9. Stratifikasi Sosial

advertisement
Status Sosial & Kelas Sosial Stratifikasi/ Diferensiasi Dalam
Masyarakat
Status sosial adalah sekumpulan hak
dan
kewajiban
yang
dimiliki
seseorang
dalam
masyarakatnya
(menurut Ralph Linton). Orang yang
memiliki status sosial yang tinggi
akan ditempatkan lebih tinggi dalam
struktur masyarakat dibandingkan
dengan orang yang status sosialnya
rendah.
1. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak
lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan,
keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat
sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya.
Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh
seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan
didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan
kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang
yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan
sebagainya.
Kelas sosial adalah stratifikasi sosial
menurut ekonomi (menurut Barger).
Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu
meliputi juga sisi pendidikan dan
pekerjaan karena pendidikan dan
pekerjaan seseorang pada zaman
sekarang
sangat
mempengaruhi
kekayaan / perekonomian individu.
 Stratifikasi sosial adalah pengkelasan /
penggolongan / pembagian masyarakat
secara
vertikal
atau
atas
bawah.
Contohnya seperti struktur organisasi
perusahaan di mana direktur berada pada
strata / tingkatan yang jauh lebih tinggi
daripada struktur mandor atau supervisor
di perusahaan tersebut.
 Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial
adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (vertikal).
Diferensiasi sosial adalah pengkelasan /
penggolongan / pembagian masyarakat
secara
horisontal
atau
sejajar.
Contohnya seperti pembedaan agama di
mana orang yang beragama islam
tingkatannya sama dengan pemeluk
agama lain seperti agama konghucu,
budha, hindu, katolik dan kristen
protestan.
 Aristoteles : Pada jaman kuno di dalam setiap negara
terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka
yang melarat dan mereka yang berada di tengahtengahnya.
 Adam Smith : Masyarakat di bagi menjadi tiga, yaitu
orang-orang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang
yang hidup dari upah kerja, dan orang-orang yang hidup
dari keuntungan perdagangan.
 Thorstein Veblen : Membagi masyarakat dalam dua
golongan yaitu golongan pekerja yang berjuang
mempertahankan hidup dan golongan yang banyak
mempunyai waktu luang karena kekayaannya.
 Prof. Selo Soemardjan : Pelapisan sosial akan selalu ada
selama dalam masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai.
 Robert M.Z. Lawang : Pelapisan sosial merupakan
penggolongan orang-orang dalam suatu sistem sosial
tertentu secara hierarkhis menurut dimensi kekuasaan,
privelese, dan prestise
a. Tertutup
(closed
social
stratification)
membatasi kemungkinan untuk pindah dari satu
lapisan ke lapisan yang lain. Contoh sistem kasta
pada masyarakat feodal, masyarakat apartheid.
b. Terbuka (opened social stratification), setiap
anggota masyarakat mempunyai kesempatan
untuk naik ke lapisan sosial lebih tinggi. Contoh
masayarakat pada negara-negara industri maju.
c. Campuran, adalah kombinasi terbuka dan
tertutup dan ini sering terjadi dalam
masyarakat. Misalnya untuk hal-hal tertentu
bersifat terbuka, tetapi untuk hal-hal tertentu
yang lain bersifat tertutup
Hal-hal yang dihargai sebagai
pembentuk pelapisan sosial :
a. Uang.
b. Tanah.
c. Kekayaan.
d. Ilmu Pengetahuan.
e. Kekuasaan.
f. Kesalehan.
g. Keturunan dari keluarga
terhormat.
Kriteria tinggi rendah pelapisan
Talcott Parsons menyebutkan lima kriteria tinggi
rendahnya status seseorang, yaitu:
1) Kriteria kelahiran: meliputi faktor ras, jenis
kelamin, kebangsawanan, dan sebagainya.
2) Kriteria kualitas pribadi : meliputi kebijakan,
kearifan, kesalehan, kecerdasan, usia dan
sebagainya.
3) Kriteria prestasi : meliputi kesuksesan usaha,
pangkat dalam pekerjaan, prestasi belajar,
prestasi kerja, dan sebagainya.
4) Kriteria pemilikan: meliputi kekayaan akan uang
dan harta benda.
5) Kriteria otoritas : yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain sehingga pihak lain
tersebut bertindak seperti yang diinginkan.
Faktor-Faktor yang dijadikan alasan/
dasar terbentuknya pelapisan sosial :
1) Kepandaian.
2) Tingkat umur.
3) Sifat keaslian keanggotaan di dalam
masyarakat (misalnya cikal bakal,
kepala desa dsb).
4) Pemilikan harta.
Kriteria Penggolongan Pelapisan Sosial :
a. Ukuran kekayaan.
b. Ukuran kekuasaan.
c. Ukuran kehormatan.
d. Ukuran ilmu pengetahuan
Pada masyarakat yang taraf hidupnya
masih rendah biasanya pelapisan
sosial ditentukan oleh:
a. Perbedaan seksual (jenis kelamin).
b. Perbedaan
antara
pemimpin
dengan yang dipimpin.
c. Perbedaan golongan budak dengan
bukan budak.
d. Perbedaan karena kekayaan dan
usia.
Cara terbentuknya pelapisan sosial :
1) Terbentuk
dengan
sendirinya,
sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang
bersangkutan. Misal kepandaian, tingkat
umur, jenis kelamin, keturunan, sifat
keaslian keanggotaan kerabat seorang
kepala masyarakat dan harta kekayaan.
Misal pada organisasi formal pemerintahan,
perusahaan, partai politik, perkumpulan,
angkatan bersenjata, dan sebagainya.
2) Dengan sengaja disusun, untuk mengejar
tujuan tertentu.
Dua analisis Prof. Soerjono Soekanto tentang proses
terbentuknya pelapisan sosial :
1) Sistem pelapisan sosial kemungkinan berpokok kepada sistem
pertentangan dalam masyarakat.
2) Ada sejumlah unsur untuk membuat analisa pelapisan sosial
yaitu :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti
penghasilan, kekayaan, kekuasaan, wewenang.
b. Sistem pertanggaan yang sengaja diciptakan sehingga ada
prestise dan penghargaan atas posisi pelapisan sosial
tertentu.
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu dikukur adanya
perbedaan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok
kerabat tertentu, hak milik, wewenang, dan kekuasaan.
d. Lambang-lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah
laku hidup, cara berpakaian, bentuk rumah, keanggotaan
suatu organisasi tertentu.
e. Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan.
f. Solidaritas di antara individu-individu atau kelompokkelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama
dalam sistem sosial masyarakat.
Fungsi Stratifikasi Sosial :
1) Alat untuk mencapai tujuan.
2) Mengatur dan mengawasi interasksi
antar anggota dalam sebuah sistem
stratifikasi.
3) Stratifikasi sosial mempunyai fungsi
pemersatu.
4) Mengkategorikan manusia dalam
stratum yang berbeda.
 Status dan peranan adalah unsur yang baku dalam
sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
 Status adalah posisi yang didukuki seseorang dalam
suatu kelompok.
 Status objektif, yaitu status yang dimiliki
seseorang secara hierarkhis dalam struktur formal
suatu organisasi. Misal seorang Gubernur.
 Status subjektif, yaitu status yang dimiliki
seseorang merupakan hasil penilaian orang lain
terhadap diri seseorang dengan siapa ia
berkontak atau berhubungan.
Kriteria penentuan status subjektif adalah:
1)Kelahiran
2)Mutu pribadi
3)Pemilikan
4)Otoritas
Pelapisan dalam masyarakat dapat dilihat
berdasarkan kriteria sosial, politik dan ekonomi.
 Kriteria politik adalah pembedaan penduduk
atau warga masyarakat menurut pembagian
kekuasaan.
 Kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak atau
kemauan pemegang kekuasaan.
 Wewenang adalah kekuasaan yang ada pada diri
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat
pengakuan dari masyarakat. Kekuasaan yang
dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang
diakui oleh masyarakat disebabkan oleh rasa
takut, rasa cinta, kepercayaan, pemujaan.
 Munculnya
sistem
kekuasaan
kemudian
menimbulkan lapisan-lapisan kekuasaan yang
sering
disebut
“Piramida
Kekuasaan”.
 Menurut Max Iver terdapat tiga pola umum
“Piramida Kekuasaan” yaitu tipe kasta, tipe
oligarkhis, tipe demokratis.
 Tipe Kasta adalah sistem lapisan kekuasaan
dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku.
Susunan dari atas ke bawah adalah:
1) Raja.
2) Bangsawan.
3) Orang-orang yang bekerja di pemerintahan,
pegawai rendahan dan seterusnya.
4) Tukang-tukang, pelayan-pelayan.
5) Petani-petani, buruhan tani.
6) Budak-budak.
 Tipe Oligarkhis adalah sistem lapisan
kekuasaan dengan garis-garis pemisahan yang
tegas. Akan tetapi dasar pembedaan kelaskelas sosial ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat tersebut terutama dalam hal
kesempatan untuk naik lapisan sosial.
Susunan dari atas ke bawah sebagai berikut:
1) Raja (penguasa)
2) Bangsawan dari macam-macam tingkatan.
3) Pegawai tinggi (sipil dan militer).
4) Orang-orang
kaya,
pengusaha
dan
sebagainya.
5) Pengacara.
6) Tukang dan pedagang.
7) Buruh tani dan budak.
 Tipe Demokratis, adalah sistem pelapisan
kekuasaannya terdapat garis pemisah antara
lapisan yang sifatnya sangat mobil. Faktor
kelahiran tidak menentukan pelapisan tertentu
seseorang. Pada tipe ini lebih menekankan
pada kemampuan orang untuk menentukan
pelapisan sosial.
Pada lapisan sosial di lingkungan kraton (masa
feodal kerajaan), tidak digambarkan sebagai
pelapisan dari atas ke bawah tetapi sebagai
lingkaran kambium. Dimana raja merupakan
tokoh sentral yang penuh kekuasaan dan
mempunyai privelese (hak-hak istimewa).
 Pelapisan sosial berdasar kriteria ekonomi membedakan
penduduk atau warga masyarakat menurut jumlah dan sumber
pendapatan
 Sistem pelapisan yang berdasarkan kriteria ekonomi disebut
kelas sosial.
 Menurut Karl Marx ada dua macam kelas dalam setiap
masyarakat, yaitu kelas atas yang memiliki tanah atau alatalat produksi lainnya dan kelas bawah yaitu kelas yang tidak
memiliki alat-alat produksi kecuali tenaga yang disumbangkan
dalam proses produksi.
 Max Weber menyebutkan adanya kelas yang mendapat
kehormatan khusus dari masyarakat yang dinamakan stand.
 Joseph Schumpater menyebutkan bahwa sistem kelas
diperlukan untuk menyediakan masyarakat dengan keperluankeperluan yang nyata.
 Hasan Shadily menyebutkan bahwa kelas sosial adalah
golongan yang terbentuk karena adanya perbedaan
kedudukan tinggi dan rendah, dan karena adanya rasa
segolongan dalam kelas itu masing-masing sehingga kelas yang
satu dapat dibedakan dari kelas yang lain.
 Secara teoritis kelas-kelas ekonomi
masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Kelas Atas (Upper Class), terdiri atas:
a. Kelas atas lapisan atas.
b. Kelas atas lapisan menengah.
c. Kelas atas lapisan bawah.
2) Kelas Menengah (Middle Class), terdiri atas:
a. Kelas menengah lapisan atas.
b. Kelas menengah lapisan tengah.
c. Kelas menengah lapisan bawah.
3) Kelas Bawah (Lower Class):
a. Kelas bawah lapisan atas.
b. Kelas bawah lapisan tengah.
c. Kelas bawah lapisan bawah.
 Pelapisan sosial berdasarkan kriteria sosial,
model pelapisannya berhubungan dengan
prestise atau gengsi.
 Prestises atau gengsi pada masyarakat
feodal umumnya diukur dari garis
keturunan.
 Di Jawa masa kerajaan terdapat pelapisan
dari atas ke bawah yakni:
1) Raja (Sultan).
2) Kaum Bangsawan (Sentono Dalem).
3) Priyayi (Abdi Dalem tingkat tinggi)
4) Kawulo (wong cilik).
 Di Tanah Karo kedudukan pendiri desa (Marge Taneh) jauh lebih
tinggi daripada rakyat biasa (ginemgem) dan budak (derip).
 Di Timor ada kedudukan USIF (bangsawan) dan TOG (orangorang biasa).
 Di Inggris ada golongan NOBILITY (Bangsawan) dan dibawahnya
COMMONER (rakyat biasa).
 Pada Zaman Hindu warga masyarakat digolongkan ke dalam 4
tingkatan, yaitu:
1) Kasta Brahmana (ahli agama, pendeta).
2) Kasta Ksatria (golongan masyarakat bangsawan).
3) Kasta Waisya (golongan masyarakat biasa, pedagang,
petani).
4) Kasta Sudra (golongan masyarakat pekerja kasar).
 Pada sistem kasta yang disebut TRI WANGSA adalah
Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Sedang lapisan terakhir
disebut “jaba”.
 Ida (nama untuk Brahmana), Tjokorda, Dewa, Ngahan (nama
untuk Ksatria), Bagus, I Gusti, dan Gusti (nama untuk
Waisya), Pande, Kbon, Pasek (nama untuk orang Sudra).
Gelar-gelar tersebut di atas diwariskan secara patrilineal.
Konsekuensi perbedaan kedudukan dan peran sosial
dalam tindakan dan interakasi sosial :
a. Orang yang menduduki pelpisan sosial yang berbeda
akan memiliki kekuasaan, privelese dan prestise yang
berbeda pula. (Baik privelese ekonomi maupun
privelese budaya).
b. Kemungkinan timbulnya proses sosial yang disosiatif
berupa persaingan, kontravensi, maupun konflik.
c. Penyimpangan perilaku karena kegagalan atau
ketidakmampuan mencapai posisi tertentu. Kegagalan
itu dapat berupa alkoholisme, kejahatan, drug abuse,
prostitusi, korupsi, kenakalan reamaja dan sebagainya.
d. Konsentrasi elite status, yakni pemusatan kedudukankedudukan yang penting kepada orang-orang atau
segolongan orang tertentu. Akibat logisnya adalah
dimungkinkan
terjadinya
korupsi,
kolusi,
dan
nepotisme.
Anilisis Gordon Alport (1958) tentang parasangka atau
kecemburuan sosial akibat adanya pelapisan sosial yang
dikenal dengan beberapa pendekatan antara lain:
a. Pendekatan historis.
b. Pendekatan kepribadian (psikologis).
c. Pendekatan fenomenologis.
d. Pendekatan naïve.
e. Pendekatan sosiokultural dan situasional.
 Pendekatan
historis
didasarkan
atas
teori
pertentangan kelas, yaitu konflik antara kelas atas,
kelas menengah, dan kelas bawah. Pertentangan kelas
itu diwarnai oleh kondisi saling menyalahkan,
timbulnya prasangka dan kecemburuan sosial.
Contohnya prasangka orang kulit putih terhadap ras
negro, yang secara historis dipengaruhi oleh budaya
“Tuan” dan “Budak”.
 Pendekatan kepribadian (psikologis) menyatakan
bahwa prasangka dan kecemburuan sosial sosial
diakibatkan oleh keadaan frustasi yang mendorong
tindakan agresif. Menurut teori ini tindakan agresi,
prasangka, dan frustasi lebih ditentukan oleh tipe
kepribadian seseorang akibat proses sosialisasi
yang keliru terhadap lingkungan masyarakatnya.
 Pendekatan fenomenologis menyatakan bahwa
prasangka dan kecemburuan sosial dipengaruhi oleh
bagaimana individu memandang masyarakat dan
lingkungannya,
sehingga
persepsilah
yang
menyebabkan prasangka dan kecemburuan sosial.
Menurut teori ini terjadinya pelapisan sosial,
perbedaan kemampuan, dan tindakan individu
merupakan gejala-gejala yang bersifat fenomenal
atau bersifat umum.
 Pendekatan naïve lebih menyoroti objek
prasangka atau objek tindakan individu, dan
bukan menyoroti pelakunya/ individunya.
Bahwa yang menimbulkan prasangka adalah
individu itu sendiri yang berprasangka atas
perilaku tertentu. Contoh pada masa lalu
Pegawai Negri Sipil selalu disangka akan
hanya mendukung partai tertentu padahal
belum tentu benar.
 Pendekatan sosiokultural dan situasional
adalah pendekatan yang menyoroti tentang
kondisi dan situasi saat ini sebagai
penyebab
timbulnya
perilaku,
sikap,
prasangka, dan kecemburuan tertentu.
Faktor-faktornya bisa bervariasi, antara lain:
a. Mobilitas sosial, yang menyebabkan penurunan
status sosial sekelompok orang, kadang-kadang
melahirkan prasangka dan menyalahkan situasi
masyarakat.
b. Konflik antar kelompok. Disebabkan oleh
timbulnya
prasangka
dan
perilaku
non
integratif dari anggota-anggotanya.
c. Stigma perkotaan, bahwa timbulnya prasangka
dan ketidakpastian di kota disebabkan oleh
noda yang dilakukan sekelompok tertentu
TERIMA KASIH
Download