. Pelanggan, contoh : pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan (CSI).
c. Bisnis internal, contoh : retensi karyawan, pengurangan waktu siklus.
d. Inovasi dan pembelajaran, contoh : persentase penjualan produk baru.
BSC tujuannya untuk memelihara keseimbangan antara ukuran- ukuran strategis
yang berbeda dengan pencapaian cita- cita untuk mendorong karyawan agar
bertindak sesuai kepentingan terbaik organisasi.
4.
Pertimbangan tambahan dari sistem penilaian kinerja, yaitu sistem penilaian
kinerja juga berusaha untuk memenuhi kepentingan stake holders (pemangku
kepentingan) terhadap perusahaan melalui campuran ukuran- ukuran strategis
yaitu: ukuran hasil dengan pemicunya, ukuran non keuangan dengan keuangan,
serta ukuran internal dengan eksternal.
a. Ukuran hasil dengan pemicunya, ukuran hasil mengindikasikan hasil dari
suatu strategi, dan ini merupakan indikator yang terlambat (lagging
indicators), atau pemicunya yang menunjukkan kemajuan dari bidang- bidang
kunci dalam mengimplementasikan suatu strategi, contoh: waktu siklus yang
dapat mempengaruhi perilaku dalam organisasi.
b. Ukuran keuangan dan non keuangan, ukuran keuangan misalnya kualitas dan
kepuasan pelanggan dapat mendorong ukuran non keuangan.
c. Ukuran internal dan eksternal. perusahaan harus menciptakan keseimbangan
antara ukuran- ukuran internal dengan eksternal. misalnya: kepuasan
pelanggan dengan proses bisnis internal (hasil produksi).
d. Penilaian (pengukuran) memicu perubahan.
1) Sistem pengukuran kinerja. mempunyai kemampuan untuk mengukur
hasil dan pemicu yang menyebabkan organisasi bertindak sesuai dengan
strateginya.
2) Ukuran- ukuran kinerja secara eksplisit terkait dengan strategi suatu
organisasi, jadi harus spesifik pada strategi tertentu maupun pada
organisasi tertentu.
3) Storecard dihubungkan secara vertikal dan target tertentu di dalam
organisasi, serta dapat dijelaskan sehingga mengetahui apa yang
dilakukan dan berapa banyak yang harus diselesaikan. Scorecard
menekan pada ide hubungan sebab akibat antara ukuran- ukuran
tersebut, oleh sebab itu scorecard bukan sekedar suatu daftar ukuran,
tetapi untuk menterjemahkan strategi menjadi suatu tindakan.
5. Faktor kunci keberhasilan, ini meliputi beberapa ukuran “non keuangan” atau
juga disebut “faktor kunci keberhasilan”, terdiri dari:
a. Variabel kunci yang berfokus pada pelanggan
1)
Pemesanan
2)
Pesanan tertunda
3)
Pangsa pasar
4)
Kepuasan pelanggan
5)
Retensi pelanggan
6)
Loyalitas pelanggan
b. Variabel kunci yang berkaitan dengan proses bisnis internal
1)
Utilisasi kapasitas
2)
Pengiriman tepat waktu
3)
Perputaran persediaan
4)
Koalitas
5)
Waktu siklus, rumusnya = waktu pemrosesan + waktu
penyimpanan + waktu pemindahan + waktu inspeksi
6. Implementasi sistem pengukuran kinerja, hal ini meliputi 4 (empat) langkah yaitu:
a.
Mendefinisikan strategi kemudian didefinisikan scorecard agar cita- cita
organisasi dinyatakan secara eksplisit dan targetnya telah ditetapkan.
departemen fungsional pada suatu unit bisnis perlu memiliki scorecard
tersendiri dan diselaraskan dengan unit dibawahnya.
b.
Mendefinisikan ukuran- ukuran strategi. organisasi harus mengembangkan
ukuran- ukuran strategi, tetapi harus fokus pada yang penting- penting saja,
sehingga manajemen tidak melihat indikator pada dashboard organisasi,
tetapi harus dilihat usuran sebab akibatnya.
c.
Mengintegrasikan ukuran strategi ke dalam sistem manajemen. Scorecard
harus diintegrasikan dengan struktur formal dan non formal dari organisasi,
budaya dan praktek sumber daya manusia.
d.
Meninjau ukuran strategi dan hasilnya secara berkala. Scorecard harus
ditinjau secara konsisten dan terus menerus oleh manajemen senior. Aspek
yang paling penting yang harus ditinjau adalah:
1)
Menginformasikan
kepada
manajemen
bahwa
strategi
telah
dilaksanakan dengan benar dan telah memberikan hasil.
2) Menunjukkan bahwa manajemen serius terhadap pentingnya ukuranukuran ini.
3) Menjaga akan ukuran- ukuran tersebut telah selaras dengan strategi
yang selalu berubah.
4) Memperbaiki pengukuran.
7.
Kesulitan dalam imlementasi sistem pengukuran kinerja. Hal ini dapat diatasi
dengan menangani dengan baik masalah- masalah sebagai berikut:
a.
Korelasi yang buruk antara ukuran non keuangan dengan hasilnya.
sebenernya tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan mengikuti
pencapaian target non keuangan. Oleh sebab itu perlu dikembangkan ukuranukuran yang mewakili kinerja masa depan.
b.
Terpaku pada hasil keuangan, bukan hanya manajer senior yang terlatih dan
terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga mendapatkan tekanan
tentang kinerja keuangan perusahaan. Akibatnya tekanan ini akan membebani
ukuran non keuangan dalam jangka waktu panjang. Untuk mengatasinya
maka diberikan insentif, sehingga manajer lebih peduli terhadap ukuran
keuangan dari pada yang lainnya.
c.
Ukuran- ukuran tidak diperbaharui, banyak perusahaan tidak punya
mekanisme formal untuk memperbaharui ukuran- ukuran tersebut agar selaras
dengan perubahan strateginya. Yang terjadi ukuran- ukuran strategi yang lalu
tetap digunakan sehingga menimbulkan kemalasan.
d.
Terlalu banytak pengukuran, jika terlalu banyak ukuran penting yang dapat
diikuti seorang manajer dalam waktu yang sama maka risikonya adalah
manajer kehilangan fokus karena pada waktu yang sama banyak hal- hal yang
dilakukan.
e.
Kesulitan menerapkan trade-off, beberapa perusahaan menggabungkan
ukuran keuangan dan non keuangan kemudian diberi bobot, jika tidak
demikian maka sulit untuk melakukan pertukarannya.
2.2.3
Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001:416), penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen, yaitu
untuk:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti
promosi, transfer, dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi proses pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
2.2.4
Tahap- tahap Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001:460), penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama,
yaitu:
A. Tahap persiapan terdiri dari 3 (tiga) tahap rinci, yaitu:
1. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab.
2. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja.
3. Pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
B. Tahap penilaian terdiri dari 3 (tiga) tahap rinci, yaitu:
1.
Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.
Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja yang sesungguhnya
dari yang telah ditetapkan.
3.
Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk
mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
2.2.5
Ukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (2001:434) terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk
mengukur atau menilai kinerja secara kuantitatif, yaitu:
1. Ukuran kinerja tunggal
Ukuran kinerja tunggal adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu
ukuran untuk menilai kinerja manajer. Contoh, manajer produksi yang
diukur kinerjanya dari tercapainya target kuantitatif produk yang dihasilkan
dalam jangka waktu tertentu.
2. Ukuran Kinerja Beragam
Ukuran kinerja beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai
macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. Contoh, manajer divisi suatu
perusahaan
diukur
kinerjanya
dengan
berbagai
kriteria,
misalnya
profitabilitas, pangsa pasar, produktivitas, pengembangan karyawan.
3. Ukuran Kinerja Karyawan
Ukuran kinerja golongan adalah ukuran kinerja manajer yang menggunakan
berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing- masing ukuran,
dan menghitung rata- ratanya sebagai ukuran menilai kinerja manajer.
Misalnya seorang manajer divisi diukur kinerjanya dari dua unsur, yaitu
profitabilitas dan pangsa pasar.
2.2.6
Kriteria Penilaian Kinerja
Mulyadi (2001:428) menyebutkan kriteria penilaian kinerja yang dipilih harus sesuai
dengan ruang lingkup tanggung jawab yang dibebankan lepada para manager, yaitu:
1.
Manager pusat laba dinilai kinerjanya berdasarkan pencapaian Return On
Investment, Devident Income, atau produktivitas yang telah di tetapkan.
2.
Manajer pusat biaya teknik dinilai kinerjanya berdasarkan pencapaian target
produksi dengan biaya dibawah yang dianggarkan.
3.
Manajer pusat biaya kebijakan dinilai kinerjanya berdasarkan keberhasilan untuk
melaksanakan semua targetnya dibawah biaya yang telah ditetapkan oleh
anggaran.
Dalam menetapkan criteria kinerja manajer, beberapa unsure berikut ini perlu
dipertimbangkan, yaitu:
1. Dapat diukur atau tidaknya kriteria.
2. Rentang waktu, sumber daya, dan biaya.
3. Robot yang diperhitungkan atas kinerja.
4. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek perilaku yang ditimbulkan.
2.2.7
Syarat- Syarat dari Sistem Penilaian
Menurut Soeprihanto (2001:9) dikutip dari Wayne F. Cascio/ Elias M. Awad dalam
buku Human Resources Management, 1981. Disebutkan bahwa syarat- syarat dari sistem
penilaian adalah:
1.
Relevance (relevan) berarti bahwa suatu sistem penilaian digunakan untuk mengukur
hal- hal atau kegiatan- kegiatan yang ada hubungannya. Hubungan yang ada
kesesuaian antara hasil pekerjaan dan tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.
2.
Acceptibility (dapat diterima) berarti hasil dari sistem penilaian tersebut dapat diterima
dalam hubungannya dengan kesuksesan dari pelaksanaan pekerjaan dalam suatu
organisasi.
3.
Reliability (dapat dipercaya) berarti hasil dari sistem penilaian tersebut dapat
dipercaya (konsisten dan stabil), reliabilitas sistem penilaian dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: waktu dan frekuensi penilaian. Dalam hubungannya
dengan sistem penilaian, disebut memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi apabila dua
penilai atau lebih tehadap karyawan yang sama memperoleh hasil nilai yang
tingkatnya relatif sama.
4.
Sensitivity (peka) berarti sisten penilaian tersebut cukup ”peka” dalam membedakan
atau menunjukkan kegiatan yang berhasil/sukses, cukup ataupun gagal/jelek telah
dilakukan oleh seorang karyawan. Hal ini sangat penting, karena jangan sampai terjadi
suatu sistem tidak memiliki kemampuan membedakan karyawan yangberhasil dari
karyawan yang tidak berhasil. Apabila itu terjadi maka dalam suatu organisasi semua
karyawan akan mencapai tingkatan yang sama dan semua tujuan penilaian prestasi
kerja di atas tidak akan tercapai.
5.
Practicality (praktis) berarti bahwa sistem penilaian dapat mendukung secara langsung
tercapainya tujuan organisasi perusahaan melalui peningkatan produktivitas para
karyawan.
2.2.8
Mengelola Kinerja
Pengelolaan kinerja karyawan dalam sebuah organisasi/ perusahaan biasanya disebut
dengan manajemen kinerja. Meskipun penekanan diberikan pada para karyawan namun perlu
diingat behwa keefektifan kinerja karyawan tergantung pada organisasi/ perusahaan itu sendiri,
apakah perusahaan mempunyai kejelasan misi, strategi, dan tujuan. Bila arah perusahaan secara
keseluruhan jelas, maka dapat ditentukan output yang harus dicapai oleh komponen- komponen
perusahaan, termasuk penentuan departemen, seksi, individu, dan proses yang perlu untuk
mencapai tujuan organisasi tersebut.
Misi atau tujuan perusahaan akan menentukan alasan keberadaan organisasi tersebut
dan menetapkan pokok- pokok yang ingin dicapai. Misi tersebut harus diuraikan menjadi
sejumlah tujuan yang lebih jelas, yang membentuk basis strategi dan kebijakan perusahaan
secara keseluruhan. Strategi akan menentukan tujuan berbagai komponen dalam organisasi, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila sasaran menyatakan kemajuan perusahaan secara garis
besar, tujuan dinyatakan secara lebih spesifik dan terukur.
Dengan cara yang sama, pekerjaan dibuat untuk alasan tertentu dan untuk mencapai
output tertentu. Meskipun output sering kali sulit diukur, tetapi paling tidak harus ada semacam
satuan nilai yang dapat dijadikan pedoman. Satuan nilai ini memungkinkan para manajer untuk
menentukan target tertentu yang harus dicapai oleh pejabat di masing- masing posisi dan
mendorong pengembangan rencana kerja.
Keefektifan manajemen kinerja mungkin merupakan masalah terbesar yang harus
dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan yang modern harus lentur, efisien, dan hierarkinya
berstrata sedikit saja supaya tetap langgeng dan berkembang dengan pesat. Konsekuensi dari
jumlah staf yang sedikit adalah mereka yang tinggal harus bekerja lebih efektif. Bagi perusahaan,
kinerja yang efektif
berarti output yang tetap dipertahankan meskipun jumlah pekerjanya
sedikit, atau produktivitasnya ditambah.
Bekerja secara efektif juga merupakan hal yang penting bagi seseorang. Pada suatu
saat, merupakan hal relatif yang mudah untuk tetap bekerja dengan kineja menengah (sedang),
dengan menghindari pelanggaran disiplin yang fatal. Tetapi hal seperti itu sudah tidak berlaku
lagi, karena perusahaan (dengan perkecualian tertentu) sudah tidak dapat lagi mentolerir kinerja
yang buruk, orang- orang seperti itu cenderung dipecat. Oleh karena itu, manajemen kinerja yang
efektif bukan hanya vital bagi kelangsungan hidap jangka panjang perusahaan, tetapi juga
merupakan keharusan moral bagi para atasan, karena hal ini merupakan daya tarik terbesar bagi
pekerja/ karyawan. Manajemen kinerja merupakan peranan manajer yang paling penting, karena
tanpanya perusahaan hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan atau kontrol tertentu.
2.2.8.1
Definisi Manajemen Kinerja
Menurut Cushway (2002:87) definisi manajemen kinerja adalah:
“Suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan
organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu
maupun tujuan korporasi dapat bertemu.”
Ada asumsi yang perlu digarisbawahi, yaitu jika seseorang merasa puas karena
tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut serta dalam pencapaian tujuan organisasi,
maka dia akan benar- benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih besar.
Asumsi ini juga merupakan inti dari manajemen sumber daya manusia (MSDM).
Untuk memperjelas arti manajemen kinerja, mungkin dapat diterangkan melaluui ‘apa
yang bukan artinya’. Manajemen kinerja bukan :
1. Penilaian kinerja- tanpa kecuali, bila para manajer dalam suatu perusahaan
diminta untuk menuliskan proses manajemen kinerja, mereka selalu menuliskan
tentang sistem penilaian kinerja. Bila wawancara penilaian kinerja merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari proses manajemen kinerja, maka hal itu hanya
merupakan bagiannya saja.
2. Upah yang dihubungkan dengan kinerja- jika uang kontan dan imbalan lain
merupakan bagian dari proses manajemen kinerja, maka sangat perlu untuk
memisahkannya menjadi isu tersendiri.
3. Sesuatu yang dikerjakan oleh manajer personalia- ada kecenderungan
menganggap manajemen kinerja sebagai satu- satunya teknik dalam MSDM,
biasanya karena departemen personalialah yang memprakarsai proses tersebut,
memantau keadaan standarnya, dan menjaga catatan personalia. Pada
kenyataannya, untuk berhasil maka proseslah yang harus dimiliki oleh direktur
dan manajer perusahaan.
4. Peluru ajaib- manajemen kinerja bukan merupakan jawaban terhadap semua
persoalan dalam
perusahaan. Ini hanya salah satu sistem yang harus
dilaksanakan dengan efektif dalam perusahaan; jika ingin mencapai
keberhasilan jangka pendek dan jangka panjang.
5. Proses penentuan tujuan- sekali lagi, bila penentuan tujuan merupakan bagian
yang penting dalam manajemen kinerja, itu hanya merupakan bagiannya saja.
Menentukan tujuan dan kemudian membiarkan pegawai bekerja keras untuk
mencapainya tanpa memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan, sumbersumber daya, perangsang, tanggung jawab, maupun manajemen yang efektif,
akan mempersulit pencapaian hasil yang diinginkan.
6. Mode atau gaya- dalam setiap organisasi, penilaian yang dilakukan pada cara
kerja seseorang dan bagaimana output tertentu dihasilkan. Masalahnya adalah
apakah penilaian tersebut benar- benar didasarkan pada evaluasi yang benar
atau objektif, apakah outputnya sesuai dengan yang diinginkan, dan apakah
kuantitas dan kualiitasnya berada pada tingkat yang sesuai.
2.2.8.2
Ciri- Ciri Proses Manajemen Kinerja Yang Berhasil
Proses manajemen kinerja yang beroperasi secara efektif akan memberikan hasil
sebagai berikut :
• Tujuan yang jelas bagi organisasi/ perusahaan dan proses yang benar untuk
mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan tersebut
• Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan
masing- masing pekerja
• Kejelasan yang lebih baik tentang aspirasi dan tujuan organisasi
• Pengembangan ‘budaya kinerja’ di mana prioritas utama terletak pada hasil daripada
hanya pada aspek kosmetik fungsi organisasi, seperti penyesuaian terhadap prosedur
standar
• Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja, dan dengan
sendirinya penekanannya lebih besar pada kebutuhan individu
• Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka dan terpelajar, di mana ide dan
kesimpulan diletakkan di garis depan dan didiskusikan dalam situasi yang tidak
menghakimi dengan konsekuensi pengembangan dalam budaya belajar
• Suatu organisasi yang dapat membuat sesuatu terjadi dan mencapai hasil
• Mendorong pengembangan pribadi
Sepertinya hasil di atas sangat sempurna dan tigak mungkin dapat dicapai semuanya
sampai tingkat optimal, tetapi inilah area di mana perbaikan nyata dapat dilakukan jika proses
dilaksanakan dengan benar.
2.2.8.3 Proses Manajemen Kinerja
Bagian ini menjelaskan langkah pokok dalam pengenalan terhadap proses manajemen
kinerja yang luas. Ada 4 langkah pokok, yaitu:
1. Merencanakan kinerja
Seperti halnya mengenali proses- proses yang lain, pertama- tama kita harus jelas
tentang alasan utama mengenalkan manajemen kinerja, juga harus memiliki pandangan
yang jelas tentang apa yang diharapkan dan diperoleh. Harus ada komitmen yang kuat
dari atasan dalam memperkenalkan proses ini, karena tanpa adanya komitmen ini akan
sulit untuk mendapatkan bantuan dari eselon yang lebih rendah, dan sumber yang
tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi. Hal- hal yang dilakukan saat
merencanakan kinerja adalah menentukan tujuan, dan kompetensi yang didasarkan pada
tujuan.
2. Mengelola Kinerja
Bila tujuan kinerja sudah ditetapkan dan rencana tindakan telah disetujui, langkah
berikutnya adalah memastikan bahwa rencana tersebut dilaksanakan dan hasil yang
ditentukan dapat tercapai. Yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah memberikan
dukungan yang diperlukan karyawan dan menciptakan kondisi yang memadai bagi
mereka sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, dengan kata lain
‘memberi tenaga’ kepada mereka. Yang tidak kalah pentingnya dalam mengatur kinerja
adalah bertanggung jawab terhadap kinerja mereka sendiri. Persyaratan ini berlaku bagi
manajer maupun anak buahnya, tetapi khususnya penting bagi manajer karena dia
sebagai contoh.
3. Meninjau Kinerja
Peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengturan kinerja. Namun, dengan
melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkan pada aspek proses, maka akan lebih
enak untuk memeriksanya sebagai bagian yang terpisah. Penilaian kinerja biasanya
terjadi pada saat wawancara yang diadakan sekali atau dua kali dalam setahun antara
pejabat dan atasannya. Kadang- kadang hasil wawancara ini berpengaruh langsung pada
upah dan promosi, sedang dalam proses lain penekanan ada pada pelatihan dan
pengembangan. Biasanya saat itu masalah kinerja disinggung, karena mungkin saja
masalah tersebut tidak dapat didiskusikan pada kesempatan lain selama tahun berjalan.
Hal- hal yang dilakukan di dalam proses meninjau inerja adalah menilai kinerja dan
memastikan penilaian kinerja yang efektif.
4. Imbalan Kinerja
Imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja yang mencoba
memberikan kepada pegawai semacam imbalan atas pencapaian target mereka. Ini lebih
luas dari sekedar imbalan dalam bentuk finansial dan meliputi hal- hal seperti pujian,
kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan peltihan dan pengembangan, dan
promosi. Sering kali apa yang paling dicari oleh pekerja adalah pengakuan bahwa dia
telah melakukan kerja yang bagus yang, misalnya, diungkapkan dalam bentuk bonus;
acap kali pengakuanlah yang lebih penting daripada uang kontan. Hanya saja, ketika
uang menjadi ukuran, maka imbalan kinerja menjadi sangat pelik, dan penekanan disini
tentu saja terletak pada aspek finansial.
2.3
Manajemen Sumber Daya Manusia dan Penilaian Kinerja
Pada umumnya orang- orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya
manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan bagian penting dari
seluruh proses kekaryaan pegawai yang bersangkutan. Pentingnya penilaian prestasi kerja yang
rasional dan diterapkan secara obyektif terlihat pada paling sedikit dua kepentingan, yaitu
kepegawaian pegawai yang bersangkutan sendiri dan kepentingan organisasi. Bagi para pegawai,
penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan,
keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan kariernya.
Bagi organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti dan
peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan
program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan,
promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan proses manajemen sumber
daya manusia secara efektif.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan perlu dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian
kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara obyektif serta didokumentasikan
secara sistematik. Hanya dengan demikianlah dua kepentingan utama yang telah disinggung di
muka dapat terpenuhi. Hal ini perlu ditekankan karena tidak sedikit manajer yang beranggapan
bahwa pelaksanaan penilaian prestasi kerja secara formal oleh bagian kepegawaian sebenarnya
tidak diperlukan dan bahkan dipandang sebagai ”gangguan” terhadap pelaksanaan kegiatan
operasional. Artinya, banyak manajer yang berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja para
bawahan cukup diserahkan kepada atasan langsung masing- masing pegawai dan penilaian pun
dilakukan secara informal saja. Argumentasi para manajer tersebut ialah bahwa karena para
manajer itulah yang sehari- hari membimbing dan mengawasi para bawahannya dalam
pelaksanaan tugas masing- masing, para manajer itu pulalah yang paling kompeten melakukan
penilaian.
Teori manajemen sumber daya manusia memberi petunjuk bahwa terdapat tiga
kelemahan dalam argumentasi tersebut. Pertama, tanpa kriteria yang relatif seragam, gaya
penilaian akan sangat beraneka ragam dengan kemungkinan interprestasi yang berbeda- beda.
Kedua, tidak ada jaminan bahwa atasan penilai mendasarkan penilaiannya pada kriteria yang
obyektif,. Dengan perkataan lain, penilaian dapat bersifat sangat subyektif. Ketiga, hasil
penilaian sangat mungkin tidak terdokumentasikan dengan baik, padahal hasil penilaian tersebut
harus merupakan bagian dari keseluruhan dokumen kepegawaian pegawai yang dinilai.
Namun harus diketahui bahwa tidak berarti bahwa para atasan langsung dari pegawai
yang dinilai itu tidak mempunyai peranan sama sekali dalam proses penilaian prestasi kerja para
pegawai. Bahkan praktek kepegawaian yang lumrah terjadi ialah bahwa para atasan langsung
itulah yang memang bertanggungjawab melakukan penilaian yang sifatnya informal yang
berlangsung terus- menerus. Akan tetapi penilaian informal yang mereka lakukan harus
memenuhi persyaratan obyektivitas dan keteraturan berdasarkan pola dan kebijaksanaan yang
tentukan bagi seluruh organisasi oleh bagian kepegawaian.
Dengan demikian jelas bahwa dalam melakukan penilaian atas prestasi kerja para
pegawai harus terdapat interaksi positif dan terus- menerus antara para pejabat pimpinan dan
bagian kepegawaian. Interaksi tersebut tidak hanya menjamin persyaratan obyektivitas dan
pendokumentasian yang baik, akan tetapi juga memuaskan bagi para pegawai yang dinilai yang
pada gilirannya menumbuhkan loyalitas dan kegairahan kerja karena merasa memperoleh
perlakuan yang adil. Telah dimaklumi bahwa merasa diperlakukan dengan adil merupakan salah
satu prinsip manajemen sumber daya manusia yang sangat fundamental sifatnya dan karenanya
harus dipegang teguh. Dalam prakteknya, interaksi positif tersebut melibatkan tiga pihak, yaitu
bagian kepegawaian, atasan langsung, dan pegawai yang dinilai. Bentuk interaksi tersebut adalah
sebagai berikut: ketiga pihak yang terlibat harus memahami bahwa penilaian prestasi kerja
merupakan suatu sistem yang bukan saja harus efektif, melainkan juga diterima oleh pihakpihak yang berkepentingan.
Yang dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja ialah suatu pendekatan dalam
melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai di mana terdapat berbagai faktor, yaitu:
1. Yang dinilai adalah manusia yang di samping memiliki kemampuan tertentu juga
tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik,
berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan
diterapkan secara obyektif.
3. hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan tiga maksud,
yaitu:
•
Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat bagi pegawai
yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang
sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
•
Dalam hal penilaian tersebut bersifat negatif, pegawai yang bersangkutan
mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil
berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
•
Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang sudah tidak obyektif,
kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatannya
sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil yang
diperolehnya.
4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapi
dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang,
baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai.
5. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai,
baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam
pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa bagian kepegawaianlah yang secara terpusat
bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem penilaian prestasi kerja bagi semua satuan
kerja dalam suatu organisasi. Tujuan utama dari pemusatan tugas ini di bagian kepegawaian ialah
untuk menjamin keseragaman yang tidak hanya tercermin pada obyektivitas, akan tetapi juga
mempermudah pendokumentasian. Dalam hubungan pendokumentasian dapat ditambahkan
bahwa dewasa ini banyak organisasi yang sudah mengembangkan sistem informasi kepegawaian
dengan memanfaatkan bantuan komputer.
Memang benar bahwa dalam organisasi yang besar, mungkin saja dikembangkan
berbagai sistem penilaian bagi berbagai kelompok pegawai dalam organisasi seperti kelompok
manajer, kelompok profesional, kelompok petugas kesekretariatan, kelompok petugas teknikal
dan lain sebagainya. Pengelompokkan tersebut mungkin diperlukan karena kriteria prestasi kerja
yang seyogianya digunakan pun mungkin saja berbeda- beda. Berarti jika di muka disinggung
tentang keseragaman penilaian, keseragaman bagi setiap kelompok itulah yang harus terjamin.
Berdasarkan kriteria itu pulalah para atasan langsung menilai prestasi kerja para bawahannya.
Dengan demikian obyektivitas yang didambakan oleh setiap pegawai dapat terwujud yang pada
gilirannya diharapkan mendorong tumbuhnya loyalitas yang semakin besar di kalangan para
pegawai kepada organisasi.
Pengalaman banyak organisasi menunjukkan bahwa suatu sistem penilaian prestasi kerja
yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti:
1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak
yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para
pegawai lebih meningkat lagi di masa- masa yang akan datang.
2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. Telah dimaklumi bahwa
imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada para anggotanya tidak hanya terbatas pada
upah dan/ gaji yang merupakan penghasilan tetap bagi para anggota yang bersangkutan, akan
tetapi juga berbagai imbalan lainnya seperti bonus pada akhir tahun, hadiah pada hari- hari
besar tertentu, dan bahkan juga oleh banyak organisasi niaga pemilikan sejumlah saham
perusahaan. Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut dapat
didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.
3. Untuk kepentingan mutasi pegawai. Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar
bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun bentuk mutasi tersebut
seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi.
4. Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan, baik yang dimaksud untuk mengatasi
berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang
ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.
5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian
kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat, dalam arti sesuai
dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi.
Disamping berbagai bermanfaat suatu sistem penilaian prestasi kerja yang ditujukan
kepada pemuasan kebutuhan dan kepentingan para pegawai, sistem penilaian prestasi kerja dapat
pula menjadi sumber penting bagi berbagai segi manajemen sumber daya manusia. Misalnya,
disadari atau tidak, sesungguhnya prestasi kerja para pegawai juga merupakan pencerminan
prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem
rekrutmen, seleksi, pengenalan dan penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan
prestasi kerja para pegawai pun akan memuaskan. Sebaliknya, jika sistem tersebut kurang baik,
tidak mustahil prestasi kerja para pegawai pun tidak setinggi yang diharapkan, bukan karena
kekurangmampuan para pegawai yang bersangkutan saja.
Hal lain yang bisa terungkap melalui penilaian prestasi kerja ialah ketidaktepatan
informasi tentang berbagai aspek manajemen sumber daya manusia seperti dalam hal informasi
tentang perencanaan tenaga kerja, analisis pekerjaan, uraian pekerjaan dan sebagainya yang
dapat berakibat pada pilihan yang tidak tepat dalam seleksi pegawai, pelatihannya dan
konselingnya.
Kelemahan dalam rancang bangun pekerjaan pun bisa terungkap melalui suatu penilaian
prestasi kerja. Artinya, jika uraian pekerjaan tidak tepat, apalagi tidak lengkap, wewenang dan
tanggung jawab tidak seimbang, jalur pertanggungjawabannya kabur dan berbagai kelemahan
lainnya akan berakibat pada prestasi kerja yang kurang memuaskan. Dalam hal demikian
kesalahan tidak begitu saja diletakkan di atas pundak para pegawai. Di sinilah terlihat pentingnya
partisipasi para pegawai dalam proses umpan balik yang sudah berulang kali ditekankan.
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik harus pula menunjukkan berbagai
tantangan eksternal yang dihadapi oleh para pegawai, terutama yang mempunyai dampak kuat
terhadap pelaksanaan tugasnya. Tidak dapat disangkal bahwa berbagai situasi yang dihadapi oleh
seseorang diluar pekerjaannya, seperti masalah keluarga, keadaan keuangan, tanggung jawab
sosial dan berbagai masalah pribadi lainnya pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja seseorang.
Berarti suatu sistem penilaian prestasi kerja harus memungkinkan para pegawai untuk
mengemukakan berbagai masalah yang dihadapinya itu. Organisasi seyogianya memberikan
bantuan kepada para anggotanya untuk mengatasinya.
Mengingat pentingnya sistem penilaian prestasi kerja diterapkan secara baik,
pengembangan sistem tersebut mutlak perlu dilakukan dengan sebaikk- baiknya.
2.3.1
Mengidentifikasi dan Mengukur Kinerja karyawan
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada
perusahaan/ organisasi yang antara lain termasuk:
2.3.2
•
Kuantitas output
•
kualitas output
•
Jangka waktu output
•
Kehadiran di tempat kerja
•
Sikap kooperatif
Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja harus dilakukan secara berkala dan teratur. Setiap akhir periode, para
manajer harus mengevaluasi kinerja karyawan (bawahannya) karena kinerja karyawannya adalah
hal yang menentukan kinerja divisi yang dipimpinnya, dan kinerja divisi itu sangat
mempengaruhi kinerja perusahaan. Dengan kata lain, kinerja sebuah perusahaan itu sangat
tergantung pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal ini sangat
vital karena berhubungan dengan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Perusahaan yang
memiliki kinerja yang buruk tentu saja lama- lama tidak akan bisa mempertahankan
keeksistensiannya. Oleh karena itu, Evaluasi kinerja sangat membantu untuk mengetahui
kekurangan yang dihadapi oleh perusahaan dan dengan segera dapat memperbaikinya dengan
cara memberikan pelatihan dan pengembangan kepada karyawan yang kinerjanya tidak efektif
atau tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Biasanya pada perusahaanperusahaan yang besar, terdapat bagian Internal Auditor untuk melakukan evalusi kinerja
tersebut, hal ini menggambarkan pentingnya kinerja yang efektif di dalam perusahaan dan hal
tersebut harus dimulai dengan terciptanya efektivitas kinerja para karyawan (sumber daya
manusia) dalam perusahaan tersebut.
2.4 Manfaat Sistem Pengendalian Manajemen Terhadap Kinerja Manajer
Pada setiap perusahaan, seorang manajer memiliki peran yang sangat penting. Pada
perusahaan jasa, departemen marketing memiliki peranan yang cukup penting terhadap
perkembangan perusahaan maka disini dituntut peranan manajer sebagai pengendali suatu
departemen atau divisi agar departemen yang dipimpinnya memiliki produktivitas yang baik.
Hubungan antara sistem pengendalian manajemen dan kinerja manajer perusahaan sangat erat.
Sistem pengendalian manajemen dapat memberikan keyakinan lebih bagi manajemen bahwa
ketika strategi dan kebijakan dijalankan secara efektif dan efisien kinerja dapat meningkat sesuai
dengan tujuan.
Dalam sistem pengendalian manajemen dikenal tiga sistem yang terkait dengan
perencanaan dan pengendalian, yaitu:
1. Perumusan strategi
2. Pengendalian manajemen
3. Pengendalian tugas
Ketka sistem tersebut sangat bermanfaat bagi manajemen dalam rangka meningkatkan
kinerjanya termasuk kinerja para manajer yang memimpin setiap departemen di dalam sebuah
perusahaan.
Perumusan strategi adalah proses pembuatan keputusan mengenai tujuan organisasi dan
berbagai strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Perumusan strategi dibuat sebagai upaya
manajemen untuk pencapaian tujuan perusahaan dan peningkatan kinerja para manajer
perusahaan. Keluaran (output) dari perumusan strategi adalah tujuan, strategi, dan kebijakan.
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dengan keberadaan atau eksistensi. Strategi adalah
rencana- rencana organisasi yang komprehensif, terpadu, luas, penting, dan tanpa batas waktu
tertentu yang menyatakansecara umum arah organisasi yang diinginkan oleh manajemen puncak
untuk mencapai goal dari objeknya. Kebijakan adalah aturan atau seperangakat aturan luas
sebagai peedoman bertindak. Karena itu pimpinan perusahaan tersebut akan dijadikan acuan bagi
setiap manajer dalam merumuskan strategi secara khusus untuk departemennya masing- masing
dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sistem pengendalian manajemen yang memadai akan
mendorong perumusan strategi khusus pada masing- masing departemen sesuai dengan rumusan
strategi umum. Bagi setiap manajer, sistem pengendalian akan mendorong terlaksananya
rumusan strategi secara efektif dan efisien oleh divisi- divisi yang berada di dalam departemen
yang dipimpinnya. Hal tersebut dapat menggambarkan kinerja manajer yang memimpin
departemen tersebut.
Pengendalian manajemen merupakan implementasi dari keluaran rumusan strategi.
Karena itu pengendalian manajemen dilaksanakan sesuai dengan rumusan strategi. Berdasarkan
rumusan strategi, pengendalian manajemen dilaksanakan oleh manajer. Dengan adanya
pengendalian manajemen, para manajer pada setiap departemen akan mendapatkan keyakinan
lebih bahwa rumusan strategi dijalankan secara tepat di dalam departemennya. Sistem
pengendalian yang dijalankan dengan baik oleh seorang manajer akan membuat kinerja manajer
tersebut menjadi baik pula.
Selanjutnya adalah pengendalan tugas pada setiap departemen yang dipimpinnya.
Pengendalian tugas adalah proses yang digunakan oleh manajemen untuk menjamin bahwa
tugas- tugas dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pengendalian tugas ini akan menunjang
proses pengendalian manajemen dalam mengimplementasikan keluaran dari rumusan strategi.
Pengendalian tugas merupakan suatu proses memberikan keyakinan bahwa tugas- tugas
dijalankan secara efektif dan efisien sehingga sangat berpengaruh pada peningkatan kinerja
manajer yang memimpin departemen- departemen di dalam perusahaan.
2.5 Perusahaan Jasa
2.5.1
Pengertian Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Sebenarnya perbedaan secara tegas antara barang dan jasa sering kali sukar dilakukan. Hal ini
dikarenakan pembelian suatu barang sering kali disertai dengan jasa- jasa tertentu (misalnya
instalasi, pemberian garansi, pelatihan dan bimbingan operasionel, perawatan, dan reparasi) dan
sebaliknya pembelian suatu jasa seringkali juga melibatkan barang- barang yang melengkapinya
(misalnya makan di restauran, telepon dalam jasa telekomunikasi). Meskipun demikian, jasa
dapat didefinisikan sebagai berikut:
Menurut Kotler yang dikutip oleh Fandy (2004:6):
“Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarka oleh suatu
pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak
berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa
berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.”
Menurut Kotler (2006:111) yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan adalah
“Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan sesuatu.”
Berdasdarkan definisi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa jasa
merupakan aktivitas yang dapat mengakibatkan suatu pertukaran, tanpa adanya suatu
perpindahan akan kepimilikan yang dalam pelaksanaannya didukung oleh produk fisik.
Sedangkan menurut Leonard L. Berry seperti dikutip oleh Zeithaml dan Yazid
(2001:3) mendefinisikan:
“Jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) : proses- proses dan untuk
kerja yang intangible.”
Pengertian jasa menurut Valarie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner yang dikutip dari
Buchari Alma (2005:243):
“Service in include all economic activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added
value in from (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, ar health) that
are assentialyl intangible concerns on its purchaser.”
Dari definisi di atas, pada intinya jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya
bukan produk atau barang setengah jadi, yang dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi
dan memberikan nilai ditambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat) bersifat tidak
berwujud.
Dari definisi- definisi tersebut dapat disimpulkan jasa merupakan kegiatan atau manfaat
yang ditawarkan dari satu pihak pada pihak lain, yang pada hakikatnya suatu kebutuhan tertentu.
Dalam menghasilkan jasa ini mungkin dan tidak mungkin, juga tidak digunakan benda nyata
(intangible) sekalipun digunakan benda nyata, tidak terdapat pemindahan hak milik atas benda
tersebut.
2.5.2
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki karakteristik yang luas,yang membedakan dari produk berupa barang.
Karakteristik tersebut menimbulkan implikasi yang penting dalam pemasaran jasa.
Menurut Kotler (2006:112-114) yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan, jasa
memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran,
yaitu:
1. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, jasa tidak dapat dilihat, diraba,
didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli, seseorang yang menjalani pengencangan
kulit wajah tidah dapat melihat hasilnya sebelum membeli jasa itu. Untuk mengurangi
ketidak pastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti atau keterangan mengenai
kualitas jasa.
2. Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan, jadi jasa tidak dapat
dipisahkan dari sumber yang menghasilkannya. Tidak seperti barang fisik yang
diproduksi, disimpan dalam persediaan, didstribusikan lewat berbagai penjual dan
kemudian dikonsumsi. Jika jasa itu dilakukan oleh seseorang maka penyedianya adalah
bagian dari jasa. Karena klien juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia adalah
ciri khusus dari pemasaran jasa baik penyediaan maupun klien mempengaruhi hasil jasa.
3. Bervariasi (Variability)
Jasa sangat bervariasi, karena tergantung pada siapa yang menyediakan, kapan
serta dimana jasa itu dilakukan. Oleh karena sulitnya membuat standar kualitas tertentu,
maka perusahaan jasa dapat melakukan tiga langkah pengendalian kualitas, langkahnya
adalah:
a. Pertama, melakukan investasi dalam seleksi dan latihan probadi yang baik.
b. Kedua, adalah menstandarisasikan proses pelaksanaan jasa diseluruh organisasi.
c. Ketiga, adalah memonitor kepuasan pelanggan lewat sistem saran dan keluhan,
survei pelanggan, dan berbelanja perbandingan, sehingga pelayanan yang kurang
dapat dideteksi dan diperbaiki.
4. Tidak Tahan Lama (Perishability)
Jasa tidak dapat disimpan, mudah lenyap, jasa tidak menjadi masalah bagi
permintaan tetap karena mudah untuk lebih dahulu mengatur staf untuk melakukan jasa
itu. Jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa mengalami masalah yang rumit, maka
penyedia jasa harus mengusahakan terciptanya suatu kesesuaian antara permintaan dan
penawaran dalam bisnis jasa.
Karakteristik umum dari jasa menurut Edward W. Wheatley yang dikutip dari Buchari
Alma (2005:244) antara lain:
1. Pemberian jasa, sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
2. Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat berwujud, dapat
dilihat, dirasa, dicium, memiliki berat, ukuran, dsb.
3. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi pada waktu yang
bersamaan.
4. Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan.
5. Ramalan permintaan dalam marketing barang merupakan masalah, tidak demikian
dengan marketing jasa. Untuk menghadapi masa- masa puncak dapat dilatih tenaga
khusus.
6. Adanya puncak yang sangat padat, merupakan masalah tersendiri dari marketing jasa.
Pada masa puncak ada kemungkinan layanan yang dipersingkat, agar dapat melayani
pelanggan sebanyak mungkin. Jika mutu jasanya tidak terkontrol maka, ini dapat
berakibat negatif terhadap perusahaan, karena banyak pelanggan tidak puas.
7. Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
8. Distribusinya bersifat langsung, dari produsen ke konsumen.
2.5.3
Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjipto (2004:8-12), terdapat
tujuh kriteria sebagai berikut:
1. Segmen Pasar.
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir
(misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional
(misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi
hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility).
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlinatan produk fisik dan konsumen.
Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk- tertentu berdasarkan
tarif selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut,
karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan.
Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan apartemen.
b. Owned Goods Service
Pada Owned goods service, produk- produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan atau ditingkatkan (unjuk kerja), atau dipelihara dan dirawat oleh
perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, dan lain- lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak
berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan contohnya sopir, dosen, pemandu wisata,
dan lain- lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa.
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas profesional service
(misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak) dan non profesional
(misalnya sopir taksi, penjaga malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa.
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit
service (misalnya bank, peenerbangan) dan non-profit (misalnya sekolah, yayasan, panti
asuhan, perpustakaan dan museum).
5. Regulasi.
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulsted service (misalnya pialang, akuntan
umum dan perbankan) dan non-regulated service (seperti katering dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan.
Berdasarkan
tingkat
intensitas
karyawan
(keterlibatan
tenaga
kerja),
jasa
dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service (seperti cuci mobil
otomatis, ATM (Atutomatic Teller Machine) dan people-based service (seperti satpam, jasa
akuntansi dan konsultan hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan.
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service
(misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang
kontak dengan pelanggannya tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus
diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat
dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, dan
sebagainya. Sebaliknya opada jasa yang kontaknya dengan pelanggan rendah, justru keahlian
teknis karyawan yang paling penting.
Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencangkup beberapa jenis jasa.
Dimana komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil ataupun bagian utama dari keseluruhan
penawaran. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu
murni berupa barang dan yang lainnya jasa murni.
Menurut Fandy Tjiptono (2004:6-7), penawaran suatu perusahaan dibedakan menjadi
lima yaitu:
1. Produk Fisik Murni
Penawaran semata- mata hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun mandi,
pasta gigi, dan sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk
tersebut.
2. Produk Fisik Dengan Jasa Pendukung
Penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan sedikit jasa untuk
meningkatkan daya tarik pada konsumen.
3. Hybrid
Hybrid merupakan gabungan dari barang dan jasa. Dimana penawaran terdiri dari
barang dan jasa yang sama besar porsinya, misalnya restoran didukung oleh
makanan dan pelayanannya.
4. Jasa Utama yang Didukung Dengan Barang dan Jasa Minor
Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama- sama dengan jasa tambahan
(pelengkap) atau barang- barang pendukung.
5. Jasa Murni
Merupakan penawaran yang hampir seluruhnya jasa, dalam hal ini dapat
dikatakan jasa murni dalam penyampaiannya hampir tidak melibatkan produk
fisik.
2.5.4
Kualitas Jasa
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan kerugian pelanggan
serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas jasa
menurut Wykof yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2004:59), yaitu:
“Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”
Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu dirasakan
expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived
service) sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai
kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan
maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung
pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Sedangkan menurut Para Surahman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip Kotler
(2005:123) yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan, merumuskan model mutu jasa yang
menekankan syarat- syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi, dan menjelaskan
kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan penyerahan jasa, antara lain:
1.
Kesenjangan harapan konsumen dan persepsi manajemen. Kesenjangan ini timbul karena
manajemen tidak selalu awas, tidak mengetahui sepenuhnya apa keinginan konsumen,
misalnya orang bengkel tidak saja ingin jangka waktu perbaikan terlalu lama, dan ia juga
ingin mendapatkan petunjuk tentang pemeliharaan mobil, inti masalahnya disini ialah
manajemen tidak mengetahui apa yang diharapkan konsumen.
2.
Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan
oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kerja tertentu yang jelas. Hal
ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap
kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan adanya kelebihan permintaan.
3.
Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya
gap ini, misalnya karyawan kurang teliti (belum menguasai tugas- tugasnya), beban kerja
melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu
mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar- standar yang kadangkala saling
bertentangan satu sama lain, misalnya para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya
untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga harus
melayani para pasien dengan cepat.
4.
Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi
akibat perbedaan antara jasa brosur atau media promosi lainnya. Ternyata jasa yang
diterima tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya brosur suatu rumah makan mengatakan
bahwa rumah makannya merupakan yang terbaik memiliki menu makanan yang bergadam
dan enak dengan pelayanan yang baik. Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan
ternyata makanan dan pelayanannya biasa- biasa saja.
5.
Kesenjangan jasa yang dialami, dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Kesenjangan
ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja, prestasi perusahaan dengan cara yang
berlainan atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut misalnya seseorang
dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya akan tetapi
dapat menginterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan
dengan penyakitnya.
2.5.5
Karakteristik Sistem Pengendalian Manajemen Perusahaan Jasa
Mengingat perusahaan jasa, maka sistem pengendalian manajemen yang bisa diterapkan
pada perusahaan jasa secara umum adalah:
1. Pengendalian program kerja yaitu untuk meyakini bahwa visi dan misi organisasi
serta bagaimana mencapainya telah dijabarkan melalui strategi yang ditetapkan.
2. Pengendalian ukuran- ukuran kinerja yaitu meyakini bahwa sasaran- sasaran
organisasi berdasarkan visi dan misi organisasi telah ditetapkan, hal ini meliputi:
a.
Kinerja keuangan, terutama pencapaian anggaran dan ketersediaan uang
kas.
b.
Kinerja non keuangan, terutama ditekankan pada layanan yang diberikan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya.
3. Pengendalian melalui budaya perusahaan dan etos kerja karyawan yang
menggambarkan keberadaan dan keyakinan mereka dalam organisasi untuk
menjaga citra organisasi.
Download