Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat - Desember 2011 ISSN : 0216-7530 ANALISIS HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (By-Catch) DALAM PERIKANAN PUKAT PANTAI JENIS KRAKAT DI TELUK KOTA PALU SULAWESI TENGAH Oleh : Ahsan Mardjudo *) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan inventarisasi jenis-jenis ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch) pukat pantai jenis krakat, dan mengkaji tingkat keramahan pukat pantai jenis krakat yang digunakan oleh nelayan di sepanjang pesisir pantai Teluk Kota Palu terhadap kelestarian sumberdaya ikan. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan sampingan adalah jenis ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan bijinangka (Upeneus sulphureus), baronang (Siganus guttatus) dan barebuku (bahasa lokal). Metode pengoperasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat adalah dengan melingkari area penangkapan dimana bagian saya alat tangkap ini di tinggalkan di pantai dengan tali selembar yang di pegang oleh salah seorang nelayan dan badan serta sayap jaring lainnya di bawa melingkari area penangkapan sampai membentuk 180o, atau sampai dipantai berikutnya. Setelah semua tali sayap berada di pantai kemudian dilakukan penarikan bersama-sama dengan kecepatan yang sama agar alat tangkap tersebut tetap dalam kondisi normal sampai seluruh badan jaring mendarat di pantai. Alat tangkap pukat pantai jenis krakat di operasikan wilayah atau daerah perairan pantai yang memiliki karkater berlumpur dan berpasir, dan dihindari dioperasikan di perairan yang berbatu-batu atau terumbu karang. Dengan aspek ini, maka dapat dikatakan bahwa pengoperasian alat tangkap ini tidak merusak lingkungan perairan. Dari hasil analisis secara dekriptif menunjukkan bahwa alat tangkap pukat pantai jenis krakat ramah terhadap lingkungan dengan target tangkapannya adalah jenis teri dan udang kecil (bahasa lokal lamale). Namun perlu di perhatikan bahwa setiap kali dioperasikan selalu tertangkap jenis-jenis ikan yang bukan target atau tangkapan sampingan (bycatch). Katakunci : hasil tangkapan sampingan perikanan pukat pantai jenis krakat, Kota Palu Besusu, Talise, Tondo, Layana, Mamboro, Taipa, Kayumalue Panjeko, Panau, Baiya dan Pantoloan. Pembangunan perikanan terutama dilakukan melalui upaya peningkatan produksi. Dalam hal peningkatan produksi atau peningkatan hasil tangkapan, sekaligus menunjukan peningkatan pendapatan kesempatan kerja dan berusaha. Peningkatan produksi hasil tangkapan dengan penggunaan alat tangkap yang efektif dan efesien adalah merupakan hal yang sangat wajar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir. Namun perlu diperhatikan bahwa peningkatan produksi harus tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya perikanan sesuai yang di amanatkan oleh FAO Code of Conduct For Responsible Fisheries dinyataka bahwa PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Kota Palu telah lama dilakukan secara terus menerus oleh nelayan setempat. Hal ini membuat daerah tersebut menjadi wilayah penting sebagai sumber pendapatan para nelayan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan menjadi sumber pendapatan asli daerah bagi Kota Palu. Alasannya adalah karena nelayan-nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah tersebut berasal dari berbagai kelurahan, misalnya Kelurahan Watusampu, Buluri, Tipo, Silae, Lere, *) Penulis adalah Dosen pada Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat Palu 6 potensi sumberdaya laut yang boleh dimanfaatkan hanya sekitar 80% dari hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustanable Yield,MSY) dikutip dari berbagai sumber. Ti ngkat pem anfaatan pot ensi sumberdaya perikanan dapat dijadikan suatu indikator perkembangan dari suatu kegiatan penangkapan yang telah dilakukan di perairan dan sekaligus juga menjadi suatu pedoman dalam rangka pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan tanpa merusak kelestarian sumberdaya. Masalah belum optimalnya produksi dalam kegiatan perikanan tangkap dapat diperkirakan tiga hal antara lain : pertama; rendahnya sumberdaya manusia nelayan dan ilmu pengetahuan serta teknologi penangkapan ikan, kedua; ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan di kawasan tertentu, ketiga; terejadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang merupakan habitat ikan dan organisme laut lainnya be r pi j a h, m e nc a ri m ak a n a t au membesarkan diri. Secara umum kegiatan perekonomian nelayan di Teluk Palu bersifat fluktuatif karena ket ergant u ngan t erhadap produktifitas hasil perikanan. Jika produktifitas tinggi (musim tangkap) tingkat penghasilan nelayan akan meningkat, tapi daya beli masyarakat rendah begitu pula halnya dengan sebaliknya. Ketergantungan nelayan terhadap musim sangat mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan setiap kali melakukan kegiatan penangkapan. Pengembangan perikanan tangkap saat ini lebih diarahkan kepada pengelolaan yang bertanggungjawab demi kelangsungan sumberdaya perikanan itu sendiri. (Nasution, 1994; Nikijuluw,2002), mengemukakan bahwa pembangunan perikanan terus dikembangkan dan lebih diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan nelayan dan memajukan kualitas desa pantai melalui peningkatan diversifikasi produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan nilai eksport. Pengembangan perikanan rakyat dengan pukat pantai jenis krakat memerlukan kajian komprehensif mengingat sumberdaya laut yang dapat di akses tersebut umumnya berada dalam tahap kritis yaitu ikan-ikan hasil tangkap sampingan (by-catch) masih tergolong juvenil. Hasil tangkapan sampingan ini kalau berlebihan akan menyebabkan terputusnya siklus hidup ikan-ikan tersebut sehingga akan membaha yakan kelestariannya. Oleh karena itu, untuk pengembangan perikanan rakyat yang sustainable, diperlukan teknologi penangkapan ramah lingkungan sehingga tidak membaha yakan kelestarian sumberdaya ikan yang di eksploitasi. Kegiatan perikanan pantai yang dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional sepanjang pesisir pantai Teluk Palu Palu akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan apabila tidak dilakukan pengaturan alat penangkap ikan yang sesuai dengan konsep perikanan tangkap yang ramah lingkungan. Karena di wilayah pantai sangat beragam jenis-jenis ikan yang melakukan migrasi, baik untuk mencari makan, untuk membesarkan diri dan untuk tempat memijah. Penelitian tentang hasil tangkapan sampingan (by-catch) dalam perikanan pukat pantai jenis krakat di Teluk Kota Palu adalah mengkaji dan mengindentifikasi berbagai jenis-jenis ikan yang tertangkap pada saat nelayan melakukan penangkapan udang kecil (lokal: lamale nete). Oleh karena itu, untuk melindungi sumberdaya ikan yang masih mudah dan ikut tertangkap pada saat operasi penangkapan, maka salah satu langkah adalah mengkaji berbagai teknologi penangkapan yang digunakan oleh nelayan tradisional di sepanjang pesisir pantai di Teluk Kota Palu. Perumusan Masalah Pukat pantai (beach seine) jenis krakat adalah jenis alat tangkap yang digunakan 7 oleh nelayan tradisional di pesisir Teluk Kota Palu untuk menangkap udang kecil dan ikan teri. Alat tangkap ini memiliki desain sederhana, mudah dioperasikan dan biaya pembuatannya relatif murah. Hal inilah menyebabkan sehingga alat tangkap pukat pantai jenis krakat ini banyak digunakan oleh nelayan tradisonal, dan hasil tangkapannyapun dalam keadaan segar sampai di tangan konsumen. Permasalahan dalam penggunaan pukat pantai jenis krakat berkaitan erat dengan lokasi atau daerah penangkapan (fishing ground) yang terbatas di perairan dangkal dekat garis pantai. Karena perairan pantai ini pada umumnya mempunyai fungsi ekologi sebagai daerah asuhan (nursery ground), maka operasi penangkapan dengan pukat pantai jenis krakat berpeluang menangkap ikan-ikan yang masih berumur muda yang bukan merupakan target tangkapan atau hasil tangkapan sampingan (by-catch). Hasil tangkapan sampingan (by-catch) menjadi issue yang penting dalam perikanan pukat pantai yang tidak selektif, dan memiliki permasalahan utamanya adalah banyaknya didapatkan hasil tangkapan yang tidak dimanfaatkan dan dibuang kembali ke laut (discard). Hal inilah terjadi berulang-ulang yang dilakukan oleh nelayan tradisional yang mengoprasikan alat tangkap pukat pantai jenis krakat di pesisir pantai Teluk Kota Palu. Perairan pantai yang dangkal umumnya adalah habitat yang sangat subur dan sangat cocok sebagai nursery ground bagi berbagai jenis ikan pada saat mereka masih taraf juvenile (McConnouughey dan Zottoli, 1983). Kodisi ekologi demikian memberikan konsekuensi pada keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Konsenterasi ikan demikian adalah populasi sumberdaya ikan yang dapat diakses dengan relatif mudah. Mengingat kelestarian populasi ikan sangat ditentukan oleh survival dalam setiap tahap daur hidup ikan, maka perlu dikaji tentang penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang di antaranya (1) mempuyai selektivitas yang tinggi; (2) tidak merusak habitat; (3) menghasilkan ikan berkualitas tinggi; (4) tidak membahayakan nelayan; (5) produksinya tidak membahayakan konsumen; (6) hasil tangkapan sampingan (by-catch) rendah; (7) dampak ke biodiversity rendah; (8) tidak membahayakan ikan-ikan yang di lindungi; dan (9) dapat diterima secara sosial (Baskoro, 2006). Menurut (Sondita dan Purbayanto, 2008; Purbayanto, dkk.,2010), alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki 14 krieria yaitu (1) nelayan terlatih dan memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi; (2) tidak membahayakan nelayan dan orang lain di laut; (3) sesuai dengan peraturan yang berlaku; (4) hemat energy; (5) tidak menimbulkan polusi; (6) terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan; (7) selektif yaitu ikan yang tertangkap seragam dan sesuai dengan ukuran yang ditetapkan; (8) ikan yang tertangkap legal; (9) potensi hilangnya alat tangkap (ghos fishing) yang rendah; (10) memanfaatkan ikan secara maksimum; (11) menjamin survival dari ikan dan biota laut yang dikembalikan ke laut; (12) tidak menangkap ikan yang di lindungi; (13) tidak merusak lingkungan perairan dan habitat; dan (14) tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya. Untuk melindungi sumberdaya ikan dari kegiatan penangkapan sampingan (bycatch) adalah pengembangan alat tangkap ramah lingkungan sesuai arahan Code of Conduct for Responsible Fisheries. Secara umum dapat dikatakan bahwa teknologi penangkapan ramah lingkungan adalah teknologi penangkapan yang dapat menangkap ikan atau biota laut lainnya secara selektif dengan dampak minimum terhadap kelangsungan hidup (survivalbility) ikan-ikan yang lolos dari proses penangkapan dan terhadap lingkungan perairan. 8 dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan data primer. Pengumplan data sekunder dilakukan melalui desk review terhadap data dalam bentuk publikasi ataupun catatan statistik yang telah tersedia di berbagai lembaga/instansi pemerintah, hasil penelitian sebelumnya, dan data-data lain yang relevan dengan fokus penelitian. Sementara untuk data primer adalah pengumpulan data dan informasi melalui percobaan penangkapan atau experimental fishing jenis krakat yang berukuran panjang 100 meter dan tinggi 4 meter. Alat tangkap ini terbuat dari bahan waring yang dilengkapi dengan pelampung sandal, pelampung tanda, pemberat tima, dengan kedua sayapnya dipasangkan kayu untuk mengikat tali hela atau penarik. Kegiatan experimental fishing atau kegiatan percobaan penangkapan akan dilakukan 3 kali operasi di daerah penangkapan yang berbeda di wilayah pesisir pantai Teluk Kota Palu. Mengingat panjang pesisir pantai Teluk Kota Palu kurang lebih 40 Km, maka peneliti menetapkan stasion experimental fishing. Adapun daerah yang menjadi stasion experimental fishing adalah sebagai berikut: Stasion 1. Pesisir pantai kelurahan Lere Stasion 2. Pesisir pantai kelurahan Talise Stasion 3. Pesisir pantai kelurahan Mamboro Dari 3 stasion experimental fishing di atas akan dilakukan operasi penangkapan 1 kali setiap stasion, hal ini diasumsikan bahwa kondisi perairan Teluk Kota Palu adalah homogen dari aspek oseanogarfi. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengindentifikasi dan inventarisasi jenis-jenis ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch) pukat pantai jenis krakat. 2. Mengkaji tingkat keramahan pukat pantai jenis krakat terhadap kelestarian sumberdaya ikan. Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman sumberdaya pesisir di Teluk Kota Palu dari hasil tangkapan sampingan pukat pantai jenis krakat. 2. Memberikan informasi yang lebih mendalam tentang tingkat keramahan pukat pantai jenis krakat yang banyak digunakan oleh nelayan tradisional atau nelayan kecil di Teluk Kota Palu. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 (enam) bulan, yaitu mulai dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2011, bertempat di pesisir pantai Teluk Kota Palu Sulawesi Tengah. Bahan dan Alat Penelitian ini akan menggunakan bahan dan alat sebagai berikut : 1. Satu unit perahu penangkap ikan. 2. Satu unit alat tangkap pukat pantai jenis krakat. 3. Kamera. 4. Buku identifikasi ikan ekonomis penting (poster yang dibuat oleh Ditjen Perikanan (1989). 5. Perlengkapan alat tulis. 6. Keramba jaring apung tempat memelihara ikan percobaan 7. Bahan pengawet sampel ikan (bycatch) Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif dengan teknik analisis kontekstual (content analyisis) terhadap tingkat keramahan alat tangkap pukat pantai jenis krakat. Kriteria yang digunakan dalam menganalisis tingkat keramahan alat tangkap terhadap hasil tangkapan sampingan mengacu pada Pengumpulan Data Ada dua jenis data yang diperlukan 9 kriteria yang dikembangkan oleh (Sondita dan Pubayanto, 2008; Purbanyanto, dkk.,) sebagai berikut : 1. Nelayan terlatih yang memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi 2. Tidak membahayakan nelayan dan orang lain di laut 3. Sesuai dengan peraturan yang berlaku 4. Hemat energy 5. Tidak menimbulkan polusi 6. Terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan 7. Selektif yaitu ikan yang tertangkap seragam dan sesuai dengan ukuran yang ditetapkan 8. Ikan yang tertangkap legal 9. Potensi hilangnya alat tangkap (ghost fishing) yang rendah; 10. Memanfaatkan ikan secara maksimum 11. Menjamin survival dari ikan dan biota laut yang dikembalikan ke laut; 12. Tidak menangkap ikan yang di lindungi 13. Tidak merusak lingkungan perairan dan habitat 14. Tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya. Pengolahan data untuk mengkaji tingkat keramahan alat tangkap jenis krakat sesuai dengan 14 krterian di atas dimulai dari tabulasi dan pelevelan data dengan memberikan kategori baik, cukup dan buruk. Luas Wilayah Teluk Palu kurang lebih panjang 16 mil laut dan lebar 4 mil laut, degan garis pantai di wilayah Teluk Kota Palu diperkirakan 42 Km. Secara administrasi Teluk Palu masuk dalam wilayah Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Untuk luas wilayah Kota Palu sendiri yaitu 225,80 Km, yang bebatasan dengan sebelah Utara Kecamatan Tanah Ntovea, Sebelah Timur Kecamatan Sigibiromaru, sebelah Selatan Kecamatan Dolo, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Banawa (Mardjudo A, 2002). Untuk batas wilayah Teluk Kota Palu secara administrasi adalah sebelah Selatan sampai kelurahan Watusampu dan sebelah utara sampai kelurahan Pantoloan. Perairan Selat Makassar dalam pengelolaan perikanan masuk dalam kategori Zona I memiliki potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 68.000 ton pertahun, yaitu jenis pelagis kecil sebesar 33.230 ton pertahun (49%), ikan pelagis besar 14.280 ton pertahun (21%), ikan demersal 13.600 ton pertahun (20%) dan sisanya 10% termasuk udang (Diskanlut Sulteng, 1997; Mardjudo, A., 2002), serta potensi terumbu karang, padang lamun dan mangrove (hasil survey PMB, 2006). Daerah penangkapan oleh nelayan Teluk Kota Palu pada umumnya dlakukan pada sore hari pukul 17.00 sampai subuh sekitar jam 05.00 Wita, tapi semua kegiatan penangkapan tergantung dari alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setempat. Waktu penangkapan tidak mengenal musim, setiap hari nelayan melakukan kegiatan penangkapan. Kondisi perairan Teluk Kota Palu biasa juga pada sore hari terjadi angin kencang menyebabkan gelombang dan ombak besar di wilayah itu. Tapi justru adanya gelombang, ombak dan arus kencang menjadikan perairan di sekitar daerah penangkapan (fishing ground) menjadi subur dan banyak ikan yang bermain mengejar makanannya. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Teluk Palu sangat beragam baik jenis maupun ukurannya di antaranya HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Keadaan umum daerah penelitian Secara umum Teluk Kota Palu memiliki potensi sumberdaya kelautan, perikanan, dan pesisir sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Potensi ini dapat kita lihat seperti misalnya adanya kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai tempat rekreasi, adanya kegiatan pertambangan pasir dan batu, serta kegiatan wisata bahari. 10 adalah pancing, jaring insang, bagan, set net, dan pukat pantai. Alat tangkap pukat pantai termasuk alat tangkap yang disenangi oleh masyarakat nelayan setempat. Dari hasil studi ditemukan bahwa jenis pukat pantai yang digunakan oleh nelayan di Teluk Kota Palu pada umumnya adalah pukat pantai jenis krakat. Alat tangkap ini digunakan oleh nelayan untuk menangkap udang dan teri, bentuk dan kontruksi alat tangkap pukat pantai jenis krakat terlampir (Lampiran 1). Daerah penangkapan (fishing ground) untuk alat tangkap pukat pantai jenis krakat adalah daerah pantai yang berpasir dan berlumpur. Hampir semua wilayah-wilayah pesisir di Teluk Palu memungkinkan untuk pengoperasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat. Misalnya pesisir pantai kelurahan Taipa, Mamboro, Tondo, Talise, Lere, Silae, Tipo, Buluri dan Watusampu. tangkapan. Tahapan persiapan Sebelum berangkat ke darah penangkapan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala macam yang dibutuhkan dalam pengoperasian. Selanjutnya dilakukan penyusunan alat tangkap ke atas perahu yang ditambatkab ke pantai dan untuk lebih mempermudah penyusunannya baisanya ditamabatkan ke laut. Beberapa orang bertugas memindahkan alat tangkap ke atas perahu dan menyusunnya sedemikian rupa, tujuannya agar mempermudah dalam pengoperasiannya. Tahapan penurunan jaring/waring (setting) Setelah sampai di daerah tujuan penangkapan, maka dilakukanlah penurunan jaring dengan cara meninggalkan tali helai sayap di darat yang dipegang oleh salah seorang nelayan yang sudah ditunjuk sebelumnya, kemudian jaring/waring yang masih ada diperahu di bawah melingkar di daerah yang menjadi sasaran penangkapan, perahu di dayung sambil menurunkan jaring/waring dengan setengah lingkaran untuk menebarnya sampai ke tepi pantai. Setelah selesai di tebar, nelayan yang bertugas menebar jaring/waring tadi sebagian turun untuk menarik jaring/waring. Di perahu masih ada satu orang nelayan kembali ke laut untuk mengontrol penarikan alat tangkap dengan mengawasi pelampung tanda yang merupakan pusat daripada pergerakan ikan, agar penampilan alat tangkap tetap bisa dipertahankan sampai di daratkan di pantai. Tahapan penarikan jaring/waring (hauling) Penarikan jaring/waring dilakukan setelah selesai alat tangkap ditebarkan dan biasanya selalu mendapatkan intruksi dari satu orang nelayan yang berada di perahu anggaplah sebagai juragang (ketua tim nelayan). Jaring/waring ditarik sama-sama agar tetap dipertahankan badan jaring/ waring atau kantong yang di tengah-tengah sebagai pusat pergerakan ikan, apabila teri atau udang ang tertangkap mulai bereaksi Metode pengoperasian pukat pantai jenis krakat Pukat pantai jenis krakat dalam pengoperasiiannya diklasifikasikan ke dalam alat tangkap yang dioperasikan secara aktif. Metode penangkapan yang berkembang di suatu daerah banyak di pengaruhi oleh karakeristik dan kondisi perairan daerah penangkapan dan tingkah laku ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Kondisi yang berbeda pada suatu daerah akan menyebabkan adanya beberapa karakteristik khas yang berbeda dengan metode dan teknik penangkapan di daerah lain. Perbedaan pada jenis alat tangkap yang sama tidak menyangkut metode penangkapan yang prinsip, melainkan hanya berkisar pada desain dan kontruksi serta beberapa karakteristik lainnya seperti jumlah tenaga kerja, lamanya operasi dan jumlah operasi dalam satu hari. Metode pengoperasian pukat pantai jenis krakat dalam studi ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yang meliputi tahapan persiapan, tahapan penurunan jaring (setting), tahapan penarikan jaring (hauling) dan tahapan pengambilan hasil 11 terhadap alat tangkap, juragang selalu memberi inrstruksi untuk lebih cepat melakukan penarikan agar supaya teri atau udang tidak sempat meloloska diri. Tahapan penarikan selesai setelah semua jaring/waring di daratkan di pantai. Adapun waktu yang digunakan untuk menarik jaring/waring tergantung dari luasan area penangkapan yang di lingkari alat tersebut, ke dalaman perairan, pengaruh fonemena laut (arus dan gelombang) dan tenaga kerja yang digunakan. Tahapan pengambilan hasil tangkapan Setelah penarikan alat tangkap selesai, jaring/waring sudah berada di darat, maka dilakukan pengambilan hasil tangkapan dengan mengeluarkannya dari kantong dan dimasukan ke dalam wadah (ember/termos ikan) Jenis-Jenis Ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch) Sumberdaya perikanan pantai di huni oleh berbagai jenis ikan dan non ikan, jenis ikan tersebut antara lain ikan pelagis, teri, ikan demersal, dan non ikan seperti udang. Studi ini mengkaji jenis ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch), maka peneliti hanya akan mengidentifikasi jenisjenis ikan hasil tangkapan sampingan saja. Seperti pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi hasil tangkapan sampingan(by-catch) pukat pentai jenis krakat. Jenis ikan Ukuran Ikan (cm) Nama Lokal Nama Indonesia Nama latin Bosuka Tembang Sardinella fimbriata 5–7 Lamotu Bijinangka Upeneus sulphureus 6 – 10 Baronang Baronang Siganus guttatus 8 – 12 Barebuku 3–6 Dari data dalam Tabel terdapat 4 (empat) jenis yang pada umumkan tertangkap dengan ukuran ikan dari 3 cm sampai dengan 12 cm (Lampiran 2). Ukuran ikan tersebut menunjukan bahwa ikan-ikan yang tertangkap oleh pukat pantai jenis krakat termasuk dalam kategori ikan yang masih muda. Seperti misalnya jenis ikan tembang, pada umumnya tertangkap oleh nelayan rata-rata berukuran antara 5 – 7 cm, sedangkan ikan bijinangka berukuran 6 – 10 cm. jenis ikan demersal dan bahkan jenis-jenis ikan pelagis. Menurut Nybakken (1992), bahwa terjadinya pasang surut dan gerakan ombak di pantai dapat mengangkat zat-zat makanan sehingga berbagai jenis ikan dapat memanfaatkan kondisi ini dengan baik. Jenis-jenis ikan dan non ikan yang dominan tertangkap oleh nelayan pengguna alat tangkap pukat pantai antara lain ikan kuwe, ikan bijinangka, peperek, ikan belanak, baronang, ikan cendro, ikan pari, layur, ikan tembang, buntel, ikan lidah, bandeng laut, lencam, alu-alu, kerongkerong, kepting, udang dan cumi-cumi (Loligo sp.). Hasil tangkapan sampaingan (by-catch) yang dominan tertangkap selama penelitian hanya jenis ikan tembang, ikan baronang, ikan bijinangka dan jenis barebuku (baca: tidak ada dalam daftar jenis-jenis ikan ekonomis). Ketiga jenis ikan tersebut di atas masih termasuk jenis ikan muda yang secara ekonomi belum layak dikonsumsi. Termasuk jenis ikan barebuku, jenis ikan Pembahasan Keanekaragaman hayati sumberdaya perikanan Memperhatikan hasil tangkapan selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di wilayah pesisir pantai cukup beragam, baik jenis maupun ukuran ikan yang tertangkap. Keanekaragaman sumberdaya ikan ini bisa disebabkan karena di wilayah perairan yang dangkal banyak menyediakan makanan bagi jenis- 12 ini pada umumnya tertangkap, tapi tidak dikonsumsi oleh masyarakat dan kalau tertangkap bersama dengan undang kecil para nelayan membuang kembali ke laut (discards). Informasi tentang jenis-jenis ikan hasil tangkapan sampingan dan adanya ikan yang dibuang kembali ke laut karena tidak dikonsumsi memerlukan kajian tesendiri. Analisis teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan Penggunaan setiap teknologi penangkapan ikan mulai dari yang sederhana hingga modern sedikit banyak akan memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Besarnya dampak yang ditumbulkan secara umum sangat tergantung dari 4 faktor utama meliputi (1) daya tangkap (fishing power), (2) intensitas penangkapan, (3) bahan atau material dari komponen alat tangkap, dan (4) lokasi pengopeasian alat tangkap (Purbayanto, dkk, 2010). Untuk menganalisis teknologi perikanan pukat pantai jenis krakat mengacu pada kriteria teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang berpedoman pada FAO dalam code of conduct for responsible fisheries. Secara gamblang teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah teknologi penangkapan yang dapat menangkap ikan secara selektif dengan dampak minimum terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan yang lolos dari proses penangkapan. Dibawah ini akan disajikan 14 krtieria dalam menentukan tingkat keramahan alat tangkap pukat pantai jenis krakat dengan metode analisis deskripsi. (1) Analisis bahwa nelayan memahami konsep efesiensi dan konservasi Berdasarkan hasil pengamatan visual terhadap alat tangkap pukat pantai jenis krakat dan wawancara dengan nelayan di lokasi penelitian, bahwa nelayan belum memahami dengan baik tentang konsep efesiensi dan konservasi terhadap penggunaan alat tangkap pukat pantai jenis krakat yang mereka gunakan dalam menangkap ikan teri dan udang kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya penyuluhan oleh dinas terkait kapada mereka sebagai nelayan. Prinsip kami (baca:nelayan) bahwa semua alat tangkap yang digunakan dan dapat memberikan hasil tangkapan yang banyak dan memiliki harga jual adalah termasuk alat tangkap yang baik dan tidak merusak lingkungan. Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya berarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya. Undang-Undang No. 31/2004 tentang perikanan mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, temasuk kegiatan perikanan tangkap harus dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efesiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan (Baskoro, 2006). (2)Analisis tentang tidak membahayakan nelayan dan orang lain di laut Selama kami sebagai nelayan menggunakan alat tangkap pukat pantai jenis krakat tidak pernah membayakan dalam proses pengoperasian. Kami beranggapan bahwa alat tangkap ini adalah ramah terhadap pengguna (nelayan) atau orang lain di laut. Hasil tangkapannyapun tidak membahayakan konsumen. (3)Analisis sesuai dengan peraturan yang berlaku Tidak ada aturan yang melarang penggunaan alat tangkap pukat pantai jenis krakat baik perda maupun undang-undang secara nasional. Dengan hal ini, bahwa alat tangkap ini sesuai aturan yang berlaku di republik ini. (4) Analisis hemat energy Dalam pengoperasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat tidak memerlukan energi yang besar. Dipoerasikan bisa dengan mendayung perahu saja dalam melakukan seting dan hauling di wilayah penangkapan atau areal dimana ikan atau udang yang menjadi sasaran tangkapnya berada. Dengan kondisi ini dapat dikatakan 13 bahwa dalam pengoperasian alat tangkap ini betul-betul hemat energi. Energi yang kami maksud dalam kriteria ini adalah penggunaan bahan bakar bensin atau solar. (5) Analisis Tidak menimbulkan polusi Karena pada umumnya pengoperasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat tidak menggunakan bahan bakar bensin dan solar, tentu hal ini tidaklah menimbulkan polusi di laut. Adapun polusi dimaksud adalah bahan bakar bensin dan oli, disisi lain tidak juga menimbulkan pencemaran di laut pada saat pengoperasiannya. (6) Analisis Terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan Alat tangkap pukat pantai jenis krakat terbuat dari bahan dan alat yang terdiri dari waring, pelampung sendal, pelampung tanda bola plastik, pemberat timah, tali nylon untuk ris atas dan bawah. Belum ada studi yang menunjukkan bahwa bahan dan alat tersebut dapat dikatakan merusak lingkungan. (7) Analisis selektif terhadap ikan yang tertangkap Selektif yaitu ikan yang tertangkap seragam dan sesuai ukuran yang ditetapkan. Alat tangkap pukat pantai jenis krakat menangkap teri dan udang kecil. Kalau berbicara selektif, alat tangkap ini selektif terhadap teri dan udang. Tetapi kenyataannya bahwa setiap kali dioperasikan selalu ada tertangkap jenis ikan lain, itulah yang termasuk hasil tangkapan sampingan. Dalam arti yang luas alat tangkap jenis krakat tidak selektif terhada berbagai jenisjenis ikan yang senang menghuni wilayah pesisir pantai atau perairan dangkal untuk berbagai aktivitasnya antara lain untuk tempat mencari makan, memijah dan berlindung dari ancaman pemangsa (ikan predator). (8) Analisis bahwa ikan yang tertangkap legal Sasaran penangkapan atau target tangkapan pukat pantai jenis krakat adalah jenis teri dan udang yang termasuk jenis komoditas perikanan yang legal atau sesuai aturan yang berlaku. Artinya hasil tangkapannya dibenarkan menurut peraturan atau undang-undang perikanan yang berlaku. Dan tidak menangkap jenis ikan yang di lindungi seperti ikan napoleon atau jenis ikan lainnya yang di lindungi. (9) Analisis potensi hilangnya alat tangkap (ghost fishing) yang rendah; Dalam pengoprasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat potensi hilangnya alat ini sangat rendah karena pada saat operasi penangkapan sayap dan tali selembar dipegang oleh nelayan yang berada di pinggir pantai, kemudian badan jaring dan sayap yang lainnya dibawah melingkari area penangkapan hingga ke pinggir pantai lagi. Secara umum dapat digambarkan bahwa istilah ghost fishing untuk pukat pantai jenis krakat kurang terjadi, kecuali alat tangkap seperti bubu dan gillnet dasar rawan dengan terjadinya ghost fishing. (10) Analisis memanfaatkan ikan secara maksimum Dapat digambarkan bahwa sasaran atau target tangkapan pukat pantai jenis krakat dapat dimanfaatkan bernilai ekonomis seperti teri dan udang kecil. Dua jenis komoditas ini dijual oleh nelayan dalam keadaan mentah dan lebih mahal harganya kalau dijual dalam kedaan dikeringkan. Hanya hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang tidak bernilai ekonomi atau tidak ada harga jualnya karena masih kecil dan terdapat jenis ikan yang sama sekali tidak nilainya dan tidak di makan. (11)Analisis menjamin survival dari ikan dan biota laut yang dikembalikan ke laut; Dalam konteks ini, belum ada studi yang menjelaskan tentang hasil tangkapan sampingan pukat pantai jenis krakat dapat terjamin kelangsungan hidupnya (survivalability) yang dikembalikan ke laut (discadrs). Oleh karena itu, pada bagian ini masih memerlukan pengkajian khusus atau studi tentang kelansungan hidup ikan atau biota laut yang tertangkap dengan alat tangkap ini. (12) Analisis tidak menangkap ikan yang di lindungi Dari berbagai studi terhadap alat tangkap pukat pantai, tidak pernah terjadi 14 atau tertangkap jenis ikan yang dilindungi. Hanya ada yang tertangkap adalah jenis ikan yang tidak layak konsumsi seperti ikan buntel dan ikan barebuku (bahasa lokal), dan berbagai jenis ikan yang masih muda dan bahkan ada yang masuk kategori benih ikan. (13) Analisis tidak merusak lingkungan perairan dan habitat Pada dasarnya pengoperasian pukat pantai tidak sampai merusak lingkungan perairan dan habitat di laut, karena daerah penangkapan alat ini adalah daerah yang berpasir dan berlumpur dimana hampir tidak terdapat terumbu karang di wilayah perairan itu. (14)Analisis tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya. Dalam kegiatan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jenis krakat tidak pernah menimbulkan konflik dengan kegiatan usaha lain di laut atau kegiatan penangkapan lainnya di sepanjang pesisir Teluk Kota Palu. Tapi untuk di perairan pantai di wilayah kabupaten Donggala wilayah bagian wani, dan labuan ada nelayan yang memprotes terhadap pengoperasian alat tangkap ini, dengan alasan bahwa terjadi penurunan hasil tangkapan cumi-cumi di wilayah mereka. di perairan pantai, perlu dikaji dan di informasikan kepada masyarakat nelayan tentang kriteria berbagai jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan. Informasi ini sangat diperlukan dalam rangka menjamin kelangsungan hidup ikan dan non ikan yang masih muda ditangkap oleh nelayan kecil atau tradisional. Saran 1. Untuk menjaga dan menjamin kelangsungan hidup berbagai jenis ikan dan non ikan yang menghuni di wilayah perairan pantai, baik ikan yang sengaja ditangkap atau tidak sengaja ditangkap, maka pukat pantai jenis krakat sebaiknya hanya menangkap biota laut seperti teri dan udang kecil saja. 2. Alat tangkap pukat pantai jenis krakat dalam pengoperasian untuk menangkap teri dan udang masih tergolong alat tangkap yang ramah lingkungan. Namun demikian, masih perlu dilakukan studi untuk mengetahui tentang kelngsungan hidup hasil tangkapan sampaingan (by-catch) serta nilai ekonomi dari ikan hasil tangkapan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Baskoro dan Wahyu, 2006. Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB Bogor. 210 hal. Brand, A. von., 1984. Fish Cathing Methods of the World Fishing. New Books Ltd, Farnham-Survey, Englad. 418 p. Effendie, 1995. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Jakarta.163 hal. Fridman , A.L., 1988. Perhitungan dalam merancang Alat Penangkap Ikan. Devisi dan di Edit dan dikembangkan oleh PJG Carrothers. Team Penterjemah BBPPI, Semarang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jenis ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch) oleh pukat pantai jenis krakat cukup beragam baik jenis ikan maupun kisaran ukuran panjangnya (3 – 12 cm/TL). Keragaman jenis dan ukuran ikan tersebut berkaitan erat dengan keanekaragaman komunitas ikan di pesisir tropis pada umumnya. Komposisi hasil tangkapan sampingan menunjukkan bahwa pukat pantai efektif menangkap berbagai jenis ikan dan non ikan yang melakukan migrasi ke perairan pantai. Sebagai upaya untuk menjaga kelesetarian sumberdaya ikan dan non ikan 15 Mardjudo, A., 2002. Studi tentang Selektivitas Pukat Pantai yang digunakan oleh Nelayan di Pesisir Teluk Palu Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor 2002. 40 hal. McConnoughey, H.B. dan R. Zottoli, 1983. Pengantar Biologi Laut Mosby Company, Cetakan keempat, London. 410 hal. Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut, suatu pendekatan ekologis. Peneribit Gramedia, Cetakan kedua, Jakarta. 459 hal. Nikijuluw, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Pustaka Cidesindo Jakarta. 254 hal. Purbayanto A., Riyanto dan Fitri, 2010. Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan pada Perikanan Tangkap, IPB Pres Bogor. 208 hal. Sa‟ban, 1999. Analisis Usaha Penangkapan Ikan menggunakan Alat Tangkap Pukat Pantai (Beach seine) di Kelurahan Lere Sulawesi Tengah (tidak dipublikasikan). Skripsi Fakultas Perikanan UNISA Palu. Sudirman dan Mallawa, 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta, Jakarta. 168 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Majala Demersal, Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin), Jakarta. 51 hal. 16