PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan KAMBING DI LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI ANGGA YUKA ALTA NASUTION FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan KAMBING DI LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI ANGGA YUKA ALTA NASUTION B04103156 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Insitut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Parasit Darah Pada Ternak Sapi Dan Kambing Di Lima Kecamatan, Kota Jambi Nama : Angga Yuka Alta Nasution NRP : B04103156 Menyetujui, Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS. Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB Tanggal Lulus: …/…/…… 1 ABSTRAK ANGGA YUKA ALTA NASUTION. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing Di Lima Kecamatan, Kota Jambi. Dibawah bimbingan Sri Utami Handajani Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat akut, namun terkadang dapat menyebabkan kematian pada ternak yang terinfeksi. Sapi dan kambing yang terinfeksi parasit darah dapat menderita anemia yang berdampak serius bagi ternak, sehingga akan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak akibat pertumbuhan terhambat, penurunan berat badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi. Parasit darah yang ditemukan di lima kecamatan di Kota Jambi adalah jenis Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.. Infeksi Babesia sp. ditemukan di Kecamatan Jelutung 1,365 %, Theileria sp. ditemukan di Kecamatan Telanaipura 2,882 %, dan Anaplasma sp. tertinggi ditemukan di Kecamatan Jambi Selatan 3,175 % dan ditemukan di Kecamatan Jelutung 0,455 %. Kata Kunci : Penyakit, parasit darah, sapi, kambing. 2 ABSTRACT ANGGA YUKA ALTA NASUTION. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing Di Lima Kecamatan, Kota Jambi. Under tuition Sri Utami Handajani Diseased caused by blood parasites generally acute, and could caused death in infection herds. Infected goats and cow could had anemia and seriously affected to the herds, which could cause economic lost to the farmers because of growth persued, decreased of body weight, work energy and reproduction abilty. Parasites found in five Jambi’s districts were Babesia sp. Theileria sp., and Anaplasma sp.. Babesia sp. infections were found at Jelutung for 1,365 %, Theileria sp., were found at Telanaipura for 2,882 %, Anaplasma sp., were found most at South Jambi for 3,175 % and at Jelutung for 0,455 %. Keyword : Disease, blood parasite, cow, goat. 3 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jambi tanggal 29 April 1986 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara pasangan bapak Ir. H. Tagor Mulia Nasution, MM. dan ibu Hj. Nurul Alfiya, SE. Pendidikan SD ditempuh di SD Negeri 2 Jambi dan lulus tahun 1997. Pendidikan SMP ditempuh di SLTP Negeri 7 Jambi dan lulus tahun 2000. Kemudian dilanjutkan di SMU Negeri 5 Jambi dan SMU Negeri 10 Bandung dan lulus tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi (Himpro) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik dan Pengurus Himpro Satwa Liar 2004/2005 serta Wakil Ketua Himpro Satwa Liar masa jabatan 2005/2006, anggota Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI). 4 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan KAMBING DI LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI”. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1 Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handajani, MS. yang telah dengan sabar mencurahkan waktu dan pikiran dalam membimbing untuk penelitian skripsi ini. 2 Ibu Dr. Drh. Ita Djuwita, MPhil. Sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah yang telah memberikan bimbingan selama penulis melaksanakan studi. 3. Bapak drh. Kurnia Achjadi yang telah memberikan waktu, pikiran dan bimbingan selama penulis melaksanakan studi. 4 Dinas Peternakan Provinsi Jambi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Provinsi Jambi serta seluruh staff yang telah membantu. 5 Dinas Pertanian Subdinas Peternakan Kota Jambi dan seluruh pihak yang telah membantu selama proses pengambilan sampel. 6 Orang tua tercinta, bapak Ir. H. Tagor Mulia Nasution, MM. dan ibu Hj. Nurul Alfiya, SE., adik-adikku (Bram Satria Alta Nasution, Cahya Tri Prakasa Alta Nasution), eyang, Opung mbak gita dan Keluarga Besar di Jambi yang telah memberi dukungan, semangat, mendoakan, memperhatikan, dan menyayangi selama ini. 7 Seluruh Staf dan Keluarga Besar Bagian Protozoologi FKH IPB atas semua bantuan yang diberikan. 8 Sahabat-sahabatku Aziz, Brian, Putu, Reza, Umar yang telah memberikan kenangan selama 4 tahun, Togu, Riki, Indah, Nita, Nandi, Aisy, Vita, Adang, 5 theo, madhu, winny yang telah mewarnai hari-hari penulis. Serta temanteman FKH Gymnolaemata 40. 9 Keluarga Besar Himpunan Minat Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 10 Sri Wahyuni yang telah memberikan dukungan dan semangat penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk menjadikan skripsi ini lebih sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita semua dan menjadikan skripsi ini bermanfaat semaksimal mungkin. Bogor, Februari 2008 Penulis 6 DAFTAR ISI Halaman Abstrak................................................................................................ i Abstract............................................................................................... ii Riwayat Hidup.................................................................................... iii Kata Pengantar.................................................................................... iv Daftar Isi............................................................................................. vi Daftar Tabel........................................................................................ viii Daftar Gambar.................................................................................... ix Daftar Lampiran.................................................................................. x 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................. 1 1.2 Tujuan.............................................................................. 2 1.3 Manfaat............................................................................ 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Daerah......................................................... 3 2.1.1 Geografi............................................................. 3 2.1.2 Iklim.................................................................. 3 2.2 Babesia sp........................................................................ 4 2.3 Theileria sp...................................................................... 7 2.4 Anaplasma sp................................................................... 11 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................... 13 3.2 Alat dan Bahan................................................................ 13 3.3 Metode Penelitian............................................................ 13 7 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil................................................................................. 14 4.2 Pembahasan...................................................................... 16 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan…………………………....………………... 23 5.2 Saran……………………………………………………. 23 DAFTAR PUSTAKA………………………………….……….....… 24 8 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1 Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi (n=53 ekor).. 14 2 Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) sapi dengan umur yang berbeda (n=53 ekor).……….………… 16 3 Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) kambing dengan umur yang berbeda (n=25 ekor)....................... 16 9 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1 Bentuk-bentuk Babesia sp…………………………………… 4 2 Siklus hidup Babesia sp. …….......……..…………………… 5 3 Bentuk-bentuk Theileria sp………………………………….. 8 4 Diagram daur hidup Theileria sp……………......................... 9 5 Anaplasma marginale.............................................................. 12 6 Sapi berumur kurang dari 1 tahun Di Kecamatan Jambi Selatan………...………..........................................…...…….. 15 7 Kambing berumur 1 tahun Di Kecamatan Jambi Timur .......... 15 8 Babesia sp................................................................................ 18 9 Sapi berumur 1-2 tahun Di Kecamatan Kota Baru.................. 18 10 Anaplasma sp........................................................................... 20 11 Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Lebih dari 2 tahun Di 12 Kecamatan Jelutung.................................................................. 20 Theileria sp............................................................................... 21 10 DAFTAR LAMPIRAN No Teks 1 Data jumlah ternak di Kota Jambi Tahun 2005 dan 2006... 2 Data jumlah ternak berdasarkan umur di Kota Jambi Halaman 28 Tahun 2005 dan 2006…………………………………..... 29 3 Jenis parasit berdasarkan umur…………........………...... 30 4 Grafik Rata – Rata Suhu Udara Maksimum Dan Minimum 5 Tahun 2006......................................................................... 31 Peta Provinsi Jambi……………………………………….. 32 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan subsektor peternakan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang penting untuk menunjang pembangunan di sektor pertanian yang menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Dalam usaha pengembangan peternakan, pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan populasi, mutu maupun diversifikasi ternak yang dipelihara oleh masyarakat peternak. Usaha ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas sesuai dengan selera dan daya beli masyarakat di Indonesia. Kebutuhan akan protein hewani pada saat ini sangat penting dalam meningkatkan mutu gizi dan kecerdasan anak bangsa. Sapi, kerbau dan kambing merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh peternak di wilayah kota Jambi. Pemilihan ternak ini berdasarkan alasan para peternak karena jenis ternak ini mudah dipelihara dan pakan yang dibutuhkan mudah didapatkan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus. Konsumsi daging di Kota Jambi tahun 2005 adalah sebesar 9.393,5 ton. Bila dibandingkan dengan konsumsi daging pada tahun 2004 sebanyak 9.349,3 ton, berarti peningkatan sebesar 0,5 %. Pada tahun 2004 konsumsi perkapita pertahun sebesar 22,3 Kg/Kap/Th sedangkan pada tahun 2005 konsumsi perkapita pertahun sebesar 21,9 Kg/Kap/Th. Konsumsi perkapita daging di Kota Jambi pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 1,8 % jika dibandingkan pada tahun 2004. Kejadian penyakit pada ternak sapi dan kambing yang disebabkan oleh parasit yang terjadi di lima kecamatan di kota Jambi pada tahun 2005 mengalami penurunan rata-rata 80% jika dibandingkan pada tahun 2004. Kejadian penyakit yang terjadi pada tahun 2004 sebanyak 107 kasus sedangkan pada tahun 2005 hanya terdapat 26 kasus. Penurunan yang terjadi merupakan usaha bersama antara pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Sub Dinas Peternakan kota Jambi dan pihak masyarakat dalam hal ini peternak. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan merupakan program pengamanan lingkungan budidaya ternak/hewan di Kota Jambi yang keberhasilanya ditentukan dari hasil program 12 yang dilakukan tiap tahun. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai situasi penyakit pada suatu daerah, sehingga dapat diambil tindakan untuk menekan mortalitas dan morbiditas pada hewan/ternak. Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat kronis, namun terkadang dapat juga bersifat akut dan menyebabkan kematian pada ternak yang terinfeksi parasit dalam jumlah banyak secara sekaligus. Sapi dan kambing yang terinfeksi Babesia sp., Theileria sp., Anaplasma sp., dapat menyebabkan hewan kekurangan darah, dan menyebabkan anemia yang berdampak serius bagi ternak, sehingga akan menyebabkan kerugian bagi peternak akibat pertumbuhan terhambat, penurunan berat badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi. Penyebaran parasit ini sangat tergantung dari banyaknya populasi caplak di daerah tersebut yang menjadi vektor dari penyebaran parasit (Soulsby, 1982) dan dipengaruhi pula oleh kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya dan sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo, 1987). Penyakit parasiter paling dominan pada sapi dan kambing adalah Anaplasmosis, Babesiosis, dan Theileriosis sedangkan Sura muncul secara sporadis di Kabupaten lain (Dinas Peternakan Provinsi Jambi, 2005). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi parasit darah yang dominan menginfeksi hewan ternak sapi dan kambing di lima kecamatan di Kota Jambi. 1.3 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data awal untuk penelitian lebih lanjut dalam survailence infeksi parasit darah pada hewan ternak sapi dan kambing di lima kecamatan di Kota Jambi, sehingga dapat ditindaklanjuti baik dari segi pencegahan maupun penanggulangannya. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Daerah 2.1.1. Geografi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0º 45’ sampai 2º 45’ Lintang Selatan dan antara 101º 10’ sampai dengan 104º 55’ Bujur Timur dan sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah provinsi Jambi 53.435 km² terdiri dari 9 kabupaten dan 1 (satu) kota dengan jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 2.568.598 jiwa atau sekitar 2.155 jiwa/km² ( Badan Pusat Statistik, 2003). 2.1.2 Iklim a. Temperatur Kota Jambi berada pada wilayah dataran dengan ketinggian 22 – 24 meter dari permukaan laut, memiliki temperatur udara rata – rata 26,5º C dengan kisaran antara 25º C - 28º C. Sedangkan temperatur maksimum 32,8 º C dan temperatur minimum 22,3 ºC ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005). b. Kelembaban udara Rata – rata kelembaban udara sekitar 77 – 89 % dan akan semakin tinggi pada daerah yang lebih tinggi ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005). c. Curah hujan Pada bulan Agustus 2006 curah hujan di wilayah Kota Jambi mengalami penurunan dengan rata – rata 43,7 mm3( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005). 14 2.2 Babesia sp. Klasifikasi Phylum III : Apicomplexa Subclass : Piroplasmia Ordo : Piroplasmida Family : Babesiidae Genus : Babesia Spesies : Babesia sp. (Levine 1970) Babesia sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis. Klasifikasi parasit ini menurut Levine (1970), termasuk dalam subfilum Apicomplexa, kelas piroplasma dan famili babesiidae. Jenis Babesia sp. yang menginfeksi sapi adalah Babesia bigemina, Babesia bovis, Babesia divergens, Babesia argentina, Babesia major. Babesia sp. dapat menyebabkan penyakit yang serius pada sapi, yaitu penyakit Cattle Tick Fever, Texas Fever, Red Water Fever, Piroplasmosis (Soulsby, 1982). Babesia sp. yang biasanya menginfeksi sapi-sapi yang ada di Indonesia adalah Babesia bigemina dan Babesia bovis. Morfologi Menurut Levine (1970), merozoit dalam eritrosit berbentuk bundar, atau tidak teratur. Pada Babesia bovis ditemukan bentuk ”cincin - signet” bervakuol, yang mempunyai merozoit-merozoit berukuran kira – kira 1,5 – 2,4 µm dan terletak di bagian tengah eritrosit. Sedangakan Babesia bigemina dalam eritrosit berbentuk piriform, bulat, oval atau tidak teratur. Merozoit yang piriform ditemukan secara khas berpasang – pasangan dan berbentuk bulat dengan diameter 2 – 3 µm panjang 4 – 5 µm. Gambar 1. Bentuk-bentuk Babesia sp. (Soulsby, 1982) 15 Siklus hidup Merozoit Babesia sp. terdapat dalam eritrosit sapi, parasit bekembang biak dengan cara membelah diri. Pada beberapa spesies dibentuk dua merozoit yang keluar dari eritrosit baru, sedangkan pada yang lain terbentuk tetrat yang terdiri dari 4 merozoit. Caplak Kelenjar ludah Sapi Ovarium/telur Darah Hemolim Gambar 2. Siklus hidup Babesia sp. (Levine, 1992). Keterangan Gambar : Sp : Sporozoit, Tr : Tropozoit, Mz : Merozoit, Gm : Gamet, Rb : , Fusion : Penggabungan, Zg : Zigot, Ki : Kinet, Sb : Sporoblas. Hewan yang terinfeksi Babesia sp. dengan jumlah besar dan sekaligus, dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. Sedangkan hewan yang terinfeksi Babesia sp. dalam jumlah sedikit dan secara bertahap, maka hewan akan memiliki kekebalan terhadap parasit ini. Menurut Soulsby (1982) Babesia sp. ditularkan oleh caplak yaitu, Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp.. Setelah caplak menghisap darah yang mengandung eritrosit yang berisi gametosit Babesia sp. dari sapi maka terjadi perkembangan di dalam usus caplak betina kemudian parasit masuk ke dalam saluran reproduksi caplak dan menginfeksi telur. Kemudian telur caplak menetas, keluar larva yang kemudian berkembang menjadi caplak dewasa. Parasit berkembang di dalam tubuah caplak 16 dan akhirnya masuk ke dalam sel kelenjar ludah caplak dalam bentuk sporozoit (Levine, 1992). Proses perkembangbiakan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine, 1961). Parasit stadium sporozoit masuk kedalam tubuh sapi melaui gigitan caplak, sporozoit berkembang menjadi tropozoit, tropozoit terjadi pembelahan dan berkembang menjadi merozoit. Kemudian merozoit berubah menjadi gametosit Beberapa jenis Babesia (Levine, 1992), a. Babesia bigemina Merupakan penyebab demam Texas pada sapi. Merozoit yang berbeda di dalam sel darah merah berbentuk seperti buah pir, bulat, seperti telur, atau bentuk tidak beraturan. Jenis parasit ini mempunyai ukuran yang relatif besar, merozoit berbentuk buah pir panjangnya 4 – 5 µm dan ruang bulat seperti inti berdiameter 2 – 3 µm. Caplak yang bertindak sebagai vektor parasit ini adalah Boophilus annulatus di wilayah Amerika Utara. b. Babesia bovis Merupakan parasit yang menyebabkan piroplasmosis atau babesiosis pada sapi di Eropa,Uni Soviet, dan Afrika. B. bovis mempunyai ukuran lebih kecil dari B. bigemina, merozoitnya panjang sekitar 2,4 µm. Jenis caplak yang menjadi vektor dari parasit ini adalah Ixodes persulcatus di Uni Soviet dan Boophilus calcaratus dan Rhipicephalus bursa di Eropa. c. Babesia barbera Merupakan sinonim dari B. Bovis terdapat di daerah yang sama dengan B. bovis dan mempunyai struktur dan vektor yang sama dengan B. bovis. d. Babesia divergens Merupakan penyebab babesiosis pada sapi di Eropa. Merozoitnya hanya mempunyai panjang sekitar 1,5 µm, dan sudut diantara merozoitnya tumpul. Jenis caplak yang menjadi vektor untuk parasit jenis ini adalah Ixodes ricinus. e. Babesia argentina Mempunyai morfologi yang hampir sama dengan B. bovis tetapi terdapat pada sapi di Amerika Selatan, Tengah, dan Australia. Caplak yang menjadi vektornya adalah Boophilus spp. Kemungkinan B. argentina lebih patogen daripada B.bigemina 17 f. Babesia motasi Merupakan bentuk yang besar (panjang 4 - 2,5 µm) yang menyebabkan penyakit pada domba dan kambing di Eropa, Timur Tengah, Uni soviet, Indocina, Afrika dan sebagainya. Vektornya adalah caplak Rhipicephalus, Haemaphysalis, dan Dermacentor. g. Babesia ovis Merupakan bentuk yang kecil, mempunyai panjang sekitar 1,0 – 2,5 µm yang menyebabkan penyakit pada domba dan kambing di Eropa, Uni Soviet, Timur Tengah, dan seluruh daerah tropis. Caplak yang menjadi vektornya adalah Rhipicephalus bursa dan ixodes persulcatus. 2.3 Theileria sp. Klasifikasi Phylum III : Apicomplexa Subclass : Piroplasmia Ordo : Piroplasmida Family : Theileriidae Genus : Theileria Spesies : Theileria sp. (Levine 1970) Theileria sp. menurut derajat patogenitasnya dibagi atas Theileria sp. yang patogen dan Theleria sp. yang non patogen. Jenis Theleria sp. yang patogen pada sapi adalah Theileria annulata, Theileria bovis, Theileria laurenct dan Theileria parva, penyebab penyakit east coast fever, mediterran theileriosis, corridor disease atau rhodensian red water disease. Sedangakan jenis Theileria sp. yang bersifat non patogen adalah Theileria mutan, Theileria buffeli, Theileria sergenti dan Theileria orientalis (Levine, 1992). Morfologi Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria sp. dalam eritrosit yang paling menonjol adalah bentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira 1,5 – 2,0 X 0,5 – 1,0 µm. Bentuk lain yang umumnya dijumpai pada eritrosit adalah bundar, oval dan dapat juga berbentuk koma. 18 Gambar 3. Bentuk-bentuk Theileria sp. (Soulsby, 1982) Siklus hidup Daur hidup Theileria sp. terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang. Mekanisme perkembangan di tubuh caplak Boophilus sp. (Levine, 1992) dimulai sejak larva menghisap darah inang yang berparasit dan ditemukan sporozoit di dalam kelenjar ludah nimfe atau pada caplak dewasa. Mekanisme infeksi di tubuh inang dimulai dari masuknya sporozoit yang dilepaskan oleh caplak dari kelenjar ludah caplak ketika menggigit tubuh inang. Kemudian di dalam eritrosit inang ditemukan piroplasma. Infeksi Theileria sp. pada larva caplak dimulai dari adanya perubahan bentuk piroplasma menjadi mikrogamon, mikrogamet, zigot, dan kinet di dalam usus caplak dan kemudian ditemukan sporozoit dalam kelanjar ludahnya. Caplak yang telah kenyang menghisap darah inang yang terinfeksi akan jatuh ke tanah. Bentuk Theileria sp. yaitu ada yang berbentuk bundar, koma, dan berbentuk kumparan dengan ukuran 0,5 – 1 µm. Di dalam tubuh caplak paada selang waktu 24 sampai 48 jam, merozoit mengalami perubahan bentuk menjadi cincin yang berukuran 1 – 2 µm, dengan sitoplasma bersifat basofilik. Dalam waktu 48 sampai 72 jam bentuk cincin berubah bentuk menjadi makrogamet, yang berbentuk bundar dan lonjong, berukuran 3 sampai 4 µm dengan inti bersifat eosinofilik dan sitoplasma bersifat basofilik. Makrogamet juga mengalami perubahan bentuk menjadi mikrogamet, berbentuk seperti kumparan yang berukuran panjang 5 µm. 19 sporogoni skizogoni gamogoni Gambar 4. Diagram daur hidup Theileria sp. (Mehlhorn and Schein, 1984) Pada inang (1-6) dan vektor (7–17).1. sporozoit yang dilepas dari kelenjar ludah caplak, 2. skizon (koch’s blue bodies) di dalam limfosit (N = Nukleus), 3. merozoit, 4–5. membelah diri dalam eritrosit, 7a-b. Piroplasma dalam usus caplak, 8-10. pembentukan mikrogamon (9) dan mikrogamet (10), 11. makrogamet, 12. zigot, 13-15. pembentukan kinet, 15b. Pada Theileria parva pembelahan inti terjadi sebelum kinet meninggalkan sel usus caplak, 16. kinet memasuki sel kelenjar ludah, 17. pembesaran sel kelenjar ludah dan intinya, dan intinya dan di dalamnya ditemukan ribuan sporozoit (Mehlhorn and Schein, 1984). Tiga sampai lima hari setelah infeksi, di dalam usus nimpa akan ditemukan zigot yang berbentuk bundar lonjong berukuran 4 sampai 5 µm dengan sitoplasma berwarna biru terang. Hari ke-6 setelah infeksi, jumlah zigot dalam usus akan mulai berkurang dan hari ke-8 zigot hilang dari dalam usus. Hari ke-9 di dalam epitel usus nimpa akan ditemukan Theileria sp. dengan ukuran 4 sampai 5 µm dan sitoplasmanya berwarna biru gelap. Pada hari ke-13, Theileria sp. membentuk kelompok seperti koloni bakteri pada sitoplasma epitel usus. Ookinet 20 akan terbentuk setelah terlihat bentuk zigot, dan pada hari ke-50 sporozoit ditemukan pada kelenjar ludah caplak (Fujisaki and Kamio, 1988). Setelah caplak menginfeksi inang sporozoit dilepaskan dengan proses yang pasif melalui kelenjar ludah (Shaw, 1999), sporozoit langsung menginfeksi leukosit (Morisson et al., 1995), sporozoit yang masuk ke dalam inang tergantung dari sel aktin cytoskeleton (Shaw, 1999). Kemudian di dalam limfosit, sporozoit membesar dan intinya membelah berulang-ulang sehingga membentuk skizon dengan banyak inti yang disebut makroskizon agamon (= koch’s blue bodies) (Soulsby, 1982). Makroskizon ini akan melekat pada mikrotubuli sel limfosit dan membelah terus dengan proses mitosis. Selama memperbanyak diri, makroskizon akan melepaskan makromerozoit untuk menginfeksi monosit, sehingga makromerozoit akan berubah menjadi makroskizon baru yang akan menyebar ke seluruh tubuh. Setelah itu dalam waktu 2 minggu sejak makroskizon membelah dengan proses mitosis, maka akan ditemukan mikroskizon yang akan menghasilkan mikromerozoit di dalam monosit. Mikromerozoit akan langsung menginfeksi eritrosit dan akan berubah bentuk menjadi piroplasma yang akan menulari caplak (Preston, 1992). Beberapa jenis Theileria (Levine, 1992), a. Theileria parva Merupakan penyebab demam pantai timur pada sapi di Afrika. Merozoit di dalam sel darah merah lebih banyak berbentuk tongkat dan mempunyai panjang sekitar 1,5 – 2,0 µm. Bentuk memperbanyak diri terdapat dalam limfosit dan terkadang pada sel endotel, terutama pada bungkul – bungkul limfe dan limpa. Parasit ini mempunyai ukuran diameter kurang lebih 8 µm. Karena warnanya biru dengan pewarnaan giemsa, mereka dikenal sebagai badan biru dari Koch. Vektor yang paling penting adalah Rhipicephalus appendiculatus, tetapi Rhipicephalus jenis lain dan Hyalomma dapat menularkan parasit ini. b.Theileria annulata Menyebabkan theileriosis tropis atau Demam Pantai Mediteranian pada sapi di Afrika sebelah selatan, Uni Soviet sebelah selatan, dan Asia. Frekuensi kematian yang disebabkan parasit ini lebih rendah jika dibandingkan dengan T. parva. Jenis 21 parasit ini juga mempunyai meron (badan Koch) di dalam limfosit pada limpa dan bungkul limfe, mereka mirip dengan meron T. parva. Siklus hidup T. annulata mirip dengan T. parva dan vektornya berbagai caplak jenis Hyalomma. c. Theleria mutans Parasit ini terdapat pada sapi di seluruh wilayah Afrika, sebagian besar Asia dan beberapa bagian Uni Soviet dan Eropa sebelah selatan. Parasit ini pernah ditemukan dua kali di AS. Parasit ini mirip dengan T. parva tetapi tidak patogen. Parasit ini ditularkan oleh caplak Rhipicephalus sp.. 2.4 Anaplasma sp. Klasifikasi Subclass : Riketsiaeia Ordo : Riketsiaeida Famili : Riketsiae Genus : Anaplasma Spesies : Anaplasma sp. (levine, 1970) Anaplasmosis merupakan penyakit infeksius yang ditularkan pada hewan ternak yang ditandai dengan anemia. Cara penularanya melalui vektor yaitu caplak Boophilus microplus. Infeksi Anaplasma sp. biasanya dapat bersamaan dengan infeksi Babesia sp.. Anaplasma sp. telah lama digolongkan kedalam protozoa, yang menyebabkan Tick-Borne Disease, tapi saat ini secara taksonomi Anaplasma sp. telah digolongkan ke dalam Rickettsia (Seddon 1966). Gejala klinis yang tidak jelas pada sapi , kurang dari 1 tahun, dan kejadian fatal, per akut pada sapi lebih dari 3 tahun, gejala klinis yang dapat ditemukan antara lain pyrexia, anemia, jaundice, anoreksia, nafas cepat, penurunan produksi susu, abortus. Anaplasma marginale yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit High fever, Anemia, Bilirubinemia, Bilirubinuria lebih patogen dibandingkan dengan Anaplasma centrale, beberapa hewan yang dapat menjadi induk semang dari Anaplasma sp. kerbau, antelops, Elk, bison, unta, biri-biri, kambing (Astyawati, 2005). 22 Morfologi Anaplasma sp. berukuran kecil dan berbentuk bulat seperti bola mempunyai diameter 0,5 μm dan berukuran 1-2 μm terletak di pinggir atau di tengah eritrosit dalam satu eritrosit biasanya terdapat satu Anaplasma sp., tetapi jika sudah dalam infeksi tingkat tinggi bisa mencapai empat Anaplasma sp. dalam satu eritrosit (Seddon, 1966). Siklus hidup Anaplasma sp. relatif dalam bentuk yang non-patogen (Seddon, 1966), infeksi Anaplasma sp. secara murni jarang terjadi, biasanya infeksi Anaplasma sp. akan berasamaan dengan Babesia sp. dan atau Theileria sp.. Anaplasma sp. mempunyai masa inkubasi yang sama dengan Theileria sp.. Anaplasma sp. ini diperkirakan memperbanyak diri dalam eritrosit dengan cara pembelahan ganda dengan pembentukan 8 badan-badan kecil “initial bodies” yang bulat (Tampubolon, 2004). Beberapa Jenis Anaplasma (Ashadi, 1992), a. Anaplasma centrale, Jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tengah eritrosit. b. Anaplasma marginale, jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tepi atau pinggir dinding eritrosit. Gambar 5. Anaplasma marginale (Anonimus 2001) 23 BAB III MATERI dan METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2006. Pengambilan sampel dilakukan di kecamatan Telanaipura, kecamatan Jambi Timur, kecamatan Jambi Selatan, kecamatan Kota Baru, dan kecamatan Jelutung di Kota Jambi. 3.2 Alat dan Bahan Mikroskop cahaya, objek glass, metanol, mikroskop, aquades, alkohol, alat suntik (spuit) 1 ml dan 3 ml, larutan pewarna (giemsa). 3.3 Metode Penelitian Metode pengamatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode tidak langsung yaitu menggunakan preparat ulas darah. Cara pembuatan preparat ulas darah : 1. Pengambilan darah dilakukan melalui vena auricularis di telinga. 2. Dibuat preparat ulas darah 3. Setelah kering kemudian difiksasi dengan metanol selama 10-15 menit. 4. Preparat yang telah kering diletakkan di rak pewarnaan, lalu preparat diwarnai dengan Giemsa, dan didiamkan selama 30 menit sampai 1 jam. 5. Kemudian preparat dibilas dengan aquades lalu dikeringkan. 6. Preparat siap untuk diamati di bawah mikroskop. 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Persentase kejadian infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi (n=53 ekor). Populasi Populasi KECAMATAN sapi kambing (ekor) (ekor) Jumlah Jumlah sampel sampel Sapi Kambing (ekor) (ekor) Persentase Persentase Parasit Parasit (%) T O T A L 0 7,817 Pada Pada Sapi Kambing (%) Theileria Anaplasma Babesia sp. sp. sp. Telanaipura 216 1909 15 - 2,882 - - Jambi Timur 82 939 - 17 - - - Jambi Selatan 238 900 15 - - 3,175 - Kota Baru 415 4543 12 4 - - - Jelutung 55 401 11 4 - 0,455 1,365 1006 8692 53 25 2,822 3,630 1,365 Total Persentase kejadian kasus parasit darah di lima Wilayah Kecamatan di Kota Jambi adalah 7,817 %, dimana kebanyakan parasit darah yang ditemukan terdapat pada hewan sapi, sedangkan pada kambing yang diambil sebagai sampel tidak ditemukan adanya parasit darah. Parasit yang ditemukan pada sapi-sapi tersebut adalah Anaplasma sp., Babesia sp. dan Theileria sp.. Hewan yang terinfeksi Anaplasma sp. sebesar 3,630 % dari populasi sapi yang ada di lima 25 kecamatan di Kota Jambi, persentase paling tinggi ditemukan di kecamatan Jambi Selatan yaitu sebesar 3,175 % dan di Kecamatan Jelutung sebesar 0,455 %. Jumlah sapi yang terinfeksi Theileria sp. sebesar 2,822 % ditemukan di kecamatan Telanaipura. Jumlah infeksi Babesia sp. sebesar 1,365 % dan hanya ditemukan pada Kecamatan Jelutung. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi Anaplasma sp. terbanyak terlihat pada ternak yang berumur produktif (dewasa), hal ini dapat terlihat pada tabel 2. infeksi parasit darah tertinggi pada umur 1-2 tahun. Pada umur 1-2 tahun, infeksi Anaplasma sp. sebesar 0,154 %, Babesia sp. sebesar 0,116 % dan infeksi Theileria sp. sebesar 0,116 %. Infeksi parasit darah tidak ditemukan pada sapi yang berumur kurang dari 1 tahun dan lebih dari 2 tahun. Gambar 6. Sapi berumur kurang dari 1 tahun Di Kecamatan Jambi Selatan Gambar 7. Kambing berumur 1 tahun Di Kecamatan Jambi Timur 26 Tabel 2. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) sapi dengan umur yang berbeda (n=53 ekor) Umur Sapi Jumlah Persentase Parasit (%) (Ekor) Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp. < 1 tahun 7 - - - 1-2 tahun 37 0,154 0,116 0,116 > 2 tahun 9 - - - Total 53 0,154 0,116 0,116 Tabel 3. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) kambing dengan umur yang berbeda (n=25 ekor) Umur Kambing Jumlah Persentase (Ekor) Parasit (%) Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp. 6 bulan 7 - - - 6-12 bulan 10 - - - > 12 bulan 8 - - - Total 25 - - - 4.2 Pembahasan Rata-rata kejadian infeksi parasit Babesia sp. di Indonesia sekitar 75 % dari populasi ternak yang terdapat di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumba (Sukamto et al., 1988). Menurut Ashadi (1981) ternak yang terinfeksi parasit Theileria sp. ditemukan di daerah Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan, 27 Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004 kejadian parasit Theileria sp. di daerah Kota Jambi dilaporkan terdapat di Kecamatan Telanaipura, Kota Baru, Jambi Selatan, Jelutung, Jambi Timur dan tidak adanya kasus kejadian parasit Anaplasma sp. pada pada tahun 2001 (Dinas Peternakan Provinsi Jambi, 2001). Kota Jambi terletak di daerah dataran sedang sampai tinggi, dengan kelembaban yang cukup tinggi sekitar 77 – 89 %, dengan kondisi seperti ini parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak ditemukan. Hal ini juga ditunjang dengan pendapat De Voss dan Potgieth (1994) bahwa parasit darah seperti Babesia sp., Anaplasma sp. dan Theileria sp. akan banyak menginfeksi pada kondisi yang optimum bagi perkembangan larva vektor caplak dari parasit darah tersebut dengan kelembaban sekitar 87 %. Ditinjau dari letak geografinya, kondisi ke lima kecamatan wilayah Kota Jambi hampir sama, namun curah hujan dan sistem pemeliharaan ternak yang berbeda di setiap kecamatan, sehingga perkembangan vektor (caplak) sebagai penyebar infeksi Babesia sp., Theileria sp, dan Anaplasma sp. akan berbeda di setiap kecamatan. Infeksi Theileria sp. yang tertinggi di kecamatan Telanaipura, kecamatan ini terletak di daerah dataran yang lebih tinggi dari empat kecamatan lainya dengan curah hujan 220 mm3 pada bulan April (Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi 2003). Dengan kondisi curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta didukung oleh letak daerah ini yang berada di daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya dengan jumlah rumput yang tumbuh juga lebih banyak jika dibandingkan empat kecamatan lainnya dan tumbuhan di daerah ini masih banyak, memungkinkan perkembangan vektor caplak Boophilus sp. semakin tinggi. Caplak akan menggigit dan menginfeksi sapi dan kambing. Theileria sp. kemudian ada di dalam eritrosit sapi (Levine, 1992). Hal ini yang menyebabkan jumlah Theileria sp. yang menginfeksi sapi di daerah Telanaipura akan lebih tinggi dibandingkan kecamatan yang lain. Pada infeksi Babesia sp. terbanyak di kecamatan Jelutung, curah hujan di daerah ini sekitar 180 mm3 dan terletak di daerah dataran sedang dengan kondisi tanah yang banyak ditumbuhi oleh rumput (Anonimus, 2000). Dengan kondisi semacam ini Kecamatan Jelutung memiliki kemungkinan perkembangan vektor 28 caplak yang tinggi dimana larva caplak yang masih ada di padang penggembalaan dan akan menginfeksi sapi di daerah ini. Vektor caplak biologik yang menjadi penyebab infeksi Babesia sp. adalah Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp. (Soulsby, 1982). Gambar 8. Babesia sp. Pembesaran 100 X Gambar 9. Sapi berumur 1-2 tahun Di Kecamatan Kota Baru Beberapa hal yang juga mempengaruhi terjadinya infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) selain kondisi geografis dapat berupa pengaruh genetis dari sapi atau kambing, umur, dan manajemen pemeliharaan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak terlihat pada ternak yang berumur produktif (dewasa) yaitu umur antara 1-2 tahun (tabel 2), hal 29 ini didukung oleh pendapat Levine (1961) yang menyatakan bahwa ternak produktif (dewasa) lebih peka terhadap infeksi parasit darah (Anaplasma sp., Babesia sp., dan Theileria sp.). Kejadian ini dapat dipengaruhi oleh makin menurunnya maternal antibodi pada saat sapi berumur lebih dari 1 tahun terhadap parasit yang didapat dari induk, dan menyebabkan sapi akan mendapatkan kekebalan baru berupa kekebalan dari alam untuk melawan adanya serangan dari parasit darah. Sapi dewasa yang terinfeksi oleh Babesia sp. akan tetap terinfeksi seumur hidup dan akan kebal terhadap adanya reinfeksi oleh parasit darah (Anaplasma sp, Babesia sp., dan Theileria sp.) ini. Sapi berusia produktif (dewasa) yang terinfeksi oleh Theileria sp. akan memiliki kekebalan yang tinggi, namun umumnya tidak bersifat premunisi (kekebalan terhadap infeksi yang terjadi yang disebabkan parasit yang menginfeksi masih berada di dalam tubuh hewan) (Levine, 1961; Soulsby, 1982). Hal ini akan menyebabkan parasit Theileria sp. akan tetap ada di tubuh induk semang. Bila terjadi infeksi ulang terhadap Theileria sp. maka sapi akan lebih tahan. Pada ternak yang baru lahir sampai usia dara, biasanya lebih tahan terhadap infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.). Pada infeksi parasit Babesia sp. hewan muda mendapatkan maternal antibodi dari induknya melaui kolostrum induk yang telah terinfeksi oleh parasit ini dan pada hewan muda yang terinfeksi Theileria sp. tidak akan mendapatkan mendapatkan kekebalan dari kolostrum induk (Soulsby, 1982; dan Levine, 1961). Hewan yang berusia muda tapi masih terinfeksi Babesia sp. kemungkinan infeksi parasit datang pada saat sapih dimana terjadi peralihan pada pemberian pakan yaitu dari susu menjadi pakan hijauan. Kekebalan hewan muda yang terinfeksi Theileria sp. akan mempunyai tingkat kekebalan yang cukup terhadap adanya infeksi dari Theileria sp. pada daerah yang endemik dan kekebalan diperoleh secara alami dari induk yang telah terinfeksi parasit Theileria sp. (Soulsby, 1982). Hewan tidak memiliki kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada infeksi pertama, sedangkan kekebalan terbentuk pada infeksi kedua. 30 Gambar 10. Anaplasma sp. Pembesaran 40 X Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) dari sampel yang diambil sebagian besar menyerang bangsa Bali (Bos Indicus) dan sapi Peranakan Ongole. Hal ini dipengaruhi oleh sistem manajemen pemeliharaan sapi yang dilakukan masyarakat di Kota Jambi. Kebanyakan sapi Bali sistem pemeliharaanya dilakukan dengan dilepaskan di ladang atau pun di halaman rumah yang banyak rumputnya sehingga menyebabkan caplak yang merupakan vektor parasit ini dapat dengan mudah menginfeksi atau menularkan ke sapi. Sapi-sapi ini juga terkadang dipergunakan untuk membajak sawah jika peternak tersebut tidak memiliki kerbau, dalam kondisi kesehatan sapi yang sedang menurun sapi-sapi tersebut akan dengan mudah terserang berbagai penyakit diantaranya penyakit yang disebabkan oleh parasit darah ini. Gambar 11. Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Lebih dari 2 tahun Di Kecamatan Jelutung 31 Gambar 12. Theileria sp. Pembesaran 40 X Sapi Peranakan Ongole (P.O) kebanyakan dipelihara di dalam kandang, sedangkan sapi bali yang di lepas di ladang atau di halaman rumah penduduk yang telah terinfeksi oleh parasit darah pada saat dilepas dan kemudian dikandangkan akan menginfeksi sapi-sapi yang kandangnya berada tidak berjauhan dan kadangkadang kandang sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole sangat berdekatan jaraknya, bahkan berada dalam kandang yang sama, sehingga kemungkinan sapi PO yang berada dalam kandang dapat terinfeksi parasit ini melalui vektor. Menurut Bandini (2001), jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat infeksi parasit. Namun jika ditemukan jumlah parasit yang banyak pada salah satu jenis kelamin, kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya faktor stres pada sapi. Tingkat kestresan pada hewan akan mempermudah infeksi parasit darah, dimana dalam kondisi yang menurun akan menyebakan daya tahan dan kekebalan tubuh akan menurun pula, sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit darah (Direktorat Keswan,1980). Sapi yang sering mengalami stres biasanya ditemukan pada sapi betina dibandingkan sapi jantan. Infeksi yang berulang-ulang akan menyebabkan hewan lebih tahan terhadap adanya reinfeksi, namun jika infeksi parasit darah terjadi dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan timbulnya penyakit. Pada sapi yang terinfeksi Theileira sp. akan menyebabkan penyakit theileriosis, pada sapi yang terinfeksi Babesia sp. akan menyebakan terjadinya penyakit babesiosis, dan pada sapi yang terinfeksi Anaplasma sp. akan menyebakan terjadinya penyakit anaplasmosis. Hal ini serupa dengan yang diungkapakan oleh Hall (1980). Pada sampel yang diambil dari kambing tidak ditemukan adanya parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.). Hal ini dikarenakan sistem manajemen pemeliharaan kambing dilakukan dengan sistem perkandangan. Kambing-kambing tersebut akan selalu berada di dalam kandang, karena sistem 32 perkandangannya sistem panggung. Sehingga kecil kemungkinan terinfeksi . Jika ditemukan adanya parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada kambing dapat saja disebabkan dari pakan yang berupa rumput atau hijauan yang dijadikan sebagai pakan terdapat vektor caplak yang dapat menginfeksi kambing-kambing tersebut. Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya infeksi pada kambing karena pemberian pakan berupa rumput dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan rumput. Waktu pengambilan rumput dilakukan pagi hari dimana pagi hari merupakan waktu vektor bergerak aktif. Faktor lain yang menunjang adanya infeksi pada kambing yaitu masuknya kambing baru yang telah terinfeksi oleh parasit darah ke dalam wilayah kandang tersebut sehingga kemungkinan kambing – kambing yang telah berada di kandang dapat terinfeksi. 33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Parasit darah yang ditemukan di lima Kecamatan di Kota Jambi adalah jenis Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.. Babesia sp. ditemukan di Kecamatan Jelutung 1,365 %, Theileria sp. ditemukan di Kecamatan Telanaipura 2,882 %, dan Anaplasma sp. tertinggi ditemukan di Kecamatan Jambi Selatan 3,175 % dan ditemukan di Kecamatan Jelutung 0,455 %. 5.2 Saran Untuk penanggulangan kasus infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) di Kota Jambi perlu dilakukan program pengendalian dan pemberantasan vektor dan perbaikan dari sistem manajemen pemeliharaan semi intensif menjadi sistem pemeliharaan intensif. 34 DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2006. Tick and Animal Disease. http:www.vet.edu/tick.htm [ 1 Agustus 2007] _______. 2006. Pemeliharaan Ternak. http://www.vet.edu/parasit [1 Agustus 2007] _______. 1998. Tropical Veterinary Medicine: Molecular Epidemiology, Hemoparasites And Their Vectors, And General Topics. http://www.vet.edu/parasit [1 Agustus 2007] Ashadi, G dan S. Partosoedjono. 1992. Penuntun Laboratorim Parasitologi I. Institut Pertanian Bogor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor. Astyawati, T. 2005. Bahan Kuliah Protozoologi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2005. Jambi Dalam Angka. Jambi. Bandini, Y. 2001. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta. Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme,edisi pertama. Media Sarana Press. Jakarta. Carrington, M. 1995. Lymphoproliferation caused by Theileria parva and Theileria annulata, Molecular approaches to parasitology. Wiley Liss, Inc., New York. De Vos, A.J and F.T Potgreter. 1994. Bovine Babesiosis. Infektin Disease Of Livestock with Special References to Southern Africa, Chapter 1 – 73. Oxford University Press. New York. Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2006. Laporan Tahunan. Jambi. 35 Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2001. Laporan Tahunan. Jambi. Dinas Pertanian Kota Sub Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2006. Laporan Tahunan. Jambi. Direktorat Keswan. 1980. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid II. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Fujisaki, K and T. Kamio. 1998. Effect Of Constant Temperatures Of Theileria Sergenti Infection In Salivary Glands Of Nymphal Haemaphysalis longicornis. Jpn. J. Vet Sci.,50 (2) : 529 – 536. Hall, R. P. 1980. Disease and Parasites of Livestock in the Tropics. Longman Group Ltd., London. Herwaldt BL, DH. Persing, EA. Précigout. 1996. A fatal case of babesiosis in Missouri: Identification of another piroplasm that infect humans. Ann Intern Med. Higuchi, S. 1987. Development Of Theileria sergenti In the Midgut Of the Tick, Haemaphysalis longicornis. Jpn. J. Vet SCI, 49 (2) 341 – 347. Homer MJ, I. Aguilar-Delfin, SR. Telford, PJ. Krause and DH. Persing (2000). Babesiosis. Levine, N.D. 1961. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man. Burgess Publ. Co. Minneapolis, USA. Levine, N.D. 1970. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man. Burgess Publ. Co. Minneapolis, USA. Levine, N.D. 1992. Protozoologi Veteriner (terjemahan oleh: Ashadi, G.). Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta. 36 Mehlhorn, H. and E. Schein. 1984. The Piroplasma : Live Cycle and Sexual Stage. In J.R. Breker and R.Muller. ed. Advance in Parasitology. 23 : 37 – 103. Morisson, W. I., E. L. W. Tarracha and D. J. McKeever. 1995. Theileriosis : Progress Towards Vaccine Development Through Understanding Immune Response to the Parasite. Res. Vet. 53(2) : 230-243 Pershing DH, BL. Herwaldt, C. Glaser. 1995. Infection with a Babesia-like organism in northern California. N Engl J Med. Preston, P. M. 1992. Tropical Theileriosis is Bos Taurus and Bos Taurus cross Bos indicus caves ; Response to infection with graded doses of sporozoites of Theileria annulata. Res. Vet. 53(2) 230-243 Seddon, H.R. 1966. Protozoan and Virus Diseases. Australia. Shaw, M. K. 1999. Theileria parva ; Sporozoites Entry into bovine lymphocytes is not dependent on the parasitic cytoskeleton. Experimental Parasitology. 92, 24-31 Soulsby, EJL. 1982. Helminths, Arthropods And Protozoa of Domesticated Animal. New York. Stasiun Meteorologi Sultan Thaha. 2003. Jambi Dalam Angka. Jambi. Sukamto, I. P., R. C. Payne, S. Partoutomo, R. Agustini dan F. Politely. 1988. Babesia bovis di Indonesia. The Application Of ELISA to Determine the Seroprevalence of Babesia bovis antibodies in Cattle. Paper FAVA CONGRESS the 6th, Denpasar. Bali. Swenson M. J.1997. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke – 9. Cornell Univ. Press, London. Swanson, S. J., D Neitzel, K. D Reed, E. A Belongia. 2006. Coinfections Acquired from Ixodes Ticks. Clin. Microbiol. Rev. 19: 708-727. 37 Tampubolon, M. P. 2004. Protozoologi. Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 Lampiran 1 Data jumlah ternak di Kota Jambi tahun 2005 Kecamatan Sapi Kambing Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah Telanaipura 184 341 525 568 1326 1894 Jambi Timur 70 129 199 280 652 932 Jambi Selatan 203 377 580 268 625 893 Kota Baru 354 657 1011 1352 3155 4507 Jelutung 48 88 136 120 279 399 Data jumlah ternak di Kota Jambi tahun 2006 Kecamatan Sapi Kambing Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah Telanaipura 76 140 216 573 1336 1909 Jambi Timur 29 53 82 282 657 939 Jambi Selatan 83 155 238 270 630 900 Kota Baru 145 270 415 1363 3180 4543 Jelutung 19 36 55 120 281 401 39 Lampiran 2 Data jumlah ternak berdasarkan umur di kota Jambi tahun 2005 kecamatan < 1 tahun < 6 bulan 1 – 2 tahun Sapi kambing sapi Telanaipura 53 663 Jambi Timur 20 Jambi Selatan 6 – 12 > 7 tahun > 12 bulan kambing Sapi Kambing 158 664 314 567 326 60 327 119 279 58 313 174 312 348 268 Kota Baru 101 1579 303 1578 607 1352 Jelutung 14 140 41 139 81 120 > 7 tahun > 12 bulan bulan Data jumlah ternak berdasarkan umur di kota Jambi tahun 2006 kecamatan 6 – 12 < 1 tahun < 6 bulan 1 – 2 tahun Sapi kambing sapi kambing Sapi Kambing Telanaipura 22 668 65 669 129 572 Jambi Timur 8 329 25 328 49 282 Jambi Selatan 24 315 71 315 143 270 Kota Baru 42 1590 125 1600 248 1353 Jelutung 6 140 17 142 32 119 bulan 40 Lampiran 3 Jenis Parasit Berdasarkan Umur. Umur sapi Jenis Parasit Jumlah (Ekor) Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp. < 1 tahun 7 - - - 1-2 tahun 37 4 3 3 > 2 tahun 11 - - - Total 55 4 3 3 Umur Kambing Jenis Parasit Jumlah (Ekor) Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp. 6 bulan 5 - - - 6-12 bulan 10 - - - > 12 bulan 8 - - - Total 23 - - - 41 Lampiran 4 Grafik Rata – Rata Suhu Udara Maksimum Dan Minimum Tahun 2006 35 30 25 20 15 10 5 0 Jan Feb Mr t A pr Mei Juni Juli A gs t Sep Okt Nop Des Avarage Maximum and Minimum Tempterature 2006 42 Lampiran 5 Peta Provinsi Jambi Tebo Tanjab Barat Tanjab Timur Muaro Jambi Bungo Batang Hari Kota Jambi Kerinci Merangin Sarolangun 43