7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Bilangan Bulat Kelas IV Sekolah Dasar
a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Karakteristik merupakan ciri atau tanda khusus yang membedakan
suatu individu dengan individu yang lain. Siswa sekolah dasar pada
umumnya berada pada rentang usia 6-12 tahun. Mereka memiliki
karakteristik atau ciri yang berbeda dengan orang dewasa. Ciri ini dapat
dilihat dari pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Piaget (Warsita,
2008: 69), tahapan perkembangan kognitif adalah sebagai berikut: 1) tahap
sensori motor (0-2 tahun); 2) tahap pra-operasional (2-6 tahun); 3) tahap
operasi konkret (6-12 tahun); 4) tahap operasi formal (12-18).
Umumnya siswa kelas IV berada pada rentang usia 9-11 tahun.
Perkembangan menurut Buhler (Sobur, 2009: 132) ada lima tahapan
dalam perkembangan yaitu: 1) tahap pertama (0-1 tahun); 2) tahap kedua (24 tahun); 3) tahap ketiga (5-8 tahun); 4) tahap keempat (9-11 tahun); 5)
tahap kelima (14-19 tahun). Pada tahap keempat adalah masa sekolah dasar,
pada periode ini anak mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut
sebagai masa menyelediki, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi
oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa
pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan
bereksplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri”,
secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi, pada masa ini anak
kerap mengasingkan diri.
Perkembangan menurut Hurlock (Sobur, 2009: 133) menyatakan
tahapan perkembangan sebgai berikut: 1) prenatal (sebelum lahir) atau
pralahir; 2) masa natal; 3) masa Remaja (11/12-20/21 tahun); 4) dewasa.
Sedangkan fase dewasa ini terbagi atas: 1) dewasa awal (21-40 tahun); 2)
dewasa menengah (40-60 tahun).
7
8
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
perkembangan dan masa sekolah dasar siswa kelas IV masuk dalam tahap
operasi konkret (6-12 tahun), tahap ini siswa mencapai objektivitas
tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelediki, mencoba, dan
bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan
rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk
berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai
“menemukan diri sendiri”, secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri
pribadi, pada masa ini anak kerap mengasingkan diri. Oleh karena itu,
peneliti menggunakan penerapan pendekatan SAVI dengan menggunakan
media manik-manik yang dapat mendorong atau memotivasi siswa untuk
aktif, menjelajah, menyelidiki, dan bereksplorasi, serta mendorong siswa
agar berpikir untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.
b. Hakikat Pembelajaran
1) Pengertian Pembelajaran
Menurut Aqib (2010: 41) pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala,
2013: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons
terhadap situasi tertentu.
Menurut Sadiman, dkk., (2012: 2) pembelajaran (instruction)
adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu
kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi
sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta
didik. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
9
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Warsita, 2008: 87).
Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya membelajarkan peserta didik
memahami diri dan lingkungan agar lebih bermakna dan dipandang
sebagai suatu proses kegiatan interaksi sosial yang bersifat aktif antara
peserta didik, peserta didik dengan pendidik dalam lingkungan belajar
(Sujarwo, 2011: 3).
Selanjutnya dalam pembelajaran terdapat penilaian. Menurut
Ikhsanudin (2013: 3) penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan
hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
pembelajaran adalah upaya atau proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan memanfaatkan sumber belajar agar terjadi proses belajar
untuk mencapai tujuan belajar yang lebih bermakna. Untuk menilai
pembelajaran dengan cara menilai proses dan menilai hasil belajar.
2) Pengertian Hasil Belajar
Abdurrahman (Jihad, 2012: 14) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perilaku yang relatif menetap.
Menurut Susanto (2013: 5) makna hasil belajar yaitu perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Bloom (Sudjana, 2013: 22),
yaitu mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga yaitu ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek
10
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikkutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap
yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Pada ranah ketiga yaitu ranah
psikomotoris
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan
dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga ranah tersebut ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui suatu proses kegiatan belajar yang mengalami perubahanperubahan dan di dalamnya terlibat aspek kognitif yang berkenaan
dengan hasil belajar intelektual, afektif berkenaan dengan sikap, dan
psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran
Menurut Teori Gestalt (Susanto, 2013: 12), belajar merupakan
suatu proses perkembangan. Artinya secara kodrati jiwa raga anak
mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu
baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari
lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti
kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan
kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu
sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber
belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
11
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (Susanto,
2013: 12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal.
Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal,
sebagai berikut: (1) faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang
bersumber dari dalam diri siswa, yang memengaruhi kemampuan
belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian,
motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik
dan kesehatan; (2) faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri
siswa yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Keadaan siswa berpengaruh terhadapat hasil belajar siswa.
Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami
istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta sehari-hari
berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari
berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (Susanto, 2013: 13),
bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil
belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas
pengajaran di sekolah, maka semakin tingi pula hasil belajar siswa.
Daryanto (2012: 30) mengemukakan ada beberapa prinsip untuk
dikuasai dan dikembangkan oleh guru dalam upaya mengoptimalkan
kegiatan pembelajaran, yaitu: (a) prinsip perhatian dan motivasi, (b)
prinsip keaktifan, (c) prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman, (d)
prinsip pengulangan, (e) prinsip tantangan/keberanian, (f) prinsip balikan
dan penguatan, (g) prinsip perbedaan individual, (h) kerjasama, (i)
tanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pembelajaran yaitu ada faktor dari dalam
(internal) dan ada faktor dari luar (eksternal). Faktor internal bersumber
dari dalam diri siswa, yang memengaruhi kemampuan belajarnya,
12
sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar diri sis
yang memengaruhi pembelajaran dan hasil belajar yaitu kondisi atau
keadaan kelas, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada penelitian ini
peneliti akan hanya mengambil empat prinsip dalam pembelajran yaitu:
keaktifan, tanggung jawab, kerjasama, dan keberanian
c. Hakikat Matematika
1) Pengertian Matematika
Menurut Depdiknas (Susanto, 2013: 184), kata matematika
berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti “
belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda,
matematika wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran.
Matematika, menururt Ruseffendi (Heruman, 2014: 1), adalah
bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,
mulai dari unsur yang tidak didefinisika, ke unsur yang didefinisikan.
Pendapat lainnya yaitu menurut Wahyudi (2008: 3), matematika
merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun
melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah yang
diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat
sangat kuat dan jelas.
Hakikat Matematika menurut Soedjadi (Heruman, 2014: 1), yaitu
memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola
pikir yang deduktif. Heruman (2014: 4) menyatakan bahwa dalam
pembelajaran matematika di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Tujuan dari
metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu
13
cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa,
merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka.
Bruner (Heruman, 2014:
4)
menyatakan
bahwa metode
penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika,
siswa
harus
menemukan
sendiri
berbagai
pengetahuan
yang
diperlukannya. „Menemukan‟ di sini terutama adalah menemukan lagi
(discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru
(invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam
bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
matematika adalah ilmu pengetahuan atau ilmu pasti, yang memiliki
objek tujuan abstrak. Kesemuanya berkaitan dengan penalaran dan
merupakan bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur
yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisika, ke unsur
yang didefinisikan. Dalam pembelajaran matematika, siswa harus
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.
2) Tujuan Matematika di SD
Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar,
sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013: 190),
sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritme; 2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap
mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
14
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran matematika tersebut,
seorang guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi
pembelajaran yang memunginkan siswa aktif membentuk, menemukan,
dan
mengembangkan
pengetahuannya.
Kemudian
siswa
dapat
membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses
belajar dan mengkonstrusikannya dalam ingatan yang sewaktu-waktu
dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh Piaget (Susanto, 2013: 191), bahwa pengetahuan atau
pemahaman siswa itu ditentukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh
siswa itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
matematika di sekolah dasar agar siswa mampu memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan
konsep matematika, terampil menggunakan matematika, memecahkan
masalah
yang
meliputi
kemampuan
memahami
masalah,
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, serta memiliki sikap
mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan
tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Berkaitan dengan
tujuan Matematika di SD tadi, tujuan dalam penelitian ini yaitu mampu
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
mengaplikasikan konsep matematika, memecahkan masalah, serta
memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Ruang Lingkup Matematika di SD
Wahyudi (2008: 2) menyatakan bahwa Secara rinci, standar
kompetensi atau aspek-aspek yang dijadikan ruang lingkup Matematika
di SD adalah sebagai berikut: 1) bilangan; 2) pengukuran dan geometri;
dan 3). Aspek-aspek tersebut dipaparkan dalam Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah (2006).
15
Lebih lanjut Wahyudi (2008: 2) menyatakan bahwa standar
kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika
yang harus dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode
pembelajaran. Pada mata pelajaran Matematika kelas IV semester II
terdapat empat Standar Kompetensi sebagai berikut.
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Matematika Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi
Bilangan
5.
Menjumlahkan dan
mengurangkan
bilangan bulat
6.
Menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar
5.1
5.2
5.3
5.4
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
7.1
7.2
7.
Menggunakan
lambing
bilangan Romawi
Geometri dan Pengukuran
8.
Memahami sifat
8.1
bangun ruang
sederhana dan
8.2
hubungan antar
bangun datar
8.3
8.4
Mengurutkan bilangan bulat
Menjumlahkan bilangan bulat
Mengurangkan bilangan bulat
Melakukan operasi hitung campuran
Menjelaskan arti pecahan dan urutannya
Menyederhanakan berbagai bentuk
pecahan
Menjumlahkan pecahan
Mengurangkan pecahan
Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pecahan
Mengenal lambang bilangan Romawi
Menyatakan bilangan cacah sebagai
bilangan Romawi dan sebaliknya
Menentukan sifat-sifat bangun ruang
sederhana
Menentukan jaring-jaring balok dan
kubus
Mengidentifikasi benda-benda dan
bangun datar
simetris
Menentukan hasil pencerminan suatu
bangun datar
Berdasarkan Tabel 2.1, peneliti mengambil standar kompetensi
dan kompetensi dasar sebagai berikut.
a) Standar Kompetensi
5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat
16
b) Kompetensi Dasar
5.2 Menjumlahkan bilangan bulat
5.3 Mengurangkan bilangan bulat
5.4 Melakukan operasi hitung campuran.
c) Indikator yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.2.1 melakukan
positif
5.2.2 melakukan
negatif
5.2.3 melakukan
positif
5.2.4 melakukan
negatif
5.3.1 melakukan
positif
5.3.2 melakukan
negatif
5.3.3 melakukan
positif
5.3.4 melakukan
negatif
5.4.1 melakukan
positif
5.4.2 melakukan
negatif
5.4.3 melakukan
positif
5.4.4 melakukan
penjumlahan bilangan positif dengan bilangan
penjumlahan bilangan positif dengan bilangan
penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan
penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan
pengurangan
bilangan positif dengan bilangan
pengurangan bilangan positif dengan bilangan
pengurangan bilangan negatif dengan bilangan
pengurangan bilangan negatif dengan bilangan
penjumlahan dan pengurangan antar bilangan
penjumlahan dan pengurangan antar bilangan
pengurangan dan penjumlahan antar bilangan
pengurangan dan penjumlahan antar bilangan
negatif
Indikator-indikator tersebut dibuat berdasarkan kompetensi dasar
yang akan dicapai.
4) Materi Matematika Kelas IV semester 2
Berdasarkan indikator-indikator yang telah dibuat, maka dapat
diambil materi menurut Mustaqim (2008: 137-154), materi bilangan bulat
kelas IV semester 2 di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
17
a) Penjumlahan Bilangan Bulat
Sebelum mempelajari penjumlahan bilangan bulat lebih lanjut,
penjumlahan yang melibatkan bilangan nol dan bilangan bulat positif
harus sudah kamu kuasai dengan baik.
(1) Penjumlahan Menggunakan Garis Bilangan
Penjumlahan bilangan dapat dilakukan dengan bantuan
garis bilangan dengan membuat diagram panah yang menyertakan
bilangan.
(a) Menjumlah Bilangan Bulat dengan Diagram Panah
Penjumlahan bilangan bulat dengan diagram panah
dimulai dari bilangan nol.
Contoh:
Tentukan hasil penjumlahan dari:
a. 2 + 3
b. 3 + (–4)
c. (–6) + 8
d. (–2) + (–5)
Jawab:
a. 3 + 1
Gambar 2.1 Garis Bilangan 3 + 1 = 4
b. 3 + (–4)
Gambar 2.2 Garis Bilangan 3 + (–4) = –1
18
Diagram panah dari 0 ke 3 menunjukkan bilangan 3
Diagram panah dari 3 ke –1 menunjukkan bilangan –4
Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –1
Jadi, 3 + (–4) = –1
c. (–6) + 8
Gambar 2.3 Garis Bilangan (–6) + 8 = 2
Jadi, (–6) + 8 = 2
d. (–2) + (–5)
Gambar 2.4 Garis Bilangan (–2) + (–5) = –7
Jadi, (–2) + (–5) = –7
(2) Penjumlahan Tanpa Menggunakan Garis Bilangan
Untuk bilangan-bilangan antara –20 sampai 20 masih
mungkin dilakukan penjumlahan dengan garis bilangan. Untuk
menjumlahkan bilangan-bilanagn yang lebih besar, mungkinkah
dilakukan dengan garis bilangan? Jika begitu, bagaimanakah cara
menjumlahkannya? Mari kita perhatikan contoh penjumlahan
berikut ini.
19
Contoh:
Tentukan hasil penjumlahan berikut:
a. 35 + 13
b. 56 + (–18)
c. (–43) + 56
d. (–24) + (–15)
Jawab:
a. 35 + 13 = 48
b. 56 + (–18) = 56 – 18 = 38
c. (–43) + 56 = 56 + (–43)
= 56 – 43
= 13
d. (–24) + (–15)
= (–24) – 15
= –39
Ternyata penjumlahan dengan bilangan negatif dapat dilakukan
dengan pengurangan dari lawan bilangan negatif tersebut.
b) Pengurangan Bilangan Bulat
(1) Mengurangkan Bilangan Bulat
Pengurangan adalah lawan dari penjumlahan. Bagaimana
cara mengurangkan bilangan bulat. Mari perhatikan contoh berikut
ini.
Contoh:
Tentukan hasil pengurangan berikut:
a. 2 – 5
b. 2 – (–5)
c. (–2) – 5
d. (–2) – (–5)
Jawab:
a. 2 – 5
20
Gambar 2.5 Baris Bilangan 2 – 5 = –3
Jadi, 2 – 5 = –3
b. 2 – (–5)
Gambar 2.6 Garis Bilangan 2 – (–5) = 7
Jadi, 2 – (–5) = 7
c. (–2) – 5
Gambar 2.7 Garis Bilangan (–2) – 5 = –7
Jadi, (–2) – 5 = –7
d. –2 – (–5)
Gambar 2.8 Garis Bilangan (–2) – (–5) = 3
Jadi, (–2) – (–5) = 3
Selanjutnya, mari kita bandingkan hasil-hasil pengurangan di atas
dengan penjumlahan di bawah ini.
a. 2 + (–5) = –3
b. 2 + 5 = 7
21
c. (–2) + (–5) = –7
d. (–2) + 5 = 3
Perhatikan dan bandingkan dengan cermat. Apa yang dapat kamu
simpulkan?
“Pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan lawan
bilangannya.”
a – b = a + (–b)
a – (–b) = a + b
c) Operasi Hitung Campuran
Berikutnya yang akan kita pelajari adalah operasi hitung
campuran antara penjumlahan dan pengurangan. Mari kita perhatikan
contoh berikut ini.
Contoh:
Tentukan hasil operasi hitung berikut ini.
a. 4 + 12 – 3
b. –7 + (–10) – (–6)
c. 6 – (4) + 15
d. –8 – (–3) + (–2)
Jawab:
a. 4 + 12 – 3
= 4 + 12 – 3 = 16 – 3
= 16 – 3 = 13
b. –7 + (–10) – (–6)
= –17 – (–6)
= – 17 + 6
= –11
c. 6 – (4) + 15
= 2 + 15
= 17
22
d. –8 – (–3) + (–2)
= –8 + 3 – 2
= –5 – 2
= –7
Berdasarkan
uraian
tentang
pembelajaran
Matematika,
dapat
disimpulkan bahwa pemebalajaran Matematika yaitu ilmu pengetahuan atau
ilmu pasti yang memiliki objek tujuan abstrak, dalam pembelajaran matematika
siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya dari
konsep-konsep yang ada, begitu juga dalam pembelajaran matematika tentang
bilangan bulat.
2. Penerapan Pendekatan Pembelajaran SAVI dengan Media Manik-manik
a. Hakikat Pendekatan Pembelajaran
1) Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Menurut Komalasari (Khasanah, 2015: 25), pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoritis tertentu. Suwarna (Khasanah, 2015: 25), pendekatan
adalah cara yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran
secara menyeluruh. Cara ini akan tampak dalam suatu urutan aktivitas
yang dipilih dari berbagai alternatif, dan direncanakan secara sistematis.
Huda (2013: 184), mengemukakan bahwa pada hakikatnya,
pendekatan pembelajaran bisa diartikan sebagai cara-cara yang ditempuh
oleh seorang pembelajar untuk bisa belajar dengan efektif. Dalam hal ini,
guru juga berperan penting dalam menyediakan perangkat-perangkat
metodis yang memungkinkan siswa untuk mencapai kebutuhan tersebut.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
pendekatan
pembelajaran
adalah
cara
yang
dilakukan
untuk
23
menyelesaikan persoalan pembelajaran secara menyeluruh yang dipilih
dari berbagai alternatif, dan direncanakan secara sistematis dan efektif
dalam proses belajar mengajar.
2) Pendekatan Pembelajaran SAVI
Dave Meier merupakan pendidik, trainer, sekaligus penggagas
model Accelerated learning. Salah satu strategi pembelajarannya adalah
apa yang dikenal dengan SAVI. Meier (Huda, 2013: 283) menyatakan
bahwa somatic (learning by doing), auditory (learning by hearing),
visual (learning by seeing), intellectually (learning by thinking). Shoimin
(2014), pembelajaran SAVI menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI
kependekan dari:
a. Somatic (belajar dengan berbuat dan bergerak) bermakna gerakan
tubuh (aktifitas fisik), yakni belajar dengan mengalami dan
melakukan. Somatic berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh.
Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinetesis, praktis
melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara
berkala.
b. Auditory (Belajar dengan berbicara dan mendengar) bermakna bahwa
belajar haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi.
c. Visualization (belajar dengan mengamati dan menggambarkan)
bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui
mengamati,
menggambar,
mendemonstrasikan,
membaca,
menggunakan media dan alat peraga.
d. Intellectually (belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir)
bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir.
Belajar haruslah konsentrasi pikiran dan berlatih mengguakan melalui
bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta,
mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
24
Berdasarkan uraian Pendekatan pembelajaran SAVI, dapat
disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran SAVI berarti mengajak
siswa untuk bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan
memanfaatkan alat indera dan membuat seluruh pikiran terlibat dalam
proses pembelajaran. Siswa diajak untuk belajar dengan berbuat dan
bergerak (somatic), dengan berbicara dan mendengar (Auditory), dengan
mengamati dan menggambarkan (Visualization), dengan memecahkan
masalah dan berpikir (Intellectually).
3) Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran SAVI
Langkah yang perlu ditempuh dalam SAVI adalah persiapan,
penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil.
(1) Langkah Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Menurut Shoimin (2014: 178-181), pada langkah ini guru
membangkitkan
minat
siswa,
memberikan
perasaan
positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan
mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Pada langkah ini, guru
mempersiapkan pembelajaran yang di butuhkan pada hari itu.
Terdapat unsur Auditory (mendengarkan atau berbicara) dan
visualisation (Melihat atau mengamati). Secara spesifik meliputi hal:
(1) memberikan sugesti positif; (2) meberikan pernyataan yang
memberi manfaat kepada siswa; (3) memberikan tujuan yang jelas dan
bermakna; (4) membangkitkan rasa ingin tahu; (5) menciptakan
lingkungan fisik yang positif; (6) menciptakan lingkungan emosional
yang positif; (7) menciptakan lingkungan social yang positif; (8)
menenangkan rasa takut; (9) menyingkirkan hambatan-hambatan
belajar; (10) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah;
(11) merangsang rasa ingin tahu siswa; (l2) mengajak pembelajar
terlibat penuh sejak awal.
2) Langkah Penyampaian (Kegiatan Inti)
Pada
langkah
ini
guru
hendaknya
membantu
siswa
menemukan materi belajar yang barudengan cara melibatkan panca
25
indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Pada langkah ini terdapat
unsur Auditory (mendengarkan atau berbicara) dan visualization
(Melihat atau mengamati). Hal-hal yang dapat dilakukan guru: (1) uji
coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan; (2) pengamatan fenomena
dunia nyata; (3) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh; (4) presentasi
interaktif; (5) grafik dan sarana yang presetasi berwarna-warni; (6)
aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar; (7)
proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim; (8) latihan
menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok); (9) pengalaman
belajar di dunia nyata yang kontekstual; (10) pelatihan memecahkan
masalah.
3) Langkah Pelatihan (Kegiata Inti)
Pada
langkah
ini
guru
hendaknya
membantu
siswa
mengintegrasikan dan menyerapengetahuan dan keterampilan baru
dengan berbagai cara. Pada langkah ini terdapat unsur Somatic
(bergerak atau melakukan), auditory (mendengarkan atau berbicara),
visualization (melihat atau mengamati), intellectually (Berpikir atau
memecahkan masalah). Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu: (1)
aktivitas pemrosesan siswa; (2) usaha aktif atau umpan balik atau
renungan atau usaha kembali; (3) simulasi dunia-nyata; (4) permainan
dalam belajar; (5) pelatihan aksi pembelajaran; (6) aktivitas
pemecahan masalah; (7) refleksi dan artikulasi individu; (8) dialog
berpasangan atau berkelompok; (9) pengajaran dan tinjauan
kolaboratif; (10) aktivitas praktis membangun keterampilan; (11)
mengajar balik.
4) Langkah Penampilan Hasil (Penutup)
Pada
langkah
ini
guru
hendaknya
membantu
siswa
menerapkan dan memperluas pengetahuanatau keterampilan baru
mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat
26
dan penampilan hasil akan terus meningkat. Pada langkah ini terdapat
unsur Somatic (bergerak atau melakukan), auditory (mendengarkan
atau berbicara), visualization ( melihat atau mengamati), intellectually
(Berpikir atau memecahkan masalah). Hal-hal yang dapat dilakukan
adalah: (1) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera; (2)
penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi; (3) aktivitas penguatan
penerapan; (4) materi penguatan persepsi; (5) pelatihan terus menerus;
(6) umpan balik dan evaluasi kinerja; (7) aktivitas dukungan kawan;
(8) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Berdasarkan uraian yang ada, penelitian ini menggunakan
langkah-langkah
sebagai
berikut:
(1)
persiapan
(kegiatan
pendahuluan, pada langkah ini terdapat unsur Auditory dan
visualisation); (2) penyampaian (kegiaan inti, pada langkah ini
terdapat unsur Auditory dan visualization); (3) Pelatihan (penutup
pada langkah ini terdapat unsur Somatic, auditory, visualization,
intellectually); (4) Penampilan hasil, pada langkah ini terdapat unsur
Somatic, auditory, visualization, intellectually.
4) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran SAVI
Shoimin (2014: 182-183) menyatakan bahwa kelebihan dari
pendekatan pembelajaran SAVI sebagai berikut: (1) membangkitkan
kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik
dengan aktivitas intelektual; (2) siswa tidak lupa karena siswa
membangun sendiri pengetahuannya; (3) suasana dalam proses
pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga
tidak cepat bosan untuk belajar; (4) memupuk kerja sama karena siswa
yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai; (5)
memunculkan suasana belajar yang lebih baik, manarik, dan efektif; (6)
mampu membangkikan kreativitas dan meningkatkan kemampuan
psikomotor siswa; (7) memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa; (8)
siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik; (9) melatih siswa
untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani
27
menjelaskan jawabannya; (10) merupakan variasi yang cocok untuk
semua gaya belajar.
Shoimin (2014: 182-183) menyatakan bahwa kekurangan dari
pendekatan pembelajaran SAVI sebagai berikut: (1) pendekatan ini
menuntut guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat
komponen dalam SAVI secara utuh; (2) penerapannya pendekatan ini
membutuhkan sarana prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan
disesuiakan
dengan
kebutuhannya
sehingga
memerlukan
biaya
pendidikan yang besar; (3) karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih
dahulu sehingga kesulitan menemukan jawaban ataupun gagasannya
sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kelebihan dari pendekatan
pembelajaran SAVI adalah membangkitkan kecerdasan terpadu siswa,
siswa lebih mudah mengingat materi pembelajaran, proses pembelajaran
lebih menyenangkan, teman yang lebih pandai dapat membantu teman
yang kurang pandai, pembelajaran lebih baik dan efektif, serta mampu
membangkitkan kreativitas siswa. Sedangkan kekurangnnya yaitu guru
harus bisa memadukan keempat komponen dalam SAVI, sarana prasarana
harus sesuai dengan kebutuhan sehingga membutuhkan biaya yang besar,
siswa masih belum terbiasa menemukan gagasannya sendri karena
terbiasa diberi toleh guru terlebih dahulu, jika siswa lemah dalam belajar
maka membutuhkan waktu yang lama, siswa yang kurang aktif akan
kesulitan mengikuti pembelajaran. Terkait dengan kelebihan yang telah
dipaparkan di atas, peneliti bersama guru akan memaksimalkan
pelaksanaan pembelajaran dengan menerpakan pendekatan SAVI,
sedangkan kekurangannya diminimalkan.
b. Hakikat Media Manik-manik
1) Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Heinich (Daryanto, 2013: 4), kata media merupakan
bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai
28
perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju
penerima.
Citicos (Daryanto, 2013: 4) menyatakan media merupakan salah
satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator
menuju
komunikan.
Gagne
(Padmono,
2011:11)
menyatakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang merangsangnya untuk belajar. Dalam buku yag sama juga
Briggs (Padmono 2011:11), menyatakan media adalah segala alat fisik
yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Menurut Sujarwo (2011: 11), media dimaknai sebagai segala
sesuatu yang dapat mengantarkan pesan dari sender (pengirim) kepada
receiver (penerima) pesan. Bentuk media misalnya: manusia, aktivitas,
suatu alat, perantara atau pengantar dan lingkungan. Media dimaknai
sebagai segala sesuatuyang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan
dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat,
perhatian dan kemauan peserta didik, sehungga dapat mendorong
terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pengertian media
adalah perantara atau pengantar dalam hal komunikasi dari pengirim
menuju penerima. Dalam kegiatan pembelajaran, media digunakan
sebagai alat dan bahan, serta berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsang dan membantu belajar siswa.
2) Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Menurut Schramm (Daryanto, 2013: 17), berdasarkan kerumitan
media, media digolongkan menjadi media mahal dan media sederhana,
sedangkan berdasarkan daya luputnya, media dibagi menjadi media
masal, media kelompok, dan media individual. Lebih lanjut, Dwijiastuti
dkk. (Rejeki, 2011: 15) mengelompokkan media menjadi tiga kelompok
besar, yaitu: 1) media cetak, yaitu media yang menggunakan bahan dasar
kertas atau kain untuk menyampaikan pesan atau materi
dalam
pembelajaran, seperti buku, majalah, dan modul; 2) media elektronik,
29
contohnya, perangkat slide atau film bingkai, film strips, rekaman,
overhead transparancies (OHT), video tape/video cassette; dan 3) media
realia, yaitu alat penyampaian informasi yang berupa benda atau objek
yang sebenarnya atau asli dan tidak mengalami perubahan yang berarti.
Objek yang sesungguhnya akan memberikan rangsangan yang amat
penting bagi siswa dalam mempelajari berbagai hal, terutama yang
menyangkut pengembangan ketrampilan tertentu. Melalui penggunaan
objek nyata ini, kegiatan belajar mengajar dapat melibatkan semua indera
siswa, terutama indera peraba.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media
dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media
elektronik, dan realia. Kaitannya dengan penelitian ini, peneliti
mengambil media manik-manik yaitu manik-manik, sedotan, stik es
krim. Manik-manik tersebut masuk ke dalam media realia karena
merupakan objek atau benda yang sesungguhnya.
3. Manik-manik
Khafid dan Gunanto (Rejeki, 2006: 22) menyatakan bahwa dalam
mengaktifkan siswa dan untuk memudahkan siswa dalam memahami
pengurangan bilangan bulat dapat dilakukan dengan menggunakan
benda-benda nyata, misalnya menggunakan kancing baju. Kancing baju
warna merah untuk bilangan positif dan sedotan warna hitam untuk
bilangan negatif. Bentuk bilangan bulat nol dapat diperlihatkan dengan
dua kancing baju yang berbeda warna. Media kancing baju dapat
digantikan dengan media sedotan, manik-manik dan stik es krim.
Sukayati (Rejeki, 2006: 11) menyatakan bahwa manik-manik
adalah bentuk media pembelajaran sederhana yang dapat digunakan
untuk siswa SD dalam menjelaskan operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan. Media manik-manil termasuk jenis media realita,
atau disebut juga benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengaktifkan siswa dan memudahkan siswa dalam pembelajaran
30
matematika materi bilangan bulat maka dapat menggunakan manikmanik. Manik-manik itu sendiri merupakan benda-benda atau alat nyata
yang digunakan untuk membantu dalam pembelajaran matematika materi
bilangan bulat dan media untuk memudahkan siswa dalam belajar.
4) Langkah-Langkah Penggunaan Media Manik-manik
Menurut Rahardjo (2010), langkah penggunaan manik-manik
adalah sebagai berikut. Manik-manik dapat berupa manik-manik, sedotan
atau kartu bermuatan positif dan negatif. Dalam hal ini manik-manik
diwakili oleh manik-manik. Langkah-langkah penggunaan media manikmanik sebagai berikut: (1) guru menyiapkan media terlebih dahulu; (2)
guru memperlihatkan dan mengenalkan media manik-manik, dalam hal
ini yaitu sedotan kepada siswa; (3) guru membagikan media manikmanik kepada siswa, baik secara individu maupun kelompok kecil; (4)
guru menjelaskan fungsi atau cara penggunaan media manik-manik
tersebut; (5) setelah siswa paham, guru mulai menjelaskan materi
bilangan bulat menggunakan media manik-manik.
Berkaitan
dengan
penelitian
ini
maka,
langkah-langkah
penggunaan media manik-manik, yaitu: (1) mempersiapkan media
manik-manik; (2) memperkenalkan media kepada siswa; (3) membagikan
media manik-manik kepada siswa; (4) penjelasan cara penggunaan media
manik-manik; (5) penggunaan media manik-manik.
Contoh konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
menggunakan media manik-manik dalam pembelajaran sebagai berikut.
Empat manik-manik putih mewakili bilangan +4 atau ditulis 4, empat
manik-manik hitam mewakili bilangan – 4, sepasang manik-manik putih
dan hitam mewakili bilangan nol (0). Demikian pula untuk kumpulan
tanpa anggota.
31
Gambar 2.9 Contoh Penggunaan Manik-Manik Mewakili Bilangan 0
a) Penjumlahan
Manik-manik di bawah ini mewakili bilangan +1 atau 1,
karena 1 manik-manik putih tidak memiliki pasangan.
Gambar 2.10 contoh penggunaan manik-manik mewakili bilangan 1
Manik-manik di bawah ini mewakili bilangan –3 karena 3
manik-manik hitam tidak punya pasangan.
Gambar 2.11 Contoh Penggunaan Manik-Manik Bilangan –3
Apabila banyaknya manik-manik pada tahap pertama dan kedua
digabung atau dijadikan satu, maka gambar peragaan yang sesuai
dengan kalimat penjumlahan itu adalah seperti berikut.
32
Gambar 2.12 Contoh Penggabungan Penggunaan Manik-Manik
b) Pengurangan
Terdapat soal 7 – 3 = ….., maka cara memperagakannya
menggunakan manik-manik adalah sebagai berikut.
Gambar 2.13 Contoh Penggunaan Manik-Manik dengan Nilai 7 – 3= 4
Sehingga kalimat matematika yang diperagakan oleh gambar di atas
adalah 7 – 3 = 4.
Terdapat soal 2 – (-3) = ….., maka cara memperagakannya
menggunakan manik-manik adalah sebagai berikut.
Gambar 2.14 Contoh Penggunaan Manik-Manik Nilai 2 – (-3)
Pada langkah di atas terdapat dua manik-manik putih yang mewakili
bilangan 2. Kemudian harus diambil tiga manik-manik hitam karena
33
bunyi soal adalah “2 – (-3) = …..”, “diambil” mewakili “–”, “tiga
manik-manik hitam” mewakili “(-3)”. Untuk itu diperlukan tiga
pasang manik-manik putih dan hitam agar dapat mengambil tiga
manik-manik hitam.
Gambar 2.15 Contoh Penggunaan Manik-Manik 2 – (-3) = 5
Dari gambar 2.15, maka kalimat matematikanya adalah 2 – (-3) = 5.
c. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan SAVI dengan Media ManikManik
Berdasarkan
uraian
sebelumnya
dapat
disimpulkan
bahwa
pendekatan SAVI adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang
berusaha mengoptimalkan semua alat indera yang dimiliki siswa.
Pendekatan SAVI menggunaan media manik-manik (sedotan, manik-manik,
atau stik es krim) adalah cara, proses, inovasi pembelajaran yang
dikombinasikan dengan menggunakan manik-manik. Media manik-manik
termasuk kedalam media realia yang dapat memudahkan siswa untuk
menghitung bilangan bulat, sehingga siswa merasa terterik dalam proses
pembelajaran.
Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan
menggunakan media manik-manik adalah: 1) persiapan, yaitu langkah
pendahuluan dengan menggunakan media manik-manik untuk menarik
perhatian siswa; 2) penyampaian, yaitu penyampaian tujuan pembelajaran
dan materi pembelajaran dengan menggunakan media manik-manik; 3)
pelatihan, yaitu evaluasi secara individu maupun kelompok materi yang
telah disajikan dapat berupa mengerjakan latihan dengan menggunakan
media manik-manik seperti sedotan, manik-manik, stik es krim sebagai
34
media pelatihan; 4) penampilan hasil, yaitu penampilan hasil latihan yang
telah dikerjakan oleh siswa dengan menggunakan media manik-manik.
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini langkah-langkah
penerapan pendekatan SAVI dengan media manik-manik, yaitu: (1)
persiapan, pada langkah ini mempersiapkan pembelajaran menggunakan
media manik-manik; (2) penyampaian, pada langkah ini merupakan
penyampaian materi dengan menggunakan media manik-manik; (3)
pelatihan, pada langkah ini merupakan mengerjakan latihan soal dengan
menggunakan media manik-manik; (4) penampilan hasil, pada langkah ini
merupakan tahap. penyampaian hasil latihan menggunakan media manikmanik.
Dari uraian tentang penerapan pendekatan pembelajaran SAVI dengan
media manik-manik, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran SAVI
dengan media manik-manik adalah inovasi pembelajaran yang menekankan
bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa
sehingga siswa diajak untuk bergerak aktif secara fisik ketika belajar dan
dikombinasikan dengan manik-manik dengan dua warna yang membedakan
bilangan bulat positif dan negatif yang dalam penggunaannya dengan cara
memasangkan warna yang berbeda menjadi bilangan bulat bernilai nol, dalam
penerapan pendekatan SAVI siswa diajak untuk belajar dengan berbuat dan
bergerak (somatic), dengan berbicara dan mendengar (Auditory), dengan
mengamati dan menggambarkan (Visualization), dengan memecahkan masalah
dan berpikir (Intellectually), dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
persiapan, (2) penyampain, (3) pelatihan, (4) penampilan hasil, sehingga siswa
mengalami proses perhitungan pada bilangan bulat dengan mengalami sendiri.
3. Penelitian yang Relevan
Untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan, berikut ini
disajikan contoh penelitian yang dilakukan oleh Adiana Utama, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar
35
matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran SAVI
berbasis Open Ended dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Sukawati tahun
pelajaran 2013/2014. Dari pembahasan hasil penelitian, yaitu hasil belajarnya
meningkat sebesar 5,67%.
Hasil
Mengkatkan
penelitian
Hasil
yang dilakukan oleh
Belajar
siswa
Pokok
Suwarni dengan judul
Bahasan
Penjumlahan
dan
Pengurangan Bilangan Bulat dengan Media Manik-Manik pada Siswa Kelas IV
SDN Tanggul Wetan 02 Tahun Pelajaran 2011/2012 Kecamatan Tanggul,
Jember. Aktivitas menggunakan media meningkat 23,3%, aktivitas bertanya
meningkat 23,3% dan aktivitas memecahkan soal meningkat 26,7%. Hasil
belajar. Siswa yang tuntas belajar meningkat 30,3% dan siswa yang tidak
tuntas belajar menurun sebanyak 29,40%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiyem Sapti & Suparwati yang
berjudul An Experiment Of Mathematics Teaching Using SAVI Approach And
Conventional Approach Viewed From The Motivation Of The Students Of
Sultan Agung Junior High School In Purworejo. Dari pembahasan hasil
penelitian terjadi peningkatan motivasi belajar siswa yaitu sebesar 8,84%.
Persamaannya dari penelitian ini dengan yang akan di teliti adalah sama-sama
menggunakan pendekatan SAVI. Sedangkan perbedaannya yaitu populasi yang
diteliti.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Lestari dan Utiya Azizah
yang berjudul Development of Science-Chemistry Student Worksheet Oriented
Somatic, Auditory, Visual, and Intelectual (SAVI) in Topik Matter Changes for
Junior High School. Hasil penelitian adalah kelayakan ini worksheet untuk
gaya belajar SAVI adalah 90,28%, 94,44%, 90,28%, dan 94,44%; kelayakan
kesesuaian worksheet dengan SAVI untuk gaya belajar SAVI adalah 75%,
83,33%, 90,47%, dan 91,67%; kelayakan penyajian worksheet untuk gaya
belajar SAVI adalah 81,48%, 86,11%, dan 83,33%; kelayakan kebahasaan
worksheet untu k gaya belajar SAVI adalah 83,33%.
36
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang
menerapkan pendekatan SAVI juga menggunakan media manik-manik., dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang menerapkan pendekatan SAVI atau
menggunakan media manik-manik dalam hal ini manik-manik megalami
peningkatan dalam pembelajaran dan hasil belajar. Untuk itu, penelitianpenelitian tadi dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperkuat penelitian
ini.
B. Kerangka Berpikir
Siswa kelas IV SD masuk dalam tahap operasi konkret (6-12 tahun), tahap
ini siswa mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa
menyelediki, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongandorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan
penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pembelajaran
Matematika di Sekolah Dasar agar siswa mampu memahami konsep matematika,
terampil menggunakan matematika, memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, serta
memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan seharihari. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan
penataran nalar dalam penerapan matematika.
Pada kondisi awal diketahui melalui pengamatan dan wawancara dalam
proses pembelajaran Matematika siswa kelas IV SDN 7 Kebumen yang sudah
dilaksanakan masih perlu adanya upaya peningkatan dalam proses pembelajaran
baik bagi guru maupun bagi siswa. Berdasarkan pengamaan pembelajaran masih
berlangsung secara konvensional dan penggunan alat peraga atau media yang
masih belum optimal, dan kurangnya keterlibatan dalam proses pembelajaran
sehingga siswa hanya mendengarkan materi apa yang sedang disampaiakan tetapi
kurang memahami materinya dengan baik. Adapun persentase yang belum
memenuhi KKM yatu 66,6% dan yang sudah memenuhi KKM 33,4%.
37
Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan pembelajaran, dapat
dilakukan dengan menerapkan Pendekatan pembelajaran SAVI yaitu, somatic
(learning by doing yaitu belajar mengalami dan melakukan), auditory (learning
by hearing yaitu belajar haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara,
presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi), visual
(learning by seeing yaitu belajar haruslah menggunakan alat indera mata melalui
mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media
dan alat peraga), intellectual (learning by thinking yaitu belajar haruslah
menggunakan kemampuan berpkir, belajar haruslah dengan konsentrasi
pikirandan
berlatih
menggunakannya
melalui
bernalar,
menyelidiki,
mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengonstruksi, memecahkan masalah,
dan menerapkannya).
Adapun
langkah-langkah
penerapan
pendekatan
SAVI
dengan
menggunakan media manik-manik adalah: 1) persiapan, yaitu tahap pendahuluan
dengan menggunakan media manik-manik untuk menarik perhatian siswa; 2)
penyampaian, yaitu penyampaian tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran
dengan menggunakan media manik-manik; 3) pelatihan, yaitu evaluasi secara
individu maupun kelompok materi yang telah disajikan dapat berupa mengerjakan
latihan dengan menggunakan media manik-manik seperti menggukan sedotan,
manik-manik, dan stik es krim sebagai media pelatihan; 4) penampilan hasil, yaitu
penyampaian hasil latihan yang telah dikerjakan oleh siswa dengan menggunakan
media manik-manik.
Penerapan pendekatan pembelajaran SAVI dengan media manik-manik
dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 7 Kebumen
diharapkan siswa akan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat
dibuktikan dengan 80% siswa aktif saat kegiatan pembelajaran dengan penerapan
pendekatan SAVI dengan media manik-manik. Selain itu dengan adanya
penerapan pendekatan SAVI dengan media manik-manik diharapkan hasil belajar
siswa meningkat atau memenuhi kriteria KKM, dengan 80% siswa mendapatkan
nilai = 70. Adapun skema kerangka berpikir, dapat dilihat pada Gambar 2.16
38
Kondisi
awal
Tindakan
Kondisi
akhir
Pembelajaran yang
dilakasanakan masih
berpusat pada guru.
Siswa
pasif
saat
kegiatan pembelajaran Matematika dan
hasil belajar siswa
rendah (< KKM=70)
Menerapkan
pendekatan
SAVI
dengan media manik-manik dalam
pembelajaran Matematika
Tentang bilangan bulat sebagai
berikut :
1. Persiapan, guru memper-siapkan
pembelajaran yang di butuhkan
pada hari itu.
2. Penyampaian, guru menyampaiakan atau menjelaskan materi
dan cara penggunaan media.
3. Pelatihan, siswa berdiskusi
dengan teman kelompok dan guru
memberi arahan kepada siswa.
4. penampilan hasil, perwakilan
kelompok
manampilkan
hasil
dengan maju dan menuliskan
jawaban di papan tulis.
Pembelajaran Matematika tentang bilangan
bulat mencapai ≥ KKM (70) sebanyak 80%.
Gambar 2.16 Skema Kerangka Berpikir
1.Pembelajaran
menjadi
menyenangkan dan
siswa
lebih
mudah memahami materi.
2. Siswa aktif
dan
terlibat
lang-sung dalam
pem-belajaran.
3. siswa dapat
menyelesaikan
masalah pembelajaran
39
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian yaitu “jika
penerapan
pendekatan
SAVI
dengan
menggunakan
media
manik-manik
dilaksnakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan
pembelajaran matematika tentang bilangan bulat bagi siswa Kelas IV SDN 7
Kebumen Tahun Ajaran 2015/2016”.
Download