Agus Purwadianto DEFINISI ABORTUS : • HUKUM : KELUARNYA BAYI DARI RAHIM IBUNYA SEBELUM SAATNYA DILAHIRKAN (0 - 9 BULAN) • MEDIS : JANIN YANG BELUM LAIK HIDUP DI LUAR RAHIM IBU (< 20 MINGGU ATAU < 1000 GRAM) PEMBAGIAN ABORTUS : • 1. SPONTAN : (10 - 15 %) KEHAMILAN NORMAL • 2. PROVOCATUS (DISENGAJA): ABORTUS PROVOCATUS : • MEDISINALIS (ATAS INDIKASI MEDIS IBU DAN ATAU JANIN) – DISEBUT : TERMINASI KEHAMILAN – JANIN : BISA HIDUP / BISA MATI • KRIMINALIS (TAK ADA INDIKASI MEDIS) – ALASAN PSIKOLOGIS (PERKOSAAN, INCEST) – ALASAN SOSIOLOGIS DLL BATASAN USIA JANIN KELAIKHIDUPAN : (WHO) • 1. ABORTUS : < 20 MINGGU ATAU < 1000 GRAM 2. IMATUR : 20 - 28 MINGGU ATAU 1000 - 2500 GRAM 3. PREMATUR : 28 - 32 MINGGU (2500 - 3500 GRAM) 4. MATUR : 32 MINGGU 5. POSTMATUR : > 32 MINGGU HUKUM POSITIF (1): • SEMUA ABORSI ADALAH ILEGAL (KUHP) : LEX GENERALIS – ps. 346 : ancaman bagi si ibu-PELAKU Ps 347 : ancaman bagi penggugur (awam) tanpa ijin ibu Ps 348 : ancaman bagi penggugur (awam) dengan ijin ibu Ps 349 : ancaman bagi penggugur tenaga kesehatan dengan atau tanpa ijin ibu (DR + 1/3 SANKSI) HUKUM POSITIF (2) Ps 299 : ancaman bagi pemberitahu atau pemberi harapan Ps 535 : ancaman bagi promotor • KECUALI : ATAS INDIKASI MEDIS (PS. 15 UU NO. 23/92) : LEX SPESIALIS – atas indikasi ibu : keselamatan jiwa !!!!! +/– atas indikasi janin : keselamatan janin !!! PENJAHAT ABORSI (1) • Ibu kandung (penggugur langsung + korban) : sanksi < = 4 thn • Orang awam penggugur langsung - ijin korban : < = 12 thn (hidup)/ < = 15 thn (mati) • Orang awam penggugur langsung + ijin korban : < = 7 tahun (hidup)/ < = 9 thn (mati) PENJAHAT ABORSI (2) • Nakes (DR/SpOG, bidan, tukang obat) : idem + 1/3 maks & cabut SIP • Penggugur tdk langsung (awam) : calo, pemilik klinik dll : < = 4 thn atau denda 3000 rph; (nakes) : + 1/3nya & cabut SIP • Promotor : kurungan < = 3 bln atau denda < = 300 rph • Semua : penjara < = 15 thn + denda < = PASAL-PASAL TENTANG ABORSI DALAM 2 (dua) UU Baru 1. 2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga UU 36/2009 ttg Kesehatan Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tida dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. UU 36/2009 ttg Kesehatan Lanjutan Pasal 75 (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. UU 36/2009 ttg Kesehatan Penjelasan Pasal 75: Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “konselor” dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orangyang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu. Ayat (4) Cukup jelas. UU 36/2009 ttg Kesehatan Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. • Penjelasan : Cukup jelas. UU 36/2009 ttg Kesehatan Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU 36/2009 ttg Kesehatan Penjelasan Pasal 77: Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis. UU 36/2009 ttg Kesehatan Pasal 194 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). UU 52/2009 ttg PKdPK Pasal 21 ayat (3) (3) Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung pengertian bahwa dengan alasan apapun promosi aborsi sebagai pengaturan kehamilan dilarang. Konsekuensi pasal 15 (UU Kes lama): • Hrs ada PP “TMT” lbh dulu • aborsi = TMT = “tindakan medis ttt” • limitatif a.i. medik (bukan i. sosial) • aborsi = dpt terminasi kehamilan • pertimbangan > = 2 dokter / ahli lainnya • di klinik resmi/berijin • informed consent ALASAN ABORSI • Darurat/gawat (penyelamatan nyawa) • Sejarah • Kejiwaan • Sosial • Eksistensial TAZAHUM : MENDAHULUKAN • hukum menyempitkan > memberikan keluasan. • yg tdk ada penggantinya > ada penggantinya. • sesuatu yg sdh ditentukan > sesuatu yg berikan pilihan. • yg lebih penting/pokok/ushul > yg penting/cabang/furu’. • yg lebih berbahaya > yg berbahaya. A.F. Mohsen Ibrahim. 1997 Jenis sanksi : • Etis • Hukum • Administratif • Sosial Sanksi Etis : • oleh MKEK IDI – – – – – – teguran lisan penasehatan pengucilan dari kelompok teguran tertulis/peringatan penyekolahan kembali (reschooling) usulan pencabutan ijin praktek (Permenkes 512/2007) Sanksi Hukum : • oleh Pengadilan Negeri/Tinggi/MA – pidana penjara : + 1/3nya (karena profesional) : s/d 12 - 15 tahun – penjara s/d 15 th + pidana denda (s/d Rp. 500 juta) : ps. 80 UU Kesehatan – perdata : bila si ibu/keluarga merasa dirugikan Sanksi Administratif : • oleh MDTK/Depkes – penundaan perpanjangan ijin praktek – pencabutan ijin praktek (oleh Depkes) – pemindahan tempat kerja Sanksi Sosial • oleh masyarakat • pemberitaan pers • pemboikotan • penyebarluasan aib • pemerasan (oleh oknum) • kerja bakti/sosial : sabbatical life • dll PEMBUKTIAN (KUMULATIF) • Pengakuan penggugur langsung/tidak. • Pengakuan perempuan pelaku/korban. • Janin/orok yg msh hidup dlm kandungannya • Sebab kematian janin “bukan akibat penyakit”/abortus spontan • Janin = anak kandung perempuan penggugur. • Janin dikeluarkan/dihentikan kehamilannya oleh pelaku secara paksa (sengaja) • Saksi mata yg memperkuat. BUKTI janin (Forensik) • Janin/orok bukan IUFD, namun belum bernafas. • Usia janin = usia kehamilan ibu • Sebab kematian janin : trauma fisik/kimiawi, keracunan. • Gol darah, DNA janin ada unsur gen dari ibu-penggugur. • intervensi ketuban/plasenta + partus buatan : zat & alat sesuai (kehamilan trimester terakhir). BUKTI ibu (Forensik) • Tanda pernah hamil/melahirkan ibu (tersangka) • Tanda trauma fisik ibu. • Kadar obat penggugur darah ibu. • Gol. Darah & DNA ibu cocok. • alat pengguguran di tubuh (kehamilan trimester terakhir). KESULITAN BUKTI (Forensik) • Pencampuran > 1 janin dlm 1 tempat yg sama • DD/ Blighted ovum • Sulit memilah (DD/) abortus spontan dgn abortus imminens disengaja ETIKA DEONTOLOGIS • SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR SUMPAH DOKTER “saya akan menghormati setiap hak hidup insani mulai dari saat pembuahan” • SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR KODE ETIK KEDOKTERAN (PS. 10 KODEKI-IDI) “setiap dokter senantiasa mengingat kewajibannya menghormati kehidupan manusia sejak saat pembuahan” ETIKA TELEOLOGIS (1) • Pengalaman Empirik “ibu hamil yg sakit/kondisi tertentu akan mati bila kehamilannya diteruskan” • SEMUA IBU HAMIL tersebut yg darurat (bahaya fisik &/ jiwa) setelah dilakukan terminasi kehamilan/ABORSI akan selamat • dokter wajib menolong ibu yg demikian dengan terminasi kehamilannya ETIKA TELEOLOGIS (2) • Pengalaman empirik : • janin cacat berat dpt terdeteksi pralahir yg takkan hidup berkualitas sbg manusia kelak • penghentian kelanjutan hidup janin (terminasi kehamilan ibu) pasti meringankan beban/jiwa orangtua tsb • dokter sebaiknya melakukan aborsi bayi tsb Pertentangan Abadi Aborsi = Hk positif RI Etika deontologis Prolife Pertentangan Abadi Aborsi Prochoice Etika Teleologis Kenyataan Sos Pertentangan Abadi Aborsi Pro Life Dilema Etik Pro Choice Hak Janin Hak Ibu Faktor-faktor penyebab Kejahatan Aborsi Eksistensial = ilegal Sosial : Masyarakat Permisif Sejarah/ nekrofilia/ agresi Ekses Medikalisasi Profesional ABORSI Dikte Kekuasaan Pok Pro Choice Gov’t Will (-) Kelemahan Suara Hati Kelemahan Pro Life Resolusi Konflik Hukum Aborsi Dewan Sensor Komposisi Dewan Sensor Aborsi Tokoh Ulama Budayawan/ Ethicist Wakil Pemerintah Dewan Sensor Fuqaha Sosiolog/ Feminist Dokter Non SpOG Pelaksana Psikolog/ Psikiater Ahli Lainnya Keputusan Dewan Sensor Pasien /Klien Dewan Sensor OK Dr = Pelaksana No ! Panti Asuhan Analisis Sosioyuridis Legalisasi Aborsi • Perhatikan disinsentif & insentif sosial dan yuridis • Kompromikan antara pro choice & pro life (seimbang) Disinsentif yuridis • Semua penggugur & promotor kena sanksi (KUHP) : korban = pelaku (peremp) • Sulit/tak mungkin ada pelaporan delik : hidden/semi-organized crime • Tak ada sanksi bagi laki-laki penyebab hamil nirkehendaki • Sulitnya pembuktian (kumulatif) Disinsentif sosial • Pilihan terlogis perempuan korban (sekaligus pelaku) • Struktur budaya masyarakat : aib/malu keluarga • Pengaruh NKKBS / gagal KB • Abuse OKNUM medis Insentif sosial • Penghasilan amat besar & MUDAH bagi pelaku non ibu • Berlindung dibalik otonomi keluhuran profesi = WCC • Menunjang program KB • Sikap permisif-modern thd free sex • Kehendak politik pem (-) • Kebijakan kriminal hulu - hilir (-) Insentif yuridis • PERLUASAN INDIKASI MEDIK MENJADI INDIKASI SOSIAL • KETIDAKJELASAN HUKUM = KESEPAKATAN PROFESI A/D KESULITAN PEMBUKTIAN HUKUM White Collar Crime Fraud,orang terhormat • Professional-Occupational Crime DR, berlindung kemuliaan/jabatan profesi Hidden Crime Ilegal-kolektif, need banyak, mahal Semi-Organized Crime Calo, pemilik/pemodal, keamanan, perijinan Spektrum Kejahatan Aborsi Public Policy (Pro life) • Pelaku = amoral, bukan “pelindung kepent umum” (mala prohibita). • Peran MDTK +/ MKEK >>> & transparan • Sanksi @ ijin praktek baru/perpanjangan • Standarisasi kualitas FK • Lindungi PPDS/mhsw-FK /nakes hrs aborsi sbg syarat kompetensi. • Sanksi pidana laki kausa hamil nirkehendaki teraborsi Aspek hukum Public Policy (Pro life) : • Perlu yurisprudensi substantif-material ttg kepastian indikasi medik sebagai lex specialis (sebelum PP jo ps 15 UU No. 23/1992) • Kriminalisasi/cegah legalisasi sepihak • Standar profesi& SOP bagi SpOG & jajarannya a.i. medik • Sumpah dr jangan diubah • SpOG/DR sbg hakim ad-hoc PN Aspek karir kriminal pelaku • Penyadaran terus menerus etika deontologis • Cegah paparan DR/bidan/SpOG ke abortus kriminalis (mis pemanfaatan materi kasus aborsi spontan sbg syarat kompetensi) • Cegah stigmatisasi dini pelaku/penyimpang • Klub DR/nakes anti aborsi • Klub mantan pelaku aborsi yg sudah insyaf + siraman rohani Aspek Dukungan Kelompok • Ubah sikap permisif masyarakat di free sex • Program pendidikan seks terkontrol • Perlindungan perempuan korban : OSCC, panti calon ibu & bayi • Menerima norma kegagalan KB • Reward dokter yang bersusila & insyaf/taubat • Reintegrative shaming bagi pelaku “membandel” Aspek Hubungan Kejahatan & Perilaku Yang Tidak Jahat • Visi altruisme klinik/RB/RS • Penetapan “daerah kelabu” sbg “ cenderung “hitam” • Permudah& permurah biaya persalinan • Audit RB dkk agar tidak SC minded • Rekrut nakes integritas tinggi • Rohaniawan/etikus anggota Komite Medik • Hindari KKN RX Masy & Proses Hukum (1) • social marketing aborsi non indikasi medik = amoral. • Opini massa memelihara kehamilan janin tak berdosa= mulia/fardhu kifayah • Santuni anak-anak hasil hubungan gelap • Galakkan program adopsi dan orangtua asuh. RX Masy & Proses Hukum (2) • Penjarakan DR abortur (efek umum dan khusus penjeraan). • Cabut ijin klinik/RS/RB terbukti melanggar. • Persulit perpanjangan ijin klinik / dokter yang “nakal”. • Galakkan konseling calon ibu-ibu ingin aborsi. • Dewan sensor aborsi tiap kota, kriteria ketat RX Masy & Proses Hukum (3) • Sebar fasilitas terminasi kehamilan di banyak tempat (de-satelit-isasi) • Penyuluhan hukum bagi ibu/remaja perempuan. • Penyuluhan berkala etika bagi dokter, paramedis & nakes. • Kampanye konsisten etika deontologis • Kriminalisasi bagi penggugur kandungan & laki2 penyebab Penanggulangan Aborsi (legal) • PP TMT segera dibentuk • Sementara blm : Hak diskresi Menkes/Kadinkes setempat menjabarkan TMT dgn catatan : – Dilema etis : Dewan Sensor Aborsi (cegah medikalisasi berlebihan/White C. Crime profesional medis) – Etika Sosial : Tarif murah/gratis. – Dokter pelaksana terpisah & diberi kebebasan memilih/menolak setiap saat. RX Masy & Proses Hukum (Pro choice) • Legalisasi aborsi dgn kriteria ketat • Bentuk >>> pusat pelayanan aborsi bermutu, hanya oleh pemerintah, tarif murah, terkendali (bebas calo), tidak eksploitatif dan tidak viktimisasi ganda. • Pemberdayaan perempuan • Pemanfaatan teknologi reproduksi • Cegah monopoli teknologi reproduksi • Sanksi tegas & kriminalisasi bagi pelanggar Nilai - Norma Nilai • tidak konkrit (bukan fakta observasional empiris) • subyektif – (dasar/motivasi keinginan, cita-cita, harapan dan pertimbangan internal/batiniah manusia secara sadar/nirsadar ketika bersikaptindak-perilaku). Norma • Konkrit • Obyektivasi nilai JENIS NORMA • etika (dalam arti sempit) – tujuan kebaikan hidup pribadi atau kebersihan/kemurnian hati nurani/akhlaki (kaidah intrapribadi). • hukum – tujuan kedamaian hidup bersama (kaidah antar-pribadi). • kesopanan – tujuan kesedapan atau keelokan hidup bersama (kaidah antar-pribadi). • agama/kepercayaan – tujuan kesucian aklhak & keselamatan dunia & akhirat (kaidah intra-pribadi) Three elements are necessary to constitute the crime : – Sexual intercourse (Carnal knowledge) – Failure to seek or to obtain the consent of the victim. – Force Carnal knowledge is the slightest penetration of the labia minor by the penis. Hymeneal penetration or ejaculation is not necessary. Force may involve the use of violence, threat of violence or coercion. Spektrum bukti perkosaan • Bukti • Bukti • Bukti • Bukti • Bukti utama-ideal utama-optimal utama-minimal koroboratif pelengkap Bukti utama-ideal • eyakulasi intravaginal/intravulvar (cairan mani dan spermatozoa pelaku) dalam vagina dan atau vulva korban • adanya penetrasi penis total atau parsial • kekerasan berupa perlukaan baik di tubuh secara umum maupun khusus di daerah erogen, termasuk sekitar vagina Bukti utama-ideal (2) • ancaman kekerasan berupa ketakutan dan gangguan kejiwaan lainnya pada korban yang dapat diamati secara obyektif • anamnesis saksi-korban yang sesuai dengan gejala tersebut butir d. • adanya tanda persetubuhan berupa sel epitel vagina korban KSTP pada penis pelaku (yang tertangkap). Bukti utama-optimal • Mirip dengan bukti utama-ideal • tanpa disertai eyakulasi (1.a.), tanpa tanda ancaman kekerasan (1.d.) , anamnesis saksi-korban (1.e.) dan tanpa data dari pihak pelaku (1.f.) • atau hanya eyakulasi tanpa yang lain Bukti utama-minimal • Bukti utama-minimal adalah adanya penetrasi parsial penis saja tanpa disertai kelainan lainnya (sebagian 1.b.) Penetrasi penis klasik • paksaan penis ke vagina korban : regangan robekan labia dan vagina • Robekan hymen baru bekuan darah/perdarahan, tanpa reaksi peradangan pada kesaksian korban daerah robekan “jam 5 dan jam 7” (korban litotomi) • Rugae (lipatan) vagina cepat menghilang selaput lendirnya menjadi rata. Penetrasi (2) • Kemerahan, bengkak sekitar vagina, bengkak dan berlendirnya mukosa introitus, klitoris dan labia minora (walaupun hal ini bisa akibat manipulasi dengan tangan) • Cairan mani dalam vagina (bukti konklusif), kecuali penis hanya menempel di atas vagina dan terjadi eyakulasi dengan penetrasi oleh cairan mani sendiri. Bukti koroboratif : • bukti medis tambahan yang memperkuat pengakuan perempuan-korban bahwa telah terjadinya perkosaan seperti hanya ditemukannya bukti 1.c dan 1.f. saja pada korban • sodomi dengan 1.a. dan 1.b Bukti pelengkap • bukti “non-medis” yang melengkapi unsur • anamnesis (pengakuan) korban KSTP (1.e. saja). TANDA KDRT • TIDAK BICARA SENDIRI • DIAWASI TERUS OLEH PASANGANNYA • KELUHAN KHRONIS TANPA PENYAKIT • CEDERA YG TAK JELAS SEBABNYA • TRAUMA FISIK PADA KEHAMILAN • RIWAYAT PERCOBAAN BUNUH DIRI • BEBERAPA CEDERA DENGAN BERBAGAI TAHAP PENYEMBUHAN • CEDERA YG TAK SESUAI DENGAN KETERANGAN • INFEKSI TR UROGENITAL • SINDROMA GANGGUAN PENCERNAAN • GANGGUAN SEKSUAL • GANGGUAN MENTAL GINEKOLOGIS • USAHAKAN AGAR SELALU DILAKUKAN (HARUS ADA CONSENT) • DYSURI, GANGGUAN MENSTRUASI, PERDARAHAN PER-VAG, MASALAH SEKS, NYERI DUBUR, DLL • CEDERA DI BAGIAN LUAR : PUBIS, V / V, PERINEUM, ANUS • LAKUKAN SEPERTI PADA KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL PEMERIKSAAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL • PEMBUKTIAN ADANYA KEKERASAN, TERMASUK “PERACUNAN” – LUKA SEDERHANA TAPI RELEVAN ? • PEMBUKTIAN PERSETUBUHAN – PENETRASI • SELAPUT DARA DAN TRAUMA VULVA / VAGINA – EJAKULASI • SPERMA DAN SEMEN • USIA KORBAN : Statutory rape ? PPNS Cara Perlukaan 133 KUHAP PENELITIAN : TEMUKAN DUGAAN TINPID 216 KUHP PENYIDIKAN o/ PENYIDIK VeR +/- KETERANGAN AHLI MEMBUAT TERANG PERKARA 186 KUHAP MENEMUKAN TERSANGKA • Tak wajar – Kecelakaan • Korban terbatas • Korban massal – Percob Bunuh diri : idem – Percob Pembunuhan : idem • Wajar – Tua – Sakit • Tak dpt ditentukan ALAT PENUNTUTAN o/ JPU BUKTI 184 KUHAP VONIS 179 KUHAP PERADILAN o/ MAJELIS HAKIM Jo 224 KUHP 2 ALAT BUKTI + KEYAKINAN HAKIM (183 KUHAP) LEMBAGA PEMASYARAKATAN Bahan Bukti Biologis Pra – VER/SKM Kasus Kejahatan dengan kekerasan Fisik/Mental/Seksual RUMAH SAKIT TKP Kantor Polisi OBYEK Bukti Biologis : Darah, Cairan Mani, Sperma, Saliva, Rambut SPV IDEAL Pelaku Korban SPV OPTIMAL Pemeriksaan Laboratorium Forensik di Instalasi Penunjang Medik RS 187 KUHAP – srt RA-JAL Pengungkapan Secara Ilmiah via SKM atau VeR 184 (1) KUHAP – atas sumpah IGD RA-NAP FORENSIK KLINIK Biaya Negara 136 KUHAP – u/ RS 229 (1) KUHAP – u/Dr SPV “OPTIMAL” • DATANGNYA “SETELAH PASIEN/KORBAN KE DR/RS” yg kondisi (luka) korban sdh berubah • RAHASIA KEDOKTERAN tdk masalah – PP 10 / 1966 jo ps 322 KUHP WAJIB SIMPAN RHS ps 2 ada lex specialis pengecualian bila ada SPV berbasis UU (133 KUHAP) – UU 29/2004 PS 48 PENGECUALIAN: • KEPENTINGAN KESEHATAN PASIEN • PERMINTAAN AP PENEGAK HUKUM DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM • PERMINTAAN PASIEN • KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN