Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Sintaktis
Dalam linguistik, kata syntax
berasal dari Bahasa Yunani yang
merupakan gabungan dari kata syn yang berarti “bersama”, dan kata taksis yang
berarti “rangkaian dan urutan”. Jadi dengan kata lain, sintaksis adalah salah satu
dari cabang ilmu linguistik yang mempelajari kaidah yang menentukan bagaimana
kata membentuk frasa atau kalimat dan klausa. O’Grady et.al. (1996: 181)
mengemukakan bahwa: “Syntax is the system of rules and catagories that
underlies sentence formation in human language.” Menurut O’Grady, yang
dimaksud dengan sintaksis ialah sistem dari kaidah-kaidah dan kategori-kategori
yang melandasi formasi kalimat dalam bahasa manusia.
Carnie (2006) juga menyatakan bahwa “Syntax: studies of level of
language that lies between words and the meaning of utterance: sentence.”
Carnie menyatakan bahwa sintaksis merupakan ilmu bahasa yang mempelajari
tentang kata-kata dan makna ujaran dalam sebuah kalimat.
McMannis et.al. (1998: 153) juga mengemukakan bahwa: “Syntax is the
study of structure of sentence. Itattempts to uncover the underlying principles, or
rules, for constructing well-formerd sentences of particular language.” Dari
pengertian yang dikemukakan McMannis, dapat dilihat bahwa sintaksis ialah ilmu
yang digunakan untuk meneliti atau menganalisis struktur kalimat.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara kata, frasa, ataupun
6
7
klausa dalam kalimat serta aturan-aturan yang terlibat dalam pembentukan
kalimat. Dalam sintaksis, ada beberapa pembentuknya dan penulis akan
menjelaskan beberapa pembentuk dalam sintaksis seperti; kalimat, klausa, frasa,
dan kata.
2.1.1
Kalimat
Kalimat merupakan rangkaian kata yang tersusun secara gramatikal dan
mengandung makna seperti yang dikatakan oleh Harris dan Hodges (1991: 43) “A
sentence is an expression of thought or feeling by means of a word or words used
in such form and manner as to convey the meaning itended.” Aarts (1997: 6)
“Sentence is a string of words that begins is capital letter and ends in a full stop
and its typically used to express a state of affairs in the world.”
Sedangkan kalimat menurut Kaushal (2000: 215) ialah “A unit that has a
subject and predicate which contains a finite verb.” Kesimpulan singkatnya,
bahwa kalimat merupakan konstituen dasar yang disertai oleh intonasi final yang
merupakan sebuah unit lengkap yang memiliki arti,
Kalimat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu sebagai
berikut: simple sentence, compound sentence, complex sentence, dan compoundcomplex sentence.
2.1.2
Klausa
Klausa atau clause dalam Bahasa Inggris didefinisikan sebagai
“Construction with one phrase constituent, typically a noun phrase that bears the
subject relation and another constituent, the verb phrase bearing the predicate
8
relation.” Yaitu kontruksi yang terdiri dari frasa nomina yang mengisi unsur
subjek dan frasa verba yang mengisi unsur predikat.
Contoh : (1) She canceled her departure
N
V.phrase
Sedangkan menurut Azar (1993: 238) “A clause is a group of words
containing a subject and verb.” Maka dapat diartikan bahwa klausa merupakan
gabungan kata yang memiliki sebuah subjek dan kata kerja. Pernyataan serupa
didukung juga oleh Richards et.al (1985: 39) yang menyatakan “Clause is a
group of words which contain subject and finite verb.”
Dari definisi-definisi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa klausa ialah
kelompok kata yang membentuk sebuah unit gramatikal dan mengandung sebuah
subjek dan sebuah kata kerja finit dan berkontruksi predikatif.
2.1.3
Frasa
Frasa adalah gabungan kata yang memiliki makna. Klausa berbeda dengan
frasa. Klausa dan kalimat dibangun dari frasa. Richard, et al mengemukakan
bahwa A phrase is a group of words which form a grammatical unit. Sebuah frasa
tidak memiliki struktur subjek predikat.
Contoh:
(1) I liked her expensive new car.
Pada kamus linguistik juga menerangkan bahwa Phrases are usually
classified according to their central word or head, e.g. noun phrase, verb phrase,
etc, Quirk, et al (1985). Chaer (1994) menyatakan bahwa Frasa adalah satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
9
yang satu tingkat di bawah satuan klausa, atau satu tingkat berada di atas satuan
kata. Jadi frase adalah satu satuan sintaksis yang terdiri atas kelompok kata yang
bersifat nonpredikatif. Quirk, et al. (1985) membagi frase menjadi lima bagian
berdasarkan beberapa kategori tergantung pada jenis pembedanya yaitu; noun
phrase, verb phrase, prepositional phrase, adjective phrase, dan adverb phrase.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis frasa tersebut:
a.
Noun Phrase
Frasa nomina, umumnya memiliki satu nomina (atau pronomina) sebagai
kata utamanya. Frasa nomina biasanya berawal dengan pewatas (determiner).
Dalam hal ini frasa nomina dapat bertindak sebagai subjek, objek, atau
komplemen dalam klausa dan dapat juga mengikuti preposisi.
(1) The future is a dream.
(2) I saw a young woman.
b.
Verb Phrase
Frasa verba, umumnya memiliki satu verba utama sebagai kata utamanya.
Bagian verba suatu kalimat dalam bahasa inggris disebut verb phrase. Frasa verba
dapat juga terdiri dari satu verba atau lebih dari satu verba.
(1) Guy is coming today.
Dalam hal ini, bahasa inggris mempunyai sejumlah kecil auxiliary verb
yang membantu main verb untuk membentuk frasa verba. Auxiliary verb itu
terdiri dari be, have, do dan kata bantu modalitas yaitu will, would, can, could,
might, shall, should, must, ought to, used to.
10
c.
Preposition Phrase
Frasa preposisi adalah sekelompok kata yang terdiri atas suatu preposisi
dan kata yang mengikutinya (biasanya frasa nomina). Frasa preposisi umumnya
memiliki satu preposisi sebagai kata pertamanya. Seperti halnya adverbia, frasa
preposisi menyatakan sejumlah arti yang berbeda, seperti place, time, reason dan
bersifat manasuka dalam suatu kalimat, artinya bisa ditiadakan dalam kalimat.
(1) We must disctuss the matter in private.
d.
Adjective Phrase
Adjective phrase memiliki satu adjektiva sebagai kata utamanya. Quirk
(1980) menyatakan bahwa an adjective phrase is a phrase with an adjective as a
head.
(1) The water is too cold.
e.
Adverb Phrase.
Adverb phrase memiliki satu adverbia sebagai kata utamanya. Frasa
adverbial memiliki struktur yang sama dengan frasa adjektiva, namun induknya
berbeda. Frasa adverbial digunakan untuk menerangkan kata kerja dan adjektiva,
yang dapat berfungsi sebagai nomina, adjektiva, atau adverbia
(1) Ella visited us on Friday.
11
f.
Infinitive Phrase.
Infinitive phrase diawalai oleh to-infinitive (to+simple form of verb). Frasa
infinitive digunakan untuk menerangkan objek atau pelengkap, oleh karenanya
mnucul sebagai konstituen frasa verba dan frasa adjektiva.
(1) Janice and her friends went to the mall to flirt with the cute guys.
2.1.4. Kelas Kata (Part of Speech)
Kata merupakan satuan terbesar, tetapi dalam tataran sintaksis kata
merupakan satuan terkecil yang bisa menjadi komponen pembentuk satuan
sintaksis yang lebih besar. Menurut Richards et.al (1985:209) “Part of speech is
term to describe the different type of words which are used to form sentences,
such a noun, pronoun, verb, adjective, adverb, preposition, conjunction, and
interjection.”
Quirk et.al (1985:18) mengemukakan bahwa part of speech atau kelas kata
dapat diklasifikasikan kedalam sepuluh jenis, yaitu:
1. Noun – party, churches, moment.
2. Adjective – fearless, quick, wonderfull.
3. Adverb – today, easily, far.
4. Verb – run, jump, play.
5. Article – the, a, an.
6. Demonstrative – that, this.
7. Pronoun – he, they, which.
8. Preposition – at, in, without.
9. Conjunction – and, when, that.
12
10. Interjection – oh, uh, ough.
Sedangkan menurut Nesfiel dalam buku Alwasiah (1993:48) mengatakan
bahwa part of speech terbagi ke dalam delapan jenis, yaitu:
1. Nomina yaitu “A word used for naming some person or thing.”
Sebuah kata yang digunakan untuk menamai orang atau benda.
Contoh: cat, house, car.
2. Pronomina yaitu “A word used instead of noun or noun equivalent.”
Sebuah kata yang digunakan sebagai pengganti nomina atau kata yang
berfungsi sebagai nomina.
Contoh: I, you, we, they, he, she, it.
3. Verba yaitu “A word for saying something about some person or
thing.” Sebuah kata yang digunakan untuk mengatakan sesuatu
tentang orang atau benda.
Contoh: study, swim, did.
4. Adjektiva yaitu “Word used instead of noun or noun equivalent.” Kata
yang
mengubah
nomina
atau
pronomina,
biasanya
dengan
menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
Contoh: dirty, tall, thin.
5. Adverbia yaitu “A word used to qualify any part of speech except a
noun
and
pronoun.”
menspesifikasikan
kelas
Sebuah
kata
kata
manapun
pronominal.
Contoh: fast, slowly, carefully.
yang
digunakan
kecuali
nomina
untuk
dan
13
6. Preposisi yaitu “Word placed before a noun equivalent to show in
what relation the person or thing denoted by the noun stands to
something else.” Kata yang diletakan sebelum nomina untuk
menunjukkan hubungan orang atau benda yang disimbolkan atau
diwakili oleh nomina dengan sesuatu yang lain.
Contoh: By, for, and, before.
7. Konjungsi yaitu “A word used to join words or phrases together or
one clause to another clause.” Sebuah kata yang digunakan untuk
menggabungkan kata-kata atau sejumlah frasa bersama, atau
menggabungkan klausa yang satu dengan yang lainnya.
Contoh: while, when, and, but, or.
8. Interjeksi yaitu “A word or sound thrown into sentence to express
some feeling of the mind.” Sebuah kata atau bunyi yang dilontarkan
dalam kalimat untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran.
Contoh: ssh, oops, ouch.
2.2
Semantik
Semantik berasal dari bahasa Yunani sema, nomina, yang berarti tanda
atau lambang. Tanda atau lambang yang dimaksud adalah tanda linguistik.
Verbanya adalah semaino yang memiliki arti menandai atau melambangkan.
Berikut penulis mengutip beberapa pendapat para ahli bahasa. Griffiths
(2006: 1) menyatakan bahwa “semantics is the study of the “toolkit” for meaning:
knowledge encoded in the vocabulary of the language and in its patterns for
building more elaborate meanings, up to the level of sentence meanings”.
14
Menurut Griffiths semantik merupakan suatu kajian mengenai makna, ilmu
pengetahuan yang disandikan di dalam kosakata bahasa dan suatu pola untuk
membentuk lebih banyak makna yang lebih terinci.
O’Grady, dkk (1996: 268) berpendapat bahwa semantics is the analysis of
meaning. Maksudnya adalah semantik merupakan analisis dari makna. Senada
dengan yang diungkapkan O’Grady, Hurford dan Heasley (1983: 1) menyatakan
bahwa semantics is the study of meaning in language. Menurut Hurford dan
Heasley, semantik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari makna di dalam
bahasa.
Palmer (1981: 1) menyatakan bahwa semantic is a part of language and
part of linguistics. Menurutnya, semantik merupakan bagian dari bahasa dan
bagian dari linguistik.
Dari pendapat para ahli bahasa tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa
semantik pada dasarnya memiliki pengertian ilmu yang mempelajari makna yang
terkandung dalam suatu kalimat.
2.2.1
Makna
Makna adalah sesuatu yang diekspresikan oleh bahasa tentang dunia di
mana kita hidup atau di dunia khayalan. Pendapat ini dikemukakan oleh Richards
(1985: 172) “Meaning is what a language expresses about the world we live in or
any possible or imaginary world.”
Robins (1981: 14) menyatakan bahwa “Meaning is an attribute not only of
language but of all signs and symbol system.” Menurut Robins, makna adalah
sesuatu yang menghubungkan tidak hanya bahasa tetapi semua tanda dan simbol.
15
Pendapat lain yang juga mendefinisikan tentang makna dinyatakan oleh
Catford (1965: 35) yang menyatakan bahwa “The total network of relations
entered into by any linguistics form text, item - in – text, structure, element of
structure, class, term in system, or whatever it maybe.” Menurut Catford, makna
adalah hubungan atas bentuk keseluruhan yang ada dalam linguistik seperti teks,
unsur-unsur yang ada di dalam teks, struktur, elemen struktur, kelas kata, istilah
dalam sistem, atau bentuk-bentuk lain yang memungkinkan.
Dapat disimpulkan bahwa makna adalah apa yang diekspresikan oleh
bahasa untuk memudahkan seseorang memahami bahasa yang akan atau sedang
digunakannya.
Lebih jauh Catford (1965: 36) membagi makna ke dalam tiga jenis yaitu
makna gramatikal, makna leksikal, dan makna kontekstual.
2.2.1.1 Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang didapat dari kamus. Makna leksikal
adalah makna yang sebenarnya, makna yang tidak berhubungan dengan konteks
apapun, makna yang sudah ada dan hanya diperlukan indera-indera untuk
mengamatinya.
Lyons (1981: 146) menyatakan bahwa lexical meaning is the meaning of
lexemes. Menurutnya makna leksikal adalah makna yang terdapat pada leksem
atau bersifat leksem.
16
Contoh:
(1) Horse
Makna leksem horse adalah large four-legged animal that people ride on
or use for pulling carts.
Dalam pendapat lain, Newmark (1916: 26) menyatakan bahwa lexical
meaning starts when grammatical meaning finishes: it is referential and precise,
and has to be concerned both outside and within the context. Newmark
berpendapat bahwa makna leksikal adalah makna yang tidak berhubungan dengan
makna gramatikal, makna leksikal memiliki acuan yang jelas dan tepat, makna
leksikal harus mengacu pada satu referen baik berada di dalam maupun di luar
kalimat.
Contoh:
(2) She rode a horse.
Horse dalam contoh (1) memiliki makna yang sama dengan horse pada
contoh (2), karena horse mengacu pada satu referen yang telah dijelaskan
pada contoh (2).
Kamus pada umumnya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh
kata yang dijelaskan. Oleh karena itu, banyak yang berpendapat bahwa makna
leksikal adalah makna yang terdapat di dalam kamus. Penulis menyimpulkan
bahwa jika dilihat dalam kalimat makna leksikal adalah makna yang tidak
berhubungan dengan konteks melainkan langsung merujuk pada referen tanpa
menyesuaikan dengan kata lain yang ada pada kalimat baik sebelum maupun
sesudah kata tersebut. Seperti pada contoh 11), makna horse tidak terpengaruh
oleh makna kata she ataupun rode.
17
2.2.1.2 Makna Kontekstual
Makna kontekstual merupakan makna yang berkaitan dengan konteks atau
situasi, sebagaimana diungkapkan oleh Catford (1965: 36) “The contextual
meaning of an item is the groupment of relevant situational features with which it
is related.” Maksud dari pengertian tersebut adalah suatu penggabungan dari ciriciri situasional yang relevandan saling berkaitan.
Cruse (1995:16) mengemukakan bahwa contextual meaning is the full set
of normality relations which a lexical item contracts with all conceivable contexts.
Menurut Cruse makna kontekstual adalah makna yang dihasilkan dari hubungan
antara kata dengan konteksnya.
Contoh:
(1) I am surfing now.
(2) Surfing the Internet.
Makna surfing secara leksikal adalah sport of riding on top of the waves
using a board seperti yang terdapat pada contoh (1), sedangkan surfing
pada contoh (2) bermakna sebuah aktifitas mencari informasi di internet
sesuai dengan konteksnya.Pada contoh (2) makna surfing tidak lagi
bermakna sport of riding on top of the waves using a board karena
terdapat kata internet yang telah mengubah konteksnya. Kedua contoh
tersebut membuktikan bahwa makna dari sebuah kata dapat berbeda sesuai
dengan konteksnya.
18
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual sangat dipengaruhi oleh
situasipenggunaan bahasanya. Penggunaan makna kontekstual banyak diterapkan
dalam menganalisis majas.
2.2.1.3 Makna Gramatikal
Menurut Kridalaksana (1984:120) makna gramatikal (grammatical
meaning, functional meaning, internal meaning) adalah makna yang muncul
sebagai akibat dari terjadinya hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuansatuan yang lebih besar; misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam
frase atau klausa.
Seperti diungkapkan Croft (2000, 258:262) menyatakan bahwa “The
distinction between lexical and grammatical meaning gets explained by
grammaticalization: a diachronic process by which lexical meanings shift to
grammatical meaning”. Menurutnya perbedaan antara makna leksikal dan makna
gramatikal dapat dijelaskan dengan proses gramatikal: proses diakronis makna
leksikal berubah menjadi makna gramatikal.
2.3
Majas
Majas dalam bahasa Inggris dikenal dengan figure of speech atau trope.
Istilah trope sebenarnya berarti penyimpangan sebagaimana yang diungkapkan
Swearingen (1991: 209) “Tropes are words and phrases whose meaning has
shifted from their "proper" or usual meaning to one that is proximate.”
Swearingen berpendapat bahwa majas adalah kata dan frasa yang maknanya telah
dibelokkan dari makna yang sebenarnya ke makna yang terdekat.
19
Contoh:
(1) My car is a lemon.
Pada kalimat tersebut terdapat penyimpangan makna lemon. Makna lemon
yang sebenarnya, yellow citrus fruit with a sour juice,digunakan untuk
memaknai kalimat my car is defective. Jadi, rasa asam yang dimiliki lemon
merupakan makna terdekat yang digunakan untuk membelokkan makna
my car is defective. Hurford, et al.(2007: 331)
2.3.1
Jenis Majas
Majas mempunyai banyak jenis, diantaranya adalah:
1.
Metafora (metaphor)
Metafora adalah pemahamam tentang pemindahan satu karakter kepada
karakter lain. Seperti yang diungkapkan O’Grady, dkk (1996: 278) bahwa
metafora merupakan the understanding of one concept in term of another.
Contoh:
(1) You’re wasting my time.
Pada kalimat diatas konsep waktu digunakan secara metafora karena time
atau waktu dianggap sebagai benda kongkrit yang dapat dihabiskan.
Dalam hal ini terdapat pemindahan sifat atau karakter dari benda kongkrit
ke konsep time seperti yang kemudian dipertegas oleh Stern dengan
menyatakan bahwa karakter menentukan isi setiap konteks.
Menurut Stern (2000: 16) “The meaning of a metaphoris the rule that
determines its content for each context, that is, its character”. Dapat diartikan
bahwa metafora adalah sebuah aturan yang menentukan isi untuk setiap konteks,
20
yaitu karakternya. Hurford, et al. (2007: 331) kemudian menyatakan bahwa
"Metaphors are conceptual (mental) operations reflected in human language that
enable speakers to structure and construe abstract areas of knowledge and
experience in more concrete experiential terms". Menurut Hurford metafora
merupakan suatu konsep yang dapat membuat si penutur menyusun dan
menguraikan konsep abstrak ke dalam istilah-istilah kongkrit.
Contoh:
(2) Dr Jones is a butcher.
Pada kalimat diatas terdapat konsep-konsep abstrak si tukang daging,
misalnya seperti yang kita ketahui tukang daging tidak bekerja hati-hati
atau tidak terlalu memikirkan akibat dari pekerjaan pisaunya terhadap
daging. Dengan demikian terdapat kiasan negatif yang kemudian
diterapkan kepada dokter.
Majas personifikasi merupakan bagian dari metafora. Seperti yang
diungkapkan Hurford, et al. (2007: 337) “Personification is a particular subtype
ofontological metaphor.” Menurut Hurford personifikasi adalah subtipe tertentu
dari metafora ontologis, dengan demikian majas personifikasi merupakan bagian
dari metafora..
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan majas yang
memindahkan karakter satu benda ke benda lain dengan menggunakan kata kiasan
untuk menyampaikan sebuah ilustrasi baik bermakna negatif ataupun positif.
2. Personifikasi
21
Dodson (2008: 30) mendefinisikan personifikasi sebagai “The attribution
of human characteristics to an inanimate object, abstract concept or impersonal
being.” Menurut Dodson personifikasi adalah pemberian sifat-sifat atau
karakteristik manusia kepada benda mati, konsep abstrak atau hal yang tidak
berkaitan dengan manusia.
Contoh:
(1) Rejoicing, the sun races to the finish line
Kalimat tersebut merupakan personifikasi karena terdapat sifat-sifat atau
karakteristik manusia yang diterapkan kepada benda mati, dalam hal ini
the sun dinyatakan oleh verba race yang merupakan aktifitas yang hanya
bisa dilakukan oleh manusia bukan oleh the sun.
Personifikasi dapat berarti penginsanan merupakan suatu corak khusus
dari metafora yang mengiaskan konsep abstrak bertindak, berbuat atau berbicara
seperti manusia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurford (2007: 337)
“Personification is a particular subtype of ontological metaphor in which an
abstract entity is construed as though it were a physical object which is then
further specified as being a person.” Dari pernyataan tersebut dapat diartikan
bahwa personifikasi adalah subtype tertentu dari metafora yang menyebutkan
bahwa sesuatu yang benar-benar abstrak diperlakukan seolah-olah benda konkrit
yang kemudian lebih lanjut ditetapkan sebagai pribadi yang memiliki kemampuan
seperti manusia.
3. Ironi (irony)
22
Menurut Stern (2000: 234) “Irony is a context-sensitive function that
yields a contrary from among a set of alternatives themselves determined in the
context. Very frequently, the relevant contrary is the opposite.” Stern berpendapat
bahwa ironi merupakan sebuah konteks yang peka dalam penggunaannya dan
menghasilkan sebuah pertentangan di antara sekumpulan alternatif yang
ditentukan di dalam konteks tersebut. Sering kali pertentangan yang terkait
merupakan suatu hal yang berlawanan.
Contoh:
(1) Well we really beat them, didn’t we?
Setelah menderita kekalahan 80-0 dalam sebuah pertandingan sepak bola,
salah satu penggemar dari tim yang kalah berkata dengan nada sinis, “Well
we really beat them, didn’t we?” Ungkapan tersebut merupakan ironi
karena terdapat sebuah pertentangan atau hal yang berlawanan dengan
fakta. Dapat disimpulkan bahwa ironi merupakan majas yang berfungsi
untuk mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan fakta.
4.
Hiperbola (Hyperbole)
Menurut Graham Little (1985: 164-166) “Hyperbole is a rhetorical figure
which consists in an exaggerated statement that is not meant to be taken literally.
It means, the understatements passes beyond realistic and logical thinking, but
actually has logical meaning, it used to emphasize something". Menurut Graham
majas yang terdiri dari sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan bukan berarti
diambil secara harfiah. Yang artinya meremehkan melewati luar realistis dan
23
berpikir logis, tetapi sebenarnya memiliki arti logis yang digunakan untuk
menekankan sesuatu.
Contoh:
(1) George, I think you are the most selfish human being on the planet.
Kalimat diatas tersebut adalah majas hiperbola karena dalam kalimat
tersebut terdapat sesuatu hal yang dilebih-lebihkan. The most selfish
human being on the planet merupakan sesuatu yang sangat, karena
pembicara mengatakan George adalah makhluk hidup yang sangat egois
yang ada di planet ini. Dapat disimpulkan bahwa majas hiperbola
merupakan majas yang melebih-lebihkan sesuatu keadaan namun
pernyataannya kurang masuk akal.
5.
Sinekdok (Synecdoche)
Menurut Robert. J Fogelin (2011:108) "Synecdoche can be taken in a
broad generic sense or in a narrow sense as one trope among others".
Menurutnya sinekdok dapat diambil dengan arti luas atau arti sempit sebagai salah
satu kiasan.
Contoh:
(1) Indonesia won the football competition last year.
Pada contoh diatas "Indonesia won" yang dimaksud merupakan pemain
dari Indonesia memenangkan pertandingan. Dapat disimpulkan bahwa
kalimat diatas Indonesia won merupakan majas sinekdok karena hanya
pemain sepakbola yang memenangkan pertandingan, bukan rakyat
Indonesia.
24
6.
Metonimi (Metonymy)
Saeed (2006: 85) berpendapat bahwa “Metonymy define it in terms of a
person or object being reffered to using as the vehicle a word whose literal
denotation is somehow pertinently related”.
Contoh:
(1) The piano is in a bad mood
Pada contoh (1) “the piano” yang dimaksud merupakan musisi dari pemain
piano tersebut. Kalimat diatas merupakan metonimia karena manusia dalam
contoh diatas menggunakan konsep sebuah alat musik. Dapat disimpulkan
bahwa kalimat diatas merupakan majas metonimi karena menerapkan sebuah
kata benda pada manusia.
7.
Litotes
Menurut Jeane Fanehstock “Litotes is the words actually used minimize a
subject that the audience does or should estimate differently”. Dapat diartikan
juga bahwa litotes adalah kata-kata yang bersifat untuk meminimalkan kenyataan
yang ada.
Contoh:
(1) I have a few medals
Contoh pada kalimat (1) merupakan litotes karena pernyataan diatas
merupakan
sebuah
pernyataan
yang
meminimalkan
kenyataan.
Padahal
sesungguhnya “a few medals” disini sama saja dengan “I have many medals”.
25
Penjelasan tentang beberapa majas di atas merupakan sebagian kecil dari
jenis-jenis majas yang ada. Karena dalam penelitian ini penulis hanya
memfokuskan pada majas simile, maka jenis-jenis majas selain majas simile
hanya dijelaskan secara umum sebatas pengertian dengan satu contoh.
2.3.2
Simile
Simile berasal dari bahasa latin “Simile” yang berarti kemiripan dan
persamaan, secara teknis merupakan perbandingan antara 2 buah objek dengan
beberapa kesamaan..
Mc Arthur (1992: 936) menjelaskan simile sebagai “a figure of speech in
which a more or less fanciful or unrealistic comparison is made, using like or
as.” Menurut Mc Arthur simile adalah majas yang merupakan perbandingan tidak
realistis dengan menggunakan like atau as. Mc Arthur mencontohkan sebagai
berikut:
(1) Life is like an onion.
Pada kalimat tersebut, kata life dibandingkan dengan onion, karena hidup
dalam hal ini life adalah hal yang sangat berbeda dengan onion atau sangat
tidak realistis untuk dibandingkan. Sehingga kalimat tersebut termasuk
kedalam majas simile.
(2) The beauty of Queen Sheeba is like the shining sun.
Kecantikan Ratu Sheeba seperti cahaya matahari. Kalimat tersebut
termasuk kedalam majas simile karena terdapat perbandingan yang tidak
realistis antara Queen Sheeba dan Sun dengan menggunakan kata like.
26
Lain halnya dengan kalimat My mother and I like apples. Walaupun
kalimat tersebut menggunakan kata like tetapi tidak termasuk kedalam
simile karena kata like diatas mempunyai fungsi sebagai predikasi bukan
sebagai pembanding.
(3) The water is like the sun.
Kata water dan the sun merupakan perbandingan yang tidak realistis dan
tidak ada hubungannya sama sekali sehingga kalimat tersebut termasuk
kedalam simile.
(4) Good coffee is like friendship.
Kopi yang baik itu seperti persahabatan. Disini kata good coffee dan
friendship lagi-lagi merupakan perbandingan yang tidak realistik karena
tidak ada hubungannya sama sekali antara good coffee dan friendship
sehingga kalimat diatas pun termasuk kedalam majas simile.
(5) Fleece as white as snow
Bulu domba begitu putih seperti salju. Kata fleece dan snow merupakan
perbandingan yang tidak realistis sehingga frasa diatas termasuk kedalam
majas simile.
Mengingat bahwa pada konstruksi simile terdapat source dan target
entities, maka simile terlihat lebih mirip dengan metafor. Hal ini dikemukakan
oleh Stern (2004: 340) menyatakan bahwa “similes should be analyzed on the
same model as metaphor.”
27
Contoh:
(6) The pursuit of absolute safety is like to trying to get the bubbles out of
wallpaper.
(7) The Pursuit of absolute safety: it’s trying to get the bubbles out of
wallpaper.
Kalimat (6 merupakan contoh majas simile, sedangkan contoh (7
merupakan contoh majas metafor, dari kedua kalimat tersebut dapat kita lihat
bahwa keduanya memiliki source dan target entities, yaitu “get the bubbles out of
wallpaper” sebagai source dan “the pursuit of absolute safety” sebagai target
entities. Kedua kalimat tersebut mempunyai interpretasi atau makna mengejar
keselamatan mutlak seperti mencoba mengeluarkan gelembung dari kertas
dinding, yang berarti hal yang tidak mungkin atau sia-sia.
Fadaee (2011) dalam jurnalnya, kemudian memperjelas definisi simile ini
dengan pengertian yang sederhana yaitu “the comparison of two objects with
some similarities.” Dalam Bahasa Inggris perbandingan yang menyatakan adanya
persamaan tersebut ditunjukkan dengan kata like dan as. Dengan demikian, secara
sederhana dapat kita simpulkan bahwa simile adalah metafor yang menggunakan
kata like dan as.
“Simile is a figure of speech in which one item is likened to another in
order to enhance an image; this figure is recognizable by the use of words such as
“like” or “as”.” (Cuddon, 1998). Cuddon mendefinisikan simile sebagai majas
dimana suatu subjek diibaratkan kepada subjek lain yang bertujuan untuk
meningkatkan citra; majas ini dikenali dengan penggunaan kata seperti “like” atau
“as”.
28
Dari pendapat para ahli bahasa tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa
simile merupakan majas yang membandingkan antara dua hal yang tidak realistis
dengan menggunakan kata like atau as, yang pada konstruksinya terdapat source
dan target entities.
2.3.2.1 Penanda Simile
Ada beberapa penanda simile yang digunakan dalam bahasa Inggris,
sebagaimana diungkapkan Halliday dan Hasan (1976):
“There are different simile markers used in English from the simple kinds
to the complex ones: “like”, “as”, “as…as”, “as if/though”, “just like/as” and
others; “as” and “like” are considered as the most recurrently used markers.”
Menurut Halliday dan Hasan (1976) ada beberapa penanda simile yang
berbeda yang digunakan dalam bahasa Inggris dari jenis yang sederhana dan jenis
yang rumit: “like”, “as”, “as…as”, “as if/though”, “just like/as” dan lainnya;
Menurut mereka “as” dan “like” adalah penanda simile yang paling sering
digunakan.
2.3.2.2 Jenis Simile
Svartengren (1918) membagi simile menjadi dua jenis yaitu intensifying
simile dan descriptive simile, berdasarkan fungsi gramatikalnya. Menurut
Svartengren intensifying simile digunakan untuk menekankan kualitas karakter
sesorang atau sesuatu. Sedangkan descriptive simile menggambarkan kondisi atau
keadaan seseorang atau objek. Jenis ini berbeda dengan intensifying simile karena
tidak menekankan kualitas atau perilaku suatu karakter, namun digunakan agar
pembaca dapat memahami keadaan karakter tersebut.
29
Lebih jauh lagi Ikeda (1992: 166-128) dan Sukagawa (1999: 95-96)
membagi kedua jenis simile diatas menjadi beberapa tipe berdasarkan struktur
gramatikalnya, yaitu:
a) Jenis Intensifying Simile
Tipe I:
be (+as) + Adj + as + N
Contoh:
(1) “… and that he wished he might be busted if he warn’t as dry as a
lime-basket.”
warn’t
as
dry
as
a lime-basket
Tipe II:
be
Comparator
Adjective
Comparator
Noun
be + as + Adj + as + CLAUSE
Contoh:
(2) Oliver was not altogether as comfortable as the hungry pig was, when
he was shut up, by mistake, in the grain department of a brewery.
was
as
comfortable
as
the hungry pig
Tipe III:
be
Comparator
Adjective
Comparator
Noun
V + as + Adj / Adv + as + Clause
Contoh:
(3) “… if you are not, you will only do harm to yourself and me too: and
perhaps be my death. See here! I have borne all this for you already, as
true as God sees me shew it.”
30
borne
as
true
as
God sees me shew it
Tipe IV:
V
Comparator
Adjective
Comparator
Clause
V + as + Adj / Adv + as + N
Contoh:
(4) “That’s the way with these people, ma’am; give ‘em a-apron full of
coals to-day: and they’ll come back for another, the day after to-morrow,
as brazen as alabaster.”
come back
as
brazen
as
alabaster
Tipe V:
V
Comparator
Adjective
Comparator
Noun
V + as + Adj / Adv + as if + Clause
Contoh:
(5) The sun shone brightly: as brightly as if it looked upon no misery or
care; and, with every leaf and flower in full bloom about her…
shone
as
brightly
as if
it looked upon no misery or
care
V
Comparator
Adjective
Comparator
Clause
31
b) Jenis Descriptive Simile
Tipe VI:
V + like + N
Contoh:
(6) The air grew colder, as day came slowly on; and the mist rolled along
the ground like a dense cloud of smoke. The grass was wet; the pathways,
and low places, were all mire and water; and the damp breath of an
unwholesome wind went languidly by, with a hollow moaning. Still Oliver
lay motionless and insensible on the spot where Sikes had left him.
rolled
like
A dense cloud of smoke
Tipe VII:
V
Comparator
Noun
look (or seem / appear) + like + N
Contoh:
(7) It seemed like quiet music for the repose of the dead.
seemed like
quiet music for the repose of the dead
Tipe VIII:
Comparator
Noun
-like + N
Contoh:
(8) As he saw all this in one bewildered glance, the death-like stillness
came again, and looking back, he saw that the jurymen had turned
towards the judge. Hush!.
-like
stillness
Comparator
Noun
32
Tipe IX:
look + -like
Contoh:
(9) …and the sombre shadows thrown by the tree upon the ground, looked
sepulchral and death-like, from being so still.
looked
-like
Tipe X:
Look
Comparator
look + as if (or as though) + CLAUSE
Contoh:
(10) Fagin looked as if he could have willingly excused himself from
taking home a visitor at that unseasonable hour; and…
looked
as if
He could have willingly excused
himself from taking home a visitor at
that unseasonable hour
look
Comparator
Clause
Download