hubungan antara asupan protein dan status gizi pada balita di

advertisement
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN
STATUS GIZI PADA BALITA DI PUSKESMAS
CIKIDANG KECAMATAN CIKIDANG KABUPATEN
SUKABUMI TAHUN 2012
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Tarikh Azis
NIM : 109103000012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untukmemenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
ataumerupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerimasanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2012
Materai
Rp 6000
Tarikh Azis
ii
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI PADA
BALITA DI PUSKESMAS CIKIDANG KECAMATAN CIKIDANG
KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Tarikh Azis
NIM: 109103000012
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK
dr. Hadianti, Sp.PD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN
DAN STATUS GIZI PADA BALITA DIPUSKESMAS CIKIDANG
KECAMATAN CIKIDANG KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012yang
diajukan oleh Tarikh Azis (NIM: 109103000012), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 21 September 2012.
Laporan penelitian ini telah di terimasebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta,21September 2012
DEWAN PENGUJI
KetuaSidang
Pembimbing 1
dr.WitriArdini, M.Gizi, Sp.GK
Pembimbing 2
dr.WitriArdini, M.Gizi, Sp.GK
Penguji 1
dr.Hadianti, Sp.PD
Penguji 2
dr.RivaAuda, Sp.A, M.Kes
dr.Francisca A. Tjakradidjaja MS, Sp.GK
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN SH Jakarta
Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta
Prof.DR.(hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And
DR. dr. Syarief Hasan Luthfie, Sp.KFR
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud
walaupun begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat
serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa manusia menuju jalan lurus dan diridhoi Allah SWT.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian
ini yang berjudul “hubungan antaraasupan protein dan status gizi di puskesmas
cikidang kecamatan cikidang kabupaten sukabumi tahun 2012”, sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini
banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari
dalam diri penulis. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak
mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
masukan untuk penelitian saya.
2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakartayang telah memberikan dukungan untuk penelitian saya.
3. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK sebagai dosen pembimbing 1 penelitian saya,
yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan
laporan penelitian ini.
4. dr. Hadianti, Sp.PD sebagai dosen pembimbing 2 penelitian saya, yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
arahan, dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan
penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D dan Ibu Silvina Fitrina Nasution,M.Biomed
selaku penanggung jawab modul riset Program Studi Pendidikan Dokter 2009,
atas motivasinya terhadap penyelesaian penelitian saya.
v
6. Kepala dan Staff Puskesmas Cikidang Kabupaten Sukabumi atas kerjasamanya
dan kesediaanyasebagai tempat penelitian saya.
7. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar penulis, terutama
orang tua penulis H.Masnun,S.KM dan Hj.Koni’ah,S.Ag serta adik penulis
Muhammad Tegar Syaekhuddin dan Muhammad Fatihuddin yang telah
memberikan do’a, motivasi serta pengertian selama penulis melakukan penelitian
ini.
8. Sahabat dan teman-teman terutama Eka Noviawati, Farid Nurdiansyah, Lia
Ameliawati, Neneng Nurlaila Uspuriyah, Mochammad Iqbal Nurmansyah,
Muhammad Takdir Hakim dan Kelompok Belajar Bunga Matahari yang telah
merelakan waktu dan memberikan motivasi bagi penulis serta seluruh staf
pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hiayatullah Jakarta.
Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan kita semua terutama mengenai asupan protein dan status gizi balita
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 12 September 2012
Penulis
vi
ABSTRAK
Tarikh Azis. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan antara Asupan Protein
dan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang
Kabupaten Sukabumi tahun 2012.
Konsumsi makanan untuk balita sangat penting untuk penilaian status gizi. Selain
konsumsi makanan saat ini, status gizi juga sangat ditentukan oleh konsumsi
makanan masa lalu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
asupan protein dan status gizi balita. Penilaian asupan protein dilakukan dengan
cara memberikan kuesioner food recall dan food frequency questioner untuk
mengetahui asupan makanan balita dengan cara memberikan pertanyaan kepada
responden. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan
pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional, serta teknik pengambilan
sampel yakni simple random sampling. Sampel berjumlah 93 balita, laki-laki 52
orang (55%) dan perempuan 41 orang (45%). Penelitian ini menggunakan uji
Fisher. Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan nilai median distribusi asupan
protein adalah 160% (80%-360%) dalam penelitian ini tidak didapatkan nilai p
karena seluruh balita memiliki asupan protein yang lebih. Hubungan asupan
protein ini tidak signifikan secara statistik, hal ini bisa disebabkan karena kurang
tepatnya penghitungan asupan makanan, jumlah sample yang kurang, penyakit
infeksi pada balita dan ketidak jujuran responden dalam menjawab kuesioner.
Kesimpulannya adalah asupan protein tidak berhubungan dengan status gizi
balita.
Kata Kunci: Asupan Protein, Status Gizi Balita
vii
ABSTRACT
Tarikh Azis. Medical Students of Studies Program. Protein Intake Relationships to
Nutritional Status of Toddler at the Public Health Center of Cikidang District,
Sukabumi, in 2012.
Food consumption to toddler was critical for the status of nutrient. Apart from
current food consumption, the status of nutrient was also greatly determined by it
is past record of food consumption. This study is aimed to determine whether
there is a relationship of protein intake to nutritional status of toddler. The
research was done by providing food recall questionnaire and food frequency
questionnaire to find how toddler intakes food by giving questions to respondents.
This study used observational research with aquantitative approach with crosssectional design, as well as the sampling technique that simpled random sampling.
The sample totaled 93 infants,52 males (55%) and 41 females (45%). This study
uses Fisher's test. Based on the result, it obtains median value of distribution of
the protein intake 160% (80% -360%), the research did not obtain because the p
value for all toddler had high protein intake. The relationship of the protein intake
was not statistically significant, this could be due toimproper food intake
calculation, the less number of respondents, infectious disease in toddler and
dishonesty of respondents in answering the questionnaire. The conclusion is that
protein intake is not associated with nutritional status of toddler.
Key words:Protein Intake, Nutritional Status of Toddler
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT .......................................................................................................viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ............. ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ .. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Hipotesis.................................................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian…............................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Landasan Teori .......................................................................... ........... 4
2.1.1 Definisi Protein ......................................................................4
2.1.2 Fungsi Khusus Asam Amino..................................................4
2.1.3 Klasifikasi Protein..................................................................5
2.1.4 Sumber Protein.......................................................................7
2.1.5 Fungsi Protein.........................................................................8
2.1.6 Angka Kecukupan Protein....................................................10
2.1.7 Pengertian Status Gizi...........................................................11
2.1.8 Cara Penentuan Status Gizi...................................................12
ix
2.2 Kerangka Konsep ..................................................................... .......... 17
2.3 Definisi Operasional.................. ..........................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 19
3.1 Desain Penelitian..................................................................................19
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 19
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 19
3.3.1 Jumlah Sampel...................................................................... 19
3.3.2 Kriteria Sampel ..................................................................... 20
3.3.2.1 Kriteria Inklusi ......................................................... 20
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ...................................................... 20
3.3.2.3 Kriteria Drop Out......................................................20
3.4 Cara Kerja Penelitian .......................................................................... 20
3.5 Managemen Data ................................................................................ 21
3.6 Etik Penelitian..................................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 23
4.1 Distribusi Balitaberdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 23
4.2 Distribusi Balitaberdasarkan Umur......................................................24
4.3Distribusi Balitaberdasarkan Status Gizi Balita....................................24
4.4 Distribusi Balitaberdasarkan Asupan Kalori ................................. …..25
4.5Hubungan antaraAsupan Kalori dan Status Gizi Balita........................25
4.6Distribusi Balitaberdasarkan Asupan Protein……… .......................... 26
4.7 Hubungan antaraAsupan Protein dan Status Gizi Balita......................27
4.8 Keterbatasan Penelitian........................................................................28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 29
5.1 Simpulan ............................................................................................. 29
5.2 Saran .................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................................... 31
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel8.
Kelompok Protein BerdasrkanKelarutannya………………………....6
Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Indonesia ..........................11
Status Gizi Balita.................................................................................13
Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri.................................13
Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi Balita................................24
Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Kalori.....................................25
Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Protein...................................26
Distribusi Balita Berdasarkan Penggabungan Kategori Asupan
Protein.................................................................................................27
\
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Distribusi Persentase Responden Berdasarkan JenisKelamin .............23
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur............................................24
Gambar 3. Diagram Hubungan Asupan Kalori Terhadap Status Gizi Balita........25
Gambar 4. Diagram Hubungan Asupan Protein Terhadap Status Gizi Balita.......27
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Informed Consent..........................................................................31
Kuesioner.......................................................................................32
Data Hasil Uji Statistik..................................................................36
Riwayat Penulis.............................................................................40
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan bagian terbesar tubuh
sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein; setengahnya ada di dalam
otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit dan
selebihnya didalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai
hormon, pengangkut zat-zat gizi, darah dan matriks intraseluler adalah protein.
Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor
sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang
esensial untuk kehidupan.1
Kurang energi protein disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut
kekurangan energi protein apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat
badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. Kekurangan energi protein
merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas
terutama pada balita. Pada umumnya penderita kurang energi protein berasal dari
keluarga yang berpenghasilan rendah.2
Kurang energi protein dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan
kematian. Jika hal itu dibiarkan, maka angka mortalitas pada suatu populasi akan
meningkat setiap tahunnya.2
Status gizi balita berdasarkan TB/U dapat di klasifikasikan menjadi : status
gizi sangat pendek, pendek, normal dan tinggi. Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
Kementrian Kesehatan tahun 2007 menemukan bahwa prevalensi nasional balita
pendek dan balita sangat pendek (stunting) adalah 36,8%. Sebanyak 17 provinsi
mempunyai prevalensi balita pendek dan balita sangat pendek di atas prevalensi
nasional, persentase ini cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu untuk di cari tahu
penyebab semua ini, baik dari pola asupan makanannya, aktivitas balita dan
pengetahuan ibu tentang pentingnya komposisi makanan.3
1
2
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenetrian Kesehatan tahun 2007
menemukan bahwa 17,9 %
anak usia di bawah lima tahun mengalami
kekurangan gizi. Laporan ini mengungkapkan, 14% anak pada kelompok usia
yang sama justru mengalami kegemukan.3 Pada penelitian yang di lakukan di
daerah Rusun Penjaringan Sari Jawa Timur di dapatkan Balita dengan konsumsi
protein baik sebanyak 34%, cukup 32 %, sedang 23 % dan buruk 11%. Sedangkan
untuk status gizi tinggi sebanyak 2,1%, normal 51,1%, pendek 36,2% dan sangat
pendek 10,6%.4
Berdasarkan data tahun 2011 di puskesmas Cikidang terdapat 5098 balita yang
memiliki catatan status gizi. Dari data tersebut, di dapatkan 69 balita (1,35 %)
dengan status gizi sangat kurang dan 278 balita (5,45%). dengan status gizi
kurang.5 Jika dibandingkan dengan data riskesdas, angka ini memang lebih
rendah. Namun hal tersebut tetap tidak dapat diabaikan. Perlu di cari tahu apa
yang menjadi penyebab utama bagi balita tersebut sehingga memiliki status gizi
kurang.
Berdasarkan data diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan
asupan protein terhadap status gizi balita di Puskesmas Cikidang Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat pada tahun 2012.
1.2.
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan asupan protein terhadap status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas Cikidang tahun 2012?
1.3. Hipotesis
Asupan protein berpengaruh terhadap status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Cikidang.
1.4.
Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan asupan protein dan status gizi balita di wilayah
kerja Puseksmas Cikidang tahun 2012.
3
1.4.2 Tujuan Khusus

Diketahuinya gambaran asupan protein pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Cikidang

Diketahuinya status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Cikidang

Diketahuinya gambaran asupan kalori pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Cikidang
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi peneliti

Sebagai syarat kelulusan

Untuk mengimplementasikan pengetahuan yang telah didapat
secara akademis di masyarakat

Untuk mengetahui asupan protein dan status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas Cikidang
1.5.2
Bagi Keilmuan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi praktisi yang
tertarik dalam masalah Gizi
1.5.3 Bagi Orang tua

Penelitian ini merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai status gizi dan peran asupan protein dan asupan kalori
pada balita
1.5.4 Bagi Pemerintah Dinas Kesehatan setempat

Memberi informasi mengenai masalah kebutuhan protein dan
kalori pada
balita yang belum tercukupi di wilayah kerja
Puskesmas Cikidang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Definisi Protein
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama
atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda,
Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat
yang paling penting dalam setiap organisme.1
Protein merupakan nutrien yang amat penting bagi tubuh, karena
fungsinya sebagai sumber energi dalam tubuh dan juga sebagai zat pembangun.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein
yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.5,6,7
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses
pembentukan jaringan terjadi secara pesat. Pada masa kehamilan proteinlah yang
membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga menggantikan
jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh
ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang lama.5,6
2.1.2 Fungsi Khusus Asam Amino
Hampir semua asam amino mempunyai fungsi khusus. Triptofan adalah
prekursor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin. Metionin memberikan
gugus metil guna sintesis kolin dan kreatinin. Selain itu metionin merupakan
prekursor sistein. Fenilalanin adalah prekursor tirosin dan bersama membentuk
hormon-hormon tiroksin dan epinefrin.Tirosin merupakan prekursor bahan yang
membentuk pigmen kulit dan rambut.Arginin dan sentrulin terlibat dalam sintesis
ureum dalam hati.1,4
4
5
Glisin mengikat bahan-bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan
tidak berbahaya. Glisin juga digunakan dalam sintesis porfirin nukleus
hemoglobin dan merupakan bagian dari asam empedu.Histidin diperlukan untuk
sintesis histamin. Kretinin yang disintesis dari arginin, glisin, dan metionin
bersama fosfat membentuk kreatinin fosfat, suatu simpanan penting fosfat
berenergi tinggi di dalam sel. Glutamin yang dibentuk dari asam glutamat dan
asparagin dari asam aspartat merupakan simpanan asam amino di dalam tubuh.
Selain itu asam glutamat aadalah prekursor pengantar saraf gamma amino-asam
butirat.1,8
2.1.3. Klasifikasi Protein
Protein dapat digolongkan berdasarkan struktur susunan molekulnya,
kelarutannya, adanya senyawa lain dalam molekul,
tingkat degradasi, dan
fungsinya.2,9
2.1.3.1. Penggolongan Protein berdasarkan Struktur Susunan Molekul
a. Protein fibriler/skleroprotein
Protein fibriler berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut
encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Susunan molekulnya
terdiri dari rantai molekul yang panjang, sejajar dengan rantai utama, tidak
membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali ke keadaan
semula. Contoh dari protein ini adalah kolagen yang terdapat di tulang rawan,
miosin di otot, keratin di rambut dan fibrin di gumpalan darah.
b. Protein globuler/sferoprotein
Protein globuler berbentuk bola. Protein ini banyak terkandung dalam bahan
makanan seperti susu, telur dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam,
asam encer dan basa dibandingkan dengan protein fibriler.10,11
6
2.1.3.2. Penggolongan Protein berdasarkan Kelarutan
Berdasarkan kelarutannya protein globuler dikelompokkan menjadi beberapa
grup, yaitu: albumin, globulin, glutein, prolamin, histon dan protamin.
Tabel 1. Kelompok Protein berdasarkan Kelarutannya11
PROTEIN
Albumin
SIFAT
Larut
Globulin
dalam
CONTOH
air
dan
Albumin telur, albumi serum
terkoagulasi dalam panas
dan laktalbumin dalam susu
Tidak larut dalam air dan
Miosinogen dalam otot dan
terkoagulasi oleh panas
ovoglobulin dalam kuning
telur
Glutein
Tidak larut dalam pelarut
Glutein dalam gandum atau
netral tapi larut dalam pelarut
orizenin dalam beras
basa/asam encer
Prolamin/Gliadin
Histon
Larut dalam alkohol 70-80%
Gliadin
dalam
gandum,
dan tidak larut dalam air
hordain dalam barley dan
ataupun alkohol absolut
zein pada jagung
Larut dalam air dan tidak
Globulin dalam hemoglobin
larut dalam amonia encer
Protamin
Larut dalam air dan tidak
Salmin pada ikan salmon dan
terkoagulasi oleh panas
klupein pada ikan herring
2.1.3.3. Penggolongan Protein berdasarkan Tingkat Degradasi
Protein dapat dibedakan menurut tingkat degradasinya. Degradasi
biasanya merupakan tingkat permulaan denaturasi.
a. Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel.
b. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat
permulaan denaturasi. Dapat dibedakan sebagai: protein turunan
primer (protean, metaprotein) dan protein turunan sekunder (proteosa,
pepton, dan peptida).11
7
2.1.4. Sumber Protein
Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi protein hewani dan protein
nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan organ-organ dalam hewan
seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, usus dan otak. Susu dan telur merupakan
sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang
juga merupakan kelompok sumber protein hewani yang baik, jenis kelompok sumber
protein hewani ini mengandung sedikit lemak, sehingga baik bagi komponen susunan
hidangan rendah lemak. Namun kerang-kerangan mengandung banyak kolesterol,
sehingga tidak baik untuk dipergunakan dalam diet rendah kolesterol. Ayam dan jenis
burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein hewani yang berkualitas
baik.5,7
Sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan biji-bijian seperti
kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa dan lain-lain.
Asam amino yang terkandung dalam protein ini tidak selengkap pada protein
hewani, namun penambahan bahan lain yaitu dengan mencampurkan dua atau
lebih sumber protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya akan saling
melengkapi kandungan proteinnya. Bila dua jenis protein yang memiliki jenis
asam amino esensial pembatas yang berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka
kekurangan asam amino tertentu dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang
berlebihan pada protein lain. Dua protein tersebut saling mendukung
(complementary) sehingga mutu gizi dari campuran menjadi lebih tinggi dari pada
salah satu protein itu. Contohnya yaitu dengan mencampurkan dua jenis bahan
makanan antara campuran tepung gandum dengan kacang-kacangan, tepung
gandum kekurangan asam amino lisin, tetapi asam amino belerangnya berlebihan,
sebaliknya kacang-kacangan kekurangan asam amino belerang dan kelebihan
asam amino lisin. Pencampuran 1: 1 antara tepung gandum dan kacang-kacangan
akan membentuk bahan makanan campuran yang telah meningkatkan mutu
protein nabati. Karena itu susu dengan serealia, nasi dengan tempe, kacangkacangan dengan daging atau roti, bubur kacang hijau dengan ketan hitam
merupakan kombinasi menu yang dapat meningkatkan mutu protein.5,12
8
2.1.5. Fungsi Protein
Secara garis besar, protein dalam tubuh berfungsi sebagai (1) pertumbuhan dan
pemeliharaan, (2) pembentukan ikatan-ikatan esensial dalam tubuh, (3) mengatur
keseimbangan air, (4) memelihara netralitas tubuh, (5) pembentukan antibodi, (6)
mengangkut zat-zat gizi, dan (7) sumber energi.
2.1.5.1. Pertumbuhan dan Pemeliharaan
Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia asam amino
esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen atau ikatan amino (NH2) guna
pembentukan asam-asam amino nonesensial yang diperlukan. Pertumbuhan atau
penambahan otot hanya mungkin bila tersedia cukup campuran asam amino yang
sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan perbaikan. Beberapa jenis jaringan tubuh
membutuhkan asam-asam amino tertentu dalam jumlah yang lebih besar. Rambut,
kulit, dan kuku membutuhkan lebih banyak asam amino yang mengandung sulfur.
Protein kolagen merupakan protein utama otot, tendo dan jaringan ikat. Fibrin dan
miosin adalah protein lain yang terdapat di dalam otot-otot.
Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis, yang secara gantian dipecah dan
disintesis kembali. Tiap hari sebanyak 3% jumlah protein total berada dalam
keadaan berubah ini. Dinding usus yang setiap 4-6 harus diganti, membutuhkan
sintesis 70 gram protein setiap hari. Tubuh sangat efisien dalam memelihara
protein yang ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari
pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan
lain.1,7,8
2.1.5.2. Pembentukan Ikatan-ikatan Esensial Tubuh
Hormon-hormon, seperti tiroid, insulin dan epinefrin adalah protein, demikina
pula bebagai enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak sebagai katalisator atau membantu
perubahan-perubahan biokimia yang terjadi di dalam tubuh.
Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Begitupun bahanbahan lain yang berperan dalam penggumpalan darah. Protein lain adalah
fotoreseptor pada mata.
9
Asam amino triptofan berfungsi sebagai prekursor vitamin niasin dan
pengantar saraf serotonin yang berperan dalam membawa pesan dari sel saraf
yang satu ke sel saraf yang lain.
Dalam hal kekurangan protein, tampaknya tubuh memprioritaskan
pembentukan ikatan-ikatan tubuh yang vital ini.1,9
2.1.5.3. Mengatur keseimbangan Air
Cairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen : intraselular (di dalam
sel), ekstraselular/intarselular (diantara sel), dan intravaskular (di dalam pembuluh
darah). Komparetemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain oleh membran
sel. Distribusi cairan di dalam kompartemen-kompartemen ini harus di jaga dalam
keadaan seimbang atau homeostasis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem
kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit. Penumpukan cairan di dalam
jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda awal kekurangan protein.13
2.1.5.4. Memelihara Netralitas Tubuh
Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan
basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan tubuh
berfungsi dalam keadaaan pH netral atau sedikit alkali (pH 7,35-7,45).13,14
2.1.5.5. Pembentukan Antibodi
Kemampuan
tubuh
untuk
memerangi
infeksi
bergantung
pada
kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap bahan-bahan asing yang
memasuki tubuh. Tingginya tingkat kematian pada anak-anak yang menderita gizi
kurang kebanyakan disebabkan oleh menurunnya daya tahan terhadap infeksi
(muntaber, dsb) karena ketidak mampuannya membentuk antibodi dalam jumlah
yang cukup.15
Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-bahan
racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam
keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh
toksik bahan-bahan racun ini berkurang. Seseorang yang menderita kekurangan
protein lebih rentan terhadap bahan-bahan racun dan obat-obatan.15
2.1.5.6. Mengangkut Zat-zat Gizi
Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari
saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke
10
jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sebagian besar
bahan yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein. Alat angkut protein ini
dapat bertindak secara khusus, misalnya protein jenis zat gizi seperti mangan dan
zat besi, yaitu transferin, atau mengangkut lipida dan bahan sejenis lipida, yaitu
lipoprotein.
Kekurangan protein,
menyebabkan
gangguan
pada absorpsi
dan
transportasi zat-zat gizi.15
2.1.5.7. Sumber Energi
Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena
menghasilkan 4 kkal/g protein. Namun, protein sebagai sumber energi relatif
lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan
untuk metabolisme energi. 14
2.1.6. Angka Kecukupan Protein
Kebutuhan protein menurut kutipan FAO/WHO adalah konsumsi yang
diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan
produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau
menyusui.11
Angka Kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil
penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan, berupa
protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/ digestibility dan daya
manfaat/utility telur adalah 100). Angka ini dinamakan taraf suapan terjamin.
Angka kecukupan protein yang di anjurkan dalam taraf suapan terjamin menurut
kelompok umur adalah sebagai berikut. Angka Kecukupan Protein untuk
penduduk Indonesia berdasarkan berat badan patokan, umur, mutu protein dan
daya cerna protein.12
11
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Indonesia16
No
Kelompok
Berat
Tinggi
Energi
Protein
Umur
Badan (kg)
Badan (cm)
(Kkal)
(g)
Anak
1
0-6 bl
6
60
550
10
2
7-12 bl
8,5
71
650
16
3
1-3 th
12
90
1000
25
4
4-6 th
17
110
1550
39
5
7-9 th
25
120
1800
45
Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung
dalam protein tersebut. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan
asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan
manusia, mempunyai mutu yang tinggi.Sedangkan jumlah asam amino yang tidak
esensial tidak dapat digunakan sebagai pedoman karena asam-asam amino
tersebut dapat disintesis dalam tubuh. Kebutuhan manusia akan protein dapat
diketahui dengan jumlah nitrogen yang hilang. Nitrogen yang hilang atau
terbuang sekitar 54mg/kg berat badan per hari. Angka tersebut dapat dikalikan
dengan 6,25 menjadi kebutuhan protein per kg berat badan per hari. Angka ini
biasanya ditambahkan 30% untuk memberi peningkatan terbuangnya nitrogen.
Sehingga tergantung individu, ukuran berat badan, jenis kelamin, dan umur. Hasil
akhir kebutuhan protein menjadi 0,57 g/kg berat badan per hari (laki-laki dewasa)
atau 0,54 g/kg berat badan per hari (wanita dewasa). Jumlah tersebut sudah cukup
untuk memenuhi keperluan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dengan
syarat protein yang dikonsumsi mempunyai mutu yang tinggi.2,5,7
2.1.7. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
12
kebutuhan dan masukan nutrisi. Penelitian status gizi merupakan pengukuran
yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet.2
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta
menghasilkan energi.2
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.
Status gizi juga diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran
gizi tertentu.1
2.1.8. Cara Penentuan Status Gizi
Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian
status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan status
gizi digunakan indeks antropometri.2,9
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari
tubuh.Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak. Otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri yang umum
digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur, tinggi
badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Menurut DepKes RI
2002 klasifikasi status gizi anak yaitu :
13
Tabel 3. Status Gizi Balita2
INDEKS
STATUS GIZI
AMBANG BATAS
Berat badan menurut umur
(BB/U)
Gizi Lebih
> + 2 SD
Gizi Normal
Gizi Kurang
Gizi Buruk
TB Tinggi
-2 SD s/d +2 SD
-3 SD s/d -2 SD
< – 3 SD
> + 2 SD
TB Normal
-2 SD s/d +2 SD
TB Pendek
-3 SD s/d <-2 SD
TB Sangat Pendek
Gemuk
<-3 SD
> + 2 SD
Normal
Kurus
Sangat Kurus
-2 SD s/d + 2 SD
-3 SD s/d < -2 SD
< – 3 SD
Tinggi badan menurut umur
(TB/U)
Berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB)
Dari masing-masing indeks antropometri tersebut mempunyai beberapa kebaikan
dan kelemahan yang dikutip dari Hartini, seperti yang terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri2
INDEKS
1.
BB/U
KEBAIKAN
-
KELEMAHAN
Baik untuk mengukur status

BB dapat berfluktuatisi
gizi akut atau kronis

Sangat
sensitif
terhadap
perubahan- perubahan kecil
2.
TB/U
-
-
Ukuran
panjang
dapat

Umur sulit ditaksir

Pengukuran relatif sulit dilakukan
dibuat sendiri, murah dan
karena
mudah dibawa
sehingga
Tinggi badan tidak cepat
untuk melakukannya
naik bahkan tidak mungkin
anak
berdiri
diperlukan
2
tegak,
orang

Ketepatan umur sulit

Membutuhkan 2 macam alat ukur

Pengukuran relative lebih lama

Membutuhkan 2 orang untuk
turun
3.
BB/TB
-
Tidak memerlukan data
umur
Dapat membedakan proporsi
badan (normal, gemuk dan
kurus)
melakukannya
14
Sedangkan menurut Soekirman (2001) :
a. Indikator BB/U
Indikator BB/U dapat normal, lebih rendah atau lebih tinggi setelah
dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal digolongkan pada
status gizi buruk. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk
BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih.
1) Kelebihan
a) Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
b) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu
pendek
c) Dan dapat mendeteksi kegemukan
2) Kelemahan
a) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat oedema
b) Data umur yang akurat sering sulit diperoleh kesalahan pada saat
pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas dan anak bergerak
c) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk
tidak menimbang naknya karena dianggap seperti barang dagangan
b. Indikator TB/U
Mereka yang diukur dengan indicator TB/U dapat dinyatakan TB-nya
normal, kurangan tinggi menurut standar WHO. Bagi yang TB/U kurang menurut
WHO dikategorikan stunted yang diterjemahkan “sebagai pendek tak sesuai
umurnya”. Tingkat keparahannya dapat digolongkan menjadi ringan, sedang dan
berat. Hasil pengukuran menggambarkan status gizi masa lampau. Seseorang
yang tergolong pendek tak sesuai umur kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak
baik. Berbeda dengan berat badan rendah yang diukur dengan BB/U yang
mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek, baik pada anak maupun dewasa.
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lampau :
1. Kelebihan
a) Dapat memeberikan gambaran riwayat gizi masa lampau
b) Dapat dijadikan indicator keadaan sosial ekonomi penduduk
2. Kelemahan
15
a) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada
kelompok usia balita
b) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini
c) Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di
negara- negara berkembang
d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama
bila dilakukan oleh petugas non profesional
c. Indikator BB/TB
Pengukuran
antropometri
terbaik
adalah
menggunakan
indikator
BB/TB.Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif
dan spesifik. Artinya mereka yang BB/TB kurang, dikategorikan sebagai kurus
atau wasted. Indikator BB/TB ini diperkenalkan oleh Jellife pada tahun 1996 dan
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, terutama bila
data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indikator BB/TB
merupakan indikator independent terhadap umur.
1) Kelebihan
a) Independent terhadap umur dan ras
b) Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan marasmus atau
KEP berat lain.
2) Kelemahan
a) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak tidak dilepas atau
bergerak terus.
b) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk
tidak menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.
c) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan anak
pada kelompok balita.
d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama bila
dilakukan oleh petugas non professional.
e) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek normal
atau panjang. 11,12
Diantara bermacam-macam indek antropometri, BB/U merupakan indikator
yang paling umum digunakan sejak 1972 dan dianjurkan juga mengunakan TB/U
16
dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi kronis atau akut.
Keadaan gizi kronis atau akut mengandung arti terjadi keadaan yang dihubungkan
dengan masa lalu dan waktu sekarang.Pada keadaan kurang gizi kronis .BB/U dan
TB/U rendah tetapi BB/TB normal.13
Kondisi ini sering disebut dengan stuting, pada 1978. WHO lebih
menganjurkan penggunaan BB/TB, karena menghilangkan faktor umum yang
menurut pengalaman sulit didapat secara benar , khususnya di daerah terpencil
dimana
terdapat
masalah
pencatatan
kelahiran.
lndeks
BB/TB
juga
menggambarkan keadaan kurang gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak dapat
menggambarkan keadaan gizi waktu lampau.14,15
17
2.2. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Faktor
ibu mengenai
keluarga
 Karbohidrat
protein
lingkungan sosial
 Lemak
kalori
Asupan :
dan
 Vitamin
 Makronutrien
dan
mikronutrien
lain
Asupan Protein
Status Gizi Balita
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang diteliti
: hubungan yang tidak diteliti
Pola Makan
ekonomi
dan
18
2.3. Definisi Operasional
Variabel
Cara ukur
Status
Metode
Gizi
2
Alat ukur
- Timbangan BB
antropometri
dengan
Hasil ukur
TB/U
Responden
(kg)
- Meteran
komponen
Skala ukur
memilki
TB
status:
(cm)
yang
- Bagan
diukurnya
1. Pendek
Kurva
2. Normal
CDC
adalah:
- Usia
- Tinggi badan
- Klasifikasi
status
Gizi
berdasarkan
kurva CDC
Asupan
Kalori
Kuesioner
1
Pedoman
Ordinal
kuesioner
Klasifikasi
asupan kalori
responden
Asupan
1
Protein
Jenis makanan
Konversi
yang
kalori :
nilai
Gram
Klasifikasi
asupan
mengandung
protein
protein
responden
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan kuantitatif dengan
desain Cross Sectional dengan meneliti variabel terikat dan variabel bebas
secara bersamaan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Cikidang pada
bulan Juli-Agustus 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi untuk penelitian ini adalah anak-anak usia dibawah lima tahun (
balita) yang memiliki catatan status gizi dan bersedia menjadi sampel di
wilayah kerja Puskesamas Cikidang Kec. Cikidang Kab. Sukabumi.
3.3.1. Jumlah Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara simple
random sampling yaitu dengan memilih Posyandu terdekat kemudian di pilih
dengan menggunakan tabel. Jumlah sampel dihitung dengan rumus
n1 = n2=(Z 2PQ + Zβ P1Q1 + P2Q2 )
P1-P2
Keterangan :
Z
: deviat baku alfa 1,96
Zβ
: deviat baku beta 0,84
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20%
P2
: proporsi pada kelompok yang belum diteliti adalah 50%
P1
: proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan
judgement peneliti
0,2 + P2 = 0,2 + 0,5 = 0,7
Q1
: 1-P1 = 1 - 0,7 = 0,3
19
20
Q2
: 1-P2 = 1 - 0,5 = 0,5
P
: proporsi total (P1+P2)/2 = 1,2/2 = 0,6
Q
: 1-P = 1 – 0,6 = 0,4
Maka hasil hitung adalah 93.Sampel pada penelitian ini berjumlah
93 dari balita yang mempunyai status gizi di wilayah kerja Puskesmas
Cikidang.
3.3.2. Kriteria Sampel
3.3.2.1. Kriteria inklusi
 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang
yang bersedia menjadi responden
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi
 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang
dengan riwayat penyakit kongenital
3.3.2.3. Kriteria Drop Out
 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang
yang bersedia menjadi responden namun tidak mengisi semua
kuisioner dengan lengkap
3.4. Cara Kerja Penelitian
PENGUMPULAN DATA POPULASI
PEMBUATAN KUESIONER DAN
INFORMED CONSENT
WAWANCARA RESPONDEN
SAMPLING DENGAN KRITERIA
INKLUSI
PENGUMPULAN DATA HASIL
ANALISIS DATA
JAWABAN RESPONDEN
KESIMPULAN
21
3.5. Managemen Data
Data yang digunakan adalah data sekuder yang didapat dari Puskesmas
Cikidang dan data primer yang didapat langsung melalui kuesioner dari sampel
yang memenuhi kriteria inklusi.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software statistic yaitu
semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing dan coding untuk
kemudian dimasukkan kedalam program Statistical Package for Social Sciences
(SPSS) dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pengkodean (coding)
Memberi kode jawaban atau hasil pernyataan pada lembar kuesioner.
b. Pengolahan data (editing)
Isian lembaran kuesioner diteliti kembali
c. Pemasukan data (entry)
Data yang telah di coding kemudian dimasukkan ke dalam tabel.
d. Pembersihan data (cleaning)
Data diperiksa kembali sehingga benar-benar bebas dari kesalahan.
Kemudian data diolah lebih lanjut dan dilakukan beberapa uji analisa data
sebagai berikut:
1) Univariat
Analisa
univariat
dilakukan
untuk
menyajikan
danmendeskripsikankarakteristik data setiap variabel yang diteliti.
2) Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menguji dan menjelaskan
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dengan Confident
Interval (CI) 95% atau α sama dengan 0,05.
Adapun hubungan kemaknaan antara variabel independent dan dependent
dari penelitian ini adalah:
a) Hubungan bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang
signifikan, apabila p value
α.
22
b) Hubungan tidak bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang
signifikan, apabila p value > α
3.6 Etik Penelitian
Mengajukan usulan penelitian kepada komisi etik. Kelengkapan berkasnya
terdiri dari:

Surat usulan dari institusi

Protokol penelitian

Daftar tim peneliti

Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penelitian)

Kuesioner

Memberikan informed consent kepada subjek penelitian dan institusi
terkait
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Cikidang
Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi diperoleh data responden tentang
sebaran jenis kelamin, umur, status gizi, distribusi kategori asupan kalori dan
distribusi kategori asupan protein.
Dari hasil observasi dengan 93 responden diperoleh data sebagai berikut :
4.1 Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
45%
55%
Gambar 1. Distribusi Persentase Balita berdasarkan Jenis Kelamin
Dari gambar diatas dapat di ketahui bahwa jumlah balita laki-laki
52 balita (55%) dan balita perempuan 41 balita (45%). Perbandingan ini hampir
merata, ini menunjukkan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Cikidang distribusi
balita berdasarkan jenis kelamin cukup seimbang.
23
24
Jumlah Balita
4.2 Distribusi Balita berdasarkan Umur
60
Distribusi Balita berdasarkan Umur
40
20
0
≤1,5
>1,5-3
Umur
>3-5
Gambar 2. Distribusi Balita berdasarkan Umur
Distribusi Balita berdasarkan umur terdapat 19 responden yang rentang
usianya ≤ 1,5 tahun, 48 responden dengan rentang usia >1,5-3 tahun dan 26
responden dengan rentang usia >3-5 tahun dengan nilai median 3(1-5).
4.3 Distribusi Balita berdasarkan Status Gizi Balita
Berdasarkan perhitungan antropometri didapatkan nilai mean 94,9 % (6,62).
Dengan klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 5. Distribusi Balita berdasarkan Status Gizi Balita
Kategori Status Gizi (TB/U)
Frekuensi (Jiwa)
Persentase (%)
Pendek
21
22.6
Normal
72
77.4
Total
93
100
Dari data diatas menunujukkan bahwa balita status gizi pendek adalah
22.6%. Berdasrkan Riskesdas 2007 angka ini berada dibawah prevalensi nasional
yang menunjukkan angka 36,8%. Selain itu target program perbaikan gizi yang
diproyeksikan sebesar 20% dan target MDGs sebesar 18,5 telah dapat dicapai,
tetapi tetap perlu ada berbagai upaya untuk mempertahankan agar pencapaian itu
agar tidak mengalami penurunan.
25
4.4 Distribusi Balita berdasarkan Asupan Kalori
Tabel 6. Distribusi Balita berdasarkan Asupan Kalori
Asupan Kalori
Frekuensi (Jiwa)
Persentase
(%)
Kurang
44
47,3
Lebih
49
52,7
Total
93
100
Data diatas menunjukan bahwa asupan kalori kurang dan asupan kalori
lebih hampir seimbang.Rata-rata asupan kalori responden adalah median 785,6
(503-1391,33) kkalori asupan ini sudah sesuai dengan kebutuhan asupan kalori
balita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya karena
pengetahuan ibu yang kurang sehingga tidak memperhatikan kebutuhan anaknya,
faktor ekonomi keluarga yang rendah sehingga susah untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga atau faktor dari anaknya sendiri misalnya menurunnya nafsu
makan karena penyakit yang diderita baik itu kongenital maupun dapatan.
4.5 Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi Balita
Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi
Pendek
40
Normal
35
Jumlah Balita
30
25
20
15
10
5
0
Kurang
Lebih
Asupan kalori
Gambar 3. Diagram Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi Balita
26
Dari hasil tabulasi silang antara hubungan asupan kalori dengan status gizi
balita menunjukkan bahwa terdapat 6 balita yang memiliki status gizi pendek
dengan asupan kalori kurang dan 15 balita dengan asupan kalori lebih. Untuk
balita dengan status gizi normal dengan asupan kalori kurang terdapat 38 balita
dan 34 balita dengan asupan kalori lebih.
Hubungan asupan kalori terhadap status gizi balita di puskesmas Cikidang
diteliti dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai significancy P=0,051,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan asupan kalori dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U.
Asupan kalori dapat mempengaruhi status gizi balita, namun hal ini perlu
juga melihat asupan-asupan yang lain, seperti karbohidrat, protein dan lemak.
Karena asupan-asupan tersebut juga di butuhkan oleh tubuh baik sebagai sumber
tenaga, zat pembangun, pengangkut zat-zat gizi dan pembentuk antibodi.
4.6 Distribusi Balita berdasarkan Asupan Protein
Agar pola makan jangka panjang responden dapat tergambarkan, maka
pada penghitungan protein digunakan metode FFQ. Berdasarkan hasil
perhitungan FFQ didapatkan nilai median 160% (80%-360%), selanjutnya dibagi
menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 7. Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Protein
Asupan Protein
Frekuensi (Jiwa)
Persentase (%)
Kurang
0
0
Cukup
10
10,75
Lebih
83
89,25
Total
93
100
Pada perhitungan awal didapatkan 3 kategori asupan protein. Agar
tabel yang akan dilihat hubungannya memenuhi persyaratan uji statistik, maka
dilakukan penggabungan baris dengan kategori sebagai berikut:
27
Tabel 8. Distribusi Balita Berdasarkan Penggabungan Kategori Asupan Protein
Asupan Protein
Frekuensi (Jiwa)
Persentase
(%)
Kurang
0
0
Cukup
93
100
Total
93
100
Tabel diatas menunjukkan bahwa asupan protein kurang adalah 0% dan
asupan protein cukup adalah 100%, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi asupan
protein di wilayah kerja Puskesmas Cikidang sangat baik. Walaupun sudah
dilakukan penggabungan baris, kategori asupan protein tetap tidak memenuhi
persyaratan uji statistik, karena semua balita berada di kategori asupan protein
cukup.
4.7 Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Balita
80
Jumlah Balita
60
40
20
0
Kurang
Cukup
Asupan Protein
Pendek
Normal
Gambar 4. Diagram Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Balita
Dari hasil tabulasi silang antara hubungan asupan protein dengan status
gizi balita menunjukkan bahwa terdapat 21 responden yang memiliki status gizi
pendek, hal ini bisa disebabkan karena asupan protein tidak dapat diserap oleh
tubuh dengan baik, metabolisme protein didalam tubuh terhambat, penyakit
infeksi pada responden tersebut. Untuk balita dengan status gizi normal dengan
asupan protein lebih terdapat 72 balita.
28
Pada penelitian hubungan asupan protein dan status gizi balita
berdasrakan TB/U ini tidak dapat dilakukan uji tabulasi silang, karena seluruh
responden memiliki asupan protein yang lebih.
Hal ini membuktikan bahwa asupan protein bukanlah faktor yang
dominan untuk menentukan status gizi balita. Kemungkinan adanya faktor lain
yang dapat mempengaruhi status gizi sangatlah mungkin. Misalnya asupan,
asupan lemak dan penyakit kongenital atau penyakit infeksi dapatan.
4.8 Keterbatasan Penelitian

Kurang tepatnya penghitungan asupan makronutrien
menggunakan daftar bahan makanan penukar.

Kemungkinan tidak jujurnya responden (orang tua balita) dalam
menjawab kuesioner.

Kemungkinan terdapat balita yang sedang terkena penyakit infeksi.
dengan
29
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein terhadap status gizi
balita berdasarkan TB/U tidak berpengaruh karena pada penelitian ini
seluruh responden mempunyai asupan protein yang cukup, sehingga tidak
memenuhi persyaratan uji statistik.
5.1.2 Berdasarkan hubungan asupan kalori dengan status gizi balita, penelitian
ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara keduanya.
.
5.2 Saran
Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan asupan protein dan faktor-faktor lainnya terhadap status gizi balita
berdasarkan TB/U tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama. Serta perlu
dilakukan juga penelitian lebih lanjut mengenai asupan-asupan makronutrien dan
mikronutrien yang lainnya supaya dapat dilihat juga seberapa besar asupan
makanan tersebut mempengaruhi status gizi balita baik itu berdasarkan BB/U,
TB/U ataupun BB/TB karena dilihat dari penelitian ini masih sangat perlu untuk
dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier S. Protein, dalam : Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia; 2001. h.77-98.
2. Supariasa IDN, dkk. Antropometri Gizi, dalam : Supariasa IDN, dkk.
Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC; 2002. h.33-45.
3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2007.Jakarta :
Balai Penerbit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
4. Os DS, Suhartini dan Utomo B. Laporan Penelitian. Hubungan Tingkat
Konsumsi Energi dan Protein Terhadap Status Gizi Balita Dengan Indek
BB/U, TB/U dan BB/TB.2006
5. Data Status Gizi Balita Puskesmas Cikidang Kec.Cikidang Kab.Sukabumi
Jawa Barat tahun 2011
6. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia; 2002. h.70-83.
7. Robert KM, dkk. Biokimia Harper. Ed.27. Jakarta : EGC; 2009. h.110-25.
8. Behrman, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2000
9. Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Yogyakarta:UMM Press; 2002
10. Kanwil Depsos DIY. Laporan Pemetaan dan Survey Anak Jalanan
Provinsi DIY. Kanwil Depsos; 2002
11. Kartasapoetra G. dan Marsetyo H. Ilmu Gizi dan Kesehatan Produktivitas
Kerja. Jakarta : Rineka Cipta. Jakarta. Cet. Keempat; 2004.h.93-110.
12. Khumaidi M. Gizi Masayrakat. Jakarta : BPK Gunung Mulya; 2003
13. Soediatomo. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta:
Dian Rakyat. Cet. Kedua; 2002
14. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta : Direktorat : Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional; 2000
15. Suhardjo. Berbagai cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara; 2003.
h.55-67.
16. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V, Jakarta; 2004
31
Lampiran 1
Informed Consent
INFORMED CONSENT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sukabumi,......Agustus 2012
Bapak / Ibu yang terhormat,
Saat ini mahasiswa tingkat tiga Program Studi Pendidikan Dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tengah melakukan penelitian mengenai hubungan
asupan protein terhadap status gizidi Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang
Kabupaten Sukabumi 2011
Untuk itu kami berharap agar Bapak / Ibu bersedia mengikuti prosedur
penelitian yang telah kami rencanakan dengan benar dan jujur.Penelitian ini
dilakukan secara sukarela. Segala data yang berkaitan dengan penelitian akan
kami simpan sebagai rahasia. Bapak / Ibu
berhak untuk menolak atau
mengundurkan diri dari penelitian ini. Bila Bapak / Ibu bersedia untuk ikut dalam
penelitian ini, mohon surat persetujuan ini ditandatangani.
Saya yang bertandatangan di bawah ini secara sadar menyetujui dan berpartisipasi
sebagai subyek penelitian dan bersedia berperan serta dalam penelitian ini.
Nama :
(L/P)
Usia :
Sukabumi,....................Agustus 2012
(...................................)
32
Lampiran 2
Kuesioner
Formulir Food Recall 24 Jam Konsumsi Makanan
Nama Responden
:
Tanggal Lahir
:
BB/TB
:
No Waktu Makan
Bahan
Makanan
1
Makan pagi
2
Pkl 10.00
3
Makan siang
Jumlah
Ukuran
33
4
Pkl 15.00
5
Makan malam
34
Food Frequency Questioner
No
Nama Responden
:
Tanggal Lahir
:
BB/TB
:
BMI
:
Kebutuhan kalori
:
Asupan kalori total
:
Asupan protein
:
Bahan
Ukuran
Jumlah
makanan
1
2
Ayam
1
ptg
tanpa
sdg/
kulit
porsi
Ikan
1ptg
1
sdg/1
porsi
3
Ikan asin
1
ptg
kcl/1
porsi
4
5
Teri
1 sdm/1
Kering
porsi
Daging
1
kambing
sdg/1
ptg
porsi
6
Hati ayam
1
bh
sdg/1
porsi
7
8
Telur
1
ayam
porsi
Telur
1
bebek
btr/1por
si
btr/1
Tidak
Setiap
Dalam
Dalam
Dalam
pernah
hari
Seminggu
Sebulan
Setahun
35
9
10
Ayam
1
ptg
dengan
sdg/1
kulit
prsi
Bebek
1
ptg
sdg/1
porsi
11
Kuning
4
btr/1
telur
porsi
ayam
13
Bakso
10
bj
sdg/1
porsi
14
15
16
Kacang
2 sdm/1
hijau
porsi
Kacang
2 sdm/1
kedelai
porsi
Tahu
1
bj
bsr/1
porsi
17
Tempe
2
ptg
sdg/1por
si
18.
Susu
1gls/1
porsi
36
Lampiran 3
Data Hasil Uji Statistik
Statistics
Jeniskelamin
N
Valid
93
Missing
0
A. Jenis Kelamin
Jeniskelamin
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
L
52
55.9
55.9
55.9
P
41
44.1
44.1
100.0
Total
93
100.0
100.0
B. Distribusi Balita berdasarkan status gizi balita (TB/U)
Descriptives
Statistic
PersenTBPERU
Mean
94.9028
95% Confidence Interval for Lower Bound
93.5384
Mean
Upper Bound
94.8329
Median
94.2000
Std. Deviation
43.888
6.62479
Minimum
75.00
Maximum
115.00
Range
.68696
96.2672
5% Trimmed Mean
Variance
Std. Error
40.00
Interquartile Range
9.11
Skewness
.139
.250
Kurtosis
.610
.495
37
KatTBPERU
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Normal
72
77.4
77.4
77.4
Pendek
21
22.6
22.6
100.0
Total
93
100.0
100.0
C. Hubungan jenis kelamin terhadap status gizi balita
jeniskelamin * KatTBPERU Crosstabulation
KatTBPERU
Normal
jeniskelamin
L
Count
Expected Count
% within jeniskelamin
P
Count
Expected Count
% within jeniskelamin
Total
Count
Expected Count
% within jeniskelamin
Pendek
Total
36
16
52
40.3
11.7
52.0
69.2%
30.8%
100.0%
36
5
41
31.7
9.3
41.0
87.8%
12.2%
100.0%
72
21
93
72.0
21.0
93.0
77.4%
22.6%
100.0%
D. Asupan Kalori
AsupanKalori
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang
44
47.3
47.3
47.3
Lebih
49
52.7
52.7
100.0
Total
93
100.0
100.0
38
E. Hubungan asupan kalori terhadap status gizi balita
KatAsKalori * KatTBPERU Crosstabulation
KatTBPERU
Normal
KatAsKalori
Kurang
Count
Lebih
6
44
34.1
9.9
44.0
86.4%
13.6%
100.0%
34
15
49
37.9
11.1
49.0
69.4%
30.6%
100.0%
72
21
93
72.0
21.0
93.0
77.4%
22.6%
100.0%
Count
Expected Count
% within KatAsKalori
Total
Count
Expected Count
% within KatAsKalori
Total
38
Expected Count
% within KatAsKalori
Pendek
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Exact Sig. (1-
(2-sided)
sided)
sided)
1 .051
2.912
1 .088
3.938
1 .047
Fisher's Exact Test
b
Exact Sig. (2-
a
3.822
b
df
Asymp. Sig.
.081
.043
93
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.94.
b. Computed only for a 2x2 table
F. Distribusi asupan protein
39
Descriptives
Statistic
PerKeckpnProtein
Mean
165.21
95% Confidence Interval for Lower Bound
152.65
Mean
Upper Bound
5% Trimmed Mean
161.24
Median
160.00
3.719E3
Std. Deviation
60.982
Minimum
80
Maximum
360
Range
280
Interquartile Range
76
Skewness
.919
.250
Kurtosis
.467
.495
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
.112
n
Df
Sig.
93
.006
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
.928
Sig.
93
.000
a. Lilliefors Significance Correction
G. Hubungan asupan protein terhadap status gizi balita
KatAsBaru * KatTBPERU Crosstabulation
KatTBPERU
Normal
KatAsBaru
Lebih
Count
% within KatAsBaru
Total
6.324
177.77
Variance
PerKeckpnProtei
Std. Error
Count
% within KatAsBaru
Pendek
Total
72
21
93
77.4%
22.6%
100.0%
72
21
93
77.4%
22.6%
100.0%
40
Lampiran 4
Riwayat Penulis
Identitas :
Nama
: Tarikh Azis
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir
: Indramayu, 15 Januari 1991
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Sliyeg Lor, Blok Perangan,Kecamatan Sliyeg
RT:RW / 02:01 Kabupaten Indramayu Jawa Barat
E-mail
: [email protected]
Riwayat Pendidikan :



1995-1997
1997 – 2003
2003 – 2006

2006 – 2009

2009 – Sekarang
: TK Pipit Kec.Sliyeg
: Sekolah Dasar Negeri 1 Sliyeg
: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciwaringin
Kab.Cirebon
: Madrasah Aliyah Negeri Babakan Ciwaringin
Kab.Cirebon
: Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Download