asupan protein, status gizi pada pasien gagal ginjal

advertisement
ASUPAN PROTEIN, STATUS GIZI
PADA PASIEN GAGAL GINJAL TAHAP AKHIR
YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER
PROTEIN INTAKE, NUTRITIONAL STATUS ON
END STAGE RENAL DISEASE PATIENTS UNDERGOING
REGULAR HAEMODIALYSIS
Sri Selvia Sharif, Nurpudji A. Taslim, Agussalim Bukhari
Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi:
Sri selvia sharif
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
Hp: 0823 440 30 999
Email: [email protected]
ABSTRAK
Asupan protein dan energi kurang adalah salah satu penyebab Protein Energi Malnutrisi (PEM) yang sering
ditemukan pada pasien Gagal Ginjal Tahap Akhir (GGTA) yang menjalani hemodialisis(HD) reguler. Penelitian
ini bertujuan mengetahui peranan asupan protein dan energi terhadap status gizi pasien GGTA yang menjalani
HD reguler. Metode penelitian adalah cross-sectional dengan subyek 60 orang, secara consecutive sampling
yang dilakukan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo,Labuang Baji dan Faisal di Makassar. Asupan makanan
menggunakan metode food recall 24 jam. Penilaian status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT);kadar
albumin dengan pemeriksaan spektrofotometer menggunakan metode kolorimetrik dan Blood Urea Nitrogen
(BUN) dengan metode Diacetylmonoxime; komposisi tubuh memakai Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)
Penelitian ini menunjukkan rata-rata subyek pada kisaran umur 45-65 tahun dan lama HD < 12 bulan. Rata-rata
asupan protein dan energi subyek kurang(protein =0,7g/BB/hr,energi= 24,7kkal/BB/hr) masing-masing
sebanyak 96% subyek (p= 0,009) dan 92,7% subyek (p= 0,02). Dengan uji korelasi Pearson dan Spearman's
ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein terhadap IMT (p=0,534), komposisi tubuh
(bm, p=0,347; vf, p=0,890; fm, p=0,896; tbw, p=0,845; mm, p=0,531) dan laboratorium (albumin,p=0,208;
BUN,p=0,661). Namun didapatkan hubungan bermakna antara asupan protein dan asupan energi (p=0,000).
Terdapat hubungan bermakna antara IMT dan komposisi tubuh sebelum dan setelah HD ( fm, p=0,001; tbw,
p=0,000; mm, p= 0,004; fv, p=0,000). Dari penelitian ini disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara
asupan protein dengan status gizi yang dinilai dengan IMT(sebelum dan sesudah), albumin pre HD, BUN preHD
dan komposisi tubuh(sebelumdan sesudah HD) pada subyek GGTA yang menjalani hemodialisis reguler.
Kata kunci : asupan protein,energi,status gizi,hemodialisis
Abstract
Inadequate protein and energy intake is one causes of Protein Energy Malnutrition (PEM) that often found in
patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing reguler hemodialysis (HD).The aims to determine
the role of protein and energy intake on nutritional status of ESRD patients undergoing regular HD. The
method used was cross-sectional study with 60 subjects This study was conducted at the Hospital Wahidin
Sudirohusodo, Labuang Baji and Faisal in Makassar. Protein and energy intake using 24-hour food recall.
Assessment of nutritional status using body mass index (BMI), albumin using colorimetric method and Blood
Urea Nitrogen (BUN) using diacetylmonoxime method, body composition by Bioelectrical Impedance Analysis
(BIA) The majority of subjects in age range 45-65 years and HD duration <12 months. The average intake of
protein =0.7 g/BB/day and energy=24.7 kcal/BB/day respectively 96% of subjects (p = 0.009) and 92.7% of
subjects (p = 0.02). No significant correlated between protein intake with BMI (p = 0.534), body composition
(bm, p = 0.347; vf, p = 0.890; fm, p = 0.896; tbw, p = 0.845; mm, p = 0.531) and albumin, p = 0.208; BUN, p
= 0.661. Significant correlated between protein intake and energy intake (p = 0.000). Significant correlated
between BMI and body composition before and after HD (fm, p= 0.001; tbw, p= 0.000; mm, p= 0.004; fv, p=
0.000). This study suggests there is no significant correlation between protein intake and nutritional status as
assessed by BMI, albumin, BUN and body composition in ESRD subjects undergoing regular hemodialysis.
Key word : Protein intake,energy,nutritional status,haemodialysis
PENDAHULUAN
Di Indonesia jumlah pasien penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat pesat dengan
angka kejadian pasien gagal ginjal tahap akhir (GGTA) yang menjalani hemodialisis dari
tahun 2002 sampai 2006 adalah 2077, 2039, 2594, 3556, dan 4344. Data dari beberapa pusat
penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia melaporkan bahwa penyebab gagal ginjal tahap
akhir yang menjalani dialisis adalah glomerulonefritis (36,4%), penyakit ginjal obstruksi dan
infeksi (24,4%), penyakit ginjal diabetic (19,9%),hipertensi(9,1%),sebab lain (5,2%)
(Prodjosudjadi,dkk.,2009).Menurut data dari The United States Renal Data System (USRDS)
tahun 2009 Gagal ginjal tahap akhir (GGTA) sering ditemukan dan prevalensinya sekitar 10-13
%. Di Amerika Serikat jumlahnya mencapai 25 juta orang, dan di Indonesia diperkirakan 12,5 %
atau sekitar 18 juta orang (Suhardjono,2009).
Keadaan pasien di mana faal ginjal sudah menurun, yang diukur dengan klirens
kreatinin (KK) tidak lebih dari 15 ml/menit, keadaan ini disebut gagal ginjal tahap akhir
(GGTA). Pasien GGTA, apapun etiologi penyakit ginjalnya memerlukan pengobatan khusus
yang disebut pengobatan atau terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari
hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Dari beberapa terapi pengganti di
atas, pada umumnya terapi pengganti yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah
Hemodialisis (HD) (Kresnawan,dkk.,2005).Hemodialisis merupakan salah satu TPG buatan
dengan tujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui
selaput membran semi permeabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Kresnawan dan
Triyani,2005).Di pihak lain tindakan dialisis juga dapat menyebabkan komplikasi atau risiko
akibat proses dialisisnya,antara lain mempengaruhi status gizi (Sukandar,dkk., 2006).
Pasien GGTA yang menjalani hemodialisis reguker sering mengalami malnutrisi,
inflamasi dan penurunan kualitas hidup sehingga memiliki morbiditas dan mortalitas
yang lebih tinggi dibanding populasi normal (Zadeh,dkk., 2001). Diperkirakan 50%-70%
pasien dialisis menunjukkan tanda dan gejala malnutrisi (Wingard,dkk.,2009; Nerscomite,
2010).Beberapa faktor penyebab malnutrisi pada pasien dialisis reguler termasuk di antaranya
keluhan uremia,asupan protein dan kalori yang menurun, inflamasi kronik, dan komorbid akut
atau kronik (Campbell,2007). Mereka mengalami
penurunan berat
badan,kehilangan
simpanan energi termasuk jaringan lemak dan protein tubuh juga albumin serum, transferin
dan protein viseral lainnya (Stenvinkel ,dkk.,2000).
Ada beberapa cara penilaian status gizi seperti antropometri (berat badan, tinggi badan,
lingkaran lengan, triceps skinfold thickness), laboratorium (seperti albumin, transferin,
serum kolesterol), Dual Energy X Ray Absorptiometry (DEXA) dan Bioelectrical Impedance
Analysis (BIA). Sedangkan untuk penilaian asupan protein-energi, National Kidney
Foundation/Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQL) merekomendasikan
pada pasien PGK yang menjalani HD reguler untuk melakukan monitoring secara berkala
terhadap indikator biokimia, antara lain kreatinin, blood urea nitrogen (BUN) dan albumin.
Penilaian status gizi (nutritional assessment) dengan antropometri hasilnya bisa menjadi
salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan pada pasien gagal ginjal(Dumler,dkk., 2003).
Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) telah direkomendasikan sebagai alat penilai status
gizi yang praktis, dan merupakan metode yang valid dan reliabel pada pasien gagal
ginjal stadium akhir (Chertow dkk,1995).dan tidak dipengaruhi uremia (Williams dkk,
2004). BIA merupakan metode yang obyektif, non invasif, aman, hasil segera didapat, dapat
dibawa kemana-mana, mudah dilakukan dalam mengevaluasi komposisi tubuh sehingga
dapat mendeteksi perubahan dini status gizi dan volume cairan tubuh pasien-pasien
hemodialisis reguler (Stenvinkel dkk, 2000) .
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahmia.N.I.dkk.,(2012) bertujuan melihat
hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi pada penderita gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa rawat jalan di RSUD Tugurejo Semarang, menunjukkan bahwa
ada hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi penderita gagal ginjal
kronik hemodialisis. Namun penilaian status gizi pada penelitian ini hanya menggunakan
IMT dan tidak menggunakan laboratorium maupun komposisi tubuh memakai BIA.
Selain faktor inflamasi, status gizi pasien terutama dipengaruhi oleh adekuatnya
asupan energi dan protein. Keadaan malnutrisi yang disebabkan oleh asupan energi protein
yang tidak adekuat berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas. Sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk menentukan pengaruh asupan protein-energi terhadap status gizi
pasien GGTA yang menjalani hemodialisis reguler dengan parameter status gizi menggunakan
IMT,laboratorium dan komposisi tubuh. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
membantu memprediksi status gizi dan asupan protein-energi pasien sehingga dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien yang menjalani HD reguler.
BAHAN DAN METODE
Desain Penelitian
Penelitian cross sectional dilakukan di RS.Wahidin Sudirohusodo,RS.Labuang Baji
dan RS.Faisal di Makassar mulai
bulan
Mei 2012 sampai jumlah subyek terpenuhi.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Makassar. Populasi yang digunakan adalah pasien GGTA berumur 26 - 65 tahun.yang
menjalani HD reguler di instalasi Hemodialisis di rumah sakit tersebut sebanyak 60 subyek.
Sampel yang diambil adalah sesuai dengan kriteria inklusi (Pasien GGTA yang menjalani
HD minimal 2 bulan dengan frekuensi 2-3 kali perminggu,usia 26 - 65 thn,asupan energi
cenderung tetap dalam 3 hari ,bersedia menjadi subyek penelitian dan menandatangani
informed consent) dan eksklusi (Pasien opname dalam 1 bulan terakhir, menderita penyakit
infeksi dan non infeksi:CVD,DM dan keganasan, pasien dengan gizi buruk,tidak bersedia
menjadi subyek penelitian).Cara pengambilan sampel adalah consecutive sampling yaitu
subyek penelitian diperoleh berdasarkan urutan masuknya di instalasi HD.
Metode Pengumpulan Data
Pada saat masuk Instalasi Hemodialisis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dilakukan pencatatan umur; jenis kelamin; berat badan ,tinggi badan, status gizi
(IMT); LLA; TSF; komposisi tubuh; analisis asupan protein–energi;tanda vital (suhu,nadi,
tekanan darah, pernapasan); gejala klinis terutama gastro intestinal; diagnosis penyakit; rawat
inap dalam 1 bulan terakhir. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan kadar ureum,kreatinin, albumin dan BUN (Blood Urea Nitrogen).Selama dalam
pengamatan, subyek penelitian menjalani hemodialisis. Hasil yang diamati adalah parameter
nutrisi yaitu IMT, kadar albumin,kadar BUN dan komposisi tubuh dengan menggunakan
Bioelectrical Impedance Analysis (BIA).
Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science
(SPSS versi 11.5). Analisis data asupan energi dan protein menggunakan metode pencatatan
24 jam. Uji statistik yang digunakan yaitu data mengenai karakteristik subyek disajikan
dalam bentuk deskriptif.Untuk mengetahui data mempunyai distribusi normal atau tidak
normal secara analitik digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Analisis data hubungan antara
dua variabel digunakan analisis bivariat korelasi Pearson dan Spearman. Dan analisis data
hubungan antara variabel kategorik tidak berpasangan digunakan uji chi-Square, Fisher dan
Kolmogorov-Smirnov dengan batas kemaknaan 5% (p<0,05).
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Data Dasar
Pada penelitian ini jumlah subyek sebanyak 60 orang. Subyek yang memenuhi kriteria
inklusi 55 orang dan 5 orang tidak diikutkan penelitian karena usia diatas 65 tahun (3 orang)
dan menolak untuk pengambilan darah (2 orang). Sebagian besar subyek penelitian berjenis
kelamin laki – laki (63,6%). Karakteristik umur subyek penelitian menunjukkan sebagian
besar subyek pada kisaran umur 45-65 tahun. Lama hemodialisis subyek sebagian besar
kurang dari 12 bulan (tabel 1).
Sebagian besar status gizi subyek penelitian < 18,5 (67,3%). Komposisi tubuh
berdasarkan BIA, sebagian besar subyek mempunyai massa lemak yang kurang (54,4%), total
cairan tubuh sebagian besar subyek penelitian berada pada kisaran, viceral fat sebagian besar
subyek (87,3%) berada pada kategori sehat ( nilai ≤ 9), serta massa tulang sebagian besar
dibawah 2,1kg (tabel 1).
Selain berdasarkan IMT dan komposisi tubuh, penilaian status gizi subyek juga dilakukan
berdasarkan laboratorium yaitu albumin dan blood urea nitrogen(BUN). Subyek penelitian
mempunyai kadar albumin yang normal hanya 21,8% dan 49,1% lebih dari normal. Untuk
BUN sebagian besar subyek (96,4%) mempunyai kadar BUN yang tinggi (tabel 1).
Asupan Protein dan Energi
Sebagian besar subyek penelitian (96%) mempunyai asupan energi tidak adekuat,
dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan asupan energi subyek berbeda bermakna
(p= 0,009) dengan asupan energi standar (sesuai rekomendasi NKF-K/DOQL). Begitupun
dengan asupan protein sebagian besar(92,7%) subyek tidak memenuhi asupan protein standar
(sesuai rekomendasi NKF-K/DOQL). Asupan protein juga berbeda signifikan (p= 0,02)
dengan asupan protein standar.
Analisis asupan protein dan energi terhadap status gizi
Secara statistik dengan menggunakan uji Pearson dan Spearman's Correlation
didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein terhadap IMT
(p=0,534),bm (p=0,347),vf (p=0,890), fm(p=0,896), tbw(p=0,845), mm(p=0,531), albumin
(p=0,208),BUN (p=0,661).Namun didapatkan hubungan bermakna antara asupan protein
dengan asupan energi (p=0,000) (tabel 2). Dengan uji Fisher's Exact didapatkan tidak ada
hubungan bermakna antara proporsi asupan protein dan IMT (p=0,590) dan albumin
(p=0,214) (tabel 3 dan 4). Juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan
energi terhadap IMT (p=0,912), fm(p=0,266), tbw(p=0,279), mm(p=0,273),bm (p=0,955),vf
(p=0,393),albumin (p=0,755), BUN (p=0,362). Namun didapatkan hubungan bermakna
antara asupan energi dan asupan protein (p=0,000) (tabel 5). Dengan uji Pearson Correlation
hubungan IMT sebagai parameter status gizi terhadap parameter status gizi yang lain dalam
hal ini laboratorium (albumin,BUN) dan komposisi tubuh maka didapatkan hubungan
bermakna antara IMT dan komposisi tubuh setelah HD ( fm: p= 0,001, tbw: p=0,000, mm:p=
0,004, fv:p=0,000) (tabe 5) .
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kejadian IMT < 18,5 kg/m² lebih
banyak pada umur lanjut usia (46-65 tahun) dibandingkan dengan umur dewasa. Penelitian
Jerrilynn D.B.,dkk(2002) telah membuktikan bahwa Umur 50 - 64tahun,dan ≥ 65 tahun pada
pasien PGK dengan hemodialisis mempunyai risiko lebih besar mengalami PEM
dibandingkan umur < 50 tahun.
Dari analisis data,asupan protein dan energi subyek penelitian didapatkan tidak adekuat
yaitu rerata asupan protein subyek 0,7g/BB/hr dan energi 24,7kkal/BB/hr.Terdapat
perbebedaan bermakna dengan asupan protein sesuai rekomendasi 1,2 g/BB/hari dan energi
30-35kkal/BB/hr. Tidak adekuatnya asupan protein dan energi subyek penelitian disebabkan
oleh asupan protein dan energi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan proses dialisis.
Menurut Bellizi,dkk., (2003) berdasarkan sebuah penelitian klinik menunjukkan bahwa
pasien HD yang mengkonsumsi energi dan protein dibawah nilai cut of threshold, yaitu
asupan protein dibawah 0,8 gr/kgBB/hr dan asupan energi dibawah 25 kkal/kgBB/hr tidak
bisa mempertahankan keseimbangan nitrogen netral. Pranawa,(1997) juga menyebutkan
asupan protein < 0,8 gr/kgBB/hr dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani hemodialisis kronik mempunyai risiko mengalami malnutrisi.
Faktor-faktor risiko terhadap kejadian malnutrisi pada pasien ini termasuk intake protein dan
energi sama seperti inflamasi. Sebab malnutrisi dan intake protein yang rendah berhubungan
dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, sehingga monitoring intake protein dan
status nutrisi pada pasien hemodialisis kronik menjadi penting.(Bergstrom J 1995)
Secara statistik hubugan asupan protein terhadap IMT subyek penelitian tidak bermakna
(p=0,590). Kemungkinan hal ini disebabkan oleh rata-rata asupan protein subyek berada
dibawah standar yang dianjurkan oleh NKF-K/DOQL. Asupan protein yang tidak adekuat
tersebut sebagian besar dipengaruhi masalah gastrointerstinal seperti yang dikeluhkan oleh
subyek. Sementara beberapa subyek lain mengeluh tidak memiliki nafsu makan.
Gangguan metabolisme protein pada periode dialisis pada umumnya disebabkan oleh
kombinasi kekurangan protein dan energi yang dikenal dengan uremic malnutrition. Kira-kira
20-50% pasien dialisis disertai oleh kehilangan protein somatik yang ditandai massa otot dan
serum kreatinin, dan konsentrasi protein viseral yang ditandai konsentrasi serum albumin
dan prealbumin (Ikizler, 2004).
Hilangnya protein lewat air kencing dan hilangnya asam amino selama sesi dialisis
juga berperan. Asidosis metabolik adalah faktor penting yang berperan nyata
terhadap
keseimbangan nitrogen negatif dan total protein tubuh pada gagal ginjal kronik (Kovacicm.,
dkk.2003).
Hubungan antara proporsi asupan protein dengan kadar albumin digunakan uji alternatif
Chi_square yaitu uji Kolmogorov-Smirnov, terlihat tidak ada hubungan bermakna antara
proporsi asupan protein dengan kadar albumin subyek (p=0,214).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nugrahani A., dkk (2007) pada pasien
PGK yang menjalani HD rutin minimal 2 bulan menunjukkan bahwa tidak tedapat hubungan
antara total asupan protein terhadap kreatinin, serta tidak terdapat hubungan antara proporsi
protein terhadap BUN, albumin, dan kreatinin.Dan penelitian kohort prospektif yang
dilakukan Renee d M,.dkk (2009) pada 700 pasien yang menjalani HD dan CAPD
menunjukkan bahwa status gizi tidak dapat dinilai dengan albumin serum pada pasien
dialisis.
Blood Urea Nitrogen (BUN) merupakan sampah dari pemecahan protein.BUN
dipengaruhi oleh Jumlah protein dalam diet, fungsi residual renal, efisiensi hemodialisis, dan
katabolisme. Melalui HD,BUN dibuang. Pemeriksaan BUN sering dipakai untuk menilai
hubungan faal ginjal dengan diet yang diberikan kepada pasien.( Suharjono dkk. 2001).Pada
penelitian ini didapatkan subyek dengan kadar BUN sebagian besar diatas nilai normal
(>25mg/dl ) yaitu sebanyak 53 subyek (96,4%). Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan
korelasi Pearson tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein terhadap kadar
BUN subyek penelitian. Kadar BUN yang rendah bisa saja merupakan gambaran pasien yang
menjalani HD dengan baik dan dengan asupan protein yang cukup, tapi bisa juga sebagai
gambaran pasien yang tindakan HD nya tidak adekuat dan asupan proteinnya buruk
(Nerscomite, 2010).
Secara statistik tidak didapatkan ada hubungan yang bermakna antara asupan protein
subyek
penelitian
terhadap
komposisi
tubuh
dengan
menggunakan
BIA
yaitu
fm(p=0,896),tbw(p=0,845),mm (p=0,531), bmr(p=0,826), bm (p=0,347), dan vf (p=0,890).
Penelitian Zadeh,K.K., dkk (2006) menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh yang rendah
dan kehilangan lemak selama menjalani HD berhubungan dengan tingginya mortalitas pasien
HD
reguler,sehingga
manejemen
obesitas
pada
pasien
dialisis
mungkin
dapat
dipertimbangkan.
Apabila dilakukan analisis hubungan IMT sebagai parameter status gizi terhadap
parameter status gizi yang lain dalam hal ini laboratorium (albumin,BUN) dan komposisi
tubuh maka didapatkan hubungan bermakna antara IMT
dan komposisi tubuh setelah
hemodialisis (fm:p=0,001, tbw: p=-0,000, mm:p=0,004, vf:p=0,000), sedangkan terhadap
laboratorium dalam hal ini kadar albumin didapatkan kecenderungan berhubungan setelah
HD (p=0,080). Tetapi tidak didapatkan hubungan yang bermakna untuk kadar BUN
(p=0,326) dan massa tulang (p=0,101). Sehingga dari analisis data penelitian ini dapat
menggambarkan bahwa penilaian status gizi dengan menggunakan IMT hasilnya mungkin
akan sama dengan penilaian status gizi menggunakan BIA, tetapi tidak demikian halnya
dengan kadar albumin serum dan BUN
Pada penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara lama periode hemodialisis dengan IMT(p=,0,751) status albumin (p=0,544),
BUN(p=0,730), dan komposisi tubuh yang diukur dengan BIA Penelitian Munirualanam
(2007). menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama hemodilisis dengan status
albumin, dikarenakan banyak beberapa faktor-faktor perancu terhadap nilai status albumin
saat penelitian.Penelitian lain yang dilakukan pada Pasien hemodialisis di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2010 menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan
antara lama periode hemodialisis dengan status albumin( Dewi S,.dkk ,2010).
Toshiyuki N., dkk,(2003) juga melakukan penelitian pada 57 pasien HD dan CAPD
menunjukkan bahwa asupan protein tinggi membutuhkan dosis HD tinggi dan asupan protein
rendah disertai asupan energi yang rendah membutuhkan dosis HD yang rendah,dan kedua
hal tersebut memberikan luaran status gizi yang sama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini tidak diditemukan hubungan bermakna antara asupan protein dan
status gizi yang dinilai dengan IMT, albumin, BUN dan komposisi tubuh menggunakan BIA
pada subyek GGTA yang menjalani hemodialisis reguler. Namun terdapat hubungan
bermakna antara IMT sebagai parameter status gizi terhadap parameter status gizi yang lain
dalam hal ini komposisi tubuh sebelum dan setelah hemodialisis. Pada penelitian ini beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain gangguan metabolik, inflamasi dan
proses dialisis tidak dilakukan analisis.
Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan semua faktor
yang dapat mempengaruhi kejadian malnutrisi pada pasien PGK yang menjalani HD dan
asupan protein-energi pada subyek yang sesuai dengan rekomendasi. Serta perlu evaluasi
kembali terhadap konseling yang sudah dilakukan selama ini terhadap subyek GGTA yang
menjalani HD reguler terutama di rumah sakit tempat pengambilan subyek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bellizi ,et al. (2003) Daily nutrient intake represents a modifiable determinant of nutritional
status in chronic haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant.18: 1874–1881.
Bergstrom ,J.(1995) Why are dialysis patient malnourished?Am J Kidney dis 26 :229241
Chertow G M,Lowrie E G, Wilmore D W, et al.(1995)Nutritional assessment with
bioelectrical impedance analysis in maintenance hemodialysis patients.J Am Soc
Nephrol.6:75–81.
Dewi silviani, dkk. (2010) Hubungan lama periode hemodialisis dengan status albumin
penderita gagal ginjal kronik di unit hemodialisis rsud. prof. dr. margono soekarjo
purwokerto.
Dumler F, Kilate C .(2003)Body Composition Analysis by Bioelectrical Impedance in Chronic
Dialysis Patients: Comparison to the National Health and Nutrition Examination
Survey III. J of Renal Nutrition. 13(2):166-72.
Fahmia.N.I,dkk(2012).Hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi pada penderita
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa rawat jalan di RSUD tugurejo
semarang. RSUD Dr. Kariadi Semarang
Ikizler.(2004) Protein and energy: recommended intake and nutrient supplementation in
chronic dialysis patients.Semin Dial 17: 471-478,.
Jerrilynn D, Burrowes (2002) Crosssectional Relationship Between Dietary Protein and
Energy Intake,Nutritional Status, Functional Status, and Comorbidity in Older Versus
Younger Hemodialysis Patients.
Kovacic v, roguljic l (2003) Metabolic acidosis of chronically hemodialyzed patients. Am
J Nephrol 23: 158-164,.
Kresnawan,Triyani.(2005) Penatalaksanaan Diet Pada Penyakit Ginjal Kronis Disampaikan
pada Pertemuan Ilmiah Nasional II AsDi Bandung 18 – 19 .Pebruari 2005.
Munirulanam. 2007/Hubungan Antara Kelemahan Otot dan Status Albumin
Penderita Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Rutin. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
Nerscomite. (2010) Nutrisi Pada Penderita Dialisis. Surabaya: Fakultas Kedokteran UNAIR.
[http://b11nk. wordpress.com/2009/08/24 / nutrisi-pada-penderita-dialisis/# more 220,
diakses15 Maret 2010].
Nugrahani A .(2007) Hubungan asupan protein terhadap kadar urea nitrogen,kreatinin, dan
albumin darah pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rsup dr.
sardjito yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pranawa .(1997) Nutrisi pada Penderita Hemodialisis Berkesinambungan.Majalah Ilmu
Penyakit Dalam. Vol. 23 No. 2.
Prodjosudjadi,Wiguno,Suhardjono.(2009)End-Stage Renal Disease In Indonesia : Treatment
velopment. Ethnicity & Disease,Volume 19.
Renée de Mutsert.(2009) Association Between Serum Albumin and Mortality in Dialysis
Patients Is Partly Explained by Inflammation, and Not by Malnutrition. Journal of
Nutrition.19.127-35
Suhardjono.(2009)Penyakit Ginjal Kronik adalh suatu wabah baru (global epidemic) di
seluruh dunia.Annual Meeting Perhimpunan nefrologi Indonesia.1-9.
Stenvinkel P.(2000)Are there two types malnutrition in chronic renal failure? Evidence for
relationships between malnutrition,inflammation and atherosclerosis (MIA
syndrome).Nephrol Dial Transplant.15.953-960.
Sukandar ,Enday.(2006) Gagal Ginjal Kronik dan terminal. Dalam: Nefrologi klinik, edisi
III,Bandung : Penerbit Pusat Inforamsi Ilmiah Bag Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD.
465- 524.
Toshiyuki N.(2003)Nutritional management of dialysis patients: Balancing among
nutrient intake, dialysis dose, and nutritional status..Am J Kidney Dis 41(S1):S133S136 .
Williams, et al., 2004. Early Clinical, Quality of Life, and Biochemical Changes of
“Daily Hemodialysis”. American Journal of Kidneys Diseases. Vol.43. No. 1.
Wingard, et al.(2009)The “Right” of Passage:Surviving the First Year of Dialysis .Clin J Am
Soc Nephrol. 4:S 114 –S 120.
Zadeh KK, Kopple JD, Block G, Humphreys M H.(2001) Association Among SF36
Quality of Life Measures and Nutrition, Hospitalization and Mortality in
Hemodialysis. J of the American Society of Nephrology.12:2797- 806.
Zadeh, K.K.,dkk.(2006) Associations of body fat and its changes over
time with quality of life and prospective mortality in hemodialysis patients. Am J Clin
Nutr 2006;83:202–10.
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian
Variabel
Kategori
n
%
Ket
(RDA)
Umur
Jenis kelamin
Lama HD
26-45 thn
17
30,9
46-65 thn
38
69,1
laki-laki
35
63,6
wanita
20
36.4
≤12 bulan
29
52,7
>12 bulan
26
47,3
IMT
<18,5 kg/m²
37
67,3
≥ 18,5 kg/m²
18
32,7
Laboratorium
Albumin
BUN
< 3,8g/dl
16
29,1
3,8 -5,2 g/dl
12
21,8
>5,2 g/dl
27
49,1
<5 mg/dl
0
0
5-25mg/dl
2
3,6
>25mg/dl
53
96,4
Komposisi tubuh
fm
tbw
≤ 20 %
30
54,5
21-35%
22
40
> 35 %
3
5,5
< 45%
2
3,6
45– 65%
40
72,8
> 65%
13
23,6
mm
≤ 42,2%
29
52,7
> 42,2%
26
47,3
bmr
≤1220 kk
28
49,1
>1220 kk
27
50,9
≤ 2,1kg
29
52,7
>2,1kg
bm
vf
26
47,3
≤9
48
87,3
>9
7
12,7
<1087 kkal
29
52,7
≥1087 kkal
26
47,3
39
70,9
16
29,1
Asupan
Energi
Protein
< 47 g
≥ 47g
30-35 kkal/BB/hr
1,2g/BB/hr
Keterangan : IMT= Indeks Massa Tubuh,HD = Hemodialisis,Fm= fat mass, Tbw = total body water, mm= Muscle
mass,
Bmr= basal metabolic rate, Bm= bone mass, Vf= visceral fat, BUN= Blood Urea Nitrogen, n =
jumlah sampel, % = persentase
Tabel 2. Hubungan asupan protein terhadap status gizi (IMT,
laboratorium, komposisi tubuh) *
variabel
Asupan
Protein
r
p
IMT
Fm
0,086
0,018
0,027
0,534
0,896
0,845
* Pearson Correlation
Tbw
Mm
Bmr
Bm**
Alb
BUN
Vf **
Energi
0,086
0,030
-0,129
0,172
0,060
0,019
0,709
0,531
0,828
0,347
0,208
0,661
0,890
0,000
** Spearman's Correlation
Tabel 3. Hubungan proporsi asupan protein dan Indeks Massa Tubuh *
Variabel
Indeks Massa Tubuh
< 18,5 kg/m²
Protein
≥ 18,5 kg/m²
n
%
n
%
Rendah
35
68,6
16
31,4
Tinggi
2
50,0
2
50,0
Total
37
67,3
18
32,7
p
0,590
* Fisher's Exact
Tabel 4. Hubungan proporsi asupan protein dan kadar albumin *
Variabel
Protein
Rendah
Tinggi
Total
Albumin
3,8-5,2 g/dl
n
%
12
23,5
0
0
12
23,5
< 3,8 g/dl
n
%
16
31,4
0
0
16
31,4
> 5,8 g/dl
n
%
23
45,1
4
100
27
45,1
p
0,214
* Kolmogorov-Smirnov
Tabel 5. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan laboratorium (albumin,
BUN),dan komposisi tubuh (fm,tbw,mm,bmr,bm,vf) setelah HD *
Variabel
IMT
r
Albumin
0,238
BUN
-0,135
Fm
0,435
Tbw
-0,468
Mm
0,385
Bmr
0,367
Bm**
0,223
Vf**
0,543
p
0,080
0,326
0,001
0,000
0,004
0,006
0,101
0,000
* Pearson Correlation ** Spearman's Correlatio
Download