Dokfor-Aborsi dan Perkosaan

advertisement
Agus Purwadianto
DEFINISI ABORTUS :
• HUKUM :
KELUARNYA BAYI DARI RAHIM
IBUNYA SEBELUM SAATNYA
DILAHIRKAN (0 - 9 BULAN)
• MEDIS :
JANIN YANG BELUM LAIK HIDUP
DI LUAR RAHIM IBU
(< 20 MINGGU ATAU
< 1000 GRAM)
PEMBAGIAN ABORTUS :
• 1. SPONTAN : (10 - 15 %)
KEHAMILAN NORMAL
• 2. PROVOCATUS (DISENGAJA):
ABORTUS PROVOCATUS :
• MEDISINALIS (ATAS INDIKASI
MEDIS IBU DAN ATAU JANIN)
– DISEBUT : TERMINASI KEHAMILAN
– JANIN
: BISA HIDUP / BISA MATI
• KRIMINALIS (TAK ADA INDIKASI
MEDIS)
– ALASAN PSIKOLOGIS (PERKOSAAN,
INCEST)
– ALASAN SOSIOLOGIS DLL
BATASAN USIA JANIN KELAIKHIDUPAN : (WHO)
• 1. ABORTUS : < 20 MINGGU
ATAU < 1000 GRAM
2. IMATUR : 20 - 28 MINGGU
ATAU 1000 - 2500 GRAM
3. PREMATUR : 28 - 32 MINGGU
(2500 - 3500 GRAM)
4. MATUR
: 32 MINGGU
5. POSTMATUR : > 32 MINGGU
HUKUM POSITIF (1):
• SEMUA ABORSI ADALAH ILEGAL
(KUHP) : LEX GENERALIS
– ps. 346 : ancaman bagi si ibu-PELAKU
 Ps 347 : ancaman bagi penggugur (awam)
tanpa ijin ibu
 Ps 348 : ancaman bagi penggugur (awam)
dengan ijin ibu
 Ps 349 : ancaman bagi penggugur tenaga
kesehatan dengan atau tanpa ijin ibu (DR
+ 1/3 SANKSI)
HUKUM POSITIF (2)
 Ps 299 : ancaman bagi pemberitahu atau
pemberi harapan
 Ps 535 : ancaman bagi promotor
• KECUALI : ATAS INDIKASI MEDIS
(PS. 15 UU NO. 23/92) : LEX
SPESIALIS
– atas indikasi ibu : keselamatan jiwa !!!!!
+/– atas indikasi janin : keselamatan janin !!!
PENJAHAT ABORSI (1)
• Ibu kandung (penggugur langsung +
korban) : sanksi < = 4 thn
• Orang awam penggugur langsung - ijin
korban : < = 12 thn (hidup)/ < = 15 thn
(mati)
• Orang awam penggugur langsung + ijin
korban : < = 7 tahun (hidup)/ < = 9 thn
(mati)
PENJAHAT ABORSI (2)
• Nakes (DR/SpOG, bidan, tukang obat) :
idem + 1/3 maks & cabut SIP
• Penggugur tdk langsung (awam) : calo,
pemilik klinik dll : < = 4 thn atau denda
3000 rph; (nakes) : + 1/3nya & cabut
SIP
• Promotor : kurungan < = 3 bln atau
denda < = 300 rph
• Semua : penjara < = 15 thn + denda < =
PASAL-PASAL
TENTANG
ABORSI
DALAM 2 (dua) UU Baru
1.
2.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia
dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tida
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Lanjutan Pasal 75
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau
penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan
medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Penjelasan Pasal 75:
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “konselor” dalam ketentuan ini adalah
setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor
melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi
konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan setiap orangyang mempunyai minat dan memiliki
keterampilan untuk itu.
Ayat (4) Cukup jelas.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari
hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.
• Penjelasan : Cukup jelas.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah
perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Penjelasan Pasal 77:
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan
paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti
standar profesi dan pelayanan yang berlaku,
diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan
materi dari pada indikasi medis.
UU 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
UU 52/2009 ttg PKdPK
Pasal 21 ayat (3)
(3) Kebijakan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengandung pengertian bahwa dengan
alasan apapun promosi aborsi sebagai
pengaturan kehamilan dilarang.
Konsekuensi pasal 15 (UU
Kes lama):
• Hrs ada PP “TMT” lbh dulu
• aborsi = TMT = “tindakan medis ttt”
• limitatif a.i. medik (bukan i. sosial)
• aborsi = dpt terminasi kehamilan
• pertimbangan > = 2 dokter / ahli
lainnya
• di klinik resmi/berijin
• informed consent
ALASAN ABORSI
• Darurat/gawat (penyelamatan nyawa)
• Sejarah
• Kejiwaan
• Sosial
• Eksistensial
TAZAHUM :
MENDAHULUKAN
• hukum menyempitkan > memberikan keluasan.
• yg tdk ada penggantinya > ada penggantinya.
• sesuatu yg sdh ditentukan > sesuatu yg berikan
pilihan.
• yg lebih penting/pokok/ushul > yg
penting/cabang/furu’.
• yg lebih berbahaya > yg berbahaya.
A.F. Mohsen Ibrahim. 1997
Jenis sanksi :
• Etis
• Hukum
• Administratif
• Sosial
Sanksi Etis :
• oleh MKEK IDI
–
–
–
–
–
–
teguran lisan
penasehatan
pengucilan dari kelompok
teguran tertulis/peringatan
penyekolahan kembali (reschooling)
usulan pencabutan ijin praktek
(Permenkes 512/2007)
Sanksi Hukum :
• oleh Pengadilan Negeri/Tinggi/MA
– pidana penjara : + 1/3nya (karena
profesional) : s/d 12 - 15 tahun
– penjara s/d 15 th + pidana denda (s/d Rp.
500 juta) : ps. 80 UU Kesehatan
– perdata : bila si ibu/keluarga merasa
dirugikan
Sanksi Administratif :
• oleh MDTK/Depkes
– penundaan perpanjangan ijin praktek
– pencabutan ijin praktek (oleh Depkes)
– pemindahan tempat kerja
Sanksi Sosial
• oleh masyarakat
• pemberitaan pers
• pemboikotan
• penyebarluasan aib
• pemerasan (oleh oknum)
• kerja bakti/sosial : sabbatical life
• dll
PEMBUKTIAN (KUMULATIF)
• Pengakuan penggugur langsung/tidak.
• Pengakuan perempuan pelaku/korban.
• Janin/orok yg msh hidup dlm
kandungannya
• Sebab kematian janin “bukan akibat
penyakit”/abortus spontan
• Janin = anak kandung perempuan
penggugur.
• Janin dikeluarkan/dihentikan
kehamilannya oleh pelaku secara paksa
(sengaja)
• Saksi mata yg memperkuat.
BUKTI janin (Forensik)
• Janin/orok bukan IUFD, namun
belum bernafas.
• Usia janin = usia kehamilan ibu
• Sebab kematian janin : trauma
fisik/kimiawi, keracunan.
• Gol darah, DNA janin ada unsur gen
dari ibu-penggugur.
• intervensi ketuban/plasenta + partus
buatan : zat & alat sesuai (kehamilan
trimester terakhir).
BUKTI ibu (Forensik)
• Tanda pernah hamil/melahirkan ibu
(tersangka)
• Tanda trauma fisik ibu.
• Kadar obat penggugur darah ibu.
• Gol. Darah & DNA ibu cocok.
• alat pengguguran di tubuh
(kehamilan trimester terakhir).
KESULITAN BUKTI (Forensik)
• Pencampuran > 1 janin dlm 1
tempat yg sama
• DD/ Blighted ovum
• Sulit memilah (DD/) abortus
spontan dgn abortus imminens
disengaja
ETIKA DEONTOLOGIS
• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR
SUMPAH DOKTER
“saya akan menghormati setiap hak hidup
insani mulai dari saat pembuahan”
• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR
KODE ETIK KEDOKTERAN
(PS. 10 KODEKI-IDI)
“setiap dokter senantiasa mengingat
kewajibannya menghormati kehidupan
manusia sejak saat pembuahan”
ETIKA TELEOLOGIS (1)
• Pengalaman Empirik
“ibu hamil yg sakit/kondisi tertentu
akan mati bila kehamilannya
diteruskan”
• SEMUA IBU HAMIL tersebut yg
darurat (bahaya fisik &/ jiwa) setelah
dilakukan terminasi
kehamilan/ABORSI akan selamat
• dokter wajib menolong ibu yg
demikian dengan terminasi
kehamilannya
ETIKA TELEOLOGIS (2)
• Pengalaman empirik :
• janin cacat berat dpt terdeteksi pralahir yg takkan hidup berkualitas sbg
manusia kelak
• penghentian kelanjutan hidup janin
(terminasi kehamilan ibu) pasti
meringankan beban/jiwa orangtua tsb
• dokter sebaiknya melakukan aborsi
bayi tsb
Pertentangan Abadi Aborsi
= Hk positif RI
Etika
deontologis
Prolife
Pertentangan Abadi Aborsi
Prochoice
Etika
Teleologis
Kenyataan Sos
Pertentangan Abadi Aborsi
Pro Life
Dilema
Etik
Pro
Choice
Hak Janin
Hak Ibu
Faktor-faktor penyebab Kejahatan Aborsi
Eksistensial = ilegal
Sosial :
Masyarakat
Permisif
Sejarah/
nekrofilia/
agresi
Ekses
Medikalisasi
Profesional
ABORSI
Dikte Kekuasaan
Pok Pro Choice
Gov’t
Will (-)
Kelemahan
Suara Hati
Kelemahan Pro Life
Resolusi Konflik Hukum Aborsi
Dewan
Sensor
Komposisi Dewan Sensor Aborsi
Tokoh
Ulama
Budayawan/
Ethicist
Wakil
Pemerintah
Dewan
Sensor
Fuqaha
Sosiolog/
Feminist
Dokter Non SpOG
Pelaksana
Psikolog/
Psikiater
Ahli Lainnya
Keputusan Dewan Sensor
Pasien
/Klien
Dewan
Sensor
OK
Dr =
Pelaksana
No !
Panti
Asuhan
Analisis Sosioyuridis
Legalisasi Aborsi
• Perhatikan disinsentif & insentif
sosial dan yuridis
• Kompromikan antara pro choice &
pro life (seimbang)
Disinsentif yuridis
• Semua penggugur & promotor kena
sanksi (KUHP) : korban = pelaku
(peremp)
• Sulit/tak mungkin ada pelaporan
delik : hidden/semi-organized crime
• Tak ada sanksi bagi laki-laki
penyebab hamil nirkehendaki
• Sulitnya pembuktian (kumulatif)
Disinsentif sosial
• Pilihan terlogis perempuan korban
(sekaligus pelaku)
• Struktur budaya masyarakat :
aib/malu keluarga
• Pengaruh NKKBS / gagal KB
• Abuse OKNUM medis
Insentif sosial
• Penghasilan amat besar & MUDAH
bagi pelaku non ibu
• Berlindung dibalik otonomi
keluhuran profesi = WCC
• Menunjang program KB
• Sikap permisif-modern thd free sex
• Kehendak politik pem (-)
• Kebijakan kriminal hulu - hilir (-)
Insentif yuridis
• PERLUASAN INDIKASI MEDIK
MENJADI INDIKASI SOSIAL
• KETIDAKJELASAN HUKUM =
KESEPAKATAN PROFESI A/D
KESULITAN PEMBUKTIAN HUKUM
White Collar Crime
Fraud,orang terhormat
•
Professional-Occupational Crime
DR, berlindung kemuliaan/jabatan profesi
Hidden Crime
Ilegal-kolektif, need banyak, mahal
Semi-Organized Crime
Calo, pemilik/pemodal, keamanan, perijinan
Spektrum Kejahatan Aborsi
Public Policy (Pro life)
• Pelaku = amoral, bukan “pelindung kepent
umum” (mala prohibita).
• Peran MDTK +/ MKEK >>> & transparan
• Sanksi @ ijin praktek baru/perpanjangan
• Standarisasi kualitas FK
• Lindungi PPDS/mhsw-FK /nakes hrs aborsi
sbg syarat kompetensi.
• Sanksi pidana laki kausa hamil nirkehendaki
teraborsi
Aspek hukum Public Policy (Pro
life) :
• Perlu yurisprudensi substantif-material ttg
kepastian indikasi medik sebagai lex specialis
(sebelum PP jo ps 15 UU No. 23/1992)
• Kriminalisasi/cegah legalisasi sepihak
• Standar profesi& SOP bagi SpOG &
jajarannya a.i. medik
• Sumpah dr jangan diubah
• SpOG/DR sbg hakim ad-hoc PN
Aspek karir kriminal pelaku
• Penyadaran terus menerus etika deontologis
• Cegah paparan DR/bidan/SpOG ke abortus
kriminalis (mis pemanfaatan materi kasus
aborsi spontan sbg syarat kompetensi)
• Cegah stigmatisasi dini pelaku/penyimpang
• Klub DR/nakes anti aborsi
• Klub mantan pelaku aborsi yg sudah insyaf +
siraman rohani
Aspek Dukungan Kelompok
• Ubah sikap permisif masyarakat di free sex
• Program pendidikan seks terkontrol
• Perlindungan perempuan korban : OSCC,
panti calon ibu & bayi
• Menerima norma kegagalan KB
• Reward dokter yang bersusila & insyaf/taubat
• Reintegrative shaming bagi pelaku
“membandel”
Aspek Hubungan Kejahatan &
Perilaku Yang Tidak Jahat
• Visi altruisme klinik/RB/RS
• Penetapan “daerah kelabu” sbg “ cenderung
“hitam”
• Permudah& permurah biaya persalinan
• Audit RB dkk agar tidak SC minded
• Rekrut nakes integritas tinggi
• Rohaniawan/etikus anggota Komite Medik
• Hindari KKN
RX Masy & Proses Hukum (1)
• social marketing aborsi non indikasi
medik = amoral.
• Opini massa memelihara kehamilan
janin tak berdosa= mulia/fardhu kifayah
• Santuni anak-anak hasil hubungan gelap
• Galakkan program adopsi dan orangtua
asuh.
RX Masy & Proses Hukum (2)
• Penjarakan DR abortur (efek umum dan
khusus penjeraan).
• Cabut ijin klinik/RS/RB terbukti melanggar.
• Persulit perpanjangan ijin klinik / dokter yang
“nakal”.
• Galakkan konseling calon ibu-ibu ingin aborsi.
• Dewan sensor aborsi tiap kota, kriteria ketat
RX Masy & Proses Hukum (3)
• Sebar fasilitas terminasi kehamilan di banyak
tempat (de-satelit-isasi)
• Penyuluhan hukum bagi ibu/remaja
perempuan.
• Penyuluhan berkala etika bagi dokter,
paramedis & nakes.
• Kampanye konsisten etika deontologis
• Kriminalisasi bagi penggugur kandungan &
laki2 penyebab
Penanggulangan Aborsi
(legal)
• PP TMT segera dibentuk
• Sementara blm : Hak diskresi Menkes/Kadinkes
setempat menjabarkan TMT dgn catatan :
– Dilema etis : Dewan Sensor Aborsi (cegah
medikalisasi berlebihan/White C. Crime
profesional medis)
– Etika Sosial : Tarif murah/gratis.
– Dokter pelaksana terpisah & diberi kebebasan
memilih/menolak setiap saat.
RX Masy & Proses Hukum (Pro
choice)
• Legalisasi aborsi dgn kriteria ketat
• Bentuk >>> pusat pelayanan aborsi bermutu,
hanya oleh pemerintah, tarif murah, terkendali
(bebas calo), tidak eksploitatif dan tidak
viktimisasi ganda.
• Pemberdayaan perempuan
• Pemanfaatan teknologi reproduksi
• Cegah monopoli teknologi reproduksi
• Sanksi tegas & kriminalisasi bagi pelanggar
Nilai - Norma
Nilai
• tidak konkrit (bukan fakta observasional empiris)
• subyektif
– (dasar/motivasi keinginan, cita-cita, harapan dan pertimbangan
internal/batiniah manusia secara sadar/nirsadar ketika bersikaptindak-perilaku).
Norma
• Konkrit
• Obyektivasi nilai
JENIS NORMA
• etika (dalam arti sempit)
– tujuan kebaikan hidup pribadi atau
kebersihan/kemurnian hati nurani/akhlaki (kaidah intrapribadi).
• hukum
– tujuan kedamaian hidup bersama (kaidah antar-pribadi).
• kesopanan
– tujuan kesedapan atau keelokan hidup bersama (kaidah
antar-pribadi).
• agama/kepercayaan
– tujuan kesucian aklhak & keselamatan dunia & akhirat
(kaidah intra-pribadi)
Three elements are necessary to
constitute the crime :
– Sexual intercourse (Carnal knowledge)
– Failure to seek or to obtain the consent of the
victim.
– Force
Carnal knowledge is the slightest
penetration of the labia minor by the penis.
Hymeneal penetration or ejaculation is not
necessary.
Force may involve the use of violence,
threat of violence or coercion.
Spektrum bukti perkosaan
• Bukti
• Bukti
• Bukti
• Bukti
• Bukti
utama-ideal
utama-optimal
utama-minimal
koroboratif
pelengkap
Bukti utama-ideal
• eyakulasi intravaginal/intravulvar
(cairan mani dan spermatozoa
pelaku) dalam vagina dan atau
vulva korban
• adanya penetrasi penis total atau
parsial
• kekerasan berupa perlukaan baik di
tubuh secara umum maupun khusus di
daerah erogen, termasuk sekitar
vagina
Bukti utama-ideal (2)
• ancaman kekerasan berupa ketakutan
dan gangguan kejiwaan lainnya pada
korban yang dapat diamati secara
obyektif
• anamnesis saksi-korban yang sesuai
dengan gejala tersebut butir d.
• adanya tanda persetubuhan berupa
sel epitel vagina korban KSTP pada
penis pelaku (yang tertangkap).
Bukti utama-optimal
• Mirip dengan bukti utama-ideal
• tanpa disertai eyakulasi (1.a.),
tanpa tanda ancaman kekerasan
(1.d.) , anamnesis saksi-korban
(1.e.) dan tanpa data dari pihak
pelaku (1.f.)
• atau hanya eyakulasi tanpa yang
lain
Bukti utama-minimal
• Bukti utama-minimal adalah
adanya penetrasi parsial
penis saja tanpa disertai
kelainan lainnya (sebagian
1.b.)
Penetrasi penis klasik
• paksaan penis ke vagina korban : regangan
robekan labia dan vagina
• Robekan hymen baru bekuan
darah/perdarahan, tanpa reaksi peradangan
pada kesaksian korban daerah robekan “jam
5 dan jam 7” (korban litotomi)
• Rugae (lipatan) vagina cepat menghilang selaput lendirnya menjadi rata.
Penetrasi (2)
• Kemerahan, bengkak sekitar vagina,
bengkak dan berlendirnya mukosa introitus,
klitoris dan labia minora (walaupun hal ini
bisa akibat manipulasi dengan tangan)
• Cairan mani dalam vagina (bukti konklusif),
kecuali penis hanya menempel di atas
vagina dan terjadi eyakulasi dengan
penetrasi oleh cairan mani sendiri.
Bukti koroboratif :
• bukti medis tambahan yang
memperkuat pengakuan
perempuan-korban bahwa telah
terjadinya perkosaan seperti
hanya ditemukannya bukti 1.c
dan 1.f. saja pada korban
• sodomi dengan 1.a. dan 1.b
Bukti pelengkap
• bukti “non-medis” yang
melengkapi unsur
• anamnesis (pengakuan) korban
KSTP (1.e. saja).
TANDA KDRT
• TIDAK BICARA SENDIRI
• DIAWASI TERUS OLEH
PASANGANNYA
• KELUHAN KHRONIS TANPA
PENYAKIT
• CEDERA YG TAK JELAS SEBABNYA
• TRAUMA FISIK PADA KEHAMILAN
• RIWAYAT PERCOBAAN BUNUH DIRI
• BEBERAPA CEDERA DENGAN
BERBAGAI TAHAP PENYEMBUHAN
• CEDERA YG TAK SESUAI DENGAN
KETERANGAN
• INFEKSI TR UROGENITAL
• SINDROMA GANGGUAN
PENCERNAAN
• GANGGUAN SEKSUAL
• GANGGUAN MENTAL
GINEKOLOGIS
• USAHAKAN AGAR SELALU
DILAKUKAN (HARUS ADA CONSENT)
• DYSURI, GANGGUAN MENSTRUASI,
PERDARAHAN PER-VAG, MASALAH
SEKS, NYERI DUBUR, DLL
• CEDERA DI BAGIAN LUAR : PUBIS, V /
V, PERINEUM, ANUS
• LAKUKAN SEPERTI PADA KORBAN
KEJAHATAN SEKSUAL
PEMERIKSAAN KORBAN
KEKERASAN SEKSUAL
• PEMBUKTIAN ADANYA KEKERASAN,
TERMASUK “PERACUNAN”
– LUKA SEDERHANA TAPI RELEVAN ?
• PEMBUKTIAN PERSETUBUHAN
– PENETRASI
• SELAPUT DARA DAN TRAUMA VULVA / VAGINA
– EJAKULASI
• SPERMA DAN SEMEN
• USIA KORBAN : Statutory rape ?
PPNS
Cara Perlukaan
133 KUHAP
PENELITIAN :
TEMUKAN DUGAAN TINPID
216 KUHP
PENYIDIKAN o/ PENYIDIK
VeR +/- KETERANGAN AHLI
MEMBUAT TERANG PERKARA
186 KUHAP MENEMUKAN TERSANGKA
• Tak wajar
– Kecelakaan
• Korban terbatas
• Korban massal
– Percob Bunuh diri : idem
– Percob Pembunuhan : idem
• Wajar
– Tua
– Sakit
• Tak dpt ditentukan
ALAT
PENUNTUTAN o/ JPU
BUKTI
184 KUHAP
VONIS
179 KUHAP PERADILAN o/ MAJELIS HAKIM
Jo 224 KUHP
2 ALAT BUKTI +
KEYAKINAN HAKIM
(183 KUHAP)
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Bahan Bukti Biologis Pra – VER/SKM
Kasus Kejahatan dengan kekerasan Fisik/Mental/Seksual
RUMAH SAKIT
TKP
Kantor Polisi
OBYEK
Bukti Biologis :
Darah, Cairan Mani,
Sperma, Saliva,
Rambut
SPV IDEAL
Pelaku
Korban
SPV OPTIMAL
Pemeriksaan Laboratorium Forensik di
Instalasi Penunjang Medik RS
187 KUHAP – srt
RA-JAL
Pengungkapan Secara Ilmiah via
SKM atau VeR
184 (1) KUHAP – atas sumpah
IGD
RA-NAP
FORENSIK KLINIK
Biaya Negara
136 KUHAP – u/ RS
229 (1) KUHAP – u/Dr
SPV “OPTIMAL”
• DATANGNYA “SETELAH PASIEN/KORBAN
KE DR/RS” yg kondisi (luka) korban sdh berubah
• RAHASIA KEDOKTERAN tdk masalah
– PP 10 / 1966 jo ps 322 KUHP WAJIB SIMPAN RHS ps
2 ada lex specialis pengecualian bila ada SPV berbasis
UU (133 KUHAP)
– UU 29/2004 PS 48 PENGECUALIAN:
• KEPENTINGAN KESEHATAN PASIEN
• PERMINTAAN AP PENEGAK HUKUM DALAM RANGKA
PENEGAKAN HUKUM
• PERMINTAAN PASIEN
• KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
Download