BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No.20 Th. 2003: 5). Pentingnya pendidikan bagi setiap individu ditegaskan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.” Amanah undang-undang tersebut pada akhirnya melahirkan keniscayaan bahwa pelaksanaan pendidikan di sekolah terutama bagi guru agama, harus memperhatikan keragaman peserta didik, baik dalam konteks kemampuan berfikir, berkreativitas, keterampilan, serta tidak boleh mengabaikan keragaman etnis dan budaya yang dimiliki oleh peserta didik ( Abdurrahman Saleh, 2005: 149). Menyadari adanya keragaman tersebut maka dalam proses belajar mengajar, harus diadakan inovasi pembelajaran, dimana 1 guru harus mempersiapkan metode yang tepat dalam menyampaikan materi agar siswa bisa belajar sesuai dengan amanah undang-undang tersebut. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, paradigma kegiatan pembelajaran harus dirubah, dari sebatas menyampaikan ilmu atau materi pembelajaran menjadi proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Pengaturan lingkungan disini adalah proses menciptakan iklim yang baik seperti penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, potensi yang dimilikinya (Wina Sanjaya, 2007: 102). Menurut Oemar Hamalik: ”pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.” Penggeseran paradigma pendidikan sekarang ini, berpengaruh pada metode dan strategi pembelajaran. Yang mana hal ini juga akan berpengaruh pada fungsi pendidik itu sendiri, yaitu antara lain sebagai fasilitator, moderator, mediator, dinamisator, dan motivator. Karena fungsi tersebut maka pendidik harus benar-benar mengusahakan dan mempersiapkan pembelajaran yang baik bagi peserta didiknya agar mereka mudah dalam menerima serta memahami pelajaran, sabda Nabi SAW bersabda; ”Mudahkanlah kepada mereka dan janganlah dipersulit. Gembirakanlah hati mereka dan janganlah dijauhkan.”(Abu Ahmad 1986: 96 ). 2 Tugas pendidik dalam rangka optimalisasi proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator yang mampu mengembangkan kemauan belajar siswa, mengembangkan kondisi belajar yang relevan agar tercipta suasana belajar dengan penuh kegembiraan (Suprihadi Saputro, 1993: 4). Untuk mencapai kegiatan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, maka harus dilandasi oleh prinsip-prinsip: Pertama, berpusat pada peserta didik; kedua, mengembangkan kreativitas peserta didik; ketiga, menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, keempat mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan kelima, menyediakan pengalaman belajar yang beragam serta belajar melalui perbuatan (Muhaimin, 2005: 162163). Dalam usaha pendidikan dan pembelajaran agama, guru dan murid merupakan dua faktor yang sangat penting. Kedua faktor tersebut harus samasama aktif, guru agama sebagai subyek yang aktif mengajar agama dan murid sebagai obyek yang aktif menerima materi pelajaran (Abu Ahmad, 1986: 100). Lebih lanjut menurut Siti Kusrini, dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua kegiatan yang sinergi, yakni guru mengajar dan siswa belajar. Guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar. Sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, psikomotor, dan atau afektif dengan kata lain menumbuhkan minat dan bakatnya. Untuk menumbuhkan semua itu guru dan peserta didik aktif secara sukarela tumbuh kesadarannya mau dan senang belajar. 3 Guru atau pendidik harus merancang kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar secara aktif, baik fisik maupun mental (Siti Kusrini, dkk. 2008: 123). Dengan demikian sangat perlu kiranya sebagai seorang pendidik sekaligus seorang pengajar untuk mengetahui berbagai metode yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Dalam beberapa tahun belakangan ini telah berkembang berbagai penemuanpenemuan ilmiah yang baru sebagai upaya mengoptimalkan otak manusia khususnya di dalam pembelajaran di sekolah. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam penyampaian pembelajaran diperlukan adanya penyegaran dalam proses penyampaian pesan-pesan luhur pendidikan. Terlebih lagi dalam pembelajaran agama yang selama ini didominasi dengan materi-materi yang bersifat normatif dan ritualis seolaholah membatasi seorang guru agama dalam menyampaikan materi keagamaan di dalam kelas. Seringkali siswa hanya mendengar penjelasan dan cerita mengenai kisah atau dongeng yang terus menerus dan berulang tanpa adanya sebuah inovasi yang lain. Siswa sering kali hanya menjadi seorang peserta seminar dalam kelas dan kurang memiliki peran dalam setiap pembelajaran. Padahal seharusnya dalam konsep KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) salah satu model pembelajarannya adalah bersifat PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Sehingga diharapkan dengan pembaharuan yang seperti itu dapat memberikan nuansa 4 baru dalam dunia pendidikan sehingga dapat memacu hasil pendididkan yang diharapkan. Dalam dunia management munculah istilah baru yang disebut “brainware management”, salah satu intinya adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan potensi “mind” dan “brain” untuk meraih prestasi peradaban secara cepat dan efektif. Ada istilah serupa yang sejalan dengan gagasan ini antara lain adalah “ Quantum learning” “Accelerated learning”, “Learning revolution” dan mungkin akan muncul istilah yang lain. Asumsinya adalah apabila manusia dapat menggunakan potensi nalar dan emosinya secara tepat maka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak di duga sebelumnya. Selaras dengan hal itu juga sudah banyak berkembang berbagai metode-metode terbaru yang dikembangkan oleh pakar-pakar pendidikan di negara-negara maju. Diantaranya seperti “Active learning”, yang telah di kembangkan oleh Melvin L Silberman. Dengan metode yang tepat maka seseorang bisa meraih prestasi belajar yang maksimal dan berlipat ganda. Hal ini merupakan peluang dan tantangan yang menggembirakan bagi kalangan pendidik. Tetapi jika bangsa indonesia terlambat mengapresiasi berbagai temuan mutakhir dalam bidang metodologi Pendidikan maka posisi kita akan semakin tertinggal jauh di belakang ( Yapendis, 2001: 9). Melihat hal tersebut tampaknya mensosialisasikan konsep Active Learning oleh Melvin L Silberman kepada peserta didik dalam sistem pengajaran agama islam adalah sangat tepat. Karena antara metode yang 5 ditawarkan oleh Silberman tersebut dengan metodologi pembelajaran agama islam sangat erat kaitannya dalam menerapkan satu pedoman yang mendasar yaitu membentuk potensi peserta didik sesuai dengan potensi masing-masing dan mengembangkan potensi anak didik bertahap demi bertahap sesuai dengan perkembangannya. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 84 dan Al Insyiqoq ayat 19 yakni: ُكلٌّ يَ ْع َم ُل َعلَى َشاكِلَتِ ِه....... Artinya: Katakanlah “Tiap-tiap orang itu berbuat menurut keadaannya masing-masing ....”Q.S. Al Isra’ 84.( Depag RI, 1995 hal 437) ُب طَبَقاً َعن طَبَق َّ ُ لَتَ ْرَك Artinya: Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan) ( Depag RI, 1995 hal 437). B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: 1. Bagaimana konsep dan prosedur Active Learning menurut Silberman? 2. Bagaimana konsep dan prosedur metodologi pembelajaran agama Islam yang dikembangkan oleh sejumlah pemikir atau pendidikan Islam? 3. Bagaimaa relevansi atara konsep Active learning Silberman dengan konsepsi bidang pemikir/pendidikan Agama Islam tentang metodologi pembelajaran Agama Islam? 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan merupakan suatu target yang hendak dicapai dalam melaksanakan suatu kegiatan berdasarkan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengungkap dan membahas konsep aktif learning menurut Silberman. b. Untuk mengungkap dan membahas penerapan aktif learning dalam praktisi pembelajaran selama ini. c. Mengetahui adanya relevansi antara Active Learning oleh Melvin. L. Silberman dengan Metodologi Pembelajaran Agama Islam. 2. Kegunaan penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disebutkan maka dalam penelitian ini diharapkan berguna bagi lembaga (khusunya almamater dan juga pihak – pihak yang terkait dengan dunia pendidikan dan pembelajaran ) , bagi pengembangn ilmu pengetahuan dan penulis. a. Kegunaan Praktis Sebagai pemberi informasi tentang hasil penelitian dari konsep Active Learning Melvin L. silberman dan relefansinya dengan Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. b. Kegunaan teoritis Secara teoritis penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi yang ingin melakukan 7 penelitian lebih lanjut, guna mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam. 8 9