BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Bilangan Bulat Kelas IV Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Karakteristik merupakan ciri atau tanda khusus yang membedakan suatu individu dengan individu yang lain. Siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada rentang usia 6-12 tahun. Mereka memiliki karakteristik atau ciri yang berbeda dengan orang dewasa. Ciri ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Piaget (Warsita, 2008: 69), tahapan perkembangan kognitif adalah sebagai berikut: 1) tahap sensori motor (0-2 tahun); 2) tahap pra-operasional (2-6 tahun); 3) tahap operasi konkret (6-12 tahun); 4) tahap operasi formal (12-18). Umumnya siswa kelas IV berada pada rentang usia 9-11 tahun. Perkembangan menurut Buhler (Sobur, 2009: 132) ada lima tahapan dalam perkembangan yaitu: 1) tahap pertama (0-1 tahun); 2) tahap kedua (24 tahun); 3) tahap ketiga (5-8 tahun); 4) tahap keempat (9-11 tahun); 5) tahap kelima (14-19 tahun). Pada tahap keempat adalah masa sekolah dasar, pada periode ini anak mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelediki, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri”, secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi, pada masa ini anak kerap mengasingkan diri. Perkembangan menurut Hurlock (Sobur, 2009: 133) menyatakan tahapan perkembangan sebgai berikut: 1) prenatal (sebelum lahir) atau pralahir; 2) masa natal; 3) masa Remaja (11/12-20/21 tahun); 4) dewasa. Sedangkan fase dewasa ini terbagi atas: 1) dewasa awal (21-40 tahun); 2) dewasa menengah (40-60 tahun). 7 8 Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik perkembangan dan masa sekolah dasar siswa kelas IV masuk dalam tahap operasi konkret (6-12 tahun), tahap ini siswa mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelediki, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri”, secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi, pada masa ini anak kerap mengasingkan diri. Oleh karena itu, peneliti menggunakan penerapan pendekatan SAVI dengan menggunakan media manik-manik yang dapat mendorong atau memotivasi siswa untuk aktif, menjelajah, menyelidiki, dan bereksplorasi, serta mendorong siswa agar berpikir untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran Menurut Aqib (2010: 41) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2013: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Menurut Sadiman, dkk., (2012: 2) pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan 9 sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Warsita, 2008: 87). Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya membelajarkan peserta didik memahami diri dan lingkungan agar lebih bermakna dan dipandang sebagai suatu proses kegiatan interaksi sosial yang bersifat aktif antara peserta didik, peserta didik dengan pendidik dalam lingkungan belajar (Sujarwo, 2011: 3). Selanjutnya dalam pembelajaran terdapat penilaian. Menurut Ikhsanudin (2013: 3) penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah upaya atau proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan memanfaatkan sumber belajar agar terjadi proses belajar untuk mencapai tujuan belajar yang lebih bermakna. Untuk menilai pembelajaran dengan cara menilai proses dan menilai hasil belajar. 2) Pengertian Hasil Belajar Abdurrahman (Jihad, 2012: 14) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perilaku yang relatif menetap. Menurut Susanto (2013: 5) makna hasil belajar yaitu perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Bloom (Sudjana, 2013: 22), yaitu mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek 10 pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikkutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Pada ranah ketiga yaitu ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui suatu proses kegiatan belajar yang mengalami perubahanperubahan dan di dalamnya terlibat aspek kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual, afektif berkenaan dengan sikap, dan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. 3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Menurut Teori Gestalt (Susanto, 2013: 12), belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan. 11 Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (Susanto, 2013: 12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut: (1) faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan; (2) faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri siswa yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan siswa berpengaruh terhadapat hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik. Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (Susanto, 2013: 13), bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tingi pula hasil belajar siswa. Daryanto (2012: 30) mengemukakan ada beberapa prinsip untuk dikuasai dan dikembangkan oleh guru dalam upaya mengoptimalkan kegiatan pembelajaran, yaitu: (a) prinsip perhatian dan motivasi, (b) prinsip keaktifan, (c) prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman, (d) prinsip pengulangan, (e) prinsip tantangan/keberanian, (f) prinsip balikan dan penguatan, (g) prinsip perbedaan individual, (h) kerjasama, (i) tanggung jawab. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pembelajaran yaitu ada faktor dari dalam (internal) dan ada faktor dari luar (eksternal). Faktor internal bersumber dari dalam diri siswa, yang memengaruhi kemampuan belajarnya, 12 sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar diri sis yang memengaruhi pembelajaran dan hasil belajar yaitu kondisi atau keadaan kelas, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada penelitian ini peneliti akan hanya mengambil empat prinsip dalam pembelajran yaitu: keaktifan, tanggung jawab, kerjasama, dan keberanian c. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika Menurut Depdiknas (Susanto, 2013: 184), kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti “ belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika, menururt Ruseffendi (Heruman, 2014: 1), adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisika, ke unsur yang didefinisikan. Pendapat lainnya yaitu menurut Wahyudi (2008: 3), matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah yang diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Hakikat Matematika menurut Soedjadi (Heruman, 2014: 1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Heruman (2014: 4) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu 13 cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Bruner (Heruman, 2014: 4) menyatakan bahwa metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. „Menemukan‟ di sini terutama adalah menemukan lagi (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah ilmu pengetahuan atau ilmu pasti, yang memiliki objek tujuan abstrak. Kesemuanya berkaitan dengan penalaran dan merupakan bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisika, ke unsur yang didefinisikan. Dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. 2) Tujuan Matematika di SD Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013: 190), sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritme; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 14 Untuk mencapai tujuan mata pelajaran matematika tersebut, seorang guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memunginkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan mengkonstrusikannya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Piaget (Susanto, 2013: 191), bahwa pengetahuan atau pemahaman siswa itu ditentukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan matematika di sekolah dasar agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep matematika, terampil menggunakan matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, serta memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Berkaitan dengan tujuan Matematika di SD tadi, tujuan dalam penelitian ini yaitu mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep matematika, memecahkan masalah, serta memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 3) Ruang Lingkup Matematika di SD Wahyudi (2008: 2) menyatakan bahwa Secara rinci, standar kompetensi atau aspek-aspek yang dijadikan ruang lingkup Matematika di SD adalah sebagai berikut: 1) bilangan; 2) pengukuran dan geometri; dan 3). Aspek-aspek tersebut dipaparkan dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2006). 15 Lebih lanjut Wahyudi (2008: 2) menyatakan bahwa standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang harus dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Pada mata pelajaran Matematika kelas IV semester II terdapat empat Standar Kompetensi sebagai berikut. Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester II Standar Kompetensi Bilangan 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar 5.1 5.2 5.3 5.4 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 7.1 7.2 7. Menggunakan lambing bilangan Romawi Geometri dan Pengukuran 8. Memahami sifat 8.1 bangun ruang sederhana dan 8.2 hubungan antar bangun datar 8.3 8.4 Mengurutkan bilangan bulat Menjumlahkan bilangan bulat Mengurangkan bilangan bulat Melakukan operasi hitung campuran Menjelaskan arti pecahan dan urutannya Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan Menjumlahkan pecahan Mengurangkan pecahan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan Mengenal lambang bilangan Romawi Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana Menentukan jaring-jaring balok dan kubus Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar Berdasarkan Tabel 2.1, peneliti mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut. a) Standar Kompetensi 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat 16 b) Kompetensi Dasar 5.2 Menjumlahkan bilangan bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.4 Melakukan operasi hitung campuran. c) Indikator yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 5.2.1 melakukan positif 5.2.2 melakukan negatif 5.2.3 melakukan positif 5.2.4 melakukan negatif 5.3.1 melakukan positif 5.3.2 melakukan negatif 5.3.3 melakukan positif 5.3.4 melakukan negatif 5.4.1 melakukan positif 5.4.2 melakukan negatif 5.4.3 melakukan positif 5.4.4 melakukan penjumlahan bilangan positif dengan bilangan penjumlahan bilangan positif dengan bilangan penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan pengurangan bilangan positif dengan bilangan pengurangan bilangan positif dengan bilangan pengurangan bilangan negatif dengan bilangan pengurangan bilangan negatif dengan bilangan penjumlahan dan pengurangan antar bilangan penjumlahan dan pengurangan antar bilangan pengurangan dan penjumlahan antar bilangan pengurangan dan penjumlahan antar bilangan negatif Indikator-indikator tersebut dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang akan dicapai. 4) Materi Matematika Kelas IV semester 2 Berdasarkan indikator-indikator yang telah dibuat, maka dapat diambil materi menurut Mustaqim (2008: 137-154), materi bilangan bulat kelas IV semester 2 di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut: 17 a) Penjumlahan Bilangan Bulat Sebelum mempelajari penjumlahan bilangan bulat lebih lanjut, penjumlahan yang melibatkan bilangan nol dan bilangan bulat positif harus sudah kamu kuasai dengan baik. (1) Penjumlahan Menggunakan Garis Bilangan Penjumlahan bilangan dapat dilakukan dengan bantuan garis bilangan dengan membuat diagram panah yang menyertakan bilangan. (a) Menjumlah Bilangan Bulat dengan Diagram Panah Penjumlahan bilangan bulat dengan diagram panah dimulai dari bilangan nol. Contoh: Tentukan hasil penjumlahan dari: a. 2 + 3 b. 3 + (–4) c. (–6) + 8 d. (–2) + (–5) Jawab: a. 3 + 1 Gambar 2.1 Garis Bilangan 3 + 1 = 4 b. 3 + (–4) Gambar 2.2 Garis Bilangan 3 + (–4) = –1 18 Diagram panah dari 0 ke 3 menunjukkan bilangan 3 Diagram panah dari 3 ke –1 menunjukkan bilangan –4 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –1 Jadi, 3 + (–4) = –1 c. (–6) + 8 Gambar 2.3 Garis Bilangan (–6) + 8 = 2 Jadi, (–6) + 8 = 2 d. (–2) + (–5) Gambar 2.4 Garis Bilangan (–2) + (–5) = –7 Jadi, (–2) + (–5) = –7 (2) Penjumlahan Tanpa Menggunakan Garis Bilangan Untuk bilangan-bilangan antara –20 sampai 20 masih mungkin dilakukan penjumlahan dengan garis bilangan. Untuk menjumlahkan bilangan-bilanagn yang lebih besar, mungkinkah dilakukan dengan garis bilangan? Jika begitu, bagaimanakah cara menjumlahkannya? Mari kita perhatikan contoh penjumlahan berikut ini. 19 Contoh: Tentukan hasil penjumlahan berikut: a. 35 + 13 b. 56 + (–18) c. (–43) + 56 d. (–24) + (–15) Jawab: a. 35 + 13 = 48 b. 56 + (–18) = 56 – 18 = 38 c. (–43) + 56 = 56 + (–43) = 56 – 43 = 13 d. (–24) + (–15) = (–24) – 15 = –39 Ternyata penjumlahan dengan bilangan negatif dapat dilakukan dengan pengurangan dari lawan bilangan negatif tersebut. b) Pengurangan Bilangan Bulat (1) Mengurangkan Bilangan Bulat Pengurangan adalah lawan dari penjumlahan. Bagaimana cara mengurangkan bilangan bulat. Mari perhatikan contoh berikut ini. Contoh: Tentukan hasil pengurangan berikut: a. 2 – 5 b. 2 – (–5) c. (–2) – 5 d. (–2) – (–5) Jawab: a. 2 – 5 20 Gambar 2.5 Baris Bilangan 2 – 5 = –3 Jadi, 2 – 5 = –3 b. 2 – (–5) Gambar 2.6 Garis Bilangan 2 – (–5) = 7 Jadi, 2 – (–5) = 7 c. (–2) – 5 Gambar 2.7 Garis Bilangan (–2) – 5 = –7 Jadi, (–2) – 5 = –7 d. –2 – (–5) Gambar 2.8 Garis Bilangan (–2) – (–5) = 3 Jadi, (–2) – (–5) = 3 Selanjutnya, mari kita bandingkan hasil-hasil pengurangan di atas dengan penjumlahan di bawah ini. a. 2 + (–5) = –3 b. 2 + 5 = 7 21 c. (–2) + (–5) = –7 d. (–2) + 5 = 3 Perhatikan dan bandingkan dengan cermat. Apa yang dapat kamu simpulkan? “Pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan lawan bilangannya.” a – b = a + (–b) a – (–b) = a + b c) Operasi Hitung Campuran Berikutnya yang akan kita pelajari adalah operasi hitung campuran antara penjumlahan dan pengurangan. Mari kita perhatikan contoh berikut ini. Contoh: Tentukan hasil operasi hitung berikut ini. a. 4 + 12 – 3 b. –7 + (–10) – (–6) c. 6 – (4) + 15 d. –8 – (–3) + (–2) Jawab: a. 4 + 12 – 3 = 4 + 12 – 3 = 16 – 3 = 16 – 3 = 13 b. –7 + (–10) – (–6) = –17 – (–6) = – 17 + 6 = –11 c. 6 – (4) + 15 = 2 + 15 = 17 22 d. –8 – (–3) + (–2) = –8 + 3 – 2 = –5 – 2 = –7 Berdasarkan uraian tentang pembelajaran Matematika, dapat disimpulkan bahwa pemebalajaran Matematika yaitu ilmu pengetahuan atau ilmu pasti yang memiliki objek tujuan abstrak, dalam pembelajaran matematika siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya dari konsep-konsep yang ada, begitu juga dalam pembelajaran matematika tentang bilangan bulat. 2. Penerapan Pendekatan Pembelajaran SAVI dengan Media Manik-manik a. Hakikat Pendekatan Pembelajaran 1) Pengertian Pendekatan Pembelajaran Menurut Komalasari (Khasanah, 2015: 25), pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Suwarna (Khasanah, 2015: 25), pendekatan adalah cara yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran secara menyeluruh. Cara ini akan tampak dalam suatu urutan aktivitas yang dipilih dari berbagai alternatif, dan direncanakan secara sistematis. Huda (2013: 184), mengemukakan bahwa pada hakikatnya, pendekatan pembelajaran bisa diartikan sebagai cara-cara yang ditempuh oleh seorang pembelajar untuk bisa belajar dengan efektif. Dalam hal ini, guru juga berperan penting dalam menyediakan perangkat-perangkat metodis yang memungkinkan siswa untuk mencapai kebutuhan tersebut. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan pembelajaran adalah cara yang dilakukan untuk 23 menyelesaikan persoalan pembelajaran secara menyeluruh yang dipilih dari berbagai alternatif, dan direncanakan secara sistematis dan efektif dalam proses belajar mengajar. 2) Pendekatan Pembelajaran SAVI Dave Meier merupakan pendidik, trainer, sekaligus penggagas model Accelerated learning. Salah satu strategi pembelajarannya adalah apa yang dikenal dengan SAVI. Meier (Huda, 2013: 283) menyatakan bahwa somatic (learning by doing), auditory (learning by hearing), visual (learning by seeing), intellectually (learning by thinking). Shoimin (2014), pembelajaran SAVI menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI kependekan dari: a. Somatic (belajar dengan berbuat dan bergerak) bermakna gerakan tubuh (aktifitas fisik), yakni belajar dengan mengalami dan melakukan. Somatic berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinetesis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara berkala. b. Auditory (Belajar dengan berbicara dan mendengar) bermakna bahwa belajar haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. c. Visualization (belajar dengan mengamati dan menggambarkan) bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. d. Intellectually (belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir) bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir. Belajar haruslah konsentrasi pikiran dan berlatih mengguakan melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. 24 Berdasarkan uraian Pendekatan pembelajaran SAVI, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran SAVI berarti mengajak siswa untuk bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan alat indera dan membuat seluruh pikiran terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa diajak untuk belajar dengan berbuat dan bergerak (somatic), dengan berbicara dan mendengar (Auditory), dengan mengamati dan menggambarkan (Visualization), dengan memecahkan masalah dan berpikir (Intellectually). 3) Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran SAVI Langkah yang perlu ditempuh dalam SAVI adalah persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil. (1) Langkah Persiapan (Kegiatan Pendahuluan) Menurut Shoimin (2014: 178-181), pada langkah ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Pada langkah ini, guru mempersiapkan pembelajaran yang di butuhkan pada hari itu. Terdapat unsur Auditory (mendengarkan atau berbicara) dan visualisation (Melihat atau mengamati). Secara spesifik meliputi hal: (1) memberikan sugesti positif; (2) meberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa; (3) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna; (4) membangkitkan rasa ingin tahu; (5) menciptakan lingkungan fisik yang positif; (6) menciptakan lingkungan emosional yang positif; (7) menciptakan lingkungan social yang positif; (8) menenangkan rasa takut; (9) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar; (10) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah; (11) merangsang rasa ingin tahu siswa; (l2) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal. 2) Langkah Penyampaian (Kegiatan Inti) Pada langkah ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang barudengan cara melibatkan panca 25 indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Pada langkah ini terdapat unsur Auditory (mendengarkan atau berbicara) dan visualization (Melihat atau mengamati). Hal-hal yang dapat dilakukan guru: (1) uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan; (2) pengamatan fenomena dunia nyata; (3) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh; (4) presentasi interaktif; (5) grafik dan sarana yang presetasi berwarna-warni; (6) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar; (7) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim; (8) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok); (9) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual; (10) pelatihan memecahkan masalah. 3) Langkah Pelatihan (Kegiata Inti) Pada langkah ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerapengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Pada langkah ini terdapat unsur Somatic (bergerak atau melakukan), auditory (mendengarkan atau berbicara), visualization (melihat atau mengamati), intellectually (Berpikir atau memecahkan masalah). Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu: (1) aktivitas pemrosesan siswa; (2) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali; (3) simulasi dunia-nyata; (4) permainan dalam belajar; (5) pelatihan aksi pembelajaran; (6) aktivitas pemecahan masalah; (7) refleksi dan artikulasi individu; (8) dialog berpasangan atau berkelompok; (9) pengajaran dan tinjauan kolaboratif; (10) aktivitas praktis membangun keterampilan; (11) mengajar balik. 4) Langkah Penampilan Hasil (Penutup) Pada langkah ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuanatau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat 26 dan penampilan hasil akan terus meningkat. Pada langkah ini terdapat unsur Somatic (bergerak atau melakukan), auditory (mendengarkan atau berbicara), visualization ( melihat atau mengamati), intellectually (Berpikir atau memecahkan masalah). Hal-hal yang dapat dilakukan adalah: (1) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera; (2) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi; (3) aktivitas penguatan penerapan; (4) materi penguatan persepsi; (5) pelatihan terus menerus; (6) umpan balik dan evaluasi kinerja; (7) aktivitas dukungan kawan; (8) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung. Berdasarkan uraian yang ada, penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) persiapan (kegiatan pendahuluan, pada langkah ini terdapat unsur Auditory dan visualisation); (2) penyampaian (kegiaan inti, pada langkah ini terdapat unsur Auditory dan visualization); (3) Pelatihan (penutup pada langkah ini terdapat unsur Somatic, auditory, visualization, intellectually); (4) Penampilan hasil, pada langkah ini terdapat unsur Somatic, auditory, visualization, intellectually. 4) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran SAVI Shoimin (2014: 182-183) menyatakan bahwa kelebihan dari pendekatan pembelajaran SAVI sebagai berikut: (1) membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual; (2) siswa tidak lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya; (3) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga tidak cepat bosan untuk belajar; (4) memupuk kerja sama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai; (5) memunculkan suasana belajar yang lebih baik, manarik, dan efektif; (6) mampu membangkikan kreativitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa; (7) memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa; (8) siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik; (9) melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani 27 menjelaskan jawabannya; (10) merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. Shoimin (2014: 182-183) menyatakan bahwa kekurangan dari pendekatan pembelajaran SAVI sebagai berikut: (1) pendekatan ini menuntut guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh; (2) penerapannya pendekatan ini membutuhkan sarana prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuiakan dengan kebutuhannya sehingga memerlukan biaya pendidikan yang besar; (3) karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga kesulitan menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri. Berdasarkan uraian di atas, bahwa kelebihan dari pendekatan pembelajaran SAVI adalah membangkitkan kecerdasan terpadu siswa, siswa lebih mudah mengingat materi pembelajaran, proses pembelajaran lebih menyenangkan, teman yang lebih pandai dapat membantu teman yang kurang pandai, pembelajaran lebih baik dan efektif, serta mampu membangkitkan kreativitas siswa. Sedangkan kekurangnnya yaitu guru harus bisa memadukan keempat komponen dalam SAVI, sarana prasarana harus sesuai dengan kebutuhan sehingga membutuhkan biaya yang besar, siswa masih belum terbiasa menemukan gagasannya sendri karena terbiasa diberi toleh guru terlebih dahulu, jika siswa lemah dalam belajar maka membutuhkan waktu yang lama, siswa yang kurang aktif akan kesulitan mengikuti pembelajaran. Terkait dengan kelebihan yang telah dipaparkan di atas, peneliti bersama guru akan memaksimalkan pelaksanaan pembelajaran dengan menerpakan pendekatan SAVI, sedangkan kekurangannya diminimalkan. b. Hakikat Media Manik-manik 1) Pengertian Media Pembelajaran Menurut Heinich (Daryanto, 2013: 4), kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai 28 perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Citicos (Daryanto, 2013: 4) menyatakan media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Gagne (Padmono, 2011:11) menyatakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang merangsangnya untuk belajar. Dalam buku yag sama juga Briggs (Padmono 2011:11), menyatakan media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Menurut Sujarwo (2011: 11), media dimaknai sebagai segala sesuatu yang dapat mengantarkan pesan dari sender (pengirim) kepada receiver (penerima) pesan. Bentuk media misalnya: manusia, aktivitas, suatu alat, perantara atau pengantar dan lingkungan. Media dimaknai sebagai segala sesuatuyang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan peserta didik, sehungga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pengertian media adalah perantara atau pengantar dalam hal komunikasi dari pengirim menuju penerima. Dalam kegiatan pembelajaran, media digunakan sebagai alat dan bahan, serta berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang dan membantu belajar siswa. 2) Jenis-Jenis Media Pembelajaran Menurut Schramm (Daryanto, 2013: 17), berdasarkan kerumitan media, media digolongkan menjadi media mahal dan media sederhana, sedangkan berdasarkan daya luputnya, media dibagi menjadi media masal, media kelompok, dan media individual. Lebih lanjut, Dwijiastuti dkk. (Rejeki, 2011: 15) mengelompokkan media menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1) media cetak, yaitu media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan atau materi dalam pembelajaran, seperti buku, majalah, dan modul; 2) media elektronik, 29 contohnya, perangkat slide atau film bingkai, film strips, rekaman, overhead transparancies (OHT), video tape/video cassette; dan 3) media realia, yaitu alat penyampaian informasi yang berupa benda atau objek yang sebenarnya atau asli dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Objek yang sesungguhnya akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari berbagai hal, terutama yang menyangkut pengembangan ketrampilan tertentu. Melalui penggunaan objek nyata ini, kegiatan belajar mengajar dapat melibatkan semua indera siswa, terutama indera peraba. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media elektronik, dan realia. Kaitannya dengan penelitian ini, peneliti mengambil media manik-manik yaitu manik-manik, sedotan, stik es krim. Manik-manik tersebut masuk ke dalam media realia karena merupakan objek atau benda yang sesungguhnya. 3. Manik-manik Khafid dan Gunanto (Rejeki, 2006: 22) menyatakan bahwa dalam mengaktifkan siswa dan untuk memudahkan siswa dalam memahami pengurangan bilangan bulat dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda nyata, misalnya menggunakan kancing baju. Kancing baju warna merah untuk bilangan positif dan sedotan warna hitam untuk bilangan negatif. Bentuk bilangan bulat nol dapat diperlihatkan dengan dua kancing baju yang berbeda warna. Media kancing baju dapat digantikan dengan media sedotan, manik-manik dan stik es krim. Sukayati (Rejeki, 2006: 11) menyatakan bahwa manik-manik adalah bentuk media pembelajaran sederhana yang dapat digunakan untuk siswa SD dalam menjelaskan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan. Media manik-manil termasuk jenis media realita, atau disebut juga benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mengaktifkan siswa dan memudahkan siswa dalam pembelajaran 30 matematika materi bilangan bulat maka dapat menggunakan manikmanik. Manik-manik itu sendiri merupakan benda-benda atau alat nyata yang digunakan untuk membantu dalam pembelajaran matematika materi bilangan bulat dan media untuk memudahkan siswa dalam belajar. 4) Langkah-Langkah Penggunaan Media Manik-manik Menurut Rahardjo (2010), langkah penggunaan manik-manik adalah sebagai berikut. Manik-manik dapat berupa manik-manik, sedotan atau kartu bermuatan positif dan negatif. Dalam hal ini manik-manik diwakili oleh manik-manik. Langkah-langkah penggunaan media manikmanik sebagai berikut: (1) guru menyiapkan media terlebih dahulu; (2) guru memperlihatkan dan mengenalkan media manik-manik, dalam hal ini yaitu sedotan kepada siswa; (3) guru membagikan media manikmanik kepada siswa, baik secara individu maupun kelompok kecil; (4) guru menjelaskan fungsi atau cara penggunaan media manik-manik tersebut; (5) setelah siswa paham, guru mulai menjelaskan materi bilangan bulat menggunakan media manik-manik. Berkaitan dengan penelitian ini maka, langkah-langkah penggunaan media manik-manik, yaitu: (1) mempersiapkan media manik-manik; (2) memperkenalkan media kepada siswa; (3) membagikan media manik-manik kepada siswa; (4) penjelasan cara penggunaan media manik-manik; (5) penggunaan media manik-manik. Contoh konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media manik-manik dalam pembelajaran sebagai berikut. Empat manik-manik putih mewakili bilangan +4 atau ditulis 4, empat manik-manik hitam mewakili bilangan – 4, sepasang manik-manik putih dan hitam mewakili bilangan nol (0). Demikian pula untuk kumpulan tanpa anggota. 31 Gambar 2.9 Contoh Penggunaan Manik-Manik Mewakili Bilangan 0 a) Penjumlahan Manik-manik di bawah ini mewakili bilangan +1 atau 1, karena 1 manik-manik putih tidak memiliki pasangan. Gambar 2.10 contoh penggunaan manik-manik mewakili bilangan 1 Manik-manik di bawah ini mewakili bilangan –3 karena 3 manik-manik hitam tidak punya pasangan. Gambar 2.11 Contoh Penggunaan Manik-Manik Bilangan –3 Apabila banyaknya manik-manik pada tahap pertama dan kedua digabung atau dijadikan satu, maka gambar peragaan yang sesuai dengan kalimat penjumlahan itu adalah seperti berikut. 32 Gambar 2.12 Contoh Penggabungan Penggunaan Manik-Manik b) Pengurangan Terdapat soal 7 – 3 = ….., maka cara memperagakannya menggunakan manik-manik adalah sebagai berikut. Gambar 2.13 Contoh Penggunaan Manik-Manik dengan Nilai 7 – 3= 4 Sehingga kalimat matematika yang diperagakan oleh gambar di atas adalah 7 – 3 = 4. Terdapat soal 2 – (-3) = ….., maka cara memperagakannya menggunakan manik-manik adalah sebagai berikut. Gambar 2.14 Contoh Penggunaan Manik-Manik Nilai 2 – (-3) Pada langkah di atas terdapat dua manik-manik putih yang mewakili bilangan 2. Kemudian harus diambil tiga manik-manik hitam karena 33 bunyi soal adalah “2 – (-3) = …..”, “diambil” mewakili “–”, “tiga manik-manik hitam” mewakili “(-3)”. Untuk itu diperlukan tiga pasang manik-manik putih dan hitam agar dapat mengambil tiga manik-manik hitam. Gambar 2.15 Contoh Penggunaan Manik-Manik 2 – (-3) = 5 Dari gambar 2.15, maka kalimat matematikanya adalah 2 – (-3) = 5. c. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan SAVI dengan Media ManikManik Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan SAVI adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berusaha mengoptimalkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Pendekatan SAVI menggunaan media manik-manik (sedotan, manik-manik, atau stik es krim) adalah cara, proses, inovasi pembelajaran yang dikombinasikan dengan menggunakan manik-manik. Media manik-manik termasuk kedalam media realia yang dapat memudahkan siswa untuk menghitung bilangan bulat, sehingga siswa merasa terterik dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan menggunakan media manik-manik adalah: 1) persiapan, yaitu langkah pendahuluan dengan menggunakan media manik-manik untuk menarik perhatian siswa; 2) penyampaian, yaitu penyampaian tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran dengan menggunakan media manik-manik; 3) pelatihan, yaitu evaluasi secara individu maupun kelompok materi yang telah disajikan dapat berupa mengerjakan latihan dengan menggunakan media manik-manik seperti sedotan, manik-manik, stik es krim sebagai 34 media pelatihan; 4) penampilan hasil, yaitu penampilan hasil latihan yang telah dikerjakan oleh siswa dengan menggunakan media manik-manik. Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan media manik-manik, yaitu: (1) persiapan, pada langkah ini mempersiapkan pembelajaran menggunakan media manik-manik; (2) penyampaian, pada langkah ini merupakan penyampaian materi dengan menggunakan media manik-manik; (3) pelatihan, pada langkah ini merupakan mengerjakan latihan soal dengan menggunakan media manik-manik; (4) penampilan hasil, pada langkah ini merupakan tahap. penyampaian hasil latihan menggunakan media manikmanik. Dari uraian tentang penerapan pendekatan pembelajaran SAVI dengan media manik-manik, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran SAVI dengan media manik-manik adalah inovasi pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa sehingga siswa diajak untuk bergerak aktif secara fisik ketika belajar dan dikombinasikan dengan manik-manik dengan dua warna yang membedakan bilangan bulat positif dan negatif yang dalam penggunaannya dengan cara memasangkan warna yang berbeda menjadi bilangan bulat bernilai nol, dalam penerapan pendekatan SAVI siswa diajak untuk belajar dengan berbuat dan bergerak (somatic), dengan berbicara dan mendengar (Auditory), dengan mengamati dan menggambarkan (Visualization), dengan memecahkan masalah dan berpikir (Intellectually), dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) persiapan, (2) penyampain, (3) pelatihan, (4) penampilan hasil, sehingga siswa mengalami proses perhitungan pada bilangan bulat dengan mengalami sendiri. 3. Penelitian yang Relevan Untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan, berikut ini disajikan contoh penelitian yang dilakukan oleh Adiana Utama, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar 35 matematika antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran SAVI berbasis Open Ended dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Sukawati tahun pelajaran 2013/2014. Dari pembahasan hasil penelitian, yaitu hasil belajarnya meningkat sebesar 5,67%. Hasil Mengkatkan penelitian Hasil yang dilakukan oleh Belajar siswa Pokok Suwarni dengan judul Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dengan Media Manik-Manik pada Siswa Kelas IV SDN Tanggul Wetan 02 Tahun Pelajaran 2011/2012 Kecamatan Tanggul, Jember. Aktivitas menggunakan media meningkat 23,3%, aktivitas bertanya meningkat 23,3% dan aktivitas memecahkan soal meningkat 26,7%. Hasil belajar. Siswa yang tuntas belajar meningkat 30,3% dan siswa yang tidak tuntas belajar menurun sebanyak 29,40%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiyem Sapti & Suparwati yang berjudul An Experiment Of Mathematics Teaching Using SAVI Approach And Conventional Approach Viewed From The Motivation Of The Students Of Sultan Agung Junior High School In Purworejo. Dari pembahasan hasil penelitian terjadi peningkatan motivasi belajar siswa yaitu sebesar 8,84%. Persamaannya dari penelitian ini dengan yang akan di teliti adalah sama-sama menggunakan pendekatan SAVI. Sedangkan perbedaannya yaitu populasi yang diteliti. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Lestari dan Utiya Azizah yang berjudul Development of Science-Chemistry Student Worksheet Oriented Somatic, Auditory, Visual, and Intelectual (SAVI) in Topik Matter Changes for Junior High School. Hasil penelitian adalah kelayakan ini worksheet untuk gaya belajar SAVI adalah 90,28%, 94,44%, 90,28%, dan 94,44%; kelayakan kesesuaian worksheet dengan SAVI untuk gaya belajar SAVI adalah 75%, 83,33%, 90,47%, dan 91,67%; kelayakan penyajian worksheet untuk gaya belajar SAVI adalah 81,48%, 86,11%, dan 83,33%; kelayakan kebahasaan worksheet untu k gaya belajar SAVI adalah 83,33%. 36 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menerapkan pendekatan SAVI juga menggunakan media manik-manik., dapat disimpulkan bahwa penelitian yang menerapkan pendekatan SAVI atau menggunakan media manik-manik dalam hal ini manik-manik megalami peningkatan dalam pembelajaran dan hasil belajar. Untuk itu, penelitianpenelitian tadi dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperkuat penelitian ini. B. Kerangka Berpikir Siswa kelas IV SD masuk dalam tahap operasi konkret (6-12 tahun), tahap ini siswa mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelediki, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongandorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar agar siswa mampu memahami konsep matematika, terampil menggunakan matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, serta memiliki sikap mengahargai penggunaan matematika dalam kehidupan seharihari. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Pada kondisi awal diketahui melalui pengamatan dan wawancara dalam proses pembelajaran Matematika siswa kelas IV SDN 7 Kebumen yang sudah dilaksanakan masih perlu adanya upaya peningkatan dalam proses pembelajaran baik bagi guru maupun bagi siswa. Berdasarkan pengamaan pembelajaran masih berlangsung secara konvensional dan penggunan alat peraga atau media yang masih belum optimal, dan kurangnya keterlibatan dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya mendengarkan materi apa yang sedang disampaiakan tetapi kurang memahami materinya dengan baik. Adapun persentase yang belum memenuhi KKM yatu 66,6% dan yang sudah memenuhi KKM 33,4%. 37 Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan pembelajaran, dapat dilakukan dengan menerapkan Pendekatan pembelajaran SAVI yaitu, somatic (learning by doing yaitu belajar mengalami dan melakukan), auditory (learning by hearing yaitu belajar haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi), visual (learning by seeing yaitu belajar haruslah menggunakan alat indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga), intellectual (learning by thinking yaitu belajar haruslah menggunakan kemampuan berpkir, belajar haruslah dengan konsentrasi pikirandan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkannya). Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan menggunakan media manik-manik adalah: 1) persiapan, yaitu tahap pendahuluan dengan menggunakan media manik-manik untuk menarik perhatian siswa; 2) penyampaian, yaitu penyampaian tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran dengan menggunakan media manik-manik; 3) pelatihan, yaitu evaluasi secara individu maupun kelompok materi yang telah disajikan dapat berupa mengerjakan latihan dengan menggunakan media manik-manik seperti menggukan sedotan, manik-manik, dan stik es krim sebagai media pelatihan; 4) penampilan hasil, yaitu penyampaian hasil latihan yang telah dikerjakan oleh siswa dengan menggunakan media manik-manik. Penerapan pendekatan pembelajaran SAVI dengan media manik-manik dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 7 Kebumen diharapkan siswa akan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan 80% siswa aktif saat kegiatan pembelajaran dengan penerapan pendekatan SAVI dengan media manik-manik. Selain itu dengan adanya penerapan pendekatan SAVI dengan media manik-manik diharapkan hasil belajar siswa meningkat atau memenuhi kriteria KKM, dengan 80% siswa mendapatkan nilai = 70. Adapun skema kerangka berpikir, dapat dilihat pada Gambar 2.16 38 Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir Pembelajaran yang dilakasanakan masih berpusat pada guru. Siswa pasif saat kegiatan pembelajaran Matematika dan hasil belajar siswa rendah (< KKM=70) Menerapkan pendekatan SAVI dengan media manik-manik dalam pembelajaran Matematika Tentang bilangan bulat sebagai berikut : 1. Persiapan, guru memper-siapkan pembelajaran yang di butuhkan pada hari itu. 2. Penyampaian, guru menyampaiakan atau menjelaskan materi dan cara penggunaan media. 3. Pelatihan, siswa berdiskusi dengan teman kelompok dan guru memberi arahan kepada siswa. 4. penampilan hasil, perwakilan kelompok manampilkan hasil dengan maju dan menuliskan jawaban di papan tulis. Pembelajaran Matematika tentang bilangan bulat mencapai ≥ KKM (70) sebanyak 80%. Gambar 2.16 Skema Kerangka Berpikir 1.Pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa lebih mudah memahami materi. 2. Siswa aktif dan terlibat lang-sung dalam pem-belajaran. 3. siswa dapat menyelesaikan masalah pembelajaran 39 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian yaitu “jika penerapan pendekatan SAVI dengan menggunakan media manik-manik dilaksnakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang bilangan bulat bagi siswa Kelas IV SDN 7 Kebumen Tahun Ajaran 2015/2016”.