ANALISIS HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN

advertisement
Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat - Desember 2011
ISSN : 0216-7530
ANALISIS HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (By-Catch) DALAM PERIKANAN
PUKAT PANTAI JENIS KRAKAT DI TELUK KOTA PALU SULAWESI TENGAH
Oleh :
Ahsan Mardjudo *)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan inventarisasi jenis-jenis ikan hasil
tangkapan sampingan (by-catch) pukat pantai jenis krakat, dan mengkaji tingkat keramahan pukat
pantai jenis krakat yang digunakan oleh nelayan di sepanjang pesisir pantai Teluk Kota Palu
terhadap kelestarian sumberdaya ikan. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan sampingan adalah jenis ikan
tembang (Sardinella fimbriata), ikan bijinangka (Upeneus sulphureus), baronang (Siganus guttatus)
dan barebuku (bahasa lokal).
Metode pengoperasian alat tangkap pukat pantai jenis krakat adalah dengan melingkari area
penangkapan dimana bagian saya alat tangkap ini di tinggalkan di pantai dengan tali selembar yang
di pegang oleh salah seorang nelayan dan badan serta sayap jaring lainnya di bawa melingkari area
penangkapan sampai membentuk 180o, atau sampai dipantai berikutnya. Setelah semua tali sayap
berada di pantai kemudian dilakukan penarikan bersama-sama dengan kecepatan yang sama agar alat
tangkap tersebut tetap dalam kondisi normal sampai seluruh badan jaring mendarat di pantai.
Alat tangkap pukat pantai jenis krakat di operasikan wilayah atau daerah perairan pantai yang
memiliki karkater berlumpur dan berpasir, dan dihindari dioperasikan di perairan yang berbatu-batu
atau terumbu karang. Dengan aspek ini, maka dapat dikatakan bahwa pengoperasian alat tangkap ini
tidak merusak lingkungan perairan. Dari hasil analisis secara dekriptif menunjukkan bahwa alat
tangkap pukat pantai jenis krakat ramah terhadap lingkungan dengan target tangkapannya adalah
jenis teri dan udang kecil (bahasa lokal lamale). Namun perlu di perhatikan bahwa setiap kali
dioperasikan selalu tertangkap jenis-jenis ikan yang bukan target atau tangkapan sampingan (bycatch).
Katakunci : hasil tangkapan sampingan perikanan pukat pantai jenis krakat, Kota Palu
Besusu, Talise, Tondo, Layana, Mamboro,
Taipa, Kayumalue Panjeko, Panau, Baiya
dan Pantoloan.
Pembangunan perikanan terutama
dilakukan melalui upaya peningkatan
produksi. Dalam hal peningkatan produksi
atau peningkatan hasil tangkapan, sekaligus
menunjukan peningkatan pendapatan
kesempatan kerja dan berusaha.
Peningkatan produksi hasil tangkapan
dengan penggunaan alat tangkap yang
efektif dan efesien adalah merupakan hal
yang sangat wajar dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir.
Namun perlu diperhatikan bahwa
peningkatan produksi harus tetap
memperhatikan aspek kelestarian
sumberdaya perikanan sesuai yang di
amanatkan oleh FAO Code of Conduct For
Responsible Fisheries dinyataka bahwa
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penangkapan ikan di Teluk
Kota Palu telah lama dilakukan secara terus
menerus oleh nelayan setempat. Hal ini
membuat daerah tersebut menjadi wilayah
penting sebagai sumber pendapatan para
nelayan dalam memenuhi kebutuhan
keluarga dan bahkan menjadi sumber
pendapatan asli daerah bagi Kota Palu.
Alasannya adalah karena nelayan-nelayan
yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan di wilayah tersebut berasal dari
berbagai kelurahan, misalnya Kelurahan
Watusampu, Buluri, Tipo, Silae, Lere,
*) Penulis adalah Dosen pada Fakultas
Perikanan Universitas Alkhairaat Palu
6
potensi sumberdaya laut yang boleh
dimanfaatkan hanya sekitar 80% dari hasil
tangkapan maksimum lestari (Maximum
Sustanable Yield,MSY) dikutip dari
berbagai sumber.
Ti ngkat pem anfaatan pot ensi
sumberdaya perikanan dapat dijadikan
suatu indikator perkembangan dari suatu
kegiatan penangkapan yang telah dilakukan
di perairan dan sekaligus juga menjadi
suatu pedoman dalam rangka pengelolaan
perikanan tangkap berkelanjutan tanpa
merusak kelestarian sumberdaya. Masalah
belum optimalnya produksi dalam kegiatan
perikanan tangkap dapat diperkirakan tiga
hal antara lain : pertama; rendahnya
sumberdaya manusia nelayan dan ilmu
pengetahuan serta teknologi penangkapan
ikan, kedua; ketimpangan pemanfaatan
sumberdaya ikan di kawasan tertentu,
ketiga; terejadinya kerusakan lingkungan
ekosistem laut seperti mangrove, terumbu
karang dan padang lamun yang merupakan
habitat ikan dan organisme laut lainnya
be r pi j a h, m e nc a ri m ak a n a t au
membesarkan diri.
Secara umum kegiatan perekonomian
nelayan di Teluk Palu bersifat fluktuatif
karena ket ergant u ngan t erhadap
produktifitas hasil perikanan. Jika
produktifitas tinggi (musim tangkap)
tingkat penghasilan nelayan akan
meningkat, tapi daya beli masyarakat
rendah begitu pula halnya dengan
sebaliknya. Ketergantungan nelayan
terhadap musim sangat mempengaruhi
tingkat pendapatan nelayan setiap kali
melakukan kegiatan penangkapan.
Pengembangan perikanan tangkap saat
ini lebih diarahkan kepada pengelolaan
yang bertanggungjawab demi
kelangsungan sumberdaya perikanan itu
sendiri. (Nasution, 1994; Nikijuluw,2002),
mengemukakan bahwa pembangunan
perikanan terus dikembangkan dan lebih
diarahkan pada upaya peningkatan
pendapatan nelayan dan memajukan
kualitas desa pantai melalui peningkatan
diversifikasi produksi ikan guna memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi serta
meningkatkan nilai eksport.
Pengembangan perikanan rakyat
dengan pukat pantai jenis krakat
memerlukan kajian komprehensif
mengingat sumberdaya laut yang dapat di
akses tersebut umumnya berada dalam
tahap kritis yaitu ikan-ikan hasil tangkap
sampingan (by-catch) masih tergolong
juvenil. Hasil tangkapan sampingan ini
kalau berlebihan akan menyebabkan
terputusnya siklus hidup ikan-ikan tersebut
sehingga akan membaha yakan
kelestariannya. Oleh karena itu, untuk
pengembangan perikanan rakyat yang
sustainable, diperlukan teknologi
penangkapan ramah lingkungan sehingga
tidak membaha yakan kelestarian
sumberdaya ikan yang di eksploitasi.
Kegiatan perikanan pantai yang
dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional
sepanjang pesisir pantai Teluk Palu Palu
akan mengancam kelestarian sumberdaya
ikan apabila tidak dilakukan pengaturan
alat penangkap ikan yang sesuai dengan
konsep perikanan tangkap yang ramah
lingkungan. Karena di wilayah pantai
sangat beragam jenis-jenis ikan yang
melakukan migrasi, baik untuk mencari
makan, untuk membesarkan diri dan untuk
tempat memijah.
Penelitian tentang hasil tangkapan
sampingan (by-catch) dalam perikanan
pukat pantai jenis krakat di Teluk Kota
Palu
adalah
mengkaji
dan
mengindentifikasi berbagai jenis-jenis ikan
yang tertangkap pada saat nelayan
melakukan penangkapan udang kecil
(lokal: lamale nete). Oleh karena itu, untuk
melindungi sumberdaya ikan yang masih
mudah dan ikut tertangkap pada saat
operasi penangkapan, maka salah satu
langkah adalah mengkaji berbagai
teknologi penangkapan yang digunakan
oleh nelayan tradisional di sepanjang
pesisir pantai di Teluk Kota Palu.
Perumusan Masalah
Pukat pantai (beach seine) jenis krakat
adalah jenis alat tangkap yang digunakan
7
oleh nelayan tradisional di pesisir Teluk
Kota Palu untuk menangkap udang kecil
dan ikan teri. Alat tangkap ini memiliki
desain sederhana, mudah dioperasikan dan
biaya pembuatannya relatif murah. Hal
inilah menyebabkan sehingga alat tangkap
pukat pantai jenis krakat ini banyak
digunakan oleh nelayan tradisonal, dan
hasil tangkapannyapun dalam keadaan
segar sampai di tangan konsumen.
Permasalahan dalam penggunaan pukat
pantai jenis krakat berkaitan erat dengan
lokasi atau daerah penangkapan (fishing
ground) yang terbatas di perairan dangkal
dekat garis pantai. Karena perairan pantai
ini pada umumnya mempunyai fungsi
ekologi sebagai daerah asuhan (nursery
ground), maka operasi penangkapan
dengan pukat pantai jenis krakat
berpeluang menangkap ikan-ikan yang
masih berumur muda yang bukan
merupakan target tangkapan atau hasil
tangkapan sampingan (by-catch).
Hasil tangkapan sampingan (by-catch)
menjadi issue yang penting dalam
perikanan pukat pantai yang tidak selektif,
dan memiliki permasalahan utamanya
adalah banyaknya didapatkan hasil
tangkapan yang tidak dimanfaatkan dan
dibuang kembali ke laut (discard). Hal
inilah
terjadi
berulang-ulang
yang
dilakukan oleh nelayan tradisional yang
mengoprasikan alat tangkap pukat pantai
jenis krakat di pesisir pantai Teluk Kota
Palu.
Perairan pantai yang dangkal umumnya
adalah habitat yang sangat subur dan
sangat cocok sebagai nursery ground bagi
berbagai jenis ikan pada saat mereka masih
taraf juvenile (McConnouughey dan
Zottoli, 1983). Kodisi ekologi demikian
memberikan
konsekuensi
pada
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.
Konsenterasi ikan demikian adalah
populasi sumberdaya ikan yang dapat
diakses dengan relatif mudah.
Mengingat kelestarian populasi ikan
sangat ditentukan oleh survival dalam
setiap tahap daur hidup ikan, maka perlu
dikaji tentang penggunaan alat tangkap
yang ramah lingkungan. Suatu alat tangkap
dapat dikatakan ramah lingkungan apabila
memenuhi 9 kriteria yang di antaranya (1)
mempuyai selektivitas yang tinggi; (2)
tidak merusak habitat; (3) menghasilkan
ikan berkualitas tinggi; (4) tidak
membahayakan nelayan; (5) produksinya
tidak membahayakan konsumen; (6) hasil
tangkapan sampingan (by-catch) rendah;
(7) dampak ke biodiversity rendah; (8)
tidak membahayakan ikan-ikan yang di
lindungi; dan (9) dapat diterima secara
sosial (Baskoro, 2006).
Menurut (Sondita dan Purbayanto,
2008; Purbayanto, dkk.,2010), alat tangkap
yang ramah lingkungan memiliki 14 krieria
yaitu (1) nelayan terlatih dan memahami
dan menerapkan konsep efisiensi dan
konservasi; (2) tidak membahayakan
nelayan dan orang lain di laut; (3) sesuai
dengan peraturan yang berlaku; (4) hemat
energy; (5) tidak menimbulkan polusi; (6)
terbuat dari bahan yang pengadaannya
tidak merusak lingkungan; (7) selektif yaitu
ikan yang tertangkap seragam dan sesuai
dengan ukuran yang ditetapkan; (8) ikan
yang tertangkap legal; (9) potensi
hilangnya alat tangkap (ghos fishing) yang
rendah; (10) memanfaatkan ikan secara
maksimum; (11) menjamin survival dari
ikan dan biota laut yang dikembalikan ke
laut; (12) tidak menangkap ikan yang di
lindungi; (13) tidak merusak lingkungan
perairan dan habitat; dan (14) tidak
menimbulkan konflik dengan kegiatan
lainnya.
Untuk melindungi sumberdaya ikan dari
kegiatan penangkapan sampingan (bycatch) adalah pengembangan alat tangkap
ramah lingkungan sesuai arahan Code of
Conduct for Responsible Fisheries. Secara
umum dapat dikatakan bahwa teknologi
penangkapan ramah lingkungan adalah
teknologi penangkapan yang dapat
menangkap ikan atau biota laut lainnya
secara selektif dengan dampak minimum
terhadap
kelangsungan
hidup
(survivalbility) ikan-ikan yang lolos dari
proses
penangkapan
dan
terhadap
lingkungan perairan.
8
dalam penelitian ini yaitu data sekunder
dan data primer. Pengumplan data sekunder
dilakukan melalui desk review terhadap
data dalam bentuk publikasi ataupun
catatan statistik yang telah tersedia di
berbagai lembaga/instansi pemerintah, hasil
penelitian sebelumnya, dan data-data lain
yang relevan dengan fokus penelitian.
Sementara untuk data primer adalah
pengumpulan data dan informasi melalui
percobaan penangkapan atau experimental
fishing jenis krakat yang berukuran panjang
100 meter dan tinggi 4 meter. Alat tangkap
ini terbuat dari bahan waring yang
dilengkapi dengan pelampung sandal,
pelampung tanda, pemberat tima, dengan
kedua sayapnya dipasangkan kayu untuk
mengikat tali hela atau penarik.
Kegiatan experimental fishing atau
kegiatan percobaan penangkapan akan
dilakukan 3 kali operasi di daerah
penangkapan yang berbeda di wilayah
pesisir pantai Teluk Kota Palu. Mengingat
panjang pesisir pantai Teluk Kota Palu
kurang lebih 40 Km, maka peneliti
menetapkan stasion experimental fishing.
Adapun daerah yang menjadi stasion
experimental fishing adalah sebagai
berikut:
Stasion 1. Pesisir pantai kelurahan Lere
Stasion 2. Pesisir pantai kelurahan Talise
Stasion 3. Pesisir pantai
kelurahan
Mamboro
Dari 3 stasion experimental fishing di
atas akan dilakukan operasi penangkapan 1
kali setiap stasion, hal ini diasumsikan
bahwa kondisi perairan Teluk Kota Palu
adalah homogen dari aspek oseanogarfi.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk
mengindentifikasi
dan
inventarisasi jenis-jenis ikan hasil
tangkapan sampingan (by-catch) pukat
pantai jenis krakat.
2. Mengkaji
tingkat keramahan pukat
pantai jenis krakat terhadap kelestarian
sumberdaya ikan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan
dapat
memberikan
informasi tentang keanekaragaman
sumberdaya pesisir di Teluk Kota Palu
dari hasil tangkapan sampingan pukat
pantai jenis krakat.
2. Memberikan informasi yang lebih
mendalam tentang tingkat keramahan
pukat pantai jenis krakat yang banyak
digunakan oleh nelayan tradisional atau
nelayan kecil di Teluk Kota Palu.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama kurang
lebih 6 (enam) bulan, yaitu mulai dari
bulan Maret sampai dengan Agustus 2011,
bertempat di pesisir pantai Teluk Kota Palu
Sulawesi Tengah.
Bahan dan Alat
Penelitian ini akan menggunakan bahan
dan alat sebagai berikut :
1. Satu unit perahu penangkap ikan.
2. Satu unit alat tangkap pukat pantai jenis
krakat.
3. Kamera.
4. Buku identifikasi ikan ekonomis
penting (poster yang dibuat oleh Ditjen
Perikanan (1989).
5. Perlengkapan alat tulis.
6. Keramba
jaring
apung
tempat
memelihara ikan percobaan
7. Bahan pengawet sampel ikan (bycatch)
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Analisis data kualitatif dengan teknik
analisis kontekstual (content analyisis)
terhadap tingkat keramahan alat tangkap
pukat pantai jenis krakat. Kriteria yang
digunakan dalam menganalisis tingkat
keramahan alat tangkap terhadap hasil
tangkapan sampingan mengacu pada
Pengumpulan Data
Ada dua jenis data yang diperlukan
9
kriteria yang dikembangkan oleh (Sondita
dan Pubayanto, 2008; Purbanyanto, dkk.,)
sebagai berikut :
1. Nelayan terlatih yang memahami dan
menerapkan konsep efisiensi dan
konservasi
2. Tidak membahayakan nelayan dan
orang lain di laut
3. Sesuai dengan peraturan yang berlaku
4. Hemat energy
5. Tidak menimbulkan polusi
6. Terbuat dari bahan yang pengadaannya
tidak merusak lingkungan
7. Selektif yaitu ikan yang tertangkap
seragam dan sesuai dengan ukuran
yang ditetapkan
8. Ikan yang tertangkap legal
9. Potensi hilangnya alat tangkap (ghost
fishing) yang rendah;
10. Memanfaatkan ikan secara maksimum
11. Menjamin survival dari ikan dan biota
laut yang dikembalikan ke laut;
12. Tidak menangkap ikan yang di lindungi
13. Tidak merusak lingkungan perairan dan
habitat
14. Tidak menimbulkan konflik dengan
kegiatan lainnya.
Pengolahan data untuk mengkaji
tingkat keramahan alat tangkap jenis krakat
sesuai dengan 14 krterian di atas dimulai
dari tabulasi dan pelevelan data dengan
memberikan kategori baik, cukup dan
buruk.
Luas Wilayah Teluk Palu kurang lebih
panjang 16 mil laut dan lebar 4 mil laut,
degan garis pantai di wilayah Teluk Kota
Palu diperkirakan 42 Km. Secara
administrasi Teluk Palu masuk dalam
wilayah Kota Palu dan Kabupaten
Donggala. Untuk luas wilayah Kota Palu
sendiri yaitu 225,80 Km, yang bebatasan
dengan sebelah Utara Kecamatan Tanah
Ntovea, Sebelah Timur Kecamatan
Sigibiromaru, sebelah Selatan Kecamatan
Dolo, dan sebelah Barat dengan Kecamatan
Banawa (Mardjudo A, 2002). Untuk batas
wilayah Teluk Kota Palu secara
administrasi adalah sebelah Selatan sampai
kelurahan Watusampu dan sebelah utara
sampai kelurahan Pantoloan.
Perairan
Selat Makassar dalam
pengelolaan perikanan masuk dalam
kategori Zona I memiliki potensi lestari
sumberdaya perikanan laut sebesar 68.000
ton pertahun, yaitu jenis pelagis kecil
sebesar 33.230 ton pertahun (49%), ikan
pelagis besar 14.280 ton pertahun (21%),
ikan demersal 13.600 ton pertahun (20%)
dan sisanya 10% termasuk udang
(Diskanlut Sulteng, 1997; Mardjudo, A.,
2002), serta potensi terumbu karang,
padang lamun dan mangrove (hasil survey
PMB, 2006).
Daerah penangkapan oleh nelayan
Teluk Kota Palu pada umumnya dlakukan
pada sore hari pukul 17.00 sampai subuh
sekitar jam 05.00 Wita, tapi semua kegiatan
penangkapan tergantung dari alat tangkap
yang digunakan oleh nelayan setempat.
Waktu penangkapan tidak mengenal
musim, setiap hari nelayan melakukan
kegiatan penangkapan. Kondisi perairan
Teluk Kota Palu biasa juga pada sore hari
terjadi angin kencang menyebabkan
gelombang dan ombak besar di wilayah itu.
Tapi justru adanya gelombang, ombak dan
arus kencang menjadikan perairan di
sekitar daerah penangkapan (fishing
ground) menjadi subur dan banyak ikan
yang bermain mengejar makanannya.
Alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan di Teluk Palu sangat beragam baik
jenis maupun ukurannya di antaranya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Keadaan umum daerah penelitian
Secara umum Teluk Kota Palu
memiliki potensi sumberdaya kelautan,
perikanan, dan pesisir sebagai sumber
pendapatan bagi masyarakat pesisir dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. Potensi ini
dapat kita lihat seperti misalnya adanya
kegiatan perikanan tangkap, perikanan
budidaya dan pemanfaatan sumberdaya
pesisir sebagai tempat rekreasi, adanya
kegiatan pertambangan pasir dan batu,
serta kegiatan wisata bahari.
10
adalah pancing, jaring insang, bagan, set
net, dan pukat pantai. Alat tangkap pukat
pantai termasuk alat tangkap yang
disenangi oleh masyarakat nelayan
setempat. Dari hasil studi ditemukan bahwa
jenis pukat pantai yang digunakan oleh
nelayan di Teluk Kota Palu pada umumnya
adalah pukat pantai jenis krakat. Alat
tangkap ini digunakan oleh nelayan untuk
menangkap udang dan teri, bentuk dan
kontruksi alat tangkap pukat pantai jenis
krakat terlampir (Lampiran 1).
Daerah penangkapan (fishing ground)
untuk alat tangkap pukat pantai jenis krakat
adalah daerah pantai yang berpasir dan
berlumpur. Hampir semua wilayah-wilayah
pesisir di Teluk Palu memungkinkan untuk
pengoperasian alat tangkap pukat pantai
jenis krakat. Misalnya pesisir pantai
kelurahan Taipa, Mamboro, Tondo, Talise,
Lere, Silae, Tipo, Buluri dan Watusampu.
tangkapan.
Tahapan persiapan
Sebelum
berangkat
ke
darah
penangkapan terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan dan persiapan terhadap segala
macam
yang
dibutuhkan
dalam
pengoperasian. Selanjutnya dilakukan
penyusunan alat tangkap ke atas perahu
yang ditambatkab ke pantai dan untuk lebih
mempermudah penyusunannya baisanya
ditamabatkan ke laut. Beberapa orang
bertugas memindahkan alat tangkap ke atas
perahu dan menyusunnya sedemikian rupa,
tujuannya agar mempermudah dalam
pengoperasiannya.
Tahapan
penurunan
jaring/waring
(setting)
Setelah sampai di daerah tujuan
penangkapan,
maka
dilakukanlah
penurunan
jaring
dengan
cara
meninggalkan tali helai sayap di darat yang
dipegang oleh salah seorang nelayan yang
sudah ditunjuk sebelumnya, kemudian
jaring/waring yang masih ada diperahu di
bawah melingkar di daerah yang menjadi
sasaran penangkapan, perahu di dayung
sambil menurunkan jaring/waring dengan
setengah lingkaran untuk menebarnya
sampai ke tepi pantai. Setelah selesai di
tebar, nelayan yang bertugas menebar
jaring/waring tadi sebagian turun untuk
menarik jaring/waring. Di perahu masih
ada satu orang nelayan kembali ke laut
untuk mengontrol penarikan alat tangkap
dengan mengawasi pelampung tanda yang
merupakan pusat daripada pergerakan ikan,
agar penampilan alat tangkap tetap bisa
dipertahankan sampai di daratkan di pantai.
Tahapan
penarikan
jaring/waring
(hauling)
Penarikan jaring/waring dilakukan
setelah selesai alat tangkap ditebarkan dan
biasanya selalu mendapatkan intruksi dari
satu orang nelayan yang berada di perahu
anggaplah sebagai juragang (ketua tim
nelayan). Jaring/waring ditarik sama-sama
agar tetap dipertahankan badan jaring/
waring atau kantong yang di tengah-tengah
sebagai pusat pergerakan ikan, apabila teri
atau udang ang tertangkap mulai bereaksi
Metode pengoperasian pukat pantai
jenis krakat
Pukat pantai jenis krakat dalam
pengoperasiiannya diklasifikasikan ke
dalam alat tangkap yang dioperasikan
secara aktif. Metode penangkapan yang
berkembang di suatu daerah banyak di
pengaruhi oleh karakeristik dan kondisi
perairan daerah penangkapan dan tingkah
laku ikan
yang menjadi sasaran
penangkapan. Kondisi yang berbeda pada
suatu daerah akan menyebabkan adanya
beberapa karakteristik khas yang berbeda
dengan metode dan teknik penangkapan di
daerah lain. Perbedaan pada jenis alat
tangkap yang sama tidak menyangkut
metode penangkapan yang prinsip,
melainkan hanya berkisar pada desain dan
kontruksi serta beberapa karakteristik
lainnya seperti jumlah tenaga kerja,
lamanya operasi dan jumlah operasi dalam
satu hari.
Metode pengoperasian pukat pantai
jenis krakat dalam studi ini dapat dibagi
menjadi beberapa tahapan yang meliputi
tahapan persiapan, tahapan penurunan
jaring (setting), tahapan penarikan jaring
(hauling) dan tahapan pengambilan hasil
11
terhadap alat tangkap, juragang selalu
memberi inrstruksi untuk lebih cepat
melakukan penarikan agar supaya teri atau
udang tidak sempat meloloska diri.
Tahapan penarikan selesai setelah semua
jaring/waring di daratkan di pantai. Adapun
waktu yang digunakan untuk menarik
jaring/waring tergantung dari luasan area
penangkapan yang di lingkari alat tersebut,
ke dalaman perairan, pengaruh fonemena
laut (arus dan gelombang) dan tenaga kerja
yang digunakan.
Tahapan pengambilan hasil tangkapan
Setelah penarikan alat tangkap selesai,
jaring/waring sudah berada di darat, maka
dilakukan pengambilan hasil tangkapan
dengan mengeluarkannya dari kantong dan
dimasukan ke dalam wadah (ember/termos
ikan)
Jenis-Jenis Ikan hasil tangkapan
sampingan (by-catch)
Sumberdaya perikanan pantai di huni
oleh berbagai jenis ikan dan non ikan, jenis
ikan tersebut antara lain ikan pelagis, teri,
ikan demersal, dan non ikan seperti udang.
Studi ini mengkaji jenis ikan hasil
tangkapan sampingan (by-catch), maka
peneliti hanya akan mengidentifikasi jenisjenis ikan hasil tangkapan sampingan saja.
Seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi hasil tangkapan sampingan(by-catch) pukat pentai jenis krakat.
Jenis ikan
Ukuran
Ikan (cm)
Nama Lokal
Nama Indonesia
Nama latin
Bosuka
Tembang
Sardinella fimbriata
5–7
Lamotu
Bijinangka
Upeneus sulphureus
6 – 10
Baronang
Baronang
Siganus guttatus
8 – 12
Barebuku
3–6
Dari data dalam Tabel terdapat 4
(empat) jenis yang pada umumkan
tertangkap dengan ukuran ikan dari 3 cm
sampai dengan 12 cm (Lampiran 2).
Ukuran ikan tersebut menunjukan bahwa
ikan-ikan yang tertangkap oleh pukat
pantai jenis krakat termasuk dalam kategori
ikan yang masih muda. Seperti misalnya
jenis ikan tembang, pada umumnya
tertangkap oleh nelayan rata-rata berukuran
antara 5 – 7 cm, sedangkan ikan bijinangka
berukuran 6 – 10 cm.
jenis ikan demersal dan bahkan jenis-jenis
ikan pelagis. Menurut Nybakken (1992),
bahwa terjadinya pasang surut dan gerakan
ombak di pantai dapat mengangkat zat-zat
makanan sehingga berbagai jenis ikan
dapat memanfaatkan kondisi ini dengan
baik.
Jenis-jenis ikan dan non ikan yang
dominan tertangkap oleh nelayan pengguna
alat tangkap pukat pantai antara lain ikan
kuwe, ikan bijinangka, peperek, ikan
belanak, baronang, ikan cendro, ikan pari,
layur, ikan tembang, buntel, ikan lidah,
bandeng laut, lencam, alu-alu, kerongkerong, kepting, udang dan cumi-cumi
(Loligo sp.). Hasil tangkapan sampaingan
(by-catch) yang dominan tertangkap selama
penelitian hanya jenis ikan tembang, ikan
baronang, ikan bijinangka dan jenis
barebuku (baca: tidak ada dalam daftar
jenis-jenis ikan ekonomis).
Ketiga jenis ikan tersebut di atas masih
termasuk jenis ikan muda yang secara
ekonomi
belum
layak
dikonsumsi.
Termasuk jenis ikan barebuku, jenis ikan
Pembahasan
Keanekaragaman hayati sumberdaya
perikanan
Memperhatikan hasil tangkapan selama
penelitian menunjukan bahwa sumberdaya
ikan di wilayah pesisir pantai cukup
beragam, baik jenis maupun ukuran ikan
yang
tertangkap.
Keanekaragaman
sumberdaya ikan ini bisa disebabkan
karena di wilayah perairan yang dangkal
banyak menyediakan makanan bagi jenis-
12
ini pada umumnya tertangkap, tapi tidak
dikonsumsi oleh masyarakat dan kalau
tertangkap bersama dengan undang kecil
para nelayan membuang kembali ke laut
(discards). Informasi tentang jenis-jenis
ikan hasil tangkapan sampingan dan
adanya ikan yang dibuang kembali ke laut
karena tidak dikonsumsi memerlukan
kajian tesendiri.
Analisis teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan
Penggunaan
setiap
teknologi
penangkapan ikan mulai dari yang
sederhana hingga modern sedikit banyak
akan memberikan dampak negatif terhadap
sumberdaya ikan dan lingkungan perairan.
Besarnya dampak yang ditumbulkan secara
umum sangat tergantung dari 4 faktor
utama meliputi (1) daya tangkap (fishing
power), (2) intensitas penangkapan, (3)
bahan atau material dari komponen alat
tangkap, dan (4) lokasi pengopeasian alat
tangkap (Purbayanto, dkk, 2010).
Untuk
menganalisis
teknologi
perikanan pukat pantai jenis krakat
mengacu
pada
kriteria
teknologi
penangkapan ikan ramah lingkungan yang
berpedoman pada FAO dalam code of
conduct for responsible fisheries. Secara
gamblang teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan adalah teknologi
penangkapan yang dapat menangkap ikan
secara selektif dengan dampak minimum
terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan
yang lolos dari proses penangkapan.
Dibawah ini akan disajikan 14 krtieria
dalam menentukan tingkat keramahan alat
tangkap pukat pantai jenis krakat dengan
metode analisis deskripsi.
(1) Analisis bahwa nelayan memahami
konsep efesiensi dan konservasi
Berdasarkan hasil pengamatan visual
terhadap alat tangkap pukat pantai jenis
krakat dan wawancara dengan nelayan di
lokasi penelitian, bahwa nelayan belum
memahami dengan baik tentang konsep
efesiensi
dan
konservasi
terhadap
penggunaan alat tangkap pukat pantai jenis
krakat yang mereka gunakan dalam
menangkap ikan teri dan udang kecil. Hal
ini
disebabkan
karena
kurangnya
penyuluhan oleh dinas terkait kapada
mereka sebagai nelayan. Prinsip kami
(baca:nelayan) bahwa semua alat tangkap
yang digunakan dan dapat memberikan
hasil tangkapan yang banyak dan memiliki
harga jual adalah termasuk alat tangkap
yang baik dan tidak merusak lingkungan.
Pengembangan penangkapan ikan pada
hakekatnya berarah pada pemanfaatan
sumberdaya ikan secara optimal dan
rasional bagi kesejahteraan masyarakat
pada umumnya dan nelayan khususnya,
tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya
ikan itu sendiri maupun lingkungannya.
Undang-Undang No. 31/2004 tentang
perikanan
mengamanatkan
bahwa
pengelolaan perikanan, temasuk kegiatan
perikanan tangkap harus dilakukan
berdasarkan azas manfaat, keadilan,
kemitraan,
pemerataan,
keterpaduan,
keterbukaan, efesiensi, dan kelestarian yang
berkelanjutan (Baskoro, 2006).
(2)Analisis tentang tidak membahayakan
nelayan dan orang lain di laut
Selama
kami
sebagai
nelayan
menggunakan alat tangkap pukat pantai
jenis krakat tidak pernah membayakan
dalam proses pengoperasian. Kami
beranggapan bahwa alat tangkap ini adalah
ramah terhadap pengguna (nelayan) atau
orang lain di laut. Hasil tangkapannyapun
tidak membahayakan konsumen.
(3)Analisis sesuai dengan peraturan yang
berlaku
Tidak ada aturan yang melarang
penggunaan alat tangkap pukat pantai jenis
krakat baik perda maupun undang-undang
secara nasional. Dengan hal ini, bahwa alat
tangkap ini sesuai aturan yang berlaku di
republik ini.
(4) Analisis hemat energy
Dalam pengoperasian alat tangkap
pukat pantai jenis krakat tidak memerlukan
energi yang besar. Dipoerasikan bisa
dengan mendayung perahu saja dalam
melakukan seting dan hauling di wilayah
penangkapan atau areal dimana ikan atau
udang yang menjadi sasaran tangkapnya
berada. Dengan kondisi ini dapat dikatakan
13
bahwa dalam pengoperasian alat tangkap
ini betul-betul hemat energi. Energi yang
kami maksud dalam kriteria ini adalah
penggunaan bahan bakar bensin atau solar.
(5) Analisis Tidak menimbulkan polusi
Karena pada umumnya pengoperasian
alat tangkap pukat pantai jenis krakat tidak
menggunakan bahan bakar bensin dan
solar, tentu hal ini tidaklah menimbulkan
polusi di laut. Adapun polusi dimaksud
adalah bahan bakar bensin dan oli, disisi
lain tidak juga menimbulkan pencemaran
di laut pada saat pengoperasiannya.
(6) Analisis Terbuat dari bahan yang
pengadaannya tidak merusak lingkungan
Alat tangkap pukat pantai jenis krakat
terbuat dari bahan dan alat yang terdiri dari
waring, pelampung sendal, pelampung
tanda bola plastik, pemberat timah, tali
nylon untuk ris atas dan bawah. Belum ada
studi yang menunjukkan bahwa bahan dan
alat tersebut dapat dikatakan merusak
lingkungan.
(7) Analisis selektif terhadap ikan yang
tertangkap
Selektif yaitu ikan yang tertangkap
seragam dan sesuai ukuran yang
ditetapkan. Alat tangkap pukat pantai jenis
krakat menangkap teri dan udang kecil.
Kalau berbicara selektif, alat tangkap ini
selektif terhadap teri dan udang. Tetapi
kenyataannya
bahwa
setiap
kali
dioperasikan selalu ada tertangkap jenis
ikan lain, itulah yang termasuk hasil
tangkapan sampingan.
Dalam arti yang luas alat tangkap jenis
krakat tidak selektif terhada berbagai jenisjenis ikan yang senang menghuni wilayah
pesisir pantai atau perairan dangkal untuk
berbagai aktivitasnya antara lain untuk
tempat mencari makan, memijah dan
berlindung dari ancaman pemangsa (ikan
predator).
(8) Analisis bahwa ikan yang tertangkap
legal
Sasaran penangkapan atau target
tangkapan pukat pantai jenis krakat adalah
jenis teri dan udang yang termasuk jenis
komoditas perikanan yang legal atau sesuai
aturan yang berlaku. Artinya hasil
tangkapannya
dibenarkan
menurut
peraturan atau undang-undang perikanan
yang berlaku. Dan tidak menangkap jenis
ikan yang di lindungi seperti ikan napoleon
atau jenis ikan lainnya yang di lindungi.
(9) Analisis potensi hilangnya alat tangkap
(ghost fishing) yang rendah;
Dalam pengoprasian alat tangkap pukat
pantai jenis krakat potensi hilangnya alat
ini sangat rendah karena pada saat operasi
penangkapan sayap dan tali selembar
dipegang oleh nelayan yang berada di
pinggir pantai, kemudian badan jaring dan
sayap yang lainnya dibawah melingkari
area penangkapan hingga ke pinggir pantai
lagi. Secara umum dapat digambarkan
bahwa istilah ghost fishing untuk pukat
pantai jenis krakat kurang terjadi, kecuali
alat tangkap seperti bubu dan gillnet dasar
rawan dengan terjadinya ghost fishing.
(10) Analisis memanfaatkan ikan secara
maksimum
Dapat digambarkan bahwa sasaran atau
target tangkapan pukat pantai jenis krakat
dapat dimanfaatkan bernilai ekonomis
seperti teri dan udang kecil. Dua jenis
komoditas ini dijual oleh nelayan dalam
keadaan mentah dan lebih mahal harganya
kalau dijual dalam kedaan dikeringkan.
Hanya hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang tidak bernilai ekonomi atau
tidak ada harga jualnya karena masih kecil
dan terdapat jenis ikan yang sama sekali
tidak nilainya dan tidak di makan.
(11)Analisis menjamin survival dari ikan
dan biota laut yang dikembalikan ke laut;
Dalam konteks ini, belum ada studi
yang menjelaskan tentang hasil tangkapan
sampingan pukat pantai jenis krakat dapat
terjamin
kelangsungan
hidupnya
(survivalability) yang dikembalikan ke laut
(discadrs). Oleh karena itu, pada bagian ini
masih memerlukan pengkajian khusus atau
studi tentang kelansungan hidup ikan atau
biota laut yang tertangkap dengan alat
tangkap ini.
(12) Analisis tidak menangkap ikan yang di
lindungi
Dari berbagai studi terhadap alat
tangkap pukat pantai, tidak pernah terjadi
14
atau tertangkap jenis ikan yang dilindungi.
Hanya ada yang tertangkap adalah jenis
ikan yang tidak layak konsumsi seperti
ikan buntel dan ikan barebuku (bahasa
lokal), dan berbagai jenis ikan yang masih
muda dan bahkan ada yang masuk kategori
benih ikan.
(13) Analisis tidak merusak lingkungan
perairan dan habitat
Pada dasarnya pengoperasian pukat
pantai tidak sampai merusak lingkungan
perairan dan habitat di laut, karena daerah
penangkapan alat ini adalah daerah yang
berpasir dan berlumpur dimana hampir
tidak terdapat terumbu karang di wilayah
perairan itu.
(14)Analisis tidak menimbulkan konflik
dengan kegiatan lainnya.
Dalam kegiatan usaha penangkapan
ikan dengan menggunakan alat tangkap
jenis krakat tidak pernah menimbulkan
konflik dengan kegiatan usaha lain di laut
atau kegiatan penangkapan lainnya di
sepanjang pesisir Teluk Kota Palu. Tapi
untuk di perairan pantai di wilayah
kabupaten Donggala wilayah bagian wani,
dan labuan ada nelayan yang memprotes
terhadap pengoperasian alat tangkap ini,
dengan alasan bahwa terjadi penurunan
hasil tangkapan cumi-cumi di wilayah
mereka.
di perairan pantai, perlu dikaji dan di
informasikan kepada masyarakat nelayan
tentang kriteria berbagai jenis-jenis alat
tangkap yang ramah lingkungan. Informasi
ini sangat diperlukan dalam rangka
menjamin kelangsungan hidup ikan dan
non ikan yang masih muda ditangkap oleh
nelayan kecil atau tradisional.
Saran
1. Untuk
menjaga
dan
menjamin
kelangsungan hidup berbagai jenis ikan
dan non ikan yang menghuni di wilayah
perairan pantai, baik ikan yang sengaja
ditangkap atau tidak sengaja ditangkap,
maka pukat pantai jenis krakat
sebaiknya hanya menangkap biota laut
seperti teri dan udang kecil saja.
2. Alat tangkap pukat pantai jenis krakat
dalam pengoperasian untuk menangkap
teri dan udang masih tergolong alat
tangkap yang ramah lingkungan.
Namun
demikian,
masih
perlu
dilakukan studi untuk mengetahui
tentang kelngsungan hidup hasil
tangkapan sampaingan (by-catch) serta
nilai ekonomi dari ikan hasil tangkapan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Baskoro dan Wahyu, 2006. Teknologi
Perikanan
Tangkap
yang
Bertanggungjawab.
Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
IPB Bogor. 210 hal.
Brand, A. von., 1984. Fish Cathing
Methods of the World Fishing. New
Books Ltd, Farnham-Survey, Englad.
418 p.
Effendie, 1995. Biologi Perikanan.
Yayasan
Pustaka
Nusatama,
Jakarta.163 hal.
Fridman , A.L., 1988. Perhitungan dalam
merancang Alat Penangkap Ikan.
Devisi dan di Edit dan dikembangkan
oleh
PJG
Carrothers.
Team
Penterjemah BBPPI, Semarang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jenis ikan hasil tangkapan sampingan
(by-catch) oleh pukat pantai jenis krakat
cukup beragam baik jenis ikan maupun
kisaran ukuran panjangnya (3 – 12 cm/TL).
Keragaman jenis dan ukuran ikan tersebut
berkaitan erat dengan keanekaragaman
komunitas ikan di pesisir tropis pada
umumnya. Komposisi hasil tangkapan
sampingan menunjukkan bahwa pukat
pantai efektif menangkap berbagai jenis
ikan dan non ikan yang melakukan migrasi
ke perairan pantai.
Sebagai
upaya
untuk
menjaga
kelesetarian sumberdaya ikan dan non ikan
15
Mardjudo, A., 2002. Studi tentang
Selektivitas Pukat Pantai yang
digunakan oleh Nelayan di Pesisir
Teluk Palu Sulawesi Tengah. Tesis
Program Pascasarjana IPB, Bogor
2002. 40 hal.
McConnoughey, H.B. dan R. Zottoli, 1983.
Pengantar Biologi Laut Mosby
Company, Cetakan keempat, London.
410 hal.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut,
suatu pendekatan ekologis. Peneribit
Gramedia, Cetakan kedua, Jakarta. 459
hal.
Nikijuluw, 2002. Rezim Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan, Pustaka
Cidesindo Jakarta. 254 hal.
Purbayanto A., Riyanto dan Fitri, 2010.
Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan
pada Perikanan Tangkap, IPB Pres
Bogor. 208 hal.
Sa‟ban,
1999.
Analisis
Usaha
Penangkapan Ikan menggunakan
Alat Tangkap Pukat Pantai (Beach
seine) di Kelurahan Lere Sulawesi
Tengah (tidak dipublikasikan). Skripsi
Fakultas Perikanan UNISA Palu.
Sudirman dan Mallawa, 2004. Teknik
Penangkapan Ikan. Rineka Cipta,
Jakarta. 168 hal.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007.
Majala Demersal, Pusat Data Statistik
dan Informasi (Pusdatin), Jakarta. 51
hal.
16
Download