i REALITAS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BANGSAWAN BUGIS DI DESA SANREGO KECAMATAN KAHU KABUPATEN BONE SOCIOECONOMIC REALITY LORDS BUGIS COMMUNITY IN SANREGO VILLAGE, KAHU DISTRICT, BONE REGENCY SKRIPSI SUKIRMAN E411 08 260 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii REALITAS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BANGSAWAN BUGIS DI DESA SANREGO KECAMATAN KAHU KABUPATEN BONE SKRIPSI SUKIRMAN NIM : E411 08 260 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 iii iv v vi PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya : NAMA : SUKIRMAN NIM : E411 08 260 JUDUL : REALITAS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BANGSAWAN BUGIS DI DESA SANREGO KECAMATAN KAHU KABUPATEN BONE Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 12 November 2012 Yang memberi pernyataan SUKIRMAN vii HALAMAN PERSEMBAHAN Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu (Laskar Pelangi) “Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”(Mario Teguh) Skripsi ini didedikasikan untuk insan yang teramat berarti dalam hidup penulis. Teruntuk kedua orang tua, Ayahanda tercinta Andi Nippi dan Ibunda tercinta Hj. Andi Hadrah.Untuk Saudariku tercinta A. Herianti dan A. Hardiana. Terimaksih tuk segalanya... Ku gapai titik ini diiringi torehan jasa kalian Akan ku buktikan pada dunia... Aku bisa banggakan kalian! viii KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil’alamin.Untaian rasa syukur penulis haturkan kepada Sang Penguasa Ilmu yang Hakiki, Allah SWT.Rabb yang senantiasa menyertai dalam tiap desah nafas. Rabb yang selalu mencurahkan segenap kasih dan sayangnya serta mengukir rencana terindah untuk tiap insan yang meniti jalan-Nya. Terima kasih yang teramat dalam penulis haturkan kepada Prof. Dr. Dwia A Tina NK, MA selaku pembimbing I dan penasehat akademik bagi penulis. Terima kasih karena telah menjadi sosok yang begitu berarti dalam perjalanan studi ananda. Terima kasih karena telah menjadi orang tua bagi ananda selama mengenyam pendidikan di dunia kampus. Bagi ananda, jasa yang beliau torehkan tak mampu diurai satu per satu. Uluran tangan, sentuhan kasih sayang dan goresan ilmu yang beliau persembahkan untuk penulis sejak awal hingga akhir masa studi teramat berharga bagi penulis. Kepada pembimbing II Drs.Mansyur Radjab, M.Siyang telah menorehkan jasa yang teramat penting dalam perjalanan akademik penulis. Telah membimbing dan berbagi ilmu serta mengarahkan dalam penyelesaian tugas akhir yang disusun oleh penulis. Terimakasih atas segenap nasehat yang diberikan kepada penulis untuk menjalankan tanggungjawab secara maksimal untuk mencapai hasil yang terbaik. ix Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Idrus A. Paturusi Sp.B.Sp.Bo selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar. 2. Prof Dr. Hamka Naping, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. 3. Dr. H. Darwis, MA.DPS selaku Ketua Jurusan dan Dr. Rahmat Muhammad M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin . 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis dalam pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik. Seluruh staf karyawan Jurusan Sosiologi dan Staf Perpustakaan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. Terkhusus buat Pak Yan Tandea yang selalu menampakkan sikap yang bersahabat kala penulis berhadapan dengan masalah administratif dalam dunia akademik. Terima kasih penulis haturkan juga untukBu Nur Aida, S.Sos.selaku pustakawati Ruang Baca Fisip yang selalu memberi referensi yang teramat berarti bagi penulis selama menjadi mahasiswa 5. Keluarga Mahasiswa Sosiologi Fisip Unhas yang telah memberi ruang bagi penulis dalam mengenal panggung keorganisasian meskipun penulis sadar bahwa tak banyak jasa yang kami torehkan. Salam Bumi Hijau untukmu Kemasosku. 6. Teruntuk orang-orang yang teramat berarti selama penulis menjadi mahasiswa. Untuk St. Muttia A. Husain, S.Sos, Muhammad Hamka, S. Sos, Andi Idris S. x Sos, sahabat penulis yang selalu hadir mewarnai perjalanan hidup penulis, menawarkan begitu banyak jasa sejak penulis berstatus maba hingga detik-detik terakhir perjalanan akademik. Meskipun ia adalah sosok yang sangat egois, namun penulis tetap tak mampu menepis namanya sebagai sahabat dalam relung hati penulis. Teruntuk sahabat dan saudariku tercinta, Rima Hardiyanti, S. Sos. yang hadir dengan segenap ketulusan untuk menjadi sosok yang selalu memberi semangat dan menjadi kakak yang senantiasa mendengarkan keluh kesahku, meskipun ku sadar bahwa aku mungkin belum bisa menjadi saudara terbaik buatmu. Thank you so much for you, my soul sister. Juga untuk Irasmi, S.Sos. saudariku yang selalu hadir memberi beribu sumbangsi dalam perjalanan studiku. Untuk Hilmi Nasruddin S. Sos, Sri Mandayanti S.Sos, Sukmawati S. Sos Wahyudin Lukman, dan Syahrul, sahabat dan saudara-saudara yang teramat berarti bagi penulis yang dengan keteduhan jiwanya ingin menerima dan merangkul penulis untuk menjadi bagian hidup mereka meskipun penulis bukanlah sosok yang lahir dari latar belakang yang terpandang layaknya background mereka. Lot of luv for u my best brothers and sisters. 7. Teman-teman Bunglon 08 yang tak sanggup penulis urai satu per satu yang telah mengukir kisah indah dan menorehkan banyak jasa selama menjadi mahasiswa. Terkhusus untuk bunda Kamarya selaku ketua himpunan yang selalu memberi semangat kala jenuh dan lelah bergelayut dalam benak penulis. 8. Teruntuk Kanda-kandaku di Kemasos yang telah banyak membimbing penulis sejak berstatus sebagai mahasiswa baru hingga akhir studi. xi 9. Kepada keluarga baruku yang setia menyemangati dan memberi inspirasi baru dalam menyelesaikan studi di Kampus Merah. Teman KKN Reguler Angkatan 80 Desa Cakura Kec. Polongbangkeng Selatan Kab. Takalar Tahun 2011. Mereka yang selalu care dan memberi banyak pelajaran berharga yang mendidik penulis untuk menjadi lebih bijak dan dewasa dalam menjalani kehidupan ini, Ayu Nurmuliawati, Julita Fardani, Rudolf, Helmi Ayradi, Rachmat, Bayu Kresna, Kalian ga bakal gue lupain, makasih buat semuanya guys!! Makassar, 12 November 2012 Penulis xii ABSTRAK Sukirman, E411 08 260. Realitas Sosial Ekonomi Masyarakat Bangsawan Bugis di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone (dibimbing oleh Dwia A Tina NK dan Masyur Radjab ). Desa Sanrego merupakan salah satu daerah yang didiami oleh banyak masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis dikenal dengan masyarakat yang sarat dengan kompleksitas corak kulturnya. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dari masyarakat Bugis adalah sistem kemasyarakatan yang masih kental dengan sistem feodalatau tradisional. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam hal status sosial tiga tingkatan. Masyarakat saat ini cenderung menghargai golongan ata (golongan ketiga)yang kaya dibandingkan dengan bangsawan (golongan pertama) tetapi miskin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi kaum bangsawan dan untuk mengetahui dinamika posisi kebangsawanan terhadap posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan lainnya di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas sosial masyarakat bangsawan di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter ekonomi masyarakat bangsawan di Desa Sanrego masih didominasi oleh petani dan kepemilikan lahan juga masih didominasi oleh masyarakat bangsawan akan tetapi lahan tersebut dikelolah oleh masayarakat biasa dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan di Desa Sanrego, masyarakat bangsawan masih mendominasi. Hal ini disebabkan masyarakat tingkat pendidikan bangsawan masih tinggi dibanndingkan dengan masyarakat biasa sehingga sampai saat ini masyarakat masih menyimpan kepercayaan yang tinggi terhadap bangsawan. Kata Kunci: bangsawan, realitas, sosial ekonomi xiii ABSTRACT Sukirman, E411 08 260. Socioeconomic Reality Lords Bugis Community In Sanrego Village, Kahu District, Bone Regency (Supervised by Dwia A Tina NK and Masyur Radjab). Sanrego village is one of the areas inhabited by many Bugis people. Bugis society known as the complexity of the patterns that are loaded with culture. One of the things that is characteristic of the Bugis community is the social system that is still strong with the feudal system or traditional. Today has been a shift in terms of three levels of social status. People today tend to value group ata (third group) are richer than royalty (first class) but poor. This study aims to determine the socio-economic life of the nobility and to know the dynamics of the position of the nobility against bureaucratic positions, political and other institutional areas in the Village District Kahu Sanrego of Bone. This research uses descriptive qualitative method that aims to provide an overview of social reality in the village nobleman Sanrego Kahu District of Bone. The results of this study indicate that the economic character of the nobles in the village Sanrego still dominated by farmers and land ownership is still dominated by the nobility but the land is managed by the communities used to using the system for yield. At the position of bureaucratic, political and institutional fields in the village of Sanrego, the nobility still dominate. This is due to the still high level of education nobility dibanndingkan the ordinary so far, people still keep high confidence the nobility. Keywords: Lords Bugis , Reality, Socioeconomic xiv DAFTAR TABEL Tabel 1. Bangsawan yang Menjadi Bupati ........................................................... 22 Tabel 2. Perkembangan Desa Sanrego .................................................................. 33 Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Sanrego ............................................................. 35 Tabel 4. Tingkat Pendidikan ................................................................................. 36 Tabel 5. Tingkat Mata Pencaharian ...................................................................... 37 Tabel 6. Kepemilikan Ternak ................................................................................ 38 Tabel 7. Prasarana Desa ........................................................................................ 39 Tabel 8. Informan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin .................................... 45 Tabel 9. Distribusi Informan Menurut Status atau Kedudukan Kebangsawanannya dan Pendidikan ......................................................... 46 Tabel 10. Status Kebangsawanan Berdasarkan Kelahiran .................................... 47 Tabel 11. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone .................................................................................................... 51 Tabel 12. Kecenderungan Kedudukan dan Kepemilikan Rumah ........................ 54 Tabel 13. Kedudukan dan Kepemilikan Lahan ..................................................... 58 Tabel 14. Kepala Desa Sanrego ............................................................................ 66 Tabel 15. Kedudukan dalam Birokrasi Desa......................................................... 70 xv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN SEBELUM UJIAN ............................................ HALAMAN PENGESAHAN SETELAH UJIAN ............................................. HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ................................................ LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ KATA PENGANTAR ....................................................................................... ABSTRAK ......................................................................................................... ABSTRACT ....................................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................................. DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... A. LatarBelakangMasalah ............................................................................ B. RumusanMasalah .................................................................................... C. Tujuan dan ManfaatPenelitian ................................................................ 1. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2. ManfaatPenelitian ............................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Teori dan HasilPenelitian yang Relevan ................................................. 1. Tinjauan Tentang Realitas Sosial ...................................................... 2. TinjauanTentang Sosial Ekonomi ..................................................... 3. Konsep Masyarakat Desa .................................................................. 4. TinjauanTentang Bangsawan Bugis Bone ........................................ 5. Teori Pelapisan Sosial ....................................................................... 6. Teori Perubahan Sosial ..................................................................... B. KerangkanKonseptual ............................................................................. C. DefinisiOperasional................................................................................. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Strategi Penelitian ......................................................... B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. C. Tipe dan Dasar Penelitian ....................................................................... D. Informan Penelitian ................................................................................. E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... F. Analisis Data ........................................................................................... BAB IV GAMBARAN LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Desa Sanrego .............................................................................. 1. Legenda dan Sejarah Pembangunan Desa .......................................... 2. Kondisi Umum Desa Sanrego ............................................................ 3. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ................................................... B. Gambaran Bangsawan Bugis di Deas Sanrego Kec. Kahu Kab. Bone ... i ii iii iv v vi vii x xi xii xiii xv 1 1 6 6 6 6 8 8 10 11 13 14 17 20 26 28 28 29 29 30 31 32 32 34 35 39 xvi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Profil Informan ........................................................................................ 1. Informan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Pekerjaan .............. 2. Informan Berdasarkan Status dan Pendidikan .................................... B. Karakter Sosial EkonomiKelompok Kebangsawanan Bugis di Desa Sanrego Kec. Kahu Kab. Bone ............................................................... 1. Jenis Pekerjaan ................................................................................... 2. Kepemilikan Rumah ........................................................................... 3. Pendapatan .......................................................................................... 4. Pendidikan .......................................................................................... C. Dinamika Posisi Kebangsawanan Terhadap Posisi Birokrasi, Politik Dan Bidang Kelembagaan lainnya di Desa Sanrego Kec. Kahu Kab. Bone .. D. Kriteria Dasar Penentu Stratifikasi Sosial ............................................... E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Perubahan Sosial ............... BAB VI PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................. B. Saran ........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................ 44 44 45 48 50 52 55 60 63 72 74 80 82 84 85 xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan ..................................................................... 85 Lampiran 2. Lembar Konsultasi............................................................................ 86 Lampiran 3. Surat Keterangan Hasil Penelitian .................................................... 87 Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup ....................................................................... 88 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara administrasi Kabupaten Bone terdiri atas 27 Kecamatan, 333 desa, 39 kelurahan, 893 dusun dan 121 lingkungan. Kabupaten Bone merupakan pusat pengembangan wilayah timur Sulawesi Selatan. Sistem Pemerintah Daerah yang telah mengacu pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Bupati Bone dalam mengemban tugas, pemerintahan dan pembangunan dibantu oleh perangkat Daerah dan lembaga teknis yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kabupaten Bone memeiliki 27 Kecamatan seperti pada tabel berikut: Kabupaten Bone sebagai kabupaten terluas di Sulawesi Selatan untuk saat ini, selain daya tarik sejarahnya, Kabupaten Bone juga merupakan kota multietnis. Terdapat dua etnis besar yang berdiam di Sulawesi Selatan yaitu Bugis (44,90%). Salah satu daerah yang didiami oleh suku Bugis adalah Kabupaten Bone. Daerah ini sejak beberapa dekade yang lalu, dikenal dengan masyarakat yang sarat dengan kompleksitas corak kulturnya. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dari wilayah ini adalah sistem kemasyarakatan yang masih kental dengan sistem feodal,atau tradisional, yaitu suatu gambaran relitas sosial dengan corak masyarakat dimana terdapat bangsawan yang kuat, dan memiliki ketaatan yang xix kuat kepada aturan hukum adat, sebagai salah satu sistem yang masih terjaga eksistensinya hingga saat ini. Kelompok masyarakat bangsawan di Sulawesi Selatan dapat ditemui hampir di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Bone, sebuah kabupaten yang terletak di bagian utara provinsi SulawesiSelatan dengan jarak tempuh ± 3 (tiga) jam dari Kota Makassar. Dewasa ini orang-orang Bugis dan Makassar bersamasama berjumlah kira-kira 80% dari keseluruhan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan orang Bugis sedikit lebih banyak. Bahasa Bugis dan Makassar berasal dari leluhur yang sama, dan kedua kelompok itu mempunyai persamaan kebudayaan dan adat, dan terjadi kawinmawin antara kalangan kelas atas Golongan kelas Bawah (Fawwaz, 2011).Sistem kekerabatan masyarakat Bugis terbagi atas tiga tingkatan. Pertama: ana’ karaeng, menempati kasta tertinggi dalam stratifikasi sosial kemasyarakatan. Tingkatan ini terdiri atas kerabat raja-raja yang menguasai ekonomi dan pemerintahan. Kedua: tu maradeka, kasta kedua dalam sistem kemasyarakatan Bugis. dalam orangorang yang merdeka (bukan budak atau ata). Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan mayoritas berstatus kasta kedua. Ketiga: ata, sebagai kasta terendah dalam strata sosial. Tingkatan ketiga terdiri dari budak/abdi yang bisaanya diperintah oleh Dua tingkatan di atasnya. xx Umumnya tinngkatan ketiga menjadi budak karena tidak mampu membayar utang, melanggar pantangan adat dan lain-lain. Seiring dengan perjalanan waktu ketika sistem kerajaan runtuh dan digantikan oleh pemerintahan kolonial, stratifikasi sosial masyarakat Bugis berangsur luntur. Hal ini terjadi karena desakan pemerintah kolonial untuk menggunakan strata sosial tersebut. Selain itu, desakan agama (Islam) yang melarang kalsifikasi status sosial berdasarkan kasta. Pengaruh ini terlihat jelas menjelang abad 20, dimana kasta terendah, ata, mulai hilang. Bahkan, sampai sekarang kaum ata sudah sulit ditemukan lagi, kecuali di kawasan pedalaman yang masih dipengaruhi sistem kerajaan. Setelah Indonesia merdeka, 2 kasta tertinggi, yaitu ana’ karaeng dan tu maradeka juga berangsur mulai hilang dalam kehidupan masyarakat. Pemakaian gelar ana’ karaeng, sepertiKaraenta, Petta, Puang dan Andi masih dipakai, tetapi maknanya tidak sesakral dulu lagi. Pemakaian gelar kebangsawanan tersebut tidak lagi dipandang sebagai pemilik status sosial tertinggi. Lebih banyak dipakai karena alasan keturunan dan adat istiadat. Tiga kasta dalam masyarakat Bugis Makassar dianggap menjadi hambatan. Hal tersebut bisa dilihat dari sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia, sedikit banyak menyudutkan stratifikasi sosial ini. Oleh karenanya, sosialisasi untuk tidak mengedepankan strata sosial lama terus digaungkan. xxi Saat ini gelar kebangsawanan memang masih melekat tetapi kondisi golongan ini sudah jauh berbeda dimana masyarakat yang dulunya berada pada tingkatan ketiga kadang lebih mapan dari segi ekonomi dibandingkan dengan bangsawan. Tidak ada lagi pemaknaan status yang membatasi pergaulan antara bangsawan dan golongan ata pada saat sekarang. Golongan ata juga sudah menolak disebut sebagai ata meski benar-benar berasal dari tingkatan ketiga. Perkembangan kehidupan masyarakat Bugis yang cepat ikut menggerus nilai lama yang dianutnya, yaitu pengkastaan seperti yang disebutkan di atas. Hal ini terlihat jelas terutama di wilayah perkotaan. Gelar kasta tidak lagi dianggap sebagai penentu tinggi rendahnya status sosial seseorang di mata masyarakat. Telah terjadi pergeseran dalam hal status sosial tiga tingkatan melainkan saat ini lebih dipengaaruhi oleh status ekonomi yang lebih berpengaruh. Saat ini ada kecenderungan dimana orang akan lebih menghargai golongan ata yang kaya dibandingkan dengan bangsawan tetapi miskin. Sedikit berbeda dengan wilayah pelosok yang masih kental dengan unsur feodalis. Dimana dua kasta tertinggi masih menempati posisi tinggi. Seperti yang terlihat dari beberapa kecamatan yang beradadi Kabupaten Bone. Harus diakui bersama bahwa perubahan zaman dan tuntutan kondisi saat ini sedikit banyaknya telah mempengaruhi kehidupan sosial kelompok xxii masyarakat bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Hal inilah yang mendorong menjadi landasan kuat melakukan penelitian dengan judul “Realitas Sosial Ekonomi Kelompok Bangsawan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone”. Melakukan penelitian di Kabupaten Bone dengan judul “Realitas Sosial Ekonomi Masyarakat Bangsawan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone“. Untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi kelompok bangsawan yang ada di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone, dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mewawancarai masyarakat di Kabupaten Bone. Wawancara dilakukan pada masyarakat yang berstatus bangsawan (Petta dan Andi) dengan masyarakat umum. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Bone masih sangat kental dengan kultur kebangsawanannya. B. Rumusan Masalah Untuk memfokuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka dianggap perlu untuk menyusun sebuah fokus penelitian dalam format rumusan masalah berikut : 1. Bagaimana karakter sosial ekonomi kebangsawanan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone? xxiii 2. Bagaimana dinamika posisi kebangsawanan terhadap posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan lainnya di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka berikut ini dapat diuraikan tujuan dari penelitian ini antara lain : a. Untuk mengetahui karakter sosial ekonomi kebangsawanan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. b. Untuk mengetahui dinamika posisi kebangsawanan terhadap posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan lainnya di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini akan diklasifikasikan dalam dua sub bagian antara lain: 1. Manfaat Akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat mendatangkan berbagai faedah, antara lain : a. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada tingkat strata satu (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan xxiv Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan bagi teman- teman yang ingin menganalisa sebuah fenomena yang memiliki kemiripan dengan kasus yang peneliti angkat pada tulisan ini. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, manfaat penelitian ini antara lain : a. Menjadi landasan dalam menganalisis masalah dinamika kehidupan sosial ekonomi kaum bangsawan bugis dan potret interaksi sosial Golongan dengan masyarakat umum di Kabupaten Bone. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input bagi pihak terkait untuk melakukan pengkajian implikatif bagi kebutuhan studi etnografi di wilayah Sulawesi-Selatan. xxv BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Tinjauan tentang Realitas Sosial Realitas sosial adalah pengungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif. Realitas sosial berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau kenyataan, dan terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Masalah realitas sosial telah diperlakukan secara mendalam oleh para filsuf dalam tradisi fenomenologis, terutama Alfred Schütz, yang menggunakan istilah dunia sosial untuk menunjuk ini tingkat realitas yang berbeda. Sebelumnya, subjek telah dibahas dalam sosiologi serta disiplin ilmu lainnya. Herbert Spencer, misalnya, istilah super-organik untuk membedakan tingkat sosial realitas di atas biologis dan psikologis. Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. xxvi Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat masyarakat. Kita telah mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian kepada realitas sosial pada tingkatan mikro-subyektif dan sebagai mikro-obyektif yang tergantung kepada proses-proses mental (tindakan). Paradigma perilaku sosial menjelaskan sebagian realitas sosial pada tingkatan mikro-obyektif yang tak tercakup kepada proses mental atau proses berfikir, yakni yang menyangkut tingkahlaku yang semata-mata dihasilkan stimuli yang dating dari luar diri actor, yang disini disebut sebagai ‘behavior’ itu. Paradigma ilmu sosial pada dasarnya mengakar kuat pada disiplin ilmu lainnya : disiplin komunikasi, filsafat, antropologi dan disiplin sosiologi itu sendiri. Dari cabang paradigma tersebut kemudian diformulasikan sehingga membentuk beragam definisi yang berasal dari fakta sosial itu sendiri. Sosial berbudaya , sosial berpolitik, sosial beragama, dsb. Semuanya itu dikembangkan oleh pengkajian ilmiah para sosiolog terdahulu yang dilestarikan dalam bentuk tulisan maupun lisan secara turun-temurun sehingga melahirkan reward bagi aspek perkembangan zaman. xxvii 2. Tinjauan tentang Sosial Ekonomi Ilmu ekonomi yang merupakan gabungan antara ilmu dan seni, dipeljari dengan berbagai alasan, yaitu untuk memahami segala masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan rumah tangga untuk membantu pemerintah Negara berkembang maupun Negara maju dalam menunjang pertumbuhan dan meningkatkan kualitas hidup, serta menghindari timbulnya depresi dan inflasi untuk menganalisis dan mengubah ketidakmerataan distribusi pendapatan dan kesempatan. Diantara berbagai defenisi yang ada, ilmu ekonomi dirumuskan sebagaiberikut: ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang bagaimana kita memilih bagaimana cara mengolah sumber daya produktif terbatas yang memiliki beberapa alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi berbagai komoditi. (Samuelson dan Willim, 1997:5). Ilmu ekonomi yang saling bertumpang tindih dengan ilmu-ilmu sosial dan perilaku lain, seperti psikologi, sosiologi, dan sejarah, menggunakan metode-metode deduktif yang logika dan geometri, serta metode induktif yaitu statistik dan empiris. Oleh karena itu pakar ekonomi tidak melakukan eksperimen yang terkendali seprti halnya para pakar ilmu fisik, maka setiap pakar ekonomi harus memecah masalah-masalah metodologi yang mendasar, yaitu berusaha memisahkan dengan tegas deskripsi dari pertimbangan nilai, xxviii dan kekeliruan komposisi, mengakui adanya subjyaktifitas yang tidak terklakukan dalam teori observasi. Aktifitas ekonomi secara sosial didefenisikan sebagai aktifitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Perspektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja masyarakat, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi sosial ekonomi. 3. Konsep Masyarakat Desa Ciri khas desa sebagai suatu komunitas masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan, keterbelakangan, tradisionalisme, dan keterisolasian. Meskipun tidak dapat di generalisasikan pada semua pedesaan yang ada sekarang ini, namun ada sosiolog yang berhasil mengidentifikasi ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan. Sebagaimana dikatakan Roucek dan Warren (Dalam Shahab, 2007:11), masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut : a) Punya sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai, dalam kebudayaan, serta sikap dan tingkahlaku. xxix b) Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya, semua anggota keluarga turut bersamasama memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. c) Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya. d) Hubungan masyarakat lebih intim dan awet daripada kota, serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar. Berkaitan dengan karakteristik masyarakat pedesaan ini, James C. scoff (Dalam Shahab, 2007:12). Dalam The Moral Economy of the Peasent, menyatakan bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien paternalistic yang member jaminan dan keamanan sosial. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih membutuhkan disbanding hubungan mereka dengan masyrakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyrakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, meskipun banyak di antara mereka ada yang bekerja di bidang usaha lain, namun pekerjaan utama masyarakat desa adalah bertani. xxx Koentjaraningrat (dalam Shahab, 2007:13) menyebutkan bahwa suatu masyrakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial yang didasrka pada perinsip : a) Hubungan kekerabatan b) Hubungan tempat tinggal dekat. 4. Tinjauan tentang Bangsawan Bugis Bone Sebutan Andimerupakan sebutan untuk alur kebangsawanan yang diwariskan hasil genetis (keturunan) Lapatau, pasca Bugis merdeka dari orang Gowa. Gelar ini merupakan tingkatan tertinggi pada masyarakat Bugis. Masyarakat yang memiliki gelar andi apabila telah menikah, secara otomatis namanya akan bertambah menjadi Petta. Gelar Andi ini dimulai ketika 24 Januari 1713 dipakai sebagai extention untuk semua keturunan hasil perkawinan Lapatau dengan putri Raja Bone sejati, Lapatau dengan putri Raja Luwu (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri raja Wajo (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri Sultan Hasanuddin (Sombayya Gowa), Anak dan cucu Lapatau dengan putri Raja Suppa dan Tiroang. Anak dan cucu Lapatau dengan putri raja sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat di Celebes. Dalam versi yang hampir sama, gelar Andi pertama kali digunakan oleh Raja Bone ke-30 dan ke 32 La Mappanyukki, beliau adalah Putra Raja xxxi Gowa dan Putri Raja Bone. Gelar itu disematkan didepan nama beliau pada Tahun 1930 atas Pengaruh Belanda. Gelar Andi tersebut bertujuan untuk menandai bangsawan-bangsawan yang berada dipihak Belanda dan ketika melihat berbagai keuntungan dan kemudahan yang diperoleh bagi Bangsawan yang memakai gelar “Andi” didepan namanya, akhirnya setahun kemudian secara serentak seluruh raja-raja yang berada di Sulawesi Selatan menggunakan Gelar tersebut didepan namanya masing-masing. 5. Teori Pelapisan Sosial Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial dalam sosiologi artinya pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat yang diwujudkan dalam lapisan atas, lapisan menengah dan lapisan bawah. Menurut Pitirin A. Sorokin dalam buku pengantar sosiologi, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis.Sejak zaman dahulu, masyarakat mengakaui sistem pelapisan sosial yang mempunyai kedudukan yang bertingkat ke atas. Dengan kata lain, startifikasi sosial ada jika ketidaksetaraan sosial melibatkan pengaturan terhadap anggota masayarakat ke dalam starat atau kelas yang tersusun bertingkat sehingga menyebabkan terjadinya kelompok yang diuntungkan dankelompok yang tidak diuntungkan (Fulcher & Scott, 2007). xxxii Startifikasi sosial dapat dipahami sebagai perbedaan kelompok orang menurut struktur rangking tertentu berdasarkan kepemilikian sumber-sumber ekonomi, kekuasaan, prestise, kepercayaan dan sebagainya yang menandai adanay ketidaksetaraan di dalam masyarakat(Meinano, 2011: 188). Pelapisan sosial yang mempunyai kedudukan yang bertigkat dari bawah ke atas. Pelapisan sosial ini terjadi baik di desa maupun di kota. Menurut Aristoteles dalam Soekanto (1990) bahwa dalam setiap Negara terdapat tiga lapisan sosial yang terdiri dari mereka yang kaya dan melarat (Seokanto, 1990: 227). Secara umum pelapisan sosial dalam masyarakat terbagi menjadi dua proses: 1. Proses sosial yang terjadi dengan perkembangan masyrakat, sedangkan masyarakat yang tidak menyadari menciptakan kondisi tersebut. 2. Pelapisan sosial yang sengaja dibentuk untuk kepentingan bersama yang sengaja dibentuk berkaitan dengan kekuasaan san wewenang resmi dalam organisasi formal. Kriteria umum digunakan dalam masyarakat untuk menggolongkan status seseorang mengacu pada pandangan Max Weber yang melihat pelapisan sosial berdasarkan dimensi kekayaan (ekonomi), kehormatan dan kekuasaan (Sunarto, 1993:112-126). xxxiii I I I III III I I IIIIIIIIIIIIIIIsd Keterangan gambar: I. Lapisan sosial atas II. Lapisan menengah Gambarbawah 1. Pelapisan sosial masyarakat III. Lapisan Kalr Marx sebagai tokoh varian Marxkian menetapkan kelas sebagai aspek sentral analisis tentang teori masyarakat dan perubahan-perubahan sosial. Antara kedua kelas itu senantiasa terdapat pertentangan kepentingan yang tidak dapat didamaikan kecuali salah satu pihak mengalami kehancuran (Manifesto Partai Komunis, 1960: 47-64). Max Weber sebagai tokoh varian weberian memandang kepentingan ekonomi hanya sebagai salah satu diantara seperangkat kategori nilai yang xxxiv mencakup berbagai hal, yang dalam kehidupan sehari-hari termasuk ke dalam pengertian kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang langka (Damsar, 2009). Menurut Soedjatmoko (1980), mudah tidaknya seseorang melakukan perpindahan status ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan struktur sosial di mana orang tersebut hidup. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi dan hidup di lingkungan masayarakat yang menghargai profesionalisme, besar kemungkinan akan lebih mudah menembus batas-batas lapisan sosial dan naik ke kedudukan yang lebih tinggi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Pentingnya pendidikan yang lebih tinggi dalam masyarakat dapat dilihat jelas, dimana pendidikan tidak dapat dihindari telah menyebabkan anggota masyarakat menguasai kehidupan modern (Elly, 2011). Pendidikan pada sistem stratifikasi sosial dapat menjadi penyebab mobilitas sosial atau perpindahan status seseorang. 6. Teori Perubahan Sosial Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup masyarakat di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmasyarakat dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, xxxv dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Masyarakat yang dulunya hanya bekerja pada sektor pertanian, saat ini sudah mulai bekerja pada sektor lain (off-farm). Off-Farm dapat didefinisikan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan di luar usaha tani sendiri termasuk bekerja di usaha tani tetangga dan perkebunan (Saeni, 2005). Secara garis besar, perubahan sosial dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dan luar dari masyrakat itu sendiri. Di antara faktor yang berasal dari dalam masyarakat seperti perubahan pada kondisi ekonomi, sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun yang berasal dari luar masyarakat biasanya ialah yang terjadi diluar perencanaan masyarakat seperti bencana alam. Para sosiolog saling berbeda pendapat tentang batasan perubahan sosial. Untuk membatasinya akan dikutip definisi dari para sosiolog di antaranya: 1. William Ogburn menyatakan batasan ruang lingkup perubahan sosial, mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materiil maupun yang bersifat tidak xxxvi materiil dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan materiil terhadap unsur-unsur immaterial. 2. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya timbulnya pengorganisasian baru dalam masyrakat kapitalistis, menyebabkan perubahanprerubahan dalam hubungan antara buruh dan majikan yang kemudian menyebabkan perubahan dalam organisasi politik. 3. Gillin dan Gillin mengartikan perubahan sosial sebagai suaatu variasi dari caracara hidup yang telah diterima, yang disebabkan karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi maupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. 4. Selo Soemardjan menyatakan perubahan sosial adalah, segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam masyarkat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap, dan pola peri kelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. 5. Hans Garth dan C. Wirght Mills mendefenisikan perubahan sosial adalah apapun yang terjadi dalam kurun waktu tertentu terhdap peran, lembaga, atau tatanan yang meliputi struktur sosial. 6. Samel Koeningmenunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam polapola kehidupan masyarakat. B. Kerangka Konseptual xxxvii Dalam kehidupan masyarakat tradisional dibandingkan dengan kehidupan masyarakat modern, bahwa pelapisan sosial dalam masyarakat pada awalnya didasarkan pada perbedaan yang menyangkut status atau keturunan, seiring dengan masyarakat yang majemuk maka pelapisan sosial didasarkan pada pekerjaan atau kekayaan. Pada perkembangan selanjutnya pelapisan sosial di masyarakat menjadi beragam. Dasar pelapisan sosial masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembaian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengarunhya di antara anggota masyarakat mempunyai kesempatan berusaha untuk berpindah lapisan dari bawah ke atas. Pelapisan sosial merupakan gejala yang umum dalam suatu masyarakat dimanapun dan kapanpun pasti selalu ada Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan. Pelapisan sosial atau di sebut juga stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis(Pitirim A. Sorokin). Pelapisan sosial kenyataanya dapat di ketahui dalam masyarakat yaitu dengan munculnya kelas-kelas tinggi dan kelas kelas yang lebih rendah. xxxviii Adapun pengertian pelapisan sosial menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan masyarakat yang di tandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu. Didalam masyarakat pelapisan masyarakat ini muncul karena gengsi kemasyarakatan sehingga timbulah pembedaan kelas-kelas dalam masyarakat, ada kelas-kelas tinggi yaitu yang mempunyai kekuasaan lebih dan hak-hak istimewa di banding dengan kelas-kelas rendah. Pelapisan sosial adalah perbedaan tinggi dan rendahnya suatu kedudukan seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Yang menentukan tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu biasanya disebabkan oleh macam-macam perbedaan, sepertihalnya kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang. Secara umum politik lokal di Sulawesi Selatan mengalami sebuah kemajuan dengan melihat capaian dan keberhasilan para golongan bangsawan menjadi penguasa tunggal di beberapa kabupaten. Tampilnya para Karaeng atau Andi di sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan merupakan bukti bahwa kaum aristokrat sedang bangkit kembali dalam peta politik lokal. Kehadirannya sebagai pucuk pimpinan membuktikan bahwa golongan bangsawandapat bersaing untuk menjadi orang nomor satu di daerah masing-masing. xxxix Hasil penelusuran berbagai sumber menunjukkan bahwa ada sembilan kepala daerah yang dipimpin oleh golongan bangsawan. Sebut saja A. Sutomo. di Kabupaten Soppeng, A. M Rum di Kabupaten Barru, A. Bau Kemal di Pangkep, A. Jamaluddin di Kabupaten Maros, Nurdin Abdullah Kr. Nurdin di Bantaeng, A. Burhanuddin Unru di Kabupaten Wajo, A. M. Idris Galigo di Bone, A. Rudiyanto Asapa di Kabupaten Sinjai, Radjamilo di Kabupaten Jeneponto. Tabel 1. Bangsawan yang Menjadi Bupati DAERAH Soppeng NAMA KANDIDAT KETERANGAN A Munarfah/A Rizal M A. Harta Sanjaya/Syarifuddin Rauf A. Sutomo.A. Sarimin Bismirkin Terpilih Manrulu/A. Burhanuddin Barru A. Anwar Aksa/Hasan Syukur H.M Basir palu/Indris Bau Mange A. M Rum/Kamrir Mallongi Pangkep Gaffar Kasmin Patappe/Efendi Terpilih xl Syahruddin Noor/A. Bau Fahruddin/A. Ilyas Terpilih Kemal Taufik Mangena Maros A. Jamaluddin/A. Paharuddin Terpilih Bachtiar Mahmud/Syarifuddin A. Baso Peresah/M Hatta Rahman Irwansyah kasim/Anwar Ismail Bantaeng Nurdin Abdullah Kr. Nurdin/Asli Mustajab Kr. Lili Arfandy Idris-Irvandi Langgara Syahlan Solthan/Samhi Muawan Djamal Jeneponto Agus Anwar Moka/ Natsar Desi Baharuddin BT/ Agus Terpilih xli Abdullah Kr. Ca’di Jabar Natsir/ Sarbini Haerah Sonda Tayang/ Arief Syamsuddin Radjamilo/ Burhanuddin BT Terpilih Zainal Syamsuddin/ Zaini Kr Lontang Wajo A. Burhanuddin Unru-Amran Terpilih Mahmud A Asriadi Mayang-A.Ansari Mangkona A Yaksan Hamzah-A Safaruddin HA Asmidin-Drs M Ridwan Sinjai A. Rudiyanto Asapa/A. Terpilih Massalinri Litief Sabirin Yahya/A. Mansyur Baso Bone A. M. Idris Galigo/Said Pabokori A. Fashar Padjalangi/A. Terpilih xlii Abdullah A. Mangunsidi/Aziz Halid Data diolah dari berbagai sumber. Terpilihnya sembilan bupati sebagaimana disebutkan pada tabel di atas bisa dibaca sebagai kembalinya kekuatan bangsawan dalam struktur politik. Hal yang menarik untuk ditelisik dari kemenangan bangsawan lokal dalam Pilkada tidak bisa dilepaskan dari bekerjanya jaringan kekerabatan. Kuatnya jaringan kekerabatan yang dimiliki para bangsawan sangat berpengaruh dalam memenangkan Pilkada. Seorang responden mengatakan bahwa golongan bangsawan sangat diuntungkan dalam sistem pemilihan langsung. Argumen ini bisa dipahami karena selama ini para bangsawan mempunyai jaringan yang luas sehingga mobilisasi pemilih relatif lebih mudah dilakukan. Apalagi jika pasangan calon yang maju adalah tokoh masyarakat dan mempunyai rekam jejak yang baik dalam kehidupan masyarakat. Kemenangan golongan bangsawan dalam Pilkada, menjadi pemicu terjadinya ledakan partisipasi golongan bangsawan dalam Pilkada. Dari sembilan kabupaten yang dimenangkan oleh golongan bangsawan, sebanyak 74 calon bupati dan wakil bupati dan 30 diantaranya berlatar belakang golongan bangsawan. Bahkan di daerah yang masih kental semangat kebangsawanannya xliii pun seperti Kabupaten Bone, Wajo, Jeneponto, dan Soppeng para bangsawan yang mendominasi bursa bupati dan wakil bupati. Dominasi bangsawan di empat kabupaten ini bisa dimaknai bahwa trah bangsawan tetap eksis dalam panggung politik lokal. Mereka adalah figur-figur yang bisa memanfaatkan dan menguasai proses politik desentralisasi dan liberalisasi politik. Kelincahan bangsawan dalam menangkap perubahan politik lokal merupakan bukti kepiawaian mereka dalam berstrategi untuk menguasai sistem, dan jaringan politik di tingkat lokal. Lebih dari itu, kehadiran golongan bangsawan di gelanggang politik lokal merupakan salah satu cara untuk mempertahankan identitas trah dan prestise bisa dinaikkan di tengah situasi dan kondisi politik yang sangat mendukung kehadirannya. xliv REALITAS SOSIAL EKSISTENSI BANGSAWAN KETURU PENDIDI NAN KAN EKO NO - POSISI BIROKRASI Gambar 1. Kerangka Konsep C. Definisi Operasional - POSISI POLITIK KELEMBAGAAN LAINNYA MI KETURUNAN Realita sosial ekonomi adalah keadaan kelompok masyarkat bangsawaan pada saat sekarang. Hal ini bisa diketahui dengan cara membandingkan realita sosial ekonomi kelompok masyarakat bangsawan pada zaman dahulu dengan yang terjadi saat ini. Bangsawan adalah kelompok masyarakat kelas atas , masyarakat Bugis Bone menyebutnya dengan istilah arung (Andi). Golongan bangsawan tersebut bisa dilihat pada masyarakat yang menggunakan nama depan Andi. Apabila golongan andi tersebut telah menikah maka akan mendapatkan tambahan nama yaitu petta contohnya sebelum menikah nama lengkapnya hanya Andi Anwar , setelah menikah berubah menjadi Andi Anwar Petta Tuju. xlv Golongan bangsawan tersebutlah yang menduduki kelas tertinggi dalam masyarakat Bugis Bone. Beberapa kecamatan di Kabupaten Bone yang masih kental dengan kebangsawanannya antara lain Kecamatan Sibulue, Kecamatan Kahu, Kecamatan Patimpeng dan beberapa kecamatan lainnya. Stratifikasi sosial merupakan penggolongan masyarakat ke dalam kelaskelas tertentu secara bertingkat. Dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi, pendidikan dan kedudukan dalam birokrasi. xlvi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang bermaksud untuk memberikan gambaran umum tentang realita sosial ekonomi kelompok masyarakat bangsawan Bugis di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Dari hasil analisis data tersebut kemudian akan ditarik sebuah kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan penelitian (Daymont, 2008). B. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan 10 Juni sampai dengan 10 Agustus 2012. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini bertempat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Alasan dipilihnya Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bonesebagai lokasi penelitian, dengan pertimbangan bahwa: a. Merupakan salah satu basis masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan xlvii b. Desa Sanrego merupakan salah satu desa yang masih tetap mempertahankan status sosial dalam masyarakat. C. Tipe dan Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tipe penelitian yang digunakan adalah survei. Survei yang dimaksud disini adalah melakukan survei di lapangan atau lokasi yang akan diteliti atau terjun langsung ke lapangan untuk melakukan survei langsung untuk malakukan wawancara langsung kepada informan yang akan diteliti untuk memperoleh data. D. Informan Penelitian Informan penelitian pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik snowball yaitu teknik penentuan informan yang dilakukan dengan mendatangi terlebih dahulu masyarakat yang dianggap bisa memberikan informasi tentang informan yang dianggap bisa memberikan informasi terkait dengan masalah penelitian. Informan penelitian awal yang dipergunakan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria: 1. Bangsawan 2. Non Bangsawan xlviii E. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Mendalam Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan langsung (bertatap muka) dengan informan yang ditunjang oleh pedoman wawancara. Dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara lengkap dan mendetail dari objek yang diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahi hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. (Sugiyono 2010). b. Observasi Observasi yang dimaksud peneliti yaitu berupa pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui objektivitas dari kenyataan yang ada tentang keadaan dan kondisi objek yang akan di teliti. Penggunaan teknik observasi ini di maksudkan untuk mengungkap fenomena yang tidak diperoleh melalui tekhnik wawancara. c. Studi Kepustakaan Data ini diperoleh dari studi kepustakaan yaitu penelusuran sumber pustaka yang berkaitan dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. xlix F. Analisis Data Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan. Editing bertujuan untuk memperbaiki kualitas data dan menghilangkan keragu-raguan data. Jawaban-jawaban yang didapat dari hasil wawancara kemudian dibuatkan transkrip untuk mempermudah proses analisis data. Data yang telah peneliti dapatkan melalui wawancara kemudian data tersebut perlu dibaca kembali untuk melihat apakah ada hal-hal yang masih meragukan dari jawaban informan. Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. l BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Sanrego 1. Legenda dan Sejarah Pembangunan Desa Desa Sanrego merupakan salah satu Desa dari 19 Desa yang ada di Kecamatan Kahu kabupaten Bone. Desa Sanrego 7 Dusun yakni Dusun Mahung, Batu Tire, Teko, Berru, Macege, Poppai dan Dusun Ujung Sanrego. Sanrego adalah salah satu Desa penghasil produk-produk pertanian dan perkebunan. Berikut adalah gambaran tentang perkembangan Desa Sanrego. li Tabel 2. Perkembangan Desa Sanrego Tahun Peristiwa 1961-1974 Sanrego awlnya membawahi wilayah kampung Mahung, Teko, Berru, dan Poppai. Komoditas utama penduduk Sanrego adalah Padi. Karena pada saat itu belum ada akses transportasi sehingga kendaraan umum penduduk adalah kuda. Pada zaman ini Desa Sanrego di Kepalai oleh A. Ramli Petta Intang. 1974 Setelah A. Ramli Petta Intang mengakhiri Pemerintahannya, maka pemerintah wilayah Kecamatan menunjuk Andi Page Petta Renring untuk menjabat sebagai kepala Desa, namun tidak belangsung lama jabatan diserahkan kepada Petta Baso, kemudia di limpahkan lagi kepada a. Idris. 1975-1983 Jabatan Kepala Desa di dudki oleh A. Pawellangi. 1984-1992 Masa jabatan A. Pawellangi berakhir, pemilihan kepala Desa dilakukan dengan Dua calon yakni A. Pawellangi dengan Syamsuddin . hasil pemilihan menunjukkan keunggulan Syamsuddin, maka ditetapkanlah Syamsuddin sebagai kepala Desa. 1992-1993 Syamsuddin hanya mampu menjalankan separuh masa jabatannya, oleh sebab itu selaku sekertaris Desa A. Kamaruddin ditunjuk selaku pelaksana tugas sampai akhir masa jabatan. 1994-2002 A. Kamaruddin kembali terpilih setelah mengalahkan kedua rifalnya A. Massiara dan A. Hasdar. lii 2003-2008 Untuk kedua kalainya A. Kamaruddin Kembali terpilih dengan mengungguli Drs. A. Surya dan Muhtar Abu. 2009- Sekarang Drs. A. Suraya memperoleh suara terbanyak setelah A. Malla. M dan Zainuddin. Sumber : Mahmud ( Kaur Pemerintah Desa Sanrego ) 2. Kondisi Umum Desa Sanrego a. Geografis Desa Sanrego Merupakan salah satu dari 19 Desa di Wilayah Kecamatan Kahu dengan luas wilayah seluas ± 1.091 Hektar. Batas wilayah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara adalah Desa Tompong Patu 2) Sebelah Timur adalah Desa Palakka 3) Sebelah Selatan adalah Desa Bonto Padang 4) Sebelah Barat adalah Desa Lamoncong b. Iklim Iklim Desa Sanrego sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan Penghujan. liii 3. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk a. Jumlah Penduduk Penduduk Desa Sanrego terdiri atas 969 KK, 947 RT dengan total jumlah jiwa 4. 076 orang yang tersebar dalam 7 wilayah Dusun dengan perincian sebagaimana dalam tabel berikut: Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Sanrego No Nama Dusun Jumlah Penduduk 1 Batu Tire 658 orang 2 Mahung 613 orang 3 Teko 512 orang 4 Macege 512 orang 5 Poppai 548 orang 6 Ujung Sanrego 617 orang 7 Berru 437 orang Jumlah Penduduk 3349 orang Sumber: Dokumen Rancangan pembangunan Jangka Menengah Desa (2011) liv a) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Desa Sanrego dibagi menjadi beberapa tingkatan antara lain pendidikan pra sekolah, Sekolah Dasar, SMP, SMA dan sarjana. Tabel 4. Tingkat Pendidikan No Pendidikan Jumlah 1 Pra sekolah 412 orang 2 SD 958 orang 3 SMP 1190 orang 4 SMA 1182 orang 5 Sarjana 25 orang Sumber: Dokumen Rancangan pembangunan Jangka Menengah Desa (2011) Saat ini masyarakat Desa Sanrego yang belum menempuh pendidikan dasar sebanyak 412 orang, Sekolah Dasar sebanyak 958 orang, SMP sebanyak 1190 orang, SMA ssebanyak 1182 orang sedangkan sarjanah sebanyak 25 orang. b) Mata Pencaharian Desa Sanrego merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut: lv Tabel 5. Tingkat Mata Pencaharian No Pekerjaan Jumlah 1 Petani 3921 orang 2 Pedagang 132 orang 3 PNS 8 orang 4 Buruh 15 orang 5 Lainnya - Sumber: Dokumen Rancangan pembangunan Jangka Menengah Desa (2011). Berdasarkan keteranagan dari tabel di atas menunjukan bahwa penduduk desa Sanrego pekerjaan utama masyarakatnya adala bertani, jumlah petani di desa Sanrego adalah 3921 orang, pedagang 132 orang yang mana pedagang merupakan pekerjaan ke dua atau merupakan pekerjaan sampingan oleh masyarakat desa Sanrego. PNS sebanyak 8 orang, dan buruh debanyak 15 orang. c) Pola Penggunaan Tanah Penggunaan tanah di Desa Sanrego sebagian besar diperuntukan sebagai tanah pertanian sawah sedangkan sebagian sisanya untuk tanah kering yang merupakan tempat untuk mendirikan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya. lvi d) Pemilik Ternak Penduduk Desa Sanrego selain bekerja sebagai petani, penduduk di Desa ini juga mememlihara ternak. Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Sanrego adalah sebagai berikut: Tabel 6. Kepemilikan Ternak Jenis Ternak Jumlah Ayam / itik 3250 orang Kambing 27 orang Sapi 1500 orang Lain-lain - Sumber: Dokumen Rancangan pembangunan Jangka Menengah Desa (2011). Selain bertani penduduk desa Sanrego juga memilih untuk memelihara ternak, penduduk desa Sanrego yang memelihara itik dan ayam sebanyak 3250 orang, yang memelihara kambing 27 orang, dan yang memelihara sapi adalah 1500 orang. e) Sarana dan Prasarana Desa Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Sanrego secara garis besar adalah sebagai berikut: lvii Tabel 7. Prasarana Desa No Prasarana Desa Jumlah 1 Balai Desa 1 unit 2 Jalan Kabupaten 1 poros 3 Jalan Kecamatan - 4 Jalan Desa 6 jalan 5 Mesjid 7 unit Sumber: Dokumen Rancangan pembangunan Jangka Menengah Desa (2011). Prasarana sebuah desa juga sanagat penting untuk kebutuhan masyarakatnya, parasarana desa Sanrego adalah balai desa sebnyak 1 unit, jalan kabupaten yang merupakan jalur untuk mengakses ke kabupaten Bone dari desa Sanrego yaitu 1 poros, jalan desa sebanyak 6 jalan dan Mesjid yang merupakan tempat ibadah dan harus dimiliki oleh setiap daerah, dan desa Sanrego memiliki 7 unit Mesjid. B. Gambaran Bangsawan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Andi sebagai gelar yang digunakan para bangsawan Bugis.Sebutan “Andi” adalah sebutan alur kebangsawanan yang diwariskan hasil genetis (keturunan) Lapatau, pasca Bugis merdeka dari orang Gowa.” Andi” ini dimulai ketika 24 lviii Januari 1713 dipakai sebagai extention untuk semua keturunan hasil perkawinan Lapatau dengan putri Raja Bone sejati, Lapatau dengan putri Raja Luwu (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri raja Wajo (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri Sultan Hasanuddin (Sombayya Gowa), Anak dan cucu Lapatau dengan putri Raja Suppa dan Tiroang. Anak dan cucu Lapatau dengan putri raja sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat di Celebes. Gelar Andi, menurut Susan Millar dalam bukunya ‘Bugis Weddings’ (telah diterbitkan oleh Ininnawa berjudul (Perkawinan Bugis) disinggung bagaimana proses lahirnya gelar Andi itu. Memang, seperti yang disinggung di atas, saat itu Pemerintah Belanda di tahun 1910-1920an ingin memperbaiki hubungan dengan para bangsawan Bugis dengan membebaskan keturunan bangsawan dari kerja paksa. Saat itu muncul masalah bagaimana menentukan seorang berdarah bangsawan atau tidak. Akibatnya, berbondong-bondonglah warga mendatangi raja dan menegosiasikan diri mereka untuk diakui sebagai bangsawan, karena rumitnya proses itu maka dibuatlah sebuah gelar baru untuk menentukan kebangsawanan seseorang dengan derajat yang lebih rendah, di pakailah kata Andi untuk menunjukkan kebangsawanan seseorang dalam bentuk sertifikat lix (mungkin sejenis sertifikat yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah lulus dalam kursus montir mobil atau sejenisnya). Adapun gelar Andi, pertama-tama yang menggunakannya adalah Andi Mattalatta untuk membedakan antara pelajar dari turunan bangsawan dan rakyat biasa. Dan gelar Andi inilah yang diikuti oleh turunan bangsawan Luwu dan Makassar. Jadi di zaman Andi Mattalatta gelar ini muncul. Secara umum Bangsawan Bugis berasal dari pemimpin-pemimpin anang/kampung/wanua sebelum datangnya To Manurung/To Tompo. Pimpinanpimpinan kampung ini yang selanjutnya disebut kalula/arung dengan nama alias/gelar berbeda-beda kampung/kondisi/perilaku yang bersangkutan disesuaikan yang dia dengan nama peroleh melalui pengangkatan/pelantikan oleh sekelompok anang/masyarakat maupun secara kekerasan (peperangan bersenjata) yang selanjutnya diwariskan secara turuntemurun kepada ahli warisnya, kecuali jika dikemudian hari ternyata dia ditaklukkan dan diganti oleh penguasa yang lebih tinggi/kuat.Masyarakat Bugis dibagi dalam kelas sebagai berikut : 1. Lapisan Bangsawan (Ana’arung/Ana’karaeng) 2. Lapisan Masyarakat Merdeka (To Maradeka/Tumaradeka) 3. Lapisan Hamba/Budak (Ata) lx Lapisan di atas pada intinya masih memiliki klassifikasi kualitas yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Lontara Latoa, yaitu klassifikasi tingkatan pada masing-masing lapisan masyarakat. Hal ini penting terutama dalam persoalan suksesi pemerintahan dimana pemegang hak utama terdapat pada lapisan Bangsawan kelas tertinggi yang disebut Ana’pattola atau Ana’ti’no. Kebangsawanan atau stratifikasi sosial lapisan atas dalam perjalanan sejarah Sulawesi Selatan ditemukan adanya dua sumber. Yang pertama, lapisan bangsawan yang berdasar pada sejarah keturunan leluhurnya menurut takaran adat istiadat, hal mana lapisan ini mulai dikenal sejak kedatangan Tomanurung, dan keturunan langsung Tomanurung inilah yang merupakan sebuah lapisan tersendiri yang disebut bangsawan. Yang kedua adalah faktor kondisi dan keadaan yang dipaksakan artinya menduduki lapisan sebagai bangsawan karena kedudukan yang diberikan oleh Belanda sebagai penjajah yang menguasai kebijakan politik. Pada unsur yang pertama dapat diketahui dengan menelaah silsilah leluhurnya berdasarkan lontara panguriseng (lontara silsilah). Jika seseorang adalah keturunan Tomanurung dan dalam perkembangan keluarganya tetap menjaga aturan wari’(stratifikasisosial) maka orang tersebut dikatakan sebagai lapisan bangsawan asli. Di lain pihak meski adalah keturunan Tomanurung namun dalam proses perkembangannya tidak lagi menjaga aturan wari’ maka dikatakan kebangsawanan orang tersebut telah luntur (tuasa, Bahasa Makassar, lxi atau malawi’, Bahasa Bugis) dan stratifikasinya bergeser ke stratifikasi sosial yang lebih rendah. Pada Unsur kedua adalah kebangsawanan yang bukan bersumber dari Tomanurung, tetapi merupakan bangsawan ciptaan Kolonial Belanda sebagai pemegang kekuasaan politik dalam masa penjajahan, sehingga seseorang karena diberi kedudukan oleh Belanda sebagai seorang raja ‘boneka’, menempatkannya pada strata kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat hingga keturunannya yang merupakan hasil imitasi. lxii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Informan Informan penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik snowball yaitu suatu teknik penentuan informan yang dilakukan dengan mendatangi terlebih dahulu masyarakat yang dianggap bisa memberikan informasi tentang masalah yang diteliti, selain itu informan tersebut juga bias memberikan infoemasi tentang informan lain yang dianggap bisa memberikan informasi terkait dengan masalah penelitian. 1. Informan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Pekerjaan Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa informan yang berumur 43 tahun sebanyak satu orang, informan berumur 35 tahun sebanyak satu orang berprofesi sebagai kepala desa, informan yang berumur 65 tahun sebanyak satu orang berprofesi sebagai Kepala Dusun, Informan yang berumur 55 tahun sebanyak satu orang berprofesi sebagai Anggota DPD, informan yang berprofesi sebagai petani sebanyak empat orang dengan usia masing-masing 65 tahun, 85 tahun, 72 tahun dan 67 tahun. Informan yang berusia 62 tahun berprofesi sebagai wiraswasta dan informan berusia 65 tahun sebanyak satu orang yang berprofesi sebagai IRT. lxiii Tabel 8. Informan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin N Jenis Nama Umur o 1 Kelamin AS 2 3 MS AL 43 L 35 L 55 L 4 PU 65 L 5 PUM 85 L 6 AR 72 L 7 HAK 62 L 8 TM 67 L 9 HAB 65 P Sumber : Data Primer. 2. Informan berdasarkan Status dan Pendidikan Informan yang berstatus sebagai bangsawan sebanyak lima orang dan masyarakat biasa sebanyak empat orang. Informan penelitian ini didominasi oleh masyarakat yang berpendidikaan sampai empat orang, SMA sebanyak empat orang dan Sarjana sebanyak satu orang. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian masyarakat Desa Sanrego terhadap pendidikan cukup lxiv tinggi. Dimana program wajib belajar sembilan tahun telah terpenuhi. Tingkat status kedudukan dan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 9. Distribusi Informan Menurut Status atau Kedudukan Kebangsawanannya dan Pendidikan No Nama Status Pendidikan Kebangsawanan 1 AS 2 3 MS AL Arung/ Andi S1 Masyrakat biasa SMA Arung/ Andi SMA 4 PU Arung/ Andi SMP 5 PUM Masyarakat biasa SMP 6 AR Masyarakat biasa SMP 7 HAK Arung/ Andi SMA 8 TM Masyarakat biasa SMA 9 HAB Arung/ Andi SMP Sumber : Data Primer Masyarakat yang termasuk dalam kelompok arung/ andi merupakan keturunan bangsawan yang diperoleh sejak lahir dan diwariskan dari orang tua. Pada masayrakat Bugis, gelar bangsawan akan melekat apabila berasal dari garis ketururnan ayah yang bangsawan atau ayah dan ibu yang bagsawan. Gelar ini akan lxv hilang apabila ayah berasal dari kalangan masyarakat biasa tetntu saja kana melahirkan anak yang tidak bangsawan lagi. Seperti penjelasan tabel berikut ini: Tabel 10. Status Kebangsawanan Berdasarkan Kelahiran Ayah Ibu Anak + + + + _ + - + - - - - Keterangan: + artinya bagsawan --artinya bukan bangsawan Sistem kekerabatan masyarakat Bugis di Desa Sanrego mempunyai sistem kekerabatan yang disebut dengan assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mengikuti lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas disebabkan karena, selain menjadi anggota keluarga ibu, juga menjadi anggota keluarga dari pihak ayah. Garis keturunan berdasarkan garis keturunan dari pihak ayah atau dikenal dengan sistempatrilinear. Sistem patrilinear merupakan prinsip penarikan garis keturunan hanya dari satu pihak yaitu dari ayah. Kalau bapaknya bangsawan dan ibunya juga bangsawan maka anaknya juga bangsawan, kalau bapaknya saja yang bangsawan lxvi ibunya bukan masih bisaji anaknya juga bangsawan. Karena dari bapak saja yang menjadi patokan (mappanessa). (Wawancara HAB, 01 Juli 2012) Hal ini jelas bahwa yang menjadi ukuran untuk menentukan garis keturunan adalah dari garis ayah. Sebagaimana telah diungkapkan dalam wawancara pada responden, bahwa kalau dari ayah yang berasala dari kalangan bangsawan dan diikuti oleh garis keturunan ibu pula yang samasama berasal dari kalangan bangsawan maka anak atau keturunannya bisa di panggil Andi. Sistem kekerabatan di Desa Sanrego hanya menarik garis keturunan dari ayah tidak mengenal penarikan garis keturunan dari ibu, apabila ibunya bukan dari golongan bangsawan dan ayahnya juga bukan dari golongan bansawan maka anak mereka tidak bisa memakai gelar Andi. B. Karakter Sosial Ekonomi Kelompok Kebangsawanan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Kehidupan sosial memerlukan benda-benda karena melalui perolehan, penggunaan dan pertukaran benda-benda, individu-individu kemudian memiliki kehidupan sosial (Damsar, 2009). Dengan kata lain kehidupan sosial individuindividu tidak terlepas dari hubungan dengan benda-benda yang diberi nilai pemaknaan. Terwujudnya kehidupan ekonomi seseorang tidak terlepas dari usaha masyarakat itu sendiri dalam memenuhi kebutuhannya serta dipengaruhi oleh lxvii beberapa faktor pendorong antara lain adanya dorongan untuk mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai pengaruh alam, serta dorongan untuk mengembangkan diri dan kelompok masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat perlu bekerja. Hal ini merupakan salah satu bentuk fenomena ekonomi. Fenomena ekonomi merupakan gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang langka (Damsar, 2009). Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya. Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja masyarakat, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Salah satu aspek kehidupan sosial ekonomi adalah aspek ekonomi yang meliputi kesempatan kerja, tingkat pendapatan dan pemilikan barang. 1. Jenis Pekerjaan lxviii Jenis pekerjaan dapat dipergunakan untuk membedakan lapisanlapisan sosial dalam masyarakat. Setelah masyarakat mengembangkan berbegai jenis lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Pada umumnya kegiatan ekonomi masyarakat berpusat di daerah pedesaan yang masih menyediakan lahan yang cukup luas untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masyarakat Desa Sanrego sebagian besar penduduknya didominasi oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Profesi petani tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari kelas bawa, tetapi juga masyarakat bangsawan mengingat prekonomian utama masyarakat Desa Sanrego adalah pertanian. Masih banyak bagsawan yang mempekerjakan masyarakat biasa. Basawan yang masih kaya biasanya banyak sawahnya, mungkin hasil warisan orang tuanya dulu. Hasilnya nanti dibagi dengan pekerjanya (Wawancara, Informan PU 30 Juni 2012). Lahan pertanian diwariskan baik kepada laki-laki maupun perempuan. Seperti pada masyarakat Bugis pada umumnya, enam puluh persen petani memiliki lahan sendiri dan empat puluh persen sisanya menyewa lahan atau bekerja sebagai petani penggarap bagi hasil. Selain sebagai petani, masyarakat Desa Sanrego juga bekerja di luar sektor pertanian (off-farm). Off-Farm dapat didefinisikan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan di luar usaha tani sendiri termasuk bekerja di usaha tani tetangga dan perkebunan (Saeni, 2005). Selama dalam masyarakat masih terdapat sesuatu yang dihargai, maka akan tetap menimbulkan adanya pembagian masyarakat ke dalam kelas secara lxix bertingkat. Berikut tabel yang menjelaskan jenis-jenis pekerjaan masyarakat Desa Sanrego. Tabel 11. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Jenis No. Jumlah Pekerjaan 1. Petani 3921 orang 2. Pedagang 132 orang 3. PNS 8 orang 4. Buruh 15 orang 5. Lainnya - Sumber: Profil Desa Sanrego 2012 Dari tabel tersebut dapat dilihat distribusi pekerjaan masyarakat yang sebagian besarnya bekerja sebagai petani. Pedagang merupakan pekerjaan yang hanya digeluti oleh 132 masyarakat Desa Sanrego, yang berstatus sebagai PNS sebanyak 8 orang sedangkan yang bekerja sebagi buruh sebanyak 15 orang. Dapat disimpulkan bahwa hanya ada empat jenis pekerjaan di Desa Sanrego. Konsentrasi pemilikan lahan pertanian masih didominasi oleh masyarakat bangsawan dan petani penggarap didominasi oleh masyarakat biasa. Msyarakat yang berasal dari golongan non bangsawan hanya lxx mengerjakan lahan yang dimiliki oleh kalangan bangsawan, meskipun sudah ada dari golongan non bangsawan yang memiliki sendiri lahan namun jumlahnya masih sedikit. 2. Kepemilikan Rumah Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengelompokkan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat adalah kepemilikan rumah. Daya dukung ekonomi juga dapat diukur dari kepemilikan rumah yang meliputi bentuk rumah, ukuran, interior dan bahan dasar. Rumah yang dibangun tergantung dari daya dukung ekonomi pemiliknya. Indikator yang digunakan dalam menentukan baik tidaknya sebuah rumah antara lain bentuk rumah, ukuran, interior dan bahan dasar. Berdasarkan indikator tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat bangsawan memiki bentuk rumah yang mewah sedangkan rumah masyarakat bawah tidak lebih mewah dibandingkan dengan rumah masyarakat bagsawan. Penjelasan tersebut menunjukkan adanya perbedaan gaya hidup antara masyarakat bangsawan dengan masyarakat biasa. Sejak zaman dahulu, masyarakat mengakui sistem pelapisan sosial yang mempunyai kedudukan yang bertingkat ke atas. Pelapisan sosial ini terjadi baik di desa maupun di kota (Soenarto, 2004). lxxi Rumah masyarakat biasa dapat dilihat dari bentuk bumbungannya. Masyarakat bangsawan memiliki bumbungan rumah lebih dari tiga. Sedangkan masyarakat yang memilki bumbungan kurang dari tiga termasuk masyarakat biasa. Selain bumbungan rumah, bentuk dan ukuran rumah juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Biasanya tipe rumah tempat tinggal bagi kelompok kelas menengah berada dalam suatu kawasan tertentu yang sering kali disebut dengan kawasan elite. Namun di Desa Sanrego Kecamatan Kahu perumahan yang dimiliki oleh kaum bangsawan dibangun dengan bertetangga dengan golongan biasa, akan tetapi dapat di bedakan dengan model atau bentuk rumah yang mana biasanya rumah permanen dan megah itu dimiliki oleh kalangan bangsawan. Rumah permanen adalah rumah yang berbahan dasar dari batu, pasir, dan semen yang digunakan untuk membangun dasar pondasi rumah hingga tembok rumah. Rumah permanen ini tidak dapat dipindah tempatkan karena sudah dibangun secara permanen. Sedangkan, rumah semi permanen adalah rumah yang dibangun dengan bahan dasar dari kayu. Rumah semi permanen ini bisa dipindahkan atau dipindah tempatkan karena rumah semi permanen mudah untuk dibongkar kemudian di pasang kembali. Rumah dengan bahan dasar semen hanya dimiliki oleh masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi yang hanya dimiliki oleh masyarakat bangsawan. Sedangkan rumah masyarakat biasa terbuat dari bahan dasar kayu (rumah panggung). lxxii Tabel 12. Kecenderungan Kedudukan dan Kepemilikan Rumah No Kedudukan Kepemilikan Rumah Rumah Permanen 1 Bangsawan 2 Masyarakat Biasa Semi permanen Sumber Data : Data Primer Berdasarkan dari keterangan tabel tersebut di atas yang didapat dari hasil penelitian maka dapat dijelaskan bahwa kedudukan bangsawan di Desa Sanrego juga dapat dilihat dari bentuk dan struktur bangunan rumah yang dimiliki. Status sosial ekonomi di desa Sanrego dapat dilihat dengan memperhatikan model rumah yang dimiliki masyarkatnya, meskipun ada masyarakat biasa yang model rumahnya seperti model rumah bangsawan. Kemiripan model rumah antara bangsawan dengan rumah masyarakat biasa sudah tidak banyak, hal ini disebabkan bahwa masyarakat di desa Sanrego masih didominasi oleh Petta/Andi (bangsawan). Berbeda dengan masyarakat biasa yang memiliki struktur bangunan yang tidak semewah dan semegah bangunan rumah kalangan bangsawan yang mana bangunan kalangan masyarakat biasa yaitu semi permanen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status ekonomi yang jelas antara masyarakat bangsawan dengan masyarakat biasa. lxxiii Pendapatan dan kepemilikan lahan juga berpengaruh terhadap bentuk rumah masyarakat setempat. Disini dominasi masyarakat bangsawan masih terlihat, dari segi jumlah penduduk masyarakat bangsawan masih lebih banyak dari masyarakat biasa. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara pada informan AR: Masih gampang sekali itu dibedakan siapa di sini Petta (Andi), di lihat saja dari bentuk rumahnya, kalau rumahnya bagus itu kemungkinan besar Petta (Andi). Di sini juga (Desa Sanrego) masih banyak sekali yang Bangsawan (Petta) dan masih didominasi keluarga Bangsawan (Petta). Dan selain itu di sini juga masih di kuasai juga persawahannya dari kalangan babgsawn (Petta), sehingga mereka masih banyak harta misanya, tanah pesawahan mereka. (Wawancara AR, 03 Juli 2012). Berdasarkan hasil wawncara tersebut diketahui bahwa bangsawan di Desa Sanrego sangat mudah didapatkan, hanya dengan melihat bentuk rumahnya. Status kebangsawanaan berdasarkan kepemilikan lahan pertanian dapat dilihat dari jumlah sawah yang dimilikinya. Bangsawan juga yang paling banyak mempekerjakan masyarakat biasa untuk menggap lahan. 3. Pendapatan Penelitian ini menunjukkan bahwa perolehan pendapatan masyarakat dihitung berdasarkan jumlah hasil yang diperoleh pada saat panen. Panen dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Setiap satu kali panen petani mendapatkan 70 sampai dengan 100 karung (dengan ukuran karung tertentu) dengan luas sawah 1 hektar. Pembagian hasilnya, jika petani penggarap menanggung semua biaya sampai masa panen, maka pendapatan yang lxxiv diperoleh 3:1. Dalam istilah sosiologi kelompok ini dikenal dengan sebut dengan penyakap. Para petani di desa Sanrego ini panennya biasanya panen sebanyak tiga kali dalam satu tahun, dan kalau sistem pembagian hasilnya itu kalau orang yang menggarapsawah milik ornag lain itu kalau yang menggarap, dan dia juga yang menanggung semua biaya misanlaya pupuk, racun dan lain sebagainya itu di bagi dua. Tapi kalu pemilik sawah yang menanggung biaya sampai panen selesai maka hasilnya di bagi menjadi 3:1, misalnya kalau hasil dari panen tersebut 30 karung maka sipenggarap hannya mendapatkan 10 karung saja. Tapi kalau penggarap juaga yang menanggung semua biaya sampai panen maka dia mendapatkan 15 karung atau di bagi dua hasil panen tersebut. (Wawancara AS, 28 Juni 2012). Kondisi ini menguntungkan bagi petani pemiliki. Masyarakat petani dalam lapisan utama terbagi atas kelompok petani dan kelompok penyakap. Kelompok petani artinya kelompok yang bermasyarakat dengan bermata pencaharian bercocok tanam dan memiliki sejumlah areal pertanian. Masyarakat petani kaya menduduki peringkat paling atas karena memiliki lahan pertanian yang relative luas serta memiliki sejumlah peralatan penggarap sawah yang memadai termasuk tenaga kerja yang relatif banyak. Klasifikasi kelompok petani berdasarkan pemilikan dan penguasaan tanah petanian terbagi atas pemilik atau tuan tanah atau bangsawan, pemilik dan penggarap, penyakap dan buruh tani. Pada saat sekarang di Desa Sanrego, tidak ada lagi buruh tani. Buruh tani yang dimaksud disini adalah petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan hanya bekerja dengan upah tertentu sesuai lxxv dengan aturan yang berlaku. Sedangkan petani kaya yang memiliki peralatan penggarap sawah seperti traktor akan memberikannya kepada petani lain untuk dipakai menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh salah satu informan AS. Di sini itu (desa Sanrego) tidak adami yang namanya buruh, tapi ada yang dibilang orang yang mengerjakan sawahnya orang banyak sawahnya namun tidk bisami lagi mengerjakannya sendiri itu juga di kasi gaji atau disuruh saja mengerjakan sawah tersebut sampai panen namun dengan ketentuan tertentu dari pemilik sawah. Biasa juga ada pemilik sawah yang punnya alat pertanian misalnya traktor untuk membajak sawah, dia juga sering memberikan traktor tersebut kepada orang yang mau mengerjakan sawahnya supaya mempercepat pekerjaan orang yang mengerjakan sawah miliknya (Wawancara AS, 28 Juni 2012). Selain kedua kelompok petani tersebut di atas, ada juga petani yang memilki tanah yang tidak terlalu luas dan mengerjakannya sendiri. Luas sawah yang dimilikinya biasanya 1/8 sampai dengan ¾ hektar. Lauas sawah yang tidak terlalu luas ini mereka kelolah sendiri yang biasanya menghasilkan hasil panen yang tidak terlalu banyak juga biasnya kalau seluas 1/8 hektar saja hanya akan menghasilkan 20-25 karung saja. lxxvi Tabel 13. Kedudukan dan Kepemilikan Lahan No Kedudukan Kepemilikan Lahan Lahan Luas 1 Bangsawan 2 Masyarakat Biasa Lahan Sempit Sumber Data: Data Primer Klasifikasi kelompok petani berdasarkan pemilikan lahan, berdasarkan dari keterangan tabel tersebut di atas menunjukan bahwa kepemilikan lahan masih didominasi oleh kalangan Bangsawan (Andi/Arung), jadi lahan luas dimiliki dari kalangan bangsawan. Kepemilikan lahan yang dianggap lahan sempit itu diduduki oleh kalangan non bangsawan, adapun kepemilikan lahan sempit yang berasal dari kalangan buruh. Kalangan buruh ini biasanya mengolah lahan dari kalngan bangsawan (Andi/Arung) yang tidak bisa mengolah lahan mereka, jadi mereka lebih memilih memberikan lahan kepada buiruh untuk di kelola. Wawncara AS mengatakan bahwa : Saya kasi sebagian sawah sya kepada tetangga yang butuh, yaa sya kasimi sebagian karena tidak biasjika juga kerjaki semua, daripada kupaksaki diriku sendiri kerjakanki mungkin tidk bisajika juga mengurus semua nanti. Biasa yang saya kasi itu orang yang baru datang ke desa sanrego ini, biasa ada orng yang menikah sama orang lxxvii di desa ini itu kalau sudah berumah tanggami biasa mencari siapa yang ada sawahnya yang mau di garapkan. (Wawancara 28 Juni 2012). Sistem kelas sosial mengurutkan masyarakat yang didasarkan terutama pada posisi ekonomi. Perbedaanya dengan sistem lain adalah posisi dalam sistem ini tidak secara rigid diperoleh berdasarkan keturunan, tetapi dapat diusahakan sehingga memungkinkan adanya mobilitas sosial. Perbedaan pendapatan tersebut kemudian membuat masyarakat dapat dikelompokkan menjadi beberapa status ekonomi. Sistem kepemilikan lahan di desa Sanrego yaitu masih didoninasi oleh kalangan masyarakat bangsawan, kepemilikan lahan ini ada yang di peroleh dengan usaha sendiri dan ada yang diperoleh dari warisan keluarga. Kepemilikan lahan pada kalangan bangsawan tidak semua bangsawan memiliki lahan yang luas ada di antara kalangan bangsawan yang memiliki lahan sempit namun di desa Sanrego sangat sedikit dari golongan bangsawan yang memiliki lahan yang sempit. Kalangan bangsawan ini memiliki lahan sempit disebabkan karena berasal dari keluarga yang memiliki anggota keluarga yang banyak sehingga mereka harus berbagi lahan dengan anggota keluarga yangb lain. Di desa Sanrego yang penduduknya bekerja dalam bidan pertanian kepemilikan lahan sangat penting, adapun kalangan non bangsawan yang memiliki lahan yang lauas tidak bisa dikatakan tidak ada karean di desa lxxviii Sanrego ada beberapa kalangan non bangsawan yang memiliki lahan yang luas meskipun di Desa Sanrego ini masih di dominasi oleh kalangan bangsawan yang memiliki lahan luas. Kalangan non bangsawan ini bisa memiliki lahan yang lauas karena hasil kerja keras mereka ada yang membeli lahan dari hasil tabungan mereka dan ada juga dari hasil merantau mereka. 4. Pendidikan Spesialisasi pekerjaan yang meningkatkan desakan permintaan akan spesialisasi berpendidikan tinggi. Ada beberapa spesifikasi pekerjaan yang tidak mengutamakan pendekataan dan kekeluargaan, melainkan pendidikan yang lebih diutamakan. Pendidikan tinggi akan berpengaruh terhadap proses mobilitas sosial. Pentingnya pendidikan yang lebih tinggi dalam masyarakat dapat dilihat jelas, dimana pendidikan tidak dapat dihindari telah menyebabkan anggota masyarakat menguasai kehidupan modern (Elly, 2011). Kesemuanya penting bagi masyarakat dalam proses mobilitas. Semakin tinggi pendidikan formal seseorang akan semakin tinggi kemungkinan status sosial dan perannya di masyarakat. Di sini itu siapa yang sekolahnya tinggi dan dapat dipercaya untuk mengayomi kita semua di sini itumi yang dituakan tidak peduli dari golongan apa dia, bair bukan bangsawan, petta, andi kalau pintarki dan tinggi sekolahnya dan biasa juga dipercaya untuk mengurus apaapa ynag mau diurus sama pemerintah misalnya. (Wawancara HAB, 01 Juli 2012). lxxix Konsekuensi dari perbedaan ststus ekonomi tersebut adalah perbedaan dalam kemampuan membiayai pendidikan. Bagi masyarakat yang kurang mampu, biaya pendidikan menjadi persoalan utama yang menghalangi untuk menempuh pendidikan samapi ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk melakukan mobilitas sosial tersebut. Pendidikan dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk beralih dari suatu golongan ke golongan yang lebih tinggi. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah, selain itu pendidikan juga merupakan sesuatu hal yang sangat berharga karena dapat memberikan akses untuk jabatan dengan bayaran yang lebih baik. Dalam sistem stratifikasi sosial terbuka (opened sosial stratification), seseorang dapat melakukan perpindahan dari status rendah ke status tinggi maupun sebaliknya. Perpindahan status ini disebut dengan mobilitas sosial. Banyak contoh yang dapat diamati tentang seseorang yang statusnya meningkat berkat pendidikan yang ditempuhnya. Hal ini sejalan dengan penuturan informan berikut ini: Sekarang tidak melihat lagi anaknya siapa, pokoknya siapa yang memiliki uang maka menyekolahkan anaknya. Banyakmi anak-anak sekarang lxxx sekolah tinggi-tinggi karena menganggap pendidikan itu penting. (Wawancara informan AL, 30 Juni 2012). Terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Meskipun tingkat pendidikan sosial seseorang tidak bisa sepenuhnya diramalkan melalui kedudukan sosialnya, namun pendidikan sosial yang tinggi sejalan dengan kedudukan sosial yang tinggi pula. Antara kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi, karena mencakup pendidikan tinggi dan sangat memerlukan uang. Oleh karena itu tinggi dan rendahnya pendidikan akan berpengaruh pada jenjang sosial seseorang. Pada tahun 2012 sebagian penduduk Desa Sanrego berpendidikan SMP, disusul SMA, SD, pra sekolah dan sarjana. Masyarakat Desa Sanrego yang berpendidikan pra sekolah sebanyak 412 orang, SD sebanyak 958 orang, SMP sebanyak 1.190 orang, SMA sebanyak 1.182 orang dan sarjana sebanyak 25 orang. Di Desa Sanrego, tingkat pendidikan tidak menggambarkan status sosial seseorang. Sebagian besar masyarakat biasa sudah banyak yang menempuh pendidikan bukan hanya masyarakat bangsawan saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian masyarakat terhadap pendidikan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lxxxi tingkat perekonomian masyarakat Desa Sanrego tergolong sejahtera meskipun masyarkatnya berprofesi sebagai petani. Pada saat sekarang ini pendidikan snagat penting menurut saya karena kalau tadak ada sekolah justru kita tambah di bodoh-bodohin. Di desa Sanrego biar dari kalangan Bangsawan maupun dari kalangan non Bangsawan semuanya bisami sekolah. Masyarakat di desa Sanrego ini sanagat mengarapkan anak mereka supaya bersekolah yang tinggi, dengan alasan untuk memperbaiki keturunan. (Wawancara informan MS, 28 Juni 2012). Pada masyarakat saat ini, pendidikan telah menjadi salah satu faktor yang memengaruhi mobilitas sosial. Seseorang biasanya akan pindah ke kelas sosial yang lebih tinggi karena pendidikan yang ditempuhnya. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula kelas sosialnya. Pendidikan juga menjadi penyebab terjadinya mobilitas antar generasi (Schaefer, 2006). Anak yang mengenyam pendidikan tinggi memiliki kelas sosial lebih tinggi dibandingkan orang tuanya yang tidak bersekolah tinggi, tetapi dapat menyekolahkan anak tersebut. lxxxii C. Dinamika Posisi Kebangsawanan terhadap Posisi Birokrasi, Politik dan Bidang Kelembagaan Lainnya Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Masyarakat dengan orientasi kekerabatan ditandai dengan penghargaan yang tinggi atas harmoni sosial, melebihi penghargaan atas kekayaan atau status. Orientasi kekerabatan kadang dikontraskan dengan orientasi ekonomi yang mengangungkan kekayaan materi, mendorong stratifikasi, kompetisi dan konflik. Pada masyarakat berorientasi kekerabatan, anggota masayrakat justru aktif menjaga kesetaraan di antara masyarakat. Masyarakat sebisa mungkin mencegah agara para anggotanya tetap egaliter dengan berbagai cara. Status sosial merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat informan berikut ini. Kalau sudah tinggimi sekolahnya maka dia akan dihormatimi, krena dia sudah dianggap pintarmi dan dapatmi juga menjadi pemimpin misalnya kalu ada pencalonan kepala Desa dia jga bisami menjadi calon karena sudah tinggimi sekolahnya. (Wawancara PU, 28 Juni 2012). lxxxiii Penjelasan dari informan di atas sejalan dengan narasumber yang berinisial AMR dia merupakan salahsatu pengurus parpol. AMR adalah berasal dari keturunan bangsawan dia adalah cucu dari mantan kepala desa Sanrego yang menjabat Pada tahun (1992-1993) yaitu Andi Kamaruddin. Saya terlibat dan masuk ke dunia birokrasi dan politik bukan karena latar belakang keluarga saya, karena saya rasa apabila harus melihat atas dasar keturunan maka akan menjadikan penghambat bagi golongan biasa (non bangsawan) tidak bisa terlibat untuk membngun negeri ini. Saya masuk ke dunia politik itu karena pendidikan bukan karena berasal dari kalangan bangsawan. Menurut saya kalaupun ada dari kalangan biasa yang tinggi pendidikannya kanapa tidak ? yang penting dia mampu setidaknya memiliki pendidikan. Startifikasi sosial dapat dipahami sebagai perbedaan kelompok orang menurut struktur atau rangking tertentu berdasarkan kepemilikian sumber-sumber ekonomi, kekuasaan, prestise, kepercayaan dan sebagainya yang menandai adanay ketidaksetaraan di dalam masyarakat. (Meinano, 2011: 188). Berdasarkan hasil temuan di lapangan, diketahui bahwa kedudukan dalam birokrasi dapat dilihat pada kedudukan seorang masyarakat pada birokrat desa. Di Desa Sanrego bangsawan masih memegang posisi penting dalam birokrasi desa. Berikut tabel yang menunjukkan posisi bangsawan dalam pemerintahan di Desa Sanrego: lxxxiv Tabel 14. Kepala Desa Sanrego Tahun Peristiwa Keterangan Status Sosial 1961-1974 A..Ramli Petta Intang Menjabat Bangsawan sampai akhir periode 1974-1975 A. Page Petta Terjadi pergantian Renring, Petta Baso, A. Idris kepemimpinan 1975-1983 A..Pawellangi Menjabat sampai Bangsawan Bangsawan akhir periode 1984-1992 Syamsuddin 1992-1993 A. Kamaruddin 1994-2002 A. Kamaruddin Tidak menyelesaikan Non periode Bangsa kepemimpinannya wan Menjabat sementara Bangsawan Menjabat Bangsawan sebagai kepala desa 2003-2008 H. A. Kamaruddin Terpilih untuk kedua kalinya Bangsawan lxxxv 2009- Drs. A. Surya Menjabat sebagai sekaran kepala g hingga sekarang Bangsawan desa Sumber: Kaur Desa Sanrego Dalam sistem politik masyarakat Bugis saat ini, garis keturunan tidak menjadi jaminan untuk mendapatkan posisi jabatan politik. Tidak ada pedoman dalam proses pemilihan calon pemimpin. Namun terdapat sebuah petunjuk yang menggariskan bahwa untuk jabatan tertentu, calon yang akan dipilih biasanya harus sesemasyarakat dari sekian banyak keturunan pemegang jabatan sebelumnya, dan dia sendiri berasal dari status tertentu saja. Dalam hal pemilihan akan terdapat beberapa kandidat yang memiliki hak yang kurang lebih sama untuk berkompetisi dalam pemilihan tersebut. Faktor utama yang dapat memenangkan adalah kandidat yang memiliki pengikut paling banyak serta didukung oleh pengikut yang paling berpengaruh. Masyarakat biasa yang mengabdi langsung kepada salah satu kandidat atau memiliki hubungan kekerabatan dengan kandidat tersebut secara otomatis akan menjadi pengikut kandidta tersebut. Hal ini akan semakin menambah jumlah pendukung bagi salah satu kandidat. Kandidat yang paling banyak memiliki pengikut memiliki peluang untuk menjadi pemenang. Pengikut dari kalangan lxxxvi bangsawan yang menjadi pendukung, yang juga memiliki pengikut dan pendukung sendiri. (Pelras,12-13;1981) Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa bangsawan masih mendominasi jabatan pemerintahan desa. Bangsawan masih memiliki jalur koneksi dan taraf integrasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsawan berpengaruh terhadap pengendalian dan kebijaksanaan di tingkat desa. Terpilihnya Samsuddin pada tahun 1984 pada waktu itu mengakhiri dominasi bangsawan pada birokrasi desa, yang mana Samsuddin adalah masyarakat yang berasal dari kalangan masyarakat biasa. Meskipun Samsuddin tidak menyelesaikan jabatannya sampai akhir periode namun terpilihnya Sainuddin menunjukan bahwa kalangan non Bangsawan juga bisa terlibat dalam birokrasi dan politik. Pada tahun 2009, Ashar dan Zainuddin yang berasal dari non bangsawan mencalonkan diri menjadi kepala desa namun tidak terpilih. Hal ini menandakan bahwa masayarakat desa tidak hanya berpatokan pada status kebagsawanan saja tetapi ada hal lain yang dinilai sehingga masayrakat tersebut mencalonkan diri untuk menjadi kepala desa. Tidak selamanya bangsawan yang harus menjadi kepala desa, tergantung dari pendidikan seseorang. Tidak bolehmi begitu sekarang karena sudah bukan zamanya lagi. Kalau dulu memang harus dari bangsawan (Wawancara informan AS, 28 Juni 2012). lxxxvii Penjelasan informan tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan dalam masayrakat, diaman pada zaman dahulu hanya golongan bangsawan yang diperbolehkan mencalonkan diri menjadi kepala desa. Saat ini di Desa sanrego pendidikan dianggap paling penting sebagai modal awal untuk memimpin desa. Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan memiliki andil terhadap perkembangan suatu masyarakat. Berangkat dari fenomena tersebut di atas, maka semasyarakat patron harus berupaya untuk memperluas jaringan kliennya. Beberapa cara untuk membangun dukungan jaringan klien. Cara pertama adalah dengan menunjukkan kedemawanan dan membangkitkan rasa hormat dari kalangan pengikut dengan melindungi dan menjaga kesejahteraan mereka lebih baik dibanding yang lain. Cara lain adalah dengan membangkitkan kebanggaan pengikut dan harapan akan masa depan yang lebih baik dengan menduduki jabatan tinggi atau tampak sebagai masyarakat yang paling berpeluang untuk menduduki jabatan tersebut. Pengikut pada gilirannya akan merasa ikut terhormat, dan berharap memperoleh keuntungan dari jabatan pemimpinnya, karena dengan memegang jabatan tersebut meningkatkan peluang patron untuk mendistribusikan kembali kekayaan yang diperolehnya. Hal ini tidak hanya terjadi pada masyarakat desa tetapi berlaku secara umum pada masyarakat umum terutama dalam pemilihan skala besar seperti pemilihan bupati, anggota dewan dan gubernur. lxxxviii Tabel 15. Kedudukan dalam Birokrasi Desa No Nama Status Kedudukan Kebangsawanan 1 AS 2 3 MS AL Arung/ Andi Kepala desa Masyarakat biasa Kepala Dusun Arung/ Andi DPD 4 PU Arung/ Andi Sesepuh 5 PUM Masyarakat biasa Petani 6 AR Masyarakat biasa Petani 7 HAK Arung/ Andi Swasta 8 TM Masyarakat biasa Petani Arung/ Andi Swasta dan Pengurus 9 HAB Parpol Sumber: Data Primer Saat ini AS menjabat sebagai kepala desa, MS sebagai sekretaris desa, PU menjadi sesepuh di Desa Sanrego sedangkan pengurus partai politik juga masih didominasi oleh bangsawan, salah satu diantaranya adalah HAB. Kondisi tersebut akan memperkuat posisi elit serta pengaruhnya terhadap masyarakat setempat. Masyarakat biasa akan mendominasi penentuan kebijaksanaan apabila melibatkan diri dalam implementasi pembangunan pedesaan. Kondisi ini juga akan semakin memperkuat kondisi ekonomi masyarakat yang memegang jabatan lxxxix pada birokrasi dan sangat memungkinkan membangun basis kekuatan politik di masyarakat dan memperjuangkan kepentingan-kepentingannya melalui jalur birokrasi. Dominasi dan tingkat kepercayaan masyarakat pada kalangan bangsawan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masayarakat dari kalangan biasa. Tetapi tidak dapat dihindari bahwa saat ini masyarakat telah mengalami perubahan. Saat ini masayarakat telah mengalami banyak perubahan yang semakin lama semakin cepat. Tidak ada yang dapat menghentikan perubahan, sebagaimana di jelaskan oleh informan AL: Kalau kelakuannya baik, sopan, dan tidak sombong di situmi juga di lihat biar bukan Petta, Andi, atau Arung kalau baikki itumi yang dipercaya dan bisa saja kita di sini itu menghormatinya. Begitu juga kalau kelakuannya tidak baik biar Petta, Andi atau Arung biasa di hindari untuk berhubungan sama dia.dan yang utama adalah pendidkan dia harus ada, (Wawancara AL, 30 Juni 2012). Perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan yang terjadi akibat ketidak sesuaian di antara unsur-unsur sosial dan kebudayaan yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan. Menurut Selo Soemarjan (2008) bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada lembagalembaga kemasayarakatan dalam suatu masayrakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut. xc Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar masyarakat yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan sosial yang terjadi terkadang membawa perubahan yang akan berpengaruh besar pada masyarakat. Perubahan kelembagaan masyarakat akan ikut mempengaruhi hubungan kerja, sistem kepemilikan, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat dan lain sebagainya. Max Weber, mengelompokan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok status atas dasar kehormatan. Mendefenisikan kelompok status sebagai kelompok yang anggotanya memiliki gaya hidup sosial tertentu dan mempunyai tingkat penghargaan sosial dan kehormatan sosial tertentu pula. Dalam bentuk sederhana, membagi stratifikasi atas dasar status masyarakat ke dalam dua kelompok yaitu: 1) Kelompok masyarakat yang dihormati atau disegani. 2) kelompok masyarakat biasa. Kelompok masyarakat yang dihormati atau disegani ini menekankan arti pentingnya akar sejarah yang dijadikan patokan pembenaran mengapa mereka memiliki kedudukan yang istimewa di dalam masyarakat. Seorang keturunan baangsawan biasanya selalu tampil terhormat di dalam masyarakat. D. Kriteria Dasar Penentu Stratifikasi Sosial Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut a. Kekayaan : xci Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin. b. Kekuasaan Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah. c. Keturunan Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar : a) Andi di masyarakat Bugis, b) Raden di masyarakat Jawa, c) Tengku di masyarakat Aceh. d. Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian. xcii E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi akibat ketidaksesuaian di antara unsur-unsur sosial dan kebudayaan yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat: a. Sistem pendidikan formal yang semakin maju dan berkembang Pada saat sekarang peranan sekolah sangat penting dalam melakukan perubahan-perubahan pada murid yang juga merupakan anggota masayrakat secara keseluruhan. Melalui pendidkan, seseorang diajarkan berbagai kemampuan dan nilai-nilai yang berguna bagi masyarakat, terutama untuk membuka pikirannya terhadap hal-hal baru juga tentang bagaimana cara berpikir secara rasional dan objektif. Saat ini masayrakat sudah menganggap pendidikan penting untuk menjaga dan memelihara kelangsungan hidup masayrakat itu sendiri. Pendidikan diaanggap sebagai alat yang dapat memperbaiki taraf kehidupan seseorang. Ilmu pengetahuan akan terhambat apabila masyarakat berada di wilayah yang terasing sehingga mendapat pembatasan-pembatasan dalam berbagai bidang. b. Orientasi ke masa depan xciii Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa masa yang akan datang berbeda dengan masa sekarang. Sehingga masayarakat berusaha untuk menyesuaikan diri, baik yang sesuai dengan keinginannya maupun keadaan yang buruk sekalipun. Untuk itu perubahan-perubahan harus dilakukan agar dapat menerima masa depan yang lain daripada masa sekarang. Hal ini akan terhambat apabila adanya sikap yang menganggungkan tradisi-tradisi lama serta anggapan bahwa tradisi tidak dapat dirubah. Kondisi tersebut akan lebih parah apabila dikuasai oleh golongan yang konservatif. Seperti di Desa Sanrego yang masih memiliki golongan yang menganggap bahwa hanya bangsawanlah yang berhak memimpin Desa Sanrego sementara yang bukan berasal dari golongan bangsawan dianggap tidak mampu. Golongan ini masih mengingat kepemimpinan bangsawan di masa lalu yang menurutnya sangat baik dan mencerminkan pemimpin yang bijaksana. Ada semacam kekhawatiran ketika tidak dipimpin lagi oleh bangsawan maka tidak akan seperti dulu lagi. c. Startifikasi sosial masyarakat Sistem stratifikasi sosial yang terbuka akan sangat membantu terjadinya perubahan sosial. Ketidaksetaraan sosial adalah sebuah kondisi yang bercirikan adanya perbedaan masayraakat dalam jumlah kekayaan, prestise dan kekuatan atau kekuasaan. xciv Ketika ketidak setaraan sosial didasarkan pada hierarki kelompokkelompok yang ada dalam masayarakat, maka digunakan konsep startifikasi sosial. Dengan kata lain, startifikasi sosial ada jika ketidaksetaraan sosial melibatkan pengaturan terhadap anggota masayarakat ke dalam starat atau kelas yang tersusun bertingkat sehingga menyebabkan terjadinya kelompok yang diuntungkan dankelompok yang tidak diuntungkan (Fulcher & Scott, 2007). Penjelasan mengenai stratifikasi sosial juga diberikan oleh Bruce J.Cohen. Menurutnya sistem stratifikasi akan menempatkan setiap orangberdasarkan kualitas yang dimiliki, untuk ditempatkan pada kelas sosial yangsesuai ( Bruce J. Cohen, 1992: 244). Hal ini menjelaskan kepada kita bahwasetiap anggota masyarakat akan ditempatkan ke dalam kelaskelas sosial ataustrata berdasarkan kualitas yang dimiliki. Bila masyarakat menilai kualitasyang dimiliki oleh seorang anggota masyarakat rendah maka orang tersebutakan ditempatkan pada kelas yang rendah namun sebaliknya bila masyarakatmenganggap kualitas yang dimilikinya tinggi maka masyarakat akanmenempatkan orang itu pada kelas yang tinggi. Sebagai contoh dalammasyarakat ada dokter, pedagang dan tukang sampah. Status bangsawan merupakan status yang diperoleh seseorang sejak lahir, sehingga hal ini tidak dapat dirubah. Ascribed stastus merupakan status yang diperoleh seseorang sejak lahir bukan karena diusahakan oleh individu xcv yang memengang status tersebut. Sedangakan achieved status merupakan status yang diperoleh seseorang berkat usahanya dan dicapai karena diusahakan oleh pemegang ststus bisa melalui sekolah, belajar, keterampilan dan lain sebagainya. Pada achieved status inilah masayarakat yang berasal dari kalangan biasa dapat meningkatkan kedudukannya. Anak masyarakat biasa yang memiliki pendidikan tinggi tentu akan disegani oleh masyarakat sama dengan masyarakat bangsawan. Menurut Marx bahwa pengaruh kelas sosial terhadap masayarakat sangat banyak dan dianggap sebagai pelaku utama dalam masyarakat. Kedua golongan ini (bangsawan dan masayarakat biasa) memiliki peran masing-masing dan saling mengimbangi, yaitu terdiri dari kekuatan orang yang mendukung hierarki dan yang menolak hierarki. Kelompok pendukung inilah yang membentuk dan memperjuangkan ketidaksetaraan sedangkan kelompok yang menolak hierarki akan memperjuangkan kesetaraan. d. Perbedaan kemampuan Setiap masyarakat memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Masyarakat yang memiliki kemampuan yang lebih mempunyai kesempatan dalam menentukan keberhasilan hidupnya. Perubahan dalam mobilitas sosial ditandai oleh perubahan struktur sosial yang meliputi hubungan antarindividu dalam kelompok dan antara individu dengan kelompok. Baik mobilitas xcvi individu maupun kelompok sama-sama memiliki dmapak sosial. Keduanya membawa pengaruh bagi perubahan struktur masyarakat yang bersangkutan. Menurut Soedjatmoko (1980), mudah tidaknya seseorang melakukan perpindahan status ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan struktur sosial di mana orang tersebut hidup. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi dan hidup di lingkungan masayarakat yang menghargai profesionalisme, besar kemungkinan akan lebih mudah menembus batas-batas lapisan sosial dan naik ke kedudukan yang lebih tinggi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Stratifikasi sosial masih dianggap penting agar dalam masyarakat tercapai keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara para anggota masyarakat tersebut. Menurut teori fungsionalis, stratifikasi sosial itu juga penting karena antara strata atas, menengah, bawah itu saling membutuhkan. Misalnya, buruh membutuhkan pekerjaan dan sebaliknya. Selain itu, stratifikasi sosial juga digunakan untuk menstabilkan sistem sosial dalam masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di Desa Sanrego yang sebagian penduduknya ada yang berasal dari golongan bawah, namun tidak dipungkiri bahwa golongan Bansawan di Desa Sanrego masih membutuhkan peran dari golongan bukan Bangsawan atau kelas menengah ke bawah dala kehidupan sehari-hari. Sistem stratifikasi sosial berkembang hingga masa modern ini dimana dimulai dari bagian terkecil yaitu masyarakat terdapat tokoh agama, tokoh xcvii yang disegani, pihak RT dan RW, kelurahan, kecamatan, dan lain-lain. Kemudian berkembang dalam sistem pemerintahan negara dimana masingmasing telah memiliki peranan sosial yang harus dijalani, dimana stratifikasi sosial tidak bisa hilang dan berdasarkan pada keterampilan, kekayaan, kekuasaan, serta tingkat popularitas. xcviii BAB VI PENUTUP A. Simpulan 1. Karakter sosial ekonomi kebangsawanan Bugis Di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Sebagian besar masyarakat Desa Sanrego berprofesi sebagai petani karena pada umumnya kegiatan ekonomi masyarakat berpusat di daerah pedesaan yang masih menyediakan lahan yang cukup luas untuk kegiatan ekonomi. Petani yang tidak memiliki lahan sawah akan bekerja sebagai petani penggarap sawah milik orang lain. Petani yang berasal dari kalangan bangsawan yang memiliki lahan yang luas biasanya memberikan lahan mereka kepada kalangan non bangsawan untuk di garap dengan ketentuan bagi hasil. Di desa Sanrego penduduk non bangsawan tidak semuanya memilki lahan yang sempit ada beberapa di antara mereka sudah ada yang memiliki lahan yang luas. Kepemilikan lahan di desa Sanrego masih didominasi oleh kalangan bangsawan meskipun ada juga di antara mereka yang berada dalam posisi bangsawan namun tidak memilki lahan yang luas karena beberapa faktor seperti jumlah dalam keluarga yang banyak jumlahnya sehingga mereka harus berbagi lahan. Berdasarkan kepemilikan lahan ini dapat mempengaruhi xcix pendapatan dari setiap pemilik lahan yang berasal dari kalangan bangsawan maupun non bangsawan. Dari segi pendapatan, pendapatan masyarakat dihitung berdasarkan jumlah hasil yang diperoleh pada saat panen, dimana panen dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan jumlah pendapatan 70 sampai dengan 100 karung setiap kali panen, dan yang memiliki lahan sempit jumlah pendapatan juga sedikit misalnya hanya mendapatkan 30 sampai 50 karung saja per satu kali panen. Selain kepemilikan lahan, status kebangsawanan dapat diukur dari kepemilikan rumah. Bentuk dan ukuran rumah seseorang mewakili status ekonomi. Masyarakat bagsawan pada umumnya memiliki rumah permanen sangat berbeda dengan masyarakat biasa yang memiliki bentuk rumah yang semi permanen. Status pendidikan juga memiliki peranan penting di Desa Sanrego, dimana saat ini pendidikan telah menjadi faktor penting untuk memeroleh kedudukan di masyarakat. Berdasarkan penilaian masyarakat desa Sanrego bahwa peranan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari sangat penting sehingga mereka terdorong untuk menyekolahkan anak mereka hingga ke pendidikan yang labih tinggi dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan mereka di masa yang akan dating. Di desa Sanrego ini baik yang berasal dari kalangan bangsawan maupun non bangsawan merekamenyekolahkan anak c mereka. Peningkatan mutu pendidikan bagi kalangan bangsawan di desa Sanrego menganggap bahwa pendidikan penting bagi siapa saja bukan karena atas dasar latar belakang status sosial seseorang ataupun dinilai dari kedudukan seseorang. 2. Dinamika posisi kebangsawanan terhadap posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan lainnya di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Masyarakat Desa Sanrego tidak dapat dipisahkan dari sistem pelapisan sosial. Pelapisan sosial dapat dipahami sebagai perbedaan kelompok orang menurut struktur atau rangking tertentu berdasarkan kepemilikian sumbersumber ekonomi, kekuasaan, prestise, kepercayaan dan sebagainya yang menandai adanya ketidaksetaraan di dalam masyarakat. Dominasi dan tingkat kepercayaan masyarakat pada kalangan bangsawan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat dari kalangan biasa sehingga menyebabkan dominasi kalangan bangsawan pada posisi birokasi, politik dan bidang kelembagaan lain masih tinggi. B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan yang telah diuraikan di atas maka dapat dikemukakan saran bahwa: ci 1. Sebagai masyarakat yang memiliki rasa empati sebaiknya tidak membedabedakan antara masyarakat satu dengan yang lainnya karena setiap masyarakat diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing dan setiap masyarakat mempunyai nilai yang dapat di lakukan untuk orang banyak baik itu yang berasal dari golongan bangsawan atau yang berasal dari golongan non bangsawan. 2. Keterlibatan bangsawan pada posisi birokrasi, politik dan bidang kelembagaan di Desa Sanrego hendaknya menyertakan masyarakat biasa kedalam struktur tersebut karena masyarakat tidak seharusnya melihat status sosial dan kedudukan.Pemerintah kabupaten Bone hendaknya memberikan keleluasaan bagi siapa saja yang mau menjabat sebagai kepala desa dan bergerak dalam birokrasi untuk memberikan kesempatan bagi siapa saja yang mau ikut andil dibidang masing-masing dengan tidak membedakan status sosial orang tersebut baik yang berasal dari kalangan bangsawan maupun non bangsawan. cii DAFTAR PUSTAKA Daymont, Cristine. 2008. Metode Riset Kualitatif. Jakarta: Bentang. Damsar. 2009. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana. Fulcher, J. & scoot, J. 2007. Sosciology. Oxford: Oxford University Press. Meinanrno, Eko A dkk. 2011. Masyarakat dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Millar, Susan. 2010. Perkawinan Bugis. Makassar: Ininawa. Pelras, Christian. 2006. Masyarakat Bugis. Jakarta: Nalar. Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers. Saeni, Rahman. 2005. Stratifikasi Sosial dan pergeseran Kerja Petani Luar Pertanian. Jurnal Sosiologi Socius, Volume VII-Juni, p 67. Setiadi, Elly M. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Wardi. 2008. Ringkasan Materi Sosiologi. Jakarta: Graha Pustaka.