APARATUR PEMERINTAH XXII/1 BAB XXII APARATUR PEMERINTAH A. PENDAHULUAN Usaha-usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah yang menjadi bagian integral dari seluruh usaha pembangunan dalam tahun ketiga Repelita III merupakan peningkatan daripada usaha usaha yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Sesuai dengan GBHN dan kebijaksanaan dalam Repelita III maka penyempurnaan Aparatur Pemerintah merupakan usaha dengan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritasnya. Pendekatan yang bersifat menyeluruh mempunyai sasaran jangka panjang, ialah agar Aparatur Pemerintah dapat menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa untuk menjalankan peranannya dalam mendukung proses pembangunan nasional. Pelaksanaan secara bertahap sesuai dengan urutan prioritasnya dimaksudkan bukan saja agar masalah-masalah mendesak dapat dipecahkan dengan segera, melainkan juga agar aupaya tenaga, biaya, keahlian serta waktu yang tersedia dapat dipergunakan secara optimal. Usaha dan kegiatan penyempurnaan Adminiatrasi dan Aparatur Pemerintah dalam tahun ketiga Repelita III seperti pada tahun sebelumnya ditujukan kepada penyempurnaan bidang-bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian, fasilitas dan sa rana kerja, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah. De mikian pula telah diusahakan perbaikan sistem perencanaan operasional tahunan, pelaksanaan anggaran belanja Negara terutama siatem pelelangan pemborongan pekerjaan/pembelian ba rang atau jasa, serta bidang-bidang lain yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di samping itu telah pula diteruskan langkah-langkah untuk meningkatkan kegiatan pengendalian, pengawasan serta penertiban operasi onal. B. KEBIJAKANAAN PEMERINTAH DAN SASARAN PENYEMPURNAAN APARATUR Arah kebijaksanaan di bidang Administrasi dan Aparatur Pemerintah ialah untuk meningkatkan dan memantapkan tata pe nyelenggaraan pemerintahan yang harus mencerminkan peranan Pemerintah dalam pembangunan nasional. S e s u a i d e n g a n yang XXII/3 dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara titik berat dalam Pembangunan Jangka Panjang adalah pembangunan bidang ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi. Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Pemerintah memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Dalam rangka ini pula Aparatur Pemerintah harus peka terhadap masalah-masalah pembangunan yang dirasakan oleh rakyat serta tanggap dan terampil untuk menyeleaaikan masalah-masalah tersebut. Dengan demikian Aparatur Pemerintah perlu se cara terus-menerus dikembangkan agar kemampuannya makin meningkat dalam pelaksanaan tugas membimbing dan melayani ma syarakat sehingga dapat dibina gairah rakyat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Arah kebijaksanaan penyempurnaan Aparatur Pemerintah pertama-tama ditujukan pada peningkatan pengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Aparatur Pemerintah harus benarbenar merupakan abdi Negara dan abdi masyarakat yang bermental baik dalam menjalankan tugas umum pemerintahan, tugas pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Atas dasar landasan serta pokok-pokok kebijaksanaan dan pengarahan penyempurnaan Aparatur Pemerintah sebagaimana dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara maka sasaransasaran usaha dalam Repelita III telah ditetapkan sebagai berikut: a. Meningkatkan hubungan fungsional yang makin mantap antara lembaga-lembaga perwkilan rakyat dengan Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. b. Meningkatkan pembinaan dan penertiban Aparatur Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perusahaanperusahaan milik Negara dan milik daerah, sehingga dapat menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa. c. Mengembangkan keserasian hubungan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah, dan dilaksanakan bersamasama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. d. Menyempurnakan tata kerja dan hubungan kerja, baik antara Departemen/Lembaga maupun dalam De pa rt e me n/L e m b ag a itu XXII/4 sendiri, agar tercipta langkah kegiatan yang lebih terpadu dan serasi guna mendukung keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta pelaksanaan program-program pembangunan secara menyeluruh. e. Meningkatkan penertiban dan menyempurnakan pengawasan seluruh aparatur Pemerintah, termasuk perusahaan-perusahaan milik Negara dan milik daerah dalam rangka penanggulangan masalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan Negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan. f. Meningkatkan dan memantapkan pembinaan dan pengelolaan perusahaan-perusahaan milik Negara dan milik daerah agar dapat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehi,ngga dapat membantu meningkatkan keuangan Negara, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat serta secara aktif ikut menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan golongan ekonomi lemah. g. Meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja pegawai dengan terus mengembangkan sistem karier yang diserasikan dengan sistem prestasi kerja. h. Meningkatkan kemampuan Aparatur Pemerintah dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang meliputi kemampuan dalam penyusunan rencana, perumusan kebijaksanaan dan program, kemampuan dalam pelaksanaan serta kemampuan dalam pengendalian dan pengawasan yang efektif dan efisien. Hal tersebut dilakukan dengan sistem di mana setiap sektor pembangunan menjadi jelas penanggungjawab dan aparatur Pemerintah yang menanganinya. i. Mengembangkan Administrasi Pemerintah secara tertib dengan antara lain penuangan berbagai ketetapan dan kebijaksanaan Pemerintah dalam produk peraturan perundang-undangan sehingga ketetapan dan kebijaksanaan tersebut memperoleh landasan kekuatan hukum yang pasti dan jelas, baik bagi para pelaksana maupun bagi masyarakat. C. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKSANAAN DAN APARATUR PEMERINTAH TAHUN 1981/82 1. HASIL PENYEMPURNAAN Apara tur P e me ri nta h Ti ngka t P usa t XXII/5 Usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah tingkat pusat te lah cukup banyak dilakukan seperti perbaikan susunan organisasi departemen-departemen, rumusan tugas pokok dan fungsifungsinya, uraian kewajiban dan tanggungjawab serta tatakerja masing-masing unit organisasi di bawahnya, dan sebagainya. Perbaikan yang cukup berarti di bidang organisasi Pemerintah tingkat pusat dilakukan dengan ditetapkannya Pokok-pokok Organisasi Departemen dan Susunan Organisasi Departemen, masing-masing dalam Keputusan Presiden No. 44 dan 45 tahun 1974 dan Keputusan-keputusan Menteri tentang organisasi De partemen masing-masing. Usaha penyempurnaan tersebut merupakan pengaturan segi tugas pokok, fungsi, susunan organisasi dan tatakerja dari semua jenis unit-unit pelaksana teknis yang merupakan satuan organisasi yang melaksanakan sebagian tugas-tugas Departemen, demikian pula Susunan organisasi dan tatakerja Kantor Wilayah di tingkat Propinsi Daerah Tingkat I dan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Dalam perkembangannya organisasi departemen telah me ngalami penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing departemen agar dapat menghadapi bertambahnya beban tugas karena meningkatnya kegiatan pembangunan. Dalam masa Repelita III, yakni sejak tahun 1979/80 sampai dewasa ini penyempurnaan-penyempurnaan tersebut meliputi organisasi Departemen Dalam Negeri (Keppres No. 57 dan 62 ta hun 1980), Departemen Kehakiman (Keppres No. 27 tahun 1981.), Departemen Keuangan (Keppres No. '57 tahun 1980), Departemen Perdagangan dan Koperasi (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No. 57 tahun 1980), Departemen Pertanian (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen Perinduatrian (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen Pertambangan dan Energi (Kepprea No. 47 tahun 1979), Departemen Pekerjaan Umum (Kepprea No. 47 tahun 1979), Departemen Perhubungan (Kepprea No. 47 tahun 1979), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen Kesehatan (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen Agama (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No. 22 tahun 1980), Departemen Sosial (Keppres No. 47 tahun 1979) dan Departemen Tenaga Kerja dan Tranamigrasi (Keppres No. 47 tahun 197g). Di antara perubahan organisasi tersebut terdapat pembentukan Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah pada Departemen Dalam Negeri dan pemecahan Direktorat Jenderal Moneter ke dalam Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri dan Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri pada Departemen Keuangan. XXII/6 Penyempurnaan-penyempurnaan tersebut di atas tetap bertitik tolak dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok dan fungsi Departemen-departemen bersangkutan. Walaupun asas fleksibilitas dalam pengorganisasian telah diterapkan namun asas kontinuitas tetap diberlakukan. Sesuai dengan perubahan yang dituntut karena meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan maka organisasi lembaga-lembaga Pemerintah non Departemen juga memerlukan penyempurnaan secara menyeluruh. Walaupun penelitian mengenai penyempurnaan organisasi lembaga-lembaga Pemerintah non Departemen belum berhasil merumuskan pola organisasi, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tatakerja lembaga-lembaga tersebut dengan dasar penilaian yang sama, namun asas-asas yang dipergunakan dalam penyempurnaan organisasi departemen sejauh mungkin telah diterapkan, tanpa mengorbankan sifat-sifat khusus dan ruang lingkup tugas pokok masing-masing. Usaha penyempurnaan ini dipersulit terutama oleh adanya perbedaan dasar hukum pembentukan masing-masing lembaga, yaitu ada yang dengan Undangundang, ada pula dengan Peraturan Pemerintah dan sebagian besar dengan Keputusan Presiden. Juga penyempurnaan menghadapi kesulitan karena sifat-sifat yang berbeda, ialah adanya kelompok lembaga Pemerintah non Departemen yang menjalankan fungsi lini atau yang melaksanakan tugas eksekutif, kelompok lain mempunyai kedudukan staf atau sebagai badan staf tingkat pusat, sedangkan ada pula yang mempunyai dan melaksanakan tugas koordinasi sehingga dapat disebut badan koordinasi. Tanpa mengurangi arti penyempurnaan secara menyeluruh, perhatian khusus diberikan kepada masalah-masalah yang mendesak, yaitu perlunya perubahan organisasi dari lembaga -lembaga Pemerintah non Departemen tertentu untuk dapat menanggulangi pelaksanaan tugas yang sangat mendesak dari lembaga yang ber sangkutan. Demikianlah pada tahun-tahun terakhir penyempurnaan organisasi telah dilakukan terhadap Badan Tenaga Atom Nasional (Keppres No. 51 tahun 1979), Biro Pusat Statistik (PP No. 6 tahun 1980), Badan Administrasi Kepegawaian Negara dengan pembentukan Kantor-kantor Wilayah tingkat Propinsi secara bertahap (Keppres No. 53 tahun 1980) dan Sekretariat Ne gara (Kepprea No. 31 tahun 1980). Dalam tahun anggaran 1981/82 telah dilakukan penyempurna an terhadap : a. Sekretariat Negara dengan Keppres No. 16 tahun 1981 dilakukan penambahan beberapa jabatan dalam Staf Sekretaris Negara; XXII/7 b. Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan Keppres No.33 tahun 1981 dalam rangka peningkatan fungsi mengkoordinasikan perencanaan dan pengembangan penanaman modal secara menyeluruh dan terpadu. Dalam Keppres tersebut ditegaskan antara lain bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal menye lenggarakan fungsi atas nama menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan dengan penerbitan berbagai ijin dan pemberian beberapa hak dan fasilitas kepada investor. Ketua Badan bertanggungjawab kepada Pre siden dan sehari-hari menerima petunjuk dari Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas; c. Badan Koordinasi Intelijen Negara dengan Keppres No. 19 tahun 1981 dilakukan penambahan beberapa unit pelaksana teknis. Perlu dikemukakan bahwa untuk mencegah perkembangan yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, Pemerintah telah menentukan bahwa setiap perubahan struktur organisasi dari setiap instansi pemerintahan, pimpinan instansi yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan dan memperoleh persetujuan dari Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara. Penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan kerja institusional maupun prosedural secara terus -menerus juga telah dilakukan. Penyempurnaan tata hubungan kerja antara berbagai departemen/lembaga yang telah dilakukan terutama meliputi pelaksanaan program-program yang merupakan prioritas dalam pembangunan, aeperti program-program peningkatan dan pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi, pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan gizi raky at, keluarga berencana, penanaman modal dan lain-lain. Demikian pula koordinasi yang lebih baik diusahakan dalam administrasi berbagi bidang seperti administrasi pelabuhan, administrasi perencanaan dan pembiayaan pembangunan, administrasi bantuan luar negeri, tata penyelenggaraan perdagangan luar negeri, khususnya untuk meningkatkan ekspor, dan lain sebagainya. Dalam tahun pertama (1979/80) sampai dengan tahun ketiga (1981/82) Repelita III tata hubungan kerja baik institusional maupun prosedural yang ditetapkan dengan peraturan-peraturan adalah sebagai berikut : a. Pembentukan Badan Koordinasi Bimbingan Masal (Keppres No. 6 tahun 1979); b. Pembentukan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan P e n g e m b a n g a n G e n e r a s i M u d a ( K e p p r e s N o . 2 3 ta hu n 1979) XXII/8 c. Pembentukan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam (Keppres No. 28 tahun 1979); d. Pembentukan Badan Koordinasi Energi Nasional (Keppres No. 46 dan No. 75 tahun 1980); e. Pembentukan Otorita Pembangunan Pelabuhan Udara Inter nasional Cengkareng yang melibatkan kerjasama antara Departemen Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dalam Negeri, Keuangan, Pemerintah Daerah DKI dan PN Pertamina (Keppres No. 16 tahun 1980); f. Pembentukan Panitia Landrefonn Pusat yang memerlukan kerjasama antara Departemen Dalam Negeri, Pertahanan dan Keamanan, Pertanian, Keuangan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pekerjaan Umum, Perdagangan dan Koperasi serta Kehakiman (Keppres No. 55 dan No. 75 tahun 1980); g. Pembentukan Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dengan melibatkan kerjasama antara Departemen Perdagangan dan Koperasi, Keuangan, Perhubungan, Dalam Negeri, Perindustrian, Pertahanan dan Keamanan serta Bank Sentral (Keppres No. 60 tahun 1980); h. Pembangunan asrama mahaaiawa untuk perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang perlu dilakukan secara terpadu dan terkoordinasikan dengan penetapan tugas-tugas kepada Menteri-menteri Keuangan, Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri-menteri Muda Urusan Pemuda, Urusan Koperasi serta Urusan Perumahan Rakyat (Keppres No. 40 tahun 1981); i. Peningkatan usaha pengembalian kredit program masal dengan melibatkan kerjasama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, Menteri Muda Urusan Produksi Pangan, Menteri Muda Urusan Koperasi, Gubernur Bank Indonesia, Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan serta para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (Inprea No. 10 tahun 1981); j. Pelaksanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa yang melibatkan kerjasama antara Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perhubungan dan Gubernur Bank Indonesia (PP No.1 tahun 1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya) yang ditujukan untuk peningkatan ekspor bukan minyak dan gas bumi. Berbagai peningkatan tata hubungan kerja juga telah dilakukan dengan pembentukan badan-badan oleh beberapa Menteri seperti pembentukan Panitia Tetap Kerjasama Bidang Industri Bahan Bangunan dan Industri Konatrukai oleh Menteri Perindus trian dan Menteri Pekerjaan Umum serta Team Bantuan Mengenai Masalah Perburuhan oleh Menteri Tenaga K e r j a d a n T r a n s m i XXII/9 grasi. Dalam Panitia atau dari berbagai departemen. Team tersebut duduk wakil-wakil Khusus mengenai berbagai bentuk bantuan pembangunan kepada Daerah, maka dalam bentuk Surat-surat Keputusan Barsama beberapa Menteri secara terus-menerus telah ditingkatkan penyelenggaraan tata hubungan kerja secara serasi. 2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah Penyempurnaan Administrasi dan Aparatur Pemerintah tingkat Daerah yang telah dilakukan sejak Repelita I telah dimantapkan dengan berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah yang memberikan dasardasar bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah menurut asas desentralisasi, dekonsentrasi maupun asas tugas pembantuan secara serasi. Dalam pelaksanaan asas desentralisasi maka urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah menjadi wewenang dan tanggung jawab Daerah sepenuhnya, dalam arti bahwa prakarsa diserahkan kepada Daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaannya adalah Aparatur Pemerintah Daerah itu sendiri, terutama Dinas-dinas Daerah. Dalam kaitan ini maka oleh Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan berbagai keputusan tentang susunan organisasi Pemerintah Daerah, tugas dan wewenang tiap unit organisasi, demikian pula tatakerja dan tata hubungan kerja, di antaranya yang terakhir ialah perbaikan organisasi . Sekretariat Wilayah Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 240 tahun 1980. Penyempurnaan tersebut adalah untuk peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan tugas-tugas yang semakin meluas. Demikian pula dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 219 dan 220 tahun 1979 telah diatur kembali perangkat pengawasan dengan ditetapkannya organisasi dan tata kerja Inspektorat Wilayah Propinai dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya dalam rangka peningkatan kelancaran penyelenggaraan pengawasan di tingkat Daerah. Selanjutnya dengan disempurnakannya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan dengan pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1980, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185 tahun 1980 telah ditetapkan pedoman organisasi tata kerja, baik untuk Bappeda tingkat I maupun Bappeda tingkat II. XXII/10 Dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di Daerah yang langsung menyangkut kepentingan nasional dan tidak dapat diserahkan kepada Daerah, maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagai penguasa tunggal dan sebagai administrator di Daerah bertugas mengkoordinasi instansi-instansi vertikal yang merupakan aparatur Pemerintah Pusat di Daerah. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan demikian mengkoordinasikan pembangunan di wilayahnya, baik sektoral, regional maupun yang bersifat khuaus. Koordinasi terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan itu merupakan koordinasi aktif yang berarti Gubernur Kepala Daerah Tingkat I ikut membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan memberikan pengarahan-pengarahan. Di bidang perencanaan dan pengendalian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di bantu oleh Bappeda. Perencanaan yang dilakukan oleh kantor-kantor wilayah maupun oleh pimpinanpimpinan proyek sektoral harus dikonsultasikan dengan Bappeda bersangkutan. Dalam rangka itu pula maka menjelang tiap akhir tahun dilangsungkan Konsultasi Nasional, yaitu konsultasi Bappeda seluruh Indonesia dengan Bappenas dan Departemendepartemen untuk menelaah masalah-masalah pokok pembangunan di daerah serta dalam rangka persiapan penyusunan rencana tahunan tahun berikutnya. Atas dasar Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 259 tahun 1981 maka penyelenggaraan Konsultasi Nasional dilakukan jauh sebelum waktu pemrosesan penyusunan RAPBN 1982/83, yaitu pada pertengahan Oktober. Di samping itu di antara Bappeda dari berbagai propinsi dalam satu wilayah pembangunan dilakukan pula konsultasi secara berkala untuk membahas usaha-usaha bersama dalam peningkatan pembangunan. Dengan kegiatan aktif Bappeda itu maka pertimbangan-pertimbangan regional akan lebih mendapat perhatian dalam rangka pemerataan serta peningkatan pembangunan. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan di Daerah Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Instruksi No. 1 tahun 1981 kepada semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan dan wewenangnya mensukseskan pelaksanaan program-program pembangunan dengan melakukan pengendalian sebaik-baiknya dan koordinasi terpadu terhadap segenap jajaran aparatur Pemerintah Pusat di Daerah, jajaran aparatur Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat secara efektif. Diminta pula agar kepada rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk dapat hadir menyaksikan langsung upacara pembukaan atau peresmian penggunaan sesuatu proyek di daerahnya sehingga rakyat kecil di pelosok semakin sadar akan XXII/11 arti pentingnya serta manfaatnya pelaksanaan sedang dan akan dilanjutkan kemudian. pembangunan yang Di bidang pengawasan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dibantu oleh Inspektorat Wilayah Propinsi yang secara luas melakukan pengawasan terhadap tugas pemerintahan baik tugas umum maupun tugas pembangunan. Sehubungan dengan perlunya keterarahan, keterpaduan dan keserasian pelaksanaan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka dengan Keppres No. 20 tahun 1981 telah dibentuk Team Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan Di Daerah sebagai pembantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam mengkoordinasikan pengendalian dan pengawasan pembangunan Pusat dan Daerah di wilayah bersangkutan. Team diketuai oleh Ketua Bappeda Tingkat I sedangkan para anggotanya adalah Kepala Itwilprop, Kakanwil Ditjen Anggaran, Kakanwil DJPKN, Kepala Cabang Bank Indonesia dan sebagai sekretaris Kepala Sekretariat Bappeda Tingkat I. Dengan terbentuknya team tersebut diharapkan dapat ditingkatkan hasilguna dan dayaguna pengawasan. Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 26 tahun 1980 tentang pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) di tiap Propinsi Daerah Tingkat I serta Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 167 tahun 1980 tentang susunan organisasi dan tata kerja BKPMD maka telah dikeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 1981 agar BKPMDBKPMD yang telah ada disesuaikan dengan yang diatur dalam Ke putusan-keputusan tersebut. Dalam pada itu dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 26 tahun 1981 telah dibentuk BKPMD Propinsi Su~awesi Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Daerah Istimewa Aceh. Usaha penyempurnaan administrasi Pemerintahan di Daerah juga terus dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa. Berturut-turut telah ditetapkan a. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa; susunan organisasinya terdiri dari Kepala Desa, Lembaga Musyawarah Desa dan Perangkat Desa, sedang Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan 3 sampai 5 Kepala Urusan (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1981); b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Musyawarah Desa yang bertujuan memperkuat pemerintahan Desa serta menyalurkan pendapat masyarakat Desa; anggota-anggotanya ter XXII/12 diri dari Kepala Dusun, pimpinan lembaga kemasyarakatan serta pemuka masyarakat desa (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1981); c. Pengambilan Keputusan Desa (Keputusan Menteri Dalam Negeri No.3 tahun 1981); d. Pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981); e. Pembentukan Dusun dalam Desa dan lingkungan d a l a m K e l u rahan (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1981); f. Tata cara pemilihan, pensahan, pengangkatan, pemberhenti an sementara dan p e m b e r h e n t i a n K e p a l a De sa ( K ep ut us an Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1981); g. Perayaratan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Desa, Kepala Urusan serta Kepala Dusun (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1981). Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa perangkat desa merupakan aparatur Departemen Dalam Negeri di daerah tingkat terbawah. Berhubung dengan itu secara bertahap mereka diangkat sebagai pegawai negeri. Sebagai salah satu tindak lanjut dari Undang-undang No. 5 tersebut di atas maka sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) sebagai sistem perencanaan pembangunan terpadu di tingkat Kecamatan untuk pengembangan desa-desa di seluruh Indonesia menjadi Desa Swasembada telah makin dimantapkan. Sebagaimana diketahui dengan sistem tersebut perencanaan pembangunan dimulai dan bersumber dari bawah, diawali dengan usul rencana Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) pada tingkat Desa. Rencana tersebut diajukan kepada Camat untuk diolah sehingga merupakan suatu kebulatan rencana pembangunan wilayah Kecamatan yang utuh, dengan memperhatikan potensi dan fungsi serta kedudukan dan peranan desa-desa di dalam wilayahnya. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981 tentang Mekanisme Pengendalian Pelaksanaan Program Masuk Desa dalam kaitannya dengan sistem UDKP mempunyai makna makin memantapkan serta melembagakan pembangunan desa yang terpadu. Pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemba ngunan desa dalam ruang lingkup kecamatan dimaksudkan agar rakyat pedesaan akan lebih terarah perhatian dan kegiatannya sehingga dana yang digunakan dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang maksimal. XXII/13 Kepada Kecamatan UDKP diminta agar di samping mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembangunan sektoral, regional, lokal dan pedesaan, termasuk dengan proyek-proyek Inpres dan swadaya masyarakat, juga mempercepat gerak pembangunan dan pemerataan aerta bersikap tanggap dan peka terhadap masalah masalah yang dihadapi. oleh rakyat disertai usaha sungguhsungguh agar kesadaran membangun di kalangan m a s y a r a k a t d e s a dapat selalu berkembang. Usaha-usaha penyempurnaan program pembangunan di daerah s e l a n j u t n y a i a l a h p e n y e r a s i a n a nt ar a pr oy ek - pr oy ek d al am r a n gk a b a nt u an P em e rin t a h P us a t kepada Daerah berdasarkan I n s tr u ks i P r ea i d en yan g di t er b it kan pada setiap permulaan tahun anggaran, yaitu pada tahun anggaran 1981/82 berdasarkan: a. Inpres No. 2 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa dengan bantuan langsung kepada Desa masing-masing Rp.1 juta. Di samping itu diberikan pula bantuan keserasian untuk menunjang pembangunan desa dalam Kecamatan UDKP dan untuk menjamin keserasian pembangunan desa yang didasarkan pada usaha-usaha masyarakat yang mencerminkan swadaya gotong-royong desa; b. Inpres No. 3 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang besarnya bantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp. 1.000,- tiap penduduk dengan ketentuan bahwa besarnya bantuan minimum ialah Rp.150,- juta; c. Inpres No. 4 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan bantuan minimum Rp. 7,5 milyar; d. Inpres No. 5 untuk Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar Rp. 374,36 milyar; e. Inpres No. 6 untuk Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar Rp. 79,- milyar; f. Inpres No. 7 untuk Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi dengan jumlah penyediaan biaya Rp. 70,- milyar; g. Inpres No. 8 untuk Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar. Bantuan ini merupakan subaidi bunga Pemerintah Pusat kepada Bank dalam rangka penyediaan kredit oleh Bank kepada Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah DKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun, dengan bunga 0%. Jumlah dana yang disediakan ialah Rp.50 milyar; h. Inpres No. 9 untuk Program Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten yang diberikan kepada tiap Kabupaten dengan pengutamaan pembangunan jalan yang menunjang kegiatan eko- XXII/14 nomi rakyat, jalan yang membantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan-jalan rusak. Jumlah dana yang disediakan ialah Rp. 55,- milyar. Prosedur pelaksanaan pembangunan melalui program-program bantuan tersebut tiap tahun disempurnakan dalam bentuk Surat surat Keputusan Bersama beberapa Menteri. Penyempurnaan penting yang telah dilaksanakan pada tahun pertama Repelita III dan berlaku sampai dewasa ini ialah antara lain mengenai Pe mimpin Proyek yang ditunjuk dari instansi yang paling berwe nang, sedangkan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II adalah sebagai penanggungjawab. Selanjutnya tatacara perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan untuk semua program bantuan dilakukan berdasar keseragaman dan kejelasan kriteria. 3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Sebagaimana telah ditetapkan dalam GBHN maka dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara dan dalam rangka membina kesatuan Bangsa, maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu terus dikembangkan. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah adalah hubungan antara aparatur Pemerintah tingkat Pusat, baik sebagai keseluruhan maupun sebagian, dengan aparatur Pemerintah Daerah. Karena Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, maka fungsi Pemerintahan Daerah merupakan sebagian dari fungsi Pemerintahan Negara. Guna peningkatan kemampuan Daerah maka kepada Pemerintah Daerah diberikan otonomi dalam batas-batas ikatan negara kesatuan, sehingga asas hubungan kerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah asas-asas keserasian dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan hubungan Pemerintah pokoknya adalah sebagai berikut : Pusat dan Daerah pada a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri selaku pembantu Presiden dalam masalah-masalah pemerintahan daerah. Menteri Dalam Negeri memberikan pedoman/bimbingan, koordi nasi dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah (UU No. 5 tahun 1974); b. Semua instansi vertikal dalam hubungan hirarki secara teknis, organisatoris dan administratif bertanggung jawab XXII/15 kepada Menteri yang bersangkutan, tetapi taktis operasional tunduk pada koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (Inpres No. 48/U/IN/8/1967). Dinas otonom mempunyai hubungan hirarki dengan Kepala Daerah, tetapi secara taktis fungsional berhubungan pula dengan instansi vertikal De partemen yang bertugas dalam bidang yang sama (Inpres No. 48/U/IN/8/1967). Dalam memimpin pemerintahan daerah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mendapat bantuan nasehat dari Muspida (Inpres 05/1967); c. Dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan instansi vertikal mengindahkan pedoman dan instruksi Departemen atasannya serta mengindahkan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam rangka memperlancar pelaksanaan proyek. Instansi vertikal Departemen menerima saran dan pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I guna diteruskan kepada Departemen yang bersangkutan untuk mendapat perhatian dan mengadakan kerjasama yang erat dengan dinas-dinas otonom; d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I turut bertanggungjawab atas pelaksanaan proyek-proyek sektoral di daerahnya, antara lain dengan mengikuti dan mengawasi perkembangan proyek-proyek yang ada di daerahnya, baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek maupun dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala ataupun insidentil dengan para Pemimpin Proyek/ Bendaharawan Proyek (Keppres 14 A/1980). Atas dasar pokok-pokok tersebut maka keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah telah diusahakan sejak Repelita I dan disempurnakan secara terus-menerus hingga dewasa ini. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah meletakkan dasar bagi pelaksanaan sistem dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan yang lebih serasi serta sesuai dengan tuntutan dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk pengarahan yang lebih mantap maka dapat disebutkan pembentukan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dengan Keppres No. 23 tahun 1975 yang bertugas merumuskan kebijaksanaan agar segala kegiatan yang terjadi di daerah dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Peningkatan hubungan antara aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilakukan dengan menserasikan kegiatan pembangunan guna meningkatkan kemanfaatan pelaksanaan pembangunan itu sendiri.Dalam hubungan ini sebagai tindak lanjut dari penyempurnaan Bappeda dengan Keppres No.27 tahun 1980 telah diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185 tahun 1980 XXII/16 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Bappeda Tingkat I dan Bappeda Tingkat II yang memperinci fungsi dalam mengusa hakan keterpaduan antara rencana Nasional dan Daerah. Untuk mencapai keserasian Bappeda diwajibkan senantiasa melaksanakan dan memelihara hubungan kerja secara konsultatif dengan instansi-instansi tingkat Pusat dan hubungan kerja secara koordinatif dengan instanai-instanai Daerah. Di samping itu diadakan forum konsultasi nasional dan regional sebagai usaha menserasikan kepentingan daerah dengan kepentingan nasional serta kepentingan antar daerah. Konsultasi regional dan nasional tersebut pada tahun anggaran 1981/82 diselenggarakan lebih awal, yaitu masing-masing pada bulan September dan Oktober, agar konsiderasi regional lebih diperhatikan dalam perencanaan operasional tahunan. Mengenai peranan Pemerintah Daerah dalam pembangunan nasional dapat dikemukakan antara lain rumusan dalam Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981, yaitu dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah sebagai berikut : a. b. c. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat II menyusun daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah masing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan dengan bekerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Daerah. Sebelum adanya daftar sebagimana dimaksud di atas Pemimpin Proyek menggunakan daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun olehnya berdasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Pengecualian terhadap pengadaan pelelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembelian yang dilakukan di tempat lokasi kantor/satuan kerja/Proyek atau di ibukota Kabupaten/Kotamadya (dengan nilai di atas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta) dilakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Demikian pula pengecualian terhadap pengadaan pelelangan (yang bernilai di atas Rp 500 juta) di tempat lokasi kantor/ satuan kerja/Proyek, di ibukota Kabupaten/Kotamadya atau di ibukota Propinsi diputuakan oleh Team Pengendali Pengadaan setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengetuai Panitia Prakualifikasi di tingkat Daerah. XXII/17 d. Bupati/Walikotamadya dengan mengikuti petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam hal penentuan lokasi, dan pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral.Bupati/ Walikotamadya bertanggung jawab atas kelancaran dan kewajaran harga tanah, sehingga dapat dihindarkan apekulasi tanah yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan berikutnya. e. Pada tingkat Daerah Gubernur menampung pengaduan dari masyarakat dunia usaha mengenai masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan APBN dan mengambil langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya. f. Bappeda Tingkat I menyampaikan laporan triwulan dari Proyek-proyek yang ada di daerahnya baik mengenai DIP tahun bersangkutan maupun megenai DIP SIAP kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappe nas dan Menteri Negara PPLH. g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan Proyek-proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda Tingkat I maupun dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para Pemimpin Proyek dalam wilayahnya dan selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri tertentu lainnya. h. GubernurKepalaDaerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya K e p al a D a er a h T in g ka t I I me n gumumkan kepada masyarakat luas mengenai proyek-proyek pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral maupun proyek-proyek bantuan berdasarkan Instruksi Presiden dan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai proyek-proyek tersebut kepada dunia usaha melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Walaupun Keppres No.14A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keppres No.18 tahun 1981 berlaku bagi kegiatan-kegiatan pekerjaan atas beban APBN, namun untuk segala pekerjaan yang dibebankan kepa APBD, prinsip-prinsipnya adalah sama. Dengan kesamaan prinsip dalam pelakaanaan anggaran maka diha rapkan adanya pemantapan koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelakaanaan pembangunan, baik sektoral maupun regional. Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di mana Pemerintah Daerah secara aktif diikutsertakan, maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan berbagai ketentuan sebagai berikut : a. Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ditetap XXII/18 kan bahwa para Gubernur Kepala Daerah tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II bertanggungjawab atas pelaksanaan proyek ini untuk daerahnya masing-masing. PRONA diadakan dalam rangka pelaksanaan caturtertib di bidang pertanahan sebagaimana digariskan dalam Repelita III dengan jalan sertifikasi tanah secara masal. Sebagaimana diketahui sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang kuat yang memberikan jaminan kepastian hukum bagi penguasaan dan pemilikan tanah. Di samping pelaksanaan proyek tersebut dilaksanakan pula program penyelesaian sengketa tanah. Kepala Kecamatan dan Kepala Desa, demikian pula tokoh-tokoh masyarakat diikutsertakan untuk membantu pelaksanaan proyek ini. b. Berkenaan dengan Keputusan Menteri Pertanian No.595 tahun 1981 tentang program pencetakan sawah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan lokasi yang terletak dalam kawasan jaringan irigasi. Pencetakan sawah dibiayai terlebih dahulu oleh Pemerintah Pusat dan setelah selesai dicetak biaya tersebut diberlakukan sebagai kredit kepada pemilik tanah bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa selama ini Pemerintah Daerah senantiasa dilibatkan dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan, khususnya beras. Hal tersebut dilakukan dengan langkah-langkah yang berkembang dari intensifikasi ke intensifikasi yang disempurnakan seperti panca usaha lengkap, intensifikasi khusus dan akhir-akhir ini operasi khusus. c. Di aetiap Propinsi Daerah Tingkat I seluruh Indonesia berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri dibentuk Panitia Kerja Tetap Pengembangan Ekspor Daerah yang diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan anggotaanggotanya ialah unsur-unsur dari Kantor-kantor Wilayah Bea Cukai, Pajak, Pertanian, Pertambangan, Koperasi, Perdagangan, Perhubungan dan Kantor Cabang Bank-bank Pemerintah. Tugas dari Panitia tersebut ialah memonitor pelaksanaan kebijaksanaan ekspor sehubungan dengan program peningkatan ekspor non minyak dan gas bumi. d. Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan sistem perenca naan pembangunan tahunan, khususnya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pengembangan potensi daerah dan pemecahan masalah-masalah pembangunan yang sifatnya mendesak di daerah, maka dengan Surat Bappenas No. 1799/WK/9/1981 kepada para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II telah dirumuskan petunjuk atau tatacara pengusulan dan perencanaan proyek-proyek pembangunan yang pada pokoknya menetapkan XXII/19 tata hubungan kerja dan kerjasama antara Daerah, Bappeda dan Instansi-instansi Vertikal. Dinas -dinas Akhirnya penting untuk dikemukakan bahwa dalam kaitan dengan usaha meningkatkan fungsi pengkoordinasian kegiatankegiatan instansi vertikal di daerah oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sesuai dengan petunjuk Presiden sejak tahun anggaran 1981/82 pelantikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/ Direktorat Jenderal/Lembaga di daerah dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan disakaikan oleh pejabat dari Pusat Departemen/Direktorat Jenderal/Lembaga yang ber sangkutan. 4. Aparatur Perekonomiaa Negara Usaha penyempurnaan aparatur perekonomian negara yang meliputi badan-badan usaha dan lembaga-lembaga keuangan milik Negara yang telah dilakukan aecara terus-menerus sejak tahun 1967 dalam Repelita III terus ditingkatkan. Aparatur pereko nomian Negara, khususnya perusahaan-perusahaan Negara, diarahkan agar dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat dan efisien sehingga menguntungkan bagi penerimaan Negara, di samping dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta dapat menyelenggarakan kemanfaatan umum yang lebih baik dan lebih merata. Denikian pula pening katan pembinaan lembaga-lembaga keuangan ditujukan ke arah kemampuan menjadi pendorong kegiatan pembangunan dan produksi sektor awasta dan koperasi yang belum mampu. Kemudian agar turut aktif mengamankan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah dalam pengembangan pengusaha go longan ekonomi lemah serta pemantapan stabiliaasi ekonomi. Sementara itu dalam tahun ketiga Repelita III dalam rangka pembinaan badan-badan usaha negara telah dilakukan antara lain : a. Pengalihan bentuk Perusahaan Negara Perkebunan I menjadi Persero (Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1981); b. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero di bidang produksi gula (Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1981); c. Pembubaran Perusahaan Negara Perkebunan XVI dan penggabungannya ke dalam Persero PT Perkebunan XV (Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1981); d. P e n y e r t a a n m o d a l P e m e r i n t a h u nt uk p en di ri an Pe rs er o di XXII/20 bidang Aneka Usaha Perkebunan (Peraturah Pemerintah No. 16 tahun 1981); e. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam bidang usaha perencanaan, perekayasaan dan konstruksi industri (Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1981); f. Pendirian Perum Indonesia Farma (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1981); g. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam modal saham Persero PT Yodyakarya dan Persero PT Bina Karya (Peraturan Pemerintah No. 21 dan 22 tahun 1981); h. Pencabutan Peraturan Pemerintah No. 229 tahun 1961 tentang Penyerahan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya (Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1981); i. Pendirian Perum Pengangkutan Penumpang Jakarta yang semula merupakan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta (Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1981); j. Pengalihan bentuk Perum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Persero (Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1981); k. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam modal saham Persero PT Danareksa (Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1981); l. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam modal saham Persero PT Indra Karya (Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1981); m. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam bidang pupuk (Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1981); n. Penambahan modal kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1981); o. Penetapan Perusahaan Umum "Otorita Jatiluhur" sebagai perusahaan yang dapat menarik dan menerima iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan (Keputusan Presiden No. 7 tahun 1981). Dalam pada itu selama tahun ketiga Repelita III proses pengalihan bentuk-bentuk perusahaan berjalan terus. Sampai pada akhir tahun anggaran 1981/82 perusahaan negara berstatus Persero berjumlah 142 buah, temasuk 26 Persero Patungan. Dari jumlah Persero tersebut maka 8 Persero beropera si di sektor jasa keuangan, 46 Persero di sektor jasa umum, 52 Per sero di sektor jasa industri (termasuk PT Krakatau Steel) dan 36 di sektor pertanian. XXI/21 Perusahaan Negara yang berkedudukan Departemen berjumlah 23 buah. sebagai Perum di 9 Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan berjumlah 2 buah, yaitu Perusahaan Jawatan Pegadaian di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan serta Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Perusahaan Negara (PN) yang belum ditentukan statusnya menurut Undang-undang No. 9 tahun 1969 tinggal 36 buah, sedangkan PT lama yang belum disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1969 menjadi Persero adalah 10 buah. Perusahaan Negara yang mempunyai status khuaus yang berarti pembentukannya didasarkan pada Undang-undang tersendiri berjumlah 9 buah, yaitu 8 buah Bank-bank Pemerintah yang berada di bawah pembinaan Departemen Keuangan dan Pertamina di bawah pembinaan Departemen Pertambangan dan Energi. Mengenai Pertamina dapat dikemukakan bahwa sejak tahun 1975 Perusahaan Negara tersebut telah mengalami penyempurnaan dan penertiban secara terus menerus yang Aimulai dengan reorganisasi berdasarkan Keppres No. 44 tahun 1975. Dalam rangka peningkatan penertiban di segala bidang, terutama di bidang pertanggungjawaban dalam administraai perusahaan maka dengan Keppres No. 73 tahun 1981 telah dilaksanakan pengangkatan Dewan Direksi baru. Kepada para pimpinan dipertanggungjawabkan 4 hal pokok, yaitu mengusahakan produksi yang meningkat, menguaahakan penerimaan Negara yang makaimal, menyelenggarakan pembangunan sarana Bahan Bakar Minyak untuk menghadapi kenaikan permintaan dan membuat PN Pertamina menjadi Perusahaan Negara yang mampu menghadapi perubahan-perubahan yang timbul. Keadaan badan-badan usaha Negara secara lebih terperinci sampai tanggal 31 Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-1. Sementara itu berbagai kebijaksanaan khusue dalam rangka usaha pengembangan dunia usaha terus dilakukan. Dalam hubungan ini dapat disebutkan bahwa perijinan untuk penanaman modal telah disederhanakan,, yaitu dengan pengurangan 36 ijin yang meliputi persetujuan pokok serta persetujuan pelaksanaan menjadi 15. Sebelumnya dengan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1981 telah ditetapkan pemberian tambahan kelonggaran perpa jakan bagi perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam rangka XXII/22 TABEL XXII – 1 KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA, SAMPAI 31 MARET 1982 (perusahaan) 1) 2) 3) Perseroan Terbatas yang berdiri sebelum terbit PP 12/1969 Bank Pemerintah Pertamina XXII/23 penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut perusahaan-perusahaan yang menampung tenaga kerja dalam jumlah besar atau berlokasi di daerah yang perlu dikembangkan sehingga harus membuka sendiri prasarana dengan menghadapi risiko besar, dapat diberikan tambahan kelonggaran perpajakan di luar perpajakan yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Penanaman Modal. Berhubung dengan hal di atas maka dalam rangka peningkat an fungsi koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman modal secara menyeluruh dan terpadu maka dengan Keputusan Presiden No. 33 tahun 1981 sebagai pengganti Keputusan Presiden No. 53 tahun 1977 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mengalami penyempurnaan. Dalam usahanya untuk lebih memperbaiki sistem Daftar Skala Prioritas maka secara berkala dilakukan peninjauan terhadap sistem Daftar Skala Prioritas berdasarkan faktor kejenuhan dalam masing-masing kategori bidang-bidang yang tertutup, yang diregistrasi dan yang mendapat prioritas utama yang dikaitkan secara langsung dengan program-program Sektoral dan Regional. Untuk menciptakan iklim ekonomi khususnya perdagangan luar negeri yang lebih baik Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan baru tentang pelaksanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa. Demikianlah dengan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 dan disusul dengan rangkaian peraturan Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan dan Gubernur Bank Indonesia telah diadakan perubahan mendasar yang menyangkut sistem serta prosedurnya. Tujuannya ialah pemberian kesempatan yang lebih luas kepada para pengu saha terutama ekaportir dalam melakukan kegiatan usahanya. Pada pokoknya kebijaksanaan yang dilakukan adalah membebaskan para ekaportir dari kewajiban menjual devisa yang diperoleh nya kepada Bank Indonesia dengan tujuan agar para eksportir dapat memanfaatkan devisa semaksimal mungkin baik untuk pem belian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya maupun untuk mencapai hasil maksimal dari penggunaan devisa yang dimilikinya. Sejalan dengan itu Pemerintah telah memperluas kesempatan cara pembayaran transakai ekspor dan impor. Dalam rangka ini Pemerintah menyediakan fasilitas kredit ekspor dengan syarat-syarat lunak, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor. Untuk lebih mengembangkan pasar uang dan modal maka Peme rintah telah melakukan penambahan penyertaan modal ke dalam modal saham Persero PT Danareksa dengan Peraturan Pemer i n t a h XXII/24 XXII/24 No. 33 tahun 1981. PT Danareksa yang didirikan oleh Pemerintah pada tahun 1976 dan bertugas menjual saham perusahaan perusahaan yang "go public" dalam bentuk sertifikat saham ke pada masyarakat telah mengalami kemajuan pesat. Keuntungan PT Danareksa sebagai salah satu sumber bagi penerimaan Negara dari tahun ke tahun meningkat terus dengan gambaran sebagai berikut : keuntungan tahun 1977 ialah Rp.142 juta, tahun 1978 Rp. 315 juta, tahun 1979 Rp. 532 juta dan tahun 1980 Rp. 1,6 milyar. Mengenai usaha pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah telah ditempuh berbagai jenis pembinaan. Pembinaan oleh Peme rintah pada hakekatnya ditujukan kepada penanggulangan kesu karan yang dihadapi oleh para pengusaha golongan ekono mi lemah, yaitu kekurangan modal, kesulitan memasarkan hasil produksi, kesulitan memperoleh bahan baku/penolong dan kekurangan keahlian teknis/management. Dalam rangka usaha membantu kebutuhan modal para pengusaha golongan ekonomi lemah selama ini telah dikembangkan lembaga-lembaga keuangan bukan bank PT Bahana dan PT Askrindo serta pendirian Perum Pengembangan Keuangan Koperasi dengan meleburkan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi kedalam badan usaha tersebut berdasarkan Keppres No. 51 tahun 1981 yang bertugas membantu dalam hal perkreditan. Demikian pula secara terus menerus dikembangkan ketatalaksanaan dengan cara-cara yang lebih baik dalam pemberian fasilitas perkreditan oleh Bank-bank Pemerintah. Bahkan Bank Indonesia dewasa ini tidak lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang kas dan pengedaran uang cartal melainkan juga dalam bidang perkreditan dan pengerahan dana perbankan dalam rangka mengembangkan pengusaha kecil. Selanjutnya untuk membantu para pengrajin sebagai pengusaha golongan ekonomi lemah sejak Repelita I telah dikembangkan program BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil) dengan jalan memberikan pendidikan dan latihan, bimbingan dan penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan pro mosi serta pemasaran. Dewasa ini Pemerintah telah mengajukan konsep baru bagi pengembangan industri kecil untuk menampung tenaga kerja yang lebih besar serta memberikan ruang kreasi yang lebih luas. Hal itu dilakukan dengan pembangunan Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK) di samping pembangunan Lingkungan Industri Kecil (LIK) sebagai model pengembangan industri kecil yang memberikan perangkat fisik tempat berproduksi dan b e r u s a h a . D e m i k i a n p u l a s i s t e m " B a p a k / A n a k A ng ka t" , ju ga X X II /2 5 sistem aub-kontrak dalam hubungan perusahaan besar dan perusahaan kecil yang dikembangkan oleh Pemerintah dan akhirnya pemberian pengutamaan kepada golongan ekonomi lemah dalam pemborongan pekerjaan dan pembelian barang/bahan Pemerintah sesuai dengan Keppres No. 14 A tahun 1980 jo Kepprea No. 18 tahun 1981 mempertegas langkah pembinaan oleh Pemerintah dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha. 5. Pengawasan dan Penertiban Operasional Pengawasan dan penertiban operasional yang merupakan alat pengaman bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan telah ditingkatkan oleh Pemeirintah secara terus menerus. Pengawasan yang intinya menuju kepada tercapainya sasaran krida ke -4 Kabinet Pembangunan, yakni menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, telah menjadi usaha Pemerintah secara terusmenerus. Oleh karena itu sejalan dengan beban pembangunan yang semakin meningkat pada tahun ketiga Repelita III pengawasan semakin ditingkatkan, baik pengawasan yang dilakukan oleh aparatur fungsional maupun pengawasan yang melekat pada fungsi pimpinan, yaitu pengawasan oleh atasan terhadap bawahan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan yang telah ditetapkan. Diperkuatnya unsur pengawasan dengan pengangkatan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan III di samping Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara dan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban serta aparatur pengawasan lainnya yang sudah ada seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara pada Departemen Keuangan, para Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang), Inspektorat Jenderal pada Departemen-departemen dan Inspektorat Wilayah Propinsi pada Daerah-daerah Tingkat I dengan diserai usaha-usaha penyempurnaannya secara terus menerus menggambarkan kesungguhan Pemerintah dalam mengupayakan agar keseluruhan aparatur menjadi alat yang berwibawa, kuat, efektif, efisien dan bersih guna menjamin keberhasilan usaha pembangunan. Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban dalam lingkungan Departemen/Lembaga telah dilaksanakan dengan dilancarkannya Operasi Tertib berdasarkan Instruksi Presiden No.9 tahun 1977 terhadap penyalah gunaan jabatan, komersiali sasi jabatan, korupsi, pemborogan-pemborosan, pungutan liar dan lain-lain perbuatan tercela. Operasi Tertib dimaksudkan untuk mendinamisir fungsi aparatur pengawasan Pemerintah dalam peningkatan tertib organisasi, personalia dan tatalaksana dalam lingkungan Departemen/Lembaga serta lingkungan Pemerin tah Daerah. Sekalipun Operasi Tertib telah menunjukkan hasil h a s i l y a n g n y a t a d a n s e k u r a n g - k ur an gn ya d ap a t di ci pt ak an XXII/26 iklim yang tidak merangsang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, namun Pemerintah menyadari bahwa pengembalian segala sesuatunya kepada ketertiban belum selesai. Oleh kare na itu peningkatan pengawasan dan penertiban masih harus terus dilaksanakan. Sejak Juni 1977 hingga Maret 1982 mereka yang ditindak meliputi 9.585 orang yang tersangkut dalam 6.454 kasus. Dari jumlah mereka yang ditindak itu 8.450 orang dikenakan tindakan administratif, 895 orang tindakan pidana dan 240 orang tindakan lainnya. Ikhtisar perkembangan Operasi Tertib periode Juni sampai dengan Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-2. 1977 Pada tahun ketiga Repelita III telah pula dilaksanakan operasi penertiban yang diberi nama "Operasi Bersih dan Berwibawa" sebagai operasi untuk menangani adanya penyimpangan dalam pengangkatan pegawai honorer daerah dan pengangkatan lurah dan perangkat kelurahan menjadi pegawai negeri. Dalam operasi tersebut yang dilaksanakan ,di 10 Propinsi Daerah Tingkat I maka telah didapati penyelewengan oleh 97 orang pegawai negeri Pusat dan Daerah. Terhadap mereka telah dikenakan tindakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara No. 02/SE/Menpan/1980 tentang penertiban terhadap pemilikan dan penggunaan ijasah palsu serta ijasah asli tetapi palsu untuk kepentingan karier kepegawaian atau yang dapat merendahkan martabat aparatur Pemerintah sampai dengan akhir Maret 1982 telah berhasil ditindak Sebanyak 224 orang pegawai dalam lingkungan Departemen/Lembaga dengan perincian 63 orang tingkat Sarjana, 47 orang tingkat Sarjana Muda dan 114 orang tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ke bawah. Dalam kaitan dengan Operasi Tertib tersebut di atas maka atas dasar Instruksi Presiden No. 14 tahun 1981 tentang Peny e le n gg a ra a n U p ac a ra P e ng i ba r an Be n d er a Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan di semua Instansi Pemerintah telah diambil kebijaksanaan agar para Menteri/Ketua Lembaga atau Pejabat Eselon I yang ditunjuknya pada kesempatan tersebut dapat antara lain mengumumkan tindakan-tindakan atau langkahlangkah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan masing-masing di samping juga hal-hal yang baik atau positif. XXII/27 TA BE L XX II – 2 IK HT IS AR P ER KE MB AN GA N OP ST I B DI L NG KU NG AN A PA RA TU R NE G AR A, PE RI OD E JU NI 1 97 7 s/ d MA RE T 1 98 2 XXII/28 Pengumuman pada setiap apel bendera pada tanggal 17 dimaksudkan sebagai langkah edukatif agar aparatur Pemerintah berbuat semakin tertib. Selanjutnya sehubungan dengan berlakunya Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tertuang dalam Undangundang No. 8 tahun 1981, Menteri Negara P e n e r t i b an Ap a ra t ur Negara telah menetapkan tatacara penyampaian laporan tindak pidana kepada aparatur penindak hukum sebagai berikut : a. Apabila d i k e t a h u i t e r d a p a t a d a n y a t i n d ak p id a n a d a l a m lingkungan sesuatu instansi Pemerintah, maka pejabat yang berwenang berkewajiban untuk melaporkan kepada : (i) K e p o l i s i a n , s e p a n j a n g m e n y a n g k u t t i n d a k p i d a n a biasa (pasal 6 ayat 1 KUHAP); (ii) Kepolisian/Kejaksaan, sepanjang menyangkut tindak pidana khusus seperti korupsi, subversi, pelanggaran ekonomi dan lain-lain (pasal 284 ayat 2 KUHAP). b. Apabila aparatur pengawasan menemukan bukti-bukti adanya tindak pidana maka penanganan lebih lanjut dilakukan dengan tatacara : (i) Dalam hal terjadi di lingkungan Departemen, maka Inspektur Jenderal melaporkan kepada Menteri yang bersangkutan dan selanjutnya Sekrataris Jenderal atas nama Menteri melaporkan kepada KAPOLRI/Jaksa Agung; (ii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat I maka Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah. Tingkat I yang bersangkutan apabila tersangkanya adalah pegawai negeri Daerah Tingkat I atau pegawai negeri Pusat yang diperbantukan. Selanjutnya Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melapor kepada KADAPOL/KAJATI. (iii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II maka Kepala Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya melaporkan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II apabila tersangkanya adalah pegawai negeri Daerah Tingkat II atau pe gawai negeri Daerah Tingkat I yang diperbantukan. Selanjutnya Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II atas nama Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II melaporkan kepada DANRES/DANRESTA/DANTABES/KAJARI. (iv) Tatacara tersebut di atas berlaku juga bagi aparatur pengawasan di Lembaga-lembaga Pemerin t a h Non XXII/29 Departemen, Sekretariat Lembaga Negara dan Badan Usaha Milik Negara. Tertinggi/Tinggi Selama tahun anggaran 1981/82 langkah-langkah untuk melanjutkan dan meningkatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan dalam pengawasan dan penertiban adalah antara lain Bebagai berikut : a. Mengembangkan sistem pengawasan yang diueahakan secara lebih terpadu dan terarah antara sesama aparatur pengawasan, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dan Perusahaan Milik Negara/Daerah. b. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mendeteksi penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil langkah koreksi sebelum terlambat. c. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan atas pelaksanaan pembangunan dari segi penggunaan keuangan, mutu fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek sehingga hasil-hasil pengawasan itu akan bermanfaat untuk digunakan bagi perencanaan dan pelaksanaan. d. Memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen sebagai aparatur pengawasan fungsional. e. Mengembangkan hubungan kerja pengawasan secara terkoordinasikan di daerah dengan cara lebih memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat Wilayah Daerah sebagai aparat pengawasan Pemerintah Daerah. 6. Penyempurnaan di Bidang Kepegawaian Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan Aparatur Pemerintah maka telah dilaksanakan usaha pembinaan pegawai negeri secara berencana dan terarah agar segenap pegawai negeri sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur Aparatur Pemerintah, abdi Negara dan abdi masyarakat dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pembinaan pegawai negeri tersebut didasarkan pada sistem karier dan sistem prestasi kerja melalui berbagai penyempurnaan di bidang kepegawaian. Dalam tahun ketiga Repelita III usaha pembinaan yang merupakan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan dalam tahun-tahun sebelumnya meliputi: (a) penyempurnaan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian, (b) penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai, (c) pengadaan dan pengangkatan XXII/30 pegawai serta penyelesaian kepangkatan, (d) perbaikan penghasilan pegawai negeri dan Pejabat Negara, (e) perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun, (f) penyempurnaan tata usaha kepegawaian, (g) peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta peningkatan keterampilan dan produktivitaa kerja pegawai. Dengan berbagai penyempurnaan di atas, di samping diberlakukannya penilaian pelaksanaan pekerjaan atas pegawai negeri yang obyektif seperti ditentukan dalam PP No. 10 tahun 1979, diharapkan akan semakin terjamin ketenangan dan kegairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilirannya akan men dorong pegawai negeri untuk bekerja dengan lebih produktif tertib dan teratur sehingga pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat terselenggara dengan lebih lancar. Demikian pula dengan dikeluarkannya PP No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang mengatur kewajiban, larangan serta sanksi apabila tidak ditaati atau larangan dilanggar, maka setiap pegawai diharapkan akan lebih menyadari kewajiban dan tanggungjawabnya dan mempunyai disiplin yang tinggi dalam melakaanakan tugas kewajiban. a. Penyempurnaan pegawaian peraturan perundang-undangan di bidang ke- Sebagai lanjutan usaha peningkatan pembinaan pegawai negeri maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah dikeluarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dengan empat Peraturan Pemerintah dan empat Keputusan Presiden. Seperti diketahui dalam rangka penyederhanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian telah ditentukan bahwa pokok-pokok kepegawaian ditetapkan dalam Undang-undang, ketentuan-ketentuan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dan ketentuan-ketentuan pelaksanaan operasionalnya diatur dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya petunjuk pelaksanaan teknis dituangkan dalam Keputusan atau Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Perincian dari peraturan perundang-undangan lah seperti termuat dalam Tabel XXII - 3 . b. tersebut ada- Penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai Sebagai lanjutan dari kegiatan yang dilaksanakan dalam Repelita II di bidang kepegawaian, yaitu agar setiap satuan organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang sama XXII/31 TABEL XXII – 3 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN TAHUN 1981/82 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1974 XXII/32 dengan jenis dan besarnya beban tugas yang menjadi tanggungjawabnya, maka dalam Repelita III telah dan akan dilaksanakan terus usaha ke arah penyusunan formasi pegawai negeri berdasarkan PP No. 5 tahun 1976. Sebagai langkah pertama ke arah itu maka sejak Repelita II telah diadakan inventarisasi jabatan dengan maksud untuk dapat mengetahui jumlah dan jenis jabatan yang ada pada organisasi Pemerintah. Untuk memudahkan penyusunan daii pencarian maka jabatan yang ada pada organisasi Pemerintah di kelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yang terdiri dari (a) jabatan struktural, yaitu jabatan yang nyata-nyata tercantum pada organisasi Pemerintah yang bersangkutan, dan (b) jabatan non-struktural, yaitu jabatan yang tidak nyata-nyata tercantum pada struktur organisaai Pemerintah, akan tetapi jabatan tersebut diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas pokok organisasi Pemerintah yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui invertitarisasi jabatan merupakan dasar dalam penyusunan uraian jabatan, penggolongan, dan penilaian jabatan selanjutnya. Dalam tahun ketiga Repelita III usaha inventarisasi jabatan masih diteruskan dengan kegiatan-kegiatan: (i) penyusunan kembali daftar nama dan jumlah j ab a ta n me nurut inatansi. (ii) perancangan Keputusan Presiden tentang Daftar Nama, Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri, dan (iii) penyusunan uraian jabatan fungsional bidang umum. c. Pengadaan pangkatnya dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian Pengadaan pegawai negeri dimaksudkan untuk mengisi formasi yang lowong pada masing-masing satuan organisasi Pemerintah. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 30 tahun 1981 tentang Latihan Pra Jabatan, maka calon pegawai negeri yang diangkat sejak 1 April 1981 diwajibkan mengikuti latihan pra jabatan agar calon pegawai negeri tersebut terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Calon pegawai negeri yang telah lulus dalam latihan pra jabatan dapat diangkat menjadi pegawai negeri. Kecuali itu berdasarkan keputusan-keputusan Pangkopkamtib tentang Penertiban Personil Aparatur Pemerintah calon pegawai negeri dikenakan skrining mental-ideologinya yang meliputi aspek-aspek antara lain lingkungannya, sikap hidupnya, rasa pengabdian, dan sebagainya. Maksud dari pada skrining calon XXII/33 pegawai ialah untuk menjamin agar pembangunan nasional tetap berjalan lancar tanpa adanya gangguan yang timbul dari dalam aparatur Pemerintah sendiri. Dalam tahun anggaran 1981/82 pengangkatan calon pegawai negeri pada masing-masing Departemen dan Lembaga adalah sejumlah 150.305 orang. Selain dari pada diangkat pula : itu pengangkatan tersebut di atas, maka (i) Pegawai guru SD/guru agama SD berdasarkan Inprea No. 6 tahun 1980 dan No. 5 tahun 1981 sejumlah 103.350 orang. (ii) Tenaga-tenaga medis dan paramedis di Puskesmas yang diangkat berdasarkan Inpres No. 6 tahun 1981 sejumlah 4.660 orang. (iii) Pegawai tenaga kesenian dalam lingkungan Departemen Penerangan yang diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1981 menjadi pegawai negeri aejumlah 453 orang. (iv) Pegawai TVRI yang diangkat berdasarkan Peraturan Peme rintah No. 37 tahun 1980 menjadi pegawai negeri sejumlah 2.331 orang. (v) Tenaga honorer daerah yang diangkat menjadi pegawai negeri sejumlah 12.047 orang. (vi) Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1980 menjadi pegawai negeri aejumlah 26.270. Perincian jumlah tersebut tercantum dalam Tabel XXII - 4. Dengan demikian pengangkatan seluruh pegawai tahun anggaran 1981/82 berjumlah 299.416 orang. baru dalam Mengenai pengangkatan dapat dikemukakan bahwa jumlah pegawai negeri yang bekerja pada Departemen/Lembaga/Daerah Oto nom yang mengalami kenaikan pangkat dalam tahun anggaran 1981/82 adalah sejumlah 152.829 orang. Selanjutnya usaha peningkatan dalam urusan kenaikan pangkat akan terus dilakukan berdasarkan : (i) hasil pemeliharaan data kepegawaian yang makin sempurna; (ii) usaha standarisasi formulir usul-usul kenaikan pangkat yang merupakan penyederhanaan administrasi; (iii) hasil penataran pada masing-masing instansi. d . Perbaikan penghasilan pegawai negeri dan pejabat Negara XXII/34 TABEL XXII – 4 PENYELESAIAN PENGANGKATAN KEPALA/PERANGKAT KELURAHAN1) MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL, 1981/82 (unit pengangkatan) 1) 2) Tidak termasuk Kepala/Perangkat Kelurahan Yang telah berstatus sebagai pegawai negeri Angka diperbaiki XXII/35 Sejak Repelita I Pemerintah secara bertahap telah berusaha memperbaiki penghasilan pegawai negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup serta dalam rangka usaha meningkatkan prestasi kerja untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesarbesarnya. Dalam tahun anggaran 1981/82 maka sesuai dengan kemampuan keuangan Negara dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1980 tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi Pegawai Negeri dan Pejabat Negara, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1981 diberikan tunjangan perbaikan penghasilan, ialah bagi golongan I dari 60% menjadi 100% dari penghasilan, bagi golongan II dari 50% menjadi 80% dari penghasilan, bagi go longan III dari 40% menjadi 65% dari penghasilan, bagi golongan IV dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, bagi pejabat Negara dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, dan bagi ang gota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari 40% menjadi 60% dari uang kehormatan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1974 tentang Gaji/Gaji Kehormatan/Uang Kehormatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara yang berlaku sejak 1 Januari 1981 ditetapkan perubahan gaji pokok bagi pejabat Negara tersebut. Adapun perbandingan penghasilan rata-rata pegawai negeri pada akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita III dapat dilihat pada Tabel XXII-5. Kemudian dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan kebijaksanaan untuk memberikan tunjangan khusus, yaitu bagi pegawai negeri di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional diberikan tunjangan "bahaya nuklir" berdasarkan Keputusan Presiden No.12 tahun 1981 dan bagi pegawai negeri pada inatansi keamanan dan keselamatan pelayaran berdasarkan Keputusan Presiden No.12 tahun 1982. Mengenai pegawai bekas Trikora, yaitu pegawai negeri yang telah bertugas di Irian Jaya sebelum 1 Mei 1969, yang menerima penghargaan berdasarkan Keputusan Presiden No. 62 tahun 1979 sampai dengan tanggal 31 Maret 1982 adalah sebanyak 2.848 orang. Selain itu dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1981 telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai perawatan, tunjang XXII/36 TABEL XXII – 5 PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL, 1979/80 – 1981/82 XXII/37 an cacad dan uang duka bagi pegawai negeri. Hal itu berkenaan dengan risiko pegawai negeri yang dalam melaksanakan tugas kewajibannya tidak luput dari kemungkinan mendapat kecelakaan yang mengakibatkan pegawai negeri yang bersangkutan sakit, cacad atau tewas. Dengan adanya jaminan pengobatan, perawatan, dan atau rehabilitasi serta penghargaan sebagaimana di maksud di atas, maka diharapkan setiap pegawai negeri melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa pengabdian dan tanggungjawab. Ketentuan-ketentuan dari Peraturan berlaku pula bagi pejabat Negara. e. Perbaikan penghasilan bersifat pensiun penerimaan Pemerintah tersebut pensiun/tunjangan yang Dalam rangka usaha memperbaiki penghasilan dari para penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun maka dalam tahun anggaran 1981/82 kepada penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun diberikan tunjangan perbaikan penghasilan pensiun dari 35% menjadi 50% dari penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1980. Perbandingan penghasilan pensiun pegawai negeri pada akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita III adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel XXII-6. Perbaikan penghasilan bekas pejabat Negara telah pula dilakukan yaitu berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1980, Peraturan-peraturan Pemerintah No.48 tahun 1980, Nb.50 tahun 1980 dan No.51 tahun 1980 yang pada pokoknya mengatur penetapan kembali/penyesuaian pensiun pokok para bekas pejabat Negara serta janda/dudanya. Sampai akhir tahun anggaran 1981/82 bekas pejabat Negara dan janda/dudanya yang berhak mendapat penyesuaian pensiun pokok tercatat sebanyak 1.741 orang dengan perincian sebagaimana dapat dilihat Tabel XXII-7. Dalam pada itu sebagai salah satu usaha pembinaan kese jahteraan pegawai negeri maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1981 telah diselenggarakan asuransi soaial pegawai negeri. Untuk penyelenggaraan aecara terarah da n terpusat maka Perum Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Perum Taspen) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1963 telah dialihkan bentuknya dengan Peraturan Peme rintah No.26 tahun 1981 menjadi Peraero. Maksud dan tujuan Persero Taapen adalah menyelenggarakan dana pensiun dan tabungan hari tua bagi pegawai negeri. Asuransi tersebut bersi- XXII/38 TAB EL XX II - 6 PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL, 1979/80 dan 1981/82 ( d a l a m r up i a h ) XXII/39 TABEL XXII – 7 PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN BEKAS PEJABAT NEGARA, 1979/80 – 1981/82 (dalam rupiah) XXII/40 fat dwiguna, yaitu asuransi yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli wa r is n ya pa d a w ak t u pe s e rt a m e ni n gg a l d unia sebelum men ca p ai usia pensiun. Dalam hal ini peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan pangan, ialah 4,75% untuk pensiun dan 3,25% untuk tabungan hari tua. f. Penyempurnaan tata usaha kepegawaian Tata usaha kepegawaian yang tersusun dan terpelihara baik sangat diperlukan karena adanya data kepegawaian yang lengkap, dapat dipercaya dan mudah ditemukan kembali merupakan sarana penting bagi peningkatan pembinaan pegawai negeri atas dasar sistem karier dan siatem prestasi kerja. Dalam rangka usaha ini maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (i) penetapan NIP bagi calon pegawai negeri sebanyak 289.416 orang; (ii) pemberian KARPEG bagi calon pegawai negeri yang diangkat menjadi pegawai negeri sebanyak 150.174 orang; (iii) perekaman data aetiap pegawai negeri berikut perkem bangannya kedalam pita magnetik, dan (iv) p e n yu s un a n b er k a s p ega w a i n eg e ri pa da almari k husus yang diperuntukkan untuk itu. Lebih banyak penetapan dan pemberian KARPEG pegawai negeri pada tahun 1981/82, ialah sebanyak 150.174 orang di bandingkan dengan sebanyak 118.999 orang pada tahun 1980/81, dimungkinkan karena meningkatnya pelayanan setiap petugas kepegawaian di setiap instansi. Dalam pada itu sesuai dengan perkembangan dan tambahan beban tugas Badan Adminiatrasi Kepegawaian (BAKN) dan untuk lebih meningkatkan pelayanan administrasi kepegawaian, maka dengan Keputusan Presiden No.53 tahun 1980 telah ditetapkan pembentukan Kantor Wilayah BAKN tingkat Propinsi. Untuk tahap pertama dalam tahun anggaran 1981/82 telah dibentuk Kantor Wilayah BAKN di Yogyakarta untuk melayani mutasi kepegawaian di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun-tahun mendatang eecara bertahap akan menyusul pembentukan Kantor-kantor Wilayah BAKN di Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Banjarmasin dan Ujung Pandang g. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta ningkatan keterampilan dan produktivitas kerja pegawai pe- XXII/41 Bersamaan dengan penyempurnaan di bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan maka telah dilakukan pula secara terus menerus usaha peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai negeri sebagai uuaur utama aparatur Pemerintah. Hal ini dilakukan melalui berbagai program pendidikan dan latihan untuk mendukung peningkatan pembinaan pegawai negeri atas dasar siatem karier dan siatem prestasi kerja. Disamping tujuan umum tersebut tujuan khusus program-program pendidikan dan latihan pegawai negeri adalah : (i) menguaahakan perbaikan sikap dan kepribadian pegawai negeri dalam pengabdian kepada kepentingan Negara dan rakyat sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatan se karang maupun yang akan dijabatnya; (ii) membina kesatuan bersikap dan kesatuan bahasa di kalangan pegawai negeri untuk kesatuan gerak dalam rangka pembinaan kerjasama; (iii) menunjang pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup pembinaan pendidikan dan latihan pegawai negeri mencakup bidang yang luas, yang dapat dikelom pokkan sebagai berikut: (i) bidang teknis fungsional, yaitu yang bertalian dengan keterampilan teknis sesuatu pekerjaan sebagai pelaksanaan tugas. pokok dan tanggungjawab fungsional dari sesuatu Departemen/Lembaga; (ii) bidang administrasi, baik umum maupun pembangunan; administrasi umum berkenaan dengan peningkatan kemampuan teknik organiaasi dan manajemen yang disyaratkan bagi jabatan pimpinan, sedangkan administrasi pembangunan berkepentingan dengan peningkatan kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan,. pengendalian, penilaian serta kegiatan-kegiatan pembangunan. Kesemua program-program teraebut diatas pada akhirnya bertujuan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kemampuan aparatur Pemerintah dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan terutama tugas-tugas pembangunan. Pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan latihan pegawai negeri adalah menjadi tanggungjawab dan wewenang Lembaga Administrasi Negara berdasarkan Kepprea No.5 tahun 1971, Keppres No.34 tahun 1972 dan Inprea No.15 tahun 1974. Wewenang dan tanggung jawab itu dilaksanakan dengan pemberian pedoman, konsultasi, perumusan kebijaksanaan teknis dan membantu penyelenggaraan pendidikan dan latihan baik diinstanai pusat maupun daerah. XXII/42 Di antara pedoman-pedoman yang telah dirumuskan ialah pedoman pelaksanaan latihan pra jabatan sebagai pelaksanaan dari Keppres No.30 tahun 1981 tentang Latihan Pra Jabatan yang dituangkan dalam Surat Edaran Bersama Kepala BAKN dan Ketua LAN No.11 SE/1981 - 181/Seklan/7/81 tahun 1981. Adapun mengenai program-program pendidikan dan latihan di bidang administrasi, yang terutama ialah program pada Sekolah Staf dan Pimpinan Adminiatrasi(SESPA) sebagai program pendidikan dan latihan yang tertinggi bagi pegawai negeri serta dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai yang potensial untuk menduduki jabatan eselon II atau memantapkan kemampuan mereka yang sudah menduduki eselon II tersebut. Dewasa ini SESPA di selenggarakan di Departemen-departemen di samping di Lembaga Administrasi Negara sendi ri. Diusahakan agar SESPA bersifat inter-departemental yang diselenggarakan oleh Lembaga Admi nistraai Negara dapat ditingkatkan kemampuan dan daya tam pungnya. Untuk maksud tersebut disediakan gedung kampus SESPA yang dewasa ini sedang dalam taraf penyelesaian. Penyelenggaraan SESPA selama tahun 1981/82 adalah sebagai tertera pada Tabel XXII-8 Selanjutnya program pendidikan dan latihan administrasi tingkat madya, tingkat lanjutan dan tingkat dasar juga terus dikembangkan. Program-program ini merupakan program pendidikan dan latihan penjenjangan bagi pegawai negeri yang dipromosikan ke jenjang jabatan setingkat lebih tinggi dalam golongan jabatan pimpinan. Program pendidikan dan latihan pegawai lainnya yang perlu dikemukgkan adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan berbagai peralatan analisa yang,diperlukan dalam perencanaan dan pelaksa naan proyek-proyek pembangunan. Pada tahun ketiga Repelita III telah dilakaanakan program angkatan ke-11 yang diikuti oleh 37 orang pejabat tingkat pusat maupun daerah. Sampai dengan tahun ketiga Repelita III Program Perencanaan Nasional yang diselenggarakan sejak tahun 1972 telah menghaailan 497 orang lulusan. Perlu pula diaebutkan bahwa pada tahun ketiga Repelita III oleh LAN dan beberapa Departemen/Lembaga terus dikembangkan program pendidikan dan latihan yang memanfaatkan sumber sumber dari luar negeri. Program ini yang merupakan pelengkap bagi program pendidikan dan latihan reguler meliputi : (i) program yang diselenggarakan di d a l a m n e g e r i dengan tenaga ahli dan kerjasama dengan pihak luar negeri. XXII/43 TABEL XXII – 8 JUMLAH LULUSAN SESPA, 1974/75 S/D 1978/79, DAN 1979/80 – 1981/82 *) Angka diperbaiki XXII/44 (ii) penugasan kepada pegawai negeri untuk mengikuti program di luar negeri baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang. Usaha lain di bidang pembinaan pegawai Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan aparatur Pemerintah secara terus-menerus dilakukan langkahlangkah secara berencana dan terarah agar segenap pegawai negeri mempunyai ketaatan penuh pada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi serta sadar akan tanggungjawabnya. Untuk itu para pegawai negeri perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Ekaprasetia Pancakarsa yang merupakan pedoman dan penuntun serta pegangan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana dirumuskan dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan No.IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara serta sesuai dengan Instruksi Presiden No.10 tahun 1978 yang mewajibkan seluruh pegawai negeri dan pegawai Perusahaan Milik Negara untuk mengikuti penataran P-4. Penataran yang dilaksanakan secara bertingkat, demikian pula secara bertahap, yang dimulai pada tahun 1979/80 pada tahun 1981/82 dilanjutkan. Sampai dengan 31 Maret 1982 jumlah pegawai negeri di seluruh Indonesia yang telah mengikuti penataran P-4 adalah sebanyak 979.804 orang dengan perincian sebagai berikut: Tipe A yang diikuti oleh pegawai negeri golongan III keatas atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 288.260 orang. Tipe B yang diikuti oleh pegawai negeri golongan II atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 480.957 orang, dan Tipe C yang diikuti oleh pegawai negeri golongan I atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 206.401 orang. Perincian menurut tipe penataran adalah sebagai tercantum dalam Tabel XXII-9. Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayat an dan Pengamalan Pancasila (BP 7) yang dibentuk dengan Kepu tusan Presiden No. 10 tahun 1979 dalam rangka pemasyarakatan P-4 telah menyusun pola-pola penataran yang disebut Pola 120 jam dan Pola-pola 45, 25 dan 17 jam bagi golongan-golongan masyarakat. Dalam hubungan dengan permasyarakatan tersebut maka dengan Keputusan-keputusan Menteri Dalam Negeri No. 239 tahun 1980, No. 163 tahun 1981 dan No. 86 tahun 19 82 t el ah X X II /4 5 TABEL XXII – 9 PESERTA PENATARAN TINGKAT NASIONAL, INSTANSI PUSAT, PROPINSI, KABUPATEN/KOTAMADYA DAN KECAMATAN TIPE A, TIPE B DAN TIPE C, KEADAAN SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 MARET 1982 (orang) *) Termasuk Penatar tingkat nasional angkatan I XXII/46 dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I dan BP-7 Daerah Tingkat II seluruh Indonesia. di Kemudian untuk memelihara dan makin meningkatkan rasa kesadaran nasional, tanggungjawab, pengabdian, persatuan dan disiplin pegawai negeri, maka dengan Instruksi Presiden No. 14 tahun 1981 kepada para Menteri, Jaksa Agung, para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, para Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen serta Badan Usaha Milik Negara diminta untuk menyelenggarakan upacara pengibaran Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan pada pagi hari sebelum dimulai jam kerja. Dalam pada itu dengan terbentuknya Team Penilai Penemuan Baru di kalangan aparatur Pemerintah yang dipimpin oleh Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No. 6 1 tahun 1981 telah diusahakan penggairahan bekerja para pegawai negeri untuk berinovasi dan berkreasi. Menurut ketentuan Keputusan Presiden tersebut pegawai negeri yang membuat penemuan baru dengan klasifikasi luar biasa bermanfaat bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 3 tahun, dengan klasifikasi sangat bermanfaat bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 2 tahun dan dengan klasifikasi bermanfaat bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 1 tahun. 7. Penyempurnaan administrasi bidang-bidang lain Berbagai usaha telah pula dilakukan untuk penyempurnaan tatakerja, antara lain di bidang administrasi pengerahan penerimaan Negara, administrasi material dan pengelolaan perlengkapan, administrasi pengadaan barang/peralatan Pemerintah, persuratan dan kearsipan dan sebagainya. Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta pengamanan penerimaan Negara, maka dalam tahun ketiga Repelita III telah diteruskan berbagai perbaikan dalam sistem perpajakan serta aparatur dan intensifikasi dari pada penerimaan Negara berupa pajak dan bea cukai. Berbagai cara peningkatan pelayanan kepada masyarakat dilakukan antara lain dengan pengaturan yang lebih baik seperti dalam penyelesaian banding pajak langsung, dalam penyelesaian banding pajak penjualan, dalam pemberian perlakuan yang berbeda terhadap para wajib pajak yang dipandang baik. Demikian puls kepada para wajib pajak, terutama para pengusaha golongan ekonomi lemah yang merasa dirugikan atas penetaps_n_ pajak dengan bebas dapat mengajukan kebergcannya kepada Pimpinan Direktorat Jenderal Pajak. Juga dalam rangka ini maka dengan Keputusan Presid e n XXII/47 No.84/M tahun 1981 telah disempurnakan auaunan Majelis Pertimbangan Pajak dengan mendudukkan wakil-wakil dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sebagai anggota. Seperti diketahui badan ini bertugas menangani perbedaan pendapat yang terjadi antara kalangan pengusaha dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak. Selanjutnya sebagai langkah maju pula dapat disebutkan pembentukan Team Pembina Pelaksana Keputusan Menteri Keuangan No. 108/Kmk.07/1979 (tentang penggunaan laporan pemeriksaan akuntan publik untuk memperoleh keringanan dalam penetapan pajak perseroan) berdasarkan Kep utusan Menteri Keuangan No. 302/Kmk.07/1981. Team Pembina Pelaksana bertugas selain mengawasi akuntan publik juga mengawasi inspeksi pajak sehingga badan usaha yang merasa dirugikan, sekalipun telah menggunakan akuntan publik, Team akan memeriksa Kepala Inspeksi yang bersangkutan. Dalam usaha peningkatan mobilisasi penerimaan Negara penting untuk dikemukakan bahwa aparatur perpajakan telah berhasil menyelesaikan tugas menghimpun dana melalui perpajakan seperti yang ditetapkan berturut-turut dalam Undangundang tentang APBN 1980/81 dan 1981/82 dengan realisasi yang melampaui angka-angka sasaran. Mengenai administrasi perlengkapan Pemerintah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari administrasi Pemerintah, dewasa ini sedang dirumuakan ketentuan-ketentuan pokok penghapusan barang milik Negara yang akan berlaku sera gam di semua instansi Pemerintah. Sampai sekarang tatacara penghapusan perlengkapan Pemerintah pada umumnya didasarkan atas Surat Edaran Menteri Keuangan No. B.163/MK/II/5/1979. Proyek Pengembangan Sistem Pengadaan dan Administrasi Pengurusan Barang dari Departemen Keuangan dalam temu karya yang diikuti oleh para pejabat yang menangani masalah perlengkapan di tiap Departemen/Lembaga telah merancang ketentuan-ketentuan penghapusan perlengkapan dalam kaitannya dengan pelelangan/penjualannya, dengan batasan anggaran dan dengan standarisasi. Sebagaimana diketahui tanpa adanya peraturan penghapusan dapat mengakibatkan kerugian Negara antara lain dengan timbulnya biaya pengamanan dan pemeliharaan di samping akan berkurangnya nilai ekonomis barang yang seharusnya dihapus. Selanjutnya dalam rangka pengendalian dan pengkoordinasian pengadaan atau pembelian bara2lg/peralatan yang diperlu kan Departemen/Lembaga maka Team Pengendali Pengadaan Barang/ Peralatan Pemerintah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden XXII/48 No. 10 tahun 1980 dan ditambah keanggotaannya dengan Keputusan Presiden No.1 tahun 1981 telah dapat menyusun berbagai pedoman antara lain tentang pelaksanaan pekerjaan pemborongan/ pembelian yang bernilai di atas R p 500 juta serta tatacara pengadaan kendaraan bermotor dan barang-barang lainnya. Tugas pengendalian dan koordinasi Team Pengendali Pengadaan Barang/ Peralatan Pemerintah sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 1 4 A yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981 serta Keputusan Presiden No. 15 tahun 1980 meliputi: a. menetapkan standar surat perjanjian/kontrak gai pemborongan/pembelian termasuk pembelian pedoman penggunaan standar kontrak tersebut; b. untuk berbatanah serta memutuskan pengecualian terhadap ketentuan bahwa semua pelelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembelian dengan nilai pelelangan di atas Rp 500 juta dilakukan di tempat lokasi kantor/satuan kerja/proyek, di ibukota Kabupaten/ Kotamadya atau di ibukota Propinsi yang bersangkutan dan menetapkan tempat pelelangan setelah mendengar pertimbangan Menteri/Ketua Lembaga dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. c. koordinasi pelelangan pekerjaan untuk lian dengan nilai di atas Rp 500 juta; d. menetapkan pekerjaan pemborongan/pembelian di atas R p 500 juta tanpa pelelangan; e. koordinasi pengadaan kendaraan bezmotor dan barang-barang lain untuk keperluan Departemen/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja/Proyek yang dilaksanakan oleh Sekretariat Negara secara terpusat; menetapkan tatacara pengadaan kendaraan bermotor dan barang-barang lain; f. pemborongan/pembeyang bernilai Penyempurnaan tatacara dalam rangka perluasan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi pengusaha melalui berbagai kemudahan juga terus dikembangkan. Departemen Perdagangan dan Koperasi telah berhasil menyempurnakan tatacara pengajuan permohonan, penanganan dan pengeluaran surat ijin XXII/49 usaha perdagangan (SIUP) yang lebih sederhana dari masa sebelumnya pada tahun pertama Repelita III. Dalam tahun ketiga Repelita TII Departemen tersebut bersama dengan Departemen Keuangan dan Bank Indonesia telah menyempurnakan peraturanperaturan tentang pelaksanaan ekspor dan impor sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintaa Devisa. Demikian pula dengan Keputusan Menteri Perhubungan telah dilakukan upaya peningkatan produktivitas operasional pelabuhan dengan berbagai penyederhanaan seperti pelayanan kapal, pemanfaatan peng gunaan gudang dan dermaga, pengaturan bongkar muat barang dan sebagainya yang kesemuanya guna menunjang kebijaksanaan tersebut di atas. Mengenai kearsipan Negara dapat dikemukakan bahwa usaha penyempurnaan terus dilakukan. Dalam tahun anggaran 1981/82 usaha-usaha penertiban dan pembinaan kearsipan semakin ditingkatkan dan lebih diintensifkan. Jangkaun peningkatan kegiatan selama tahun anggaran 1981/82 meliputi peningkatan pendidikan dan latihan, pengembangan dan konservasi kearaipan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dilakukan dengan penataran kearsipan dinamis aktif dan penataran kearsipan dinamis inaktif. Penataran kearsipan dinamis aktif ditekankan pada pengurusan surat (mail handling) dan penataan berkas (filing) sedangkan penataran kearaipan dinamis inaktif dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 tentang penyusutan arsip, khususnya penyusutan arsip dalam masa peralihan sebelum adanya jadwal retensi arsip sebagaimana ditentukan dalam pasal 17 PP tersebut dan yang petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Arsip Nasional No. SE/01/1981. Selanjutnya dewasa ini sedang dipersiapkan untuk penyelenggaraan pendidikan tenaga ahli menengah kearsipan dengan bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultaa Sastra Universitas Indonesia yang akan diselenggarakan dalam bentuk pendidikan program diploma. Dalam tahun 1981/82 kegiatan pengembangan kearsipan dilakukan dengan pemberian bimbingan dari pejabat-pejabat Arsip Nasional kepada beberapa instansi, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, termasuk Kecamatan dan Kelurahan Kegiatan di bidang konservasi kearsipan dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan para pengelola arsip statis dalam teknik perawatan dan pemeliharaan arsip-arsip yang tidak hanya terbatas pada arsip dalam bentuk tekatual, tetapi juga arsip-arsip audio-visual ( yang dapat dilihat dan didengar). Pada tahun 1981/82 khazanah kearsipan nasional telah XXII/50 diperkaya dengan koleksi film yang diperoleh dari Pusat Produksi Film Nasional (PPFN), Rijksvoorlichtingdienst (Dinas Penerangan Kerajaan Belanda) dan Imperial War Museum dari Kerajaan Inggeris mengenai peristiwa-peristiwa di Indonesia pada tahun-tahun 1945 - 1946. C. SISTEM NEGARA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN 1.Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 1981/82 adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ketiga dalam rangka pelaksanaan Repelita III. Seperti pada tahun tahun sebelumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut merupakan rencana operasional tahunan yang diusahakan mencerminkan pola kebijaksanaan, prioritas dan program dari Repelita untuk tahun bersangkutan. Dalam penyusunan anggaran sejak tahun 1967 Pemerintah menganut prinsip bekerja atas dasar kemampuan keuangan yang dapat dihimpun dan melakukan kegiatan atas disiplin anggaran. Oleh karena itu sejak tahun anggaran 1969/70 ditempuh kebi jaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, yaitu penyesuaian pengeluaran dengan penerimaan di mana tabungan Pemerintah diusahakan terus meningkat dalam rangka pelaksanaan pembangunan dengan kemampuan sendiri. Klasifikasi penyediaan biaya pembangunan dilakukan secara fungsional menurut programprogram yang lebih lanjut diperinci dalam penyediaan biaya untuk tiap proyek. Penyediaan biaya tersebut ditujukan untuk memelihara serta meningkatkan hasil pembangunan, yaitu menyelesaikan proyek-proyek dari tahun-tahun sebelumnya, membangun proyek-proyek baru, dan aebagainya. Penyediaan biaya antara lain juga ditujukan untuk terus membina aparatur Pemerintah agar lebih mampu melaksanakan tugas yang makin meningkat se suai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan. Pada pokok nya sistem pembiayaan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan rencana pembangunan yang dituangkan dalam bentuk program dan proyek dalam satu tahun anggaran. Pada tahun anggaran 1981/82 sebagaimana pula pada tahuntahun anggaran sebelumnya, sistem pembiayaan pembangunan telah mengalami berbagai penyempurnaan. Sistem pembiayaan pembangunan yang meliputi tatacara penyelenggaraan pembiayaan untuk tahun anggaran 1981/82 didasarkan pada Keputusan Presiden yang berlaku untuk tahun sebelumnya, yaitu Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980, dengan berbagai penyempurnaan XXII/51 yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981. Penyempurnaan yang cukup mempunyai arti penting tersebut pada pokoknya meliputi hal-hal berikut: a. penyempurnaan terutama mengenai sankai dengan sasaran agar pengaturan pelaksanaan APBN sekaligus juga mendukung kebijaksanaan pemerataan, terutama pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan di daerah; b. penyempurnaan aparatur Pemerintah agar pelaksanaan APBN lebih lancar dan proyek pembangunan terlaksana pada waktunya melalui penegasan tanggungjawab pimpinan untuk me lakukan fungsi pengawasan terhadap bawahan. Demikian pula pada tahun anggaran 1981/82 telah dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaan berbagai pasal dalam Keputusan Presiden tersebut dalam bentuk Surat Keputusan Menteri atau Surat Keputusan Bersama beberapa Menteri seperti ketentuan tentang prakualifikasi di tingkat Daerah, biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral, tatacara persetujuan kontrak multiyears, prosedur dan penata usahaan bantuan luar negeri dan lain sebagainya. Di samping usaha-usaha penyampurnaan dalam penyusunan anggaran maka secara terus-menerus diusahakan peningkatan kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, perbaikan tatacara penyelenggaraan penyediaan anggaran serta penyempurnaan tata hubungan kerja antara instansi yang terlibat dalam kegiatan penyusunan pembiayaan pembangunan serta administrasi pembiayaannya. Tujuan dari kesemua ini adalah supaya penyediaan biaya menjadi lebih terarah, wajar, tidak menghambat, tetapi tidak pula memberi peluang bagi kebocoran dan pemborosan. Kemudian dalam usaha lebih menyerasikan pembangunan yang bersifat nasional maupun yang akan dilaksanakan oleh Daerahdaerah, telah disempurnakan pula tatacara pembiayaan pembangunan pada tingkat Daerah. Penyempurnaan yang penting dalam program-program bantuan kepada Daerah-daerah yang dikenal sebagai program/proyek Inpres meliputi keseragaman format, sistematika, penggunaan kriteria yang sama dalam prosedur perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan bantuan pembangunan. Dalam hal pengorganisasian diadakan penyempurnaan yang ditujukan kepada fungsionalisasi dinas-dinas yang bersangkutan. Kesemuanya itu adalah untuk terus mening- XXII/52 katkan kemampuan membangun dari Pemerintah Daerah. Hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1979/80. Selanjutnya untuk dapat menilai pelaksanaan proyek terus dikembangkan sistem pengendalian yang memungkinkan identifikasi bagi tindakan-tindakan korektif secepatnya serta penyempurnaan perencanaan berikutnya. Dalam sistem pengendalian yang terus dikembangkan itu diikut-sertakan Bappeda tingkat Propinsi sebagai pengujian silang terhadap pelaporan oleh Peminpin Proyek. Khusus mengenai pengawasan keuangan Negara tetap ditempuh cara pendekatan preventif maupun represif, atau pendekatan pre-audit dan post-audit. Dalam hal ini secara terus-menerus diusahakan perbaikan-perbaikan melalui penyempurnaan berbagai peraturan, peningkatan koordinasi pelaksanaan pengawasan di bawah Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, peningkatan kemampuan para pejabat pengawasan, peningkatan mutu inspeksi, pengaturan tindak lanjut pengawasan dan penyempurnaan lainnya. Untuk pengawasan di daerah telah diterbitkan Keputusan Presiden No.20 tahun 1981 tentang pembentukan Team koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah yang bertugas membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan sektoral maupun regional. 2. Penyusunan anggaran pembangunan Rancangan Anggaran Pembangunan sebagai bagian dari RAPBN tahun 1981/82, seperti dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, disusun dan ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang besarnya dana pembangunan yang dapat disediakan, khususnya tabungan Pemerintah dan dana bantuan luar negeri. Dalam tahun 1981/82 untuk menjamin kelangsungan kegiatan pelaksanaan proyek-proyek, sistem yang memungkinkan penggunaan sisa anggaran pembangunan tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang sedang berjalan, tetap dilaksanakan. Namun guna peningkatan daya serap anggaran maka penggunaan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dalam tahun anggaran berikutnya sejak tahun 1977/78 dibatasi sampai selambat-lambatnya 3 tahun anggaran berturutturut. Perumusan rencana proyek-proyek tetap dituangkan dalam Daftar Isian Proyek (DIP) yang dimaksudkan sebagai program kegiatan proyek untuk mencapai suatu hasil tertentu dalam jangka waktu setahun. DIP yang seperti pada tahun anggaran sebelumnya hanya terdiri dari 3 halaman dan dengan demikian XXII/53 ringkas, padat dan sederhana tetap mengandung pengarahan kegiatan secara berencana. DIP juga sekaligus berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisaai. Sebagai perubahan subatansial lainnya ialah penunjukan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek cukup dilakukan dengan pencantuman nama-namanya dalam halaman 1 DIP. Untuk pelaksanaan operasional proyek maka atas dasar DIP Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/ Lembaga yang membawahi proyek bersangkutan menyusun Petunjuk Operasional (P0) bagi proyek yang memuat uraian dan perincian lebih lanjut dari DIP yang bersangkutan serta petunjuk khusus yang perlu dilaksanakan oleh Peminpin Proyek. PO digunakan sebagai alat pengawasan bagi Inspektur Jenderal Departemen/ Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga dan juga sebagai alat pengawasan Direktur Jenderal atau Pejabat yang setingkat pada Departemen/Lembaga dalam rangka pelaksanaan DIP oleh Pemimpin Proyek, menunjukkan perubahan tekanan pengawasan pre-audit kepada pengawasan langsung dan post-audit. Anggaran Pembangunan diperinci dalam Susunan Sektor, Subsektor, Program dan Proyek. Kecuali itu Anggaran Pembangunan juga disusun dalam masing-masing Bagian Anggaran (Departemen/ Lembaga) bersangkutan. Dengan demikian secara jelas dapat dilihat hubungan secara matrix antara penyusunan menurut Sektor (horisontal) dan penyuaunan menurut Departemen/Lembaga (vertikal). Dalam Repelita III anggaran menurut susunan vertikal meliputi 18 Sektor, sedangkan menurut susunan horisontal meliputi 27 Bagian. Ke-18 Sektor tersebut ialah Sektor Pertanian dan Pengairan; Sektor Induatri; Sektor Pertambangan dan Energi; Sektor Perhubungan dan Pariwisata; Sektor Perdagangan dan Koperasi; Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota; Sektor Agama; Sektor Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa; Sektor Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Kependudukan dan Keluarga Berencana; Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman; Sektor Hukum; Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional; Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial; Sektor Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Penelitian; Sektor Aparatur Pemerintah; Sektor Pengembangan Dunia Usaha; dan Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup. Susunan menurut Bagian Anggaran, yaitu bagian anggaran yang disediakan bagi Departemen/Lembaga, meliputi Majelis Permusyawaratan Rakyat; Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Per XXII/54 timbangan Agung; Badan Pemerikea Keuangan; Mahkamah Agung; Kepresidenan, Sekretariat Negara; Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen; Departemen Dalam Negeri; Departemen Luar Negeri; Departemen Pertahanan dan Keamanan; Departemen Kehakiman; Departemen Penerangan; Departemen Keuangan; Pembiayaan dan Perhitungan; Departemen Perdagangan dan Koperasi; Departemen Pertanian; Departemen Perindustrian; Departemen Pertam bangan dan Energi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Perhubungan; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Departemen Kesehatan; Departemen Agama; Departemen Tenaga Kerja dan Transmigraai; dan Departemen Sosial. Dalam suaunan menurut Bagian Anggaran di antaranya terdapat Bagian Anggaran XVI yang karena sifatnya dimasukkan dalam Bagian Pembiayaan dan Perhitungan. Dalam Bagian ini terdapat sejumlah anggaran pembiayaan melalui perbankan, pembiayaan yang disediakan untuk penyertaan modal Pemerintah dalam badan-badan usaha milik Negara, pembangunan di Propinsi Timor Timur, berbagai program bantuan pembangunan kepada Daerah, dan lain sebagainya. Dalam hal revisi DIP tatacaranya tetap diberikan kelonggaran yang luas kepada Departemen/Lembaga untuk mengadakan perubahan/penggeseran hal-hal tertentu bilamana keadaan memerlukannya. Kriteria pokok revisi adalah volume pekerjaan dan biaya tiap tolok ukur. Biaya sesuatu tolok ukur dapat terdiri dari satu atau beberapa jenis pengeluaran. Kewenangan-kewenangan memutuskan perubahan/penggeseran biaya dalam batas yang disediakan dalam suatu DTP ditetapkan sebagai berikut: a. Pemimpin Proyek untuk perubahan sampai setinggi-tingginya 10 % di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercan tum dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; b. Pemimpin Proyek dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran setempat untuk perubahan sampai setinggi-tingginya 15 % di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang teraedia untuk keperluan itu; juga perubahan sampai setinggi-tinggginya 15 % di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang tercantum dalam DIP sepanjang tidak melampaui volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP; XXII/55 c . Menteri/Ketua Lembaga untuk perubahan setinggi-tingginya 2 0 % di bawah volume tolok ukur yang tercantum daiam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; juga perubahan sampai setinggi-tingginya 20 % di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang tercantum dalam DIP aepanjang tidak melampaui batas volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP. Demikian pula ketentuan mengenai pemrosesan revisi DIP diusahakan aedemikian rupa sehingga dapat dilakukan secara lebih cepat. Dalam usaha memperlancar prosedur pembiayaan pembangunan maka beberapa kewenangan yang semula dimiliki oleh Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) telah dilimpahkan kepada Pemimpin Proyek. Demikianlah jika dahulu KPN mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalam mengadakan pengujian atas tagihan terhadap Negara, maka kini wewenang dan tanggungjawab tersebut se bagian beralih kepada wewenang dan tanggungjawab pelaksana operasional dan sebagian kepada Departemen/Lembaga yang bersangkutan. Dalam DIP juga tidak lagi terdapat uraian terperinci penggunaan dana anggaran. Perincian tersebut terdapat dalam Petunjuk Operasional (P0) yang disampaikan kepada Pe mimpin Proyek tanpa pengirimannya kepada KPN. Dengan demikian KPN tidak lagi mengadakan pengujian terhadap kesesuaian dengan tujuan pengeluaran anggaran ketika menerima Surat Per mintaan Pembayaran Pembangunan (SPPP). Pada tahun anggaran 1981/82 seperti pada tahun anggaran sebelumnya pelaksanaan anggaran pembangunan dikaitkan secara langsung dengan kebijaksanaan Pemerintah antara lain dalam pelaksanaan 8 jalur pemerataan, khususnya pemerataan kesempatan kerja. kesempatan beruaaha dan pemerataan pembangunan diseluruh daerah. Penyempurnaan-penyempurnaan yang menyangkut proaedur penatausahaan dan pengawasan anggaran, pedoman pelaksanaan anggaran, khususnya ketentuan-ketentuan tentang pelelangan dan penunjukan langsung untuk pemborongan/pembelian, demikian pula berbagai penyempurnaan berdasarkan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981 mempertegas peningkatan usaha pemerataan tersebut. 3. Prosedur pelaksanaan Anggaran Pembangunan RAPBN sebagai rencana operasional tahunan yang disahkan oleh DPR menjadi Undang-undang APBN pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Presiden. Undang-undang serta Keputusan Presiden untuk tahun 1981/82 adalah Undang-undang No.1 t a hu n XXII/56 1981 dan Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 setelah disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981. Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan anggaran yang tidak terikat hanya untuk tahun 1981/82. Dengan semakin meningkatnya APBN dari tahun ke tahun, terutama anggaran Pembangunan, yang untuk tahun anggaran 1981/82 mencapai jumlah Rp 13.900,300 milyar, diperlukan tatacara sedemikian sehingga pelaksanaannya semakin lancar, namun tanpa meninggalkan keterarahan dan tanpa meningalkan segi-segi pengawasan. Agar semakin besar daya serap anggaran untuk dapat mengikuti semakin cepatnya laju pembangunan maka pada tahun 1981/82 dilakukan perbaikan. Perbaikan tatacar a ini merupakan kelanjutan dari penyempurnaan-penyempurnaan yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Beberapa penyempurnaan terhadap Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 atas dasar Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981 menyangkut keikut-sertaan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pelelangan untuk pemborongan/pembelian dengan maksud agar pemberian berbagai kelonggaran dapat mencapai sasarannya tanpa penyalahgunaan. Dalam pada itu pelaksanaan operasional proyek-proyek tetap dilaksanakan atas dasar Petunjuk Operasional yang disusun oleh Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada De partemen/Lembaga yang membawahi proyek untuk mempertegas tanggung jawab atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan keuangan proyek. Hal ini merupakan penggeseran tekanan pengawasan dari pre-audit ke pengawasan post-audit. Demikian pula Bendaharawan Proyek didudukkan sebagai pejabat komptabel murni sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perbendaharawan Negara. Selanjutnya pengujian kebenaran atas tagihan kepada Negara tidak lagi dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara, melainkan kini oleh pelaksana operasional, yaitu Pemimpin Proyek. Batas waktu penilaian bukan lagi 3 hari seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi telah dipersingkat menjadi 2 hari. Mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dapat disebutkan bahwa menurut ketentuannya Pemimpin Proyek m e n g i ri m ka n S u ra t P e r ta n ggu n g ja w ab a n P el a k sa n aan Anggaran Pem bangunan (SPJP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit XXII/57 Pengawasan pada lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN serta Biro Keuangan Departemen/Lembaga dengan disertai tanda bukti pengeluaran bersangkutan. Setelah bukti pengeluaran asli dicheck oleh Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga, kemudian disampaikan kepada Biro Keuangan Departemen/Lembaga. Dengan pengiriman SPJP penelitian pertanggungjawaban pada tingkat post-audit dilakukan oleh aparat Departemen/Lembaga sendiri. Selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah penerimaannya KPN menyelesaikan pemeriksaan dan mengirimkan SPJP kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran disertai tembusan tanda bukti penge luaran dan catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya. Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek, Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) mengenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Di sini juga Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga perlu mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi kelambatan penyampaian LKKP tersebut. Mengenai beberapa bataa pembiayaan maka seperti pada tahun anggaran 1980/81 tetap berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. pembayaran beban sementara Rp. 5 juta b. batas untuk penunjukan pemborong/rekanan dari golongan ekonomi lemah setempat Rp. 20 juta. c. Batas untuk pelelangan antara perusahaan setempat dengan kelonggaran untuk golongan ekonomi lemah dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp.100 juta. Kelonggaran kepada pemborong/ rekanan golongan ekonomi lemah di atas harga penawaran yang memenuhi syarat dari peserta pelelangan yang tidak termasuk golongan ekonomi lemah adalah sebesar 10%. Ketentuan ini disempurnakan dengan tambahan ketentuan yang menyatakan bahwa pemborong/rekanan yang memperoleh pekerjaan pemborongan/pembelian barang dengan kelonggaran 10% tersebut harus melaksanakan sendiri dan dilarang menyerahkannya kepada pihak lain. Apabila ini dilanggar maka kontrak dibatalkan dan kontraktor/rekanan dikeluarkan dari daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah dari "Daftar Rekanan yang Mampu" (DRM). Penyempurnaan lainnya ialah apabila dalam pelelangan untuk pemborongan/pembelian yang terpilih adalah pemborong/rekanan yang tidak ter masuk golongan ekonomi lemah, maka dalam kontrak ditetap kan kewajiban pemborong/rekanan tersebut untuk bekerjasama dengan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah se- XXII/58 tempat antara lain sebagai sub-kontraktor atau leveransir. Pemborong/rekanan diwajibkan pula untuk secara periodik membuat laporan mengenai pelaksanaan ketentuanketentuan di atas dan apabila ketentuan-ketentuan itu dilanggar maka di samping kontrak akan batal, pemborong/re kanan yang bersangkutan dikeluarkan dari DRM. Maksud dari peraturan tentang pelelangan untuk pemborong an/pembelian di atas yang berlaku pula bagi Pemerintah Daerah maupun Badan Uaaha Milik Negara selain merupakan usaha pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pengusaha golongan ekonomi lemah juga sekaligus usaha mencegah penyalahgunaan. Dalam rangka usaha untuk membantu pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah diadakan ketentuan berkenaan dengan kemungkinan pemborong/rekanan yang memperoleh kontrak pemborongan pekerjaan/pembelian barang menggunakan kontrak tersebut sebagai bahan untuk mendapatkan fasilitas pembayaran uang muka dari nilai perjanjian dan/atau fasilitas kredit dari bank Pemerintah untuk membiayai pelaksanaan kontrak tersebut. Ketentuan ini telah dilengkapi dengan tatacara berdasarkan Surat-surat Keputusan Menteri Keuangan dan Direksi Bank Indonesia. Tentang kontrak "multi years", yaitu kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun anggaran, ketentuannya pun telah dilengkapi dengan tatacara yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan dan Bappenas No.1.12/DJA/III.O/12/81 2484/IV/12/1981 tanggal 3 Desember 1981. Mengenai prosedur pelelangan yang pada tahun 1981/82 terua disempurnakan sebagai kelanjutan dari penyempurnaan tahun sebelumnya dapat dikemukakan tetap dipertahankannya asas keharusan pelaksanaan pelelangan yang lebih terbuka dengan pengumuman dan penjelasan kepada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) serta asosiasi anggota KADIN yang bersangkutan. Demikian pula ketentuan tempat diadakannya pelelangan yang lebih jelas untuk nilai-nilai pelelangan dengan batas tertentu di lokasi Kantor/Satuan Kerja/Proyek, di ibukota Kabupaten/Kotamadya, di ibukota Propinsi, di Departemen/Lembaga dan kewenangan dari inatansi yang dapat memutuskannya. Kemudian diperjelas ketentuan tentang pembentukan Panitia Prakualifikasi di masing-masing Departemen/Lembaga untuk pekerjaan pemborongan/pembelian di tingkat.Pusat dan di masingmasing Daerah. Ketentuan lainnya ialah bahwa Gubernur Kepala XXII/59 Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Ting kat II mengumumkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral maupun proyek-proyek bantuan Inpres melalui KADIN Daerah. Ketentuan lain ialah bahwa Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyusun daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah masing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan dengan bekerjasama dengan KADIN Daerah. Mengenai hal ini te lah diadakan ketentuan baru, yaitu kewajiban Pemimpin proyek untuk menggunakan daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah dalam melaksanakan pemborongan/pembelian. Sebelum adanya daftar tersebut Pemimpin Proyek menggunakan daftar pembo rong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun olehnya berdasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Diadakan pula ketentuan baru yaitu keharusan tercatatnya pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam DRM juga tercatat dalam Daftar Pemborong/ Rekanan Golongan Ekonomi Lemah. Selanjutnya Lampiran I Keputusan Presiden No. 14A tahun 1980 telah pula mengalami penyempurnaan. Di antaranya yang penting untuk dikemukakan ialah perubahan ketentuan tentang penetapan calon pemenang pelelangan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan yaitu penetapan tiga peserta yang telah memasukkan penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara dalam arti penawaran secara teknis dan perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan serta penawaran tersebut adalah yang terendah di antara penawaran-penawaran yang memenuhi syarat. Juga diadakan perubahan tentang penunjukan pemenang dengan ketentuan yang disempurnakan, yaitu jika ter hadap penetapan pelelangan diajukan sanggahan oleh peserta pelelangan, maka penunjukan pemenang belum dapat dilakukan selama jawaban atasan dari Pejabat yang berwenang menetapkan pemenang atas sanggahan tersebut belum diterima oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Proyek. Kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikaai di tingkat Daerah yang berisi petunjuk-petunjuk tentang tatacara regiatrasi dan klasifikasi pekerjaan pemborongan, pengadaan barang dan jasa serta jasa konsultan. Penyempurnaan-penyempurnaan sebagaimana dikemukakan di atas menunjukkan adanya pertalian pelaksanaan APBN dengan usaha pemerataan, terutama pemerataan kesempatan berusaha, XXII/60 pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan di semua daerah, demikian pula lebih diperluas desentralisasi kewenangan dan pedoman operasional yang lebih jelas. 4 . Pengendalian pelaksanaan proyek Dalam Keputusan Presiden tentang Pelaksaan APBN pada pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa tahun anggaran berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Di lengkapi dengan pasal 68 ayat (4) yang menentukan bahwa Pe mimpin Proyek bertanggungjawab atas penyelesaian proyek tepat pada waktunya maka secara jelas berarti bahwa dalam pelaksa naan proyek pemimpin Proyek berkewajiban untuk selalu berusa ha melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tahap-tahap baik pelaksanaan fisik maupun pelaksanaan pembiayaan sebagaimana telah dituangkan dalam Petunjuk Operasional (PO) berdasarkan DIP dari proyek bersangkutan. Namun demikian tidak jarang terjadi bahwa dalam pelaksanaan timbul hal-hal yang semula tidak diduga yang menghambat kelancaran pelaksanaan. Sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan yang dikaitkan dengan pelaporan agar pelaksanaan proyek dapat diikuti, dinilai dan diidentifikasi masalah-masalahnya guna diadakan tindak lanjut berupa tindakan korektif atau pemecahan secepatnya, didasarkan pada pasal 75 serta Lampiran II Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981. Isi pasal dan Lampiran tersebut menentukan kewajiban Pemimpin Proyek serta Badan Pe rencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I untuk menyampaikan la poran triwulan mengenai proyek yang bersangkutan, baik dari DIP tahun bersangkutan maupun DIP SIAP. Laporan triwulan tersebut disampaikan kepada Menteri/Ketua Lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan untuk perhatian ketua Bappeda Tingkat I, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup serta Inspektur Jenderal De partemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga bersangkutan, selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan. Pelaporan pelaksanaan proyek yang memberikan data dan informasi faktual tentang status perkembangannya dituangkan dalam suatu formulir yang berisi data umum, data keuangan, tolok ukur dan sasaran usaha, persentase realisasi pencapaian sasaran-sasaran fisik/pembiayaan/fungsional proyek, masalahmasalah yang dijumpai, tindak lanjut yang diperlukan dan ca t at a n- c at a ta n la i n d a r i p el a po r . Y a n g t e r p e n t i n g d a l a m XXII/61 laporan itu ialah dimuatnya kemajuan pelaksanaan mengenai realisasi jenis pengeluaran serta perincian kegiatan yang telah dilakukan dalam triwulan bersangkutan. Demikian pula terdapat ketentuan bahwa Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan pelaksanaan proyek-proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda Tingkat I maupun dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para Pemimpin/Bendaharawan Proyek dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran/Kepala KPN dalam wilayahnya serta selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil. Laporan pengawasan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, kepada Departemen/Lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran Pembangunan yang sebagian terbesar digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dilaporkan secara berkala oleh Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas kepada Presiden dan Wakil Presiden. Perlu pula dikemukakan bahwa untuk kelancaran proses pengendalian maka baik bagi Pemimpin Proyek maupun pejabatpejabat yang terlibat dalam proses tersebut telah tersusun Buku Pedoman dan Petunjuk Pelaporan yang dilengkapi dengan Daftar Klasifikasi dan Kode Masalah. Dalam perkembangan pelaksanaan sistem pengendalian secara nasional masalah-masalah yang dialami dalam pelaksanaan proyek-proyek pada tahun 1981/82 ialah masalah-masalah yang berhubungan dengan DIP sebanyak 13,42%, masalah kelembagaan dan peraturan sebanyak 12,26%, masalah penelitian perencanaan dan teknik pelaksanaan sebanyak 10,06%, masalah peralatan dan mesin sebanyak 9,62% dan masalah yang berhubungan dengan tanah sebanyak 9,07%. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sekalipun disadari bahwa masalah-masalah itu masih cukup banyak yang belum dapat diselesaikan. Di samping sistem pengendalian secara nasional terdapat pula berbagai kegiatan pelaporan yang sistemnya dikembangkan oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam usaha pengendalian program atau proyek yang menjadi tanggungjawabnya. XXII/62 Pelaporan lain yang perlu dikemukakan ialah laporan bulanan dalam bentuk Surat Pertangungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pembangunan (SPJP) yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lem baga bersangkutan dan kepada Kepala KPN setempat. Demikian pula laporan keadaan kas anggaran pembangunan (LKKP) yang dikirimkan oleh Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan kepada KPN merupakan unsur dari sistem pengendalian proyek. Tujuan dari kesemua pelaporan tersebut di atas dalam rangka pengendalian pelaksanaan proyek-proyek pembangunan ialah agar pelaksanaan proyek terselenggara secara lebih baik sehingga tercapai tujuannya sesuai dengan jadwal waktu dan rencana yang telah ditetapkan. 5. Pengawasan Keuangan Negara Tahun ketiga Repelita III ditandai dengan pelaksanaan APBN 1981/82 yang volumenya meningkat cukup besar da ri tahun anggaran sebelumnya. Ini berarti bahwa pengeluaran Pemerintah, baik untuk keperluan rutin maupun untuk pembangunan, semakin besar dan oleh karenanya memerlukan pengarahan seefisien dan seefektif mungkin. Dalam rangka ini peranan pengawasan adalah sangat penting sehingga perlu selalu ditingkat kan mutu dan dayagunanya. Demikian pula peningkatan pemba ngunan yang cepat pada tahun-tahun terakhir ini menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap aparat pengawasan. Berhubung dengan itu sejalan dengan penyempurnaanpenyempurnaan pedoman dan prosedur pelaksanaan APBN secara terus menerus diusahakan pula pelbagai penyempurnaan pengawasan atas pengelolaan keuangan Negara. Penyempurnaan dilakukan antara lain dengan penyempurnaan sistem koordi nasi pengawasan di tingkat Pusat maupun Daerah, penataran aparat penga was seluruh Departemen/Lembaga dan berbagai mekanisme untuk mendorong tindak lanjut dari hasil pengawasan. Secara menye luruh penyempurnaan itu ditujukan kepada pengawasan fungsi onal dan pengawasan atasan langsung. Dalam pada itu berhubung dengan pengalihan bobot tanggung jawab yang lebih besar pada Departemen/Lembaga dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan maka pengawasan dewasa ini bukan XXII/63 hanya terbatas pada segi keuangan saja, melainkan juga mencakup pengawasan atas segi-segi lain dari kegiatan management yang meliputi antara lain apakah pimpinan telah mendapatkan informasi yang cukup sebagai bahan untuk memilih alternatifalternatif keputusan, apakah pelaksanaan telah dilakukan dengan efisien, apakah hasil atau manfaat yang diinginkan dari program telah dicapai secara efektif, dan sebagainya. Kebutuhan akan laporan hasil-hasil pemeriksaan yang memuat data-data di atas telah mendorong pengembangan dan peningkatan tatacara dan tatalaksana pengawasan dari bidang "financial audit" ke jurusan yang lebih luas, yaitu "management audit" baik untuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern Departemen/Lembaga, ialah Inspektorat Jenderal, maupun pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas ekstern di luar Departemen/Lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) dan Inspektorat Jenderal Pembangunan (Irjenbang). Dengan management audit ini pengawasan akan menjadi lebih berguna bagi Pemerintah maupun bagi pimpinan Departemen/lembaga sendiri sehingga akan lebih membantu pimpinan Departemen/Lembaga dalam mensukseskan pelaksanaan pembangunan. Dalam rangka pengembangan pengawasan ke arah yang lebih luas ini telah dilakukan penataran-penataran management audit terhadap tenaga-tenaga pengawas di DJPKN, baik di Pusat maupun di Kantor-kantor Perwakilan di Daerah. Demikian pula buku-buku pedoman dewasa ini sedang dipersiapkan. Direncanakan pula penataran management audit ini akan dilakukan terhadap aparat-aparat pengawas intern Departemen/Lembaga dan aparat-aparat pengawas Daerah. Sementara itu pada tahun 1981/82 oleh DJPKN telah dilakukan disamping pengawasan finansial juga pengawasan bidang management audit terhadap proyek-proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak seperti program transmigrasi, termasuk pemukiman daerah transmigrasi, peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan jaringan irigasi, pengembangan daerah rawa, pembangunan/rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, dan sebagainya. Untuk pembangunan Daerah pengawasan bidang management audit ditujukan kepada proyek-proyek bantuan Inpres seperti pembangunan Sekolah Dasar, sarana kesehatan serta penghijauan dan reboisasi. Peningkatan kegiatan pengawasan selalu diusahakan agar dapat mengimbangi peningkatan kegiatan dan peningkatan jumlah anggaran. Karena itu jumlah proyek yang diperiksa dari tahun ke tahun terus meningkat. Perkembangan banyaknya pemeriksaan XXII/64 khusus terhadap proyek-proyek Repelita, Non Inpres, dan Badan Usaha Negara sejak tahun 1979/80 sampai 1981/82 dapat dilihat pada Tabel XXII - 10. Inpres dengan Dalam pada itu kerjasama perangkat pengawasan, baik di Pusat maupun Daerah, terus-menerus ditingkatkan untuk mencapai koordinasi atas rencana operasi pengawasan masing-masing, keseragaman mengenai sasaran pemeriksaan, cara memeriksa, cara pelaporan, bentuk laporan dan keseragaman istilah yang dipergunakan. Untuk memperlancar pembinaan pelaksanaan pengawasan maka berdasarkan tugas yang diberikan oleh Presiden, tugas koordinasi dilakukan oleh Wakil Presiden dengan dibantu oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Koordinasi pengendalian dan pengawasan pembangunan di Daerah Tingkat I diatur dengan Keputusan Presiden No. 20 ta hun 1981 yang melibatkan Bappeda, Inspektorat Wilayah Propin si, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran, Kantor Wila yah Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan Kantor Cabang Bank Indonesia. Koordinasi melalui Keputusan Presiden No. 20 tahun 1981 itu dimaksudkan untuk menciptakan mekanisme penyelesaian masalah di tingkat Daerah yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan. Pada umumnya pemeriksaan dapat dibedakan antara pemeriksaan rutin, yaitu pemeriksaan yang dilakukan sehari-hari, dan pemeriksaan serentak yang dilakukan pada akhir tahun anggaran terhadap proyek-proyek Repelita dan proyek-proyek pembangunan Daerah Tingkat I. Sasaran pemeriksaan yang dilakukan secara serentak adalah mengenai organisasi dan administrasi proyek, pembiayaan proyek, prosedur dan pelaksanaan pekerjaan sehing ga hasilnya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dan diharapkan menjadi bahan untuk perbaikan berbagai ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk dipakai sebagai pedoman. Hasil pemeriksaan dalam tahun pertama sampai dengan tahun ketiga Repelita III dapat dilihat dalam Tabel XXII - 11. Dari tabel itu dapat dilihat beberapa perkembangan penting, yaitu proyek yang diperiksa dari tahun ke tahun makin meningkat jumlahnya, dan bahkan makin mendekati jumlah seluruh proyek. Dengan demikian jelas bahwa walaupun jumlah proyek makin bertambah banyak sesuai dengan peningkatan anggaran pembangunan, kegiatan pemeriksaan senantiasa dapat mengikutinya. Kecuali kemajuan-kemajuan tersebut tampak pula kemajuan di dalam disiplin para pelaksana proyek yang ternyata dari XXII/65 TABEL XXII – 10 PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN*) TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA DAN BADAN USAHA NEGARA, 1978/79 – 1981/82 *) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara XXII/66 TABEL XXII – 11 HASIL-HASIL PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN1) TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA, 1978/79 – 1981/82 1) 2) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara Mulai tahun anggaran 1979/80, DIP berfungsi sebagai SKO XXII/67 berkurangnya berita acara yang tidak fisik yang tidak sesuai dengan DIP. benar dan realisasi Di samping pemeriksaan terhadap pelaksanaan APBN, pemeriksaan dilakukan pula terhadap badan-badan usaha milik Negara yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan dan Perusahaan-perusahaan Negara yang didirikan dengan undang-undang tersendiri, seperti Pertamina d a n B a n k -bank milik Pemerintah. Terhadap Badan Usaha Milik Negara ini pada umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan perkiraan rugi-laba yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk menilai kemajuan dan ketertiban administrasi Badan Usaha Milik Negara bersangkutan. Pernyataan layak atas laporan keuangan dari tahun ke tahun yang terus meningkat menunjukkan keadaan administrasi perusahaan yang semakin bertambah baik. Khusus mengenai pengawasan terhadap Pertamina pemeriksaan menjadi lebih penting aehubungan dengan perkembangan harga BBM. Salah satu segi dalam pengawasan tersebut ialah pemeriksaan atas kewajaran biaya-biaya BBM termasuk penerapan sistem perhitungan biaya pokok BBM yang telah dite tapkan. Segi penting lainnya ialah pemeriksaan terhadap usaha-usaha Pertamina dalam segi pertanggungjawaban dalam administrasi perusahaan serta penertiban atas anak-anak perusahaan/patungan. Mengenai pertanggungjawaban administrasi ini Departemen Keuangan telah merencanakan untuk melakukan studi mengenai modernisasi akuntansi dan auditing pemerintahan di bawah pembinaan dan pengendalian Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dengan menyertakan unsur-unsur Departemen/lembaga. Selanjutnya dalam rangka usaha mengembangkan pengetahuan pengawasan maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah diselenggarakan serangkaian lokakarya/sarasehan (sebanyak 7 kali) yang diikuti oleh 168 pejabat pengawasan eselon II dan III dari seluruh Departemen/Lembaga. Perincian jumlah dan tingkat peserta dari lokakarya tersebut dapat dilihat pada Tabel XXII - 12. Penyelenggaraan lokakarya tersebut dimaksudkan untuk mencapai beberapa hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha peningkatan kemampuan aparat pengawasan pembangunan. Isi pembahasan dalam lokakarya menyangkut dasar-dasar pengawasan menurut bidangnya masing-masing, organisasi dan perangkat pengawasan, anatomi penyimpangan pelaksanaan pembangunan, teknik -teknik deteksi, pendalaman dan investigasi, pengolahan/ana l i s a dan XXII/68 XX 1/68 tindak lanjut hasil pengawasan serta masalah-masalah lain yang meliputi konflik kepentingan, pengawasan terhadap pengawas, retaliasi dan sebagainya. Dengan peningkatan kemampuan aparatur pengawasan dan di tunjang dengan berbagai penyempurnaan di bidang pengawasan, diharapkan pengelolaan keuangan Negara terselenggara lebih baik dalam mencapai sasaran pembangunan yang telah ditentukan. XXII/69