Islam, Sains, dan Teknologi VIII. Prinsip Islam dalam Sains dan Teknologi Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan untuk semata-mata beribadah dan menghambakan diri kepada-Nya (Qs. Adzariyat/52:56). Supaya dapat mencapai tujuan tersebut, manusia membutuhkan fasilitas hidup berupa pangan untuk hidup, pakaian untuk menutup aurat, melindungi diri dari cuaca di sekitarnya, dan papan sebagai tempat tinggal, tempat istirahat, menjaga keselamatan dari gangguan makhluk lain. Untuk mendapatkan semua itulah Allah SWT membekali manusia dengan akal dan kemampuan menjadi khalifah di muka bumi (QS. AlAn’am/6: 165). Dalam menjalankan hidup dan kehidupan di bumi sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, manusia diperintahkan untuk mencari dan mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan baik di akhirat maupun di dunia sebagaimana termaktub di dalam QS. Al-Qasash/28 ayat 77, sebagai berikut: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash Ayat/28 : 77) Pada ayat di atas, Allah memberikan arahan kepada manusia untuk mengupayakan kebahagiaan akhirat tanpa mengabaikan kehidupan dunia. Selaras dengan ayat alqur’an ini, Salah satu hikmah yang disampaikan oleh Imam AsySyafi’i: َمنْ أَ َرادَ ال ُّد ْن َيا َع َل ْي ِه ِبا ْل ِع ْل ِم َو َمنْ أَ َرادَ ْاآلخ َِر َة َع َل ْي ِه ِبا ْل ِع ْل ِم 1 Comment [a1]: Bentuk dan ukuran font apa mungkin disamakan? "Barangsiapa yang menginginkan kesuksesan dunia maka dia harus memiliki ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat maka ia juga harus berilmu." (Majmu’ Syarh al-Muhadz-dzab, karya an-Nawawi dan Mawa'izh al-Imam asy-Syafi’i, karya Shalih Ahmad asy-Syami) Hal ini menunjukkan bahwa sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk hidup di bumi, manusia harus menguasai ilmu tentang Akhirat yang rinciannya ada di dalam ayat-ayat qouliyah yakni kitab Allah dan sunnah Rasul, serta menguasai ilmu keduniaan yang rinciannya berada di dalam ayat-ayat kauniyah yaitu alam semesta.Sehubungan dengan keharusan manusia untuk mengenal alam sekitarnya dengan baik, maka Allah SWT. memerintahkan dalam surat Yunus (10) ayat 101, yaitu: Katakanlah (wahai Muhammad SAW): "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa`at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman" (QS. Yunus (10):101) Ayat ini menjelaskan perintah Allah SWT kepada rasul-Nya agar mengatakan kepada kaumnya untuk memperhatikan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi dengan mata kepala dan akal budi. Kemudian diikuti dengan perenunganterhadap kebesaran Allah yang ditandai dengan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, menumbuhkan tanam-tanaman, dan pohon-pohonan dengan buah-buahan yang beraneka warna dan rasa. Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacammacam hidup diatas bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit kepada manusia.Demikian pula keadaan bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang terjal, dataran yang luas, samudera yang penuh dengan berbagai ikan yang semuanya itu terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berfikir dan yakin kepada penciptanya. 2 Akan tetapi bagi mereka yang tidak meyakini adanya pencipta alam ini, semua tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam ini tidak akan bermanfaat baginya. Di dalam ayat lain di surat Al-Ghasyiyah 17 -20 “Apakah mereka tidak memperhatikan (melakukan ‘nazhor) pada unta bagaimana ia diciptakan?Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gununggunung bagaimana ia ditegakkan dipancangkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan ?” (Q.S. al-Ghasyiyah: 17-20) Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melihat kepada makhluk ciptaan-Nya yang menunjukkan kekuasaan dan keagungan-Nya.“Maka apakah mereka tidak memperhtikan unta bagaimana dia diciptakan?” Sesungguhnya ia (unta) merupakan ciptaan yang sangat menakjubkan dan susunan tubuhnya yang sangat mengherankan di mana unta ini memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Namun demikian ia sangat lentur untuk dijadikan sebagai sarana pengangkut beban yang berat dan mengantarkan kusir yang lemah, dagingnya dapat dimakan kulitnya dapat dimanfaatkan serta susunya dapat pula diminum. Mereka diingatkan mengenai hal tersebut karena mayoritas binatang ternak yang dimiliki oleh masyarakat Arab adalah unta. “Dan gunung-gunung bagaimana ia ditinggikan” Artinya, menjadikannya tertancap kuat sehingga benar-benar kokoh dan tangguh agar bumi beserta penghuninya tidak menjadi goyang.Sedangkandidalamnya diberikan berbagai manfaat dan juga barang tambang. “Dan bumi bagaimana ia dihamparkan” Maksudnya bagaimana bumi itu dibentangkan, dihamparkan, dan di panjangkan. Dengan demikian Allah telah mengingatkan orang Arab Badui untuk menjadikan sebagai bukti dari apa yang 3 sering mereka saksikan, yaitu unta yang sering ia naiki, langit yang berada diatas kepalanya, gunung-gunung yang berada dihadapannya, dan bumi yang berada dibawahnya, yang semuanya menunjukkan kekuasaan Pencipta semua itu, dan bahwasanya Dia adalah Rabb yang Maha Agung, Pencipta, Raja, dan Pengendali. Dan Dia adalah Ilah yang tidak ada Ilah yang berhak di-ibadahi dengan benar kecuali hanya Dia. Allah SWT secara lebih rinci menyebutkan ayat-ayat-Nya sebagai tanda kekuasaan yang perlu kita perhatikan dalam QS.Al Baqarah : 164 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al Baqarah : 164) Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya untuk mendukung kehidupan manusia.Maka Sudah semestinya manusia memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat tanda kebesaran Allah ini untuk semakinmenambah yakin pada kekuasaan dan keesaan Nya, menambah luas ilmu pengetahuannya mengenai alam ciptaan Nya dan dapat pula dimanfaatkannya ilmu pengetahuan itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah yang maha mengetahui. Hendaklah selalu diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini, yaitu : (1) Bumi yang 4 dihuni manusia dan apa yang tersimpan didalamnya baik didarat maupun dilaut sebagai bekal kehidupan manusia sampai waktu tertentu. (2) Langit dengan planet dan bintang-bintangnya semua berjalan dan bergerak menurut orbit masing-masing dantertib mengikuti aturan Ilahi. Tidak ada yang menyimpang dari aturan-aturan itu. (3) Pergantian malam dan siang dan perbedaan panjang dan pendeknya pada beberapa negeri karena perbedaan letaknya, kesemuanya itu membawa faedah dan manfaat yang amat besar bagi manusia. (4) Bahtera berlayar dilautan untuk membawa manusia dari satu negeri ke negeri yang lain dan untuk membawa barangbarang perniagaan untuk memajukan perekonomian. (5) Allah SWT menurunkan hujan dari langit sehingga dengan air hujan itu bumi yang telah mati atau lekang dapat menjadi hidup dan subur, dan segala macam hewan dapat pula melangsungkan hidupnya. (6) Pengendalian dan pengisaran angin dari suatu tempat ke tempat yang lain adalah tanda dan bukti bagi kekuasaan Allah dan kebesaran rahmatNya bagi manusia. (7) Demikian pula, harus dipikirkan dan diperhatikan kebesaran nikmat Allah kepada manusia dengan bertumpuk-tumpuknya awan antara langit dan bumi. Ringkasnya, semua rahmat yang diciptakan Allah termasuk apa yang tersebut dalam ayat 164 ini patut dipikirkan dan direnungkan bahkan dibahas dan diteliti untuk meresapkan keimanan yang mendalam dalam kalbu, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang juga membawa kepada pengakuan akan keesaan dan kebesaran Allah. Dari ayat-ayat di atas nyatalah bahwa Allah SWT, memberikan bimbinganNya lebih lanjut di dalam al-Qur’an, dengan memberikan contoh apa saja yang dapat diamati dan untuk tujuan apa pengamatan itu dilakukan, agar manusia dapat mengenal baik lingkungannya. Hal ini pulalah yang dilakukan orang dalam pengembangan sains pada umumnya, yaitu melakukan observasi agar dapat menjawab pertanyaan “bagaimana” gejala-gejala yang disebutkan itu berlangsung. Setelah observasi dengan teliti, apa saja yang harus diperhatikan agar orang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung, di dalam empat ayat surat AlGhasyiyah itu. Di dalam Al-Qur’an sendiri petunjuk itu dengan jelas dinyatakan dalam surat al-Qomar (54) ayat 49 yaitu: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.” 5 Demikian pula perlakuan para ahli fisika dalam menangani masalah prosesproses alamiah itu. Mereka mengadakan pengukuran atas besaran-besaran fisis sistem yang diteliti, seperti panjang, berat, suhu, jarak, kelajuan, perlajuan, kekakuan, dan sebagainya. Alam semesta dan proses-proses yang terjadi didalamnya seringkali dinyatakan sebagai ayat-ayat Allah, maka memeriksa, meneliti atau menazhor alam semesta dapat diartikan sebagai membaca ayatullah, sehingga dapat merinci dan menguraikan serta menerangkan ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang pada umumnya merupakan garis-garis besar saja. Ayatullah atau ayat-ayat Allah pada dunia sains modern sering diistilahkan dengan hukum alam. Bagi ilmuwan Muslim hukum alam itu tidak lain adalah segala aturan Allah swt., sunnatullah yang diberlakukan pada alam semesta, sesaat setelah ia diciptakan untuk diikutinya. Selanjutnya dalam surat an-Nahl (16) ayat 11-12, ditekankan tentang pentingnya peranan pikiran kritis dan penalaran yang rasional bagi pengungkapan alam semesta. Ilmu pengetahuan atau sains, kemudian dijabarkan penggunaannya sebagai teknologi, bagi pemanfaatan alam dan pengelolaannya secara baik, sehingga lingkungan hidup yang lestari ini dapat menjadi sumber penghidupan dan tempat berlindung bagi manusia yang mengelolanya. Al-Qur’an mengajarkan lebih dari itu, seorang muslim harus menjadi manusia yang utuh (insan kamil), tidak boleh menyebelah sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Qashash yang tersebut di atas. Jika menguasai sains, maka akan mengetahui bagaimana dinamika alam pada kondisi tertentu, akan dapat meramalkan bagaimana alam memberikan reaksi terhadap tindakan yang dilakukan terhadapnya. Bermodalkan ilmu pengetahuan kealaman yang dimilikinya, manusia dapat menimbulkan kondisi yang dipilihnya sehingga alam menyambutnya dengan tanggapan yang menguntungkan. Manusia memiliki kemampuanuntuk terbang, menyelam hingga dasar laut yang dalam, bahkan dapat menghubungi teman-temannya yang berada dibelahan bumi yang lain, sains yang ia kuasai dijadikannya sumber teknologi bagi kesejahteraannya dalam memanfaatkan lingkungan yang dikelolanya dengan baik, sehingga pantaslah disebut sebagai “khalifah fil ardl”, penguasa di bumi. Untuk melaksanakan tugas sebagai khalifah di bumi, kita harus memiliki teknologi untuk pemanfaatan alam yang berada disekeliling kita dan pelestariannya, agar kita dapat hidup sejahtera secara berkesinambungan, dari generasi ke generasi. 6 Namun, untuk dapat memiliki teknologi itu, baik dengan mengembangkan sendiri maupun dengan mengadopsinya dari bangsa lain, kita mau tidak mau harus melengkapi diri dengan sains yang menjadi pendukungnya. Banyak sekali ilmu yang harus kita miliki untuk keperluan itu, karena itu Rasulullah SAW memerintahkan kepada setiap Muslim dan Muslimah untuk mencari ilmu. Namun karena seorang Muslim harus merupakan manusia yang utuh, agar dapat memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat, maka disamping ilmu keduniaan tersebut harus juga mencari ilmu keakhiratan. Keharusan memiliki ilmu keakhiratan dan keduniaan secara utuh karena diperlukan pada era globalisasi sekarang ini yang melanda seluruh dunia. Dimana tidak ada lagi bangsa yang terisolasi, apa yang terjadi disalah satu sudut dunia ini akan diketahui seluruh umat manusia, dan pengaruhnya akan menjalar kemanamana. Berita/informasi dan hiburan yang disiarkan melalui jaringan internet, radio dan televisi keseluruh pelosok tanah air, baik yang bermutu, yang tidak bermutu maupun yang berbau maksiat, terutama produk dari luar negeri. Hal ini akan menimbulkan pergeseran nilai yang harus diwaspadai. Keimanan serta ketaqwaan yang melandasi akhlak harus di pupuk dan dibina di lingkungan anak remaja, dewasa, maupun orangtua. Sedangkan aqidah yang menjadi tumpuan segalanya harus terus dijaga. Dengan demikian perlu ada keseimbangan dan saling mendukung antara Iptek (ilmu pengetahuan/sains dan teknologi) dan Imtaq (iman dan taqwa). Masalah selanjutnya yang menjadi tantangan umat Islam masa kini adalah bagaimana cara mengembangkan serta memperkuat perpaduan Imtaq dan Iptek tersebut, dengan harapan mencetak orang-orang beriman yang berkemampuan Iptek, atau sebaliknya yaitu ahli-ahli Iptek yang ber-Imtaq. Salah satu segi yang perlu dicermati benar untuk mencapai cita-cita tersebut adalah melalui penyelenggaraan pendidikan formal, khususnya perguruan tinggi, mengingat perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan paling kompeten dalam melahirkan sarjana Iptek yang ber-Imtaq. a. Batasan Sains dan Teknologi Sebelum membahas lebih jauh tentang hubungan antara Islam dengan Iptek (ilmu pengetahuan/sains dan teknologi), perlu diberikan batasan atau definisi dari sains/Iptek, sehingga pembahasan tidak keluar dari koridor dan menyimpang dari tujuan penulisan. Secara bahasa kata sains berasal dari science dalam bahasa inggris 7 yang bermula dari bahasa latin scientia yang memiliki makna “knowledge” atau pengetahuan. Filsuf Bertrand Russel (1935) menjelaskan bahwa sains adalah usaha/percobaan (the attempt) untuk menemukan (to discover), dengan piranti obervasi (observation) dan pemikiran yang mendalam (reasoning) berdasarkan pada hasil observasi tersebut, fakta-fakta tertentu tentang alam semesta dan hukumhukum yang menghubungkan satu fakta dengan fakta-fakta alam yang lain. Sains hanya fokus pada dunia/alam secara fisika yang bertujuan untuk mendapatkan penjelasan yang semakin akurat tentang fenomena di alam dan menggunakan hanya ide-ide yang dapat diuji untuk mendapatkan penjelasan yang benar.Sains hanya bergantung pada bukti fisik (physical evidence) yang bisa diamati dengan indera, sehingga pada dasarnya kebenaran sains terikat oleh waktu dan bebas dari nilai-nilai moral. Adapun secara istilah, ilmu pengetahuan atau sains adalah ilmu pengetahuan kealaman (natural sciences), yaitu ilmu pengetahuan mengenai alam dengan segala isinya. Menurut Baiquni (1996), sainsadalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar. Konsensus yaitu kesepakatan pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data-data pengukuran yang diperoleh dari observasi gejala-gejala alam. Ilmu pengetahuan kealaman dapat dibagi menjadi ilmu kehidupan (life sciences), yaitu ilmu pengetahuan mengenai makhluk hidup di alam, serta, ilmu kebendaan (physical sciences) yaitu ilmu pengetahuan mengenai benda mati di alam. Sedangkan teknologi adalah ilmu tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan, atau menurut istilah Baiquni (1996), yaitu himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains dalam kegiatan yang produktif ekonomis. Dalam hal ini teknologi mempunyai 4 (empat) bentuk, yaitu technoware, humanware, infoware dan orgaware. Technoware adalah teknologi dalam bentuk barang. Humanware adalah teknologi dalam bentuk kemampuan yang tersimpan dalam manusia, yaitu dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, intuisi, dan lain-lain. Inforware adalah teknologi dalam bentuk informasi seperti teori, jurnal profesi, buku-buku iptek, dan lain-lain. Orgaware adalah teknologi dalam bentuk organisasi yang diperlukan untuk melakukan proses transformasi pada kegiatan produksi. Pada awalnya teknologi berkembang terpisah dari sains, namun pada zaman 8 modern teknologi semakin bergantung pada sains, sebaliknya sains maju pesat berkat kemajuan teknologi.Dengan kata lain, pada zaman modern sekarang ini untuk mengetahui “bagaimana” (how), semakin dituntut mengetahui “apa” (what), dan “apa sebabnya” (why). Sebaliknya untuk mengetaui “apa” (what) dan “apa sebabnya” (why), harus banyak tahu tentang “bagaimana” (how). Teknologi seringkali dikaitkan dengan istilah “rekayasa” (engineering), yang ahli nya disebut dengan “Insinyur” (engineer). Pada dasarnya rekayasa adalah suatu komponen teknologi, yaitu komponen yang menyangkut bagaimana sumber daya alam diolah agar bermanfaat bagi manusia. Sedang teknologi adalah totalitas cara untuk menyediakan, berbagai objek yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Adapun mengenai objek ilmu pengetahuan, yaitu semua makhluk yang ada di alam semesta ini, merupakan objek yang layak untuk diriset. Jumlah makhluk Allah yang tersebar di alam semesta tidak dapat dihitung. Jika masing-masing makhluk terkandung di dalamnya ilmu pengetahuan tentang makhluk itu berarti jumlah ilmu pengetahuan juga tidak dapat dihitung. Jika jumlah ilmu pengetahuan yang ada sejak dulu sampai sekarang masih dapat dihitung berarti manusia masih memiliki peluang yang sangat besar untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru sebanyak Makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Demikian pula karena teknologi bersifat selalu mengiringi dan mengimbangi terhadap ilmu pengetahuan, maka jumlah teknologi yang perlu ada juga tidak dapat dihitung. b. Sunnatullah Dalam konsep Islam, Allah adalah al-Khaliq (Pencipta), sedangkan manusia dan alam semesta adalah al-Makhluq (yang diciptakan). Allah menciptakan manusia dan alam semesta dengan karakteristik dan sifat tertentu, atau istilah al-Qur’an dengan “fitrah” tertentu. Karena Allah yang menciptakan, maka Allah pulalah yang mengetahui (al-‘Alim) segala karakteristik dan sifat makhluk ciptaannya. Dengan demikian hanya Allah yang berhak membuat dan menentukan hukum (aturan) yang berlaku bagi makhluk-Nya sesuai dengan fitrahnya. Hukum/aturan Allah (sunnatullah) dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:Pertama, ayat qauliyah adalah hukum Allah yang tertulis atau diwahyukan (tersurat). Secara khusus, hukum Allah ini diberikan melalui jalan resmi. Artinya, secara langsung Allah menurunkan wahyu kepada para Rasul. Ayat qauliyah ini terhimpun dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Karena ayat qauliyah ini merupakan 9 informasi yang datangnya langsung dari Allah SWT. melalui malaikat Jibril dan diwahyukan kepada para Rasul, maka ayat ini merupakan sistem/konsep bagi kehidupan manusia. Kebenaran sunnatullah ini bersifat kualitatif dan deduktif. Artinya, secara kualitas dan secara lengkap ayat qauliyah ini benar, dibuktikan atau tidak, kebenarannya mutlak. Menurut Al-Ghazali, interpretasi manusia terhadap ayat qauliyah ini dikumpulkan dan disusun sehingga menghasilkan ilmu yang disebut ‘ulum naqliyah’ atau ‘ulum syar’iyah; seperti 'ulu- mul-Qur’an, ‘ulum alHadits, usulfiqh, sirah al-Nabawiyah, dan sebagainya. Kedua, ayat kauniyah adalah hukum Allah yang tidak tertulis atau tidak diwahyukan (tersirat). Secara umum, hukum Allah ini diberikan melalui jalan yang berbeda dengan ayat qouliyah. Allah memberikan ilham kepada manusia secara inderawi atau lewat penelitian dan observasi (al-mubasyirah) untuk mengungkap gejala-gejala/fenomena kauniyah. Fenomena kauniyah ini terdapat di alam semesta, baik dari benda mati (abiotik) seperti: tanah, air, benda angkasa, dan lain-lain. Dan makhluk hidup (biotik) seperti: manusia dan binatang. Ayat kauniyah ini hanya merupakan sarana bagi kehidupan manusia (wasail al-hayah). Karena didapatkan melalui penelitian dan observasi, maka kebenarannya bersifat kuantitatif dan induktif. Artinya, kebenarannya tidak lengkap dan relatif, dapat berubah-ubah tergantung kuantitas/banyaknya data dan fakta yang mendukung. Oleh karena itu kebenarannya harus dibuktikan lebih dahulu secara empiris dan observatif dengan percobaan-pecobaan ilmiah (misal: laboratoris). Kebenaran hukum Allah ini bersifat praktis (al-haqiqah al-tajribiyah). Menurut Al-Ghazali, interpretasi manusia terhadap ayat kauniyah ini dikumpulkan dan disusun sehingga menghasilkan ilmu yang disebut ‘ulutri ‘aqliyah, ‘ulum ghoiru syar’iyah. Ilmu ini dibedakan atas kelompok ilmu-ilmu alam seperti: matematika, fisika, kimia, biologi, botani, zoologi, kedokteran, dan lain-lain; Dan kelompok ilmu-ilmu sosial seperti: sejarah, komunikasi, antropologi, psikologi, dan lain-lain. Dengan demikian, jelaslah bahwa sains (ilmu pengetahuan) menurut Islam bersumber dari Allah SWT., yang objeknya berupa wahyu dan alam semesta. Sehubungan dengan ini, maka definisi sains menurut ahli pendidikan dan ahli ilmu pengetahuan yang diakui oleh UNESCO, adalah “segala ilmu yang dapat diketahui dan dibuktikan dengan indera dan eksperimen”. Menurut konsep Islam hal ini tidak dibenarkan, karena pembatasan tersebut mengimplikasikan bahwa sesuatu yang menyangkut Allah, akhirat dan para Nabi tidak dianggap sebagai suatu ilmu, dan 10 orang-orang yang mempelajarinya tidak disebut sebagai ilmuwan. Sehingga menurut mereka membahas hal-hal tersebut termasuk ceritera-ceritera bohong. Oleh karena itu seorang muslim harus menolak definisi sains menurut versi mereka. Seorang muslim harus mengajukan alternatif definisi sains yang Islami dan tidak menyimpang dari definisi dasar, yaitu sains adalah segala sesuatu yang dapat diketahui dan dibuktikan melalui wahyu, indera (termasuk akal) dan eksperimen. Jadi, ukuran ilmiah tidaknya hanya ditentukan dari aspek inderawi dan eksperimen semata, tetapi juga dari segi wahyu. Dengan ukuran ilmiah seperti ini, maka seluruh ajaran Islam adalah ilmiah. Pemahaman seorang muslim terhadap definisi sains yang benar (Islami) merupakan hal yang sangat penting, karena keberhasilan dan kegagalan proses pendidikan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh definisi sains yang dipegang oleh setiap pelaku pendidikan. Selain itu dalam mempelajari sains seorang muslim harus memperhatikan prioritasnya. Karena ayat qauliyah atau alQur,an merupakan konsep kehidupan, maka harus lebih diprioritaskan oleh setiap individu (fardlu 'ain) daripada ayat kauniyah yang hanya merupakan sarana/fasilitas kehidupan untuk kesejahteraan bersama (fardlu kifayah). Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan petunjuk/isyarat bagi kebenaran ayat kauniyah, misalnya surat an-Nur (24): 43 mengisyaratkan terjadinya hujan, surat al-Mukminun (23): 12-14 mengisyaratkan kejadian manusia, surat ar-Rahman (55): 7 mengisyaratkan tentang keseimbangan dan kestabilan pada sistem tata surya, surat al- Ankabut (29): 20 mengisyaratkan adanya evolusi pada penciptaan makhluk di bumi, surat az-Zumar (39): 5 dan surat an-Naml (27): 88 mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi. Sebaliknya ayat kauniyah akan menjadi bukti (al-Bur- han) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat Surat Fushshilat/41: 53). Kedua hukum Allah/sunnatullah (yaitu ayat qauliyah dan kauniyah) tersebut berlaku pada kehidupan manusia. Oleh karena itu, bagi seorang muslim mempelajari fenomena qauliyah dan kauniyah adalah dalam rangka meningkatkan ibadahnya kepada Allah, dan menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa segala aturan, hukum, rumus atau dalil yang berlaku di alam semesta, baik yang berkenaan dengan benda mati (abiotik) maupun makhluk hidup (biotik) adalah pertama, hukum Allah/sunnatullah yang berlaku pada makhluk-Nya yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits (qauliyah) atau yang telah diobservasi dari alam semesta (kauniyah). Jadi bagi 11 seorang muslim gaya gravitasi Newton, molekul-molekul saling berikatan bukan sekedar karena adanya ikatan kimia semata, arus mengalir dalam suatu tegangan yang bertahanan bukan sekedar mengikuti hukum Ohm atau Kirchoff, kestabilan sruktur kayu atau beton bukan sekedar mengikuti hukum-hukum mekanika teknik, beredarnya planet mengelilingi matahari bukan karena sekedar tunduk kepada hukum Kepler, tetapi kesemuanya itu adalah hukum Allah yang ditetapkan-Nya atas seluruh benda yang diciptakannya (lihat Surat Fushshilat/41; 11). Newton, Ohm, Kirchoff, Keppler atau siapapun yang menemukan aturan, rumus, hukum atau dalil yang berkaitan dengan makhluk Allah hanyalah sebagai peneliti yang menemukan dan mengidentifikasikan hukum Allah yang telah ada sebelumnya. Kedua hukum Allah (qauliyah dan kauniyah) harus diintegrasikan dalam diri seorang muslim. Mereka yang mengambil spesialisasi qauliyah harus menguasai dasar-dasar berfikir kauniyah, sebaliknya mereka yang mengambil spesialisasi kauniyah harus menguasai dasar-dasar berfikir qauliyah. Dengan demikian terdapat himpunan irisan yang merupakan wilayah komunikasi antar ulama (mereka yang hanya menguasai qauliyah) dan ilmuwan (mereka yang hanya menguasai kauniyah). Semakin luas irisan keduanya semakin baik dan luas wilayah komunikasinya. Pada dasarnya IPTEKS adalah bebas nilai moralsehingga bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (mashlahat) disatu sisi, sedangkan disisi lain bisa menjadikan mudlarat bagi manusia. Oleh karena itu, Islam memandang teknologi dari pemanfaatannya, untuk kemashlahatan atau kemadlaratan. Bahkan lebih jauh lagi Islam telah membingkai seluruh aktivitas manusia dalam rangka beribadah kepada Allah (lihat Surat adz-Dzariyat/51:56). Dengan demikian, penguasaan sains dan teknologi mensyaratkan penguasaan dan pemahaman ayat-ayat qauliyah sebagai kontrol pemanfaatan sains dan teknologi tersebut. Jika sains dan teknologi dikuasai oleh mereka yang tidak memiliki basis pemahaman ayat qauliah, maka pemanfaatannya cenderung liar, tidak terkontrol, dan sangat membahayakan kehidupan manusia. c. Landasan Filosofis dalam beriptek Ditinjau dari sisi ilmu pengetahuan/sains, maka al-Qur,an sebagai petunjuk (hudan) merupakan peletak landasan filosofis manusia dalam memandang dan memahami alam semesta, al-Qur’an merupakan rumus/formula baku dan alam semesta dengan segala perubahannya merupakan yang layak dan perlu dijawab. al12 Qur’an merupakan kamus alam semesta. Solusi tentang rahasia alam semesta, akan terselesaikan dengan benar jika digunakan rumusan yang tepat yaitu al-Qur’an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat qauliyah akan berjalan secara paralel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan menjadikan teknologi itu berbasiskan al-Qur’an atau teknologi yang Qur’anik. Metode seperti ini disebut induksi al-Qur’an. Pada kondisi yang lain, tidak menutup kemungkinan bahwa dengan melalui proses deduksi yaitu pengamatan terhadap alam semesta, maka akan dihasilkan kesimpulan yang mengarah kebenaran al-Qur’an. Al-Qur,an adalah firman Allah yang diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Juga al-Qur,an merupakan produk iptek Allah yang diturunkan kepada manusia untuk menuntun manusia akan jalur-jalur riset yang perlu ditempuh, sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Pada sisi ini fungsi al-Qur’an sebagai hudan memberikan kecerahan pada akal manusia, sehingga manusia merasa lapang dihadapan Allah yang Maha Luas. Kebenaran hasil riset ini dapat diukur dari kesesuaian antara akal dengan naql. Kerja akal yang sesuai dengan naql ini dapat dikategorikan sebagai ibadah kepada Allah SWT. dan sekaligus turut mengisi definisi ijtihad dalam arti umum yang memiliki nilai yang sangat besar. Usaha berkelanjutan untuk mengkaji al-Qur’an perlu dilakukan dan bahkan hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi setiap ilmuwan yang akan meriset terhadap alam semesta, menciptakan produk teknologi merupakan hasil kerja dari orang-orang yang taat kepada tata tertib al-Qur’an. Al- Qur’an juga merupakan sumber fenomena yang layak untuk diriset, yang dimaksud disini bukan al-Qur’annya itu sendiri yang diriset, namun permasalahan riset dapat saja muncul setelah orang membaca dan mengkaji al-Qur’an. Metode ini termasuk jenis induktif. Selain itu Islam juga mempersilahkan kepada para periset untuk menggunakan metode deduktif. Oleh sebab itu, jika periset merupakan orang yang beriman maka tidak ada masalah untuk menggunakan metode riset, apakah itu induktif atau deduktif. Sedangkan teknologi dalam Islam adalah bukan merupakan tujuan, tetapi sebagai alat yang digunakan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah serta bisa lebih memahami ayat-ayat Allah. Semakin maju teknologi, semakin banyak informasi yang diperoleh. Penemuan-penemuan baru akan semakin membantu kepada orang Islam untuk lebih mudah mengagungkan Allah sehingga baginya 13 benar-benar bahwa Allah itu Maha Besar, dan sebaliknya manusia merupakan makhluk yang amat kecil. Dengan demikian, diharapkan akan semakin memperbesar peran manusia sebagai khalifah Allah di permukaan bumi yakni memakmurkan bumi dan mengusahakan kesejahteraan bagi segenap penghuni bumi. IX. Sejarah PerkembanganSains dan Teknologi modern dan Kontribusi Muslim Prof. Cemil Akdogan (2005) memaparkan tentang asal usul sains modern dan kontribusi muslim sebagai berikut: Dewasa ini, dunia barat merupakan kiblat perkembangan sains dan teknologi karena mereka lebih cepat dan kuat dibandingkan dengan peradaban-peradaban lain. Hal ini tidak terjadi begitu saja secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan hasil pengembangan dan perubahan secara revolusioner yaitu revolusi ilmu, revolusi perancis, revolusi industri dan disusul oleh-revolusi-revolusi abad 20 dalam bidang IPTEK yang saling berkesinambungan sejak abad pertengahan yang pada akhirnya tidak hanya mempengaruhi Barat itu sendiri, tetapi juga seluruh dunia. Faktorfaktor yang paling signifikanpengaruhnya dalam revolusi-revolusi tersebut adalah sains dan teknologi.Teknologi adalah pengetahuan praktis yang sudahdigunakan oleh manusia sejak awal keberadaannya,sedangkan sains berkembangsejak sekitar 600 SM oleh para filosof Yunani.Akan tetapi, perkembangan sains timbul tenggelam secara bergantian oleh peradaban-peradaban yang berbeda sebelum Revolusi llmiah serta sebelum Revolusi Industri.Dalam perkembangan sains dan teknologisampai dekade pertengahan abad ke- 19, keduanya mengikuti jalan-jalan yang berbeda dan independen.Saat itu Teknologi berkembang tanpa suatu input ilmiah/sains. Setelah sains benar-benar mempengaruhi teknologi, iatelah menjadi faktor pembeda utama dalam memisahkan periode modern dengan periode pertengahan dan periode klasik. Pada akhirnyasains maupun teknologi menjadi tiang utama dalam peradaban Baratdalam mengukuhkan superioritasnya dan dominasinya atas peradaban lainhingga saat ini. Sains telah menjadi bagian penting, sebagai fondasi dan mesin pengembang, dalam pengembangan teknologi yang canggih. Sains merupakan usaha keras yang abstrak dan tak nampak, berhubungan dengan ide-ide dalam cara-cara yang abstrak, berbeda dengan teknologi yang bertujuan memproduksi benda-benda yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup. Jadi teknologi merupakan aplikasi pengetahuan ilmiah, dan tanpa pemahaman dan penguasaan Iandasan ilmiah. Kita 14 harus sadar bahwa sains itu bukan teknologi. Jika hanya memproduksi pirantipiranti teknologis melalui imitasi produk-produk teknologi barat adalah sangat berisiko, dan akan selalu tertinggal. Kalau bangsa-bangsa Muslim atau Timur tidak mengambil alih kepemimpinan ilmiah dari Barat, supremasi Barat dalam teknologi berbasis sains akan terus berlanjut. Sejarah kebudayaan dan peradaban manusia oleh Kaum humanis Italia pada periode Renaissance dibagi menjadi tiga periode yakni periode kuno, pertengahan, dan modern.Periode modern diidentifikasikan dengan perubahan dan kemajuan terutama di bidang sains dan teknologi. Asal-usuldominasi Barat atas dunia laindalam bidang sains ditelusuri dengan membahas perubahan dan kemajuan sains dalam periode pertengahan dan modern. Namun, dalam melakukannya atau untuk mendapatkan gambaran besar bagi topik ini, kita perlu membandingkan dan membedakan Islam dan Barat. Walaupun orang Islam dahulu tidak ingin melepaskan diri dari paradigma-paradigma Aristoteles dalam fisika, Ptolemy dalam astronomi dan Galen dalam ilmu kedokteran, mereka menyiapkan landasan bagi Revolusi Ilmiah dan bahkan membuat kontribusikontribusi yang sangat penting bagi fondasi utama sains modern. Orang-orang Barat pertama-tama belajar danmengasimilasi apa yang telah dicapai umat Islam di semua lapangan, kemudian melalui perubahan-perubahan revolusioner tertentu mengambil alih kepemimpinan, terutama dalam teknologi dan sains, dan juga dalam urusanurusan militer dan politik. Ketika akhirnya mereka menggabungkan sains dan teknologi pada abad kesembilan belas, mereka mengukuhkan kembali kekuasaan mereka dan menjadi tak tertandingi. Fakta sejarah menggambarkan bahwa asal-usul sains modern, atau Revolusi Ilmiah, berasal dari atau minimal dipengaruhi oleh peradaban Islam.Sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Thomas Arnold di dalam bukunya “The Preaching of Islam”hal 131: “Muslim Spain had written one of brightest pages in the history of mediavel Europe. Her influence had passed through Provence into the other countries of Europe, bringing into birth a new poetry and a new culture, and it was from her that Cristian scholars received what of Greek Philosophy and science they had to stimulate their mental activity up to the time of Renaissance” (Muslim Spanyol telah menuliskan dengan tinta emas dalam salah satu lembaran sejarah eropa di abad pertengahan. Pengaruhnya telah jauh melewati wilayah Provence menuju ke berbagai negara eropa, sehingga melahirkan sastra dan budaya baru, 15 serta dari merekalah Ilmuwan-ilmuwan Kristen menerima filsafat yunani, dan sains yang mereka punya untuk memperkuat aktivitas mental mereka sampai pada masa Renaissance) (Hamza Tzortzis, 2013). Umat Islam melalui ilmuwan-ilmuwannya adalah pionir sains modern (D.C Lindberg, 1976). Jikalau faktor-faktor yang menghambat perkembangan sains di dunia islam tidak terjadi: seperti peperangan di antara sesama muslim, tentara Kristen tidak mengusirnya dari Spanyol, dan orang-orang Mongol tidak menyerang dan merusak bagian-bagian dari negeri-negeri Islam pada abad ke-13, Dunia islam akan mampu menciptakan seorang Descartes, seorang Gassendi, seorang Hume, seorang Copernicus, dan seorang Tycho Brahe, karena telah ditemukan bibit-bibit filsafat mekanika, empirisisme, elemen-elernen utama dalam heliosentrisme, dan instrumen-instrumen Tycho Brahe, dalam karya-karya Al-Ghazãli, lbn Al-Shãtir, para astronom pada observatorium Maragha, dan karya-karya Takiyuddin. Untuk memasuki suatu periode baru seperti Renaissance dan kemudian untuk mencapai Revolusi llmiah; prasyarat pertama adalah mematahkan pegangan pada pijakan sains dan filsafat sebelumnya, dalam hal ini pada Aristoteles, yang dilakukan oleh Al-Ghazali secara menakjubkan dalam Tahafut al-Falãsifah-nya di penghujung abad ke- 11. Al-Ghazali, untuk pertama kalinya, menghancurkan otoritas Aristoteles dan pada saat yang sama menabur bibit-bibit filsafat mekanika, fondasi metafisika untuk sains modern. Maka kontribusinya itu tidak hanya destruktif, tetapi juga konstruktif. Setelah al-Ghazãli, sains dalam Islam terutamanya dalam aritmetika dan astronomi terus berkembang. Misalnya, sekitar dua puluh astronom bekerja sama dalam observatorium Maragha di Timur pada abad ke- 13 dan mengumpulkan data selama dua puluh tahun. Sejauh yang kita ketahui inilah observatorium terorganisir yang pertama yang di dalamnya terkonstruksi instrumen-instrumen dan juga perpustakaan. Walaupun mereka bekerja di dalam kerangka astronomi Ptolemaik, mereka juga melakukan kritik terhadapnya. Itulah mengapa kepala observatoriurn ini, Nasir al-Din al-’Tüsi dan muridnya, Qutb al-Din al-Shirãzi bekerja sama membangun model yang lebih konservatif dalam menerima gerak seragam (uniform motion) ketimbang sistem Ptolemaik. Belakangan, dalam sistem Copernican, kita juga menemukan sikap konservatif yang sama. Pada abad keempat belas Ibn alShãtir, seorang astronom Damaskus, menyempurnakan model Tusi dan Shirãzi dengan mengembangkan model-model planet yang non-Ptolemaik dan teori lunar 16 (bulan). Eropa sungguh beruntung dapat menikmati stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi setelah abad ke- 11. Jika saja orang-orang Mongol menginvasi keseluruhan Eropa, yang mereka mampu lakukan, orang-orang Barat tidak akan mendapatkan stabilitas dan kemakmuran yang cukup untuk bisa sukses menyempurnakan Revolusi Ilmiah (Scientific Revolution). Seperti kita ketahui, orang-orang Mongol, setelah mengambil Silesia pada tahun 1241, kembali ke negeri mereka, sejak raja mereka di Mongolia mati dan mereka harus memilih pemimpin baru mereka. Dengan mewarisi pencapaian-pencapaian sains dan intelektual dunia Islam dalam berbagai area melalui penerjemahan dan kontak personal dan juga dengan peminjaman dan penggunaan kompas magnetik, mesiu, teknik-teknik pembuatan kertas dan percetakan dari umat Islam, orang-orang Barat mulai membangun struktur sains dan teknologi modern. Pada permulaan abad ke-13 orang-orang Barat telah menerjemahkan hampir seluruh buku Aristoteles, para filosof Yunani lain, dan para filosof, teolog dan saintis-saintis Islam, dari Bahasa Arab ke Latin. Mereka menerima karya-karya ilmiah teknis tentang astronomi, optik, astrologi, matematika, kimia dan kedokteran secara antusias dan dengan keasyikan tersendiri, sejak itu mereka dapat menutup jurang keterpisahan yang ada. Di Barat, sains terus berkembang dan tidak pernah kehilangan peluang seperti halnya kondisidi dunia Islam, terutamanya disebabkan oleh institusi-institusi pendidikan khas yang disebut universitas. Komunitas filosof dan mahasiswa terbesar pada Abad Pertengahan mempelajari ide-ide Aristoteles melalui interpretasi dan kornentar-komentar lbn Sinã dan lbn Rushd pada institusi-institusi ini dan mencoba mengembangkannya lebih jauh. Dengan kata lain, disebabkan oleh matriks disiplin yang sama, yaitu Aristotelianisme, para mahasiswa dilatih di dalam pandangan alam (woridview) Aristotelian. Dengan demikian, sebagai hasil dan standardisasi pendidikan, professor dan mahasiswa dapat berpindah dan satu universitas ke universitas yang lain. Zaman Renaissance Renaissance, Abad Kelahiran Kembali, antara rentang tahun 1350 hingga 1550, pertama-tama dimulai di Italia dan belakangan menyebar ke Eropa Utara. 17 Menurut kaum humanis, Renaissance berlangsung sejak keruntuhan lmperium Romawi, zaman kegelapan di Eropa berlangsung selama seribu tahun. Periode, yang juga disebut Abad Pertengahan (Middle Ages), bersifat tidak produktif, mandeg, dan gelap. Ini disebabkan oleh keringnya logika dan metafisika Aristotelian. Sebagai reaksi melawan spekulasi yang gagal dan Skolastikisme dan Kristen, mereka memfokuskan perhatian pada ide-ide tentang figur-figur klasik dalam sastra, arsitektur dan seni. Tetapi tujuan mereka sebenarnya adalah untuk menciptakan zaman baru. Untuk mencapai zaman baru, orang-orang Eropa mulai menggunakan teknologi. Setelah mengkonstruksi hukum-hukum dan membangun kapal-kapal yang lebih canggih, mereka mulai mengeksplorasi dunia dan menemukan tanahtanah baru. Dengan perjalanan-perjalanan penemuan itulah mereka menemukan emas, budak dan rempah-rempah di tanah-tanah baru dan, agar dapat mengeksploitasi sumber-sumber dan orang-orang di tanah baru itu lebih lanjut, mereka pun menjajahnya. Maka sejak abad kelima belas itulah mereka mulai mendominasi dunia. Dalam periode krisis ini, para pemikir, ilmuwan, dan filosof percaya bahwa alam semesta (universe) merupakan satu organisme dan selalu terdapat kekuatan gaib di mana-mana. Kekuatan-kekuatan superioryang dimiliki oleh organ-organ langit dapat mempengaruhi kekuatan-kekuatan inferior. Dengan ide-ide inilah Renaissance menjadi sebuah periode magis para excellence, sejak itu magis atau anti-rasionalisme untuk pertama kalinya mendapatkan status intelektual. Dengan demikian, periode ini, yang di dalamnya terjadi pemburuan para penyihir, bukanlah serasional seperti yang biasa diperkirakan, dan sebenarnya periode ini adalah periode anti-ilmiah. Filsafat Mekanika Pada abad ketujuh belas, Filsafat mekanika yang menjadi fondasi sains modern muncul melawan animisme Renaissance. Filsafat mekanika sebagai alternatif bagi Aristotelianisme maupun animisme pada akhirnya menjadi paradigma dominan dan mencapai puncaknya pada masa Isaac Newton.Descartes, Kepler, Galileo, Boyle dan para filosof mekanika lainnya membedakan antara kualitas primer dan kualitas sekunder untuk mencopot animisme dari alam. Menurut mereka, kualitas-kualitas primer (properti geometris) dimiliki alam, tetapi 18 kualitas-kualitas sekunder seperti warna, kehalusan, kekerasan, rangsangan, dan rasa pahit hanya muncul dalam pikiran manusia (human mind). Dengan cara inilah orang-orang Barat memisahkan alam dan pikiran dan Tuhan agar dapat memahami dan memanipulasinya dalam kerangka Francis Bacon. Maka, jika kita menggunakan istilah Alexander Koyre, alam menjadi “dijinakkan” (devalorized). Sebagaimana Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas secara tepat menggambarkannya:” Revolusi Cartesian pada abad ke-17 rnenghasilkan dualisme final antara materi dan spirit dalam cara yang membuat alam dibiarkan terbuka untuk dikaji dan melayani sains sekular, dan meletakkan manusia dalam tingkatan dimana tidaic ada yang lain kecuali dunia yang ada di tangannya”. Seperti yang diindikasikan sebelumnya, Descartes itu bukanlah satu-satunya arsitek filsafat mekanika. Misalnya, filosof mekanika lain, Gassendi, membangkitkan kembali dan mengknisteruisasi madzhab atomistik kuno dan menenima kesimpulankesimpulan skeptisisme dengan menekankan kompleksitas alam. Berbeda dengan Descartes, ia mengklaim bahwa Untuk memahami esensi sesuatu itu tidak mungkmn dan bahwa satu-satunya yang dapat dibuat adalah mendesknipsikan penampakanpenampakan (appearances). Filsafat mekanika mempenganuhi Revolusi Ilmiah, yang pada gilirannya memainkan peran penting baik pada masa Pencerahan maupun Revolusi Perancis, tetapi sains mendapatkan kekuatan yang sebenarnya ketika ia mulai mempengaruhi teknologi dalam artian yang riil. Revolusi Ilmiah Tahapan revolusi ilmiah dimulai dengan usaha membangun sains baru oleh beberapa ilmuwan barat, diantarnya: Francis Bacon menulis Novuni Organum (Instrumen Baru), Tartaglia menulis Nova Scientia (Sains Baru), Giambattista Vico Nova Scienza (Sains Baru), Kepler Astronomia Nova (Astronomi Baru), dan Galileo Two New Sciences (Dua Sains Baru). Dalam Bidang Astronomi, Copernicus, Tycho Brahe, dan Keppler merumuskan meletakkan dasar sains astronomi modern. Prestasi terbesar Coppernicus adalah mematematisasi sistem heliosentris, tetapi ia masih memakai model-model Ptolemaik, seperti epicycles on deferents (poros lingkar kecil benda langit berorbit di garis lingkar besar bumi), eksentrika (keganjilan), dan epicycles over epicycle (pergerakan dalam garis lingkar kecil). 19 Tycho Brahe mengumpulkan data akurat selama lebih dan dua puluh tahun dengan bantuan instrumen-instrumen besar dan banyak asisten untuk dapat memecahkan masalah-masalah astronomi teoretis dan praktis secara sekaligus. Kepler, dengan~ menggunakan data Tycho, menemukan tiga hukum deskriptif bagi bendabenda langit. Hukum pertamanya—sebetulnya hukum kedua dalam proses penemuan— menyatakan bahwa planet-planet bergerak dalam orbit elips mengelilingi matahari yang ia (matahari) sendiri menempati salah satu dan pusat elips. Kepler pertama-tama mencoba untuk mencocokkan data Tycho ke dalam sistem Copernican, tetapi apapun yang ia kerjakan ia tidak menemukan kecocokan yang sempurna antara orbit sirkular Mars dengan data Tycho. Setelah bergelut dengan masalah ini, paling tidak selama enam tahun, ia menemukan bahwa orbit-orbit planet itu elips. Dengan penolakan atas orbit-orbit sirkular yang telah tertanam dalam pikiran manusia selama dua puluh abad, Kepler merevolusi astronomi. Dalam fisika, Galileo menggagas gerak lamban (inertial motion) secara orisinil dan revolusioner sehingga ia dapat mempertahankan sistem Copernicus dari sudut pandang fisika. Menurut Galileo, jika bumi bergerak dan jika kita menjatuhkan sebongkah batu dari atas menara, objek itu akan mendarat pada bagian bawah menara, tetapi tidak ke jurusan barat sebagaimana diklaim oleh Tycho Brahe dan anti-Copernican lainnya, karena objek itu akan mengikuti gerak bumi atau ia akan mempunyai gerak lamban (gerak horizontal) dan mula hingga akhir. Dengan cara ini, Galileo telah melepaskan salah satu dan keberatan-keberatan kaum anti-Copernican. Selanjutnya, Galileo menggunakan teleskop untuk tujuan-tujuan astronomi untuk pertama kalinya dan membuat banyak observasi. Ia menemukan banyak bintang baru, titik-titik di matahari, fase-fase Venus, satelit Jupiter, cincin Saturnus, dan permukaan bulan yang kasar, dan secara sukses menggunakan semua observasi ini untuk membela sistem Copernican. Misalnya, bulan itu seperti bumi. Ia penuh dengan kawah, wilayah-wilayah gelap (sama seperti lautan di bumi), bukit-bukit dan gunung-gunung. Maka bulan itu adalah besar, sangat besar, dan berat, dan, sejauh kita ketahui, siapapun tidak keberatan dengan ide gerak bulan. Lantas mengapa harus ada orang yang keberatan dengan ide gerak bumi, objek lain yang seperti bulan? Dalam babak akhir Revolusi llmiah, Isaac Newton menemukan heterogenitas 20 cahaya dan hukum kekuatan gravitasi. Dalam mekanika ia menambahkan kategori ketiga, yaitu kekuatan (force) atas materi dan gerak, dan merumuskan hukum gravitasi universal secara matematis, dan dengan memakai hukum baru itu ia dapat menjelaskan seluruh gerak dalam alam semesta.Setelah prestasi besar Newton, para pemikir periode Pencerahan mendewakan manusia dan mendasarkan segala sesuatu pada kekuatan rasional. Maka, disebabkan oleh dampak Revolusi Ilmiah, pandangan dunia mekanis dan sekular telah mencapai puncaknya dan mulai berdaulat penuh di Barat. Dalam kata-kata Profesor Al-Attas:” Dan abad ke-17 hingga ke-19 Pencerahan Eropa dihubungkan dengan, dan memang merupakan kelanjutan dan, Renaissance. Periode ini dicirikan dengan semangatnya untuk materialisasi dan sekularisasi manusia ideal dalam masyarakat ideal. Para filosof naturalis menulis tentang hukum alam, agama alamiah, dan menekankan pada kemanusiaan, kebebasan, kemerdekaan, keadilan. Ide-ide mereka menjadi kenyataan di Amenika dan dijadikan sebagai filsafat dasar bagi Independensi. Jika renaissance berarti ‘terlahir’, dan enlightenment menandakan ‘datangnya abad’ manusia Barat dan keadaan bayi yang mana rasionya harus bergantung atas bantuan yang lain, kini disebut sebagai telah matang dan penuh pengalaman untuk mengarahkan jalannya sendiri. Profesionalisasi SainsPada abad kesembilan belas struktur institusional dan sosial Sains berubah drastis, Revolusi ilmiah ke-2 ditandai dengan kernunculan sains sebagai profesi. Hal ini memicu untuk menghasilkan teknologi berbasis sains dan semakin mendekatkan pertautan universitas, pemerintah, dan industri. Untuk memahami bagaimana revolusi ilmiah kedua ini, akan dibandingkan kesempatankesempatan pendidikan dan profesi yang mempengaruhi perkembangan sains di Inggris, Perancis, dan Jerman. Pada abad sebelumnya, abad ketujuh belas dan kedelapan belas, ilmuwanilmuwan di lnggris Datang terutamanya dan kelas atas (upper class), mereka mempunyai kekayaan dan waktu luang, dan bagi mereka sains adalah suatu hobi, sehingga mereka tidaklah profesional. Pada masa in, Pengajaran dan kerja penelitian aktual itu terpisah, para ilmuwan tingkat pertama lnggnis tidak berafiliasi dengan universitas. Terlebih lagi, pemerintah Inggris secara finansial tidak mendukung sains.Revolusi industri awal mula terjadi di lnggris pada tahun 1780-an dalam industri tekstil, batu bara, dan industri besi, sebagai hasilnya Inggris menjadi negara nomor satu dalam bidang industri-industri tensebut.Revolusi industri pertama in tidak bersifat ilmiah, sehingga tentu saja tidak dapat dan tidak memprofesionalisasi 21 sains, tetapi mempengaruhinya secana massif. masyanakat ilmiah baru benmunculan di Leeds, Birmingham, Manchester, Bristol, dan Newcastle, Komunitas ilmuwan ini berusaha untuk memecahkan masalah-masalah industri dengan aplikasi pengetahuan ilmiah/sains. Hal ini menjadikan sains mendapatkan bentuknya yang utilitarian.Revolusi Industri juga berpengaruh terhadap asal-usul sosial (social origin) para ilmuwan yang bergeser dari kelas atas (upper class) kepada kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Pada abad ketujuh belas, 47 persen dari para ilmuwan yang datang dan kelas menengah dan bawah, pada akhir abad kedelapan belas, menjadi 82 persen. Walaupun Inggris tidak kekurangan pakar-pakar sains seperti Herschel, Joseph Black, Davy Faraday, Dalton, Playfair, Priestley, Cavendish, dan Brewster, negeri ini kekurangan sistem pendidikan untuk melatih ilmuwan profesional atau ilmuwan kelas-dua. Revolusi Perancis menyebabkan seluruh universitas dan sekolah yang berafiliasi dengan gereja atau pendidikan klasik ditutup, dan diganti dengan sistem pendidikan sentralistis baru yang disebut acole centrale. Pada sekolah-sekolah dan universitas yang baru dibangun itulah penekanan ditumpukan pada ilmu-ilmu alam seperti matematika, fisika dan kimia ketimbang bahasa Latin dan Yunani. Harapannya, matematika dan fisika dapat menjadi penawar pada prasangka-prasangka dan cara pikir lama dan ide-ide demokratis dan rasional dapat dimasukkan ke dalam pemikiran mahasiswa.Memang, Revolusi Perancis merupakan upaya untuk menerapkan ide-ide Pencerahan pada isu-isu sosial dan politik, tetapi apa yang lebih menjadi perhatian kita adalah bahwa para arsitek revolusi itu telah memahami secara benar peran utama dan fundamental sains murni sebagai fondasi teknologi.Pemenintahan Perancis mendukung dan mengarahkan profesionalisasi sains dengan menawarkan kerja kepada ilmuwan kelas-pertama pada sekolahsekolah dan universitas-universitas baru, dengan menyiapkan imbalan untuk mendorong penelitian-penelitian yang berharga, dan dengan mengintegrasikan pengajaran dan kerja penelitian aktual—dua hal di Inggris yang memang terpisah.Pendidikan ilmiah dalam artian modern itu tidak ada sebelum ãcole Polytechnique didirikan pada tahun 1794 sebagai sekolah teknologi untuk memenuhi kebutuhan praktis Republik tersebut. Sekolah unik ini berisi sains-sains teoretis dan praktis dan untuk pertama kalmnya memperkenalkan laboratorium-laboratorium penelitian untuk fisika dan kimia, sehingga dapat membangun tradisi baru yang penting yang terus berlanjut hingga sekarang. 22 Di antara para professor ãcole Polytechnique, adalah ilmuwan terkenal Perancis seperti Monge, Fourier, Lagrange, Laplace, Prony, Poinsot dan Berhollet. Hal ini menarik banyak mahasiswa-mahasiswa luar negeri seperti Justus Liebig, Count Rumford, Alexander von Humboldt, dan Volta datang ke sekolah ini.Sentralisasi institusi keilmuan membuktikan dirinya berguna, tetapi ternyata dikemudian hari ia menjadi penghalang kemajuan pendidikan ilmiah di Perancis. Hal inilah yangmenjadi salah satu sebab Perancis kehilangan kepemimpinannya dalam pendidikan ilmiah, kalah oleh Jerman setelah dekade pertama abad kesembilan belas, terutama setelah Napoleon melakukan militerisasi ãcole Polytechnique dan menyatukannya dengan universitas-universitas lain. Sebelum Revolusi Industri, pengelola sekolah di Jerman yang berwawasan jauh kedepan menginisiasi pembaruan sekolah-sekolah dengan sistem desentralisasihal in karena didukung oleh struktur politiknya, sehingga kompetisi sehat antara universitas-universitas dari berbagai negara bagian meningkatkan kualitas pendidikan. Universitas-universitas tua agar tidak punah, orang-orang Jerman membuka universitas-universitas baru yang menitikberatkan pada ilmu alam agar mendukung universitas-universitas tua tersebut. Mereka juga mendirikan sekolah-sekolah teknik baru atau Technisches Hochschulen, yang dipolakan mengikuti cicole Polytechnique, yaitu untuk memenuhi kebutuhan industri dan komersial masyarakat.Orang-orang Jerman memahami peran sentral sains dalam teknologi dan untuk menitikberatkan poin tersebut mereka mengajarkan ilmu-ilmu alam sekalipun di sekolah-sekolah teknik. Utamanya, kerja penelitian dalam kimia dilakukan di laboratoriurn-laboratorium sekolah-sekolah praktis tersebut. Mengenai penguasaan ilmu-ilmu alarn, kita juga melihat bahwa terdapat kompetisi yang tajam antar universitas dan sekolah -sekolah teknik. Untuk berkompetisi secara efektif dengan sekolah-sekolah teknik, universitas-universitas juga mengajarkan aplikasiaplikasi sains. Maka tidaklah heran jika Jerman menikmati keunggulannya disebabkan penggunaan laboratoriumn-laboratorium penelitian secara efektif di universitasuniversitas dan sekolah-sekolah teknik. Beberapa ilmuwan seperti Henry Rose, Gustav Magnus, dan Purkinje mendirikan laboratorium-laboratoriurn penelitian di tempat tinggal mereka. Terutama sekali, laboratoriurn penelitian kimia Justus Liebig pada Universitas Giessen mendapatkan reputasi yang luas disebabkan oleh pentingnya industri kirnia. Liebig dapat mengilhami dan mendorong antusiasmenya 23 kepada para rnahasiswa, dan sebagai hasilnya tesis-tesis doktoral pun mulai membanjiri laboratoriumnya. Pada gilirannya, rnahasiswa yang dilatih oleh Liebig rnenyebarkan pengajaran laboratoriurn tersebut ke banyak ternpat. Para ilmuwanprofesional Jerman juga telah mendirikan masyarakat baru dan mulai berkumpul di banyak kota setiap tahun dengan dukungan antusias dari raja. Masyarakat ini, yang disebut “Gesellschaft Deutscher Naturforscher und Artze” diuruskan semata-rnata oleh para ilmuwan profesional yang telah rnenerbitkan beberapa artikel selain disertasi doktoral mereka, dan para ketua masyarakat ini diganti setiap tahun untuk membuat masyarakat tersebut tetap dinarnis. Dengan kerja serius mereka para ilmuwan telah rnendapatkan perhatian publik dan pernerintah dan rnendapatkan dukungan finansial yang cukup dan berbagai pihak. Walaupun mereka rnendapatkan dukungan finansialnya terutarna dan pemerintah, rnereka tetap rnenikrnati atrnosfir kebebasan yang luar biasa. Dengan kondisi-kondisi yang menguntungkan inilah Jerman mampu mencetak banyak ahli kimia profesional, dengan kata lain, bukan para jenius, tetapi para ilrnuwan kelas dua dan tiga yang dapat bekerja dalam laboratorium-laboratorium industri. Sejak Inggris kekurangan ilmuwan profesional, Jerman dengan mudah mengambil alih kepemimpinan industri pewarnaan (celup) dan untuk pertarna kalinya rnernulai teknologi berbasis sains, yaitu pada perrnulaan sains-terapan, antara tahun 1858 dan 1862. Para ahli kimia Jerrnan rnengganti celup binatang dan tumbuhan dengan substansi-substansi yang diproduksi secara ilrniah. Secara lebih khusus, mereka mendapatkan bahan-bahan celup sintetis yang lebih baik dan tar batu bara yang diirnport yang kemudian diproses secara kirniawi. Setelah 1870 Jerman juga menjadi pemimpin dalarn industri-industri listrik, baja, minyak, kimia, dan mesin pembakaran internal. Dengan mengikuti model Jerman, Amerika Serikat pada akhir abad kesembilan belas juga memprofesionalisasi sains. Sebagai indikasi dan perkembangan ini, maka pada tahun 1890 didirikanlah American Associaton for the Advancement of Science, sebagai masyarakat ilmuwan profesional pertarna. Menjelang tahun 1900 Arnerika Serikat berencana menjadi kekuatan industri dan ekonomi yang penting dan, terutama setelah Perang Dunia Kedua, mengambil alih kepemimpinan hampir di setiap bidang. Dari paparan di atas, Teknologi berbasis sains menjadikan hubungan antara universitas, pemerintah dan industri berkembang sangat pesat. Kini para ilmuwan 24 berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan ataupun industri-industri, dan juga mendapatkan posisi-posisi tinggi pada hampir setiap cabang pemerintahan. Misalnya, di Amerika Serikat mereka memberi nasihat kepada Presiden dan Kongres tentang isu-isu penting (kebanyakannya bersifat ilmiah). Sains betul-betul telah menjadi faktor pembeda utama dalam memisahkan periode modern dengan periode pertengahan dan periode kiasik, terutama setelah ia betul-betul mempengaruhi teknologi. Namun, kini kita juga menyadari bahwa sains itu hanya merupakan instrumen yang diciptakan oleh para filosof dan ilmuwan. Dengan demikian, sains ataupun teknologi berbasis-sains sebagai instrumen buatan manusia yang mempunyai keterbatasannya sendiri tidak dapat kita harapkan sebagai obat mujarab bagi segala penyakit di dunia yang kini kita hadapi 25 X. Alqur’an dan Sains Modern a. Mu’jizat Kebenaran Alqur’an Lebih dari 14 abad yang lalu, Allah menurunkan Al- Qur'an kepada Rasulullah Muhammad SAW.Kitab yang berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia yang penuh mengandung hikmah, menyeru manusia kepada kebenaran dan untuk selalu mentaati nilai/norma/aturan yang termaktub dalam kitab tersebut. Kitab ini telah dan akan senantiasa menjadi petunjuk yang paripurna bagi manusia sejak diturunkan sampai hari qiyamah (Qur'an, 68:52). Alqur’an memiliki bahasa yang mudah dipahami dan bisa diakses oleh semua manusia sepanjang masa (Qur'an, 54:22).Kesempurnaan isi dan bahasa Al-qur’an yang tidak tertandingi ini merupakan bukti kebenaran alqur’an sebagai kalamullah.Mu’jizat kebenaran Alqur’an telah diakui luas baik oleh ilmuwan muslim (Ulama) maupun yang non muslim / orientalis. Beberapa ilmuwan barat orientalis yang menyatakan dan mengakui keajaiban alqur’an diantarnya adalah: i. Prof. Bruce Lawrence dalam bukunya: The Qur’an: A Biography. Atlantic Books, p. 8: “As tangible signs, Qur’anic verse are expressive of an inexhaustible truth, they signify meaning layered with meaning, light upon light, miracle after miracle.” ii. Hamilton Gibb, 1980. Islam: A Historical Survey, Oxford University Press, p. 28: “the Meccans still demanded of him a miracle, and with remarkable boldness and self confidence Mohammad appealed as a supreme confirmation of his mission to the Koran itself. Like all Arabs they were the connoisseurs of language and rhetoric. Well, then if the Koran were his own composition other men could rival it. Let them produce ten verses like it. If they could not (and it is obvious that they could not), then let them accept the Koran as an outstanding evident miracle”, pada kutipan lain: “….As a literary monument the Koran thus stands by itself, a production unique to the Arabic literature, having neither forerunners nor successors in its own idiom. Muslims of all ages are united in proclaiming the inimitability not only of its contents but also of its style” 26 iii. E H Palmer, as early as 1880, recognized the unique style of the Qur'an. But he seems to have been wavering between two thoughts. He writes in the Introduction to his translation of the Qur'an: “That the best of Arab writers has never succeeded in producing anything equal in merit to the Qur'an itself is not surprising. In the first place, they have agreed before-hand that it is unapproachable, and they have adopted its style as the perfect standard; any deviation from it therefore must of necessity be a defect. Again, with them this style is not spontaneous as with Muhammad and his contemporaries, but is as artificial as though Englishmen should still continue to follow Chaucer as their model, in spite of the changes which their language has undergone. With the Prophet, the style was natural, and the words were those in every-day ordinary life, while with the later Arabic authors the style is imitative and the ancient words are introduced as a literary embellishment. The natural consequence is that their attempts look laboured and unreal by the side of his impromptu and forcible eloquence” iv. Alfred Guillaume, Islam, 1990 (Reprinted), Penguin Books, pp. 73-74: “The Quran is one of the world's classics which cannot be translated without grave loss. It has a rhythm of peculiar beauty and a cadence that charms the ear. Many Christian Arabs speak of its style with warm admiration, and most Arabists acknowledge its excellence. When it is read aloud or recited it has an almost hypnotic effect that makes the listener indifferent to its sometimes strange syntax and its sometimes, to us, repellent content. It is this quality it possesses of silencing criticism by the sweet music of its language that has given birth to the dogma of its inimitability; indeed it may be affirmed that within the literature of the Arabs, wide and fecund as it is both in poetry and in elevated prose, there is nothing to compare with it” v. Paul Casanova : “Whenever [Prophet] Muhammad [saas] was asked a miracle, as a proof of the authenticity of his mission, he quoted the composition of the Qur'an and its incomparable excellence as proof of its divine origin. And, in fact, even for those who are non-Muslims nothing is more marvellous than its language with such apprehensible plenitude and a grasping sonority… The ampleness of its syllables with a grandiose cadence and with a remarkable rhythm have been of much moment in the conversion of the most hostile and the most sceptic” (From Paul Casanova's article, 27 "L'Enseignement de I'Arabe au College de France" [The Arab Teaching at the College of France]) Adapun para ulama telah merangkum berbagai kemu’jizatan Alquran sebagai bukti kebenarannya diantaranya adalah Ibnu Taymiyah, Almawardi, Imam Fakhruddin, Al-Zamlakani, Al-Isfahani, Al-Sakaki, dan Syaikh Ali Ashobuniy serta ulama-ulama lain, sebagai berikut: 1. Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang Arab 2. Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab 3. Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia 4. Keringkasan lafadz al-Quran, tapi sempurna maknanya 5. Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya 6. Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu alQuran itu sendiri 7. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan 8. Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Quran 9. Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya). 10. Menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia 11. Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya 12. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan. 13. Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang. 14. Tidak ada umat yang sanggup menentang al-Quran 15. Terpelihara keasliannya, sedikit pun tambahan yang disisipkan atau pengubahan lafadz-lafadznya dapat diketahui. 28 16. Al-Quran itu lebih tinggi dari segala martabat pembicaraan. Martabat pembicaraan terbagi tiga: a. Mantsur yang dapat dibuat oleh segenap manusia. b. Syi’ir yang hanya dapat disusun oleh sebagian manusia c. Al-Quran melampaui kedua martabat itu. Martabatnya tidak sanggup dicapai oleh golongan a dan b. b. Membaca Ayat-Ayat Allah SWT Setelah kita mengenal adanya ayat qouliyah dan kauniyah, Lalu bagaimana kita membaca ayat-ayat Allah?Kewajiban kita terhadap ayat-ayat qauliyah adalah tadabbur (QS Muhammad ayat 24), yaitu dengan membacanya dan berusaha untuk memahami dan merenungi makna dan kandungannya.Sedangkan kewajiban kita terhadap ayat-ayat kauniyah adalah tafakkur (QS Ali ‘Imran ayat 190 – 191) dengan memperhatikan, merenungi, dan mempelajarinya dengan seksama.Allah telah karuniakan kepada kita piranti untuk melakukan dua kewajiban tersebut, yakni dengan menggunakan akal pikiran dan hati. Adapun tujuan utama dan pertama dalam membaca ayat-ayat Allah adalah untuk semakin mengenal Allah (ma’rifatullah). Dengan semakin mengenal Allah dengan baik, seorang hamba akan semakin takut, semakin beriman, dan semakin bertakwa kepada-Nya. Apakah seseorang membaca ayat-ayat Allah dengan baik, dapat terlihat dari beberapa indikator: yakni meningkatnya keimanan (QS AlAnfal: 2), ketakwaan, dan rasa takut kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (QS Ali ‘Imran: 191). Tujuan selanjutnya adalah agar dapat memahami sunnah-sunnah Allah (sunnatullah), baik pada manusia dalam bentuk ketentuan syar’i (taqdir syar’i) maupun pada ciptaan-Nya dalam bentuk ketentuan penciptaan (taqdir kauni).Dengan memahami ketentuan syar’i, kehidupan ini bisa jalankan sesuai dengan syariat yang Allah SWT kehendaki, dan dalam hal ini kita bebas untuk memilih untuk taat atau ingkar.Namun, apapun pilihan kita, taat atau ingkar, memiliki konsekuensinya dan akibat masing-masing. Setelah memahami ketentuan penciptaan, baik itu mengenai alam maupun sejarah dan ihwal manusia, kita bisa memanfaatkan alam dan sarana-sarana kehidupan untuk kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat manusia. Dengan 29 pemahaman yang baik mengenai ketentuan tersebut, kita akan mampu mengelola kehidupan dengan ihsan tanpa melakukan perusakan. Perpaduan antara taddabur ayat qouliyah dan tafakkur ayat kauniyah semakin menguatkan bukti bahwa Al Qur’an sebagai mukjizat terbesar yang diturunkan oleh Allah kepada manusia.Tadabbur dan tafakkur ayat-ayat qouliyah yang termaktub di dalam alqur’an yang mengindikasikan ilmu pengetahuan/sains menunjukkan adanya kesesuaian dengan bukti-bukti ilmiah empiris yang dicapai oleh IPTEK modern. Ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang, sangat sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang dicapai oleh manusiadi abad 20-21 ini. Namun sebagai bekal untuk memahami ayat-ayat qouliyahdalam Al Qur’an yang berhubungan dengan sains perlu memperhatikan beberapa catatan penting berikut ini: 1. Al Qur’an bukanlah kitab sains dan teknologi. Ia adalah kitab Hidayah(petunjuk) bagi manusia untuk mencapai tujuan penciptaannya terkhusus bagi orang-orang yang beriman. Sebagian besar Al Qur’anmengandung ajaran Tauhid (keesaan Allah), Ibadah, Syari’ah dan Akhlak disamping ilmu pengetahuan. 2. Beberapa ayat Al Qur’an memberikan Isyarat Ilmiah yang telah terbuktikebenarannya oleh sains modern Abad 20/21.Hal in menunjukkan bukti/dalil terbesar akan kebenaran Al Qur’an sebagai kalamullah yang mengandung mukjizat Sains/Ilmiah. 3. Dalam memahami ayat yang mengandung isyarat sains tidak cukup hanya dengan membaca Al Qur’an dan tafsirnya.Ungkapan Al Qur’an masih bersifat global dan tidak terperinci, mengingat poin nomor 1 (satu) bahwa Alqur’an bukan kitab sains dan teknologi.Sumber-sumber ilmiah lain yang lebih rinci bisa digunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan dan memahami ayat-ayat tersebut. 4. Kebenaran mutlak/absolut hasil penemuan Ilmiah modern akan selalu kompatibel dengan kebenaran mutlak tentang sains yang disebutkan Al Qur’an. Penemuan ilmiyah yang masih diragukan yang bertentangan dengan Alqur’an tidak bisa digunakan untuk menolak kebenarannya.termasukayat Al qur’an yang masih diperselisihkan maksudnya (dzonniyyud dalalah) tidak 30 bisa dijadikan dalil bagi penemuan ilmiyah yang masih diragukan. 5. Ayat-ayat sains menunjukkan kebenaranayat Allah saw : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar”. (QS. Fushshilat : 53). Ayat ini adalah ajakan untuk beriman, berpengetahuan dan beramal serta dapat digunakan sebagai sarana untuk berdakwah di kalangan para scientistdi manapun berada. XI. Alqur’an dan Sains Modern: Berikut adalah ayat-ayat Alqu’an yang mengandung isyarat sains yang kompatibel dengan sains modern dan penjelasannya secara ringkas: a. Penciptaan dan Konsepsi tentang Alam Semesta Dalam hal penciptaan alam semesta dan segala isinya, Allah SWT mengajak manusia untuk berpikir menggunakan akalnya, sebagaimana dalam QS. AthThur:35-36: (35) "Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, yang menciptakan mereka (terjadi begitu saja)?, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (36) "Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak menyakini (apa yang mereka katakan)." Dua ayat tersebut mengajak manusia untuk menggunkan nalarnya serta menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini asala keberadaannya ada beberapa kemungkinan: 1. Diciptakan atau tiba-tiba muncul dan ada begitu saja (out of nothing) 2. Menciptakan diri sendiri (self created) 3. Diciptakan oleh sesuatu yang diciptakan juga 4. Diciptakan oleh Dzat yang tidak dicipta. Dari keempat macam konsep tersebut, berdasarkan argumen filosofis dan sains modern maka kemungkinan keempatlah yang paling rasional (Hamza Tzortzis). Hal 31 ini sejak awal sudah dinyatakan dalam alqur’an bahwa Asal mula alam semesta digambarkan dalam ayat berikut: "Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101) Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada. Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu. Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Adapun tentang konsepsi alam semesta, Isac Newton seorang ahli fisika beranggapan bahwa jagad raya ini tidak terbatas dan besarnya tak terhingga; Sebab kalau ia terbatas, bintang dan galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya tarik gravitasi dari satu sisi saja, yaitu kearah pusat alam semesta, sehingga lama kelamaan benda-benda langit itu akan mengumpul di sekitar pusat tersebut. Karena kecenderungan semacam itu tidak pernah tampak pada pengamatan, maka orang berkesimpulan bahwa alam ini tidak terbatas. Tidak hanya itu saja konsepsinya; alam menurut para pakar fisika “tidak hanya tak berhingga besarnya dan tak berbatas”, tetapi juga “tidak berubah keadaannya” sejak waktu tak terhingga lamanya yang telah lampau sampai waktu tak 32 terhingga lamanya yang akan datang. Sebab menurut pengalaman para fisikawan di laboratorium, materi itu kekal adanya. Apapun reaksi yang dialaminya, kimia atau fisis, massanya tak pernah hilang atau paling akan berubah menjadi energi yang setara. Dengan konsep bahwa alam ini kekal, astrofisika tidak mengakui adanya penciptaan alam.Sudah barang tentu gagasan semacam itu tidak sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana ia terkandung dalam al-Qur’an yang mengatakan bahwa Allahlah Yang’ Qadim dan Dia jualah Yang Baqa’. Newton melontarkan konsepsi tersebut pada akhir abad ke-17, kemudian Lavoiser sekitar akhir abad ke-18 menegaskan kekekalan massa, dan diperluas oleh Einstein dalam abad ke- 20 ini menjadi kekekalan massa dan energi atau secara singkat kekekalan materi. Dari prinsir-prinsip dasar Einstein membuat suatu perumusan matematis yang ia harapkan akan dapat melukiskan alam yang sesuai dengan pengertian para ilmuwan pada waktu itu, namun Friedman mengungkapkan bahwa model ini tidak melukiskan alam yang statis yang menjadi konsensus para astronom-kosmolog pada waktu itu, melainkan jagad raya yang dinamis. Model ini kemudian dikenal sebagai model Friedman. Hal ini tidak berkenan di hati Einstein dan dengan kecewa ia mengadakan perubahan pada perumusannya dengan menambahkan bilangan konstan padanya, sehingga hasilnya cocok menurut seleranya, ia ternyata melukiskan alam yang statis. Padahal alam semesta yang dilukiskannya bukan alam yang ada menurut ajaran Islam, yakni “yang diciptakan pada suatu waktu dan akan ditiadakan pada saat yang lain, ” melainkan alam semesta yang tidak pernah diciptakan, yang qadim dan kekal, sesuai dengan konsensus yang didasarkan pada kesimpulan yang rasional sebagai hasil analisis yang kritis terhadap berbagai data yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan. Pada tahap itu, fisika mempunyai konsepsi yang bertentangan dengan agama Islam. Meskipun al-Qur’an diturunkan sekitar 14 abad yang lalu, yang mengandung uraian garis besar tentang penciptaan alam semesta, namun umat yang awam tidak mengetahui maknanya secara jelas, sebab rincian dari skenario kejadian itu terdapat dalam al-Kaun sebagai ayatullah yang harus dibaca, dan Umat Islam tidak mampu membacanya karena fisika dan sains pada umumnya telah dilepaskannya enam abad yang lalu. Sehingga kita menjadi bodoh dalam membaca ayat-ayat kauniyah. Pada tahun 1929 terjadi peristiwa penting yang menjadi awal pergeseran ، pandangan di lingkungan para ahli tentang “penciptaan alam”, yang mengubah secara radikal konsepsi para fisikawan mengenai munculnya jagad raya. Sebab pada 33 tahun itu, Hubble mempergunakan teropong bintang terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi disekeliling kita, yang menurut analisis spektrum cahaya yang dipancarkannya menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi, yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita.Kejadian ini merupakan pukulan berat bagi Einstein, karena observasi Hubble itu menunjukkan bahwa alam kita ini tidak statis, melainkan merupakan alam yang dinamis seperti model yang dikemukakan oleh Friedman.Karena observasi Hubble ini mendorong para ilmuwan untuk berkesimpulan bahwa alam yang kita huni ini mengembang, volume ruang jagad raya ini bertambah besar setiap saat.Sehingga timbul teori universum berekspansi.Dari perhitungan mengenai perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi yang teramati, para fisikawan-astronom menarik kesimpulan bahwa semua galaksi di jagad raya ini semula bersatu padu dengan galaksi kita yaitu Bimasakti, kira-kira 12 milyar tahun yang lalu.Gamow, Alpher dan Herman mengatakan bahwa pada saat itu terjadi ledakan yang maha dahsyat yang melemparkan materi seluruh jagad raya ke semua arah, yang kemudian membentuk bintang-bintang dan galaksi. Karena tidak mungkin materi seluruh alam itu berkumpul disuatu tempat dalam ruang alam tanpa meremas diri dengan gaya gravitasi yangsangat kuat, hingga volumenya mengecil menjadi titik, maka disimpulkan kemudian bahwa “dentuman besar” (big bang) itu terjadi ketika seluruh materi kosmos kejuar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dari volume yang sangat kecil. Alam semesta lahir dari singularitas fesis dengan keadaan ekstrim. Nyata disini bahwa akhirnya fisika mengakui bahwa semua alam tiada, tetapi kemudian sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta dari ketiadaan, sebab fakta dari hasil observasi yang menelorkan kesimpulan itu tidak dapat disangkal. Kalau kita bandingkan konsep fisika tentang penciptaan alam semesta itu dengan ajaran al-Qur’an, kita dapatkan dalam surat al-Anbiya (21) ayat 30: “Dan tidaklah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dari bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan 34 keduanya itu”. (Q.s. al-Anbiya’: 30) Keterpaduan ruang dan materi yang dinyatakan pada ayat di atas, hanya dapat kita fahami jika keduanya berada disuatu titik, titik singularitas yang merupakan volume yang berisi seluruh materi. Sedangkan pemisahan mereka terjadi dalam suatu ledakan dahsyat atau “dentuman besar” yang melontarkan materi keseluruh penjuru ruang alam yang berkembang dengan Sangat cepat sehingga tercipta “universum yang berekspans”. Selanjutnya, mengenai ekspansi alam semesta ini yang menaburkan materi paling tidak sebanyak 100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar bintang, kitab suci al-Qur’an mengatakan dalam surat adz-Dzariyat (51) ayat 47 yaitu: “Dan langit (ruang alam) itu Kami bangun dengan kekuatan dan Kamilah sesungguhnya yang melakukannya.” (Q.S. adz- Dzariyat: 47) Kekuatan yang terlibat dalam pembangunan alam ini, dan yang mampu melemparkan kira-kira 10.000 milyar-milyar bintang yang masing-masing masanya sekitar massa matahari keseluruh pelosok alam itu, tentu saja tidak dapat kita bayangkan; yang timbul dari ucapan dan fikiran seorang mukmin hanyalah “ucapan pengagungan” kepada Allah SWT. Dari perbandingan semacam ini dapat kita ketahui bahwa pada akhirnya, fisika, yang dikembangkan untuk mencari kebenaran, sampai juga pada fakta yang: ditunjukkan oleh al-Qur’an. b. Hidrologi: Siklus Air Dari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa “siklus hidrologi” atau sirkulasi air (hydrologic Cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut: 35 Gambar Siklus Hidrologi (sumber: id.wikipedia.org) Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/panas matahari, sehingga air yang berada di laut, sungai, danau dan tanah mengalami penguapan ke udara (evaporation), dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami penguapan ke udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotrans-piration, lalu uap air tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dingin dan terkondensasi menjadi awan. Akibat angin, berkumpulah awan dengan ukuran tertentu dan terbentuk awan hujan, karena pengarah berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan (presipitation). Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan, tanah sebagai aliran limpasan (overland flow) dan ada yang terserap ke dalam tanah (infiltration). Aliran limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depression storage). Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff) yang selanjutnya mengalir ke laut. Sedangkan air yang terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir lateral dilapisan tidak kenyang air (unsaturated Zone) sebagai aliran antara (subsurface flow/inter flow). Sebagian yang lain mengalir vertikal yang disebut dengan “perkolasi” (percolation) yang akan mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam akifer ini akan mengalir sebagai air tanah (ground water flow/ base flow) ke sungai atau ketampungan dalam (deep storage). Siklus hidrologi ini terjadi terus menerus atau berulang-ulang dan tidak terputus. Pada penjelasan fenomena kauniyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwa “siklus hidrologi” memiliki 4 (empat) macam proses yang saling berkaitan, yaitu: a. Hujan/presipitasi b. Penguapan/emporasi 36 c. Infiltrasi dan perkolasi (peresapan) d. Limpasan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah (subsurfacerzrnoff). Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi”terdapat diQS An-Nur (24):43, yakni: ،، Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkannya antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celahcelahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkanNya dari siapa yang dikehendaki-Nya, Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatannya.”(Q.S. an-Nuur: 43) Pada ayat di atas, menunjukkan adanya dua proses inti yang sedang berlangsung dan merupakan bagian dari proses “siklus hidrologi.” Kedua proses itu, yaitu proses penguapan (evaparasi) yang ditunjukkan dengan kata “awan” dan proses hujan (presipitasi) yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan. Dimana awan adalah massa uap air yang terkumpul akibat penguapan dan kondisi atmosfir tertentu. Menurut Prof. Sri Harto (2000) seorang pakar hidrologi, awan dalam keadaan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameter lebih kecil dari 1 mm masih akan melayang-layang di udara karena berat butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada gaya tekanke atas udara. Sehingga pada kondisi ini awan masih bisa bergerak terbawa angin, kemudian berkumpul menjadi banyak dan bertindih-tindih (bercampur), dalam ayat lain awan menjadi bergumpal-gumpal seperti pada surat ar Rum (30) ayat 48: “Allah, Dia-lah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjauhkannya bergumpal-gumpal. Lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendaki Nya tiba-iba mereka menjadi gembira. ”(Q.s. arRuum:48) Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh pergerakkan angin, maka awan akan terkumpul menjadi banyak dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab klimatologis seperti pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan, yang biasanya menurut Sri Harto 37 (2000) terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar daripada 1 mm. Sehingga pada ayat di atas “hujan keluar dari celah-celahnya” awan, maksudnya secara ilmiah “hujan” turun tidak seperti menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil (lebih besar dari 1 mm) yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan gravitasi bumi, searti jatuhnya tetes-tetes air dari celah-celah mata air. Sedangkan turunnya butiran-butiran es dari langit, itu disebabkan apabila gumpalan-gumpalan awan pada ketinggian tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung es. Kemudian karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga jatuh/turun ke permukaan bumi, dan dalam perjalanannya dipengaruhi oleh termperatur, pergerakan angin dan gesekan dengan lapisan udara, maka gunung-gunung es itu pecah menjadi buir-butir es yang jatuh sampai di permukaan bumi. Bila terjadi ‘hujan’, masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum sampai dipermukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. ‘Hujan’ baru disebut sebagai hujan apabila telah sampai di permukaan bumi dan dapat diukur. Air hujan yang jatuh dipermukaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai air limpasan dan sebagai bagian air yang' terinflocrsi meresap kedalam tanah (Sri Harto. 2000). Kaidah-kaidah di atas ditunjukkan pula pada surat al-Mu’minun (23) ayat 18: “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”(Q.S. al-Mu’minun: 18) Pada ayat di atas, Allah menurunkan hujan menurut suatu ukuran, sehingga hujan yang sampai dipermukaan bumi dapat diukur. Hanya tinggal kemampuan manusia sampai dimana tingkat validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah kuantitas hujan. Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam analisis kuantitas hujanyang menjadikan berkembangnya ilmu hidrologi. “LaluKami jadikan air itu menetap di bumi,” maksudnya adalah air yang jatuh dari langit itu tinggal di bumi menjadisumber air, sebagaimana tercantum pada surat az-Zumar (39) ayat 21: “Apakah kamu tidak memperhatikanya bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkannya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-bedei. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. ” (Q.S. az-Zumar: 21) 38 Sumber-sumber air di bumi bisa berupa air sebagai aliran limpasan seperti air sungai, danau, dan laut. Juga bisa berupa air tanah (ground water) sebagai akibat dari infiltrasi seperti air sumur, air artesis, sungai bawah tanah. “dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” Maksudnya Allah berkuasa untuk menghilangkannya sumber-sumber air tadi, seperti dengan cara kemarau panjang (akibat siklus musim yang dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar equator), sehingga tidak ada suplei air sebagai pengisian (recharge) ke dalam permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses penguapan, pergerakan air permukaan dan pergerakkan air tanah berlangsung terus-menerus, sehingga lapisan muka air tanah (water table) menjadi turun dan sumber mata air menjadi berkurang, bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai lapisan akifer artesis yang kedap air. Maka pada kondisi seperti itu seringkali terlihat sungai-sungai kekeringan, sumur-sumur air dangkal kekeringan, muka air danau susut dan bahkan ada yang sampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokkan dan mati kekeringan. Kaidah-kaidah seperti ini sebagaimana telah digambarkan pada surat az-Zumar (39) ayat 21 di atas. Dengan demikan bahwa kajian ayat-ayat qauliyah di atas meliputi adanya empat proses yang saling berhubungan dan mengikuti suatu sunnatullah “daur” yangterus menerus tidak terputus, seperti lingkaran setan yang disebut sebagai “siklus hidrologi. c. Fisika dan Kimia: Materi, bagian lebih kecil dari atom ”Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)", (QS 34:3) 39 Ayat ini menunjukkan Allah SWT mahatahu, Dia mengetahui segala sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nampak termasuk segala sesuatu yang berukuran kecil, lebih kecil atau lebih besar dari atom.Sehingga Ayat ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang lebih kecil dari atom, pengetahuan yang hanya bisa diungkap oleh penemuan sains modern. Pandangan awal atom sebagai bola pejal super kecil dan bagian terkecil suatu benda yang tidak dapat dibelah diyakini para ilmuwan sampai akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.Pada akhirnya para ilmuwan mengungkapkan bahwa atom sebagai butira terkecil dapat dibelah menjadi init, dan beberapa butiran kecil disebut elektron yang bergerak mengitari inti.Adapun inti sendiri masih tersusun dari butiran-butiran kecil berupa proton dan netron. d. Ilmu dan Teknologi Bahan: Besi dan Tembaga Cor “Berilah aku potongan-potongan besi". Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu" Qs. Al-Kahfi:96. Agus Purwanto (2015) dalam bukunya Nalar Ayat-ayat Semesta memaparkan bahwa Ayat tersebut di atas, menjelaskan secara garis besar suatu teknologi perpaduan logam besi dan tembaga. Ayat 96 dari Surat Al-Kahfi tersebut menceritakan tentang Zulkarnain yang diminta penduduk untuk menyelamatkan mereka dari gangguan Ya’juj wa Ma’juj. Usaha penyelamatan dilakukan dengan membangun dinding kokoh dari perpaduan besi dan tembaga di celah dua gunung yang tinggi.Ayat ini juga menjelaskan teknik pembuatannya yakni teknik pengecoran logam dan bahan dasarnya. Teknik pengecoran logam yang dijelaskan meliputi dua unsur bahan: besi (alhadid) dan tembaga (qithrun), dua keadaan yakni: sama rata dengan dua tempat yang kokoh ( sawa baina al-shdafaini) dan api (narun), serta dua proses: meniup (anfakhu) dan mencurahkan, menuangkan (ufrigh). Tujuan pengecoran perpaduan 40 besi-tembaga untuk menghasilkan logam paduan (alloy) yang lebih kuat daripada logam besi murni sehingga lebih kokoh sebgai benteng pembatas. Proses yang dilakukan oleh Zulkarnain adalah proses pengecoran (casting). Proses ini merupakan teknologi pembuatan produk dengan jalan pencairan atau peleburan logam dalam tungku, kemudian dituangkan dalam cetakan. Setelah itu logam cair dikembalikan menjadi bentuk padat, dan cetakan di singkirkan untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Ayat ini mengindikasikan sains dan Teknologi Bahan yang meliputi pembagian bahan di alam yang bisa diklasifikasikan sebagai unsur, senyawa, dan campuran.Menjelaskan tentang teknologi pengecoran logam dan prosesnya, serta informasi mengenai perpaduan logam (alloy) yang memiliki sifat lebih baik dari pada logam murninya. e. Rahasia Besi Al-qur’an menyatakan secara jelas salah satu unsur di alam in yaitu besi (Fe), bahkan disebutkan dalam 7 ayat yang berbeda. Salah satu ayat yang menyatakan tentang besi ada di surat Al Hadiid, sebagai berikut: ”Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan)agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa” (Al Qur'an, 57:25). Penerjemahan kata "anzalnaa" pada awalnya sering dirubah ke “kami menciptakan”, padahal secara harfiah yang berarti "kami turunkan". Jika 41 diterjemahkan dengan kiasan “kami menciptakan” sebenarnya agak ganjil, karena dalam satu ayat in saja kata “anzalnaa” dipakai dua kali, yang pertama “wa anzalnaa ma’ahum al-kitab” yag diterjemahkan secara harfiah, seharusnya supaya konsisten Kata "anzalnaa" digunakan untuk besi dalam ayat in juga diterjemahkan secara harfiah “kami telah menurunkan”. Sesungguhnya Jika diterjemahkan secara harfiah kata ini, yakni "Dia (Allah SWT)telah menurunkandari langit", akan mengindikasikan keajaiban ilmiah yang sangat penting. Hal ini dapat dijelaskan dengan penemuan sains modern bidang astronomi yang mengungkap bahwa logam besi diciptakan di pusat bintang melalui proses termonuklir yang melepaskan energi. Pada saat jumlah besi telah mencapai batas tertentu dalam sebuah bintang, terjadilah reaksi lain yang melibatkan besi yaitu penggabungan inti besi menjadi unsur-unsur lain yang lebih berat. Reaksi in menyerap energi dari lingkungannya yang menyebabkan inti bintang menjadi dingin.Akibat pendinginan in adalah tidak adanya radiasi yang menahan gravitasi dari lapisan sekitar yang menyelubungi inti. bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya bintang tersebut meledak dan runtuh melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, sebagian besar massanya termasuk yang mengandung besi /meteor-meteor yang mengandung besi terlempar di seluruh penjuru alam semesta dan ke seluruh ruang. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa logam besi tidak tercipta langsung di bumi melainkan hasil lemparan/kiriman dari bintang-bintang yang meledak dalam peristiwa “supernova” di ruang angkasa melalui massa/meteor-meteor yang "diturunkan ke bumi", sebagaimana diindikasikan oleh terjemahan harfiyahayat tersebut.Fakta yang diungkap oleh sains modern in tentunya tidakmungkindapat dijangkau secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan. f. Oceanologi: 42 Sains modern baru-baru in menemukan bahwa salah satu sifat lautan yang baru-baru ini yang berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut: "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (QS. 55:19-20) “Maraja” secara harfiah bermakna: keduanya bertemu dan saling bercampur satu dengan yang lain. Kata “barzakh” berarti pembatas/pemisah akan tetapi tidak nampak secara fisik. Keadaandua lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain in diungkapkan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Hal in dikarenakan adanya perbedaan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan".Air dari laut-laut yang saling bertemu tetapi tidak menyatu.Hal in disebabkan karena perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah dua lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding pembatas tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.). Hal in ditemukan di Selat Gibraltar, selat yang memisahkan benua Afrika dan Eropa, tepatnya antara negera Maroko dan Spanyol. Disamping itu ada fenomena lain yang ditemukan para ilmuwan modern bahwa di muara sungai, di mana air sungai dan air laut bertemu, kondisinya berbeda dengan ketika dua air laut bertemu. Terungkap juga bahwa jika air tawar bertemu dengan air asin bergaram akan ada zona pemisah yang disebut “pycnoclyne zone” yang mempunyai kandungan garam yang berbeda baik dengan air sungai maupun air laut. Hal in disebutkan juga di dalam QS.Al-furqan ayat 53. 43 “Dan, Dialah yang menciptakan dua laut mengalir (berdampingan) yang satu tawar lagi segar dan yang lainnya masin lagi pahit. Dan Dia jadikan antara kedua-duanya dinding dan batas yang menghalanginya.”(QS. Al-furqan: 53) Hal yang sangat mengesankan dari penjelasan di atas adalah bahwa pada zaman abad ke-7 M ketika sains yang dimiliki manusia belum pengetahuan mengenai fisika, tegangan permukaan, densitas, ataupun ilmu kelautan, hal yang menakjubkan ini telah dinyatakan dalam Al Qur’an. 44 XII. Revolusi Sains dan Teknologi a. Mengapa terjadi di Eropa: Faktor yang mendukung Tidak diragukan lagi bahwa dibalik kemajuan dan tradisi sains di Eropa sejak revolusi ilmu hingga saat ini ada banyak kontribusidari dunia Muslim. Di saat dunia Muslim telah berhasil memunculkan ilmuwan-ilmuwan besar dan mengembangkan tradisi keilmuan dan intelektual, orang Eropa saat itu masih terbelakang jauh dari sejarah keilmuan. Para penulis Eropa sendiri menandakan periode ini (900-1500-an M) sebagai era kegelapan yang melambangkan keterbelakangan Eropa dalam sains dan intelektual. Jadi dapat dikatakan bahwa faktor pertama dan utama yang membantu perkembangan sains di Eropa adalah hasil adopsiperadaban Islam. Hasil adopsi itu merupakan teori-teori sains dan metode-metode ilmiah yang berwujud sebagai paradigma dasar dalam perkembangan sains di Eropa dan titik puncaknya dan semua itu adalah revolusi sains sekitar abad 17. Edward Grant, salah satu ilmuan kontemporer dalam Sejarah sains tidak hanya mengetahui fakta itu tetapi juga men-gakuinya. Hal ini dapat diketahui dan catatannya berikut: “Revolusi sains tidak akan terjadi di Eropa abad 17 M jika standar sains dan filsafat natural masih setaraf sains pada pertengahan pertama abad 12 M, yaitu sebelum adanya penerjemahan sains Yunani-Arab di pertengahan akhir abad itu. Tanpa penerjemahan yang mengubah kehidupan intelektual Eropa itu dan beberapa peristiwa setelahnya, Revolusi sains abad 17 mustahil dapat terwujudkan”. Catatan itu menunjukkan bahwa penerjemahan sains dan filsafat YunaniArab natural ke dalam bahasa Latinadalahadalah titik tolak kemunculan tradisi keilmuan di Eropa.Faktor ini adalah poin penting yang harus digarisbawahi, seperti yang diungkapkan Grant berikut: “Dikarenakan pentingnya karya-karya terjemahan itu, peradaban Islam haruss diberi temp at yang memadai dalam sumbangsihnya dalam pencapaian dunia Barat dalam bidang sains. Beberapa abad sebelumnya, ilmuwan Muslim telah menerjemahkan sebagian besar sains Yunani ke dalam bahasa Arab dan kemudian memberi tambahan dan kontribusi yang banyak terhadap aslinya sehingga terbentuk apa yang sekarang dinamakan sains Yunani-Arab (Yunani-lslam), dimana terdapat karya-karya Aristoteles, berikut dengan karya komentar atasnya. Sebagian besar kerangka keilmuan ini kemudian ditransfer ke dunia Barat secara terus-menerus. 45 Meskipun sains di Barat bisa saja berkembang tanpa mengambil peninggalan Yunani-lslam, akan tetapi sains modern sudah pasti harus menunggu berabad-abad lagi untuk lahir, atau mungkin masih berdiam dalam rahim masa depan”. Pengakuan Grant bahwa orang Muslim ‘memberi banyak tambahan dari teks aslinya” untuk ide-ide Yunani sebelum di-transfer ke Barat - sebuah fakta yang tidak diakui oleh banyak ahli sejarah sains Barat yang subjektif. Seandainya saja orang-orang Islam tidak memberikan tambah-an apa-apa, sudah tentu mereka sekarang tidak akan membuat klaim-klaim penting terhadap fenomeria sains saat ini. Sebenarnya, Edward Grant bukan satu-satunya yang mengakui kontribusi besar dan orang Muslim kepada tradisi sains dan keilmuan Eropa. Sebelumnya sudah ada Goichon AM. Dalam Ency-clopaedia of Islam, entry “lbn Sina”, dia mengatakan: Transmisi sains Yunani oleh orang Arab (baca Muslim) ke dalam bahasa Latin melahirkan pencerahan (renaissance) perta-ma di selatan Eropa mulai abad 10 di Si-silia, kemudian abad 12 di sekitar Toledo dan tidak lama kemudian di Perancis. Dua karya utama Ibn Sina, Shifa’ dan Qanün, menjadikannya master tanpa tanding dalam bidang kedokteran, ilmu penge-tahuan alam dan filsafat. Sejak abad 12 hingga 16 M, pengajaran dan praktek kedokteran [di Eropa] merujuk padanya. Karya Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya al-Rãzi juga terkenal dan dia sendiri dianggap ahli klinik terbaik tetapi buku Qanün tetap menjadi Korpus pen-gajaran yang tidak tergantikan karena buku Ibn Rushd Kitãb al-Kulliyydt fi al-Tibb hanya memuat masalah bagian pertama Qanin. Karya lbn Rushd tersebut telah diterjemahkan seluruhnya oleh Gerard dan Cremona antara tahun 1150 dan 1187 M. Ada 87 terjemahan karya itu dan beberapa di antaranya merupakan terjemahan se-bagian. Setelah mewarisi pradigma keilmuan dasardari orang Muslim, orang Barat ke-mudian membekali dirinya dengan ilmu yang dengan segala cara bertransformasi agar siap menyambut revolusi sains. Pros-es terpenting dan transformasi keilmuan ini adalah institusionalisasi. Orang Eropa lantas membentuk institusi universitas. Ak-tivitas inilah yang menjadi fondasi sains modern sejak abad pertengahan hingga sekarang ini. Di univeristas, dapat dilihat bagai-mana ilmu sains dan filsafat itu diatur de-ngan baik. Pengajar dan pelajar betul-betul memanfaatkan kesempatan yang sangat berguna ini. Mereka tidak hanya saling bertukar ilmu pengetahuan tetapi juga membuat penyelidikan lanjutan di dunia ilmu pengetahuan. Filsafat natural 46 ter-nyata lebih unggul di Barat karena dapat menyerapkan karya-karya filsafat agung kedalam dunia pengetahuan. Elemen penting lainnya dalam kelembagaan ini ialah adanya kebebasan yang dinikmati oleh pengajar dan pelajar di universitas. Meskipun para guru mempunyai kesem-patan untuk mempunyai pelajar dan Ia-tarbelakang yang mapan, para murid tidak terikat atau terpaksa bergantung kepada satu guru saja. Pada saat yang sama, para pelajar dapat mempunyai lingkup mata pelajaran yang luas dimana mereka akan memilih spesialisasi. Di samping ilmu filsafat natural dan logika, para pelajar juga dikenalkan dengan ilmu-ilmu eksakta seperti aritmatika, geometri, musik, dan astronomi, yang menjadi mata pelajaran untuk tingkatan sarjana muda (baccalaureate) and Master (Master of Arts). Dua jen-jang ini dan digabungkan dengan ba-nyaknya waktu yang dihabiskan pelajar di setiap jenjang tersebut sebelum kelulusan, merupakan indikasi bagaimana proses pembelajaran di dunia Barat menjadi begitu terorganisir dan maju. Hampir semua pelajar di universitas sama-sama dikenalkan dengan kajian ilmiah. Jadi, Sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam memproduksi dan melipatganda-kan ilmuwan-ilmuwan masa depan, universitas, dengan segala sarananya dibentuk untuk memfasilitasi dan memastikan berkembangnya sains di bagman dunia itu. Di samping penerjemahan dan universitas, faktor ketiga majunya tradisi keil-muan di Eropa adalah munculnya golongan ahli filsafat-teologi. Mereka berper-anan utama dalam menyokong filsafat sebagai lapangan studi yang penting. Pada dasarnya merekalah yang menyelamatkan filsafat dan biang kemarahan gereja. Dibandingkan dengan kolega mereka di dunia Islam yang bermusuhan dengan fil-safat, ahli teologi di Barat mencari kompromi antara filsafat dan teologi. Bahkan jika perlu teologi memakai ide-ide filsafat, misalnya Aristotel, digunakan untuk mem-pertahankan doktrin- doktrin Bibel yang tidak masuk akal seperti Trinitas dan Ekaristia (Eucharist). Fakta pertautan filsafat dengan para ahli teologi ml menjelaskan paradoks mengapa filsafat Aristotelis yang tidak disukai pihak Gereja dapat tumbuh di universitas abad pertengahan, padahal saat itu universitas di bawah perlindungan gereja. ini bukan berarti bahwa para filosof di Barat Iebih bebas daripada di dunia Muslim . Adanya insiden seperti pengutukan tahun 1277 M dan penganiayaan terhadap ilmuwan Seperti Galileo (1564-1642 M) merupakan contoh nyata dan kemurkaan abadi Gereja terhadap sains yang menyebabkan para ahli filsafat-teologi berpihak kepada sains. Begitu menyokong filsafat, para ahil teologi ini memberikan fasilitas studi di universitas. Bahkan mereka menjadikan filsafat 47 sebagai syarat perpelon-coan bagi pelajar yang ingin meraih gelar teologi dan diharuskan mendapat nilai tinggl dalam filsafat.24 Hasil dan skema ini dapat dilihat jelas dengan munculnya para saintis terkenal yang pada saat yang sama juga ahli teologi. Tokoh seperti Al-bertus Magnus, Robert Grosseteste, Joh Pecham, Theodoric dan Freiberg, Tho-mas Brandwardine, Nicole Oresme dan Henry dan Langenstein mewakili fakta ini. Di luar faktor-faktor utama di atas, secara umum kondisi di Barat menduku-ng aktifitas keilmuan. Di antara yang terpenting ialah suasana damai di Eropa menjelang abad 17 M. Pada umumnya adanya stabilitas sosial dan politik juga berarti adanya stabilitas mental, dan tan-panya kemajuan mntelektual tidak akan wujud. Eropa Barat tidak pernah menga-lami terror seperti yang dilakukan bang-sa Mongol dan pasukan Salib terhadap dunia Muslim. Kemakmuran ekonomi juga berkaitan erat dengan susana damai di Eropa. Negara kota di sana pada umumnya lebih makmur dibandingkan dengan kesultanan di dunia Muslim. Di Eropa saat itu terkenal dengan perusahaan pribadi yang maju dan golongan pengusaha yang kaya raya. Pengusaha-pengusaha ini menjadi penopang kemakmuran bagi semua jenis kehidupan. Orang Eropa menemukan dunia melalui lautan dan daratan, bukan hanya sekadar renca-na untuk mewadahi lahirnya ide-ide gemilang dan mengalirkan kemakmuran ekonomi, tetapi juga sebuah petualangan untuk pencarian ilmu pengetahuan. Eksperimen-eksperimen mahal disponsori dan banyak sekali aktivitas belajar yang dibiayai. Bahkan sebenarnya, pendanaan universitas itu sukses sebagiannya karena orang Eropa banyak yang makmur. Dengan berbekal kondisi yang san-gat menguntungkan itu, maka masuk di. akal bahwa revolusi ilmu pengetahuan terjadi di Eropa pada abad 17 M. b. Mengapa tidak di dunia muslim: Faktor yang merintangi Banyak kalangan ilmuwan, baik para kritikus maupun apologetis, dengan ber-bagai argumentasi berusaha menjelaskan mengapa revolusi sains tidak terjadi di dunia Muslim? Bukan maksud saya untuk mengangkat kembali argumentasi mere-ka, tapi suatu penelitian diperlukan untuk membuat kritik atas argumentasi para kritikus yang menuduh bahwa tabiat Islam sebagai suata agama adalah yang ber-tanggung jawab atas kegagalan ini. Pervez Amrali Hoodbhoy kiranya adalah orang yang paling memperolok-olok dengan kritikannya yang cenderung ke-pada tuduhan yang tak terbantahkan. Dalam usahanya mengumpulkan argu-mentasi atas 48 kegagalan revolusi sains terjadi di dunia Muslim, dia menyinggung filsafat Islam sebagai berikut: Masyarakat yang berorientasi pada doktrin fatalisme, atau seseorang yang ter-lalu diintervensi oleh Tuhan dan yang merupakan bagian dan matrik sebab aki-bat (kausalitas), terpaksa menghasilkan individu-individu yang kurang berhasrat menyelidiki hal-hal yang tidak diketahui dengan piranti sains. Kemudian Amrali selalu menyindir bahwa tabiat hukum Islam te!ah men-gobarkan permusuhan selama berabad-abad terhadap elemen-elemen kapitalis yang dia anggap sebagai prasyarat perkembangan sains. Penjelasan semacam ini, yang sama sekali tidak ber-dasar dan merupakan distorsi fakta Se-jarah dan pandangan keliru terhadap Muslim dan filsafat Islam. Di sisi lain, para apologetis menganggap Al-Ghazzali sebagai orang yang berperan dalam menggagalkan revolusi sains dalam dunia Muslim. Mereka berargumen bahwa karya al-Ghazzali tentang teologi Asy’ari dan Tasawuf memberikan pukulan telak terhadap pertumbuhan tradisi sains orang Muslim. Pendapat ini bertolak-belakang dengan fakta bahwa bagaimana pun al-Ghazzali sendiri adalah ilmuwan sains yang mempunyai sejumlah karya yang dengan tepat digambarkan oleh Hossein Nasr sebagai berikut “Risalah termasyur al-Ghazali pada abad 5H/IIM yang mengkritik filosuf rasionalistik pada zamannya, menandai kemenangan akhir pemikiran intelek terhadap rasio-logika yang independen-sebuah kemenangan yang tidak menghancurkan filsafat rasionalistik sama sekali- menjadikannya berhubungan dengan pengetahuan rohani/batin. Dengan hasil kekalahan dan penaklukan yang dilakukan oleh al-Ghazali dan tokoh-tokoh penganut silogis dan sistematis filsafat Aristoteles di abad 5 H/i I M, tradisi ilmu rohani Islam bisa bertahan hidup hingga saat ini dan tidak tercekik seperti lainnya dalam atmosfir yang terlalu rasionalistik.” Jikalau kritik dan apologi ditolak, maka dimanakah keberadaan argumen yang tepat untuk menjelaskan keadaan yang menyedihkan atas fenomena sains dalam dunia Muslim khususnya setelah abad 1 3 M? Mengilas balik faktor eksternal dan internal mungkin dapat menunjukkan jawaban pertanyaan ini. Secara eksternal, dua invasi yang berdampak permusuhan telah dilakukan terhadap dunia Muslim. Kedua invasi ini adalah invasi bangsa Mongolia dan kaum Salib. Bangsa Mongolia dikenal sangat biadab, penghasut perang yang primitif yang banyak menggarong kota dan menghancurkan berbagai peradaban yang telah lama 49 kokoh, mulai dan Cina sampai Eropa Timur. Gerombolan yang biadab ini kemudian menyerang Timur Tengah dan menguasainya selama setengah abad (1218-1268 M). Selama periode ini mereka tidak hanya meneror masyarakat tapi juga terlibat aktif dalam menghancurkan struktur-struktur penting yang merupakan hasil sains yang agung. David Nicolle menggambarkan kerusakan ini sebagai berikut: ImageBudaya perusakan bangsa Mongolia sangat besar dan mencakup perusakan kota dan sekolahan, pembantaian guru dan ilmuwan serta melenyapkan para ilmuwan. Para ahli menduga bahwa bangkitnya peradaban Eropa Barat dan kondisi budaya dan teknologinya yang terbelakang, berganti menjadi bangsa adidaya, antaranya disebabkan oleh perusakan yang menimpa dunia Muslim yang dilakukan bangsa Mongolia. Kemudian dilanjutkan penjarahan pasukan Salib di Konstantinopel Byzantium pada tahun 1204 M”. Ujian selanjutnya dari invasi Mongolia sungguh merupakan tabiat perusakan yang lebih parah dan pada perusakan kota. Mereka adalah bangsa yang berlatarbelakang pengembara. Dimana pun mereka berpindah, mereka membawa kuda dan keledai yang tidak diberi makan dengan makanan ternak, tapi digembalakan di padang rumput. Akibatnya bangsa Mongolia tidak bisa jauh dan daerah pinggiran, ketika mereka menaklukkan kota manapun. Maka dari itu mereka tidak segan melenyapkan penduduk yang sudah terbiasa dengan pertanian dimana kota tempat kerja sains bergantung. Konsekwensi nyata dan fenomena semacam ini adalah kehidupan masyarakat yang tertimpa invasi menjadi kehilangan harmoni dan tidak menentu arahnya. Nicolle menggambarkan invasi Mongolia terhadap daerah-daerah Muslim Sebagai berikut: “Setelah menaklukkan Baghdad, Hulegu membawa pasukannya kembali ke Azerbeijan, suatu kawasan jauh utara-barat yang sekarang masuk wilayah Iran. Di daerah tersebut terdapat padang rumput yang sangat luas yang disediakan untuk makanan kuda-kuda bangsa Mongolia, sementara kota Maragha dan Tabriz disiapkan sebagai kota administrasi. Istana Hulegu selalu berpindah-pindah dan seluruh area dijadikan sebagai basecamp yang sangat besar bagi tentara predatornya. Begitulah fungsi Azer-beijan dan Hamadan sepanjang sejarah.” Jadi, invasi Mongolia yang penuh dengan teror telah melepaskan ikatan masyarakat Muslim dengan segala bentuknya untuk memperlambat semua formalitas peradaban termasuk perkembangan sains. Tidak hanya pusat-pusat studi 50 yang dirusak dan ilmuwannya yang dibunuh atau dibuat panik, tapi juga semua tempat yang nyaman untuk penciptaan sains diganggu dengan hebatnya. Efek yang sama juga dirasakan oleh dunia Muslim dengan invasi kaum Salib. ini adalah kelompok lain dan penghasut perang yang dilancarkan oleh Paus di awal abad 13 M yang kononnya bermaksud membebaskan Jerussalem dari tangan Muslim. Berkali-kali perang Salib didengungkan selama 2 abad (1095-1290 M). Seperti halnya bangsa Mongolia, kaum Salib juga menjarah kota-kota Muslim, membunuh dan meneror penduduknya kemudian mengganggu ketenangan tempattempat yang kondusif bagi perkembangan sains. Sedangkan dan sisi internal, yang paling rasional atas kemandegan sains di dunia Muslim adalah kegagalan pemimpin memanfaatkan dan mengkoordinasikan disiplin ilmu sains. Semenjak awal, filosof dan ilmuwan sains Muslim sangat independen tanpa bantuan yang memadai dari khalifah atau Sultan. Konstruksi khalifah Mamun di Bayt al-Hikmah sekitar tahun 200 H/815 M, di mana terdapat perpustakaan dan observatorium adalah permulaan yang baik tapi tidak diteruskan oleh khalifah berikutnya. Di samping itu Bayt al-Hikmah lebih merupakan pusat riset daripada institusi pengajaran. Walaupun banyak pusat-pusat kajian yang dijumpai di dunia Muslim, seperti: Dar at ‘Jim di Kairo (395 HI 1005 M), Nizhãm alMulk di Baghdad (459 H/1067 M) dan Madrasah Granada (750 H/1349 M), tapi semua institusi ini tidak memperhatikan masalah filsafat natural dan ilmu pasti secara murni. Hal ini berakibat pada kegagalan melembagakan filsafat natural dan sains. Filosuf natural dan ilmuwan sains Muslim lebih nampak sebagai individuindividu terpisah dan pada sebagai satu badan yang terorganisir. Mereka mempelajari filsafat secara privat dan walaupun sudah bertugas di istana khalifah, mereka jarang didukung dengan kebijakan pemerintah untuk mengajar filsafat natural dan sains di Madãris. Ilmuwan lainnya yang tidak mempunyai akses dengan istana, mereka bebas mengajar di halaqah-halaqah mereka sendiri dimana para murid datang sendiri dan mendapat untuk belajar sampai tamat dengan mendapatkan ijazah yang menjadi lisensi mereka untuk mengajarkan ajaran-ajaran gurunya. Sistem pendidikan ini mempunyai masalah dan keterbatasannya sendiri. Guru terbatas dengan idenya sendiri sementara para murid hanya mempunyai akses kepada ide gurunya saja. Kondisi diskusi yang kondusif sesama teman sekolah atau memanfaatkan calon-calon ilmuwan hampir tidak tercipta di sini. Kondisi seperti ini ha-nya dapat tercipta jika jika sebuah institusi akademi dan universitas didirikan. 51 Dengan akademi, murid akan terekspos pada bidang disiplin ilmu yang bermacammacam dan oleh guru yang berlainan, dengan cara sistematis yang memakai prosedur dan standar tertentu yang hams dilalui oleh para murid sampai tamat masa belajarnya. Dalam kerangka seperti inilah sains dapat diinstitusionalisasikan dalam rangka memenuhi penelitian sains yang terkoordinasi sehingga berkembang menjadi revolusi sains. Jadi dalam konteks ini, kegagalan revolusi sains dalam dunia Muslim secara internal lebih disebabkan oleh metode atau organisasi daripada aspek teologi. Hal ini bukanlah tabiat Islam yang menyebabkan kegagalan Muslim dalam revolusi sains itu, tapi karena masalah organisasi yang bersamaan dengan faktor eksternal yang sudah dibicarakan di atas. Siapa tahu, jika bangsa Mongolia dan kaum Salib tidak menghancurkan lahan-lahan kaum Muslim, maka mereka pasti akan dapat merealisasikan kebutuhannya dalam meletakkan institusi yang terorganisir untuk mempromosikan pendidikan sains dalam skala yang lebih komprehensif. 52 XIII. Biografi ilmuwan muslim dan Penemuan-penemuan Penting bidang sains dan teknologi Mengapa kita harus mengungkap kejayaan para penemu muslim di masa lalu? Manfaat apa yang bisa kita ambil? Sebagian orang mungkin menilai hal in sebagai sikap apologis umat islam yang saat ini dalam kondisi yang tertinggal. Namun setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita petik manfaatnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Mujammil Qomar (2012) dalam bukunya: a. Mengungkapkan informasi dan fakta sejarah peradaban islam yang pernah mencapai masa keemasannya kepada generasi islam masa kini. Agar generasi muda islam memiliki semangat yang menggelora untuk memperjuangkan masa depan peradaban islam. b. Mengajarkan hal-hal strategis berharga yang bisa dilakukan generasi muslim sekarang untuk merintis kejayaan peradaban islam di masa mendatang. c. Melakukan telaah yang mendalam serta evaluasi yang menyeluruh sehingga rahasia kesuksesan ilmuwan muslim masa lalu bisa diteruskan oleh generasi muslim masa kini. Dengan sikap yang senantiasa berorientasi masa depan dan berpijak pada kesuksesan masa lalu, dengan izin Allah SWT, peradaban islamakan bangkit lagi dalam waktu yang tidak lama lagi. 53 Tabel Ilmuwan Muslim dari abad 7 -14 M 701 (died) - Khalid Ibn Yazeed Alchemy 721 - Jabir Ibn Haiyan (Geber) (Great Muslim Alchemist) 740 - Al-Asmai (Zoology, Botany, Animal Husbandry) 780 - Al-Khwarizmi (Algorizm) (Mathematics, Astronomy) 787 - Al Balkhi, Ja'Far Ibn Muhammas (Albumasar) Astronomy, Fortune-telling 796 (died) - Al-Fazari,Ibrahim Ibn Habeeb Astronomy, Translation 800 - Ibn Ishaq Al-Kindi (Alkindus) (Philosophy, Physics, Optics) 808 - Hunain Ibn Is'haq Medicine, Translator 815 - Al-Dinawari, Abu-Hanifa Ahmed Ibn Dawood Mathematics, Linguistics 836 - Thabit Ibn Qurrah (Thebit) (Astronomy, Mechanics) 838 - Ali Ibn Rabban Al-Tabari (Medicine, Mathematics) 852 - Al Battani Abu Abdillah (Albategni) Mathematics, Astronomy, Engineering 857 - Ibn MasawaihYou'hanna Medicine 858 - Al-Battani (Albategnius) (Astronomy, mathematics) 860 - Al-Farghani (Al-Fraganus) (Astronomy,Civil Engineering) 884 - Al-Razi (Rhazes) (Medicine,Ophthalmology, Chemistry) 870 - Al-Farabi (Al-Pharabius) (Sociology, Logic, Science, Music) 900 (died) - Abu Hamed Al-ustrulabi Astronomy 903 - Al-Sufi (Azophi) Astronomy 908 - Thabit Ibn Qurrah Medicine, Engineering 912 (died) - Al-Tamimi Muhammad Ibn Amyal (Attmimi) Alchemy 923 (died) - Al-Nirizi, AlFadl Ibn Ahmed (wronge Altibrizi) Mathematics, Astronomy 930 - Ibn Miskawayh, Ahmed Abuali Medicine, Alchemy 932 - Ahmed Al-Tabari Medicine 936 - Abu Al-Qasim Al-Zahravi (Albucasis) Surgery, Medicine 940 - Muhammad Al-Buzjani Mathematics, Astronomy, Geometry 950 - Al Majrett'ti Abu-alQasim Astronomy, Alchemy, Mathematics 960 (died) - Ibn Wahshiyh, Abu Baker Alchemy, Botany 965 - Ibn Al-Haitham (Alhazen) Physics, Optics, Mathematics) 973 - Abu Raihan Al-Biruni Astronomy, Mathematics 976 - Ibn Abil Ashath Medicine 980 - Ibn Sina (Avicenna) Medicine, Philosophy, Mathematics 983 - Ikhwan A-Safa (Assafa) Group of Muslim Scientists 1019 - Al-Hasib Alkarji Mathematics 1029 - Al-Zarqali (Arzachel) Astronomy (Invented Astrolabe) 1044 - Omar Al-Khayyam Mathematics, Poetry 1060(died) - Ali Ibn Ridwan Abu'Hassan Ali Medicine 1077 - Ibn Abi-Sadia Abul Qasim Medicine 1090 - Ibn Zuhr (Avenzoar) Surgery, Medicine 1095 - Ibn Bajah, Mohammed Ibn Yahya 1097 - Ibn Al-Baitar Diauddin (Bitar) Botany, Medicine, Pharmacology 1099 - Al-Idrisi (Dreses) Geography, World Map (First Globe) 1091 - Ibn Zuhr (Avenzoar) Surgery, Medicine 1095 - Ibn Bajah, Mohammad Ibn Yahya (Avenpace) Philosophy, Medicine 1099 - Al-Idrisi (Dreses) Geography -World Map, First Globe 1100 - Ibn Tufayl Al-Qaysi Philosophy, Medicine 1120 (died) - Al-Tuhra-ee, Al-Husain Ibn Ali Alchemy, Poem 1128 - Ibn Rushd (Averroe's) Philosophy, Medicine 1135 - Ibn Maymun, Musa (Maimonides) Medicine, Philosphy 1140 - Al-Badee Al-Ustralabi Astronomy, Mathematics 1155 (died) - Abdel-al Rahman AlKhazin Astronomy 1162 - Al Baghdadi, Abdellateef Muwaffaq Medicine, Geography 1165 - Ibn A-Rumiyyah Abul'Abbas (Annabati) Botany 1173 - Rasheed AlDeen Al-Suri Botany 1184 - Al-Tifashi, Shihabud-Deen (Attifashi) Metallurgy, Stones 1201 - Nasir Al-Din Al-Tusi Astronomy, Non-Euclidean Geometry 1203 - Ibn Abi-Usaibi'ah, Muwaffaq Al-Din Medicine 1204 (died) - Al-Bitruji (Alpetragius) Astronomy 1213 - Ibn Al-Nafis Damishqui Anatomy 1236 - Kutb Aldeen Al-Shirazi Astronomy, Geography 1248 (died) - Ibn Al-Baitar Pharmacy, Botany 1258 - Ibn Al-Banna (Al Murrakishi), Azdi Medicine, Mathematics 1262 (died) - Al-Hassan Al-Murarakishi Mathematics, Astronomy, Geography 1273 - Al-Fida (Abdulfeda) Astronomy, Geography 1306 - Ibn Al-Shater Al Dimashqi Astronomy, Mathematics 1320 (died) - Al Farisi Kamalud-deen Abul-Hassan Astronomy, Physics 1341 (died) - Al-Jildaki, Muhammad Ibn Aidamer Alchemy 1351 - Ibn Al-Majdi, Abu Abbas Ibn Tanbugha Mathematics, Astronomy 1359 - Ibn Al-Magdi,Shihab-Udden Ibn Tanbugha Mathematic, Astronomy 54 Jabr ibnu Hayyan(w. 803 M) Jabir Ibnu Hayyan yang di dunia barat lebih dikenal dengan nama Geber adalah seorang ilmuwan muslim yang diakui secara luas sebagai Bapak Ilmu Kimia. Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan terkadang juga dipanggil dengan nama AlHarrani dan Al-Sufi, terlahir dari orang tua yang ahli obat (Apoteker/druggist). Beliau mulai menunjukkan bakat dan prestasi luar biasa dibidang kimia pada 776 M di Kufah.Kontribusi sains yang paling menonjol dari Jabir Ibnu Hayyan adalah bidang kimia. Beliaulah yang memperkenalkan metode ilmiah dalam penelitian kimia dengan caraexperimen yang merupakan cikal bakal kimia modern. Kontribusi penyempurnaan evaporasi, yang paling teknologi termasuk fundamental kristalisasi, pengembangan dalam distilasi, piranti bidang kalsinasi, untuk kimia adalah sublimasi, dan aplikasi teknologi tersebut.Capaian yang paling fenomenal adalah penemuan dan pengklasifikasian berbagai jenis mineral dan asam yang diproduksi dengan menggunakan piranti rancangannya yang disebut alembic/Anbique. Disamping kontribusi beliau dalam bidang dasar-dasar kimia murni, Jabir Ibnu Hayyan juga mengembangkan proses-proses kimia terapan. Hal in menjadikan beliau juga sebagai pioner dalam bidang kimia terapan. Diantara capaian beliau di bidang kimia terapan adalah: Pemurnian beberapa logam, pengembangan baja, pewarna pakaian dan penyamakan kulit, pembuatan gelas, dll. Salah satu hasil pengembangan Jabir Ibnu Hayyan yang masih digunakan sampai sekarang adalah larutan aqua regia untuk melarutkan emas dan metode distilasi. Buku-buku karya jabir ibnu hayyan yang populer diantaranya: Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab’iin, akan tetapi masih banyak karya karya beliau yang lain. 55 Mohammad Bin Musa Al-Khawarizmi (w. 840M) Abu Abdallah Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi terlahir di, Khwarizm, Khiva modern (sekarang Usbekistan), selatan laut Aral sekitar tahun 780 M, di sebuah Desa bernama Kath dan meninggal pada tahun sekitar 840 M. Beliau hidup pada masa khalifah Al-Ma’mun yang mengangkatnya menjadi astronomer istana. Salah satu karya monumentalnya adalah IlmAl-Jabr wa al-Muqabalah, yang merumuskan dan meletakkan dasar ilmu Al-jabar, salah satu cabang matematika. Aljabar (Al-gebra - Eng) diambil langsung dari judul buku di atas.Namanya juga dikenang selalu dalam salah satu cabang matematika Al-goritma yang diambil dari kata bahasa inggris Al-gorithm yang ternyata adalah pengucapan Alkhawarizmi. Al-Khawarizmi tidak hanya ahli dibidang matematika, bahkan astronomi dan geografi.Pertama kali mengembangkan tabel trigonometri sinus dan diperluas menjadi tangen.memperkenalkan angka 0untuk melengkapi angka 1 – 9, sehingga terjadilah revolusi besar dibidang matematika pada abad ke-9. Di bidang geografi AlKhawarizmi merevisi dan mengkoreksi pendapat Ptolemy dan menghasilkan peta dunia pertama kali pada tahun 830 M. Al-Khawarizm juga berhasil mengembangkan formula untuk volume dan keliling bumi. Termasuk juga berkontribusi dalam bidang pembuatan jam, jam bayangan matahari (sundials), dan astrolabes. Buku-buku karya Al-Khawarizmi diantaranya: Kitab Al-Jam'a wal- Tafreeq bil Hisab Al-Hindi di bidang aritmatika, Kitab Surat-Al-Ard (permukaan bumi) yang dilengkapi dengan peta dunia, dan Istikhraj Tarikh Al-Yahud tentang kalender yahudi. Dan masih banyak yang lainnya. Salah satu hal yang perlu kita cermati adalah bahwa semangat mengembangkan ilmu pengetahuan didasari niat untuk beribadah kepada Allah SWT dan mempermudah menjalankan syari’at islam seperti dalam perhitungan warisan dan perdagangan. 56 Al-Jahiz (781 – 869 M) Ilmuwan muslim keturunan arab negro dari afrika timur ini bernama asli Abu Utsman Amr ibn Bahr Al-Kinani Al-Fuqaimi Al-Bashri. Beliau dilahirkan di Bashrah dan pada perkembangannya lebih dikenal dengan sebutan Al-Jahiz. Karya-karya beliau sangat luas dalam beberapa subjek, diantaranya: sastra arab (prosa), filsafat, kalam, psikologi, sejarah, biologi, dan zoologi. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab Al-Hayawan, ensiklopedia lebih dari 350 jenis hewan yang ditulis dalam tujuh volume buku. Gagasan tentang seleksi alam juga sudah disampaikan oleh AlJahiz dalam buku tersebut: “Hewan harus berjuang untuk hidup dan eksis di tengah sumber daya yang tersisa, menghindari agar tidak dimakan, dan berkembang biak. Faktor lingkungan turut mempengaruhi suatu organisme mengembangkan karakteristik baru untuk memastikan kelangsungan hidup jenisnya sehingga akan bergeser menjadi spesies yang baru. Hewan yang bertahan akan berkembang biak dan mewariskan karakteristik mereka kepada keturunannya” (Agus Purwanto, 2015). 57 Al-Battani (Al-Bategni) (868 – 929 M) Al-Battani yang bernama lengkapAbu Abdallah Mohammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 868 M. Ia adalah ilmuwan terkemuka di bidang astronomi yang salah satu karya monumentalnya adalah kitab Al-Zij. Al-Battani berhasil menentukan bahwa Bumi mengelilingi matahari selama 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, yang juga menunjukkan lama waktu satu tahun. Dia juga menghitung bahwa garis bujur terjauh matahari meningkat sebesar 16.47 derajad dibanding hasil perhitungan Ptolemaeus. Kemiringan ekliptika dan panjang musing telah dapat Ia tentukan secara akurat. Bahkan dengan diketemukannya orbit bulan dan planet, teori baru dapat ditetapkan sehingga bisa menentukan kemungkinan terlihatnya bulan baru di awal bulan. Al-battani telah memberikan kontribusi yang sangat penting pada pengembangan sains, salah satu yang utama adalah pengaruh besar hasil karyanya terhadap pada ilmuwan barat, contoh: Tycho Brahe, Kepler, Galileo, dan Copernicus. Hasil karya Al-Battani dalam pengukuran tentang pergerakan matahari ternyata lebih akurat dibanding apa yang telah dilakukan oleh Copernicus. 58 Yaqub Ibn Ishaq Al-Kindi (Alkindus) (800 – 873 M) Alkindi lahir dan dibesarkan di kota Kufah yang pada abad 9 adalah pusat kebudayaan dan peradaban, tempat yang sangat sempurna untuk mendapatkan pendidikan dasar. Pendidikan tingkat lanjut beliau dapatkan di Baghdad hingga mencapai popularitas dalam bidang akademik dan sains.Hal inimengesankan khalifah Al-Makmun sehingga menugasi Al-Kindi untuk mendirikan “Bayt AlHikmah, House of Wisdom” di mana karya-karya filsafat dan sains yunani diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Al-Kindi boleh jadi lebih terkenal sebagai seorang Filsuf, akan tetapi sebenarnya beliau juga seorang ahli matematika dan ilmuwan berbagai bidang. Karya-karya Alkindi diantaranya adalah dibidang Aritmetika, geometri, kimia,fisika optik, dan kedokteran. Dalam bidang pengobatan ini, AlKindi adalah orang pertama kali yang melakukan secara sistematis dan administratif dalam penentuan dosis obat.Sehingga memudahkan dokter dalam menuliskan resep. Buku-buku karya beliau diberbagai bidang berjumlah 241 buah dengan kategori sebagai berikut: Astronomi 16, Aritmetika 11, Geometri 32, Kedokteran 22, Fisika 12, Filsafat 22, Logika 9, Psikologi 5, and Musik 7. Beliau dikenal dengan sebutan Al-Kindus dalam bahasa latin, cukup banyak buku karya beliau yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin, diantaranya: Risalah dar Tanjim, Ikhtiyarat al-Ayyam, Ilahyat-e-Aristu, al-Mosiqa, Mad-o-Jazr, and Aduiyah Murakkaba. Pengaruh Al-Kindi terhadap pengembangan sains sangat signifikan telah diakui secara luas. Hasil karyanya bahkan telah mendasari dan menginspirasi pengembangan dan penemuan sains lebih lanjut dalam berbagai bidang: Fisika, matematika, kedokteran, dan musik. 59 Al Biruni (973 – 1048 M) Abu Raihan Mohammad Ibn Ahmad al-Biruni lahir di Kheva dekat Ural (sekarang Usbekistan) pada 973M, adalah salah satu tokoh ilmuwanyang populerpada masa Raja Mahmood Ghaznavi, raja muslim pada abad 11. Al-Biruni adalah seorang ilmuwan multitalenta dalam bidang fisika, metafisika, matematika, geografi dan sejarah yang semasa dengan Ibnu Sina.Beberapa kesempatan Al-biruni melakukan perjalananke seluruh India selama 20 tahun. Selama perjalanan keliling India, dia belajar filsafat Hindu, matematika, geografi dan agama dari beberapa orang dengan ketentuan ia mengajar sains Yunani dan Arab serta filsafat pada orang-orang tersebut. Al-Biruni wafat pada 1048 Masehi pada usia 75, setelah 40 tahun mengumpulkan ilmu pengetahuan sains dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar di dunia sains. AL-Biruni termasuk salah satu peletak dasar metode ilmiahsebagai pondasi awal ilmu pengetahuan modern. Beberapa karya Al-Biruni Selain Kitab al-Hind (Sejarah dan Geografi India), al-Qanun al-Masudi (Astronomi, Trigonometri), al-Athar al-Baqia (Sejarah Kuno dan Geografi), Kitab al-Saidana (Materia Medica) dan Kitab al-Jamahir (Batu mulia) tersebut di atas, bukunya alTafhim-li-Awail Sina'at di-Tanjim memberikan ringkasan matematika dan astronomi. Ia telah dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar Islam, bahkan yang terbesar sepanjang masa. 60 Ibnu Al-Haitham (965 – 1040 M) Abu Ali Hasan Ibn al-Haitham lahir di Bashrah 965 M dan mengenyam pendidikan di kota kelahirannya dan juga Baghdad. Kemudian beliau melakukan perjalanan ke Mesir dan Spanyol hingga mencapai puncak capaian di bidang sains pada masa tersebut.Ibnu Al-Haitham populer di dunia barat dengan sebutan Alhazen. Ibnu Al-Haithammelakukan penelitian yang mendalam untuk mempelajari cahaya dan penglihatan.Dia adalah orang pertama yang mampu mendeskripsikan secara akurat bagian-bagian mata dan penjelasan ilmiah bagaimana mata bisa melihat.Penelitian yang intensif di bidang optik dengan pertama kalinya menggunakan kamera obscura menjadikan Ibnu Al-Haithami didaulat sebagai Bapak optik modern.Atas kontribusinya tersebut, saat in kita bisa menikmati kecanggihan kamera.Beliau telah membantah secara ilmiah teori Ptolemy dan Euclid tentang penglihatan, dan menjelaskan dengan benar bahwa untuk dapat melihat bukan mata kita yang memancarkan cahaya, tetapi justru benda yang kita lihat yang memantulkan cahaya ke mata kita. Salah satu karya pentingnya, Kitab al-Manadhir, memberikan pengaruh yang sangat besar pada perkembangan sains di dunia barat, sebagai contoh: hasil karya Roger Bacon dan Keppler. Dalam karyanya yang lain, Mizan al-Hikmah Ibn al-Haitham, menjelaskan densitas atmosfer dan pengaruh dari ketinggian, termasuk juga teori tarik menarik antar dua massa. Sepertinya beliau juga sudah menyadari adanya gaya gravitasi. Beliau juga sanngat berjasa di bidang matematika, terutama geometri analitik yang menunjukkan hubungan antara aljabar dan geometri. Total karya Ibnu Al-Haitham lebih dari 200 buku, yang menunjukkan kepiawaian beliau dalam menerapakan metode ilmiah meliputi observasi, hipotesis, dan verifikasi yang merupakan pintu gerbang menuju sains modern. 61 Selain ketujuh ilmuwan muslim yang disebutkan biografinya di atas, masih banyak sekali ilmuwan muslim lainnya yang telah memberikan kontribusi dalam perkembangan sains modern seperti disajikan pada Tabel 1. Sebagai tambahan,Prof. Mujamil Qomar (2012) menyebutkan di dalam bukunya beberapa ilmuwan muslim dan kontribusinya, yaitu: a. Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah (1328) sebagai perintis metode ilmiah modern dengan metode induksi yang mendahului Francis Bacon (1561-1626) b. Dalam bidang kedokteran: Al-Razi (Rhazes), Ali Ibnu Abbas, Ibnu Sina (Avicenna), Abul Kasim (Albucasia), Ibnu Zuhr (Aven-Zour), Ibnu Rusyd (Averoes), Abdullah Ibnu Ahmad Ibn Ali Al-Bithar (Aben-Bethar). c. Al-Damiri (Aldemri), berkontribusi dalam sejarah tentang bintang, karya yang mendahului imuwan barat Buffon 7 abad sebelumnya. 62 XIV. Umat Islam dan Pengembangan IPTEK a. Aspek Kekinian Ada beberapa kendala yang menghambat perkembangan dunia sains dan teknologi di kalangan umat Islam sekarang ini, diantaranya adalah mereka lalai dan mengabaikan dalam memahami serta mengamalkan ajaran Islam, sementara ajaran Islam sendiri sebenarnya menganjurkan umatnya untuk menguasai Iptek. Demikian pula orientasi fiqh yang terlalu kuat, sehingga fiqh-fiqh yang ada tidak memuat unsur-unsur Iptek, adalah sebab lain yang kian mendorong adanya keterbelakangan tadi. Hal ini dapat dilihat, misalnya dalam istilah ulama yang masih dimaknai sebagai orang-orang ahli dibidang “keagamaan”. Padahal Al-Qur’an sendiri mengartikan ulama sebagai cendikiawan di berbagai bidang, tidak hanya dibidang “keagamaan” saja. Sebagai bukti, dalam Qur’an surat Fathir (35) ayat 27-28 yang menegaskan bawa ulama disini adalah cendikiawan di bidang kealaman. Aspek nostalgia, turut berperan dalam ketertinggalannya umat Islam pada pengembangan Iptek. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Munawar Ahmad Anees (1990), kita merasa puas dengan diri kita sendiri, kita katakan bahwa karena dimasa lampau kita sudah menghasilkan bermacam-macam ilmu pengetahuan dan mampu melakukan hal ini dan hal itu, bahwa renaisance di Barat terjadi karena adanya alih teknologi peradaban Muslim ke peradaban Barat. Aspek ini masih mengakar di kalangan sebagian orang-orang Muslim. Dekadensi moral atau kemerosotan akhlak dikalangan sebagian umat Islam semakin meningkat. Apalagi dengan adanya globalisasi, banyak pengaruh-pengaruh asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami merasuki sebagian umat Islam dan semakin memperkuat dekadensi moral. Hal ini menyebabkan umat Islam semakin jauh dari manhajnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, semakin jauh dari petunjuknya, sehingga semakin meninggalkan perintah menuntut ilmu dan pengembangan sains yang quranik. Prof. Ali Gharisah (1991) mengatakan, bahwa akhlak sebagai pengawas fikiran agar jangan sampai tergelincir dan sengsara. Akhlak memiliki tempat yang besar dalam Islam, mempunyai pengaruh efektif sekali dan lapangan pertamanya adalah fikiran. Sehingga banyak ahli fikir yang tergelincir karena berjalan, tanpa akhlak. Berapa banyak orang yang berjalan dengan fikiran 63 yang jauh dari akhlak, sehingga mereka sesat dan menyesatkan, sengsara dan menyengsarakan. Kurangnya ukhuwah Islamiyah (persatuan umat Islam), salah satu penyebab kemunduran umat Islam dalam pengembangan lptek. Hal ini terbukti, banyak negara-negara Islam (mayoritas penduduknya Islam) yang berselisih, bahkan tidak sedikit yang didikte dan diadu domba serta dipengaruhi oleh negara adidaya atau sekutu zionis. Peperangan sering terjadi antara umat Islam (negara Islam), seperti perang Irak-Iran, perang Irak-Kuwait; dimusuhinya Afghanistan (Taliban) oleh sebagian negara Islam, seperti tetangganya Pakistan yang bersekutu dengan yahudi Amerika, dengan tuduhan Afghanistan melindungi teroris Usamah bin Laden, yang belum tentu benar salahnya. Sehingga umat Islam disibukkan dengan perang tanpa punya waktu/kesempatan untuk mengembangkan diri dalam penguasaan lptek. Prof. Ali Abdul Halim Mahmud (1992), mengatakan bahwa fakta ini (peperangan yang dipaksakan kepada umat Islam) merupakan penyebab utama kemunduran umat Islam sekarang di bidang peradaban. Karena umat ini disibukkan terus menerus dengan perang, tak ada peran yang dilakukan selain perang. Masih kuatnya filsafat ma’rifat iluminatif Al-Ghazali yang mempengaruhi dalam kehidupan keagamaan dan keilmuan dunia Islam sekarang ini. Filsafat ini cenderung mengikuti aliran teologi Al-Asy’ariah dan Maturidiah, dengan memakai istilah Harun Nasution (1983) yaitu teologi tradisional, yang memfokuskan eskatisisme dengan tujuan mencari puncak pengetahuan isaterik yang disebut dengan Ma’rifat, mengabaikan sifat rasionalitas dan melalaikan sarat intelektual. Filsafat teologi ini masih mengakar dalam pengamalan agama umat Islam di seluruh dunia. Sementara teologi Mu’tazilah (teologi Liberal, menurut istilah Harun Nasution) hanyalah tinggal nama dalam sejarah, meskipun sekarang ini timbul NeoMu ’tazilah terutama dikalangan terpelajar. Akan tetapi belum bisa diterima oleh sebagian besar umat Islam, aliran ini masih dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari Islam, terutama di Indonesia. Harun Nasution (1983) mengatakan bahwa pandangan demikian timbul karena kaum Mu’tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh dengan perantaraan rasio. Menurut Harun Nasution (1983), teologi Liberal (aliran Mu’tazilah) menghasilkan faham dan pandangan liberal tentang ajaran-ajaran Islam. Penganutpenganut teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas lagi tegas 64 disebut dalam ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits, yaitu teks ayat-ayat al-Quran dan Hadits yang tidak bisa diinterpretasikan lagi mempunyai arti selain leterlek yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat serupa ini, yang disebut mempunyai arti Qoth’i, tidak banyak terdapat dalam al-Qur,an. Dengan demikian ruang gerak dalam menyesuaikan hidup dengan peradaban zaman dan perubahan kondisi dalam masyarakat bagi para penganutnya adalah luas. Para penganutnya tidak banyak menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan hidup dengan perkembanganperkembangan yang timbul dalam masyarakat modern, terutama dalam lapangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan lain kata dalam masyarakat yang menganut teologi liberal, kemajuan dan pembangunan dapat berjalan lancar. Dalam teologi tradisional, sebaliknya penganutnya kurang mempunyai ruang gerak karena mereka terikat tidak hanya pada dogma-dogma, tetapi juga pada ayatayat yang mengandung arti dhanni, yaitu ayat-ayat yang boleh mengandung arti lain dari arti leterlek yang terkandung di dalamnya, dan ayat-ayat ini mereka artikan secara leterlek. Dengan demikian para penganut teologi ini sukar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern. Rasanya tidak terlalu jauh dari kebenaran, jika dikatakan bahwa teologi Tradisional dapat merupakan salah satu dari faktor-faktor yang memperlambat kemajuan dan pembangunan. Langkah – langkah ke depan Ada beberapa alternatif dalam pemecahan masalah tersebut, meliputi faktor internal dari eksternal, yang menurut Ali Abdul Halim Mahmud (1992) kedua faktor tesebut harus diatasi untuk menjawab/solusi dari “kemunduran peran umat Islam di bidang peradaban”, sebagai berikut, a. Mengatasi faktor internal, yaitu dengan: 1) Mengkaji, memahami dan mengamalkan Al- Qur'an danSunnah Rasul, sebagai pegangan dan manhaj Islami; serta memegang teguh manhaj Islam tersebut dalam kehidupan dengan berbagai aspeknya. 2) Mencari ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi, serta mengembangkannya. Kemudian menumpahkan seluruh kemampuan mendapatkan penemuan baru dalam bidang sains dan teknologi yang canggih dan baik (jayyid wajadid). Bertitik tolak dari keyakinan bahwa hidup kaum muslimin harus mulia, karena kemulyaan yang sesungguhnya hanyalah bagi Allah, Rasul65 Nya dan orang-orang bertaqwa. Kemuliaan pertama adalah Iman, kemudian sarana-sarana kekuatan. Sedangkan sains dan tek¬nologi merupakan sarana yang paling menonjol. 3) Menggalang persatuan dan persaudaraan umat Islam (ukhuwah islamiyah). Seperti wadah-wadah, organisasi-organisasi yang tumbuh dalam tubuh umat Islam haruslah dalam konteks persatuan umat, bukan justru untuk memecah keutuhanya. Bertitik tolak dari prinsip, mereka adalah umat yang satu. Tidak ada makna hidup memeka tanpa persatuan. Dengan rasa inilah semua permasalahan dunia Islam diselesaikan, dengan inilah tegaknya kembali “Khilafah”. Juga harus bekerja menyatukan faksi-faksi jama’at yang bekerja untuk Islam, karena meyakini bahwa tujuan amal Islami itu hanya satu, yaitu agar tidak ada yang disembah dimuka bumi ini, selain dari Allah. Kaum mukmin adalah ibarat satu tubuh, dan terhadap orang luar, mereka ibarat tangan bagi saudaranya. 4) Meningkatkan bidang dakwah. Dakwah merupakan kewajiban semua kaum muslimin, tetapi tugas ini dilakukan setelah memperbaiki jiwa/mentalitas dan memegang teguh adab Islam dalam kehidupannya. 5) Amar ma’ruf nahi munkar (menganjurkan kebaikan dan memberantas kemungkaran). Karena dengan menegakkan kewajiban inilah terealisasi masyarakat yang tentram dan bahagia. Setiap muslim dituntut menganjurkan kebaikan dan memerangi kemungkaran sesuai dengan kadar kemampuannya, agar masyarakat ini terlepas dari segala yang bertentangan dengan hukum Allah, sistem dan manhaj-Nya. 6) Melaksanakan kewajiban “jihad fi sabilillah”.Untuk menegakkan kalimat (konsep) Allah dan meruntuhkan konsep orang kafir diperlukan jihad. Jihad merupakan satu langkah dalam menapaki jalan terciptanya “(Ummah Islamiyah” yang mengerti kewajibannya, dan “Baulah Islamiyah” yang menjaga kesuciannya. 7) Melaksanakan akhlak Islam dan etikanya serta memegang teguh nilainilainya dalam setiap ucapan dan perbuatan. Umat Islam meyakini bahwa moral Islam adalah kunci kemenangan kaum muslimin di dunia dan di akhirat. 8) Menyelesaikan dengan cara yang Islami paham-paham dan aliran-aliran yang menyimpang dari kebenaran. Dengan melihat siapa diantara mereka 66 yang bisa didekati dengan “hasanah”, siapa pula yang perlu dijihadi tetapi dengan cara terbaik, dan siapa yang perlu dihadapi dengan jihad. Hal ini didasarkan kepada keyakinan bahwa menjamin keamanan kerja Islami dari gangguan pemikiran atau ide yang menyimpang itu merupakan jaminan lancarnya perjalanan, dan sekaligus merupakan usaha serius untuk sampai kepada tujuan. 9) Pembinaan masyarakat Islam (al-Mujtama’ al-Islamiyah). Pembinaan ini dimulai dari pribadi mukmin yang berpegang teguh (multazim), menciptakan rumah tangga mukmin yang multazim, membentuk jamaah mukmin yang multazim, membentuk masyarakat mukmin yang multazim, membentuk Ummah Islamiyah yang multazim; kemudian sampai kepada membangun Dauluh Islamiyah yang multazim, terutama profil Imam (pemimpin) kaum muslimin dan Khalifah (penerus) Rasulullah SAW Menurut Syamsul Balda (1993), hal ini perlu dilaksanakan pendidikan Islam yang berkesinambungan (Attarbiya al-Islamiyah al-Mustamirah) yang selalu berpegang kepada manhaj (metoda) Islam. 10) Revolusi informasi. Bagi dunia muslim revolusi informasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi demi kelangsungan hidup fisik maupun budaya umat. Kita harus bisa memahami manfaat dan mudlarat teknologi informasi, serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, dan bukan tujuan-tujuan mereka pada pembuat dan penyipta teknologi itu. Namun demikian, menurut Ziauddin Sardar (1988) kita harus mengembangkan dan menerapkan suatu strategi yang menyeluruh, matang dan jelas, untuk menghadapi tantangantantangan abad informasi. Kita harus menggali informasi-informasi baru yang sesuai dengan kondisi setempat. 11) Rekonstruksi ilmu pengetahuan, bila diperlukan Rekonstruksi ilmu pengetahuan disini dalam arti “Islamisasi Sains” bagi ilmu-ilmu tertentu yang mungkin ada sedikit menyimpang dari aqidah Islam, sebagai contoh konsep seni yang non-Islam bahwa “sesuatu yang indah itu adalah seni” meskipun lukisan itu telanjang bulat dan melukiskan orang yang sedang berzina. Hal-hal yang demikian tidak bisa ditolerir di dalam Islam, sehingga perlu Islamisasi Sains. Dalam hal ini, disatu sisi kita harus menguasai dasardasar ilmu pengetahuan yang dibangun oleh Barat sebagai pendekatan 67 terhadap sains modern dan tidak boleh menutup pintu. Di sisi lain, harus didukung oleh etika Islam (moral Islam), pandangan dunia Islam dengan petunjuk dari al-Qur’an dan al- Hadits; dari keduanya kita harus menciptakan konseptual. Untuk menciptakan hal ini, Dr. Munawar Ahmad Annees (1990) berpendapat, bahwa kita membutuhkan tiga tahap sebagai jalan masuk pengetahuan kepada akan ilmu pengetahuan membawa kita, Barat. pertama, Rekonstruksi kepada ilmu reorientasi epistemologis yakni membangun matrik konseptual. Tahap kedua, matrik konseptual ini akan membawa kita kepada ilmu pengetahuan moral operasional dan disinilah kita mulai dapat membangun definisi-definisi operasional. Lalu pada tingkat ketiga, kita memiliki domain metodologis yang di dalamnya kita berbicara soal operasionalisasi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini ketiga langkah tersebut seluruhnya haruslah diatur oleh kode etik Islam sebagaimana diajarkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul. Tujuan dari rekonstruksi ilmu pengetahuan adalah supaya diperoleh suatu dasar ilmu pengetahuan (sains) sebagai domain metodologis yang mengikuti etika Islam dan mengenal dimensi moral. Adi Setia (2005) menambahkan perlunya integrasi sains dan ilmu diniyyah.Pandangan dikhotomis ilmu dinniyyah dan sains/iptek harus dihilangkan. Sehingga nanti akanmuncul muslim yang ‘alim bidang dinniyah sekaligus menguasai cabang-cabang sains sebagaimana ilmuwan-ilmuwan muslim dahulu. b. Mengatasi faktor eksternal, yaitu dengan: 1) Berupaya menjinakkan musuh dengan cara-cara yang dibolehkan. Agar mereka alihkan kedengkian mereka dari kaum muslimin. Atau berupaya memecah belah persatuan mereka. Karena bertitik tolak dari keyakinan bahwa banyaknya musuh, sangat menyibukkan, bahkan dapat mengganggu sampainya pada tujuan. Kita harus membuat “perjanjian” dengan mereka untuk hidup damai, hingga kekuatan umat Islam menjadi mapan dan memiliki semua yang diperlukan untuk menghadapi musuh yang menolak perdamaian. Inilah jalan yang harus dilalui. 2) Mengambil sikap terhadap badan-badan internasional dan pakta-pakta yang memusuhi Islam. Sikap minimum yang dituntut dalam hubungan ini, menghapus persepsi selama ini, bahwa badan-badan dunia atau pakta-pakta 68 itu membantu umat Islam untuk kebaikan yang menguntungkan mereka. Image ini harus dihapus. Bertitik tolak dari keyakinan masalah apapun yang mereka hadapi, harus mereka selesaikan sendiri dengan kemampuan sendiri pula. 3) Mengambil sikap tegas terhadap peperangan yang direkayasa di dunia Islam. Sikap tersebut harus mencakup seluruh dimensi kerja sebelum dilaksanakan. Dan tidak boleh berbaik sangka pada musuh yangsenantiasa berbuat makar dan memusuhi kaum muslimin. Ini bertitik tolak dari prinsip, seorang mukmin harus cerdas dan tanggap. Dia tidak boleh menipu, tetapi juga tidak boleh jadi korban penipu- an.Peranan yang harus dimainkan oleh kaum muslimin sekarang dipentas peradaban modern, harus melakukan langkah-langkah awal atau pendahuluan. Langkah-langkah pendahuluan 'yang diperlukan adalah sebagai berikut: 4) Perasaan bangga (mulia) dengan Dienul Islam, bersama segenap perangkat manhaj dan sistemnya, dan menjadikannya acuan dalam menghadapi setiap persoalan hidup. 5) Setiap muslim harus menyiapkan dirinya untuk memikul kewajiban Islam. Untuk itu dituntut mempunyai profil sebagai berikut: bertubuh sehat/kuat, berakhlak mulia, berfikir intelek, mampu berusaha sendiri, beraqidah benar, beribadah shahih, berjuang/berjihad, menundukkan hawa nafsunya, disiplin dengan waktu, rapi dalam segala urusan, dan bermanfaat bagi orang lain 6) Membentuk rumah tangga muslim yang sakinah. 7) Berusaha semaksimal mungkin untuk membebaskan negerinya, bahkan semua negeri kaum muslimin, jika mampu dari semua bentuk kekuasaan asing. Tapi, semua itu dapat terwujud dengan kerja keras. Sebelumnya harus berpegang teguh (iltizam) dengan Iman. Selain beberapa langkah di atas, Kaum muslim juga harus senantiasa mengembalikan izzah dan marwah sehingga disegani oleh bangsa-bangsa lain Prof. Mujamil Qomar menyampaikan pandangannya tentang strategi-strategi untuk menyambut kejayaan umat islam kembali, yang terbagi menjadi 2 kategori utama yakni (1) strategi dekonstruktif dan (2) strategi rekonstruktif. a. Strategi-strategi dekonstruktif meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengubah tradisi berfikir normatif menjadi berpikir teoritis-aplikatif. 69 2. Mengubah tradisi berpikir ideologis fanatis menjadi berpikir rasional ilmiah yang berpihak pada kebenaran dengan berdasar Alqur’an dan sunnah 3. Mengubah tradisi penyakralan pemikiran islam menjadi kritik konstruktif ilmiah 4. Mengubah kecenderungan berpikir aksiologis menjadi berpikir epistemologis 5. Mengubah tradisi berpikir yang menekankan penguasaan materi menjadi penekanan metodologis 6. Mengubah perasaan inferior (rendah diri) menjadi percaya diri menyumbangkan pemikiran-pemikiran strategis 7. Mengubah tradisi mengekspresikan pikiran secara lisan menjadi tulisan 8. Mengubah tradisi hanya menyampaikan pemikiran orang lain, menjadi tradisi menyampaikan hasil temuan pemikiran sendiri 9. Mengembangkan disseminasi dan sosialisasi pemikiran dari lokalnasioanl menjadi skala internasional. b. Strategi rekonstruksi diantaranya dengan 1. Reaktualisasi Islam dengan menerapkan konsep integrasi dan kesinambungan antara teori dan praktek. 2. Menggerakkan pemikiran islam metodologis yang “wasathan” dan memiliki sifat: inisiatif, kreatif, produktif, sistematis, sinergis, strategis, pencarian alternatif solusi dan jelasnya target yang dituju. 3. Memantabkan pilar-pilar kemajuan peradaban, yakni: - Pendidikan yang modern dan berkualitas yang mampu memajukan bangsa dan negara - Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang mampu berkontribusi penguatan peradaban - Ekonomi yang maju seiring dengan peningkatan pendidikan dan IPTEK - Politik yang stabil yang mampu mendukung pendidikan, IPTEK, dan ekonomi - Militer yang menjaga pertahanan dan keamanan negara 70 pengembangan 4. Membangun budaya dialogis untuk mengurangi konflik internal dan meningkatkan ukhuwah islamiyyah 71