Media Internet dan Perilaku Shopping Addiction (Studi Deskriptif Media Internet dan Perilaku Shopping Addiction Di Surabaya) NOVIAN RIZKY PRATAMA POETRA ABSTRAK Saat ini banyak bermunculan toko-toko online yang mudah diakses dari internet maupun toko offline. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pemanfaatan internet apabila dikaitkan shopping addiction dengan cara mengambil sampel masyarakat di Surabaya. Penelitian dilakukan melalui survei dengan wawancara menggunakan kuesioner pada seseorang untuk mendapatkan data variabel karakteristik, intensitas penggunaan internet, peran dan manfaat internet dan shopping addiction. Dengan analisis deskriptif telah ditemukan bahwa sebagian besar yang mengalami shopping addiction adalah perempuan dengan tingkatan low compulsive buying dan medium compulsive buying. Sementara itu, lama penggunaan internet cenderung berkaitan dengan shopping addiction dan begitu juga variabel ketersediaan beragam jenis informasi di internet dapat memicu shopping addiction. Kata kunci: lama penggunaan internet, shopping addiction, ketersediaan informasi, compulsive buying Email: [email protected] ABSTRACT Currently many emerging online stores are easily accessible from the internet and offline stores. Therefore, this thesis a purpose to gain an overview of Internet use when linked shopping addiction by taking a sample of people in Surabaya. The research was conducted through interviews using a questionnaire survey to obtain data on one variable characteristics, intensity of use of the Internet, the role and benefits of the internet and shopping addiction. With descriptive analysis has found that most of the experience of shopping addiction are women with low levels of compulsive buying and compulsive buying medium. Meanwhile, the old tend to be associated with the use of internet shopping addiction and so is the variable availability of various types of information on the Internet can trigger shopping addiction. Keywords: long use of the internet, shopping addiction, availability of information, compulsive buying. 1 Pendahuluan Teknologi informasi memberikan kesempatan pada pemakai diseluruh dunia untuk berkomunikasi dan memakai bersama sumber daya informasi, sehingga banyak informasi yang up-to-date dapat diakses oleh orang-orang diseluruh dunia yang sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi informasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Sekarang ini sedang berkembang dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-business dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika. Berdasarkan situs dari Internet World Stats (2012), pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 55 juta orang pada 30 Juni 2012. Tingkat pertumbuhan penggunaan internet yang terjadi selama 12 tahun terakhir mencapai 22,1%. jauh melebihi data yang diambil pada tahun 2000, dimana dalam jumlahnya hanya 2 juta pengguna internet. Hal ini dapat menjadikan internet sebagai tumpuan bagi masyarakat Indonesia ke depan. Indonesia kini terbesar ke- 2 pasar dunia untuk Facebook dan ke- 3 terbesar untuk Twitter berdasarkan pengguna media internet tersebut, menurut perusahaan web beberapa penelitian. Meskipun Facebook tidak memiliki kantor di Indonesia, namun telah tumbuh secara signifikan di Indonesia, dimana penggunanya sekitar 51.096.860 orang. Budaya Indonesia tampaknya sangat reseptif terhadap sosialisasi secara online dalam bentuk sosial media. Seperti dikutip dari All Facebook, data statistik dari doubleclick ad planner by Google yang diperoleh bulan Juni 2012 menunjukkan bahwa situs Facebook secara global sudah dilihat sebanyak satu Triliyun kali dengan 870 juta Unique Visitors. Perilaku adiksi merupakan perilaku yang kompleks, dipengaruhi tidak hanya oleh gen tunggal tetapi oleh beberapa gen (disebut sebagai perilaku poligenetik), selain itu adiksi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya pengaruh hubungan interpersonal dan kemungkinan juga lingkungan fisik dan budaya. Suatu budaya yang terus berkembang merupakan salah satu budaya yang menampilkan perilaku adaptif adalah budaya berbelanja. Menurut Hyojkin (2003) budaya telah berkembang menjadi salah satu dorongan terkuat yang dapat membentuk individu dan masyarakat. Perilaku berbelanja shopping addiction atau compulsive buying merupakan sebutan bagi mereka yang mengalami shopaholic. Kegiatan berbelanja pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk beberapa orang, kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan, sebagai alat untuk mengatur emosi, cara untuk mengekspresikan atau membangun identitas diri. Namun, untuk beberapa yang lain kegiatan berbelanja yang tidak terkontrol justru memberikan dampak negative. Hal inilah yang dikatakan Koran (2006) sebagai compulsive shopping, additive buying, excessive buying, shopping addiction dan spendaholism. 2 Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan secara deskriptif bagaimana gambaran media internet dan kebutuhan informasi seseorang yang kecanduan dalam berbelanja (shopping addiction) di Surabaya. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran media internet dan kebutuhan informasi seseorang yang kecanduan dalam berbelanja (shopping addiction) di Surabaya? Konsep Media Internet dan Shopping Addiction Penggunaan internet Michael (2003) menyatakan bahwa perkembangan teknologi informasi ditinjau dari segi penggunaannya terdiri dari empat tahapan sebagai yaitu: 1. Era Komputerisasi. 2. Era Teknologi Informasi. 3. Era Sistem Informasi. 4. Era Globalisasi Informasi. Peran Internet Menurut Michael (2010) Peran internet dan ICT dalam pengembangan masyarakat dapat digambarkan dalam model arsitektur terbuka yang terdiri atas 4 determinan yang berbeda yaitu: 1. Struktur sosial, ekonomi dan politik. 2. Institusi yang memprakarsai sistem ICT 3. Perilaku strategis elit politik yang mendorong pemberlakuan sistem IT. 4. Kebijakan pemerintah. Manfaat Internet Quarterman dan Mitchell (2011) membagi kegunaan internet dibagi empat kategori manfaat, yaitu: 1. Internet sebagai media komunikasi 2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web) 3. Media untuk mencari informasi atau data 4. Fungsi komunitas, internet membentuk masyarakat baru yang beranggotakan para pengguna internet dari seluruh dunia. 3 Intensitas Internet The Graphic, Visualization & Usability Center, the Georgia Institute of Technology, menggolongkan pengguna internet menjadi tiga kategori: 1. Heavy users : pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan. 2. Medium users: pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam perbulan. 3. Light users : pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan. Tipe Pengguna Internet Lewis & lewis (1997) mengidentifikasi lima dari tipe pengguna internet: 1. Directed information seekers Adalah orang – orang yang mencari informasi yang tepat dan relevan pada topik dan kategori tertentu yang spesifik sesuai dengan tujuan sebelumnya. 2. Undirected information seekers Yaitu orang yang mengikuti keterkaitan yang acak dalam dunia internet, mengakses informasi yang baru, berbeda dan menarik. 3. Bargain hunter Yaitu orang yang mencari promosi, sampel dan hal – hal yang gratis di internet. Selain itu mencari diskon, gratisan atau free sample, mereka juga merupakan pengguna yang gemar men-download program gratis atau freeware. 4. Entertainment seekers Yaitu pengguna yang mencari sesuatu yang menyenangkan dari dunia hiburan online. 5. Direct buyers Adalah pembelanja dari dunia internet atau online, mereka mempunyai tujuan untuk membeli barang dan jasa atau membutuhkan informasi melalui internet, dan mereka berinternet untuk mendapatkan suatu produk, lebih sekedar dari browsing. Adiksi Marlatt dalam Thombs (2006) mendefinisi adiksi sebagai suatu pola perilaku yang dapat meningkatkan resiko penyakit dan masalah personal serta masalah sosial. Perilaku adiktif biasanya dialami secara subyektif “loss of control” dimana perilaku terus muncul meskipun telah adanya usaha untuk menghentikannya. Shopping Addiction Menurut Faber dan O’Guinn dalam Edward (1993) definisi dari shopping addiction atau compulsive buying adalah perilaku berbelanja yang kronis, berulang yang telah menjadi respon utama dalam suatu situasi atau perasaan negatif. Edwards (1993) digunakan untuk mengklasifikasikan konsumen berdasarkan tingkat kompulsivitas dalam berbelanja. Ada tiga tingkatan yaitu : Low (borderling) level Konsumen dengan tingkat berbelanja ini adalah seorang yang berada diantara menghibur diri dan menghamburkan uang. 4 Medium (compulsive) level Konsumen dengan tingkat berbelanja ini sebagian besar berbelanja untuk menghilangkan kecemasan. High (addicted) level Pada tingkatan ini juga seseorang yang berbelanja sebagaian besar untuk menghilangkan kecemasan, tetapi pada addicted level ini seseorang memiliki perilaku berbelanja yang ekstrim. Adapun penyebab Shopping Addiction menurut O’Connor (2005) adalah pengaruh sosial sangat mempengaruhi psikologis dan sikap berbelanja seseorang hingga membuat seseorang menjadi shopaholic. Compulsive buying biasanya memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, tingkat berkhayal yang tinggi dan tingkat depresi, kecemasan dan obsesi yang tinggi. Dalam Shopping addiction terdapat suatu siklus menurut Edward (1993) yang menjadi penyebab shopping addiction yaitu spending cycle. Tahapan spending cycle yaitu : Bermula dengan perasaan kekosongan dalam diri seseorang, self esteem (harga diri) yang rendah dan perasaan incompleteness (ketidaklengkapan). Lingkungan di sekitarnya yang memberikan sinyal bahwa apabila seseorang memiliki sesuatu maka orang tersebut menjadi penting, berharga, dan disukai. Sinyal ini datang dari keluarga, teman, teman kerja, media dan lainnya yang mempengaruhi seseorang. Seseorang akan berbelanja untuk mendapatkan perasaan sukses dan membagi cerita kepada lingkungan yang akan kagum pada dirinya. Ketika tagihan datang maka ia akan merasa tidak memiliki kekuatan lagi dan merasakan incompleteness. Sehingga akan berulang ke tahap awal. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin. Sumber data utama yang digunakan adalah keterangan responden. Responden yang diwawancarai adalah masyarakat di Surabaya. Adapaun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut dirancang dalam bentuk pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi data dari responden tentang aspek –aspek yang akan diteliti, dimana kuesioner yang digunakan adalah kuesioner semi terbuka yang jawabannya sudah tersusun rapi tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban. Sementara itu, Variabel penelitian yang digunakan adalah media Internet yang meliputi pemanfaatan media internet secara keseluruhan mencakup peran, manfaat fasilitas Intensitas penggunaan, dan Tipe pengguna internet. Variabel lain yang digunakan yaitu Shopping addiction yang diukur dengan tiga belas item pertanyaan dengan 5 skala likert. Disamping itu, digunakan variabel anteseden meliput jenis kelamin, usia, pekerjaan, status tempat tinggal, penghasilan perbulan, dan ID sosial media. 5 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Surabaya yang memiliki kriteria-kriteria tertentu yaitu: Masyarakat yang berdomisili di Surabaya yang berusia 18 tahun keatas, pernah mengakses internet, dan pernah berbelanja melalui internet. Adapun kriteria sampel yang diambil sebagai responden adalah; Masyarakat yang berdomisili di Surabaya, berusia 18 tahun keatas, pernah mengakses internet, pernah berbelanja melalui internet, dan pengguna media sosial (Facebook atau Twitter).Sampel diperoleh dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Kemudian, data yang diperoleh dengan kuesioner dientry ke format ms. excel, lalu diolah dengan program SPSS dengan instrumen frequency dan crosstab untuk memperoleh gambaran tentang kecenderungan jawaban responden dan keterkaitan antar variabel penelitian, kecuali perhitungan tingkatan compulsive buying diolah hanya dengan menggunakan ms.excel. Selanjutnya output SPSS dianalisis dengan melihat persentase atau frekuensi terbanyak dari pilahan jawaban responden, begitu juga dengan hasil penghitungan tingkatan compulsive buying dengan cara menjumlahkan nilai skor semua item masing-masing responden dibagi dengan jumlah item. Hasil dan Pembahasan Mayoritas responden yang di wawancarai adalah perempuan, dengan persentase (67%). Usia dari responden sebagian besar (18%) berusia diantara 18 sampai dengan 30 tahun. Sedangkan pekerjaan dari orang yang disurvei mayoritas bekerja sebagai mahasiswa (66%) dan pegawai swasta (22%), dimana sebagian besar mereka tinggal dengan orang tua (63%) dan di rumah sendiri (19%). Sementara itu, tingkat penghasilan per bulan dari responden, paling banyak (48%) berpengahasilan diantara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000, kemudian peringkat kedua (42 %) berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000. Berkaitan dengan aktifitas di media sosial, sebagian besar responden (48%) aktif di Twitter, lalu di Facebook (26%). Tempat yang biasanya dipakai untuk mengakses internet adalah di rumah (33%) dan di kantor (15%) dengan menggunakan media elektronik laptop/netbook/notebook (33%) dan handphone/smartphone (27%), dimana responden-responden tersebut sudah menggunakan media elektroniknya lebih dari 4 tahun (35%), lalu 2 tahun lama pemakaiannya (20%). Dalam hal mengakses internet tentang shopping, mayoritas orang responden (63%) menghabiskan waktu 1 sampai dengan 2 jam setiap kali akses, kemudian (21%) orang responden menghabiskan waktu 2 sampai dengan 3 jam setiap akses internet shopping, dimana fasilitas yang digunakan saat akses internet shopping kebanyakan adalah www (69%) dan e-mail (13%). Sedangkan sebagian besar orang responden (76%) memakai search engine google dan search engine bing (14%). Pada saat mencari informasi mengenai shopping di internet, mayoritas responden (38%) sering menggunakan media sosial Facebook dan 27% orang responden memanfaatkan media sosial Instagram, dimana alasan mengakses internet 6 untuk shopping menurut 52% orang responden karena banyak tersedia informasi lifestyle dan entertainment, serta menghilangkan kejenuhan dari aktifitas sehari-hari menurut 18% orang responden yang mengisi kuesioner. Disamping itu, akses internet shopping mempunyai kelebihan dalam hal ketersediaan banyak informasi yang dibutuhkan berdasarkan pilihan sebagian besar responden (49%), dan barang-barang ditawarkan lebih up-to-date (16%). Berkaitan dengan ketersediaan informasi, sebagian besar responden (50%) menyatakan bahwa informasi yang tersedia berbagai jenis dan informasi yang didapat lebih spesifik (26%) saat mencari barang di internet. Mayoritas responden yang di wawancarai adalah perempuan, dengan persentase (67%). Usia dari responden tersebut sebagian besar (18%) berusia diantara 18 sampai dengan 30 tahun. Sedangkan pekerjaan dari orang yang disurvei tersebut mayoritas bekerja sebagai mahasiswa (66%) dan pegawai swasta (22%), dimana sebagian besar mereka tinggal dengan orang tua (63%) dan di rumah sendiri (19%). Sementara itu, dilihat dari tingkat penghasilan per bulan dari responden, paling banyak (48%) berpengahasilan diantara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000, kemudian peringkat kedua (42 %) berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000. Berkaitan dengan aktifitas di media sosial, sebagian besar responden (48%) aktif di Twitter, lalu di Facebook dengan persentase pilihan responden sebanyak (26%). Tempat yang biasanya dipakai untuk mengakses internet adalah di rumah (33%) dan di kantor (15%) dengan menggunakan media elektronik laptop/netbook/notebook (33%) dan handphone/smartphone (27%), dimana responden-responden tersebut sudah menggunakan media elektroniknya lebih dari 4 tahun (35%), lalu 2 tahun lama pemakaiannya (20%). Dalam hal mengakses internet tentang shopping, mayoritas orang responden (63%) menghabiskan waktu 1 sampai dengan 2 jam setiap kali akses, kemudian (21%) orang responden menghabiskan waktu 2 sampai dengan 3 jam setiap akses internet shopping, dimana fasilitas yang digunakan saat akses internet shopping kebanyakan adalah www (69%) dan e-mail (13%). Sedangkan sebagian besar orang responden (76%) memakai search engine google dan search engine bing (14%). Pada saat mencari informasi mengenai shopping di internet, mayoritas responden (38%) sering menggunakan media sosial Facebook dan 27% orang responden memanfaatkan media sosial Instagram, dimana alasan mengakses internet untuk shopping menurut 52% orang responden karena banyak tersedia informasi lifestyle dan entertainment, serta menghilangkan kejenuhan dari aktifitas sehari-hari menurut 18% orang responden yang mengisi kuesioner. Disamping itu, akses internet shopping mempunyai kelebihan dalam hal ketersediaan banyak informasi yang dibutuhkan berdasarkan pilihan sebagian besar responden (49%), dan barang-barang ditawarkan lebih up-to-date (16%). Berkaitan dengan ketersediaan informasi, sebagian besar responden (50%) menyatakan bahwa informasi yang tersedia berbagai jenis dan informasi yang didapat lebih spesifik (26%) saat mencari barang di internet. Temuan gangguan shopping addiction pada responden yang di wawancarai sebagian besar berada pada tingkatan low compulsive buying dan medium compulsive buying. 7 Setelah melakukan crosstab variabel jenis kelamin dengan pengukuran compulsive buying, 24 berperilaku low compulsive buying, 8 laki-laki memiliki perilaku medium compulsive buying dan 1 laki-laki berperilaku high compulsive buying. 51 orang mempunyai perilaku low compulsive buying, 15 orang berperilaku medium compulsive buying. Temuan ini sesuai dengan pendapat Lorrin (2005) yang mengatakan bahwa lebih dari 90 persen penderita gangguan belanja kompulsif adalah wanita. Wanita cenderung lebih konsumtif karena bagi wanita membeli pakaian baru, sepatu, baju, perhiasan atau kosmetik baru adalah cara meningkatkan harga diri, penampilan dan kelas sosial di lingkungan. Lingkungan sekitarnya menurut Edward (1993) memberikan sinyal apabila seseorang memiliki sesuatu maka orang tersebut menjadi penting, dimana sinyal tersebut bisa datang dari keluarga, teman, teman kerja, media dan sebagainya yang mempengaruhi seseorang. Seseorang akan berbelanja untuk mendapatkan perasaan sukses dan berbagi cerita kepada lingkungannya. Perkembangan layanan internet memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan layanan untuk berbelanja, termasuk diantaranya layanan media sosial yang sedang booming saat ini, yaitu facebook, twitter dan instagram. Teknologi internet telah memberikan fasilitas kepada setiap orang yang menggunakannya untuk memanfaatkan berbagai jenis informasi kepada penggunanya. Selain karena akses internet yang mudah dan cepat, akses internet dapat dikatakan relatif murah. Berkenaan dengan informasi tentang barang-barang, saat ini sudah banyak tersedia toko-toko online dan toko-toko offline yang menyediakan beraneka ragam kebutuhan. Kelebihan dari toko online diantaranya dapat diakses setiap saat selama 24 jam sedangkan toko-toko offline tidak buka selama 24 jam. Keterkaitan beberapa variabel dengan tingkatan compulsive buying Keterkaitan usia dengan perilaku berbelanja berlebihan dari responden yang di survei kebanyakan dialami oleh orang berusia muda, dengan usia antara 20-30 tahun. Pada tabel crosstab diatas dapat dilihat kebanyakan responden usia tersebut tingkat compulsive buying-nya berada pada tingkatan low dan medium, bahkan ada high compulsive buying. Justifikasi dari temuan shopping addiction pada usia muda seperti siklus pengeluaran yang menjadi shopping addiction yang dikemukakan oleh Edward (1993) yaitu perasaan kekosongan dalam diri seseorang di usia muda, dan perasaan ketidaklengkapan. Keterkaitan gangguan perilaku berbelanja (shopping addiction) dengan profesi seseorang banyak dialami oleh responden yang berprofesi sebagai mahasiswa, meskipun masih pada tingkatan low compulsive buying dan medium compulsive buying. Temuan ini dapat dianalogikan dengan keterkaitan usia muda dengan gangguan perilaku berbelanja dengan penjelasan siklus pengeluaran yang menjadi penyebab shopping addiction yang dikemukan oleh Edward (1993). Apabila dilihat dari aspek pengeluaran perbulan, kebanyakan yang mengalami gangguan shopping addiction pada tingkatan low compulsive buying dan medium compulsive buying adalah responden yang mempunyai pendapatan Rp. 1.000.000 8 sampai dengan Rp. 5.000.000, Hal ini menunjukkan gangguan shopping addiction terjadi pada kelompok masyarakat kelas menengah. Hasil survei membuktikan keterkaitan tempat tinggal seseorang dengan tingkatan compulsive buying. Kebanyakan responden yang tinggal bersama orang tua mereka berada pada level low compulsive buying dan medium compulsive buying. Keterkaitan antara lama menggunakan internet dengan gangguan shopping addiction yaitu semakin lama seseorang telah menggunakan internet, semakin banyak yang mengalami gangguan shopping addiction pada tingkat low compulsive buying dan medium compulsive buying. Variabel lama setiap kali mengakses internet keterkaitannya relatif rendah dengan gangguan shopping addiction. Gangguan low compulsive buying dan medium compulsive buying banyak dialami oleh responden yang lama setiap kali aksesnya antara 1-2 jam. Teknologi internet yang menyediakan berbagai jenis informasi dapat merangsang seseorang untuk melakukan belanja kompulsif. Kebanyakan responden yang disurvei mengalami gangguan low compulsive dan medium compulsive. Hal ini mengindikasikan bahwa responden-responden tersebut adalah seseorang yang berbelanja untuk menghibur diri dan menghamburkan uang pada tingkatan low compulsive buying. Pada tingkatan medium compulsive buying, berarti responden tersebut sebagian besar berbelanja untuk menghilangkan kecemasan. Penutup Simpulan akhir dari penelitian ini adalah: responden banyak didominasi oleh perempuan, dimana usia rata-rata responden tersebut merupakan golongan usia muda dewasa berusia 20-30 tahun. Sebagian besar yang mengalami shopping addiction adalah perempuan pada tingkatan low compulsive buying dan medium compulsive buying. Variabel yang memiliki keterkaitan dengan shopping addiction adalah Lama penggunaan internet dan ketersediaan berbagai jenis informasi di internet. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada pembaca yang merasa mengalami shopping addiction sebaiknya mengkonsultasikan problem personal kepada psikolog, ulama/kyai agar mendapat siraman rohani yang bermanfaat. Internet sebaiknya digunakan bukan hanya untuk buang-buang waktu di dunia maya, akan tetapi juga digunakan untuk menjual barang secara online dan offline dengan memanfaatkan sosial media yang ada. Ketika mencari informasi tentang shopping berupa informasi big sale hendaknya menunggu momentum yang tepat, contohnya: menjelang ulang tahun Kota Surabaya atau yang dikenal dengan SSF (Surabaya Shopping Festival), moment menjelang hari raya keagamaan (Idul fitri, Imlek, Natal) dan menjelang akhir tahun. Penelitian tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki yang mengalami shopping addiction agar diketahui perbedaan perilaku adiktif berbelanja dari perempuan dan laki-laki. Kemudian untuk penelitian selanjutnya disarankan agar dalam penelitian kuantitatif dapat diperluas ke pendekatan eksplanatif 9 sehingga dapat diukur signifikansinya untuk mendapatkan informasi lebih dalam mengenai shopping addiction. DAFTAR PUSTAKA Edwards, A. Elizabeth. (1993). Develompent of A New Scale for Measuring Compulsive Buying Behavior. Financial Counseling and Planning, 4. Michigan: Michigan University Dept. Hyojkin,K, George,M.Z, Mevin,R.C. (2003). Diagnostic Screener for compulsive Buying. Application to the USA and South Korea: Journal of Consumer Affairs. Intili, Daniela. (2005). Reporter Berita dan Psikolog. MAPS. Ishadi SK. (1999). Disebut Sebagai Pertemuan 2C Yakni “Computer dan Communication. Koran, M. Lorrin; Faber, J. Ronald; Aboujaoude, Elias; Large, D. Michael; Serpe, T. Richard.(2006). Estimated Prevalence of Compulsive Buying Behavior in The United States. USA: The American Journal of Psychiatry. Lee, M. K. O. & Turban, E. (2001). A Trust Model for Consumer Internet Shopping. International Journal of Electronic Commerce. Levy, M & Weitz, B.A. (2007). Retailing Management. 6th edition. Chicago: Irwin Mc Graw Hill. Meak, Theresia. (2010). Pemanfaatan Internet Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Gigi. Surabaya : Universitas Airlangga O’Connor,K. (2005). Addicted to Shopping and Other Issues Women Have With Money. Oregon: Harvest House Publishers. Pavlou, P. A. (2003). Consumer Acceptance of Electronic Commerce-Integrating Trust and Risk With The Technology Acceptance Model. International Journal of Electronic Commerce. Sonja G. K. & Ewald A. K. (2003). Empirical Research In Online Trust: A Review And Critical Assessment. International Journal of Human-Computer Studies. Sunggiardi,S,Michael. (2010). Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaatan ICT Untuk Mendukung Pengembangan Masyarakat Global. Jakarta: Tim Ahli Pustekkom Depdiknas. Suyanto, Bagong & Sutinah (2011). Metode Penelitian Sosial, Berbagai Alternatif Pendekatan ed Revisi. Jakarta: Kencana Prenada. Thombs,D,L. (2006). Introduction to Addictive Behavior 3rd ed. London: The Guilford Press. 10 Tzy-Wen Tang, Ph.D. (2010). The Role of Trust in Customer Online Shopping Behavior: Perspective of Technology Acceptance Model. Taiwan: National Dong-Hwa University. www.checkfacebook.com diakses tanggal 2 Oktober 2011. www.dskon.com diakses 5 Oktober 2011. www.dskon.com/119-group-buying-tren-bisnis-internet-baru-di-indonesia/ diakses tanggal 8 Oktober 2011. www.google.com/doubleclick ad planner diakses tanggal 5 Oktober 2011. www.icsc.org/srch/rsrch/researchquarterly/current/rr2003103/crossshop.pdf diakses tanggal 6 Oktober 2011. www.informatika.lipi.go.id/perkembangan-teknologi-informasi-di-indonesia diakses tanggal 2 Oktober 2011. www.internetworldstats.com diakses tanggal 2 Oktober 2011. www.peele.net diakses tanggal 4 Oktober 2011. www.peele.net/lib/mistakennotions.html (Stanton Peele Fellow, Pusat Lindesmith New York City, 2000) diakses tanggal 4 oktober 2011. www.quarterman.com/jsq/articles diakses tanggal 6 Oktober 2011. www.socmed.sidomi.com diakses tanggal 5 Oktober 2011. 11