ISSUE KONFLIK DI TIMUR TENGAH Ada kecenderungan pola konflik perbatasan yang berkembang di Timur Tengah banyak disebabkan oleh dua faktor: Pertama, faktor alamiah yakni konflik perbatasan yang disebabkan oleh kondisi perbatasan yang memungkinkan proses migrasi antar negara berjalan dengan intensif . Hal ini bisa difahami karena area perbatasan antar negara tidak dibatasi oleh alam . Hamparan padang pasir memungkinkan perbatasan menjadi suatu tempat yang labil. Inilah yang dalam masa klasik perbatasan menjadi sangat cair. Konflik yang sangat potensial dan diaktualkan oleh Israel adalah klaim bahwa hampir semua wilayah Timur tengah merupakan wilayah definitif Israel pada masa lalu, maka ketika Israel mengambil Sinai dari Mesir, Gaza dari Jordania, dan Golan dari Suriah adalah bukan aneksasi tetapi mengambil kembali haknya, yang dikenal dengan pembentukan Israel Raya.1 yang meliputi dari sebelah Kedua, faktor artifiasial yakni konflik perbatasan yang disebabkan oleh adanya perubahan perbatasan sebelumnya setelah ada kebijakan baru. Salah satu variabel yang sangat dominan adalah kebijakan pemerintah kolonial yang seringkali membuat garis perbatasan dengan menabrak garis-garis perbatasan alamiah seperti etnis, sungai, gunung .2 Hal inilah yang kemudian menimbulkan gejala separatisme dan irredentisme, yakni sebuah gejala untuk memisahkan diri dari suatu negara karena perbedaan etnis untuk kemudian bergabung dengan negara lain dengan yang memiliki kesamaan etnis. Kasus konflik perbatasan antara Iran, Iraq, Kuwait, Jordania, Suriah, Lebanon lebih banyak disebabkan karena masalah ini. Idiologi Keagamaan & Idiologi Politik Sebagai pusat perkembangan agama dunia Timur Tengah memiliki khasanah pemikiran keagamaan yang sangat kompleks. Dalam batas tertentu keragaman pemikiran keagamaan menampakkan sebagai sebuah mozaik pemikiran yang sangat mengesankan. Namun dalam batas 1 Lihat lebih jauh kawasan Israel Raya dalam Roger Geraudy, Zionisme Keagamaan dan Politik , Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1993 2 Lihat lebih jauh dalam Drysdale, Alaydair, Political Geogrhapy in North Africa and Middle East, New York, Princenton, 1989 tertentu, sejarah perkembangan politik keagamaan di Timur tengah banyak diwarnai oleh gejala konflik dari tingkat yang konstruktif sampai tingkat destruktif. Idiologi keagamaan yang menampakan gejala konflik dalam abad 20 adalah dua mazhab besar Islam yakni Sunni dan Syi’ah. Tradisi konflik Sunni dan Syiah sebenarnya sudah terjadi pasca Nabi Muhammad SAW meninggal dunia.3 Kulminasi dalam sejarah modern adalah konflik Iran-Iraq, di mana Iran mewakili tradisi Syi’ah, dan Iraq meski tidak terlalu tempat sebagai Sunni, namun banyak kerajaan Sunni memberikan dukungan kepada Israel. Dalam tingkat negara, konflik Sunni-Syiah juga terjadi di beberapa negara seperti Iraq, Iran, Arab Saudi dan Lebanon, ada yang berupa peminggiran kelompok Syiah terutama di Iraq, Arab Saudi, ada yang berupa peminggiran Sunni yakni di negara Iran, atau dibentuk rotasi kekuasaan yang dilakukan di Lebanon di mana kelompok beragama satu sama lain saling membangun aliansi politik. Dalam kelompok Sunni dan Syi’ahpun sebenarnya juga terfragmentasi dalam sub idiologi, yang dalam batas tertentu juga menimbulkan gejala konflik. Namun konflik yang terjadi tidak sampai mencuat dalam Idiologi yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap ekskalasi konflik di Timur Tengah adalah semenjak munculnya kekuatan agama Yahudi yang didesain dalam bentuk politik, yang kemudian dikenal sebaga Zionisme Politik konflik yang sangat masif dan destruktif. Idiologi yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap ekskalasi konflik di Timur Tengah adalah semenjak munculnya kekuatan agama Yahudi yang didesain dalam bentuk politik, yang kemudian dikenal sebaga Zionisme Politik.4Idiologi Zionisme yang menunjukan watak chauvinistik telah menghasilkan perang yang intensif dalam area yang sempit ataupun luas. Pertentangan dalam area yang sempit terjadi di area Palestina dan Israeal, terutama di kawasan Jalur Gaza dan tepi Barat. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari proses idiologisasi masingmasing fihak yang berkonflik. Idiologi Islam yang berkembang di jalur Gaza dan tepi barat adalah tipikal Islam militan sebagai respon atas ketidakadilan yang diterima kaum muslimin.5 3 Lihat lebih jauh dalam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Agama Dalam Islam, Jakarta, Logos, 1996 atau bandingkan dengan Jusuf Syoeb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta, Radjawali, 1998 4 Lihat lebih jauh agenda konflik yang ditimbulkan oleh Zionisme Politik dalam tulisan Hidayat Nur Wakhid serta M. Jaffar dalam Abu Ridho, Palestina Nasibmu Kini, Jakarta, Sidik, 1996. 5 Dikawasan ini banyak didominasi oleh kelompok Hamas dan Jihad Islam, sebagai representasi kelompok Islam yang dikategorikan sebagai fundamentalis, lihat lebih jauh dalam Mark Jurgensmeyer, Berperang Atas Nama Tuhan, lihat juga dalam Edward Said, Covering Islam: Bisa Liputan Barat Atas Dunia Islam, Jogjakarta, Ikon Teralitera, 2001 atau John L Esposito, Unholy War, Yogyakarta, LKIS, 2002. Demikian pula dari sisi kelompok Yahudi yang juga banyak dihuni oleh kelompok radikal, sehingga menghasilkan pola konfrantasi yang hitam-putih.6 Pola konfrontasi berbasis keagamaan juga banyak diusung oleh kelompok Syiah yang revolusioner (Hizbulloh) yang didukung oelh Iran. Kelompok ini juga sangat masif melakukan perlawanan terhadap tindakan represi yang dilakukan Israel di perbatasan Lebanon ataupun kepada masyarakat Palestina. Konflik yang dilakukan idiologi politik dalam era 1970-an memberikan kontribusi yang sangat besar. Ide-ide semisal nasionalisme Arab yang kemudian berkembang menjadi konsep Ba’athisme juga telah memberikan pengaruh yang besar bagi proses konflik di Timur tengah. Ba’athisme telah mampu membangun dua regim besar baik di Iraq maupun di Suriah. 7 Perkembangan idiologi sosialisme ini cukup banyak memberikan warna di era 1960-1980-an, namun dalam era terakhir pengaruh idiologisasi sosialisme sudah mulai berkurang, seiring dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai penyokong utama tegaknya sosialisme. Dalam konteks kekinian, idiologi politik liberalisme cenderung diadop oleh beberapa negara secara terbatas. Negara yang paling responsif untuk menerima ide liberalisme adalah Mesir yang memperkenalkan kebijakan Infitah dalam bidang ekonomi. Namun dalam sisi budaya, pengaruh liberalisme belum begitu tampak. Salah satu contoh idelogi liberalisme yang menyebabkan konflik adalah liberalisme dan kapitalisme di Iran, yang kemudian menyebabkan revolusi Islam Iran.8 Natural Resources Minyak merupakan salah satu issue konflik yang sangat mengemuka di Timur Tengah semenjak dekade 1960-an. Potensi minyak yang dimiliki Timur Tengah yang diperkirakan memiliki deposit minyak yang mensuplai ¾ kebutuhan minyak dunia menjadikan kawasan ini menjadi rebutan dari negara-negara besar. Konflik akibat minyak ini telah memicu munculnya konflik yang berskala besar yakni dunia, di mana negara-negara minyak melakukan embargo minyak kepada negara industri sebagai bentuk protes terhadap kebijakan negara besar khususnya Amerika Serikat dan Uni Soviet yang tidak fair kepada Israel. Dalam batas tertentu pula minyak telah memberikan 6 Lihat dalam Mark Jurgensmeyer, ibid., Lihat lebih jauh dalam Alan R. Taylor, Pergeseran-Pergeseran Aliansi Dalam Sistem Perimbangan Kekuatan Arab, Jakarta, AmarPress, 1990, khususnya bab Akar-Akar Sistem Arab 8 Lihat lebih jauh dalam Riza Sihbudi, Hamdan Basyar, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah, Jakarta, Pustaka Grafindo, 1994 7 kontribusi bagi konflik di tingkat yang lebih mikro, yakni terciptanya konflik karena perebutan sumber minyak yang diyakini akan dapat menyumbang pendapatan nasional suatu negara. Iraq menyerang Kuwait juga tidak bisa dilepaskan kepada proses penguasaan minyak dan akses pelabuhan minyak untuk pendistribusian ke seluruh dunia. Amerika Serikat sedemikian membangun pangkalan militer di Dahran Arab Saudi juga tidak bisa dilepaskan kepada kepentingan minyak, baik dalam menjaga perusahaan pemboran minyak milik Amerika Serikat ataupun pemantauan distribusi dan harga dasar minyak. Sehingga invasi Amerika Serikat dengan pasukan multi nasional di tahun 1991, dan tahun 2003 tidak bisa lepas dari aroma kepentingan minyak. Sumberdaya yang juga menaikan potensi untuk konflik adalah air. Air dalam masa lalu merupakan sumber kehidupan yang banyak sekali menimbulkan ragam konflik. Dalam masa modern-pun, konflik tentang air juga tidak surut. Konflik antara Mesir dan Sudan tidak bisa dilepaskan dari proses Dalam masa modernpun, konflik tentang air juga tidak surut. kontrol air terhadap sungai Nil. Konflik antara Israel dan Suriah juga tidak bisa dilepaskan dari kontrol air atas sungai Jordan yang kebetulan akses ke Israel banyak berada di wilayah Suriah. Demikian pula Suriah dan Jordania-pun terlibat konflik air atas sungai Jordan. Sedangkan Iraq juga mengalami konflik masalah sungai Eufrat dan Tigris dengan Turki dan Suriah.9 9 Lihat lebih jauh konflik sungai ini dalam Drysdale, Alaydair, Political Geogrhapy in North Africa and Middle East, New York, Princenton, 1989 atau dalam Microsot Encarta Encylopedia 2004 sub conflict water in middle east.