BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sintaktis Dalam linguistik, kata syntax berasal dari Bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari kata syn yang berarti “bersama”, dan kata taksis yang berarti “rangkaian dan urutan”. Jadi dengan kata lain, sintaksis adalah salah satu dari cabang ilmu linguistik yang mempelajari kaidah yang menentukan bagaimana kata membentuk frasa atau kalimat dan klausa. O’Grady et.al. (1996: 181) mengemukakan bahwa: “Syntax is the system of rules and catagories that underlies sentence formation in human language.” Menurut O’Grady, yang dimaksud dengan sintaksis ialah sistem dari kaidah-kaidah dan kategori-kategori yang melandasi formasi kalimat dalam bahasa manusia. Carnie (2006) juga menyatakan bahwa “Syntax: studies of level of language that lies between words and the meaning of utterance: sentence.” Carnie menyatakan bahwa sintaksis merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang kata-kata dan makna ujaran dalam sebuah kalimat. McMannis et.al. (1998: 153) juga mengemukakan bahwa: “Syntax is the study of structure of sentence. Itattempts to uncover the underlying principles, or rules, for constructing well-formerd sentences of particular language.” Dari pengertian yang dikemukakan McMannis, dapat dilihat bahwa sintaksis ialah ilmu yang digunakan untuk meneliti atau menganalisis struktur kalimat. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara kata, frasa, ataupun 6 7 klausa dalam kalimat serta aturan-aturan yang terlibat dalam pembentukan kalimat. Dalam sintaksis, ada beberapa pembentuknya dan penulis akan menjelaskan beberapa pembentuk dalam sintaksis seperti; kalimat, klausa, frasa, dan kata. 2.1.1 Kalimat Kalimat merupakan rangkaian kata yang tersusun secara gramatikal dan mengandung makna seperti yang dikatakan oleh Harris dan Hodges (1991: 43) “A sentence is an expression of thought or feeling by means of a word or words used in such form and manner as to convey the meaning itended.” Aarts (1997: 6) “Sentence is a string of words that begins is capital letter and ends in a full stop and its typically used to express a state of affairs in the world.” Sedangkan kalimat menurut Kaushal (2000: 215) ialah “A unit that has a subject and predicate which contains a finite verb.” Kesimpulan singkatnya, bahwa kalimat merupakan konstituen dasar yang disertai oleh intonasi final yang merupakan sebuah unit lengkap yang memiliki arti, Kalimat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu sebagai berikut: simple sentence, compound sentence, complex sentence, dan compoundcomplex sentence. 2.1.2 Klausa Klausa atau clause dalam Bahasa Inggris didefinisikan sebagai “Construction with one phrase constituent, typically a noun phrase that bears the subject relation and another constituent, the verb phrase bearing the predicate 8 relation.” Yaitu kontruksi yang terdiri dari frasa nomina yang mengisi unsur subjek dan frasa verba yang mengisi unsur predikat. Contoh : (1) She canceled her departure N V.phrase Sedangkan menurut Azar (1993: 238) “A clause is a group of words containing a subject and verb.” Maka dapat diartikan bahwa klausa merupakan gabungan kata yang memiliki sebuah subjek dan kata kerja. Pernyataan serupa didukung juga oleh Richards et.al (1985: 39) yang menyatakan “Clause is a group of words which contain subject and finite verb.” Dari definisi-definisi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa klausa ialah kelompok kata yang membentuk sebuah unit gramatikal dan mengandung sebuah subjek dan sebuah kata kerja finit dan berkontruksi predikatif. 2.1.3 Frasa Frasa adalah gabungan kata yang memiliki makna. Klausa berbeda dengan frasa. Klausa dan kalimat dibangun dari frasa. Richard, et al mengemukakan bahwa A phrase is a group of words which form a grammatical unit. Sebuah frasa tidak memiliki struktur subjek predikat. Contoh: (1) I liked her expensive new car. Pada kamus linguistik juga menerangkan bahwa Phrases are usually classified according to their central word or head, e.g. noun phrase, verb phrase, etc, Quirk, et al (1985). Chaer (1994) menyatakan bahwa Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis 9 yang satu tingkat di bawah satuan klausa, atau satu tingkat berada di atas satuan kata. Jadi frase adalah satu satuan sintaksis yang terdiri atas kelompok kata yang bersifat nonpredikatif. Quirk, et al. (1985) membagi frase menjadi lima bagian berdasarkan beberapa kategori tergantung pada jenis pembedanya yaitu; noun phrase, verb phrase, prepositional phrase, adjective phrase, dan adverb phrase. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis frasa tersebut: a. Noun Phrase Frasa nomina, umumnya memiliki satu nomina (atau pronomina) sebagai kata utamanya. Frasa nomina biasanya berawal dengan pewatas (determiner). Dalam hal ini frasa nomina dapat bertindak sebagai subjek, objek, atau komplemen dalam klausa dan dapat juga mengikuti preposisi. (1) The future is a dream. (2) I saw a young woman. b. Verb Phrase Frasa verba, umumnya memiliki satu verba utama sebagai kata utamanya. Bagian verba suatu kalimat dalam bahasa inggris disebut verb phrase. Frasa verba dapat juga terdiri dari satu verba atau lebih dari satu verba. (1) Guy is coming today. Dalam hal ini, bahasa inggris mempunyai sejumlah kecil auxiliary verb yang membantu main verb untuk membentuk frasa verba. Auxiliary verb itu terdiri dari be, have, do dan kata bantu modalitas yaitu will, would, can, could, might, shall, should, must, ought to, used to. 10 c. Preposition Phrase Frasa preposisi adalah sekelompok kata yang terdiri atas suatu preposisi dan kata yang mengikutinya (biasanya frasa nomina). Frasa preposisi umumnya memiliki satu preposisi sebagai kata pertamanya. Seperti halnya adverbia, frasa preposisi menyatakan sejumlah arti yang berbeda, seperti place, time, reason dan bersifat manasuka dalam suatu kalimat, artinya bisa ditiadakan dalam kalimat. (1) We must disctuss the matter in private. d. Adjective Phrase Adjective phrase memiliki satu adjektiva sebagai kata utamanya. Quirk (1980) menyatakan bahwa an adjective phrase is a phrase with an adjective as a head. (1) The water is too cold. e. Adverb Phrase. Adverb phrase memiliki satu adverbia sebagai kata utamanya. Frasa adverbial memiliki struktur yang sama dengan frasa adjektiva, namun induknya berbeda. Frasa adverbial digunakan untuk menerangkan kata kerja dan adjektiva, yang dapat berfungsi sebagai nomina, adjektiva, atau adverbia (1) Ella visited us on Friday. 11 f. Infinitive Phrase. Infinitive phrase diawalai oleh to-infinitive (to+simple form of verb). Frasa infinitive digunakan untuk menerangkan objek atau pelengkap, oleh karenanya mnucul sebagai konstituen frasa verba dan frasa adjektiva. (1) Janice and her friends went to the mall to flirt with the cute guys. 2.1.4. Kelas Kata (Part of Speech) Kata merupakan satuan terbesar, tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang bisa menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar. Menurut Richards et.al (1985:209) “Part of speech is term to describe the different type of words which are used to form sentences, such a noun, pronoun, verb, adjective, adverb, preposition, conjunction, and interjection.” Quirk et.al (1985:18) mengemukakan bahwa part of speech atau kelas kata dapat diklasifikasikan kedalam sepuluh jenis, yaitu: 1. Noun – party, churches, moment. 2. Adjective – fearless, quick, wonderfull. 3. Adverb – today, easily, far. 4. Verb – run, jump, play. 5. Article – the, a, an. 6. Demonstrative – that, this. 7. Pronoun – he, they, which. 8. Preposition – at, in, without. 9. Conjunction – and, when, that. 12 10. Interjection – oh, uh, ough. Sedangkan menurut Nesfiel dalam buku Alwasiah (1993:48) mengatakan bahwa part of speech terbagi ke dalam delapan jenis, yaitu: 1. Nomina yaitu “A word used for naming some person or thing.” Sebuah kata yang digunakan untuk menamai orang atau benda. Contoh: cat, house, car. 2. Pronomina yaitu “A word used instead of noun or noun equivalent.” Sebuah kata yang digunakan sebagai pengganti nomina atau kata yang berfungsi sebagai nomina. Contoh: I, you, we, they, he, she, it. 3. Verba yaitu “A word for saying something about some person or thing.” Sebuah kata yang digunakan untuk mengatakan sesuatu tentang orang atau benda. Contoh: study, swim, did. 4. Adjektiva yaitu “Word used instead of noun or noun equivalent.” Kata yang mengubah nomina atau pronomina, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik. Contoh: dirty, tall, thin. 5. Adverbia yaitu “A word used to qualify any part of speech except a noun and pronoun.” menspesifikasikan kelas Sebuah kata kata manapun pronominal. Contoh: fast, slowly, carefully. yang digunakan kecuali nomina untuk dan 13 6. Preposisi yaitu “Word placed before a noun equivalent to show in what relation the person or thing denoted by the noun stands to something else.” Kata yang diletakan sebelum nomina untuk menunjukkan hubungan orang atau benda yang disimbolkan atau diwakili oleh nomina dengan sesuatu yang lain. Contoh: By, for, and, before. 7. Konjungsi yaitu “A word used to join words or phrases together or one clause to another clause.” Sebuah kata yang digunakan untuk menggabungkan kata-kata atau sejumlah frasa bersama, atau menggabungkan klausa yang satu dengan yang lainnya. Contoh: while, when, and, but, or. 8. Interjeksi yaitu “A word or sound thrown into sentence to express some feeling of the mind.” Sebuah kata atau bunyi yang dilontarkan dalam kalimat untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Contoh: ssh, oops, ouch. 2.2 Semantik Semantik berasal dari bahasa Yunani sema, nomina, yang berarti tanda atau lambang. Tanda atau lambang yang dimaksud adalah tanda linguistik. Verbanya adalah semaino yang memiliki arti menandai atau melambangkan. Berikut penulis mengutip beberapa pendapat para ahli bahasa. Griffiths (2006: 1) menyatakan bahwa “semantics is the study of the “toolkit” for meaning: knowledge encoded in the vocabulary of the language and in its patterns for building more elaborate meanings, up to the level of sentence meanings”. 14 Menurut Griffiths semantik merupakan suatu kajian mengenai makna, ilmu pengetahuan yang disandikan di dalam kosakata bahasa dan suatu pola untuk membentuk lebih banyak makna yang lebih terinci. O’Grady, dkk (1996: 268) berpendapat bahwa semantics is the analysis of meaning. Maksudnya adalah semantik merupakan analisis dari makna. Senada dengan yang diungkapkan O’Grady, Hurford dan Heasley (1983: 1) menyatakan bahwa semantics is the study of meaning in language. Menurut Hurford dan Heasley, semantik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari makna di dalam bahasa. Palmer (1981: 1) menyatakan bahwa semantic is a part of language and part of linguistics. Menurutnya, semantik merupakan bagian dari bahasa dan bagian dari linguistik. Dari pendapat para ahli bahasa tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa semantik pada dasarnya memiliki pengertian ilmu yang mempelajari makna yang terkandung dalam suatu kalimat. 2.2.1 Makna Makna adalah sesuatu yang diekspresikan oleh bahasa tentang dunia di mana kita hidup atau di dunia khayalan. Pendapat ini dikemukakan oleh Richards (1985: 172) “Meaning is what a language expresses about the world we live in or any possible or imaginary world.” Robins (1981: 14) menyatakan bahwa “Meaning is an attribute not only of language but of all signs and symbol system.” Menurut Robins, makna adalah sesuatu yang menghubungkan tidak hanya bahasa tetapi semua tanda dan simbol. 15 Pendapat lain yang juga mendefinisikan tentang makna dinyatakan oleh Catford (1965: 35) yang menyatakan bahwa “The total network of relations entered into by any linguistics form text, item - in – text, structure, element of structure, class, term in system, or whatever it maybe.” Menurut Catford, makna adalah hubungan atas bentuk keseluruhan yang ada dalam linguistik seperti teks, unsur-unsur yang ada di dalam teks, struktur, elemen struktur, kelas kata, istilah dalam sistem, atau bentuk-bentuk lain yang memungkinkan. Dapat disimpulkan bahwa makna adalah apa yang diekspresikan oleh bahasa untuk memudahkan seseorang memahami bahasa yang akan atau sedang digunakannya. Lebih jauh Catford (1965: 36) membagi makna ke dalam tiga jenis yaitu makna gramatikal, makna leksikal, dan makna kontekstual. 2.2.1.1 Makna Leksikal Makna leksikal adalah makna yang didapat dari kamus. Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang tidak berhubungan dengan konteks apapun, makna yang sudah ada dan hanya diperlukan indera-indera untuk mengamatinya. Lyons (1981: 146) menyatakan bahwa lexical meaning is the meaning of lexemes. Menurutnya makna leksikal adalah makna yang terdapat pada leksem atau bersifat leksem. 16 Contoh: (1) Horse Makna leksem horse adalah large four-legged animal that people ride on or use for pulling carts. Dalam pendapat lain, Newmark (1916: 26) menyatakan bahwa lexical meaning starts when grammatical meaning finishes: it is referential and precise, and has to be concerned both outside and within the context. Newmark berpendapat bahwa makna leksikal adalah makna yang tidak berhubungan dengan makna gramatikal, makna leksikal memiliki acuan yang jelas dan tepat, makna leksikal harus mengacu pada satu referen baik berada di dalam maupun di luar kalimat. Contoh: (2) She rode a horse. Horse dalam contoh (1) memiliki makna yang sama dengan horse pada contoh (2), karena horse mengacu pada satu referen yang telah dijelaskan pada contoh (2). Kamus pada umumnya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskan. Oleh karena itu, banyak yang berpendapat bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat di dalam kamus. Penulis menyimpulkan bahwa jika dilihat dalam kalimat makna leksikal adalah makna yang tidak berhubungan dengan konteks melainkan langsung merujuk pada referen tanpa menyesuaikan dengan kata lain yang ada pada kalimat baik sebelum maupun sesudah kata tersebut. Seperti pada contoh 11), makna horse tidak terpengaruh oleh makna kata she ataupun rode. 17 2.2.1.2 Makna Kontekstual Makna kontekstual merupakan makna yang berkaitan dengan konteks atau situasi, sebagaimana diungkapkan oleh Catford (1965: 36) “The contextual meaning of an item is the groupment of relevant situational features with which it is related.” Maksud dari pengertian tersebut adalah suatu penggabungan dari ciriciri situasional yang relevandan saling berkaitan. Cruse (1995:16) mengemukakan bahwa contextual meaning is the full set of normality relations which a lexical item contracts with all conceivable contexts. Menurut Cruse makna kontekstual adalah makna yang dihasilkan dari hubungan antara kata dengan konteksnya. Contoh: (1) I am surfing now. (2) Surfing the Internet. Makna surfing secara leksikal adalah sport of riding on top of the waves using a board seperti yang terdapat pada contoh (1), sedangkan surfing pada contoh (2) bermakna sebuah aktifitas mencari informasi di internet sesuai dengan konteksnya.Pada contoh (2) makna surfing tidak lagi bermakna sport of riding on top of the waves using a board karena terdapat kata internet yang telah mengubah konteksnya. Kedua contoh tersebut membuktikan bahwa makna dari sebuah kata dapat berbeda sesuai dengan konteksnya. 18 Jadi dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual sangat dipengaruhi oleh situasipenggunaan bahasanya. Penggunaan makna kontekstual banyak diterapkan dalam menganalisis majas. 2.2.1.3 Makna Gramatikal Menurut Kridalaksana (1984:120) makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat dari terjadinya hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuansatuan yang lebih besar; misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa. Seperti diungkapkan Croft (2000, 258:262) menyatakan bahwa “The distinction between lexical and grammatical meaning gets explained by grammaticalization: a diachronic process by which lexical meanings shift to grammatical meaning”. Menurutnya perbedaan antara makna leksikal dan makna gramatikal dapat dijelaskan dengan proses gramatikal: proses diakronis makna leksikal berubah menjadi makna gramatikal. 2.3 Majas Majas dalam bahasa Inggris dikenal dengan figure of speech atau trope. Istilah trope sebenarnya berarti penyimpangan sebagaimana yang diungkapkan Swearingen (1991: 209) “Tropes are words and phrases whose meaning has shifted from their "proper" or usual meaning to one that is proximate.” Swearingen berpendapat bahwa majas adalah kata dan frasa yang maknanya telah dibelokkan dari makna yang sebenarnya ke makna yang terdekat. 19 Contoh: (1) My car is a lemon. Pada kalimat tersebut terdapat penyimpangan makna lemon. Makna lemon yang sebenarnya, yellow citrus fruit with a sour juice,digunakan untuk memaknai kalimat my car is defective. Jadi, rasa asam yang dimiliki lemon merupakan makna terdekat yang digunakan untuk membelokkan makna my car is defective. Hurford, et al.(2007: 331) 2.3.1 Jenis Majas Majas mempunyai banyak jenis, diantaranya adalah: 1. Metafora (metaphor) Metafora adalah pemahamam tentang pemindahan satu karakter kepada karakter lain. Seperti yang diungkapkan O’Grady, dkk (1996: 278) bahwa metafora merupakan the understanding of one concept in term of another. Contoh: (1) You’re wasting my time. Pada kalimat diatas konsep waktu digunakan secara metafora karena time atau waktu dianggap sebagai benda kongkrit yang dapat dihabiskan. Dalam hal ini terdapat pemindahan sifat atau karakter dari benda kongkrit ke konsep time seperti yang kemudian dipertegas oleh Stern dengan menyatakan bahwa karakter menentukan isi setiap konteks. Menurut Stern (2000: 16) “The meaning of a metaphoris the rule that determines its content for each context, that is, its character”. Dapat diartikan bahwa metafora adalah sebuah aturan yang menentukan isi untuk setiap konteks, 20 yaitu karakternya. Hurford, et al. (2007: 331) kemudian menyatakan bahwa "Metaphors are conceptual (mental) operations reflected in human language that enable speakers to structure and construe abstract areas of knowledge and experience in more concrete experiential terms". Menurut Hurford metafora merupakan suatu konsep yang dapat membuat si penutur menyusun dan menguraikan konsep abstrak ke dalam istilah-istilah kongkrit. Contoh: (2) Dr Jones is a butcher. Pada kalimat diatas terdapat konsep-konsep abstrak si tukang daging, misalnya seperti yang kita ketahui tukang daging tidak bekerja hati-hati atau tidak terlalu memikirkan akibat dari pekerjaan pisaunya terhadap daging. Dengan demikian terdapat kiasan negatif yang kemudian diterapkan kepada dokter. Majas personifikasi merupakan bagian dari metafora. Seperti yang diungkapkan Hurford, et al. (2007: 337) “Personification is a particular subtype ofontological metaphor.” Menurut Hurford personifikasi adalah subtipe tertentu dari metafora ontologis, dengan demikian majas personifikasi merupakan bagian dari metafora.. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan majas yang memindahkan karakter satu benda ke benda lain dengan menggunakan kata kiasan untuk menyampaikan sebuah ilustrasi baik bermakna negatif ataupun positif. 2. Personifikasi 21 Dodson (2008: 30) mendefinisikan personifikasi sebagai “The attribution of human characteristics to an inanimate object, abstract concept or impersonal being.” Menurut Dodson personifikasi adalah pemberian sifat-sifat atau karakteristik manusia kepada benda mati, konsep abstrak atau hal yang tidak berkaitan dengan manusia. Contoh: (1) Rejoicing, the sun races to the finish line Kalimat tersebut merupakan personifikasi karena terdapat sifat-sifat atau karakteristik manusia yang diterapkan kepada benda mati, dalam hal ini the sun dinyatakan oleh verba race yang merupakan aktifitas yang hanya bisa dilakukan oleh manusia bukan oleh the sun. Personifikasi dapat berarti penginsanan merupakan suatu corak khusus dari metafora yang mengiaskan konsep abstrak bertindak, berbuat atau berbicara seperti manusia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurford (2007: 337) “Personification is a particular subtype of ontological metaphor in which an abstract entity is construed as though it were a physical object which is then further specified as being a person.” Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa personifikasi adalah subtype tertentu dari metafora yang menyebutkan bahwa sesuatu yang benar-benar abstrak diperlakukan seolah-olah benda konkrit yang kemudian lebih lanjut ditetapkan sebagai pribadi yang memiliki kemampuan seperti manusia. 3. Ironi (irony) 22 Menurut Stern (2000: 234) “Irony is a context-sensitive function that yields a contrary from among a set of alternatives themselves determined in the context. Very frequently, the relevant contrary is the opposite.” Stern berpendapat bahwa ironi merupakan sebuah konteks yang peka dalam penggunaannya dan menghasilkan sebuah pertentangan di antara sekumpulan alternatif yang ditentukan di dalam konteks tersebut. Sering kali pertentangan yang terkait merupakan suatu hal yang berlawanan. Contoh: (1) Well we really beat them, didn’t we? Setelah menderita kekalahan 80-0 dalam sebuah pertandingan sepak bola, salah satu penggemar dari tim yang kalah berkata dengan nada sinis, “Well we really beat them, didn’t we?” Ungkapan tersebut merupakan ironi karena terdapat sebuah pertentangan atau hal yang berlawanan dengan fakta. Dapat disimpulkan bahwa ironi merupakan majas yang berfungsi untuk mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan fakta. 4. Hiperbola (Hyperbole) Menurut Graham Little (1985: 164-166) “Hyperbole is a rhetorical figure which consists in an exaggerated statement that is not meant to be taken literally. It means, the understatements passes beyond realistic and logical thinking, but actually has logical meaning, it used to emphasize something". Menurut Graham majas yang terdiri dari sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan bukan berarti diambil secara harfiah. Yang artinya meremehkan melewati luar realistis dan 23 berpikir logis, tetapi sebenarnya memiliki arti logis yang digunakan untuk menekankan sesuatu. Contoh: (1) George, I think you are the most selfish human being on the planet. Kalimat diatas tersebut adalah majas hiperbola karena dalam kalimat tersebut terdapat sesuatu hal yang dilebih-lebihkan. The most selfish human being on the planet merupakan sesuatu yang sangat, karena pembicara mengatakan George adalah makhluk hidup yang sangat egois yang ada di planet ini. Dapat disimpulkan bahwa majas hiperbola merupakan majas yang melebih-lebihkan sesuatu keadaan namun pernyataannya kurang masuk akal. 5. Sinekdok (Synecdoche) Menurut Robert. J Fogelin (2011:108) "Synecdoche can be taken in a broad generic sense or in a narrow sense as one trope among others". Menurutnya sinekdok dapat diambil dengan arti luas atau arti sempit sebagai salah satu kiasan. Contoh: (1) Indonesia won the football competition last year. Pada contoh diatas "Indonesia won" yang dimaksud merupakan pemain dari Indonesia memenangkan pertandingan. Dapat disimpulkan bahwa kalimat diatas Indonesia won merupakan majas sinekdok karena hanya pemain sepakbola yang memenangkan pertandingan, bukan rakyat Indonesia. 24 6. Metonimi (Metonymy) Saeed (2006: 85) berpendapat bahwa “Metonymy define it in terms of a person or object being reffered to using as the vehicle a word whose literal denotation is somehow pertinently related”. Contoh: (1) The piano is in a bad mood Pada contoh (1) “the piano” yang dimaksud merupakan musisi dari pemain piano tersebut. Kalimat diatas merupakan metonimia karena manusia dalam contoh diatas menggunakan konsep sebuah alat musik. Dapat disimpulkan bahwa kalimat diatas merupakan majas metonimi karena menerapkan sebuah kata benda pada manusia. 7. Litotes Menurut Jeane Fanehstock “Litotes is the words actually used minimize a subject that the audience does or should estimate differently”. Dapat diartikan juga bahwa litotes adalah kata-kata yang bersifat untuk meminimalkan kenyataan yang ada. Contoh: (1) I have a few medals Contoh pada kalimat (1) merupakan litotes karena pernyataan diatas merupakan sebuah pernyataan yang meminimalkan kenyataan. Padahal sesungguhnya “a few medals” disini sama saja dengan “I have many medals”. 25 Penjelasan tentang beberapa majas di atas merupakan sebagian kecil dari jenis-jenis majas yang ada. Karena dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada majas simile, maka jenis-jenis majas selain majas simile hanya dijelaskan secara umum sebatas pengertian dengan satu contoh. 2.3.2 Simile Simile berasal dari bahasa latin “Simile” yang berarti kemiripan dan persamaan, secara teknis merupakan perbandingan antara 2 buah objek dengan beberapa kesamaan.. Mc Arthur (1992: 936) menjelaskan simile sebagai “a figure of speech in which a more or less fanciful or unrealistic comparison is made, using like or as.” Menurut Mc Arthur simile adalah majas yang merupakan perbandingan tidak realistis dengan menggunakan like atau as. Mc Arthur mencontohkan sebagai berikut: (1) Life is like an onion. Pada kalimat tersebut, kata life dibandingkan dengan onion, karena hidup dalam hal ini life adalah hal yang sangat berbeda dengan onion atau sangat tidak realistis untuk dibandingkan. Sehingga kalimat tersebut termasuk kedalam majas simile. (2) The beauty of Queen Sheeba is like the shining sun. Kecantikan Ratu Sheeba seperti cahaya matahari. Kalimat tersebut termasuk kedalam majas simile karena terdapat perbandingan yang tidak realistis antara Queen Sheeba dan Sun dengan menggunakan kata like. 26 Lain halnya dengan kalimat My mother and I like apples. Walaupun kalimat tersebut menggunakan kata like tetapi tidak termasuk kedalam simile karena kata like diatas mempunyai fungsi sebagai predikasi bukan sebagai pembanding. (3) The water is like the sun. Kata water dan the sun merupakan perbandingan yang tidak realistis dan tidak ada hubungannya sama sekali sehingga kalimat tersebut termasuk kedalam simile. (4) Good coffee is like friendship. Kopi yang baik itu seperti persahabatan. Disini kata good coffee dan friendship lagi-lagi merupakan perbandingan yang tidak realistik karena tidak ada hubungannya sama sekali antara good coffee dan friendship sehingga kalimat diatas pun termasuk kedalam majas simile. (5) Fleece as white as snow Bulu domba begitu putih seperti salju. Kata fleece dan snow merupakan perbandingan yang tidak realistis sehingga frasa diatas termasuk kedalam majas simile. Mengingat bahwa pada konstruksi simile terdapat source dan target entities, maka simile terlihat lebih mirip dengan metafor. Hal ini dikemukakan oleh Stern (2004: 340) menyatakan bahwa “similes should be analyzed on the same model as metaphor.” 27 Contoh: (6) The pursuit of absolute safety is like to trying to get the bubbles out of wallpaper. (7) The Pursuit of absolute safety: it’s trying to get the bubbles out of wallpaper. Kalimat (6 merupakan contoh majas simile, sedangkan contoh (7 merupakan contoh majas metafor, dari kedua kalimat tersebut dapat kita lihat bahwa keduanya memiliki source dan target entities, yaitu “get the bubbles out of wallpaper” sebagai source dan “the pursuit of absolute safety” sebagai target entities. Kedua kalimat tersebut mempunyai interpretasi atau makna mengejar keselamatan mutlak seperti mencoba mengeluarkan gelembung dari kertas dinding, yang berarti hal yang tidak mungkin atau sia-sia. Fadaee (2011) dalam jurnalnya, kemudian memperjelas definisi simile ini dengan pengertian yang sederhana yaitu “the comparison of two objects with some similarities.” Dalam Bahasa Inggris perbandingan yang menyatakan adanya persamaan tersebut ditunjukkan dengan kata like dan as. Dengan demikian, secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa simile adalah metafor yang menggunakan kata like dan as. “Simile is a figure of speech in which one item is likened to another in order to enhance an image; this figure is recognizable by the use of words such as “like” or “as”.” (Cuddon, 1998). Cuddon mendefinisikan simile sebagai majas dimana suatu subjek diibaratkan kepada subjek lain yang bertujuan untuk meningkatkan citra; majas ini dikenali dengan penggunaan kata seperti “like” atau “as”. 28 Dari pendapat para ahli bahasa tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa simile merupakan majas yang membandingkan antara dua hal yang tidak realistis dengan menggunakan kata like atau as, yang pada konstruksinya terdapat source dan target entities. 2.3.2.1 Penanda Simile Ada beberapa penanda simile yang digunakan dalam bahasa Inggris, sebagaimana diungkapkan Halliday dan Hasan (1976): “There are different simile markers used in English from the simple kinds to the complex ones: “like”, “as”, “as…as”, “as if/though”, “just like/as” and others; “as” and “like” are considered as the most recurrently used markers.” Menurut Halliday dan Hasan (1976) ada beberapa penanda simile yang berbeda yang digunakan dalam bahasa Inggris dari jenis yang sederhana dan jenis yang rumit: “like”, “as”, “as…as”, “as if/though”, “just like/as” dan lainnya; Menurut mereka “as” dan “like” adalah penanda simile yang paling sering digunakan. 2.3.2.2 Jenis Simile Svartengren (1918) membagi simile menjadi dua jenis yaitu intensifying simile dan descriptive simile, berdasarkan fungsi gramatikalnya. Menurut Svartengren intensifying simile digunakan untuk menekankan kualitas karakter sesorang atau sesuatu. Sedangkan descriptive simile menggambarkan kondisi atau keadaan seseorang atau objek. Jenis ini berbeda dengan intensifying simile karena tidak menekankan kualitas atau perilaku suatu karakter, namun digunakan agar pembaca dapat memahami keadaan karakter tersebut. 29 Lebih jauh lagi Ikeda (1992: 166-128) dan Sukagawa (1999: 95-96) membagi kedua jenis simile diatas menjadi beberapa tipe berdasarkan struktur gramatikalnya, yaitu: a) Jenis Intensifying Simile Tipe I: be (+as) + Adj + as + N Contoh: (1) “… and that he wished he might be busted if he warn’t as dry as a lime-basket.” warn’t as dry as a lime-basket Tipe II: be Comparator Adjective Comparator Noun be + as + Adj + as + CLAUSE Contoh: (2) Oliver was not altogether as comfortable as the hungry pig was, when he was shut up, by mistake, in the grain department of a brewery. was as comfortable as the hungry pig Tipe III: be Comparator Adjective Comparator Noun V + as + Adj / Adv + as + Clause Contoh: (3) “… if you are not, you will only do harm to yourself and me too: and perhaps be my death. See here! I have borne all this for you already, as true as God sees me shew it.” 30 borne as true as God sees me shew it Tipe IV: V Comparator Adjective Comparator Clause V + as + Adj / Adv + as + N Contoh: (4) “That’s the way with these people, ma’am; give ‘em a-apron full of coals to-day: and they’ll come back for another, the day after to-morrow, as brazen as alabaster.” come back as brazen as alabaster Tipe V: V Comparator Adjective Comparator Noun V + as + Adj / Adv + as if + Clause Contoh: (5) The sun shone brightly: as brightly as if it looked upon no misery or care; and, with every leaf and flower in full bloom about her… shone as brightly as if it looked upon no misery or care V Comparator Adjective Comparator Clause 31 b) Jenis Descriptive Simile Tipe VI: V + like + N Contoh: (6) The air grew colder, as day came slowly on; and the mist rolled along the ground like a dense cloud of smoke. The grass was wet; the pathways, and low places, were all mire and water; and the damp breath of an unwholesome wind went languidly by, with a hollow moaning. Still Oliver lay motionless and insensible on the spot where Sikes had left him. rolled like A dense cloud of smoke Tipe VII: V Comparator Noun look (or seem / appear) + like + N Contoh: (7) It seemed like quiet music for the repose of the dead. seemed like quiet music for the repose of the dead Tipe VIII: Comparator Noun -like + N Contoh: (8) As he saw all this in one bewildered glance, the death-like stillness came again, and looking back, he saw that the jurymen had turned towards the judge. Hush!. -like stillness Comparator Noun 32 Tipe IX: look + -like Contoh: (9) …and the sombre shadows thrown by the tree upon the ground, looked sepulchral and death-like, from being so still. looked -like Tipe X: Look Comparator look + as if (or as though) + CLAUSE Contoh: (10) Fagin looked as if he could have willingly excused himself from taking home a visitor at that unseasonable hour; and… looked as if He could have willingly excused himself from taking home a visitor at that unseasonable hour look Comparator Clause