PEMBERLAKUKAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL Damos Dumoli Agusman Direktur Perjanjian Ekososbud Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional DEPLU 1 DOKTRIN DAN LEGISLASI NASIONAL TENTANG HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL PADA HAKEKATNYA SETIAP NEGARA MEMILIKI DOKTRIN DAN LEGISLASI NASIONAL TENTANG HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL, GUNA MENJAWAB BAGAIMANA PEMBERLAKUAN HUKUM INTERNASONAL DALAM HUKUM NASIONAL, A.L: APAKAH STATUS HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL APAKAH HAKIM INDONESIA TERIKAT PADA HUKUM INTERNASIONAL DOKTRIN DAN LEGISLASI NASIONAL INI SECARA OTOMATIS AKAN MENCERMINKAN APAKAH NEGARA DIMAKSUD MENGANUT MONISMEDUALISME DAN DAPAT MEMBERIKAN: KEPASTIAN HUKUM PRINSIP PREDICTIBIILTY TENTANG HUKUM INTERNASIONAL DI INDONESIA 2 TEORI HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL MONISME, DUALISME OR “NO ISME”? MONISME: HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL MERUPAKAN SATU SISTEM HUKUM: PRIMAT HUKUM NASIONAL PRIMAT HUKUM INTERNASIONAL DUALISME: HUKUM INTERNASIONAL BERLAKU JIKA TELAH DITUANGKAN DALAM UU NASIONAL 3 MONISME VS DUALISME MONISME HI DAN HN SUATU KESATUAN SISTEM APARAT HUKUM MENERAPKAN NORMA HI DLM STATUSNYA SBG NORMA HI HI DI-INKORPORASI DENGAN HN TERBUKA MUNCULNYA KONFLIK ANTARA HI DAN HN (PRIMAT HI OR HN) DUALISME HI DAN HN BERLAKU PADA LEVEL YG BERBEDA APARAT HUKUM MENERAPKAN HI DLM STATUSNYA SEBAGAI NORMA HN HI DI-TRANSFORMASI KEDALAM HN TIDAK MUNGKIN TERJADI KONFLIK KRN WILAYAHNYA BERBEDA 4 PRAKTEK DAN JURISPRUDENSI INDONESIA? UU NO. 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK MEMBERIKAN JAWABAN, SEBAB: Hanya kodifikasi dari praktek negara RI Dunia akademis tidak menyediakan jawaban/doktrin tentang hubungan hukum internasional dan nasional HTN Indonesia belum mengembangkan status hukum internasional dalam sistem hukum indonesia Jurisprudensi belum berkembang Dipengaruhi oleh aliran monisme INKONSISTENSI DALAM PRAKTEK PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL?: DAPAT MEMBERLAKUKAN LANGSUNG ATURAN DALAM PERJANJIAN YANG SUDAH DIRATIFIKASI: KONVENSI 1961/1963 TENTANG HUBUNGAN DIPLOMATIK (MONISME?) SEKALIPUN SUDAH DIRATIFIKASI DENGAN UU NAMUN MEMBUTUHKAN UU PELAKSANA: UNCLOS 1982 VS UU NO. 6/1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA (DUALISME?) • YANG MENCABUT UU PERPU 4/1960 TENTANG PERAIRAN INDONESIA ADALAH UU NO 6/1996 BUKAN UU NO 17/1985 YANG MERATIFIKASI UNCLOS 1982 • APAKAH UU PERPU 4/1960 DAPAT BERLAKU SEKALIPUN INDONESIA TELAH MERATIFIKASI UNCLOS 1982? 5 PRAKTEK DAN JURISPRUDENSI INDONESIA? INKONSISTENSI PADA JURISPRUDENSI HAKIM HANYA TERIKAT PADA UU (DUALISME?) JUDICIAL REVIEW MK TENTANG UU NO. 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI: MERUJUK LANGSUNG PADA “PRAKTEK DAN KEBIASAAN INTERNASIONAL SECARA UNIVERSAL” (MONISME?) KASUS SENGKETA TANAH KEDUBES SAUDI ARABIA: FATWA MA LANGSUNG MERUJUK PADA KONVENSI WINA 1961 PASAL 22A AB: KEKUASAAN HAKIM DIBATASI OLEH PENGECUALIANPENGECUALIAN OLEH HI INKONSISTENSI PADA LEGISLASI NASIONAL UU NO 39/1999 tentang HAM: Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional. UU NO 34/2004 TENTANG TNI: HANYA TERIKAT PADA “HUKUM INTERNASIONAL YANG TELAH DIRATIFIKASI” (DUALISME?) UU NO 37/1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI: HUBUNGAN LUAR NEGERI DISELENGGARAKAN SESUAI DENGAN POLITIK LUAR NEGERI, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DAN HUKUM SERTA KEBIASAAN INTERNASIONAL (MONISME?) 6 KETIADAAN DOKTRIN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP UU NO.24/2000 TENTANG PI TIDAK MEMBEDAKAN RATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL (WAYAN PARTHIANA)? Perspektif HI: Perjanjian mengikat Negara dalam domain HI Pespektif HN: Perjanjian mengikat berdasarkan HN HANYA MENGATUR TENTANG “CONSENT TO BE BOUND TO A TREATY” (TINDAKAN EXTERNAL RI UNTUK MENGINGKATKAN DIRI)? APAKAH FORMAT PENGESAHAN DALAM BENTUK UU ATAU PERPRES ADALAH PRODUK LEGISLASI? ATAU: APAKAH UU ATAU PERPRES YANG MERATIFIKASI SUATU PERJANJIAN ADALAH PRODUK PERUNDANG-UNDANGAN ATAU HANYA PERANGKAT PROSEDURAL YANG MEMUAT PERSETUJUAN DPR/PRESIDEN? DAPAT DIJUDICIAL REVIEW? 7 ACT OF TRANSFORMATION VS IMPLEMENTATION PERLU DIBEDAKAN ANTARA UU SEBAGAI “ACT OF TRANSFORMATION” DENGAN UU SEBAGAI “TREATY IMPLEMENTATION”? (JOHN.H JACKSON, STATUS OF TREATY IN DOMESTIC LEGAL SYSTEM: POLICY ANALISYS, AJIL 86, APRIL 1992, HAL. 315) UU NO. 15/2001 TENTANG MERK ADALAH IMPLEMENTASI DARI TRADEMARK LAW TREATY UU NO 6/1996 TENTANG PERAIRAN ADALAH ACT OF TRANSFORMATION ATAU IMPLEMENTATION DARI UNCLOS 1982? UU NO 24/2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL ADALAH ACT OF TRANSFORMATION ATAU IMPLEMENTATION DARI KONVENSI WINA 1969 DAN 1968? APAKAH UU/PERPRES YANG MERATIFIKASI SUATU PERJANJIAN ADALAH “ACT OF TRANSFORMATION”? KESEMUA HAL TERSEBUT HANYA BISA TERJAWAB JIKA RI MEMILIKI DOKTRIN HUKUM YANG JELAS TENTANG HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN NASIONAL 8 NORM-CREATING VS STANDAR SETTING TREATIES Norms-Creating (traditional) Standard/Harmonize-Setting: (monism/dualism not relevant) Substantive rules binding states Substantive rules binding states Creating rights and obligations under international law The rules to be standarized belong to national law the domain of enforcement is in the level of international law: Vienna Convention 1969/1986, UNCLOS 1982, the domain of enforcement is in the level of the National Law Trademark Law Treaties, Private International Law Conventions, UNCAC, UNTOC National legislations: mutadis mutandis transforming or implementing National legislations: The Rules of the Treaties are not the Rules of the National Legislaton 9 only implementing? MODEL NORM-CREATING 12 miles territorial sea rule UNCLOS 1982 ART. 3 UU NO. 6/1996 PERAIRAN INDONESIA Ps 3 (2): Every State has the right Laut Teritorial Indonesia to establish the breadth adalah jalur laut selebar of its territorial sea up 12 (dua belas) mil laut to a limit not exceeding yang diukur dari garis 12 nautical miles, pangkal kepulauan measured from Indonesia sebagaimana baselines determined in dimaksud dalam Pasal 5. accordance with this Convention. Transformasi or implementasi? 10 MODEL STANDARD-SETTING UNCAC 2003 Art 15: Each State Party shall adopt such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal offences, when committed intentionally: (a) The promise, offering or giving, to a public official, directly or indirectly, of an undue advantage, for the official himself or herself or another person or entity, in order that the official act or refrain from acting in the exercise of his or her official duties; (b) The solicitation or acceptance by a public official, directly or indirectly, of an undue advantage, for the official himself or herself or another person or entity, in order that the official act or refrain from acting in the exercise of his or her official duties. UU NO. 20/2001 TIPIKOR Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan aling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau enyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri tau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat esuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Impkementasi? 11 UNCLOS EXPERIENCE APPLYING TRANSFORMATION UU PRP 4/1960 UNCLOS 82 UU 17/1985 UU 6/1996 PP 36/2002: LINTAS DAMAI PP 37/2002: ALKI PP 38/2002: GARIS PANGKAL TRANSFORMASI OR IMPLENTASI? IMPLEMNTASI AND NOT TRANSFORMASI 12 IMPLIKASI PRAKTIS DARI KETIADAAN DOKTRIN TENTANG HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL APAKAH JURU RUNDING RI DAPAT MENEGOSIASIKAN KLAUSULA YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM NASIONAL? PERUNDINGAN UNCLOS 1982? IJEPA 2007: HARUS DIDAHULUI OLEH UU PMA? TREATY SUPPOSED TO OVERRULE THE NATIONAL LAW? PS 4 (2) UU PI: memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku. APAKAH DPR/PRESIDEN DAPAT MERATIFIKASI PERJANJIAN YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NASIONAL? JIKA PERJANJIAN INI DIRATIFIKASI DENGAN UU AKAN MENUNTASKAN PERTENTANGAN ANTARA KONFLIK ANTARA PERJANJIAN DENGAN UU NASIONAL? (SANGAT BERGANTUNG PADA MASALAH APAKAH UU YANG MERATIFIKASI ADALAH UU MATERIAL ATAUP ROSEDURAL) PERJANJIAN YANG MEMBENTUK KAIDAH HUKUM BARU (YG DIRATIFIKASI DNG UU) IDENTIK DENGAN BERTENTANGAN KAIDAH HUKUM LAMA? ARTINYA BERTENTANGAN DENGAN EXISTING LAW? 13 Inkonsistensi Posisi Hukum RI untuk Ratifikasi Perjanjian: menyesuaikan dulu hukum nasional sebelum meratifikasi, (Perjanjian RI-Singapura tentang KEK Batam, Karimun, Bintan 2006 belum diratifikasi, dan Indonesia mengeluarkan Perpu 1/2007 KEK) dilakukan ratifikasi sebelum penyesuaian hukum nasional (UNCLOS 1982), UNCAC 14 GLOBALISASI HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL BEBERAPA KONVENSI MENJADI BERLAKU OTOMATIS DENGAN ATAU TANPA PERSETUJUAN NEGARA SEPANJANG MENYANGKUT: HUMAN CONCERNS: HAM, LINGKUNGAN HIDUP, TERRORISM GLOBALISASI: WTO AGREEMENTS Apa status Keputusan WTO DSM dalam Sistem Hukum RI? (Lesson from MOU Helsinki RI-GAM ) Bagaimana sistem hukum RI menjelaskan bahwa UU, PP, Perpres, dapat dianulir oleh Keputusan WTO DSM? (Judicial Review by WTO?) 15 AKAR MASALAH INDONESIA BELUM MEMILIKI KEBIJAKAN TENTANG HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL HTN INDONESIA TIDAK MEMILIKI KONSEP TENTANG HUKUM INTERNASIONAL (PROF KO SWAN SIK)? TANPA SENGAJA INDONESIA MENGANUT NASIONALISME HUKUM YANG TIDAK MEMBERI RUANG PADA HUKUM INTERNASIONALSEPANJANG TIDAK DIRATIFIKASI DAN/ATAU DITRANSFORMASI 16 REKOMENDASI INDONESIA PERLU MENENTUKAN DOKTRIN TENTANG HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL YANG DICERMINKAN DALAM LEGISLASI NASIONAL PENGEMBANGAN DOKTRIN INI HARUS DIMULAI DAN DILUNCURKAN OLEH DUNIA AKADEMISI YANG SECARA SINERGIS DIDUKUNG OLEH DUNIA PRAKTISI PADA JUDIKATIF, LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF PERLU DILUNCURKAN SUATU PENELITIAN KHUSUS TENTANG PRAKTEK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL GUNA MEREKOMENDASIKAN POLITIK HUKUM NASIONAL TENTANG HUKUM NASIONAL 17 TERIMA KASIH 18