Absorbsi SosioYuridis

advertisement
DEFINISI ABORTUS :
• HUKUM :
KELUARNYA BAYI DARI RAHIM
IBUNYA SEBELUM SAATNYA
DILAHIRKAN (0 - 9 BULAN)
• MEDIS :
JANIN YANG BELUM LAIK HIDUP
DI LUAR RAHIM IBU
(< 20 MINGGU ATAU
< 1000 GRAM)
PEMBAGIAN ABORTUS :
• 1. SPONTAN : (10 - 15 %)
KEHAMILAN NORMAL
• 2. PROVOCATUS (DISENGAJA):
ABORTUS PROVOCATUS :
• MEDISINALIS (ATAS INDIKASI
MEDIS IBU DAN ATAU JANIN)
– DISEBUT : TERMINASI KEHAMILAN
– JANIN
: BISA HIDUP / BISA MATI
• KRIMINALIS (TAK ADA INDIKASI
MEDIS)
– ALASAN PSIKOLOGIS (PERKOSAAN,
INCEST)
– ALASAN SOSIOLOGIS DLL
BATASAN USIA JANIN KELAIKHIDUPAN : (WHO)
• 1. ABORTUS : < 20 MINGGU
ATAU < 1000 GRAM
2. IMATUR : 20 - 28 MINGGU
ATAU 1000 - 2500 GRAM
3. PREMATUR : 28 - 32 MINGGU
(2500 - 3500 GRAM)
4. MATUR
: 32 MINGGU
5. POSTMATUR : > 32 MINGGU
HUKUM POSITIF (1):
• SEMUA ABORSI ADALAH ILEGAL
(KUHP) : LEX GENERALIS
– ps. 346 : ancaman bagi si ibu-PELAKU
 Ps 347 : ancaman bagi penggugur (awam)
tanpa ijin ibu
 Ps 348 : ancaman bagi penggugur (awam)
dengan ijin ibu
 Ps 349 : ancaman bagi penggugur tenaga
kesehatan dengan atau tanpa ijin ibu (DR
+ 1/3 SANKSI)
HUKUM POSITIF (2)
 Ps 299 : ancaman bagi pemberitahu atau
pemberi harapan
 Ps 535 : ancaman bagi promotor
• KECUALI : ATAS INDIKASI MEDIS
(PS. 75 UU NO. 36/09) : LEX
SPESIALIS
– atas indikasi ibu : keselamatan jiwa !!!!!
+/– atas indikasi janin : keselamatan janin !!!
Pasal 75 UU Kes No, 36/2009
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan ayat (1) dikecualikan :
• a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi
sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan; atau
Pasal 75 ayat 2(b) dst
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor
yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi
kedaruratan medis dan perkosaan  RPP
Pasal 76
a. < kehamilan 6 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan berketerampilan &
kewenangan bersertifikat yg ditetapkan oleh
menteri;
c. persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77
• Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak
aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan ps 77
Aborsi tdk aman + bermutu + bertanggung
jawab : dengan paksaan dan tanpa
persetujuan perempuan yang bersangkutan,
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
tidak profesional, tanpa mengikuti standar
profesi dan pelayanan yang berlaku,
diskriminatif, atau lebih mengutamakan
imbalan materi dari pada indikasi medis.
Pasal 194
• Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
PENJAHAT ABORSI (1)
• Ibu kandung (penggugur langsung +
korban) : sanksi < = 4 thn
• Orang awam penggugur langsung - ijin
korban : < = 12 thn (hidup)/ < = 15 thn
(mati)
• Orang awam penggugur langsung + ijin
korban : < = 7 tahun (hidup)/ < = 9 thn
(mati)
PENJAHAT ABORSI (2)
• Nakes (DR/SpOG, bidan, tukang obat) :
idem + 1/3 maks & cabut SIP
• Penggugur tdk langsung (awam) : calo,
pemilik klinik dll : < = 4 thn atau denda
3000 rph; (nakes) : + 1/3nya & cabut
SIP
• Promotor : kurungan < = 3 bln atau
denda < = 300 rph
• Semua : penjara < = 15 thn + denda < =
ALASAN ABORSI
• Darurat/gawat (penyelamatan nyawa)
• Sejarah
• Kejiwaan
• Sosial
• Eksistensial
TAZAHUM :
MENDAHULUKAN
• hukum menyempitkan > memberikan
keluasan.
• yg tdk ada penggantinya > ada
penggantinya.
• sesuatu yg sdh ditentukan > sesuatu yg
berikan pilihan.
• yg lebih penting/pokok/ushul > yg
penting/cabang/furu’.
• yg lebih berbahaya > yg berbahaya.
A.F. Mohsen Ibrahim. 1997
Jenis sanksi :
• Etis
• Hukum
• Administratif
• Sosial
Sanksi Etis :
• oleh MKEK IDI
–
–
–
–
–
–
teguran lisan
penasehatan
pengucilan dari kelompok
teguran tertulis/peringatan
penyekolahan kembali (reschooling)
usulan pencabutan ijin praktek
(Permenkes 916/97)
Sanksi Hukum :
• oleh Pengadilan Negeri/Tinggi/MA
– pidana penjara : + 1/3nya (karena
profesional) : s/d 12 - 15 tahun
– penjara s/d 15 th + pidana denda (s/d Rp.
500 juta) : ps. 80 UU Kesehatan
– perdata : bila si ibu/keluarga merasa
dirugikan
Sanksi Administratif :
• oleh MDTK/Depkes  MKDKI
– penundaan perpanjangan ijin praktek
– pencabutan ijin praktek (oleh Depkes)
– pemindahan tempat kerja
Sanksi Sosial
• oleh masyarakat
• pemberitaan pers
• pemboikotan
• penyebarluasan aib
• pemerasan (oleh oknum)
• kerja bakti/sosial : sabbatical life
• dll
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
PEMBUKTIAN (KUMULATIF)
• Pengakuan penggugur
langsung/tidak.
• Pengakuan perempuan
pelaku/korban.
• Janin/orok yg msh hidup dlm
kandungannya
• Sebab kematian janin “bukan akibat
penyakit”/abortus spontan
• Janin = anak kandung perempuan
penggugur.
• Janin dikeluarkan/dihentikan
kehamilannya oleh pelaku secara
BUKTI janin (Forensik)
• Janin/orok bukan IUFD, namun
belum bernafas.
• Usia janin = usia kehamilan ibu
• Sebab kematian janin : trauma
fisik/kimiawi, keracunan.
• Gol darah, DNA janin sesuai dgn ibupenggugur.
• intervensi ketuban/plasenta + partus
buatan : zat & alat sesuai (kehamilan
trimester terakhir).
BUKTI ibu (Forensik)
• Tanda pernah hamil/melahirkan ibu
(tersangka)
• Tanda trauma fisik ibu.
• Kadar obat penggugur darah ibu.
• Gol. Darah & DNA ibu cocok.
• alat pengguguran di tubuh
(kehamilan trimester terakhir).
KESULITAN BUKTI (Forensik)
• Pencampuran > 1 janin dlm 1
tempat yg sama
• DD/ Blighted ovum
• Sulit memilah (DD/) abortus
spontan dgn abortus imminens
disengaja
ETIKA DEONTOLOGIS
• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR
SUMPAH DOKTER
“saya akan menghormati setiap hak hidup
insani mulai dari saat pembuahan”
• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR
KODE ETIK KEDOKTERAN
(PS. 10 KODEKI-IDI)
“setiap dokter senantiasa mengingat
kewajibannya menghormati kehidupan
manusia sejak saat pembuahan”
ETIKA TELEOLOGIS (1)
• Pengalaman Empirik
“ibu hamil yg sakit/kondisi tertentu
akan mati bila kehamilannya
diteruskan”
• SEMUA IBU HAMIL tersebut yg
darurat (bahaya fisik &/ jiwa) setelah
dilakukan terminasi
kehamilan/ABORSI akan selamat
• dokter wajib menolong ibu yg
demikian dengan terminasi
kehamilannya
ETIKA TELEOLOGIS (2)
• Pengalaman empirik :
• janin cacat berat dpt terdeteksi pralahir yg takkan hidup berkualitas sbg
manusia kelak
• penghentian kelanjutan hidup janin
(terminasi kehamilan ibu) pasti
meringankan beban/jiwa orangtua tsb
• dokter sebaiknya melakukan aborsi
bayi tsb
Pertentangan Abadi Aborsi
= Hk positif RI
Etika
deontologis
Prolife
Pertentangan Abadi Aborsi
Prochoice
Etika
Teleologis
Kenyataan Sos
Pertentangan Abadi Aborsi
Pro Life
Dilema
Etik
Pro
Choice
Hak Janin
Hak Ibu
Faktor-faktor penyebab Kejahatan Aborsi
Eksistensial = ilegal
Sosial :
Masyarakat
Permisif
Sejarah/
nekrofilia/
agresi
Ekses
Medikalisasi
Profesional
ABORSI
Dikte Kekuasaan
Pok Pro Choice
Gov’t
Will (-)
Kelemahan
Suara Hati
Kelemahan Pro Life
Resolusi Konflik Hukum Aborsi
Dewan
Sensor
Komposisi Dewan Sensor Aborsi
Tokoh
Ulama
Budayawan/
Ethicist
Wakil
Pemerintah
Dewan
Sensor
Fuqaha
Sosiolog/
Feminist
Dokter Non SpOG
Pelaksana
Psikolog/
Psikiater
Ahli Lainnya
Keputusan Dewan Sensor
Pasien
/Klien
Dewan
Sensor
OK
Dr =
Pelaksana
No !
Panti
Asuhan
Analisis Sosioyuridis
Legalisasi Aborsi
• Perhatikan disinsentif & insentif
sosial dan yuridis
• Kompromikan antara pro choice &
pro life (seimbang)
Disinsentif yuridis
• Semua penggugur & promotor kena
sanksi (KUHP) : korban = pelaku
(peremp)
• Sulit/tak mungkin ada pelaporan
delik : hidden/semi-organized crime
• Tak ada sanksi bagi laki-laki
penyebab hamil nirkehendaki
• Sulitnya pembuktian (kumulatif)
Disinsentif sosial
• Pilihan terlogis perempuan korban
(sekaligus pelaku)
• Struktur budaya masyarakat :
aib/malu keluarga
• Pengaruh NKKBS / gagal KB
• Abuse OKNUM medis
Insentif sosial
• Penghasilan amat besar & MUDAH
bagi pelaku non ibu
• Berlindung dibalik otonomi
keluhuran profesi = WCC
• Menunjang program KB
• Sikap permisif-modern thd free sex
• Kehendak politik pem (-)
• Kebijakan kriminal hulu - hilir (-)
Insentif yuridis
• PERLUASAN INDIKASI MEDIK
MENJADI INDIKASI SOSIAL
• KETIDAKJELASAN HUKUM =
KESEPAKATAN PROFESI A/D
KESULITAN PEMBUKTIAN HUKUM
White Collar Crime
Fraud,orang terhormat
•
Professional-Occupational Crime
DR, berlindung kemuliaan/jabatan profesi
Hidden Crime
Ilegal-kolektif, need banyak, mahal
Semi-Organized Crime
Calo, pemilik/pemodal, keamanan, perijinan
Spektrum Kejahatan Aborsi
Aspek hukum Public Policy
(Pro life) :
• Perlu yurisprudensi substantif-material ttg
kepastian indikasi medik sebagai lex specialis
(sebelum PP jo ps 15 UU No. 23/1992)
• Kriminalisasi/cegah legalisasi sepihak
• Standar profesi& SOP bagi SpOG &
jajarannya a.i. medik
• Sumpah dr jangan diubah
• SpOG/DR sbg hakim ad-hoc PN
Public Policy (Pro life)
• Pelaku = amoral, bukan “pelindung kepent
umum” (mala prohibita).
• Peran MDTK +/ MKEK >>> & transparan
• Sanksi @ ijin praktek baru/perpanjangan
• Standarisasi kualitas FK
• Lindungi PPDS/mhsw-FK /nakes hrs aborsi
sbg syarat kompetensi.
• Sanksi pidana laki kausa hamil nirkehendaki
teraborsi
Aspek karir kriminal pelaku
• Penyadaran terus menerus etika deontologis
• Cegah paparan DR/bidan/SpOG ke abortus
kriminalis (mis pemanfaatan materi kasus
aborsi spontan sbg syarat kompetensi)
• Cegah stigmatisasi dini pelaku/penyimpang
• Klub DR/nakes anti aborsi
• Klub mantan pelaku aborsi yg sudah insyaf +
siraman rohani
Aspek Dukungan Kelompok
• Ubah sikap permisif masyarakat di free sex
• Program pendidikan seks terkontrol
• Perlindungan perempuan korban : OSCC,
panti calon ibu & bayi
• Menerima norma kegagalan KB
• Reward dokter yang bersusila & insyaf/taubat
• Reintegrative shaming bagi pelaku
“membandel”
Aspek Hubungan Kejahatan &
Perilaku Yang Tidak Jahat
• Visi altruisme klinik/RB/RS
• Penetapan “daerah kelabu” sbg “ cenderung
“hitam”
• Permudah& permurah biaya persalinan
• Audit RB dkk agar tidak SC minded
• Rekrut nakes integritas tinggi
• Rohaniawan/etikus anggota Komite Medik
• Hindari KKN
RX Masy & Proses Hukum (1)
• social marketing aborsi non indikasi
medik = amoral.
• Opini massa memelihara kehamilan
janin tak berdosa= mulia/fardhu kifayah
• Santuni anak-anak hasil hubungan gelap
• Galakkan program adopsi dan orangtua
asuh.
RX Masy & Proses Hukum (2)
• Penjarakan DR abortur (efek umum dan
khusus penjeraan).
• Cabut ijin klinik/RS/RB terbukti melanggar.
• Persulit perpanjangan ijin klinik / dokter yang
“nakal”.
• Galakkan konseling calon ibu-ibu ingin aborsi.
• Dewan sensor aborsi tiap kota, kriteria ketat
RX Masy & Proses Hukum (3)
• Sebar fasilitas terminasi kehamilan di banyak
tempat (de-satelit-isasi)
• Penyuluhan hukum bagi ibu/remaja
perempuan.
• Penyuluhan berkala etika bagi dokter,
paramedis & nakes.
• Kampanye konsisten etika deontologis
• Kriminalisasi bagi penggugur kandungan &
laki2 penyebab
Penanggulangan Aborsi
(legal)
• PP TMT segera dibentuk
• Sementara blm : Hak diskresi Menkes/Kadinkes
setempat menjabarkan TMT dgn catatan :
– Dilema etis : Dewan Sensor Aborsi (cegah
medikalisasi berlebihan/White C. Crime
profesional medis)
– Etika Sosial : Tarif murah/gratis.
– Dokter pelaksana terpisah & diberi kebebasan
memilih/menolak setiap saat.
RX Masy & Proses Hukum (Pro
choice)
• Legalisasi aborsi dgn kriteria ketat
• Bentuk >>> pusat pelayanan aborsi bermutu,
hanya oleh pemerintah, tarif murah, terkendali
(bebas calo), tidak eksploitatif dan tidak
viktimisasi ganda.
• Pemberdayaan perempuan
• Pemanfaatan teknologi reproduksi
• Cegah monopoli teknologi reproduksi
• Sanksi tegas & kriminalisasi bagi pelanggar
Download