aparatur pemerintah

advertisement
APARATUR PEMERINTAH
XXII/1
BAB XXII
APARATUR PEMERINTAH
A.
PENDAHULUAN
Usaha-usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah yang menjadi bagian integral dari seluruh usaha pembangunan dalam tahun
ketiga Repelita III merupakan peningkatan daripada usaha usaha yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Sesuai dengan GBHN dan kebijaksanaan dalam Repelita III
maka penyempurnaan Aparatur Pemerintah merupakan usaha dengan
pendekatan yang bersifat menyeluruh dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritasnya. Pendekatan
yang bersifat menyeluruh mempunyai sasaran jangka panjang,
ialah agar Aparatur Pemerintah dapat menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa untuk menjalankan peranannya dalam mendukung proses pembangunan nasional. Pelaksanaan secara bertahap sesuai dengan urutan prioritasnya dimaksudkan bukan saja agar masalah-masalah mendesak dapat dipecahkan dengan segera, melainkan juga agar aupaya tenaga,
biaya, keahlian serta waktu yang tersedia dapat dipergunakan
secara optimal.
Usaha dan kegiatan penyempurnaan Adminiatrasi dan Aparatur Pemerintah dalam tahun ketiga Repelita III seperti pada
tahun sebelumnya ditujukan kepada penyempurnaan bidang-bidang
kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian, fasilitas dan sa rana kerja, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah. De mikian pula telah diusahakan perbaikan sistem perencanaan
operasional tahunan, pelaksanaan anggaran belanja Negara terutama siatem pelelangan pemborongan pekerjaan/pembelian ba rang atau jasa, serta bidang-bidang lain yang berkaitan erat
dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di samping
itu telah pula diteruskan langkah-langkah untuk meningkatkan
kegiatan pengendalian, pengawasan serta penertiban operasi onal.
B. KEBIJAKANAAN
PEMERINTAH
DAN
SASARAN
PENYEMPURNAAN
APARATUR
Arah kebijaksanaan di bidang Administrasi dan Aparatur
Pemerintah ialah untuk meningkatkan dan memantapkan tata pe nyelenggaraan pemerintahan yang harus mencerminkan peranan
Pemerintah dalam pembangunan nasional. S e s u a i d e n g a n yang
XXII/3
dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara titik berat
dalam Pembangunan Jangka Panjang adalah pembangunan bidang
ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi. Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Pemerintah memberikan pengarahan
dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan
iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.
Dalam rangka ini pula Aparatur Pemerintah harus peka terhadap masalah-masalah pembangunan yang dirasakan oleh rakyat
serta tanggap dan terampil untuk menyeleaaikan masalah-masalah tersebut. Dengan demikian Aparatur Pemerintah perlu se cara terus-menerus dikembangkan agar kemampuannya makin meningkat dalam pelaksanaan tugas membimbing dan melayani ma syarakat sehingga dapat dibina gairah rakyat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Arah kebijaksanaan penyempurnaan Aparatur Pemerintah pertama-tama ditujukan pada peningkatan pengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Aparatur Pemerintah harus benarbenar merupakan abdi Negara dan abdi masyarakat yang bermental baik dalam menjalankan tugas umum pemerintahan, tugas
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Atas dasar landasan serta pokok-pokok kebijaksanaan dan
pengarahan penyempurnaan Aparatur Pemerintah sebagaimana dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara maka sasaransasaran usaha dalam Repelita III telah ditetapkan sebagai
berikut:
a.
Meningkatkan hubungan fungsional yang makin mantap antara
lembaga-lembaga perwkilan rakyat dengan Pemerintah, baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
b.
Meningkatkan pembinaan dan penertiban Aparatur Pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perusahaanperusahaan milik Negara dan milik daerah, sehingga dapat
menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa.
c. Mengembangkan keserasian hubungan antara Pemerintah pusat
dan Pemerintah daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan
dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah, dan dilaksanakan bersamasama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
d. Menyempurnakan tata kerja dan hubungan kerja, baik antara
Departemen/Lembaga maupun dalam De pa rt e me n/L e m b ag a itu
XXII/4
sendiri, agar tercipta langkah kegiatan yang lebih terpadu dan serasi guna mendukung keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta pelaksanaan program-program pembangunan
secara menyeluruh.
e.
Meningkatkan penertiban dan menyempurnakan pengawasan seluruh aparatur Pemerintah, termasuk perusahaan-perusahaan
milik Negara dan milik daerah dalam rangka penanggulangan
masalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan Negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan
lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan.
f.
Meningkatkan dan memantapkan pembinaan dan pengelolaan
perusahaan-perusahaan milik Negara dan milik daerah agar
dapat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehi,ngga dapat membantu meningkatkan keuangan Negara, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat serta secara aktif ikut menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan golongan
ekonomi lemah.
g.
Meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja
pegawai dengan terus mengembangkan sistem karier yang diserasikan dengan sistem prestasi kerja.
h. Meningkatkan kemampuan Aparatur Pemerintah dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang
meliputi kemampuan dalam penyusunan rencana, perumusan
kebijaksanaan dan program, kemampuan dalam pelaksanaan
serta kemampuan dalam pengendalian dan pengawasan yang
efektif dan efisien. Hal tersebut dilakukan dengan sistem
di mana setiap sektor pembangunan menjadi jelas penanggungjawab dan aparatur Pemerintah yang menanganinya.
i.
Mengembangkan Administrasi Pemerintah secara tertib dengan antara lain penuangan berbagai ketetapan dan kebijaksanaan Pemerintah dalam produk peraturan perundang-undangan sehingga ketetapan dan kebijaksanaan tersebut memperoleh landasan kekuatan hukum yang pasti dan jelas,
baik bagi para pelaksana maupun bagi masyarakat.
C.
LANGKAH-LANGKAH
KEBIJAKSANAAN
DAN
APARATUR PEMERINTAH TAHUN 1981/82
1.
HASIL
PENYEMPURNAAN
Apara tur P e me ri nta h Ti ngka t P usa t
XXII/5
Usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah tingkat pusat te lah cukup banyak dilakukan seperti perbaikan susunan organisasi departemen-departemen, rumusan tugas pokok dan fungsifungsinya, uraian kewajiban dan tanggungjawab serta tatakerja
masing-masing unit organisasi di bawahnya, dan sebagainya.
Perbaikan yang cukup berarti di bidang organisasi Pemerintah
tingkat pusat dilakukan dengan ditetapkannya Pokok-pokok Organisasi
Departemen
dan
Susunan
Organisasi
Departemen,
masing-masing dalam Keputusan Presiden No. 44 dan 45 tahun
1974 dan Keputusan-keputusan Menteri tentang organisasi De
partemen masing-masing. Usaha penyempurnaan tersebut merupakan pengaturan segi tugas pokok, fungsi, susunan organisasi
dan tatakerja dari semua jenis unit-unit pelaksana teknis
yang merupakan satuan organisasi yang melaksanakan sebagian
tugas-tugas Departemen, demikian pula Susunan organisasi dan
tatakerja Kantor Wilayah di tingkat Propinsi Daerah Tingkat I
dan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Dalam perkembangannya organisasi departemen telah me ngalami penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut untuk dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing departemen agar
dapat menghadapi bertambahnya beban tugas karena meningkatnya
kegiatan pembangunan.
Dalam masa Repelita III, yakni sejak tahun 1979/80 sampai
dewasa ini penyempurnaan-penyempurnaan tersebut meliputi organisasi Departemen Dalam Negeri (Keppres No. 57 dan 62 ta hun 1980), Departemen Kehakiman (Keppres No. 27 tahun 1981.), Departemen Keuangan (Keppres No. '57 tahun 1980), Departemen
Perdagangan dan Koperasi (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No.
57 tahun 1980), Departemen Pertanian (Keppres No. 47 tahun
1979), Departemen Perinduatrian (Keppres No. 47 tahun 1979),
Departemen Pertambangan dan Energi (Kepprea No. 47 tahun
1979), Departemen Pekerjaan Umum (Kepprea No. 47 tahun 1979),
Departemen Perhubungan (Kepprea No. 47 tahun 1979), Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
(Keppres
No.
47 tahun 1979),
Departemen Kesehatan (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen
Agama (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No. 22 tahun 1980), Departemen Sosial (Keppres No. 47 tahun 1979) dan Departemen
Tenaga Kerja dan Tranamigrasi (Keppres No. 47 tahun 197g). Di
antara perubahan organisasi tersebut terdapat pembentukan Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
pada
Departemen
Dalam
Negeri
dan
pemecahan
Direktorat
Jenderal Moneter ke dalam Direktorat Jenderal Moneter Dalam
Negeri dan Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri pada Departemen Keuangan.
XXII/6
Penyempurnaan-penyempurnaan tersebut di atas tetap bertitik tolak dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok dan fungsi
Departemen-departemen bersangkutan. Walaupun asas fleksibilitas dalam pengorganisasian telah diterapkan namun asas kontinuitas tetap diberlakukan.
Sesuai dengan perubahan yang dituntut karena meningkatnya
kegiatan-kegiatan pembangunan maka organisasi lembaga-lembaga
Pemerintah non Departemen juga memerlukan penyempurnaan secara menyeluruh. Walaupun penelitian mengenai penyempurnaan
organisasi
lembaga-lembaga
Pemerintah
non
Departemen
belum
berhasil merumuskan pola organisasi, kedudukan, tugas pokok,
fungsi dan tatakerja lembaga-lembaga tersebut dengan dasar
penilaian yang sama, namun asas-asas yang dipergunakan dalam
penyempurnaan organisasi departemen sejauh mungkin telah diterapkan, tanpa mengorbankan sifat-sifat khusus
dan
ruang
lingkup tugas pokok masing-masing. Usaha penyempurnaan ini
dipersulit terutama oleh adanya perbedaan dasar hukum pembentukan masing-masing lembaga, yaitu ada yang dengan Undangundang, ada pula dengan Peraturan Pemerintah dan sebagian
besar dengan Keputusan Presiden. Juga penyempurnaan menghadapi kesulitan karena sifat-sifat yang berbeda, ialah adanya
kelompok lembaga Pemerintah non Departemen yang menjalankan
fungsi lini atau yang melaksanakan tugas eksekutif, kelompok
lain mempunyai kedudukan staf atau sebagai badan staf tingkat
pusat, sedangkan ada pula yang mempunyai dan melaksanakan tugas koordinasi sehingga dapat disebut badan koordinasi.
Tanpa mengurangi arti penyempurnaan secara menyeluruh,
perhatian khusus diberikan kepada masalah-masalah yang mendesak, yaitu perlunya perubahan organisasi dari lembaga -lembaga
Pemerintah non Departemen tertentu untuk dapat menanggulangi
pelaksanaan tugas yang sangat mendesak dari lembaga yang ber sangkutan. Demikianlah pada tahun-tahun terakhir penyempurnaan organisasi telah dilakukan terhadap Badan Tenaga Atom
Nasional (Keppres No. 51 tahun 1979), Biro Pusat Statistik
(PP No. 6 tahun 1980), Badan Administrasi Kepegawaian Negara
dengan pembentukan Kantor-kantor Wilayah tingkat Propinsi secara bertahap (Keppres No. 53 tahun 1980) dan Sekretariat Ne gara (Kepprea No. 31 tahun 1980).
Dalam tahun anggaran 1981/82 telah dilakukan penyempurna an terhadap :
a. Sekretariat Negara dengan Keppres No. 16 tahun 1981 dilakukan penambahan beberapa jabatan dalam Staf Sekretaris
Negara;
XXII/7
b.
Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan Keppres No.33
tahun 1981 dalam rangka peningkatan fungsi mengkoordinasikan perencanaan dan pengembangan penanaman modal secara
menyeluruh dan terpadu. Dalam Keppres tersebut ditegaskan
antara lain bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal menye lenggarakan fungsi atas nama menteri yang membina bidang
usaha penanaman modal yang bersangkutan dengan penerbitan
berbagai ijin dan pemberian beberapa hak dan fasilitas
kepada investor. Ketua Badan bertanggungjawab kepada Pre siden dan sehari-hari menerima petunjuk dari Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas;
c. Badan Koordinasi Intelijen Negara dengan Keppres No. 19
tahun 1981 dilakukan penambahan beberapa unit pelaksana
teknis.
Perlu dikemukakan bahwa untuk mencegah perkembangan yang
tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, Pemerintah telah menentukan bahwa setiap perubahan struktur organisasi dari setiap instansi pemerintahan, pimpinan instansi
yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengadakan konsultasi
dengan dan memperoleh persetujuan dari Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara.
Penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan
kerja institusional maupun prosedural secara terus -menerus
juga telah dilakukan. Penyempurnaan tata hubungan kerja antara berbagai departemen/lembaga yang telah dilakukan terutama
meliputi pelaksanaan program-program yang merupakan prioritas
dalam pembangunan, aeperti program-program peningkatan dan
pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi,
pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan gizi raky at, keluarga berencana, penanaman modal dan lain-lain. Demikian
pula koordinasi yang lebih baik diusahakan dalam administrasi
berbagi bidang seperti administrasi pelabuhan, administrasi
perencanaan dan pembiayaan pembangunan, administrasi bantuan
luar negeri, tata penyelenggaraan perdagangan luar negeri,
khususnya untuk meningkatkan ekspor, dan lain sebagainya.
Dalam tahun pertama (1979/80) sampai dengan tahun ketiga
(1981/82) Repelita III tata hubungan kerja baik institusional
maupun prosedural yang ditetapkan dengan peraturan-peraturan
adalah sebagai berikut :
a.
Pembentukan Badan Koordinasi Bimbingan Masal (Keppres No.
6 tahun 1979);
b. Pembentukan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan
dan P e n g e m b a n g a n G e n e r a s i M u d a ( K e p p r e s N o . 2 3 ta hu n
1979)
XXII/8
c. Pembentukan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam
(Keppres No. 28 tahun 1979);
d. Pembentukan Badan Koordinasi Energi Nasional (Keppres No.
46 dan No. 75 tahun 1980);
e. Pembentukan Otorita Pembangunan Pelabuhan Udara Inter nasional Cengkareng yang melibatkan kerjasama antara Departemen Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dalam Negeri, Keuangan, Pemerintah Daerah DKI dan PN Pertamina (Keppres
No. 16 tahun 1980);
f. Pembentukan Panitia Landrefonn Pusat yang memerlukan kerjasama antara Departemen Dalam Negeri, Pertahanan dan Keamanan, Pertanian, Keuangan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pekerjaan Umum, Perdagangan dan Koperasi serta Kehakiman (Keppres No. 55 dan No. 75 tahun 1980);
g. Pembentukan Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Sabang dengan melibatkan kerjasama antara Departemen Perdagangan dan Koperasi, Keuangan, Perhubungan,
Dalam Negeri, Perindustrian, Pertahanan dan Keamanan
serta Bank Sentral (Keppres No. 60 tahun 1980);
h. Pembangunan asrama mahaaiawa untuk perguruan tinggi di
seluruh Indonesia yang perlu dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasikan
dengan
penetapan
tugas-tugas
kepada
Menteri-menteri
Keuangan,
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Menteri-menteri Muda Urusan Pemuda, Urusan Koperasi serta
Urusan Perumahan Rakyat (Keppres No. 40 tahun 1981);
i. Peningkatan usaha pengembalian kredit program masal
dengan melibatkan kerjasama antara Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, Menteri Muda Urusan Produksi
Pangan, Menteri Muda Urusan Koperasi, Gubernur Bank Indonesia, Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan
serta para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (Inprea No.
10 tahun 1981);
j. Pelaksanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa yang melibatkan kerjasama antara Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perhubungan dan Gubernur
Bank Indonesia (PP No.1 tahun 1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya) yang ditujukan untuk peningkatan
ekspor bukan minyak dan gas bumi.
Berbagai peningkatan tata hubungan kerja juga telah dilakukan dengan pembentukan badan-badan oleh beberapa Menteri
seperti pembentukan Panitia Tetap Kerjasama Bidang Industri
Bahan Bangunan dan Industri Konatrukai oleh Menteri Perindus trian dan Menteri Pekerjaan Umum serta Team Bantuan Mengenai
Masalah Perburuhan oleh Menteri Tenaga K e r j a d a n T r a n s m i
XXII/9
grasi. Dalam Panitia atau
dari berbagai departemen.
Team
tersebut
duduk
wakil-wakil
Khusus mengenai berbagai bentuk bantuan pembangunan kepada Daerah, maka dalam bentuk Surat-surat Keputusan Barsama
beberapa Menteri secara terus-menerus telah ditingkatkan penyelenggaraan tata hubungan kerja secara serasi.
2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah
Penyempurnaan Administrasi dan Aparatur Pemerintah tingkat Daerah yang telah dilakukan sejak Repelita I telah dimantapkan dengan berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah yang memberikan dasardasar bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah menurut
asas desentralisasi, dekonsentrasi maupun asas tugas pembantuan secara serasi.
Dalam pelaksanaan asas desentralisasi maka urusan-urusan
pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah menjadi wewenang dan tanggung jawab Daerah sepenuhnya, dalam arti bahwa
prakarsa diserahkan kepada Daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang
menyangkut
segi-segi
pembiayaannya.
Perangkat
pelaksanaannya
adalah Aparatur Pemerintah Daerah itu sendiri, terutama
Dinas-dinas Daerah. Dalam kaitan ini maka oleh Menteri Dalam
Negeri telah dikeluarkan berbagai keputusan tentang susunan
organisasi Pemerintah Daerah, tugas dan wewenang tiap unit
organisasi, demikian pula tatakerja dan tata hubungan kerja,
di antaranya yang terakhir ialah perbaikan organisasi . Sekretariat Wilayah Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 240 tahun 1980. Penyempurnaan tersebut adalah untuk peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
sesuai dengan tugas-tugas yang semakin meluas. Demikian pula
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 219 dan 220 tahun
1979 telah diatur kembali perangkat pengawasan dengan ditetapkannya organisasi dan tata kerja Inspektorat Wilayah
Propinai dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya dalam
rangka peningkatan kelancaran penyelenggaraan pengawasan di
tingkat Daerah. Selanjutnya dengan disempurnakannya Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan dengan pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1980, dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 185 tahun 1980 telah ditetapkan pedoman
organisasi tata kerja, baik untuk Bappeda tingkat I maupun
Bappeda tingkat II.
XXII/10
Dalam
penyelenggaraan
berbagai
urusan
pemerintahan
di
Daerah
yang
langsung
menyangkut
kepentingan
nasional
dan
tidak dapat diserahkan kepada Daerah, maka Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sebagai penguasa tunggal dan sebagai administrator di Daerah bertugas mengkoordinasi instansi-instansi
vertikal yang merupakan aparatur Pemerintah Pusat di Daerah.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan demikian mengkoordinasikan pembangunan di wilayahnya, baik sektoral, regional
maupun yang bersifat khuaus. Koordinasi terhadap perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan itu merupakan koordinasi aktif yang berarti Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
ikut membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan
memberikan pengarahan-pengarahan.
Di bidang perencanaan dan pengendalian Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I di bantu oleh Bappeda. Perencanaan yang dilakukan oleh kantor-kantor wilayah maupun oleh pimpinanpimpinan proyek sektoral harus dikonsultasikan dengan Bappeda
bersangkutan. Dalam rangka itu pula maka menjelang tiap akhir
tahun dilangsungkan Konsultasi Nasional, yaitu konsultasi
Bappeda seluruh Indonesia dengan Bappenas dan Departemendepartemen untuk menelaah masalah-masalah pokok pembangunan
di daerah serta dalam rangka persiapan penyusunan rencana tahunan tahun berikutnya. Atas dasar Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 259 tahun 1981 maka penyelenggaraan Konsultasi
Nasional dilakukan jauh sebelum waktu pemrosesan penyusunan
RAPBN 1982/83, yaitu pada pertengahan Oktober. Di samping itu
di antara Bappeda dari berbagai propinsi dalam satu wilayah
pembangunan dilakukan pula konsultasi secara berkala untuk
membahas usaha-usaha bersama dalam peningkatan pembangunan.
Dengan kegiatan aktif Bappeda itu maka pertimbangan-pertimbangan regional akan lebih mendapat perhatian dalam rangka
pemerataan serta peningkatan pembangunan.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan di Daerah Menteri
Dalam Negeri telah mengeluarkan Instruksi No. 1 tahun 1981
kepada semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk berusaha
semaksimal mungkin dengan kemampuan dan wewenangnya mensukseskan pelaksanaan program-program pembangunan dengan melakukan pengendalian sebaik-baiknya dan koordinasi terpadu terhadap segenap jajaran aparatur Pemerintah Pusat di Daerah, jajaran aparatur Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat secara efektif. Diminta pula agar kepada rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk dapat hadir menyaksikan langsung
upacara pembukaan atau peresmian penggunaan sesuatu proyek di
daerahnya sehingga rakyat kecil di pelosok semakin sadar akan
XXII/11
arti pentingnya serta manfaatnya pelaksanaan
sedang dan akan dilanjutkan kemudian.
pembangunan
yang
Di bidang pengawasan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dibantu oleh Inspektorat Wilayah Propinsi yang secara luas melakukan pengawasan terhadap tugas pemerintahan baik tugas
umum maupun tugas pembangunan. Sehubungan dengan perlunya keterarahan, keterpaduan dan keserasian pelaksanaan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah maka dengan Keppres No. 20 tahun
1981 telah dibentuk Team Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan Di Daerah sebagai pembantu Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dalam mengkoordinasikan pengendalian dan pengawasan pembangunan Pusat dan Daerah di wilayah bersangkutan. Team diketuai oleh Ketua Bappeda Tingkat I sedangkan para
anggotanya adalah Kepala Itwilprop, Kakanwil Ditjen Anggaran,
Kakanwil DJPKN, Kepala Cabang Bank Indonesia dan sebagai sekretaris Kepala Sekretariat Bappeda Tingkat I. Dengan terbentuknya team tersebut diharapkan dapat ditingkatkan hasilguna dan dayaguna pengawasan.
Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 26
tahun 1980 tentang pembentukan Badan Koordinasi Penanaman
Modal Daerah (BKPMD) di tiap Propinsi Daerah Tingkat I serta
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 167 tahun 1980 tentang susunan organisasi dan tata kerja BKPMD maka telah dikeluarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 1981 agar BKPMDBKPMD yang telah ada disesuaikan dengan yang diatur dalam Ke putusan-keputusan tersebut. Dalam pada itu dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 26 tahun 1981 telah dibentuk BKPMD
Propinsi Su~awesi Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Daerah Istimewa
Aceh.
Usaha penyempurnaan administrasi Pemerintahan di Daerah
juga terus dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
No.5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa. Berturut-turut telah ditetapkan
a. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa; susunan organisasinya terdiri dari Kepala Desa, Lembaga Musyawarah Desa dan Perangkat Desa, sedang Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan 3 sampai 5 Kepala Urusan
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1981);
b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Musyawarah Desa
yang bertujuan memperkuat pemerintahan Desa serta menyalurkan pendapat masyarakat Desa; anggota-anggotanya ter
XXII/12
diri dari Kepala Dusun, pimpinan lembaga kemasyarakatan
serta pemuka masyarakat desa (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 2 tahun 1981);
c. Pengambilan Keputusan Desa (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No.3 tahun 1981);
d. Pembentukan,
pemecahan,
penyatuan
dan
penghapusan
desa
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981);
e. Pembentukan Dusun dalam Desa dan lingkungan d a l a m K e l u rahan (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1981);
f. Tata cara pemilihan, pensahan, pengangkatan, pemberhenti
an sementara dan p e m b e r h e n t i a n K e p a l a De sa ( K ep ut us an
Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1981);
g. Perayaratan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
Sekretaris
Desa,
Kepala
Urusan
serta
Kepala
Dusun
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1981).
Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa perangkat desa merupakan aparatur Departemen Dalam Negeri di daerah tingkat terbawah. Berhubung
dengan itu secara bertahap mereka diangkat sebagai pegawai
negeri.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari Undang-undang No. 5
tersebut di atas maka sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan
(UDKP) sebagai sistem perencanaan pembangunan terpadu di
tingkat Kecamatan untuk pengembangan desa-desa di seluruh Indonesia menjadi Desa Swasembada telah makin dimantapkan.
Sebagaimana diketahui dengan sistem tersebut perencanaan
pembangunan dimulai dan bersumber dari bawah, diawali dengan
usul rencana Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) pada
tingkat Desa. Rencana tersebut diajukan kepada Camat untuk
diolah sehingga merupakan suatu kebulatan rencana pembangunan
wilayah Kecamatan yang utuh, dengan memperhatikan potensi dan
fungsi serta kedudukan dan peranan desa-desa di dalam wilayahnya.
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981 tentang
Mekanisme Pengendalian Pelaksanaan Program Masuk Desa dalam
kaitannya dengan sistem UDKP mempunyai makna makin memantapkan serta melembagakan pembangunan desa yang terpadu. Pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemba ngunan desa dalam ruang lingkup kecamatan dimaksudkan agar
rakyat pedesaan akan lebih terarah perhatian dan kegiatannya
sehingga dana yang digunakan dapat mencapai daya guna dan
hasil guna yang maksimal.
XXII/13
Kepada Kecamatan UDKP diminta agar di samping mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembangunan sektoral, regional,
lokal dan pedesaan, termasuk dengan proyek-proyek Inpres dan
swadaya masyarakat, juga mempercepat gerak pembangunan dan
pemerataan aerta bersikap tanggap dan peka terhadap masalah masalah yang dihadapi. oleh rakyat disertai usaha sungguhsungguh agar kesadaran membangun di kalangan m a s y a r a k a t d e s a
dapat selalu berkembang.
Usaha-usaha penyempurnaan program pembangunan di daerah
s e l a n j u t n y a i a l a h p e n y e r a s i a n a nt ar a pr oy ek - pr oy ek d al am
r a n gk a b a nt u an P em e rin t a h P us a t kepada Daerah berdasarkan
I n s tr u ks i P r ea i d en yan g di t er b it kan pada setiap permulaan
tahun anggaran, yaitu pada tahun anggaran 1981/82 berdasarkan:
a. Inpres No. 2 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa
dengan bantuan langsung kepada Desa masing-masing Rp.1
juta. Di samping itu diberikan pula bantuan keserasian
untuk menunjang pembangunan desa dalam Kecamatan UDKP
dan untuk menjamin keserasian pembangunan desa yang
didasarkan pada usaha-usaha masyarakat yang mencerminkan swadaya
gotong-royong desa;
b. Inpres No. 3 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II yang besarnya bantuan didasarkan pada jumlah
penduduk dengan perhitungan Rp. 1.000,- tiap penduduk
dengan ketentuan bahwa besarnya bantuan minimum ialah
Rp.150,- juta;
c. Inpres No. 4 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat I dengan bantuan minimum Rp. 7,5 milyar;
d. Inpres No. 5 untuk Program Bantuan Pembangunan Sekolah
Dasar yang untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp. 374,36 milyar;
e. Inpres No. 6 untuk Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar Rp. 79,- milyar;
f. Inpres No. 7 untuk Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi dengan jumlah penyediaan biaya Rp. 70,- milyar;
g. Inpres No. 8 untuk Program Bantuan Kredit Pembangunan dan
Pemugaran Pasar. Bantuan ini merupakan subaidi bunga Pemerintah Pusat kepada Bank dalam rangka penyediaan kredit
oleh Bank kepada Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah DKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun,
dengan bunga 0%. Jumlah dana yang disediakan ialah Rp.50 milyar;
h. Inpres No. 9 untuk Program Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten yang diberikan kepada tiap Kabupaten dengan pengutamaan pembangunan jalan yang menunjang kegiatan eko-
XXII/14
nomi rakyat, jalan yang membantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan-jalan rusak. Jumlah dana yang disediakan
ialah Rp. 55,- milyar.
Prosedur pelaksanaan pembangunan melalui program-program
bantuan tersebut tiap tahun disempurnakan dalam bentuk Surat surat Keputusan Bersama beberapa Menteri. Penyempurnaan penting yang telah dilaksanakan pada tahun pertama Repelita III
dan berlaku sampai dewasa ini ialah antara lain mengenai Pe mimpin Proyek yang ditunjuk dari instansi yang paling berwe nang, sedangkan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
adalah sebagai penanggungjawab. Selanjutnya tatacara perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan untuk semua
program bantuan dilakukan berdasar keseragaman dan kejelasan
kriteria.
3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Sebagaimana telah ditetapkan dalam GBHN maka dalam rangka
melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh
pelosok Negara dan dalam rangka membina kesatuan Bangsa, maka
hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah perlu terus dikembangkan. Hubungan Pemerintah Pusat
dan Daerah adalah hubungan antara aparatur Pemerintah tingkat
Pusat, baik sebagai keseluruhan maupun sebagian, dengan aparatur Pemerintah Daerah. Karena Negara Republik Indonesia
adalah negara kesatuan, maka fungsi Pemerintahan Daerah merupakan sebagian dari fungsi Pemerintahan Negara. Guna peningkatan kemampuan Daerah maka kepada Pemerintah Daerah diberikan otonomi dalam batas-batas ikatan negara kesatuan, sehingga asas hubungan kerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah adalah asas-asas keserasian dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan.
Pelaksanaan hubungan Pemerintah
pokoknya adalah sebagai berikut :
Pusat
dan
Daerah
pada
a.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bertanggungjawab kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri selaku pembantu
Presiden dalam masalah-masalah pemerintahan daerah. Menteri Dalam Negeri memberikan pedoman/bimbingan, koordi nasi dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah (UU No.
5 tahun 1974);
b. Semua instansi vertikal dalam hubungan hirarki secara
teknis, organisatoris dan administratif bertanggung jawab
XXII/15
kepada Menteri yang bersangkutan, tetapi taktis operasional tunduk pada koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I (Inpres No. 48/U/IN/8/1967). Dinas otonom mempunyai hubungan hirarki dengan Kepala Daerah, tetapi secara taktis
fungsional berhubungan pula dengan instansi vertikal De partemen yang bertugas dalam bidang yang sama (Inpres No.
48/U/IN/8/1967). Dalam memimpin pemerintahan daerah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mendapat bantuan nasehat
dari Muspida (Inpres 05/1967);
c. Dalam
pelaksanaan
proyek-proyek
pembangunan
instansi
vertikal mengindahkan pedoman dan instruksi Departemen
atasannya serta mengindahkan petunjuk Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dalam rangka memperlancar pelaksanaan
proyek. Instansi vertikal Departemen menerima saran dan
pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I guna diteruskan kepada Departemen yang bersangkutan untuk mendapat perhatian dan mengadakan kerjasama yang erat dengan
dinas-dinas otonom;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I turut bertanggungjawab
atas pelaksanaan proyek-proyek sektoral di daerahnya, antara lain dengan mengikuti dan mengawasi perkembangan
proyek-proyek yang ada di daerahnya, baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek maupun dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala
ataupun insidentil dengan para Pemimpin Proyek/ Bendaharawan Proyek (Keppres 14 A/1980).
Atas dasar pokok-pokok tersebut maka keserasian hubungan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah telah diusahakan sejak Repelita I dan disempurnakan secara terus-menerus hingga dewasa
ini. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah meletakkan dasar bagi pelaksanaan
sistem dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan
yang lebih serasi serta sesuai dengan tuntutan dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk pengarahan yang lebih mantap maka
dapat
disebutkan
pembentukan
Dewan
Pertimbangan
Otonomi
Daerah dengan Keppres No. 23 tahun 1975 yang bertugas merumuskan kebijaksanaan agar segala kegiatan yang terjadi di
daerah dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Peningkatan
hubungan
antara
aparatur
Pemerintah
Pusat
dan Pemerintah Daerah dilakukan dengan menserasikan kegiatan pembangunan guna meningkatkan kemanfaatan pelaksanaan pembangunan itu sendiri.Dalam hubungan ini sebagai tindak lanjut dari
penyempurnaan Bappeda dengan Keppres No.27 tahun 1980 telah
diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185 tahun 1980
XXII/16
tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Bappeda Tingkat I
dan Bappeda Tingkat II yang memperinci fungsi dalam mengusa hakan keterpaduan antara rencana Nasional dan Daerah. Untuk
mencapai keserasian Bappeda diwajibkan senantiasa melaksanakan dan memelihara hubungan kerja secara konsultatif dengan
instansi-instansi tingkat Pusat dan hubungan kerja secara koordinatif dengan instanai-instanai Daerah. Di samping itu
diadakan forum konsultasi nasional dan regional sebagai usaha
menserasikan kepentingan daerah dengan kepentingan nasional
serta kepentingan antar daerah. Konsultasi regional dan nasional tersebut pada tahun anggaran 1981/82 diselenggarakan
lebih awal, yaitu masing-masing pada bulan September dan
Oktober, agar konsiderasi regional lebih diperhatikan dalam
perencanaan operasional tahunan.
Mengenai peranan Pemerintah Daerah dalam pembangunan nasional dapat dikemukakan antara lain rumusan dalam Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981, yaitu dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah sebagai berikut :
a.
b.
c.
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat II menyusun daftar
pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah masing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan
dengan bekerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Daerah. Sebelum adanya daftar sebagimana
dimaksud di atas Pemimpin Proyek menggunakan daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun olehnya berdasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Pengecualian
terhadap
pengadaan
pelelangan
pekerjaan
untuk pemborongan/pembelian yang dilakukan di tempat
lokasi kantor/satuan kerja/Proyek atau di ibukota Kabupaten/Kotamadya (dengan nilai di atas Rp. 200 juta sampai
dengan Rp. 500 juta) dilakukan dengan Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Demikian
pula pengecualian terhadap pengadaan pelelangan (yang
bernilai di atas Rp 500 juta) di tempat lokasi kantor/
satuan kerja/Proyek, di ibukota Kabupaten/Kotamadya atau
di ibukota Propinsi diputuakan oleh Team Pengendali
Pengadaan setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengetuai Panitia Prakualifikasi di tingkat Daerah.
XXII/17
d.
Bupati/Walikotamadya
dengan
mengikuti
petunjuk
Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dalam hal penentuan lokasi, dan
pengadaan tanah untuk
keperluan
proyek sektoral.Bupati/
Walikotamadya bertanggung jawab atas kelancaran dan kewajaran harga tanah, sehingga dapat dihindarkan apekulasi
tanah yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan berikutnya.
e. Pada tingkat Daerah Gubernur menampung pengaduan dari masyarakat dunia usaha mengenai masalah-masalah yang timbul
sebagai akibat dari pelaksanaan APBN dan mengambil langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.
f. Bappeda Tingkat I menyampaikan laporan triwulan dari Proyek-proyek yang ada di daerahnya baik mengenai DIP tahun
bersangkutan maupun megenai DIP SIAP kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keuangan,
Menteri
Koordinator
Bidang
EKUIN/Ketua
Bappe nas
dan
Menteri Negara PPLH.
g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi
perkembangan Proyek-proyek yang ada di daerahnya baik
berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda
Tingkat I maupun dengan melakukan penelitian sendiri
serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para
Pemimpin Proyek dalam wilayahnya dan selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri
tertentu lainnya.
h. GubernurKepalaDaerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya
K e p al a D a er a h T in g ka t I I me n gumumkan kepada masyarakat
luas mengenai proyek-proyek pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral maupun proyek-proyek bantuan berdasarkan Instruksi
Presiden dan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai
proyek-proyek tersebut kepada dunia usaha melalui Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).
Walaupun Keppres No.14A tahun 1980 yang disempurnakan
dengan Keppres No.18 tahun 1981 berlaku bagi kegiatan-kegiatan pekerjaan atas beban APBN, namun untuk segala pekerjaan
yang dibebankan kepa APBD, prinsip-prinsipnya adalah sama.
Dengan kesamaan prinsip dalam pelakaanaan anggaran maka diha rapkan adanya pemantapan koordinasi antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah dalam pelakaanaan pembangunan, baik
sektoral maupun regional.
Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Pusat
di mana Pemerintah Daerah secara aktif diikutsertakan, maka
dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan berbagai ketentuan sebagai berikut :
a. Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 tahun 1981
tentang Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ditetap
XXII/18
kan bahwa para Gubernur Kepala Daerah tingkat I dan
Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah
Tingkat
II
bertanggungjawab atas
pelaksanaan proyek ini
untuk daerahnya
masing-masing.
PRONA
diadakan
dalam
rangka
pelaksanaan
caturtertib di bidang pertanahan sebagaimana digariskan
dalam Repelita III dengan jalan sertifikasi tanah secara
masal. Sebagaimana diketahui sertifikat tanah merupakan
tanda bukti yang kuat yang memberikan jaminan kepastian
hukum bagi penguasaan dan pemilikan tanah. Di samping pelaksanaan proyek tersebut dilaksanakan pula program penyelesaian sengketa tanah. Kepala Kecamatan dan Kepala
Desa, demikian pula tokoh-tokoh masyarakat diikutsertakan untuk membantu pelaksanaan proyek ini.
b. Berkenaan dengan Keputusan Menteri Pertanian No.595 tahun
1981 tentang program pencetakan sawah Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I menetapkan lokasi yang terletak dalam
kawasan jaringan irigasi. Pencetakan sawah dibiayai terlebih dahulu oleh Pemerintah Pusat dan setelah selesai
dicetak biaya tersebut diberlakukan sebagai kredit kepada
pemilik tanah bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa selama ini Pemerintah Daerah senantiasa
dilibatkan dalam pelaksanaan program peningkatan produksi
pangan, khususnya beras. Hal tersebut dilakukan dengan
langkah-langkah yang berkembang dari intensifikasi ke
intensifikasi yang disempurnakan seperti panca usaha
lengkap, intensifikasi khusus dan akhir-akhir ini operasi
khusus.
c. Di aetiap Propinsi Daerah Tingkat I seluruh Indonesia
berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri dibentuk Panitia Kerja Tetap Pengembangan Ekspor Daerah yang diketuai
oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan anggotaanggotanya ialah unsur-unsur dari Kantor-kantor Wilayah
Bea Cukai, Pajak, Pertanian, Pertambangan, Koperasi, Perdagangan, Perhubungan dan Kantor Cabang Bank-bank Pemerintah. Tugas dari Panitia tersebut ialah memonitor pelaksanaan kebijaksanaan ekspor sehubungan dengan program
peningkatan ekspor non minyak dan gas bumi.
d. Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan sistem perenca
naan pembangunan tahunan, khususnya untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna pengembangan potensi daerah dan
pemecahan masalah-masalah pembangunan yang sifatnya mendesak di daerah, maka dengan Surat Bappenas No. 1799/WK/9/1981 kepada para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II telah dirumuskan petunjuk atau tatacara pengusulan dan perencanaan
proyek-proyek pembangunan yang pada pokoknya menetapkan
XXII/19
tata hubungan kerja dan kerjasama antara
Daerah, Bappeda dan Instansi-instansi Vertikal.
Dinas -dinas
Akhirnya penting untuk dikemukakan bahwa dalam kaitan
dengan usaha meningkatkan fungsi pengkoordinasian kegiatankegiatan instansi vertikal di daerah oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sesuai dengan petunjuk Presiden sejak tahun
anggaran 1981/82 pelantikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/
Direktorat
Jenderal/Lembaga
di
daerah
dilaksanakan
oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan disakaikan oleh pejabat
dari Pusat Departemen/Direktorat Jenderal/Lembaga yang ber sangkutan.
4. Aparatur Perekonomiaa Negara
Usaha penyempurnaan aparatur perekonomian negara yang meliputi badan-badan usaha dan lembaga-lembaga keuangan milik
Negara yang telah dilakukan aecara terus-menerus sejak tahun
1967 dalam Repelita III terus ditingkatkan. Aparatur pereko nomian Negara, khususnya perusahaan-perusahaan Negara, diarahkan agar dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi
perusahaan yang sehat dan efisien sehingga menguntungkan bagi
penerimaan Negara, di samping dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat serta dapat menyelenggarakan kemanfaatan
umum yang lebih baik dan lebih merata. Denikian pula pening katan pembinaan lembaga-lembaga keuangan ditujukan ke arah
kemampuan menjadi pendorong kegiatan pembangunan dan produksi
sektor awasta dan koperasi yang belum mampu. Kemudian agar
turut aktif mengamankan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah dalam pengembangan pengusaha go longan ekonomi lemah serta pemantapan stabiliaasi ekonomi.
Sementara itu dalam tahun ketiga Repelita III dalam
rangka pembinaan badan-badan usaha negara telah dilakukan antara lain :
a.
Pengalihan bentuk Perusahaan Negara Perkebunan I menjadi
Persero (Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1981);
b. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero di
bidang produksi gula (Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1981);
c. Pembubaran Perusahaan Negara Perkebunan XVI dan penggabungannya ke dalam Persero PT Perkebunan XV (Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1981);
d. P e n y e r t a a n m o d a l P e m e r i n t a h u nt uk p en di ri an Pe rs er o di
XXII/20
bidang Aneka Usaha Perkebunan (Peraturah Pemerintah No.
16 tahun 1981);
e. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam
bidang usaha perencanaan, perekayasaan dan konstruksi industri (Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1981);
f. Pendirian Perum Indonesia Farma (Peraturan Pemerintah No.
20 tahun 1981);
g. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam modal
saham Persero PT Yodyakarya dan Persero PT Bina Karya
(Peraturan Pemerintah No. 21 dan 22 tahun 1981);
h. Pencabutan Peraturan Pemerintah No. 229 tahun 1961 tentang Penyerahan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang
Djakarta oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
Tingkat I DKI Jakarta Raya (Peraturan Pemerintah No. 23
tahun 1981);
i. Pendirian Perum Pengangkutan Penumpang Jakarta yang semula merupakan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang
Djakarta yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
DKI Jakarta (Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1981);
j. Pengalihan bentuk Perum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Persero (Peraturan Pemerintah No. 26
tahun 1981);
k. Penambahan
penyertaan
modal
Pemerintah
ke
dalam
modal saham Persero PT Danareksa (Peraturan Pemerintah No.
33 tahun 1981);
l. Penambahan
penyertaan
modal
Pemerintah
ke
dalam
modal saham Persero PT Indra Karya (Peraturan Pemerintah No.
34 tahun 1981);
m.
Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam
bidang pupuk (Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1981);
n. Penambahan modal kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang
Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 44 tahun
1981);
o.
Penetapan Perusahaan Umum "Otorita Jatiluhur" sebagai
perusahaan yang dapat menarik dan menerima iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan
(Keputusan Presiden No. 7 tahun 1981).
Dalam pada itu selama tahun ketiga Repelita III proses
pengalihan bentuk-bentuk perusahaan berjalan terus. Sampai
pada akhir tahun anggaran 1981/82 perusahaan negara berstatus
Persero berjumlah 142 buah, temasuk 26 Persero Patungan.
Dari jumlah Persero tersebut maka 8 Persero beropera si di
sektor jasa keuangan, 46 Persero di sektor jasa umum, 52 Per sero di sektor jasa industri (termasuk PT Krakatau Steel) dan
36 di sektor pertanian.
XXI/21
Perusahaan Negara yang berkedudukan
Departemen berjumlah 23 buah.
sebagai
Perum
di
9
Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan berjumlah 2 buah, yaitu Perusahaan Jawatan Pegadaian di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen
Keuangan serta Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen
Perhubungan.
Perusahaan Negara (PN) yang belum ditentukan statusnya
menurut Undang-undang No. 9 tahun 1969 tinggal 36 buah, sedangkan PT lama yang belum disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1969 menjadi Persero adalah 10 buah.
Perusahaan Negara yang mempunyai status khuaus yang berarti pembentukannya didasarkan pada Undang-undang tersendiri
berjumlah 9 buah, yaitu 8 buah Bank-bank Pemerintah yang berada di bawah pembinaan Departemen Keuangan dan Pertamina di
bawah pembinaan Departemen Pertambangan dan Energi.
Mengenai Pertamina dapat dikemukakan bahwa sejak tahun
1975 Perusahaan Negara tersebut telah mengalami penyempurnaan
dan penertiban secara terus menerus yang Aimulai dengan reorganisasi berdasarkan Keppres No. 44 tahun 1975. Dalam rangka
peningkatan penertiban di segala bidang, terutama di bidang
pertanggungjawaban dalam administraai perusahaan maka dengan
Keppres No. 73 tahun 1981 telah dilaksanakan pengangkatan
Dewan Direksi baru. Kepada para pimpinan dipertanggungjawabkan 4 hal pokok, yaitu mengusahakan produksi yang meningkat,
menguaahakan penerimaan Negara yang makaimal, menyelenggarakan pembangunan sarana Bahan Bakar Minyak untuk menghadapi
kenaikan permintaan dan membuat PN Pertamina menjadi Perusahaan Negara yang mampu menghadapi perubahan-perubahan yang
timbul.
Keadaan badan-badan usaha Negara secara lebih terperinci
sampai tanggal 31 Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-1.
Sementara itu berbagai kebijaksanaan khusue dalam rangka
usaha pengembangan dunia usaha terus dilakukan. Dalam hubungan ini dapat disebutkan bahwa perijinan untuk penanaman modal
telah disederhanakan,, yaitu dengan pengurangan 36 ijin yang
meliputi persetujuan pokok serta persetujuan pelaksanaan menjadi 15. Sebelumnya dengan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun
1981 telah ditetapkan pemberian tambahan kelonggaran perpa jakan bagi perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam rangka
XXII/22
TABEL XXII – 1
KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA,
SAMPAI 31 MARET 1982
(perusahaan)
1)
2)
3)
Perseroan Terbatas yang berdiri sebelum terbit PP 12/1969
Bank Pemerintah
Pertamina
XXII/23
penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut perusahaan-perusahaan yang menampung tenaga
kerja dalam jumlah besar atau berlokasi di daerah yang perlu
dikembangkan sehingga harus membuka sendiri prasarana dengan
menghadapi risiko besar, dapat diberikan tambahan kelonggaran
perpajakan di luar perpajakan yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Penanaman Modal.
Berhubung dengan hal di atas maka dalam rangka peningkat an fungsi koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman
modal secara menyeluruh dan terpadu maka dengan Keputusan
Presiden No. 33 tahun 1981 sebagai pengganti Keputusan Presiden No. 53 tahun 1977 Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) telah mengalami penyempurnaan. Dalam usahanya untuk
lebih memperbaiki sistem Daftar Skala Prioritas maka secara
berkala dilakukan peninjauan terhadap sistem Daftar Skala
Prioritas berdasarkan faktor kejenuhan dalam masing-masing
kategori bidang-bidang yang tertutup, yang diregistrasi dan
yang mendapat prioritas utama yang dikaitkan secara langsung
dengan program-program Sektoral dan Regional.
Untuk menciptakan iklim ekonomi khususnya perdagangan
luar negeri yang lebih baik Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan baru tentang pelaksanaan ekspor, impor dan lalu
lintas devisa. Demikianlah dengan Peraturan Pemerintah No. 1
tahun 1982 dan disusul dengan rangkaian peraturan Menteri
Perdagangan dan Koperasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan dan Gubernur Bank Indonesia telah diadakan perubahan
mendasar yang menyangkut sistem serta prosedurnya. Tujuannya
ialah pemberian kesempatan yang lebih luas kepada para pengu saha terutama ekaportir dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pada pokoknya kebijaksanaan yang dilakukan adalah membebaskan
para ekaportir dari kewajiban menjual devisa yang diperoleh nya kepada Bank Indonesia dengan tujuan agar para eksportir
dapat memanfaatkan devisa semaksimal mungkin baik untuk pem belian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya maupun untuk mencapai hasil maksimal dari penggunaan devisa yang
dimilikinya. Sejalan dengan itu Pemerintah telah memperluas
kesempatan cara pembayaran transakai ekspor dan impor. Dalam
rangka ini Pemerintah menyediakan fasilitas kredit ekspor dengan syarat-syarat lunak, jaminan kredit ekspor dan asuransi
ekspor.
Untuk lebih mengembangkan pasar uang dan modal maka Peme rintah telah melakukan penambahan penyertaan modal ke dalam
modal saham Persero PT Danareksa dengan Peraturan Pemer i n t a h
XXII/24
XXII/24
No. 33 tahun 1981. PT Danareksa yang didirikan oleh Pemerintah pada tahun 1976 dan bertugas menjual saham perusahaan perusahaan yang "go public" dalam bentuk sertifikat saham ke pada masyarakat telah mengalami kemajuan pesat. Keuntungan PT
Danareksa sebagai salah satu sumber bagi penerimaan Negara
dari tahun ke tahun meningkat terus dengan gambaran sebagai
berikut : keuntungan tahun 1977 ialah Rp.142 juta, tahun 1978
Rp. 315 juta, tahun 1979 Rp. 532 juta dan tahun 1980 Rp. 1,6
milyar.
Mengenai usaha pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah
telah ditempuh berbagai jenis pembinaan. Pembinaan oleh Peme rintah pada hakekatnya ditujukan kepada penanggulangan kesu karan yang dihadapi oleh para pengusaha golongan ekono mi
lemah, yaitu kekurangan modal, kesulitan memasarkan hasil
produksi, kesulitan memperoleh bahan baku/penolong dan kekurangan keahlian teknis/management.
Dalam rangka usaha membantu kebutuhan modal para pengusaha golongan ekonomi lemah selama ini telah dikembangkan lembaga-lembaga keuangan bukan bank PT Bahana dan PT Askrindo
serta pendirian Perum Pengembangan Keuangan Koperasi dengan
meleburkan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi kedalam badan
usaha tersebut berdasarkan Keppres No. 51 tahun 1981 yang
bertugas membantu dalam hal perkreditan. Demikian pula secara
terus menerus dikembangkan ketatalaksanaan dengan cara-cara
yang lebih baik dalam pemberian fasilitas perkreditan oleh
Bank-bank Pemerintah. Bahkan Bank Indonesia dewasa ini tidak
lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang kas dan pengedaran
uang cartal melainkan juga dalam bidang perkreditan dan pengerahan dana perbankan dalam rangka mengembangkan pengusaha
kecil.
Selanjutnya untuk membantu para pengrajin sebagai pengusaha golongan ekonomi lemah sejak Repelita I telah dikembangkan program BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil)
dengan jalan memberikan pendidikan dan latihan, bimbingan dan
penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan pro mosi serta pemasaran. Dewasa ini Pemerintah telah mengajukan
konsep baru bagi pengembangan industri kecil untuk menampung
tenaga kerja yang lebih besar serta memberikan ruang kreasi
yang lebih luas. Hal itu dilakukan dengan pembangunan Sarana
Usaha Industri Kecil (SUIK) di samping pembangunan Lingkungan
Industri Kecil (LIK) sebagai model pengembangan industri
kecil yang memberikan perangkat fisik tempat berproduksi dan
b e r u s a h a . D e m i k i a n p u l a s i s t e m " B a p a k / A n a k A ng ka t" , ju ga
X X II /2 5
sistem aub-kontrak dalam hubungan perusahaan besar dan perusahaan kecil yang dikembangkan oleh Pemerintah dan akhirnya
pemberian pengutamaan kepada golongan ekonomi lemah dalam
pemborongan pekerjaan dan pembelian barang/bahan Pemerintah
sesuai dengan Keppres No. 14 A tahun 1980 jo Kepprea No. 18
tahun 1981 mempertegas langkah pembinaan oleh Pemerintah
dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha.
5. Pengawasan dan Penertiban Operasional
Pengawasan dan penertiban operasional yang merupakan alat
pengaman bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan telah ditingkatkan oleh Pemeirintah secara terus menerus. Pengawasan
yang intinya menuju kepada tercapainya sasaran krida ke -4 Kabinet Pembangunan, yakni menegakkan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa, telah menjadi usaha Pemerintah secara terusmenerus. Oleh karena itu sejalan dengan beban pembangunan
yang semakin meningkat pada tahun ketiga Repelita III pengawasan semakin ditingkatkan, baik pengawasan yang dilakukan
oleh aparatur fungsional maupun pengawasan yang melekat pada
fungsi pimpinan, yaitu pengawasan oleh atasan terhadap bawahan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan yang telah ditetapkan.
Diperkuatnya unsur pengawasan dengan pengangkatan Menteri
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan III di samping Menteri Negara Penertiban
Aparatur Negara dan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
serta aparatur pengawasan lainnya yang sudah ada seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara pada Departemen
Keuangan, para Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang),
Inspektorat Jenderal pada Departemen-departemen dan Inspektorat Wilayah Propinsi pada Daerah-daerah Tingkat I dengan
diserai usaha-usaha penyempurnaannya secara terus menerus
menggambarkan kesungguhan Pemerintah dalam mengupayakan agar
keseluruhan aparatur menjadi alat yang berwibawa, kuat, efektif, efisien dan bersih guna menjamin keberhasilan usaha pembangunan. Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban
dalam lingkungan Departemen/Lembaga telah dilaksanakan dengan
dilancarkannya Operasi Tertib berdasarkan Instruksi Presiden
No.9 tahun 1977 terhadap penyalah gunaan jabatan, komersiali sasi jabatan, korupsi, pemborogan-pemborosan, pungutan liar
dan lain-lain perbuatan tercela. Operasi Tertib dimaksudkan
untuk mendinamisir fungsi aparatur pengawasan Pemerintah dalam peningkatan tertib organisasi, personalia dan tatalaksana
dalam lingkungan Departemen/Lembaga serta lingkungan Pemerin tah Daerah. Sekalipun Operasi Tertib telah menunjukkan hasil
h a s i l y a n g n y a t a d a n s e k u r a n g - k ur an gn ya d ap a t di ci pt ak an
XXII/26
iklim yang tidak merangsang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan,
namun
Pemerintah
menyadari
bahwa
pengembalian
segala sesuatunya kepada ketertiban belum selesai. Oleh kare na itu peningkatan pengawasan dan penertiban masih harus
terus dilaksanakan.
Sejak Juni 1977 hingga Maret 1982 mereka yang ditindak
meliputi 9.585 orang yang tersangkut dalam 6.454 kasus. Dari
jumlah mereka yang ditindak itu 8.450 orang dikenakan tindakan administratif, 895 orang tindakan pidana dan 240 orang
tindakan lainnya.
Ikhtisar perkembangan Operasi Tertib periode Juni
sampai dengan Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-2.
1977
Pada tahun ketiga Repelita III telah pula dilaksanakan
operasi penertiban yang diberi nama "Operasi Bersih dan Berwibawa" sebagai operasi untuk menangani adanya penyimpangan
dalam pengangkatan pegawai honorer daerah dan pengangkatan
lurah dan perangkat kelurahan menjadi pegawai negeri. Dalam
operasi tersebut yang dilaksanakan ,di 10 Propinsi Daerah
Tingkat I maka telah didapati penyelewengan oleh 97 orang pegawai negeri Pusat dan Daerah. Terhadap mereka telah dikenakan tindakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
Sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara No. 02/SE/Menpan/1980 tentang
penertiban terhadap pemilikan dan penggunaan ijasah palsu
serta ijasah asli tetapi palsu untuk kepentingan karier
kepegawaian atau yang dapat merendahkan martabat aparatur
Pemerintah sampai dengan akhir Maret 1982 telah berhasil
ditindak Sebanyak 224 orang pegawai dalam lingkungan Departemen/Lembaga dengan perincian 63 orang tingkat Sarjana, 47
orang tingkat Sarjana Muda dan 114 orang tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas ke bawah.
Dalam kaitan dengan Operasi Tertib tersebut di atas maka
atas dasar Instruksi Presiden No. 14 tahun 1981 tentang Peny e le n gg a ra a n U p ac a ra P e ng i ba r an Be n d er a Merah Putih pada
tanggal 17 setiap bulan di semua Instansi Pemerintah telah
diambil kebijaksanaan agar para Menteri/Ketua Lembaga atau
Pejabat Eselon I yang ditunjuknya pada kesempatan tersebut
dapat antara lain mengumumkan tindakan-tindakan atau langkahlangkah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan masing-masing di samping juga hal-hal yang baik atau positif.
XXII/27
TA BE L XX II – 2
IK HT IS AR P ER KE MB AN GA N OP ST I B DI L NG KU NG AN A PA RA TU R NE G AR A,
PE RI OD E JU NI 1 97 7 s/ d MA RE T 1 98 2
XXII/28
Pengumuman pada setiap apel bendera pada tanggal 17 dimaksudkan sebagai langkah edukatif agar aparatur Pemerintah berbuat
semakin tertib.
Selanjutnya sehubungan dengan berlakunya Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tertuang dalam Undangundang No. 8 tahun 1981, Menteri Negara P e n e r t i b an Ap a ra t ur
Negara telah menetapkan tatacara penyampaian laporan tindak
pidana kepada aparatur penindak hukum sebagai berikut :
a. Apabila d i k e t a h u i t e r d a p a t a d a n y a t i n d ak p id a n a d a l a m
lingkungan sesuatu instansi Pemerintah, maka pejabat yang
berwenang berkewajiban untuk melaporkan kepada :
(i) K e p o l i s i a n , s e p a n j a n g m e n y a n g k u t t i n d a k p i d a n a
biasa (pasal 6 ayat 1 KUHAP);
(ii) Kepolisian/Kejaksaan, sepanjang menyangkut tindak
pidana khusus seperti korupsi, subversi, pelanggaran ekonomi dan lain-lain (pasal 284 ayat 2 KUHAP).
b.
Apabila aparatur pengawasan menemukan bukti-bukti adanya
tindak pidana maka penanganan lebih lanjut dilakukan
dengan tatacara :
(i)
Dalam hal terjadi di lingkungan Departemen, maka
Inspektur Jenderal melaporkan kepada Menteri yang
bersangkutan dan selanjutnya Sekrataris Jenderal
atas nama Menteri melaporkan kepada KAPOLRI/Jaksa
Agung;
(ii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat I maka Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi
melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah. Tingkat I
yang bersangkutan apabila tersangkanya adalah pegawai negeri Daerah Tingkat I atau pegawai negeri
Pusat yang diperbantukan. Selanjutnya Sekretaris
Wilayah Daerah Tingkat I atas nama Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I melapor kepada KADAPOL/KAJATI.
(iii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat II maka Kepala Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya
melaporkan
kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II apabila tersangkanya
adalah pegawai negeri Daerah Tingkat II atau pe gawai negeri Daerah Tingkat I yang diperbantukan.
Selanjutnya Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II
atas
nama
Bupati/Walikotamadya
Kepala
Daerah
Tingkat II melaporkan kepada DANRES/DANRESTA/DANTABES/KAJARI.
(iv) Tatacara tersebut di atas berlaku juga bagi aparatur pengawasan di Lembaga-lembaga Pemerin t a h Non
XXII/29
Departemen,
Sekretariat
Lembaga
Negara dan Badan Usaha Milik Negara.
Tertinggi/Tinggi
Selama tahun anggaran 1981/82 langkah-langkah untuk melanjutkan dan meningkatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
dilakukan dalam pengawasan dan penertiban adalah antara lain
Bebagai berikut :
a. Mengembangkan sistem pengawasan yang diueahakan secara
lebih terpadu dan terarah antara sesama aparatur pengawasan, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dan
Perusahaan Milik Negara/Daerah.
b. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mendeteksi penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil
langkah koreksi sebelum terlambat.
c. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan atas pelaksanaan pembangunan dari segi penggunaan keuangan, mutu
fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek sehingga hasil-hasil pengawasan itu akan bermanfaat untuk
digunakan bagi perencanaan dan pelaksanaan.
d. Memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen sebagai aparatur pengawasan fungsional.
e. Mengembangkan hubungan kerja pengawasan secara terkoordinasikan di daerah dengan cara lebih memantapkan kedudukan
dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat
Wilayah Daerah sebagai aparat pengawasan Pemerintah
Daerah.
6.
Penyempurnaan di Bidang Kepegawaian
Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan
Aparatur Pemerintah maka telah dilaksanakan usaha pembinaan
pegawai negeri secara berencana dan terarah agar segenap pegawai negeri sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur Aparatur Pemerintah, abdi Negara dan abdi masyarakat dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pembinaan pegawai negeri tersebut didasarkan pada sistem karier dan
sistem prestasi kerja melalui berbagai penyempurnaan di
bidang kepegawaian.
Dalam tahun ketiga Repelita III usaha pembinaan yang merupakan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan dalam tahun-tahun
sebelumnya meliputi: (a) penyempurnaan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian, (b) penyempurnaan dasar-dasar
penyusunan formasi pegawai, (c) pengadaan dan pengangkatan
XXII/30
pegawai serta penyelesaian kepangkatan, (d) perbaikan penghasilan pegawai negeri dan Pejabat Negara, (e) perbaikan
penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun,
(f) penyempurnaan tata usaha kepegawaian, (g) peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta peningkatan keterampilan
dan produktivitaa kerja pegawai.
Dengan berbagai penyempurnaan di atas, di samping diberlakukannya penilaian pelaksanaan pekerjaan atas pegawai negeri yang obyektif seperti ditentukan dalam PP No. 10 tahun
1979, diharapkan akan semakin terjamin ketenangan dan kegairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilirannya akan men dorong pegawai negeri untuk bekerja dengan lebih produktif
tertib dan teratur sehingga pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat terselenggara dengan lebih
lancar. Demikian pula dengan dikeluarkannya PP No. 30 tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang mengatur
kewajiban, larangan serta sanksi apabila tidak ditaati atau
larangan dilanggar, maka setiap pegawai diharapkan akan lebih
menyadari kewajiban dan tanggungjawabnya dan mempunyai disiplin yang tinggi dalam melakaanakan tugas kewajiban.
a.
Penyempurnaan
pegawaian
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
ke-
Sebagai lanjutan usaha peningkatan pembinaan pegawai
negeri maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah dikeluarkan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dengan
empat Peraturan Pemerintah dan empat Keputusan Presiden.
Seperti
diketahui
dalam
rangka
penyederhanaan
peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian telah ditentukan
bahwa pokok-pokok kepegawaian ditetapkan dalam Undang-undang,
ketentuan-ketentuan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah dan ketentuan-ketentuan pelaksanaan operasionalnya
diatur dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya petunjuk pelaksanaan teknis dituangkan dalam Keputusan atau Surat Edaran
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Perincian dari peraturan perundang-undangan
lah seperti termuat dalam Tabel XXII - 3 .
b.
tersebut
ada-
Penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai
Sebagai lanjutan dari kegiatan yang dilaksanakan dalam
Repelita II di bidang kepegawaian, yaitu agar setiap satuan
organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang sama
XXII/31
TABEL XXII – 3
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN
TAHUN 1981/82 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1974
XXII/32
dengan jenis dan besarnya beban tugas yang menjadi tanggungjawabnya, maka dalam Repelita III telah dan akan dilaksanakan
terus usaha ke arah penyusunan formasi pegawai negeri berdasarkan PP No. 5 tahun 1976.
Sebagai langkah pertama ke arah itu maka sejak Repelita
II telah diadakan inventarisasi jabatan dengan maksud untuk
dapat mengetahui jumlah dan jenis jabatan yang ada pada organisasi
Pemerintah.
Untuk
memudahkan
penyusunan
daii
pencarian maka jabatan yang ada pada organisasi Pemerintah di
kelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yang terdiri dari
(a) jabatan struktural, yaitu jabatan yang nyata-nyata tercantum pada organisasi Pemerintah yang bersangkutan, dan (b)
jabatan non-struktural, yaitu jabatan yang tidak nyata-nyata
tercantum pada struktur organisaai Pemerintah, akan tetapi
jabatan tersebut diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas
pokok organisasi Pemerintah yang bersangkutan. Sebagaimana
diketahui invertitarisasi jabatan merupakan dasar dalam penyusunan uraian jabatan, penggolongan, dan penilaian jabatan selanjutnya.
Dalam tahun ketiga Repelita III usaha inventarisasi jabatan masih diteruskan dengan kegiatan-kegiatan:
(i)
penyusunan kembali daftar nama dan jumlah j ab a ta n me
nurut inatansi.
(ii) perancangan Keputusan Presiden tentang Daftar Nama,
Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri, dan
(iii) penyusunan uraian jabatan fungsional bidang umum.
c.
Pengadaan
pangkatnya
dan
pengangkatan
pegawai
serta
penyelesaian
Pengadaan pegawai negeri dimaksudkan untuk mengisi formasi yang lowong pada masing-masing satuan organisasi Pemerintah. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 30 tahun 1981
tentang Latihan Pra Jabatan, maka calon pegawai negeri yang
diangkat sejak 1 April 1981 diwajibkan mengikuti latihan pra
jabatan agar calon pegawai negeri tersebut terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Calon pegawai negeri
yang telah lulus dalam latihan pra jabatan dapat diangkat
menjadi pegawai negeri.
Kecuali itu berdasarkan keputusan-keputusan Pangkopkamtib
tentang Penertiban Personil Aparatur Pemerintah calon pegawai
negeri dikenakan skrining mental-ideologinya yang meliputi
aspek-aspek antara lain lingkungannya, sikap hidupnya, rasa
pengabdian, dan sebagainya. Maksud dari pada skrining calon
XXII/33
pegawai ialah untuk menjamin agar pembangunan nasional tetap
berjalan lancar tanpa adanya gangguan yang timbul dari dalam
aparatur Pemerintah sendiri.
Dalam tahun anggaran 1981/82 pengangkatan calon pegawai
negeri pada masing-masing Departemen dan Lembaga adalah sejumlah 150.305 orang.
Selain dari pada
diangkat pula :
itu
pengangkatan
tersebut di atas,
maka
(i)
Pegawai guru SD/guru agama SD berdasarkan Inprea No. 6
tahun 1980 dan No. 5 tahun 1981 sejumlah 103.350 orang.
(ii) Tenaga-tenaga medis dan paramedis di Puskesmas yang diangkat berdasarkan Inpres No. 6 tahun 1981 sejumlah
4.660 orang.
(iii) Pegawai tenaga kesenian dalam lingkungan Departemen Penerangan yang diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 30 tahun 1981 menjadi pegawai negeri aejumlah 453
orang.
(iv) Pegawai TVRI yang diangkat berdasarkan Peraturan Peme rintah No. 37 tahun 1980 menjadi pegawai negeri sejumlah 2.331 orang.
(v)
Tenaga honorer daerah yang diangkat menjadi pegawai negeri sejumlah 12.047 orang.
(vi) Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang diangkat
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1980 menjadi pegawai negeri aejumlah 26.270. Perincian jumlah
tersebut tercantum dalam Tabel XXII - 4.
Dengan demikian pengangkatan seluruh pegawai
tahun anggaran 1981/82 berjumlah 299.416 orang.
baru
dalam
Mengenai pengangkatan dapat dikemukakan bahwa jumlah pegawai negeri yang bekerja pada Departemen/Lembaga/Daerah Oto nom yang mengalami kenaikan pangkat dalam tahun anggaran
1981/82 adalah sejumlah 152.829 orang. Selanjutnya usaha peningkatan dalam urusan kenaikan pangkat akan terus dilakukan
berdasarkan :
(i)
hasil pemeliharaan data kepegawaian yang makin sempurna;
(ii) usaha standarisasi formulir usul-usul kenaikan pangkat
yang merupakan penyederhanaan administrasi;
(iii) hasil penataran pada masing-masing instansi.
d . Perbaikan penghasilan pegawai negeri dan pejabat Negara
XXII/34
TABEL XXII – 4
PENYELESAIAN PENGANGKATAN KEPALA/PERANGKAT KELURAHAN1)
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL, 1981/82
(unit pengangkatan)
1)
2)
Tidak termasuk Kepala/Perangkat Kelurahan
Yang telah berstatus sebagai pegawai negeri
Angka diperbaiki
XXII/35
Sejak Repelita I Pemerintah secara bertahap telah berusaha memperbaiki penghasilan pegawai negeri untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta dalam rangka usaha meningkatkan prestasi kerja untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesarbesarnya.
Dalam tahun anggaran 1981/82 maka sesuai dengan kemampuan
keuangan Negara dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1980
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1980
tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi Pegawai Negeri dan Pejabat Negara, terhitung mulai tanggal 1
Januari 1981 diberikan tunjangan perbaikan penghasilan, ialah
bagi golongan I dari 60% menjadi 100% dari penghasilan, bagi
golongan II dari 50% menjadi 80% dari penghasilan, bagi go longan III dari 40% menjadi 65% dari penghasilan, bagi golongan IV dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, bagi pejabat
Negara dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, dan bagi ang gota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bukan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dari 40% menjadi 60% dari uang kehormatan.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun
1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 15 tahun
1974
tentang
Gaji/Gaji
Kehormatan/Uang
Kehormatan
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara yang
berlaku sejak 1 Januari 1981 ditetapkan perubahan gaji pokok
bagi pejabat Negara tersebut.
Adapun perbandingan penghasilan rata-rata pegawai negeri
pada akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita
III dapat dilihat pada Tabel XXII-5.
Kemudian dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan
kebijaksanaan untuk memberikan tunjangan khusus, yaitu bagi
pegawai negeri di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional diberikan tunjangan "bahaya nuklir" berdasarkan Keputusan Presiden No.12 tahun 1981 dan bagi pegawai negeri pada inatansi
keamanan dan keselamatan pelayaran berdasarkan Keputusan Presiden No.12 tahun 1982.
Mengenai pegawai bekas Trikora, yaitu pegawai negeri yang
telah bertugas di Irian Jaya sebelum 1 Mei 1969, yang menerima penghargaan berdasarkan Keputusan Presiden No. 62 tahun
1979 sampai dengan tanggal 31 Maret 1982 adalah sebanyak
2.848 orang.
Selain itu dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1981
telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai perawatan, tunjang
XXII/36
TABEL XXII – 5
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL,
1979/80 – 1981/82
XXII/37
an cacad dan uang duka bagi pegawai negeri. Hal itu berkenaan
dengan risiko pegawai negeri yang dalam melaksanakan tugas
kewajibannya tidak luput dari kemungkinan mendapat kecelakaan
yang mengakibatkan pegawai negeri yang bersangkutan sakit,
cacad atau tewas. Dengan adanya jaminan pengobatan, perawatan, dan atau rehabilitasi serta penghargaan sebagaimana di maksud di atas, maka diharapkan setiap pegawai negeri melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa pengabdian dan tanggungjawab.
Ketentuan-ketentuan dari Peraturan
berlaku pula bagi pejabat Negara.
e.
Perbaikan
penghasilan
bersifat pensiun
penerimaan
Pemerintah
tersebut
pensiun/tunjangan
yang
Dalam rangka usaha memperbaiki penghasilan dari para penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun maka dalam
tahun anggaran 1981/82 kepada penerima pensiun/tunjangan yang
bersifat pensiun diberikan tunjangan perbaikan penghasilan
pensiun dari 35% menjadi 50% dari penghasilan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1980.
Perbandingan penghasilan pensiun pegawai negeri pada
akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita III
adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel XXII-6.
Perbaikan penghasilan bekas pejabat Negara telah pula dilakukan yaitu berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1980,
Peraturan-peraturan Pemerintah No.48 tahun 1980, Nb.50 tahun
1980 dan No.51 tahun 1980 yang pada pokoknya mengatur penetapan kembali/penyesuaian pensiun pokok para bekas pejabat
Negara serta janda/dudanya. Sampai akhir tahun anggaran
1981/82 bekas pejabat Negara dan janda/dudanya yang berhak
mendapat penyesuaian pensiun pokok tercatat sebanyak 1.741
orang dengan perincian sebagaimana dapat dilihat Tabel XXII-7.
Dalam pada itu sebagai salah satu usaha pembinaan kese jahteraan pegawai negeri maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1981 telah diselenggarakan asuransi soaial
pegawai negeri. Untuk penyelenggaraan aecara terarah da n terpusat maka Perum Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Perum
Taspen) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No.15
tahun 1963 telah dialihkan bentuknya dengan Peraturan Peme rintah No.26 tahun 1981 menjadi Peraero. Maksud dan tujuan
Persero Taapen adalah menyelenggarakan dana pensiun dan tabungan hari tua bagi pegawai negeri. Asuransi tersebut bersi-
XXII/38
TAB EL XX II - 6
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,
1979/80 dan 1981/82
( d a l a m r up i a h )
XXII/39
TABEL XXII – 7
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN BEKAS PEJABAT NEGARA,
1979/80 – 1981/82
(dalam rupiah)
XXII/40
fat dwiguna, yaitu asuransi yang memberikan jaminan keuangan
bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli
wa r is n ya pa d a w ak t u pe s e rt a m e ni n gg a l d unia sebelum men ca p ai usia pensiun. Dalam hal ini peserta wajib membayar
iuran setiap bulan sebesar 8% dari penghasilan sebulan tanpa
tunjangan pangan, ialah 4,75% untuk pensiun dan 3,25% untuk
tabungan hari tua.
f.
Penyempurnaan tata usaha kepegawaian
Tata usaha kepegawaian yang tersusun dan terpelihara baik
sangat diperlukan karena adanya data kepegawaian yang lengkap, dapat dipercaya dan mudah ditemukan kembali merupakan
sarana penting bagi peningkatan pembinaan pegawai negeri atas
dasar sistem karier dan siatem prestasi kerja.
Dalam rangka usaha ini maka dalam tahun anggaran 1981/82
telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(i)
penetapan NIP bagi calon pegawai negeri sebanyak
289.416 orang;
(ii)
pemberian KARPEG bagi calon pegawai negeri yang diangkat menjadi pegawai negeri sebanyak 150.174 orang;
(iii) perekaman data aetiap pegawai negeri berikut perkem
bangannya kedalam pita magnetik, dan
(iv)
p e n yu s un a n b er k a s p ega w a i n eg e ri pa da almari k husus
yang diperuntukkan untuk itu.
Lebih banyak penetapan dan pemberian KARPEG pegawai
negeri pada tahun 1981/82, ialah sebanyak 150.174 orang di bandingkan dengan sebanyak 118.999 orang pada tahun 1980/81,
dimungkinkan karena meningkatnya pelayanan setiap petugas
kepegawaian di setiap instansi.
Dalam pada itu sesuai dengan perkembangan dan tambahan
beban tugas Badan Adminiatrasi Kepegawaian (BAKN) dan untuk
lebih meningkatkan pelayanan administrasi kepegawaian, maka
dengan Keputusan Presiden No.53 tahun 1980 telah ditetapkan
pembentukan Kantor Wilayah BAKN tingkat Propinsi. Untuk tahap
pertama dalam tahun anggaran 1981/82 telah dibentuk Kantor
Wilayah BAKN di Yogyakarta untuk melayani mutasi kepegawaian
di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
tahun-tahun mendatang eecara bertahap akan menyusul pembentukan Kantor-kantor Wilayah BAKN di Surabaya, Bandung, Medan,
Palembang, Banjarmasin dan Ujung Pandang
g. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta
ningkatan keterampilan dan produktivitas kerja pegawai
pe-
XXII/41
Bersamaan dengan penyempurnaan di bidang kelembagaan dan
ketatalaksanaan maka telah dilakukan pula secara terus menerus usaha peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai
negeri sebagai uuaur utama aparatur Pemerintah. Hal ini dilakukan melalui berbagai program pendidikan dan latihan untuk
mendukung peningkatan pembinaan pegawai negeri atas dasar
siatem karier dan siatem prestasi kerja. Disamping tujuan
umum tersebut tujuan khusus program-program pendidikan dan
latihan pegawai negeri adalah :
(i)
menguaahakan perbaikan sikap dan kepribadian pegawai
negeri dalam pengabdian kepada kepentingan Negara dan
rakyat sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatan se karang maupun yang akan dijabatnya;
(ii) membina kesatuan bersikap dan kesatuan bahasa di kalangan pegawai negeri untuk kesatuan gerak dalam
rangka pembinaan kerjasama;
(iii) menunjang pelaksanaan pembangunan.
Ruang lingkup pembinaan pendidikan dan latihan pegawai
negeri mencakup bidang yang luas, yang dapat dikelom pokkan
sebagai berikut:
(i)
bidang teknis fungsional, yaitu yang bertalian dengan
keterampilan teknis sesuatu pekerjaan sebagai pelaksanaan tugas. pokok dan tanggungjawab fungsional dari
sesuatu Departemen/Lembaga;
(ii)
bidang administrasi, baik umum maupun pembangunan; administrasi umum berkenaan dengan peningkatan kemampuan
teknik organiaasi dan manajemen yang disyaratkan bagi
jabatan pimpinan, sedangkan administrasi pembangunan
berkepentingan dengan peningkatan kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan,. pengendalian, penilaian serta
kegiatan-kegiatan pembangunan.
Kesemua
program-program
teraebut
diatas
pada
akhirnya
bertujuan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kemampuan
aparatur Pemerintah dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum
pemerintahan dan terutama tugas-tugas pembangunan.
Pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan
latihan pegawai negeri adalah menjadi tanggungjawab dan wewenang Lembaga Administrasi Negara berdasarkan Kepprea No.5
tahun 1971, Keppres No.34 tahun 1972 dan Inprea No.15 tahun
1974. Wewenang dan tanggung jawab itu dilaksanakan dengan
pemberian pedoman, konsultasi, perumusan kebijaksanaan teknis
dan membantu penyelenggaraan pendidikan dan latihan baik diinstanai pusat maupun daerah.
XXII/42
Di antara pedoman-pedoman yang telah dirumuskan ialah pedoman pelaksanaan latihan pra jabatan sebagai pelaksanaan
dari Keppres No.30 tahun 1981 tentang Latihan Pra Jabatan
yang dituangkan dalam Surat Edaran Bersama Kepala BAKN dan
Ketua LAN No.11 SE/1981 - 181/Seklan/7/81 tahun 1981.
Adapun mengenai program-program pendidikan dan latihan di
bidang administrasi, yang terutama ialah program pada Sekolah
Staf dan Pimpinan Adminiatrasi(SESPA) sebagai program pendidikan dan latihan yang tertinggi bagi pegawai negeri serta
dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai yang potensial untuk
menduduki jabatan eselon II atau memantapkan kemampuan mereka
yang sudah menduduki eselon II tersebut. Dewasa ini SESPA di selenggarakan di Departemen-departemen di samping di Lembaga
Administrasi Negara sendi ri. Diusahakan agar SESPA bersifat
inter-departemental yang diselenggarakan oleh Lembaga Admi nistraai Negara dapat ditingkatkan kemampuan dan daya tam pungnya. Untuk maksud tersebut disediakan gedung kampus SESPA
yang dewasa ini sedang dalam taraf penyelesaian. Penyelenggaraan SESPA selama tahun 1981/82 adalah sebagai tertera pada
Tabel XXII-8
Selanjutnya program pendidikan dan latihan administrasi
tingkat madya, tingkat lanjutan dan tingkat dasar juga terus
dikembangkan. Program-program ini merupakan program pendidikan dan latihan penjenjangan bagi pegawai negeri yang dipromosikan ke jenjang jabatan setingkat lebih tinggi dalam
golongan jabatan pimpinan.
Program pendidikan dan latihan pegawai lainnya yang perlu
dikemukgkan adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan berbagai peralatan analisa yang,diperlukan dalam perencanaan dan pelaksa naan proyek-proyek pembangunan. Pada tahun ketiga Repelita
III telah dilakaanakan program angkatan ke-11 yang diikuti
oleh 37 orang pejabat tingkat pusat maupun daerah. Sampai
dengan tahun ketiga Repelita III Program Perencanaan Nasional
yang diselenggarakan sejak tahun 1972 telah menghaailan 497
orang lulusan.
Perlu pula diaebutkan bahwa pada tahun ketiga Repelita
III oleh LAN dan beberapa Departemen/Lembaga terus dikembangkan program pendidikan dan latihan yang memanfaatkan sumber sumber dari luar negeri. Program ini yang merupakan pelengkap
bagi program pendidikan dan latihan reguler meliputi :
(i)
program yang diselenggarakan di d a l a m n e g e r i dengan
tenaga ahli dan kerjasama dengan pihak luar negeri.
XXII/43
TABEL XXII – 8
JUMLAH LULUSAN SESPA,
1974/75 S/D 1978/79, DAN 1979/80 – 1981/82
*) Angka diperbaiki
XXII/44
(ii)
penugasan kepada pegawai negeri untuk mengikuti program di
luar negeri baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang.
Usaha lain di bidang pembinaan pegawai
Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan
aparatur Pemerintah secara terus-menerus dilakukan langkahlangkah secara berencana dan terarah agar segenap pegawai
negeri mempunyai ketaatan penuh pada Pancasila, Undang-undang
Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu, bermental
baik, berwibawa, berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi
serta sadar akan tanggungjawabnya. Untuk itu para pegawai
negeri perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Ekaprasetia
Pancakarsa yang merupakan pedoman dan penuntun serta pegangan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana dirumuskan dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan No.IV/MPR/1978
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara serta sesuai dengan
Instruksi Presiden No.10 tahun 1978 yang mewajibkan seluruh
pegawai negeri dan pegawai Perusahaan Milik Negara untuk mengikuti penataran P-4.
Penataran yang dilaksanakan secara bertingkat, demikian
pula secara bertahap, yang dimulai pada tahun 1979/80 pada
tahun 1981/82 dilanjutkan. Sampai dengan 31 Maret 1982 jumlah
pegawai negeri di seluruh Indonesia yang telah mengikuti penataran P-4 adalah sebanyak 979.804 orang dengan perincian
sebagai berikut: Tipe A yang diikuti oleh pegawai negeri golongan III keatas atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak
288.260 orang. Tipe B yang diikuti oleh pegawai negeri golongan II atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 480.957
orang, dan Tipe C yang diikuti oleh pegawai negeri golongan I
atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 206.401 orang.
Perincian menurut tipe penataran adalah sebagai tercantum
dalam Tabel XXII-9.
Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayat an dan Pengamalan Pancasila (BP 7) yang dibentuk dengan Kepu tusan Presiden No. 10 tahun 1979 dalam rangka pemasyarakatan
P-4 telah menyusun pola-pola penataran yang disebut Pola 120
jam dan Pola-pola 45, 25 dan 17 jam bagi golongan-golongan
masyarakat. Dalam hubungan dengan permasyarakatan tersebut
maka dengan Keputusan-keputusan Menteri Dalam Negeri No. 239
tahun 1980, No. 163 tahun 1981 dan No. 86 tahun 19 82 t el ah
X X II /4 5
TABEL XXII – 9
PESERTA PENATARAN TINGKAT NASIONAL, INSTANSI PUSAT,
PROPINSI, KABUPATEN/KOTAMADYA DAN KECAMATAN
TIPE A, TIPE B DAN TIPE C,
KEADAAN SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 MARET 1982
(orang)
*) Termasuk Penatar tingkat nasional angkatan I
XXII/46
dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I dan BP-7 Daerah Tingkat II
seluruh Indonesia.
di
Kemudian untuk memelihara dan makin meningkatkan rasa kesadaran
nasional,
tanggungjawab,
pengabdian,
persatuan
dan
disiplin pegawai negeri, maka dengan Instruksi Presiden No.
14 tahun 1981 kepada para Menteri, Jaksa Agung, para Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, para Sekretaris Jenderal Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara dan para Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen serta Badan Usaha Milik Negara diminta untuk
menyelenggarakan upacara pengibaran Merah Putih pada tanggal
17 setiap bulan pada pagi hari sebelum dimulai jam kerja.
Dalam pada itu dengan terbentuknya Team Penilai Penemuan
Baru di kalangan aparatur Pemerintah yang dipimpin oleh Ketua
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan
Indonesia
berdasarkan
Keputusan
Presiden No. 6 1 tahun 1981 telah diusahakan penggairahan bekerja para pegawai negeri untuk berinovasi dan berkreasi. Menurut ketentuan Keputusan Presiden tersebut pegawai negeri
yang membuat penemuan baru dengan klasifikasi luar biasa bermanfaat
bagi Negara
dipercepat
kenaikan
pangkat
3
tahun,
dengan klasifikasi sangat bermanfaat bagi Negara dipercepat
kenaikan pangkat 2 tahun dan dengan klasifikasi bermanfaat
bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 1 tahun.
7. Penyempurnaan administrasi bidang-bidang lain
Berbagai usaha telah pula dilakukan untuk penyempurnaan
tatakerja, antara lain di bidang administrasi pengerahan penerimaan Negara, administrasi material dan pengelolaan perlengkapan,
administrasi
pengadaan
barang/peralatan
Pemerintah, persuratan dan kearsipan dan sebagainya.
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta
pengamanan penerimaan Negara, maka dalam tahun ketiga
Repelita III telah diteruskan berbagai perbaikan dalam sistem
perpajakan serta aparatur dan intensifikasi dari pada penerimaan Negara berupa pajak dan bea cukai. Berbagai cara peningkatan
pelayanan
kepada
masyarakat
dilakukan
antara
lain
dengan pengaturan yang lebih baik seperti dalam penyelesaian
banding pajak langsung, dalam penyelesaian banding pajak penjualan, dalam pemberian perlakuan yang berbeda terhadap para
wajib pajak yang dipandang baik. Demikian puls kepada para
wajib pajak, terutama para pengusaha golongan ekonomi lemah
yang merasa dirugikan atas penetaps_n_ pajak dengan bebas dapat
mengajukan kebergcannya kepada Pimpinan Direktorat Jenderal
Pajak. Juga dalam rangka ini maka dengan Keputusan Presid e n
XXII/47
No.84/M tahun 1981 telah disempurnakan auaunan Majelis Pertimbangan Pajak dengan mendudukkan wakil-wakil dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sebagai anggota. Seperti
diketahui badan ini bertugas menangani perbedaan pendapat yang
terjadi
antara
kalangan
pengusaha
dengan
petugas
pajak
mengenai penetapan pajak. Selanjutnya sebagai langkah maju
pula dapat disebutkan pembentukan Team Pembina Pelaksana Keputusan Menteri Keuangan No. 108/Kmk.07/1979 (tentang penggunaan laporan pemeriksaan akuntan publik untuk memperoleh
keringanan dalam penetapan pajak perseroan) berdasarkan Kep utusan Menteri Keuangan No. 302/Kmk.07/1981. Team Pembina Pelaksana bertugas selain mengawasi akuntan publik juga mengawasi inspeksi pajak sehingga badan usaha yang merasa dirugikan, sekalipun telah menggunakan akuntan publik, Team akan
memeriksa Kepala Inspeksi yang bersangkutan.
Dalam usaha peningkatan mobilisasi penerimaan Negara
penting untuk dikemukakan bahwa aparatur perpajakan telah
berhasil menyelesaikan tugas menghimpun dana melalui perpajakan seperti yang ditetapkan berturut-turut dalam Undangundang tentang APBN 1980/81 dan 1981/82 dengan realisasi yang
melampaui angka-angka sasaran.
Mengenai administrasi perlengkapan Pemerintah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari administrasi
Pemerintah, dewasa ini sedang dirumuakan ketentuan-ketentuan
pokok penghapusan barang milik Negara yang akan berlaku sera gam di semua instansi Pemerintah. Sampai sekarang tatacara
penghapusan perlengkapan Pemerintah pada umumnya didasarkan
atas Surat Edaran Menteri Keuangan No. B.163/MK/II/5/1979.
Proyek Pengembangan Sistem Pengadaan dan Administrasi Pengurusan Barang dari Departemen Keuangan dalam temu karya yang
diikuti oleh para pejabat yang menangani masalah perlengkapan
di tiap Departemen/Lembaga telah merancang ketentuan-ketentuan penghapusan perlengkapan dalam kaitannya dengan pelelangan/penjualannya, dengan batasan anggaran dan dengan standarisasi. Sebagaimana diketahui tanpa adanya peraturan penghapusan dapat mengakibatkan kerugian Negara
antara
lain
dengan timbulnya biaya pengamanan dan pemeliharaan di samping
akan berkurangnya nilai ekonomis barang yang seharusnya
dihapus.
Selanjutnya dalam rangka pengendalian dan pengkoordinasian pengadaan atau pembelian bara2lg/peralatan yang diperlu kan Departemen/Lembaga maka Team Pengendali Pengadaan Barang/
Peralatan Pemerintah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden
XXII/48
No. 10 tahun 1980 dan ditambah keanggotaannya dengan Keputusan Presiden No.1 tahun 1981 telah dapat menyusun berbagai pedoman antara lain tentang pelaksanaan pekerjaan pemborongan/
pembelian yang bernilai di atas R p 500 juta serta tatacara
pengadaan kendaraan bermotor dan barang-barang lainnya. Tugas
pengendalian dan koordinasi Team Pengendali Pengadaan Barang/
Peralatan Pemerintah sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 1 4 A yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden
No. 18 tahun 1981 serta Keputusan Presiden No. 15 tahun 1980
meliputi:
a. menetapkan standar surat perjanjian/kontrak
gai pemborongan/pembelian termasuk pembelian
pedoman penggunaan standar kontrak tersebut;
b.
untuk berbatanah serta
memutuskan
pengecualian
terhadap
ketentuan
bahwa
semua
pelelangan
pekerjaan
untuk
pemborongan/pembelian
dengan
nilai pelelangan di atas Rp 500 juta dilakukan di tempat
lokasi kantor/satuan kerja/proyek, di ibukota Kabupaten/
Kotamadya atau di ibukota Propinsi yang bersangkutan dan
menetapkan
tempat
pelelangan
setelah
mendengar
pertimbangan Menteri/Ketua Lembaga dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.
c.
koordinasi pelelangan pekerjaan untuk
lian dengan nilai di atas Rp 500 juta;
d.
menetapkan pekerjaan pemborongan/pembelian
di atas R p 500 juta tanpa pelelangan;
e.
koordinasi pengadaan kendaraan bezmotor dan barang-barang
lain
untuk
keperluan
Departemen/Lembaga/Kantor/Satuan
Kerja/Proyek
yang
dilaksanakan
oleh
Sekretariat
Negara
secara terpusat;
menetapkan
tatacara
pengadaan
kendaraan
bermotor
dan
barang-barang lain;
f.
pemborongan/pembeyang
bernilai
Penyempurnaan tatacara dalam rangka perluasan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi pengusaha melalui
berbagai kemudahan juga terus dikembangkan. Departemen Perdagangan dan Koperasi telah berhasil menyempurnakan tatacara
pengajuan permohonan, penanganan dan pengeluaran surat ijin
XXII/49
usaha perdagangan (SIUP) yang lebih sederhana dari masa sebelumnya pada tahun pertama Repelita III. Dalam tahun ketiga
Repelita TII Departemen tersebut bersama dengan Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia telah menyempurnakan peraturanperaturan tentang pelaksanaan ekspor dan impor sebagai tindak
lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintaa Devisa. Demikian pula
dengan Keputusan Menteri Perhubungan telah dilakukan upaya
peningkatan produktivitas operasional pelabuhan dengan berbagai penyederhanaan seperti pelayanan kapal, pemanfaatan peng gunaan gudang dan dermaga, pengaturan bongkar muat barang dan
sebagainya yang kesemuanya guna menunjang kebijaksanaan tersebut di atas.
Mengenai kearsipan Negara dapat dikemukakan bahwa usaha
penyempurnaan terus dilakukan. Dalam tahun anggaran 1981/82
usaha-usaha penertiban dan pembinaan kearsipan semakin ditingkatkan dan lebih diintensifkan. Jangkaun peningkatan kegiatan selama tahun anggaran 1981/82 meliputi peningkatan
pendidikan dan latihan, pengembangan dan konservasi kearaipan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dilakukan dengan
penataran kearsipan dinamis aktif dan penataran kearsipan
dinamis inaktif. Penataran kearsipan dinamis aktif ditekankan
pada pengurusan surat (mail handling) dan penataan berkas
(filing) sedangkan penataran kearaipan dinamis inaktif dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 34
tahun 1979 tentang penyusutan arsip, khususnya penyusutan
arsip dalam masa peralihan sebelum adanya jadwal retensi
arsip sebagaimana ditentukan dalam pasal 17 PP tersebut dan
yang petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran
Kepala Arsip Nasional No. SE/01/1981. Selanjutnya dewasa ini
sedang dipersiapkan untuk penyelenggaraan pendidikan tenaga
ahli menengah kearsipan dengan bekerjasama dengan Jurusan
Ilmu Perpustakaan Fakultaa Sastra Universitas Indonesia yang
akan diselenggarakan dalam bentuk pendidikan program diploma.
Dalam tahun 1981/82 kegiatan pengembangan kearsipan dilakukan dengan pemberian bimbingan dari pejabat-pejabat Arsip
Nasional kepada beberapa instansi, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, termasuk Kecamatan dan Kelurahan
Kegiatan di bidang konservasi kearsipan dilaksanakan
dengan meningkatkan kemampuan para pengelola arsip statis
dalam teknik perawatan dan pemeliharaan arsip-arsip yang
tidak hanya terbatas pada arsip dalam bentuk tekatual, tetapi
juga arsip-arsip audio-visual ( yang dapat dilihat dan didengar). Pada tahun 1981/82 khazanah kearsipan nasional telah
XXII/50
diperkaya dengan koleksi film yang diperoleh dari Pusat Produksi Film Nasional (PPFN), Rijksvoorlichtingdienst (Dinas
Penerangan Kerajaan Belanda) dan Imperial War Museum dari
Kerajaan Inggeris mengenai peristiwa-peristiwa di Indonesia
pada tahun-tahun 1945 - 1946.
C.
SISTEM
NEGARA
PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
DAN
PENGAWASAN
KEUANGAN
1.Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran
1981/82 adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ketiga
dalam rangka pelaksanaan Repelita III. Seperti pada tahun tahun sebelumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut merupakan rencana operasional tahunan yang diusahakan
mencerminkan pola kebijaksanaan, prioritas dan program dari
Repelita untuk tahun bersangkutan.
Dalam penyusunan anggaran sejak tahun 1967 Pemerintah menganut prinsip bekerja atas dasar kemampuan keuangan yang
dapat dihimpun dan melakukan kegiatan atas disiplin anggaran.
Oleh karena itu sejak tahun anggaran 1969/70 ditempuh kebi jaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, yaitu penyesuaian
pengeluaran dengan penerimaan di mana tabungan Pemerintah diusahakan terus meningkat dalam rangka pelaksanaan pembangunan
dengan
kemampuan
sendiri.
Klasifikasi
penyediaan
biaya
pembangunan dilakukan secara fungsional menurut programprogram yang lebih lanjut diperinci dalam penyediaan biaya
untuk tiap proyek. Penyediaan biaya tersebut ditujukan untuk
memelihara serta meningkatkan hasil pembangunan, yaitu menyelesaikan proyek-proyek dari tahun-tahun sebelumnya, membangun
proyek-proyek baru, dan aebagainya. Penyediaan biaya antara
lain juga ditujukan untuk terus membina aparatur Pemerintah
agar lebih mampu melaksanakan tugas yang makin meningkat se suai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan. Pada pokok nya sistem pembiayaan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan
rencana pembangunan yang dituangkan dalam bentuk program dan
proyek dalam satu tahun anggaran.
Pada tahun anggaran 1981/82 sebagaimana pula pada tahuntahun anggaran sebelumnya, sistem pembiayaan pembangunan
telah mengalami berbagai penyempurnaan. Sistem pembiayaan
pembangunan yang meliputi tatacara penyelenggaraan pembiayaan
untuk tahun anggaran 1981/82 didasarkan pada Keputusan Presiden yang berlaku untuk tahun sebelumnya, yaitu Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980, dengan berbagai penyempurnaan
XXII/51
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981.
Penyempurnaan yang cukup mempunyai arti penting tersebut pada
pokoknya meliputi hal-hal berikut:
a. penyempurnaan terutama mengenai sankai dengan sasaran agar
pengaturan
pelaksanaan
APBN
sekaligus
juga
mendukung
kebijaksanaan pemerataan, terutama pemerataan kesempatan
berusaha, pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan di daerah;
b.
penyempurnaan aparatur Pemerintah agar pelaksanaan APBN
lebih lancar dan proyek pembangunan terlaksana pada waktunya melalui penegasan tanggungjawab pimpinan untuk me lakukan fungsi pengawasan terhadap bawahan.
Demikian pula pada tahun anggaran 1981/82 telah dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaan berbagai pasal
dalam Keputusan Presiden tersebut dalam bentuk Surat Keputusan Menteri atau Surat Keputusan Bersama beberapa Menteri seperti ketentuan tentang prakualifikasi di tingkat Daerah,
biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral, tatacara persetujuan kontrak multiyears, prosedur dan penata usahaan bantuan luar negeri dan lain sebagainya.
Di samping usaha-usaha penyampurnaan dalam penyusunan
anggaran maka secara terus-menerus diusahakan peningkatan kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, perbaikan tatacara penyelenggaraan penyediaan anggaran serta penyempurnaan tata hubungan kerja antara instansi
yang terlibat dalam kegiatan penyusunan pembiayaan pembangunan serta administrasi pembiayaannya. Tujuan dari kesemua ini
adalah supaya penyediaan biaya menjadi lebih terarah, wajar,
tidak menghambat, tetapi tidak pula memberi peluang bagi kebocoran dan pemborosan.
Kemudian dalam usaha lebih menyerasikan pembangunan yang
bersifat nasional maupun yang akan dilaksanakan oleh Daerahdaerah, telah disempurnakan pula tatacara pembiayaan pembangunan pada tingkat Daerah. Penyempurnaan yang penting dalam
program-program bantuan kepada Daerah-daerah yang dikenal sebagai program/proyek Inpres meliputi keseragaman format, sistematika, penggunaan kriteria yang sama dalam prosedur perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan
bantuan pembangunan. Dalam hal pengorganisasian diadakan penyempurnaan yang ditujukan kepada fungsionalisasi dinas-dinas
yang bersangkutan. Kesemuanya itu adalah untuk terus mening-
XXII/52
katkan kemampuan membangun dari Pemerintah Daerah. Hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1979/80.
Selanjutnya untuk dapat menilai pelaksanaan proyek terus
dikembangkan sistem pengendalian yang memungkinkan identifikasi bagi tindakan-tindakan korektif secepatnya serta penyempurnaan perencanaan berikutnya. Dalam sistem pengendalian
yang terus dikembangkan itu diikut-sertakan Bappeda tingkat
Propinsi sebagai pengujian silang terhadap pelaporan oleh Peminpin Proyek.
Khusus mengenai pengawasan keuangan Negara tetap ditempuh
cara pendekatan preventif maupun represif, atau pendekatan
pre-audit dan post-audit. Dalam hal ini secara terus-menerus
diusahakan perbaikan-perbaikan melalui penyempurnaan berbagai
peraturan, peningkatan koordinasi pelaksanaan pengawasan di
bawah Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup, peningkatan kemampuan para pejabat pengawasan, peningkatan mutu inspeksi, pengaturan tindak lanjut pengawasan dan
penyempurnaan lainnya. Untuk pengawasan di daerah telah diterbitkan Keputusan Presiden No.20 tahun 1981 tentang pembentukan Team koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di
Daerah
yang
bertugas
membantu
Gubernur
Kepala
Daerah
Tingkat I dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan sektoral
maupun regional.
2. Penyusunan anggaran pembangunan
Rancangan Anggaran Pembangunan sebagai bagian dari RAPBN
tahun 1981/82, seperti dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya,
disusun dan ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang besarnya
dana pembangunan yang dapat disediakan, khususnya tabungan
Pemerintah dan dana bantuan luar negeri. Dalam tahun 1981/82
untuk menjamin kelangsungan kegiatan pelaksanaan proyek-proyek, sistem yang memungkinkan penggunaan sisa anggaran pembangunan tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang sedang
berjalan, tetap dilaksanakan. Namun guna peningkatan daya
serap anggaran maka penggunaan sisa anggaran pembangunan
(SIAP) dalam tahun anggaran berikutnya sejak tahun 1977/78
dibatasi sampai selambat-lambatnya 3 tahun anggaran berturutturut.
Perumusan rencana proyek-proyek tetap dituangkan dalam
Daftar Isian Proyek (DIP) yang dimaksudkan sebagai program
kegiatan proyek untuk mencapai suatu hasil tertentu dalam
jangka waktu setahun. DIP yang seperti pada tahun anggaran
sebelumnya hanya terdiri dari 3 halaman dan dengan demikian
XXII/53
ringkas, padat dan sederhana tetap mengandung pengarahan kegiatan secara berencana. DIP juga sekaligus berlaku sebagai
Surat
Keputusan
Otorisaai.
Sebagai
perubahan
subatansial
lainnya ialah
penunjukan Pemimpin
dan
Bendaharawan Proyek
cukup dilakukan dengan pencantuman nama-namanya dalam halaman
1 DIP. Untuk pelaksanaan operasional proyek maka atas dasar
DIP Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/
Lembaga yang membawahi proyek bersangkutan menyusun Petunjuk
Operasional (P0) bagi proyek yang memuat uraian dan perincian
lebih lanjut dari DIP yang bersangkutan serta petunjuk khusus
yang perlu dilaksanakan oleh Peminpin Proyek. PO digunakan
sebagai alat pengawasan bagi Inspektur Jenderal Departemen/
Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga dan juga sebagai alat
pengawasan Direktur Jenderal atau Pejabat yang setingkat pada
Departemen/Lembaga dalam rangka pelaksanaan DIP oleh Pemimpin
Proyek, menunjukkan perubahan tekanan pengawasan pre-audit
kepada pengawasan langsung dan post-audit.
Anggaran Pembangunan diperinci dalam Susunan Sektor, Subsektor, Program dan Proyek. Kecuali itu Anggaran Pembangunan
juga disusun dalam masing-masing Bagian Anggaran (Departemen/
Lembaga) bersangkutan. Dengan demikian secara jelas dapat dilihat hubungan secara matrix antara penyusunan menurut Sektor
(horisontal) dan penyuaunan menurut Departemen/Lembaga (vertikal).
Dalam Repelita III anggaran menurut susunan vertikal meliputi 18 Sektor, sedangkan menurut susunan horisontal meliputi 27 Bagian.
Ke-18 Sektor tersebut ialah Sektor Pertanian dan Pengairan; Sektor Induatri; Sektor Pertambangan dan Energi; Sektor
Perhubungan dan Pariwisata; Sektor Perdagangan dan Koperasi;
Sektor
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi;
Sektor
Pembangunan
Daerah, Desa dan Kota; Sektor Agama; Sektor Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa; Sektor Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Kependudukan dan Keluarga Berencana; Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman; Sektor Hukum; Sektor Pertahanan
dan Keamanan Nasional; Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi
Sosial; Sektor Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Penelitian;
Sektor Aparatur Pemerintah; Sektor Pengembangan Dunia Usaha;
dan Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup.
Susunan menurut Bagian Anggaran, yaitu bagian anggaran
yang disediakan bagi Departemen/Lembaga, meliputi Majelis
Permusyawaratan Rakyat; Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Per
XXII/54
timbangan Agung; Badan Pemerikea Keuangan; Mahkamah Agung;
Kepresidenan, Sekretariat Negara; Lembaga-lembaga Pemerintah
Non
Departemen;
Departemen
Dalam
Negeri;
Departemen
Luar
Negeri; Departemen Pertahanan dan Keamanan; Departemen Kehakiman; Departemen Penerangan; Departemen Keuangan; Pembiayaan
dan Perhitungan; Departemen Perdagangan dan Koperasi; Departemen Pertanian; Departemen Perindustrian; Departemen Pertam bangan dan Energi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Perhubungan; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Departemen
Kesehatan; Departemen Agama; Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigraai; dan Departemen Sosial.
Dalam suaunan menurut Bagian Anggaran di antaranya terdapat Bagian Anggaran XVI yang karena sifatnya dimasukkan
dalam Bagian Pembiayaan dan Perhitungan. Dalam Bagian ini
terdapat sejumlah anggaran pembiayaan melalui perbankan, pembiayaan yang disediakan untuk penyertaan modal Pemerintah
dalam badan-badan usaha milik Negara, pembangunan di Propinsi
Timor Timur, berbagai program bantuan pembangunan kepada
Daerah, dan lain sebagainya.
Dalam hal revisi DIP tatacaranya tetap diberikan kelonggaran yang luas kepada Departemen/Lembaga untuk mengadakan
perubahan/penggeseran hal-hal tertentu bilamana keadaan memerlukannya. Kriteria pokok revisi adalah volume pekerjaan
dan biaya tiap tolok ukur. Biaya sesuatu tolok ukur dapat
terdiri dari satu atau beberapa jenis pengeluaran.
Kewenangan-kewenangan
memutuskan
perubahan/penggeseran
biaya dalam batas yang disediakan dalam suatu DTP ditetapkan
sebagai berikut:
a.
Pemimpin Proyek untuk perubahan sampai setinggi-tingginya
10 % di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercan tum dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang
tersedia untuk keperluan itu;
b.
Pemimpin Proyek dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Anggaran setempat untuk perubahan
sampai setinggi-tingginya 15 % di atas atau di bawah
volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP sepanjang
tidak melampaui batas biaya yang teraedia untuk keperluan
itu; juga perubahan sampai setinggi-tinggginya 15 % di
atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang tercantum
dalam DIP sepanjang tidak melampaui volume tolok ukur
yang tercantum dalam DIP;
XXII/55
c . Menteri/Ketua
Lembaga
untuk
perubahan
setinggi-tingginya
2 0 % di bawah volume tolok ukur yang tercantum daiam DIP
sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk
keperluan itu; juga perubahan sampai setinggi-tingginya
20 % di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang
tercantum dalam DIP aepanjang tidak melampaui batas volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP.
Demikian pula ketentuan mengenai pemrosesan revisi DIP
diusahakan aedemikian rupa sehingga dapat dilakukan secara
lebih cepat.
Dalam usaha memperlancar prosedur pembiayaan pembangunan
maka beberapa kewenangan yang semula dimiliki oleh Kantor
Perbendaharaan Negara (KPN) telah dilimpahkan kepada Pemimpin
Proyek. Demikianlah jika dahulu KPN mempunyai wewenang dan
tanggungjawab dalam mengadakan pengujian atas tagihan terhadap Negara, maka kini wewenang dan tanggungjawab tersebut se bagian beralih kepada wewenang dan tanggungjawab pelaksana
operasional dan sebagian kepada Departemen/Lembaga yang bersangkutan. Dalam DIP juga tidak lagi terdapat uraian terperinci penggunaan dana anggaran. Perincian tersebut terdapat
dalam Petunjuk Operasional (P0) yang disampaikan kepada Pe mimpin Proyek tanpa pengirimannya kepada KPN. Dengan demikian
KPN tidak lagi mengadakan pengujian terhadap kesesuaian
dengan tujuan pengeluaran anggaran ketika menerima Surat Per mintaan Pembayaran Pembangunan (SPPP).
Pada tahun anggaran 1981/82 seperti pada tahun anggaran
sebelumnya pelaksanaan anggaran pembangunan dikaitkan secara
langsung dengan kebijaksanaan Pemerintah antara lain dalam
pelaksanaan 8 jalur pemerataan, khususnya pemerataan kesempatan kerja. kesempatan beruaaha dan pemerataan pembangunan
diseluruh daerah. Penyempurnaan-penyempurnaan yang menyangkut
proaedur penatausahaan dan pengawasan anggaran, pedoman pelaksanaan anggaran, khususnya ketentuan-ketentuan tentang pelelangan dan penunjukan langsung untuk pemborongan/pembelian,
demikian pula berbagai penyempurnaan berdasarkan Keputusan
Presiden No. 18 tahun 1981 mempertegas peningkatan usaha pemerataan tersebut.
3. Prosedur pelaksanaan Anggaran Pembangunan
RAPBN sebagai rencana operasional tahunan yang disahkan
oleh DPR menjadi Undang-undang APBN pelaksanaannya diatur
dengan Keputusan Presiden. Undang-undang serta Keputusan
Presiden untuk tahun 1981/82 adalah Undang-undang No.1 t a hu n
XXII/56
1981 dan Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 setelah disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981.
Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan anggaran yang tidak terikat hanya untuk tahun
1981/82.
Dengan semakin meningkatnya APBN dari tahun ke tahun,
terutama anggaran Pembangunan, yang untuk tahun anggaran
1981/82 mencapai jumlah Rp 13.900,300 milyar, diperlukan
tatacara sedemikian sehingga pelaksanaannya semakin lancar,
namun tanpa meninggalkan keterarahan dan tanpa meningalkan
segi-segi pengawasan. Agar semakin besar daya serap anggaran
untuk dapat mengikuti semakin cepatnya laju pembangunan maka
pada tahun 1981/82 dilakukan perbaikan. Perbaikan tatacar a
ini
merupakan
kelanjutan
dari
penyempurnaan-penyempurnaan
yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Beberapa penyempurnaan terhadap Keputusan Presiden No. 14
A tahun 1980 atas dasar Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981
menyangkut keikut-sertaan pengusaha golongan ekonomi lemah
dalam pelelangan untuk pemborongan/pembelian dengan maksud agar
pemberian
berbagai
kelonggaran
dapat
mencapai
sasarannya
tanpa penyalahgunaan.
Dalam pada itu pelaksanaan operasional proyek-proyek
tetap dilaksanakan atas dasar Petunjuk Operasional yang disusun oleh Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada De partemen/Lembaga yang membawahi proyek untuk mempertegas
tanggung jawab atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan
keuangan proyek. Hal ini merupakan penggeseran tekanan pengawasan dari pre-audit ke pengawasan post-audit. Demikian
pula Bendaharawan Proyek didudukkan sebagai pejabat komptabel
murni sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perbendaharawan Negara. Selanjutnya pengujian kebenaran atas tagihan kepada Negara tidak lagi dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara, melainkan kini oleh pelaksana operasional,
yaitu Pemimpin Proyek. Batas waktu penilaian bukan lagi 3
hari seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi telah dipersingkat menjadi 2 hari.
Mengenai
pertanggungjawaban
pelaksanaan
anggaran
dapat
disebutkan bahwa menurut ketentuannya Pemimpin Proyek m e n g i ri m ka n S u ra t P e r ta n ggu n g ja w ab a n P el a k sa n aan Anggaran Pem bangunan (SPJP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan
kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan
tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit
XXII/57
Pengawasan pada lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN
serta Biro Keuangan Departemen/Lembaga dengan disertai tanda
bukti pengeluaran bersangkutan. Setelah bukti pengeluaran
asli dicheck oleh Direktur Jenderal atau pejabat setingkat
pada Departemen/Lembaga, kemudian disampaikan kepada Biro
Keuangan Departemen/Lembaga. Dengan pengiriman SPJP penelitian pertanggungjawaban pada tingkat post-audit dilakukan oleh
aparat Departemen/Lembaga sendiri. Selambat-lambatnya dalam
waktu satu bulan setelah penerimaannya KPN menyelesaikan
pemeriksaan dan mengirimkan SPJP kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran disertai tembusan tanda bukti penge luaran dan catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya.
Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek,
Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap
bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) mengenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Di sini juga Direktur
Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga perlu
mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi kelambatan penyampaian LKKP tersebut.
Mengenai beberapa bataa pembiayaan maka seperti pada
tahun anggaran 1980/81 tetap berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. pembayaran beban sementara Rp. 5 juta
b. batas untuk penunjukan pemborong/rekanan dari golongan
ekonomi lemah setempat Rp. 20 juta.
c. Batas untuk pelelangan antara perusahaan setempat dengan
kelonggaran untuk golongan ekonomi lemah dari Rp. 50 juta
sampai dengan Rp.100 juta. Kelonggaran kepada pemborong/
rekanan golongan ekonomi lemah di atas harga penawaran
yang memenuhi syarat dari peserta pelelangan yang tidak
termasuk golongan ekonomi lemah adalah sebesar 10%. Ketentuan ini disempurnakan dengan tambahan ketentuan yang
menyatakan bahwa pemborong/rekanan yang memperoleh pekerjaan pemborongan/pembelian barang dengan kelonggaran 10%
tersebut harus melaksanakan sendiri dan dilarang menyerahkannya kepada pihak lain. Apabila ini dilanggar maka
kontrak
dibatalkan
dan
kontraktor/rekanan
dikeluarkan
dari daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah dari
"Daftar Rekanan yang Mampu" (DRM). Penyempurnaan lainnya
ialah apabila dalam pelelangan untuk pemborongan/pembelian yang terpilih adalah pemborong/rekanan yang tidak ter masuk golongan ekonomi lemah, maka dalam kontrak ditetap kan kewajiban pemborong/rekanan tersebut untuk bekerjasama dengan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah se-
XXII/58
tempat antara lain sebagai sub-kontraktor atau leveransir. Pemborong/rekanan diwajibkan pula untuk secara periodik
membuat
laporan
mengenai
pelaksanaan
ketentuanketentuan di atas dan apabila ketentuan-ketentuan itu dilanggar maka di samping kontrak akan batal, pemborong/re
kanan yang bersangkutan dikeluarkan dari DRM.
Maksud dari peraturan tentang pelelangan untuk pemborong an/pembelian di atas yang berlaku pula bagi Pemerintah Daerah
maupun Badan Uaaha Milik Negara selain merupakan usaha
pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah juga sekaligus usaha mencegah
penyalahgunaan.
Dalam
rangka
usaha
untuk
membantu
pemborong/rekanan
golongan ekonomi lemah diadakan ketentuan berkenaan dengan
kemungkinan pemborong/rekanan yang memperoleh kontrak pemborongan pekerjaan/pembelian barang menggunakan kontrak tersebut sebagai bahan untuk mendapatkan fasilitas pembayaran uang
muka dari nilai perjanjian dan/atau fasilitas kredit dari
bank Pemerintah untuk membiayai pelaksanaan kontrak tersebut.
Ketentuan
ini
telah
dilengkapi
dengan
tatacara
berdasarkan
Surat-surat Keputusan Menteri Keuangan dan Direksi Bank Indonesia.
Tentang kontrak "multi years", yaitu kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih
dari satu tahun anggaran, ketentuannya pun telah dilengkapi
dengan tatacara yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama
Departemen Keuangan dan Bappenas No.1.12/DJA/III.O/12/81 2484/IV/12/1981 tanggal 3 Desember 1981.
Mengenai prosedur pelelangan yang pada tahun 1981/82
terua disempurnakan sebagai kelanjutan dari penyempurnaan tahun sebelumnya dapat dikemukakan tetap dipertahankannya asas
keharusan pelaksanaan pelelangan yang lebih terbuka dengan
pengumuman dan penjelasan kepada Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN) serta asosiasi anggota KADIN yang bersangkutan. Demikian pula ketentuan tempat diadakannya pelelangan
yang lebih jelas untuk nilai-nilai pelelangan dengan batas
tertentu di lokasi Kantor/Satuan Kerja/Proyek, di ibukota
Kabupaten/Kotamadya, di ibukota Propinsi, di Departemen/Lembaga dan kewenangan dari inatansi yang dapat memutuskannya.
Kemudian diperjelas ketentuan tentang pembentukan Panitia
Prakualifikasi di masing-masing Departemen/Lembaga untuk pekerjaan pemborongan/pembelian di tingkat.Pusat dan di masingmasing Daerah. Ketentuan lainnya ialah bahwa Gubernur Kepala
XXII/59
Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Ting kat II mengumumkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di
daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral maupun
proyek-proyek bantuan Inpres melalui KADIN Daerah. Ketentuan
lain ialah bahwa Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyusun
daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah
masing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan
dengan bekerjasama dengan KADIN Daerah. Mengenai hal ini te lah diadakan ketentuan baru, yaitu kewajiban Pemimpin proyek
untuk menggunakan daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi
lemah dalam melaksanakan pemborongan/pembelian. Sebelum adanya daftar tersebut Pemimpin Proyek menggunakan daftar pembo rong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun olehnya berdasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II. Diadakan pula ketentuan baru yaitu keharusan tercatatnya pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah
yang tercatat dalam DRM juga tercatat dalam Daftar Pemborong/
Rekanan Golongan Ekonomi Lemah.
Selanjutnya Lampiran I Keputusan Presiden No. 14A tahun
1980 telah pula mengalami penyempurnaan. Di antaranya yang
penting untuk dikemukakan ialah perubahan ketentuan tentang
penetapan calon pemenang pelelangan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan yaitu penetapan tiga peserta yang telah memasukkan penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara
dalam arti penawaran secara teknis dan perhitungan harga yang
ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan serta penawaran tersebut adalah yang terendah di antara penawaran-penawaran yang
memenuhi syarat. Juga diadakan perubahan tentang penunjukan
pemenang dengan ketentuan yang disempurnakan, yaitu jika ter hadap penetapan pelelangan diajukan sanggahan oleh peserta
pelelangan, maka penunjukan pemenang belum dapat dilakukan
selama jawaban atasan dari Pejabat yang berwenang menetapkan
pemenang atas sanggahan tersebut belum diterima oleh Kepala
Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Proyek.
Kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban
Aparatur Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikaai di
tingkat Daerah yang berisi petunjuk-petunjuk tentang tatacara
regiatrasi dan klasifikasi pekerjaan pemborongan, pengadaan
barang dan jasa serta jasa konsultan.
Penyempurnaan-penyempurnaan
sebagaimana
dikemukakan
di
atas menunjukkan adanya pertalian pelaksanaan APBN dengan
usaha pemerataan, terutama pemerataan kesempatan berusaha,
XXII/60
pemerataan kesempatan kerja
dan
pemerataan pembangunan di
semua daerah, demikian pula lebih diperluas desentralisasi
kewenangan dan pedoman operasional yang lebih jelas.
4 . Pengendalian pelaksanaan proyek
Dalam Keputusan Presiden tentang Pelaksaan APBN pada
pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa tahun anggaran berlaku dari
tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Di lengkapi dengan pasal 68 ayat (4) yang menentukan bahwa Pe mimpin Proyek bertanggungjawab atas penyelesaian proyek tepat
pada waktunya maka secara jelas berarti bahwa dalam pelaksa naan proyek pemimpin Proyek berkewajiban untuk selalu berusa ha melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tahap-tahap baik
pelaksanaan fisik maupun pelaksanaan pembiayaan sebagaimana
telah dituangkan dalam Petunjuk Operasional (PO) berdasarkan
DIP dari proyek bersangkutan. Namun demikian tidak jarang
terjadi bahwa dalam pelaksanaan timbul hal-hal yang semula
tidak diduga yang menghambat kelancaran pelaksanaan.
Sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan yang dikaitkan dengan pelaporan agar pelaksanaan proyek dapat diikuti, dinilai dan diidentifikasi masalah-masalahnya guna diadakan tindak lanjut berupa tindakan korektif atau pemecahan
secepatnya, didasarkan pada pasal 75 serta Lampiran II Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981. Isi pasal dan Lampiran
tersebut menentukan kewajiban Pemimpin Proyek serta Badan Pe rencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I untuk menyampaikan la poran triwulan mengenai proyek yang bersangkutan, baik dari
DIP tahun bersangkutan maupun DIP SIAP. Laporan triwulan tersebut disampaikan kepada Menteri/Ketua Lembaga bersangkutan,
Menteri
Keuangan,
Menteri
Koordinator
Bidang
EKUIN/Ketua
Bappenas, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan untuk
perhatian ketua Bappeda Tingkat I, Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup serta Inspektur Jenderal De partemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga bersangkutan,
selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan.
Pelaporan pelaksanaan proyek yang memberikan data dan informasi faktual tentang status perkembangannya dituangkan dalam
suatu
formulir
yang
berisi
data
umum,
data
keuangan,
tolok ukur dan sasaran usaha, persentase realisasi pencapaian
sasaran-sasaran
fisik/pembiayaan/fungsional
proyek,
masalahmasalah yang dijumpai, tindak lanjut yang diperlukan dan
ca t at a n- c at a ta n la i n d a r i p el a po r . Y a n g t e r p e n t i n g d a l a m
XXII/61
laporan itu
ialah dimuatnya kemajuan pelaksanaan mengenai
realisasi jenis pengeluaran serta perincian kegiatan yang
telah dilakukan dalam triwulan bersangkutan.
Demikian pula terdapat ketentuan bahwa Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan pelaksanaan proyek-proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan
laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda Tingkat I maupun
dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan
pertemuan berkala dengan para Pemimpin/Bendaharawan Proyek
dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran/Kepala
KPN dalam wilayahnya serta selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil. Laporan pengawasan oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I disampaikan kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri, kepada Departemen/Lembaga bersangkutan,
Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua
Bappenas dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran
Pembangunan yang sebagian terbesar digunakan untuk membiayai
proyek-proyek pembangunan dilaporkan secara berkala oleh
Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua
Bappenas kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Perlu pula dikemukakan bahwa untuk kelancaran proses pengendalian maka baik bagi Pemimpin Proyek maupun pejabatpejabat yang terlibat dalam proses tersebut telah tersusun
Buku Pedoman dan Petunjuk Pelaporan yang dilengkapi dengan
Daftar Klasifikasi dan Kode Masalah.
Dalam perkembangan pelaksanaan sistem pengendalian secara
nasional
masalah-masalah
yang
dialami
dalam
pelaksanaan
proyek-proyek pada tahun 1981/82 ialah masalah-masalah yang
berhubungan dengan DIP sebanyak 13,42%, masalah kelembagaan
dan peraturan sebanyak 12,26%, masalah penelitian perencanaan
dan teknik pelaksanaan sebanyak 10,06%, masalah peralatan dan
mesin sebanyak 9,62% dan masalah yang berhubungan dengan
tanah sebanyak 9,07%. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sekalipun disadari
bahwa masalah-masalah itu masih cukup banyak yang belum dapat
diselesaikan.
Di samping sistem pengendalian secara nasional terdapat
pula berbagai kegiatan pelaporan yang sistemnya dikembangkan
oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam usaha pengendalian program atau proyek yang menjadi tanggungjawabnya.
XXII/62
Pelaporan lain yang perlu dikemukakan ialah laporan
bulanan dalam bentuk Surat Pertangungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pembangunan (SPJP) yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek
selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan kepada Direktur
Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang
membawahkan proyek bersangkutan dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lem baga bersangkutan dan kepada Kepala KPN setempat. Demikian
pula laporan keadaan kas anggaran pembangunan (LKKP) yang dikirimkan oleh Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada
tanggal 10 tiap bulan kepada KPN merupakan unsur dari sistem
pengendalian proyek.
Tujuan dari kesemua pelaporan tersebut di atas dalam
rangka
pengendalian
pelaksanaan
proyek-proyek
pembangunan
ialah agar pelaksanaan proyek terselenggara secara lebih baik
sehingga tercapai tujuannya sesuai dengan jadwal waktu dan
rencana yang telah ditetapkan.
5. Pengawasan Keuangan Negara
Tahun ketiga Repelita III ditandai dengan pelaksanaan
APBN 1981/82 yang volumenya meningkat cukup besar da ri tahun
anggaran sebelumnya. Ini berarti bahwa pengeluaran Pemerintah, baik untuk keperluan rutin maupun untuk pembangunan,
semakin besar dan oleh karenanya memerlukan pengarahan seefisien dan seefektif mungkin. Dalam rangka ini peranan pengawasan adalah sangat penting sehingga perlu selalu ditingkat kan mutu dan dayagunanya. Demikian pula peningkatan pemba ngunan yang cepat pada tahun-tahun terakhir ini menimbulkan
tuntutan yang lebih tinggi terhadap aparat pengawasan.
Berhubung
dengan
itu
sejalan
dengan
penyempurnaanpenyempurnaan pedoman dan prosedur pelaksanaan APBN secara
terus menerus diusahakan pula pelbagai penyempurnaan pengawasan atas pengelolaan keuangan Negara. Penyempurnaan dilakukan antara lain dengan penyempurnaan sistem koordi nasi pengawasan di tingkat Pusat maupun Daerah, penataran aparat penga was seluruh Departemen/Lembaga dan berbagai mekanisme untuk
mendorong tindak lanjut dari hasil pengawasan. Secara menye luruh penyempurnaan itu ditujukan kepada pengawasan fungsi onal dan pengawasan atasan langsung.
Dalam pada itu berhubung dengan pengalihan bobot tanggung
jawab yang lebih besar pada Departemen/Lembaga dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan maka pengawasan dewasa ini bukan
XXII/63
hanya terbatas pada segi keuangan saja, melainkan juga mencakup pengawasan atas segi-segi lain dari kegiatan management
yang meliputi antara lain apakah pimpinan telah mendapatkan
informasi yang cukup sebagai bahan untuk memilih alternatifalternatif
keputusan,
apakah
pelaksanaan
telah
dilakukan
dengan efisien, apakah hasil atau manfaat yang diinginkan
dari program telah dicapai secara efektif, dan sebagainya.
Kebutuhan akan laporan hasil-hasil pemeriksaan yang memuat
data-data di atas telah mendorong pengembangan dan peningkatan tatacara dan tatalaksana pengawasan dari bidang "financial
audit" ke jurusan yang lebih luas, yaitu "management audit"
baik untuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas
intern Departemen/Lembaga, ialah Inspektorat Jenderal, maupun
pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas ekstern di
luar
Departemen/Lembaga
seperti
Direktorat
Jenderal
Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) dan Inspektorat Jenderal Pembangunan (Irjenbang). Dengan management audit ini pengawasan
akan menjadi lebih berguna bagi Pemerintah maupun bagi pimpinan Departemen/lembaga sendiri sehingga akan lebih membantu
pimpinan
Departemen/Lembaga
dalam
mensukseskan
pelaksanaan
pembangunan.
Dalam rangka pengembangan pengawasan ke arah yang lebih
luas ini telah dilakukan penataran-penataran management audit
terhadap tenaga-tenaga pengawas di DJPKN, baik di Pusat maupun di Kantor-kantor Perwakilan di
Daerah. Demikian pula
buku-buku pedoman dewasa ini sedang dipersiapkan. Direncanakan pula penataran management audit ini akan dilakukan terhadap
aparat-aparat
pengawas
intern
Departemen/Lembaga
dan
aparat-aparat pengawas Daerah.
Sementara itu pada tahun 1981/82 oleh DJPKN telah dilakukan
disamping
pengawasan
finansial
juga
pengawasan
bidang
management audit terhadap proyek-proyek yang menyangkut kepentingan
masyarakat
banyak
seperti
program
transmigrasi,
termasuk pemukiman daerah transmigrasi, peningkatan produksi
tanaman
pangan,
pembangunan
jaringan
irigasi,
pengembangan
daerah
rawa,
pembangunan/rehabilitasi/pemeliharaan
jalan
dan
jembatan, dan sebagainya. Untuk pembangunan Daerah pengawasan
bidang management audit ditujukan kepada proyek-proyek bantuan Inpres seperti pembangunan Sekolah Dasar, sarana kesehatan serta penghijauan dan reboisasi.
Peningkatan kegiatan pengawasan selalu diusahakan agar
dapat mengimbangi peningkatan kegiatan dan peningkatan jumlah
anggaran. Karena itu jumlah proyek yang diperiksa dari tahun
ke tahun terus meningkat. Perkembangan banyaknya pemeriksaan
XXII/64
khusus terhadap proyek-proyek Repelita, Non Inpres,
dan Badan Usaha Negara sejak tahun 1979/80 sampai
1981/82 dapat dilihat pada Tabel XXII - 10.
Inpres
dengan
Dalam pada itu kerjasama perangkat pengawasan, baik di Pusat
maupun
Daerah,
terus-menerus
ditingkatkan
untuk
mencapai koordinasi atas rencana operasi pengawasan masing-masing,
keseragaman mengenai sasaran pemeriksaan, cara memeriksa,
cara pelaporan, bentuk laporan dan keseragaman istilah yang
dipergunakan. Untuk memperlancar pembinaan pelaksanaan pengawasan maka berdasarkan tugas yang diberikan oleh Presiden,
tugas koordinasi dilakukan oleh Wakil Presiden dengan dibantu
oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup. Koordinasi pengendalian dan pengawasan pembangunan di
Daerah Tingkat I diatur dengan Keputusan Presiden No. 20 ta hun 1981 yang melibatkan Bappeda, Inspektorat Wilayah Propin si, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran, Kantor Wila yah Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan Kantor
Cabang Bank Indonesia. Koordinasi melalui Keputusan Presiden
No. 20 tahun 1981 itu dimaksudkan untuk menciptakan mekanisme
penyelesaian masalah di tingkat Daerah yang dapat menghambat
pelaksanaan pembangunan.
Pada umumnya pemeriksaan dapat dibedakan antara pemeriksaan rutin, yaitu pemeriksaan yang dilakukan sehari-hari, dan
pemeriksaan serentak yang dilakukan pada akhir tahun anggaran
terhadap proyek-proyek Repelita dan proyek-proyek pembangunan
Daerah Tingkat I. Sasaran pemeriksaan yang dilakukan secara
serentak adalah mengenai organisasi dan administrasi proyek,
pembiayaan proyek, prosedur dan pelaksanaan pekerjaan sehing ga hasilnya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dan diharapkan
menjadi bahan untuk perbaikan berbagai ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk dipakai sebagai pedoman.
Hasil pemeriksaan dalam tahun pertama sampai dengan tahun
ketiga Repelita III dapat dilihat dalam Tabel XXII - 11.
Dari tabel itu dapat dilihat beberapa perkembangan penting, yaitu proyek yang diperiksa dari tahun ke tahun makin
meningkat jumlahnya, dan bahkan makin mendekati jumlah seluruh proyek. Dengan demikian jelas bahwa walaupun jumlah
proyek makin bertambah banyak sesuai dengan peningkatan anggaran pembangunan, kegiatan pemeriksaan senantiasa dapat mengikutinya.
Kecuali kemajuan-kemajuan tersebut tampak pula kemajuan di
dalam disiplin para pelaksana proyek yang ternyata dari
XXII/65
TABEL XXII – 10
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN*)
TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA DAN BADAN USAHA NEGARA,
1978/79 – 1981/82
*) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara
XXII/66
TABEL XXII – 11
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN1) TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA,
1978/79 – 1981/82
1)
2)
Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara
Mulai tahun anggaran 1979/80, DIP berfungsi sebagai SKO
XXII/67
berkurangnya berita acara yang tidak
fisik yang tidak sesuai dengan DIP.
benar
dan
realisasi
Di samping pemeriksaan terhadap pelaksanaan APBN, pemeriksaan dilakukan pula terhadap badan-badan usaha milik Negara yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan
dan
Perusahaan-perusahaan
Negara
yang
didirikan
dengan
undang-undang tersendiri, seperti Pertamina d a n B a n k -bank
milik Pemerintah. Terhadap Badan Usaha Milik Negara ini pada
umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan perkiraan
rugi-laba yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat
dipergunakan untuk menilai kemajuan dan ketertiban administrasi Badan Usaha Milik Negara bersangkutan. Pernyataan layak
atas laporan keuangan dari tahun ke tahun yang terus meningkat menunjukkan keadaan administrasi perusahaan yang semakin
bertambah baik. Khusus mengenai pengawasan terhadap Pertamina
pemeriksaan menjadi lebih penting aehubungan dengan perkembangan harga BBM. Salah satu segi dalam pengawasan tersebut
ialah pemeriksaan atas kewajaran biaya-biaya BBM termasuk penerapan sistem perhitungan biaya pokok BBM yang telah dite tapkan. Segi penting lainnya ialah pemeriksaan terhadap
usaha-usaha Pertamina dalam segi pertanggungjawaban dalam administrasi perusahaan serta penertiban atas anak-anak perusahaan/patungan.
Mengenai pertanggungjawaban administrasi ini Departemen
Keuangan telah merencanakan untuk melakukan studi mengenai
modernisasi akuntansi dan auditing pemerintahan di bawah pembinaan dan pengendalian Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan
Negara dengan menyertakan unsur-unsur Departemen/lembaga.
Selanjutnya dalam rangka usaha mengembangkan pengetahuan
pengawasan maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah diselenggarakan serangkaian lokakarya/sarasehan (sebanyak 7 kali)
yang diikuti oleh 168 pejabat pengawasan eselon II dan III
dari seluruh Departemen/Lembaga. Perincian jumlah dan tingkat
peserta dari lokakarya tersebut dapat dilihat pada Tabel
XXII - 12.
Penyelenggaraan lokakarya tersebut dimaksudkan untuk mencapai beberapa hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha peningkatan kemampuan aparat pengawasan pembangunan. Isi pembahasan
dalam lokakarya menyangkut dasar-dasar pengawasan menurut bidangnya masing-masing, organisasi dan perangkat pengawasan,
anatomi penyimpangan pelaksanaan pembangunan, teknik -teknik
deteksi, pendalaman dan investigasi, pengolahan/ana l i s a dan
XXII/68
XX 1/68
tindak lanjut hasil pengawasan serta masalah-masalah lain
yang meliputi konflik kepentingan, pengawasan terhadap pengawas, retaliasi dan sebagainya.
Dengan peningkatan kemampuan aparatur pengawasan dan di tunjang dengan berbagai penyempurnaan di bidang pengawasan,
diharapkan pengelolaan keuangan
Negara terselenggara lebih
baik dalam mencapai sasaran pembangunan yang telah ditentukan.
XXII/69
Download