BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar/Umum 2.1.1 Komunikasi Massa Dedy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2005: 62) mengutip pernyataan dari Harorl D. Lasswell. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat apa atau hasil apa. (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?). Nurudin, M.SI., dalam bukunya pengantar komunikasi massa (2007:296) mengutip pernyataan dari Joseph A. devito. komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita. Nurudin, M.SI., dalam bukunya pengantar komunikasi massa (2007:296) mengutip pernyataan dari Profesor George gerbner. Menurut teori Kultivasi, televisi menjadi media atau alat utama di mana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Persepsi apa 9 10 yang terbangun di benak penonton tentang masyrakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak penonton dengan televisi, ia belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya, serta adat kebiasaannya. Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antaranggota masyrakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Televisi, sebagimana yang pernah dicermati oleh Gerbner dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik”. Nurudin, M.SI., dalam bukunya pengantar komunikasi massa (2007:296) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi komunikasi massa, terdiri dari : a) Informasi b) Hiburan c) Persuasi d) Transmisi Budaya e) Mendorong Kohesi Sosial f) Pengawasan g) Korelasi h) Pewarisan Sosial i) Melawan Kekuasaan dan Kekuatan Represif j) Mengugat Hubungan Trikotomi. Nurudin, M.SI., dalam bukunya pengantar komunikasi massa (2007:296) mengemukakan ada beberapa elemen dalam komunikasi massa, yaitu : a) Komunikator 11 b) Isi c) Audience d) Umpan Balik e) Gangguan saluran f) Gatekeeper g) Filter 2.1.2 Periklanan 2.1.2.1 Iklan Periklanan telah menjadi fenomena dalam persaingan bisnis yang ketat. Kegiatan memperkenalkan barang dan jasa perusahaan dilakukan dengan cara beriklan. Setiap perusahaan berusaha untuk memenangkan kompetisi dengan mengandalkan iklan. Di samping itu, iklan menurut Tinarbuko (2007: 1) merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya para konsumen. Iklan merupakan bagian dari pemasaran suatu produk. Soemanagara, Rd., dalam bukunya strategi marketing communication : konsep strategis dan terapan (2006 : 132) mengutip pernyataan Grifin dan Ebert yang menyebutkan bahwa iklan adalah pembayaran, komunikasi mengidentifikasikan nonpersonal sponsor untuk yang digunakan menginformasikan untuk kepada pendengar tentang sebuah produk. Kotler dan Amstrong (2004 : 641) menyatakan tujuan periklanan adalah sebagai berikut : 12 1. Menginformasikan a. Menceritakan kepada pasar tentang produk baru. b. Menganjurkan kegunaan produk baru tertentu. c. Menginformasikan pasar tentang perubahan harga. d. Menjelaskan cara kerja produk. e. Mengambarkan layanan yang tersedia. f. Mengoreksi kesan yang salah. g. Mengurangi ketakutan pembeli. h. Menciptakan citra perusahaan. 2. Membujuk a. Menciptakan prefensi merek. b. Mendorong pergantian merek anda. c. Mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk. d. Membujuk pelanggan itu membeli sekarang. e. Membujuk pelanggan untuk menerima tenaga penjual. 3. Mengingatkan a. mengingatkan pelanggan bahwa produk itu mungkin diperlukan dalam waktu dekat. b. Mengingatkan pelanggan dimana membeli produk tersebut. c. Mempertahankan produk tersebut tetap ada dibenak konsumen selama bukan musimnya. d. Mempertahankan konsumen. kesadaran tertinggi dibenak 13 Untuk membuat iklan yang dapat menarik perhatian konsumen maka perusahaan harus memulai dengan mengidentifikasikan target pasar dan motif pembelian. Kotler, Philip dalam bukunya manajemen pemasaran : analisis, perencanaan, implementasi & kontrol (2005: 277) mengemukakan adanya lima keputusan utama dalam membuat program periklanan, yang disebutnya dengan lima M (Mission, Money, Message, Media, Measurement) yaitu: 1. Misi (Mission), apakah tujuan dan misi dari iklan tersebut? 2. Uang (Money), menentukan budget untuk menentukan berapa banyak yang dapat dibelanjakan? 3. Pesan (Message), apa yang akan disampaikan untuk menarik perhatian konsumen? 4. Media (Media), media apa yang akan digunakan? 5. Pengukuran (Measurement), bagaimana mengevaluasi hasilnya? Iklan selain berfungsi untuk memberikan informasi barang dan jasa kepada konsumen, juga dapat memperlihatkan image perusahaan kepada khalayak. Iklan merupakan instrumen pemasaran modern yang aktivitasnya didasarkan pada pemikiran-pemikiran komunikasi. Menurut Max Sutherland dan Allice Sylvester (2007 : 133136), pada dasarnya iklan yang satu dengan iklan yang lainnya sangat berbeda, sekalipun unsur-unsur dasarnya banyak memiliki kesamaan seperti unsur suara, musik, dan gambar. Pesan yang disampaikan barang kali sama hanya bentuk iklannya saja yang dikemas berbedabeda. Sebagimana diketahui, penggabungan unsur-unsur pelaksanaan 14 didalam periklanan dapat membantu mengarahkan proses mental konsumen terhadap suatu iklan produk atau merek. Penting untuk dicatat bagaimana unsur-unsur sebuah iklan dapat berinteraksi musik dengan visual atau mungkin kata dengan visual. Dalam hal ini unsur visual secara efektif dapat digunakan untuk memanipulasi apa yang sedang terjadi dalam ingatan konsumen dan membantu menempatkan alamat mental sesuai dengan sebuah kata. Biasanya, proses interaktif ini terjadi dengan sangat cepat itu juga membantu mendapatkan perhatian konsumen. Untuk itu sebuah iklan harus mampu menembus kekacaun iklan lain. Unsur-unsur pembentuk iklan meliputi : 1. Humor Menurut Max Sutherland dan Allice Sylvester (2007 ; 137), ada tiga mekanisme utama dimana humor diharapkan dapat bekerja lebih efektif disbanding iklan langsung : a. Iklan humor lebih diperhatikan, yakni sebagai penarik perhatian yang sangat baik. b. Iklan humor jarang mendapatkan kritik karena penonton memprosesnya sebagai hiburan bukan sebagai evaluasi benar atau salah. c. Iklan humor lebih disukai dan terbukti memiliki probabiltas tinggi untuk menjadi efektif. Disni cukup dikatakan, tidak adanya unsur humor yang memiliki kapasitas untuk menarik perhatian dan berfungsi untuk menghibur audiens serta mengurangi munculnya kritikan akan 15 menyebabkan kita beralih dari merek dan pesan itu. Humor merupakan unsur yang sangat penting, yang bisa merampas perhatian unsur-unsur penting lainnya. Tim kreatif kadang-kadang merasa perlu memperkenalkan humor bebas untu alasan yang tidak fungsional khususnya pada bagian akhir iklan, lebih-lebih jika bagian yang tidak relevan (disebut “klinker”) pada akhir iklan kurang bisa menarik perhatian. Itu sebabnya, hal itu akan menghilangkan memori jangka pendek serta menganggu isi pesan utama iklan itu. Namun disisi lain klinker bisa berfungsi sebagai penguat pesan itu. 2. Drama Menurut Max Sutherland dan Alice Sylvester (2007 : 152), drama membuat lirik dan musik berbeda dengan membuat pesan bersuara. Proses seperti ini, dengan fantasi yang sangat terbuka, secara sengaja dibiarkan masuk dalam ingatan kita. Dalam hal ini drama sama dengan musik. Drama, sama halnya dengan musik, lebih enak ditonton dan dinikmati. Pengalaman dan kesenangan adalah fokus proses mental kita. Proses mental dalam diri kita tidak selalu diatur untuk menganalisis kebeneran dan kesalahan sebuah drama. Iklan drama beerbeda dengan iklan model kuliah. Iklan ini tidak hanya memuat wajah orang, namun juga karakter dan jalan ceritanya. Semua mengarahkan iklan elemen iklan kedalam ini pikiran dapat orang. membantu Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara mendengarkan kuliah 16 atau berdebat dengan menonton konser atau film. Berdebat adalah undangan berargumentasi, sedangkan menonton adalah undangan bersenang-senang. Iklan drama pun memiliki perbedaan. Kita mampu merekam informasi atau pesan seacara insidentil ketika fokus perhatian kita merasa terhibur. Menyatukan musik dan drama kadangkala dapat menjadi sebuah drama musikal. 3. Endorser. Endorser adalah ikon atau sosok tertentu yang dipakai dalam kegiatan promosi yang bertujuan untuk mendukung efektifitas penyampaian pesan produk. Endorser adalah pendukung iklan atau juga yang biasa dikenal sebagai bintang iklan yang mendukung produk yang diiklankan. Selebritis endorser didefinisikan sebagai setiap orang yang popular atau dikenal orang banyak dan menggunakan kepopuleran tersebut untuk suatu produk consumer good dengan kemunculannya dalam iklan (McCracken 1989) Jurnal Pengembangan Wiraswasta Vol 8, No.1, April 2006. Selebritis yang sedang naik daun merupakan pilihan yang paling baik diminati oleh pemasar untuk mendukung kegiatan promosinya. Dengan menghadirkan selebritis yang notabene dikenal luas masyarakat, merek akan dengan mudah terasosiasikan dan menempati benak masyarakat secara efektif. Efektif atau tidaknya memilih figure atau ikon dalam kegiatan promosi tentunya sangat dipengaruhi oleh image yang terbentuk 17 dibenak masyarakat mengenai sosok tersebut.Pengunaan selebritis didunia periklanan sudah sangat popular menurut sumber industry di Amerika, 20% dari semua iklan televisi adalah menggunakan orang terkenal, dan hampir 10% dari uang yang beredar di dalam periklanan untuk televisi digunakan untuk membayar selebritis sebagai endorser (Agrawal dan Kamakura 1989). 4. Slogan atau Tagline. Menurut Max Sutherland dan Allice Sylester (2007 : 145), Tagline adalah slogan singkat yang terdapat dalam iklan, dimaksudkan untuk menumbuhkan memorable para audiens. Tagline tidak harus kata-kata publik atau kata-kata indah, yang terpenting harus menancap dikepala dan hati konsumen. Oleh karenanya Al Rise menegaskan bahwa “Tagline harus mendefinisikan positioning, yaitu suatu sistem yang terorganisasi dalam usaha menemukan suatu celah dibenak audiens allias pelanggan”. Max Sutherland dan Allice Sylvester (2007 : 145), baik buruknya sistem ini akan bergantung pada dikomunikasikan. cara dan Pernyataan dalam situasi dalam apa ia website www.websitemarketingplan.com mengenal tujuh langkah untuk mengembangkan slogan pemasaran atau periklanan, antara lain : 1. Tentukan apa yang ingin disampaikan melalui slogan. 2. Mulailah persiapan ide. 18 3. Temukan slogan pesaing. 4. Mengumpulkan bukti atau sumber lainnya untuk membantu mengungkapkan ide tadi dalam sebuah kalimat. 5. Mengadakan rapat ide. 6. Menggabungkan ide-ide yang ada. 7. Memilih slogan yang terbaik. Sebagai bagian dari komunikasi maka strategi kreatif akan semakin penting peranannya dalam upaya perusahaan membuat periklanan itu berhasil. Kotler, Philip& Armstrong, Gary dalam bukunya prinsip – prinsip marketing (2004: 147) merumuskan tiga langkah strategi kreatif yang harus dikembangkan, yaitu: a) Pembangkitan Pesan Menurut Sutherland, Max& Sylvester, Alice dalam bukunya advertising and the mind of consumer(2005: 130), agar pesan iklan yang disampaikan tidak menimbulkan kekesalan atau tampak membosankan bagi para audiens, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi respon mereka pada iklan keseluruhan ada lima cara yang dapat digunakan yaitu: a) Tidak membuat penonjolan. b) Berbicara pelan atau mengurangi penonjolan itu. c) Menempatkan informasi sebagai sesuatu yang telah diketahui. d) Mengemas informasi itu sebagai hiburan. 19 e) Membuat audiens merasa memiliki peran, bukan sekedar memosisikan sebagai penonton. b) Evaluasi dan pemilihan pesan Pengiklan harus mengevaluasi pesan-pesan iklan yang mungkin dapat digunakan. Daya tarik yang digunakan dalam pesan harus memiliki tiga karakteristik. Pertama, daya tarik itu berarti, yaitu menunjukkan manfaat yang membuat konsumen lebih menyukai atau lebih tertarik pada produk itu. Kedua, daya tarik itu harus khas, harus menyatakan apa yang membuat produk pengiklan lebih baik daripada produk-produk pesaing. Ketiga, seruan dalam pesan pengiklan harus dapat dipercaya (Kotler & Armstrong, 2004: 147). c) Penyampaian pesan Dalam suatu pesan tidak hanya bergantung pada apa yang dikatakan tetapi juga bergantung pada bagaimana pesan disampaikan. Pengiklan harus menempatkan pesan dengan cara sedemikian rupa sehingga mampu merebut minat dan perhatian audiens sasaran. Pengiklan harus dapat menemukan gaya, titik nada, kata-kata, dan format yang cocok untuk menyampaikan pesan (Kotler & Armstrong, 2004: 148). 2.1.2.2 Daya Tarik Iklan Iklan mampu menciptakan daya tarik yang dapat membuat produk yangdiiklankan menjadi menarik bagi konsumen. Sebuah iklan itu harus berani menawarkan suatu kreativitas, agar dimata 20 konsumen terlihat berbeda atau unik dari iklan-iklan yang lainnya dan dalampenyampaian pesan pun harus jelas dan terarah. Dan agar dapat menciptakan daya tarik tersendiri terhadap produk yang di iklankan tersebut, sehingga akan terciptanya minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Menurut Kotler & Armstrong (2004: p643), daya tarik iklan (advertising appeals) harus mempunyai tiga sifat: 1. Iklan harus bermakna (meaningful) menunjukkan manfaat manfaat yang membuat konsumen lebih tertarik dan menginginkan produk tersebut. 2. Iklan harus dapat dipercaya (believable), konsumen harus percaya bahwa produk tersebut memberikan informasi yang benar dan manfaat seperti yang dijanjikan. Proses believable memang tidaklah mudah karena banyak konsumen yang meragukan kebenaran iklan. 3. Iklan harus memiliki ciri khas dan berbeda (distinctive), sehingga membuat produk lebih baik dibandingkan produk kompetitor. 21 Meaningful Daya Tarik Iklan Believable Distinctive Gambar 2.1 Konsep Daya Tarik Iklan Sumber: Kotler & Amstrong (2004: 645) 2.1.2.3 Faktor-Faktor Efektivitas Iklan Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas iklan (Jurnal Pengembangan Wiraswasta Vol.8, No.1 April 2006) : 1. Model Kredibilitas Sumber (Source Credibility Model). Kredibilitas adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah sumber dalam memberikan informasi kepada konsumen. Model ini dikembangkan oleh Hovland dan weist (1951) yang menyatakan bahwa keberhasilan sebuah pesan iklan tergantung pada kredibilitas dan sumber yang mengiklankan suatu produk. Jika sumber iklan dianggap kredibel maka konsumen akan mempercayai iklan tersebut dan relative menerima pesan tersebut dengan baik. Akan tetapi, jika sumber dianggap 22 tidak kredibel maka iklan tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar sebuah iklan mempunyai kredibilitas, yaitu keahlian sumber dan kejujuran sumber. 2. Model Daya Tarik Sumber (Source Attractiveness Model). Model ini dikembangkan oleh McGuire (1985) yang berpendapat bahwa sumber kredibel saja belum cukup untuk membuat sebuah iklan menjadi efektif, tetapi juga harus menarik bagi konsumen. Ia berpendapat ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar iklan dapat menarik perhatian konsumen, yaitu sumber iklan harus dikenal baik (familiaritas/familiarity sumber), disukai dan mempunyai kemiripan dengan konsumen. Semakin banyak kesamaan anatara sumber dengan konsumen maka iklan tersebut akan semakin menarik perhatian konsumen, misalnya kesamaan kegemaran, kesamaan sifat, kesamaan kebutuhan dan lain-lain. 3. Model Budaya (Culture Model). Model budaya ini dikemukakan oleh McCracken (1985) yang berpendapat bahwa efektivitas iklan tidak hanya dipengaruhi oleh kredibilitas dan daya tarik iklan saja, tetapi juga ditentukan oleh budaya antara endorser dan konsumen. Menurut McCracken (1985) iklan merupakan proses pemindahan makna (meaning) dan 23 endorser kepada produk, yang kemudian ditangkap oleh konsumen. Proses pemindahan ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti statsu sosial, kelas sosial, jenis kelamin, umur, kepribadian, gaya hidup, dan lain-lain. Perbedaan yang ada diantara berbagai hal diatas dapat membuat makna yang disampaikan akan ditangkap berbeda dengan konsumen. 2.1.2.4 Mengukur Dimensi dan Efektivitas Periklanan Menurut Max Sutherland dan Allice Sylvester (2007 : 351) dalam mengukur efektivitas iklan terdapat dua cara yaitu yang pertama difokuskan pada merek dan yang kedua difokuskan dengan iklan. Pada sub bab ini hanya akan dibahas tentang bagaimana cara mengukur efektivitas iklan, yaitu : 1. Mengenal iklan. Jika orang tidak mengenali iklan setelah beberapa kali iklan tersebut ditayangkan, pengiklan bisa memastikan bahwa ada hal yang sangat keliru, karena ini bukanlah tes yang demikian ‘mudah”. Pertanyaannya adalah adakah yang keliru dengan iklan atau dengan jadwal media? Kita bisa mengatakan bahwa ini merupakan masalah jadwal media dengan mencek angka media yang menunjukkan bagaimana jangkauan kumulatif iklan (presentase orang yang benar-benar setidaknya mempunyai satu kesempatan melihatnya). Jika jangkauan kumulatifnya baik, maka angka pengenalan rendahnya mengungkap bahwa iklan ini 24 adalah ‘kertas dinding’ yang tidak menangkap cukup banyak perhatian. Sebuah angka tinggi menunjukkan bahwa iklan mendapat perhatian cukup dan member cukup kepuasan bagi pengiklan, namun tetap mempertahankannya dalam perspektif. 2. Mengingat kembali iklan secara spontan (mengingat kembali iklan dengan petunjuk kategori). Bila konsumen hanya ditunjukkan kategori produk dan konsumen secara spontan mengingat kembali iklan dengan menyebut merek dan pesan yang tepat ini akan mengatakan lebih banyak tentang kekuatan koneksi dalam ingatan konsumen dibanding jika mereka hanya mampu mengenali iklan. Dibutuhkan koneksi yang lebih kuat agar bisa mengingat kembali rincian iklan dibanding sekedar bisa mengenali iklan. Dalam kaitannya dengan petunjuk kategori produk, jika seorang responden bisa mengingat kembali dan mendeskripsikan eksekusi iklan dan juga dengan benar mengingat kembali merek, maka pengiklan dapat menarik kesimpulan. Pertama, iklan itu sudah dilihat. Kedua, iklan menguatkan interkoneksi dalam ingatan antara kategori produk, merek dan eksekusi. 3. Asosiasi merek dengan iklan. Kekuatan hubungan antar eksekusi iklan dan merek diungkap dalam jawaban pada bagian kedua prosedur 25 menanyakan seperti yang ditunjukkan di atas, yaitu merek apa yang sedang diiklankan? Pengukuran asosiasi merek dan iklan yang benar ini penting karena merupakan faktor kunci bagi kita untuk mengingat kembali dan menceritakan iklan secara detail tapi keliru mengaitkan ingatan kita dengan merek yang salah. Kegagalan untuk menempatkan merek yang benar dalam kerja jaringan ingatan masalah adalah yang terlalu sering muncul. Pemeriksaan antara asosiasi merek dan iklan karenanya menjadi prosedur yang sangat penting dalam pemeriksaan diagonstik menyeluruh. 4. Pengantaran pesan. Pengantaran pesan atau penyampaian pesan mengasumsikan peran terpusat untuk menentukkan apakah pesan merupakan masalah. Penyampaian pesan biasanya diukur dengan menanyakan, “apa pesan utamanya yang coba dikomunikasikan oleh iklan kepada konsumen?” misalkan konsumen menjawab, “ini lebih sehat karena mengandung kalsium dan anak-anak suka atau memintanya. “ini menyatakan bahwa penyampaian pesan sesuai dengan iklan, dan secara efektif akan mengurangi sumber masalah. Perhatikan bahwa ukuran-ukuran ini digunakan sebagai bagian proses pengurangan sumber “penyebab”. Jika kita telah menemukan orang yang telah menemukan orang yang telah menonton iklan dan 26 mengatakan iklan dengan merek yang benar tapi penyampaian pesan tidak sesuai dengan yang kita harapkan, berarti menyatakan bahwa kaitan iklan itu lemah. 5. Kepercayaan atas iklan. Kegagalan untuk menguatkan citra merek pada atribut bisa terjadi bila orang punya alasan untuk tidak mempercayai pesan. Konsistensi pesan dengan apa yang telah ada diotak kita sangatlah penting. Jika iklan atau pesannya tidak konsisten dengan apa yang telah ada diotak kita, jika ada motivasi untuk otak kita untuk tidak menerima apa yang sedang dikatakan, maka mengingat pesan tidak akan banyak mempengaruhi “pengetahuan” kerja jaringan kita. Inilah cara untuk mengukur kepercayaan terhadap iklan yang merupakan alat bantu yang bermanfaat untuk mendeteksi apakah hal ini merupakan masalah. 6. Menyukai iklan. Dalam sejumlah kategori produk yang substansial dimana iklan transformasional menjadi normanya, menyenangkan iklan adalah penting untuk membuat orang merasa nyaman terhadap merek itu, khususnya jika hanya ada sedikit perbedaan dibanding merek lainnya. Ini adalah cara mengukur yang berfokus pada iklan yang terakhir dan hanya menanyakan orang apakah 27 mereka menyenangi suatu iklan atau tidak. Dalam pilihan keseimbangan jika hal lainnya setara, menyukai iklan merek tertentu bisa menjaga keseimbangan. 2.1.3 Media Televisi Hampir seluruh masyarakat Jakarta mempunyai televisi dirumahnya, bahkan diantaranya memiliki lebih dari satu televisi. Televisi sudah merupakan barang umun yang mudah dijumpai dan ditemukan dimana-mana oleh karena itu, televisi merupakan wahana yang tepat untuk beriklan karena ia mampu menjangkau berbagai eleman masyarakat luas dan calon-calon konsumen. Media televisi merupakan salah satu media iklan yang efektif untuk menyampaikan pesan iklan kepada konsumen. Media televisi juga merupakan salah satu media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan iklan produk, positioning iklan tersebut dalam sela-sela program televisi. Media televisi menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen dalam hal menciptakan kelenturan dengan mengkombinasikan audio visual sehingga iklan dapat dikemas dalam bentuk yang menarik. Iklan media televisi dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen sasaran dimakna banyak konsumen potensial meluangkan waktu didepan televisi sebagi sumber berita daun informasi. Televisi juga mempunyai kekuataan-kekuataan yang besar untuk mempengaruhi khalayak. Kekuatan itu adalah : 1) Efisiensi biaya Banyak pihak-pihak pengiklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya. Salah satau keunggulan media televisi adalah kemampuan menjangkau 28 khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi menjangkau khalayak yang tidak terjangkau dibanding media-media lain. Jangkauan massal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala. 2) Dampak yang kuat Media televisi juga menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen dengan tekanan sekaligus dua indera yaitu indera penglihatan dan indera pendengaran. Media televisi juga menciptakan bagi pekerjaanpekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, dan humor. 3) Pengaruh yang kuat Keunggulan televisi yang lain adalah media televisi mampu mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat meluangkan waktunya di depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan, dan sarana pendidikan. Kebanyakan calon pembeli lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada tidak sama sekali. 2.2 Landasan Konsepstual 2.2.1 Perilaku Konsumen Menurut J.Paul Peter dan Jerry C.olson dalam bukunya C onsumer Behavior and Marketing Strategy (2008: 5) mengutip dari The American Marketing Association : “Consumer Behavior as the dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and the environment by which human beings conduct the 29 exchange aspects of their lives. in other words, consumer behavior involves the thoughts and feelings experience and the actions they perform in consumption processes”. Artinya, perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis yang mempengaruhi kognisi, perilaku dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran dari kehidupan mereka. Dengan kata lain perilaku konsumen melibatkan pikiran dan pengalaman perasaan dan tindakan mereka yang ditampilkan dalam proses konsumsi. Drs. Danang Sunyoto, SH., SE., MM dalam bukunya Konsep dasar riset pemasaran perilaku konsumen (2012: 330) mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang/jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan-penentuan kegiatan tersebut. Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen itu : proses pengambilan keputusan, dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang/jasa secara ekonomis. 2.2.1.1 Empat Tipe Perilaku Konsumen Perilaku konsumen memiliki empat tipe yaitu : a. Perilaku membeli yang kompleks Konsumen menjalankan perilaku membeli yang kompleks atau rumit ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen akan 30 sangat terlihat ketika produknya mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekpresi dirinya. Biasanya, konsumen akan melalui proses belajar mengenal kategori produk tersebut. Pertama, mengembangkan keyakinan mengenal kategori produknya, lalu sikap dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan dengan matang. b. Perilaku yang mengurangi ketidakcocokan Perilaku yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian. Produk yang membutuhkan keterlibatan yang tinggi dari konsumen biasanya merupakan produk yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Setelah melakukan pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian. Perasaan yang tidak nyaman setelah melakukan proses pembelian timbul ketika mereka menemukan kelemahan yang terdapat pada merek produk yang mereka beli dan mendengar keunggulan produk dari merek yang lain konsumen akan mengalami kekecewaan. c. Perilaku yang membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan, terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan anatara merek. Konsumen sedikit sekali terlibat 31 dalam suatu kategori produk, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil merek apa saja. Jika mereka ternyata tetap meraih merek yang sama, kejadian ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat terhadap suatu merek. Konsumen memilih produk secara berulang karena mereka memiliki keterlibatan yang rendah terhadap produk tersebut. Bagi konsumen perbedaan merek dan harga tidaklah penting karena perbedaannya terlalu sedikit. Keterlibtan konsumen terhadap suatu merek bukan hanya berupa kebiasaan saja tetapi telah diwariskan secara turuntemurun. d. Perilaku yang membeli secara variasi Pelanggan melakukan pembelian yang mencari variasi produk yang lain ketika mereka merasa bosan terhadap merek tertentu atau hanya sekedar mencoba sesuatu yang berbeda. Perilaku pembelian yang mencari variasi produk yang lain tersebut dilakukan oleh konsumen ketika berhadapan dengan produk yang keterlibatannya rendah namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. 2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Drs. Danang Sunyoto, SH., SE., MM dalam bukunya Konsep dasar riset pemasaran perilaku konsumen (2012: 330) faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. 32 a) Faktor eksternal Faktor-faktor lingkungan eksternal yang memengaruhi perilaku konsumen antara lain : 1. Kebudayaan 2. Kelas Sosial 3. Keluarga 4. Kelompok Referensi dan Kelompok Sosial b) Faktor Internal Faktor-faktor lingkungan internal yang memengaruhi perilaku konsumen adalah : 1) Motivasi a. Teori Motivasi Freud Freud mengasumsikan bahwa kekuatan-kekuatan psikologi yang membnetuk perilaku pembeli sebagian besar berasal dari bawah sadar. Seseorang menekan berbagai keinginan dan dorongan pembagian bawah sadar dalam proses menjadi dewasa dan menerima aturan sosial disekitarnya. Semua keinginan atau dorongan ini tidak pernah terhapuskan atau terkendali secara sempurna. Mereka muncul dalam mimpi, dalam salah bicara atau menulis, atau dalam perilaku yang neurotis. Jadi, menurut Freud, seseorang tidak dapat memahami sepenuhnya motivasinya berasal dari mana. 33 b. Teori Motivasi Maslow Abraham Maslow berusaha menjelaskan mengapa orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Mengapa seseorang menghabiskan waktu dan banyak energi untuk keselamatan pribadi, sedangkan yang lainnya memburu penghargaan dari pihak yang lain. Jawabannya adalah bahwa kekuatan manusia tersusun dalam suatu hierarki, dari kebutuhan yang paling mendesak hingga yang kurang mendesak. Dalam urutan kepentingannya, kebutuhan itu adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan pernyataan diri. Seseorang akan mencoba untuk memuaskan kebutuhan pertama yang terpnting. Bila seseorang berhasil dalam memuaskan suatu kebutuhan yang penting, maka kebutuhan tersebut bukan merupakan motivasi lagi, dan orang tersebut akan berusaha memuaskan kebutuhan yang palin penting berikutnya. c. Teori Motivasi Herzberg Frederick Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor, yang membedakan antara faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan dan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasaan. 2) Persepsi 3) Belajar 34 4) Kepribadian dan Konsep Diri 5) Kepercayaan dan sikap. 2.2.2 Minat Beli Minat beli menurut Kinnear dan Taylor (1995: 10) dalam Thamrin (2003:142) yaitu merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Minat membeli merupakan perilaku konsumen yang menunjukkan sejauh mana komitmennya untuk melakukan pembelian. Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang dari masa ke masa dan mempengaruhi perilaku mereka dalam pembelian produk. Dalam istilah asing, perilaku konsumen disebut consumer buying behavior atau consumer’s behavior. Perilaku konsumen dalam keputusan membeli memperttimbangkan barang dan jasa apa yang akan dibeli, dimana, kapan, bagaimana, berapa jumlah, dan mengapa membeli produk tersebut. Menurut Kotler, Keller (2007: 179) dalam bukunya Manajemen Pemasaran, teori keputusan pembelian dalam model AIDA dijelaskan dalam empat tahap sebagai berikut : a. Tahap Menaruh Perhatian (Attention), yaitu tahap dimana terdapat perhatian yang besar dari konsumen terhadap suatu produk (barang atau jasa) b. Tahap Ketertarikan (Interest), yaitu adanya perhatian maka akan timbul rasa tertarik pada konsumen 35 c. Tahap Berhasrat/Berniat (Desire), yaitu perasaan yang timbul dari konsumen yaitu keinginan untuk memiliki suatu produk tersebut d. Tahap Memutuskan untuk aksi beli (Action), merupakan proses akhir dimana akhirnya konsumen memutuskan untuk melakukan tindakan yang disebut membeli. Selanjutnya menurut Tjetjep Djatnika (2007: 52), teori AIDA (yang mendalilkan bahwa pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis yang dilalui oleh Konsumen atau pembeli, prosesnya yang diawali dengan tahap menaruh perhatian (Attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian jika berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (Interest) untuk mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut yang jika intensitas ketertarikannya kuat berlanjut ke tahap berhasrat/berminat (Desire) karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan-nya. Jika hasrat dan minatnya begitu kuat baik karena dorongan dari dalam atau rangsangan persuasif dari luar maka konsumen atau pembeli tersebut akan mengambil keputusan membeli (Action to buy) barang atau jasa yang di tawarkan. 36 2.3 Kerangka Pemikiran Di dalam sebuah penelitian, kerangka pemikiran berperan sangat penting untuk menjelaskan sebagian besar isi yang akan dibahas dalam penelitian ini. Mulai dari teori-teori yang digunakan hingga pengaruhnya terhadap penelitian yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh daya tarik iklan oreo versi pilih handphone atau oreo terhadap minat beli konsumen. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah iklan produk oreo versi “pilih handphone atau oreo” mempunyai pengaruh terhadap minat pembelian konsumen. Iklan Oreo Misi (Mission) Uang (Money) Pesan (Message) Media (Media) Pengukuran (Measurement) (Variabel X) Sumber : Kotler, Philip (2005 :277) MinatBeli Perhatian (Attention) Minat (Interest) Hasrat (Desire) Tindakan (Action) (Variabel Y) Sumber : Kotler, Keller (2007 :179) Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran