Filsafat Ilmu dan Logika - 201531048

advertisement
Filsafat Ilmu dan Logika
Amanah Tri Novianti
201531048
Kesehatan Masyarakat
Pengaruh Seks Bebas terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
I.
Rumusan Masalah
Adakah pengaruh seks bebas dengan kesehatan reproduksi remaja?
II.
Kerangka Teori
Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun
secara sosial. Remaja pada masa peralihan tersebut kemungkinan besar dapat mengalami
masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kondisi
tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang
kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan
perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk
informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa
menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai
informasi bisa diakses oleh para remaja melalui internet atau majalah yang disajikan baik
secara jelas dan secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada
penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang berisiko, misalnya
penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat.
Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seks bebas menempatkan remaja pada
tantangan risiko yang berat terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun
kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan anak, 4 juta melakukan aborsi, dan
hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang masih dapat disembuhkan.
Secara global, 40% dari semua kasus HIV/AIDS terjadi pada kaum muda 15-24 tahun.
Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7000 remaja yang terinfeksi HIV (UNAIDS, 1998).
Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan hingga Maret 2007 mencapai 14.628 orang.
Sedangkan kasus AIDS sudah mencapai 8.914 orang, separuh atau 57,4 % dari kasus ini
adalah kaum muda yang umurnya 15-29 tahun (Depkes, 2007).
Di Indonesia ada sekitar 16-20% dari remaja yang berkonsultasi telah melakukan
hubungan seks pranikah, jumlah kasus ini cenderung naik. Itu bisa dilihat dengan
meningkatnya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mencapai 2,3 juta per tahun. Di Jawa
tengah ada sekitar 60 ibu yang melakukan aborsi perbulan atau sekitar 720 per tahun.
Tragisnya 15-30% dari perilaku aborsi itu adalah remaja yang berstatus siswi SMP (Sekolah
Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas), hal ini menunjukkan rentannya
remaja terhadap masalah seks bebas (Usi, 2007).
Yang lebih memprihatinkan lagi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) mencatat hasil survei pada 2010 menunjukkan, 51 % remaja di
Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Hasil survei untuk beberapa wilayah lain di
Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja, misalnya saja di Surabaya tercatat
54 %, di Bandung 47 %, dan 52 % di Medan. Hasil penelitian di Yogya dari 1.160 mahasiswa,
sekitar 37 % mengalami kehamilan sebelum menikah.
Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian remaja banyak yang tidak
memikirkan dampak dari dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kehamilan yang tidak
dikehendaki dan penyakit hubungan seksual. Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat terjadi
setiap saat sebab mereka biasanya hanya memikirkan kesenangan dan kenikmatan sesaat
saja tanpa memikirkan akibatnya yang sangat merugikan remaja putri. Jika dibandingkan
dengan remaja putra, remaja putri paling rentan dalam menghadapi masalah kesehatan
sistem reproduksinya. Secara anatomis remaja putri lebih mudah terkena infeksi dari luar
karena bentuk dan letak organ reproduksinya yang dekat dengan anus. Dari segi fisiologis,
remaja putri akan mengalami menstruasi, kehamilan di luar nikah, aborsi, dan perilaku seks
di luar nikah yang berisiko terhadap kesehatan reproduksinya. Selain itu dari segi sosial,
remaja putri sering mendapatkan perlakuan kekerasan seksual dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Namun perilaku seks bebas remaja dan resiko kesehatan reproduksi remaja ini dapat
diminimalisir dengan adanya pendidikan agama dan akhlak, bimbingan orang tua, dan
pendidikan seks serta pengetahuan yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja ini dapat ditingkatkan dengan
pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan
reproduksi di usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi,
tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan
yang tidak diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi.
III.
Hipotesis
Ada banyak faktor yang memicu terjadinya sex bebas dikalangan remaja, antara lain faktor
kebudayaan barat yang tidak sesuai dengan kebudayaan timur dan perkembangan teknologi
yang semakin canggih. Dari faktor-faktor tersebut, semuanya mempunyai dampak negatif
dan positif bagi remaja. Jika kita bisa mengendalikannya maka akan memberikan dampak
positif, tetapi sebaliknya jika tidak bisa mengendalikan maka akan berdampak negatif.
IV.
Daftar Pustaka
Kauma, Fuad. 2002. Sensasi Remaja
Penanggulangannya. Jakarta: Kalam Mulia.
di
Masa
puber:
Dampak
Negatif
dan
Miron, Amy G. dan Miron, Charles D. 2006. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks kepada
Remaja: Panduan Guru dan Orang Tua. Jakarta: Esensi.
Download