POLA PEMBERIAN PENGGANTI AIR SUSU IBU (PASI) SEBAGAI FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE AKUT PADA ANAK USIA 3 – 24 BULAN DI RSUD CIBABAT CIMAHI BUDIMAN ABSTRAK Pemberian PASI yang memenuhi syarat kesehatan, menyebabkan peningkatan kejadian diare pada bayi. Penggunaan dot botol susu yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan media transmisi mikroba penyebab diare. Dari studi pendahuluan data yang diperoleh pada bulan Agustus 2003 di RSUD Cibabat-Cimahi dari wawancara terhadap 20 ibu ternyata 15 balita diare berfokus pada pola pemberian PASi sebagai faktor resiko terjadinya diare akut. Tujuannya untuk mengetahui sejauhmana pola pemberian PASI menjadi faktor resiko terjadinya diare akut pada anak usia 3–24 bulan. Maka berdasarkan premis-premis diajukan suatu hipotesis bahwa jumlah dot dan pola pemebrian PASI merupakan faktor resiko terjadinya diare akut. Subjek penelitian adalah anak usia 3-24 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Desain penelitian ini adalah case control. Populasinya seluruh anak usia 3-24 bulan. Kasus adalah anak usia 3-24 bulan yang berobat ke RSUD Cibabat yang diagnosa medisnya diare akut tetapi diberikan PASI. Sedangkan kontrol adalah anak yang tidak menderita diare tetapi diberikan PASI. Penghitungan besar sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsisedangkan tehnik penarikan sampel systematic random sampling. Analisis data dalam bentuk univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 10.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola pemberian PASI (jumlah dot, perawatan dot, kebiasaan mencuci tangan, penyimpanan dot) diidentifikasi sebagai faktor resiko terjadinya diare dengan nilai odds ratio tertinggi pada variabel perawatan dot yaitu 15,93 kecuali variabel pelaksana pemberi PASI. Setelah dilakukan uji statistik hanya pelaksana pemberi PASI menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada alfa 5% (p>0,05). Variabel perancu juga dapat diidentifikasi sebagai faktor resiko terjadinya diare dengan niali odds ratio terbesar pada variabel kepemilikan jamban keluraga yaitu 5,43 pada alfa 5% hanya variabel pembuangan air limbah dan jenis sumber air minum menunjukan tidak ada hubungan signifikan dengan kejadian diare (p>0,05) maka hipotesis yang diajukan dapat diuji. Disimpulkan bahwa pola pemberian PASI diidentifikasi sebagi faktor resiko terjadinya diare akut. Disarankan agar memperhatikan tatacara pemberian PASI yang benar baik terhadap kelurga ataupun petugas kesehatan. Kata kunci : Case Control, PASI, Diare akut. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 98 LATAR BELAKANG PENELITIAN Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat karena tingginya angka kesakitan dan kematian yang diakibatkannya. Diperkirakan bahwa kejadian diare meliputi 200400 per 1.000 penduduk pertahun, 60-80% diantaranya terjadi pada baIita, insidensi tertinggi dijumpai pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Data lain menyebutkan secara epidemiologi episode penyakit ini pada balita sebanyak 1-2 kali setiap tahun dengan angka kematian mencapai 5 per 1.000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun, yang berarti tiap 4 menit 1 baIita meninggaI (Subiyanto 2001). Maka sungguh sangat wajar bila mengkategorikan diare sebagai salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia karena penyakit diare pada bayi menduduki tempat kedua (11%) setelah infeksi saluran nafas atas (ISPA) sebagai penyebab kematian (Margawani dkk, 1997). Sedangkan data di Propinsi Jawa Barat yang dilaporkan pada tahun 2000 terdapat peningkatan jumlah kematian yaitu 40 orang per 100.000 penduduk jika dibandingkan dengan tahun 1999 dengan jumlah kematian 29 orang per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat 2000). Hal ini perlu diwaspadai secara seksama dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kasus diare di Propinsi Jawa Barat, karena berdasarkan data yang diperoleh penyakit diare ini masih merupakan masalah terbesar terutama bagi balita. Selain itu didukung pula oleh data bahwa penyakit diare merupakan penyebab kematian pada anak baIita yang dirawat di Rumah Sakit di Propinsi Jawa Barat dengan urutan pertama yaitu 16,52 % (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat Tahun 2000) Data tersebut menunjukkan bahwa diare mempunyai peran yang paling besar menyebabkan mortalitas pada baIita rawat inap di Rumah Sakit wilayah Propinsi Jawa Barat. Hasil Laporan Tahunan dari Rekam Medik RSUD Cibabat Cimahi angka Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 99 morbiditas rawat jalan penyakit diare pada tahun 2001 kasus diare berjumlah 2.566 sedangkan pada tahun 2002 berjumlah 2.651 dan terbesar pada kelompok bayi usia 28 hari s.d 11 bulan. Berdasarkan data di atas prevalensi diare sebagian besar terjadi pada balita (termasuk anak usia 3-24 bulan). Maka sangat jelas faktor risiko terjadinya diare perIu diidentifikasi dan dikaji secara mendalam, salah satunya terutama masalah pola pemberian PASI. Hal ini perlu diperhatikan karena pada anak usia 3-24 bulan yang tidak diberi ASI, risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada anak usia 3-24 bulan yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar (Kepmenkes RI Nomor : 1215/Menkes/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare). Meningkatnya kejadian diare pada bayi sejak masa mendapatkan ASI lalu diganti dengan pemberian PASI yang kurang memenuhi syarat kesehatan dimungkinkan merupakan bahan perantara yang penting untuk transmisi mikroba penyebab diare. Termasuk faktor kesehatan lingkungan dan higiene pemberian PASI seperti kebersihan alat susu botol (dot). Maka fokusnya bahwa pola pemberian PASI diduga memegang peranan penting sebagai faktor risiko terjadinya diare. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Agustus 2002 di Ruang Kenari RS. Cibabat dengan melakukan wawancara terhadap 20 ibu yang anaknya dirawat dengan kasus diare didapatkan data sebagai berikut : dari 15 balita yang diare menggunakan PASI, ibu tidak tahu pola perawatan dot, tidak mempunyai jadwal teratur dalam pemberian PASI, dan jarang mencuci tangan dahulu bila memberikan PASI. Sedangkan dari 5 balita diare yang dirawat menggunakan ASI, tidak tahu pola perawatan puting susu dan tidak mempunyai jadwal teratur. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 100 Dalam pemberian PASI dengan menggunakan botol susu harus memperhatikan syarat kesehatannya mulai dari penyiapan, pemprosesan, penyimpanan, perawatan, dan sebagainya sehingga bisa mengurangi insidensi diare. Apalagi pemberian pengganti air susu ibu pada balita saat ini telah meluas, salah satu datanya dari hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) per telepon terhadap bagian persaIinan dari 46 institusi kesehatan (44 swasta dan 2 negeri) memperlihatkan bahwa semua institusi kesehatan (100%) memberikan susu formula kepada bayi baru lahir dengan alasan ASI tidak keluar dan kalaupun keluar hanya sedikit sehingga perlu tambahan, pemberian susu formuIa tersebut gratis (8,7%), dibayar secara terpisah (15,2%), dan termasuk biaya persalinan (76,18%). Masih data dari hasil survei YLKI ketika ibu pulang terdapat 69,6% insitusi kesehatan membekaIi susu formula dan semua apotek di institusi kesehatan (100%) menjual susu formula bayi (Adiningsih 2003) . Selain itu masih menurut Adiningsih (2003) saat ini adanya promosi susu formula yang dilakukan oleh perusahan semakin gencar dan mempunyai implikasi terhadap menurunnya persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif. Diduga juga adanya faktor lain, diantaranya dengan meningkatnya peran ibu membantu keluarga untuk mencari nafkah, tidak sedikit ibu yang merelakan anaknya tidak diberi ASI melainkan diberi PASI, bahkan seringkali bayi tidak teratur diberi PASI dan tak jelas siapa yang memberi PASI. Hal itu terjadi pada ibu-ibu yang tingkat ekonominya rendah, ibu tidak mampu untuk membayar pembantu dan terpaksa menitipkan anaknya pada sanak saudaranya bahkan kepada tetangga. Kondisi saat ini hampir secara mayoritas anak (balita) diasuh oleh pembantu rumah tangga, hal ini terjadi terutama dalam keluarga dengan status ekonomi tinggi. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 101 Kenyataan tersebut merupakan salah satu penyebab bayi tidak diberi ASI meIainkan diberi PASI yang tentu saja perlu mendapat kajian lebih mendalam karena tidak semua balita yang diberi PASI menderita diare dan banyak pula baIita yang diberi ASI menderita diare. Fenomena tersebut sesuai dengan hasil peneIitian Lubis dkk (1991) yang menyatakan bahwa pemberian PASI dengan menggunakan botol susu merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diare, namun dalam peneIitian tersebut tidak dijelaskan pemberian PASI dengan menggunakan botol susu bagaimana yang menjadi faktor risiko terjadinya diare. Selain itu masih bersumber pada hasil penelitian Lubis dkk (1991) dinyatakan bahwa ASI juga bisa sebagai faktor risiko terjadinya diare bila pemeliharaan puting susu tidak higienis. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Wiharta (1997) yang membuktikan bahwa "dalam hal angka kesakitan diare temyata bayi yang diberi PASI mengalami angka kesakitan/kematian diare 10 kali lebih banyak. Penelitian tersebut tidak menjelaskan pola pemberian PASI bagaimana yang diidentifikasi sebagai faktor risiko kesakitan dan kematian diare. Bersumber pada pendapat tersebut maka fenomena pola pemberian PASI menarik untuk diteliti apalagi kondisi pada saat ini pemberian PASI semakin meluas, promosi PASI mengalahkan promosi ASI sehingga masyarakat (ibu-ibu) merasa bangga bila anaknya mengkonsumsi PASI dibandingkan ASI, sedangkan penelitian yang berkaitan dengan pola pemberian PASI sebagai faktor risiko terjadinya diare masih jarang. Apalagi ada beberapa ibu yang ingin segera menghentikan pemberian ASI nya, segera setelah bayi berusia 3-4 bulan (Suryabudi 1998). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan kajian yang mendalam melalui penelitian tentang pola Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 102 pemberian PASI sebagai faktor risiko terjadinya penyakit diare akut pada anak. METODA PENELITIAN Metode dalam penelitian ini adalah kasus-kontrol (case control), penggunaan metode penelitian ini ditujukan untuk menentukan sebab-sebab penyakit secara retrospektif dengan cara meneliti hubungan antara pajanan (faktor penelitian) yaitu pola pemberian PASI dengan menggunakan botol susu dan penyakit (penyakit diare akut) dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status pajanannya, variabel independen adalah pola pemberian PASI dengan subvariabel diantaranya : jumlah dot botol susu, pelaksana pemberi PASI, kebiasaan perawatan dot botol susu, kebiasaan cuci tangan dalam pemberian PASI, dan penyimpanan dot botol susu. POPULASI Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 3-24 bulan yang berobat ke RSUD Cibabat Cimahi baik rawat jalan maupun rawat inap. Hal ini sesuai dengan pendapat Murti (1997) yang menyatakan bahwa pemilihan populasi sumber kasus pada desain penelitian kasus kontrol dapat berasal dari rumah sakit dan komunitas. Berdasarkan penghitungan besar sampel tersebut, maka dalam penelitian ini ditentukan 43 anak untuk kasus dan 43 anak untuk kontrol (kasus : kontrol = 1 : 1). Adapun tehnik penarikan sampel melalui tehnik systematik random sampling. Sumber data primer adalah jenis data yang sumbernya diperoleh langsung atau dikumpulkan dari responden (ibu balita) pada waktu penelitian dilaksanakan melalui item-item pertanyaan yang telah disiapkan di dalam alat pengumpulan data. Selain sumber data primer juga penelitian ini menggunakan jenis data Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 103 sekunder yang bersumber pada laporan atau dokumen terutama catatan medik dan keperawatan RSUD Cibabat bagi anak baik yang rawat jalan atau rawat inap untuk penentuan kasus. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan survei melalui observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan alat pengumpulan data yang berbentuk kuesioner. Analisis univariat ini dilakukan dengan prosedur statistik deskriptif yang dimanifestasi dalam bentuk persentase baik variabel dependen maupun variabel indenpenden. Tujuannya untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dan besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik yang diteliti. Analisis bivariat ini dilakukan dengan menggunakan pengujian terhadap koefesiensi kontingensi C digunakan sebagai uji kesehatan (uji depedensi) antara dua variabel. Tujuannya untuk mengetahui hubungan satu variabel dependen dengan variabel independen yang diamati. Tahapan analisis terakhir, adalah analisis multivariat untuk melihat fraktor risiko variabel independen terhadap variabel dependen yang diamati secara sekaligus. Dalam analisis multivariat ini sebagai prediktornya yaitu pola pemberian PASI dengan menggunakan dot botol susu terdiri dari jumlah dot, pelaksana pemberi PASI, perawatan dot, kebiasaan mencuci tangan, dan penyimpanan dot. Sedangkan variabel potensial perancu (confounter) yaitu pendidikan ibu dan kesehatan lingkungan keluarga yang terdiri dari 6 komponen. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 104 HASIL PENELITIAN Tabel 1 Nilai Rasio Odds tidak terkontrol (crude) Berdasarkan Pola Pemberian PASI Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 3-24 bulan N o 1 2 3 4 5 Pola Pemberian PASI Jumlah dot botol susu 1. < 3 0. > 3 Pelaksana Pemberi PASI 1. Orang lain 0. Ibunya sendiri Perawatan dot 1. Buruk 0. Baik Kebiasaan mencuci tangan 1. Tidak 0. Ya Penyimpanan dot 1. Terbuka 0. Tertutup Kasus Kontrol 33 10 20 23 29 14 30 13 31 12 6 37 32 11 14 29 25 18 11 32 Rasio Odds 3,80 CI 95% Nilai p 1,50-9,59 0,005 0,89 0,36-2,23 0,816 15,93 5,36-47,7 0,000 6,03 2,3615,37 0,000 4,04 1,6210,08 0,003 Tabel 2. Nilai Rasio Odds (crude) Variabel Perancu (Confounter) Dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 3-24 bulan No Pola Pemberian PASI 1 Pendidikan Ibu 1. < SLTP / sederajat 0. > SLTA/Sederajat Jamban Keluarga 1. Tidak 0. Ya Pembuangan Sampah 1. Tidak 0. Ya Pembuangan air limbah 1. Tidak 0. Ya Sumber air minum 1. Tidak 0. Ya Penampungan air bersih 1. Tidak 0. Ya 2 3 4 5 6 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM Kasus Kontrol 19 24 30 13 28 15 11 32 27 16 15 28 32 11 29 14 35 8 23 20 20 23 14 29 Rasio Odds 0,34 CI 95% Nilai p 0,140,83 0,018 5,43 2,1513,76 0,000 3,15 1,317,60 0,011 1,40 0,553,58 0,477 3,80 1,509,59 1,000 1,80 0,754,32 0,188 105 7 Jarak Sumber air 1. < 10 meter 0. > 10 meter 20 23 7 36 4, 4 7 1,6312,25 0,004 Tabel 3. Model Awal Interaksi Seleksi Variabel Prediktor dan variabel confounder Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 3-24 Bulan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Pola Pemberian PASI Jumlah dot botol susu 1. < 3 0. > 3 Pelaksana Pemberi PASI 1. Orang lain 0. Ibunya sendiri Perawatan dot 1. Buruk 0. Baik Kebiasaan mencuci tangan 1. Tidak 0. Ya Penyimpanan dot 1. Terbuka 0. Tertutup Pendidikan Ibu 1. < SLTP/sederajat 0. > SLTA/Sederajat Jamban Keluarga 1. Tidak 0. Ya Pembuangan Sampah 1. Tidak 0. Ya Pembuangan air limbah 1. Tidak 0. Ya Sumber air minum 1. Tidak 0. Ya Penampungan air bersih Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM OR CI 95% 6,526 Nilai p 0,011 22,88 2,07252,69 1,057 2,679 0,102 0,18 0,02-1,41 2,017 0,915 4,861 0,027 7,52 1,2545,15 2,324 0,972 5,720 0,017 10,22 1,5268,61 1,619 1,003 2,603 0,107 5,07 0,7136,06 1,624 0,953 3,018 0,082 0,20 0,03-1,23 4,467 1,570 8,096 0,04 87,06 4,021888,08 0,601 1,292 0,217 0,641 0,55 0,046,89 0,464 1,116 0,173 0,678 1,59 0,1814,18 0,331 0,834 0,157 0,692 1,39 0,277,13 0,947 0,877 1,167 0,280 0,39 0,072,16 B S.E Wald 3,130 1,225 1,729 106 12 1. Tidak 0. Ya Jarak Sumber air 1. < 10 meter 0. > 10 meter 1,757 0,954 3,391 0,005 5,79 0,8937,60 Tabel 4. Model Maksimum Tanpa Interaksi Variabel Prediktor dan Variabel Confounder Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 3-24 Bulan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Pola Pemberian PASI Jumlah dot botol susu 1. < 3 0. > 3 Pelaksana 1. Orang lain 0. Ibunya sendiri Kebiasaan mencuci tangan 1. Tidak 0. Ya Perawatan dot 1. Buruk 0. Baik Penyimpanan dot 1. Terbuka 0. Tertutup Pendidikan Ibu 1. < SLTP/sederajat 0. > SLTA/Sederajat Jamban 1. Tidak 0. Ya Jarak Sumber air dengan pencemaran 1. < 10 meter 0. > 10 meter Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM B 3,025 S.E 1,16 Wald 6,788 Nilai p 0,009 OR 20,57 CI 95% 2,12200,32 -1,499 0,956 2,456 0,117 0,22 0,03-1,46 2,182 0,936 5,436 0,020 8,87 1,4255,53 1,790 0,845 4,484 0,034 5,99 1,1431,41 1,850 0,980 3,568 0,059 6,36 0,9343,37 1,809 0,886 4,167 0,041 0,16 0,030,93 4,074 1,18 11,86 0,001 58,76 5,78597,18 1,780 0,912 3,806 0,051 5,93 0,9935,42 107 Tabel 5 Model Akhir Tanpa Interaksi Pola Pemberian PASI Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 3-24 Bulan OR CI 95% 7,859 Nilai p 0,005 13,81 2,20-86,51 0,787 5,441 0,020 6,27 1,34-27,27 1,706 0,716 5,679 0,017 5,51 1,35-22,42 1,710 0,737 5,374 0,020 0,181 0,04-0,77 3,301 0,945 12,196 0,000 27,14 4,27173,08 No Pola Pemberian PASI B S.E Wald 1 Jumlah dot botol susu 1. < 3 0. > 3 Kebiasaan mencuci tangan 1. Tidak 0. Ya Perawatan dot 1. Buruk 0. Baik Pendidikan Ibu 1. < SLTP/sederajat 0. > SLTA/Sederajat Jamban Keluarga 1. Tidak 0. Ya 2,625 0,936 1,835 2 3 4 5 PEMBAHASAN Menurut Mucthadi (2002) bahwa ibu harus mempunyai persediaan dot botol susu yang digunakan untuk memberikan PASI, ini berarti bahwa jumlah dot botol susu yang harus dimiliki dan digunakan oleh ibu mestinya lebih dari 1. Hasil penelitian Lubis dkk (1991) menyatakan bahwa pemberian susu botol yang hanya mempunyai 1 botol susu diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa pada analisis bivariat antara jumlah dot dengan kejadian diare pada anak usia 3-24 bulan, pada α 5% membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah dot dengan kejadian diare (nilai p=0,005). Diawal sudah disampaikan bahwa promosi susu formula semakin gencar masuk kalangan masyarakat yang ternyata mempunyai implikasi yang buruk dengan indikator semakin turunnya persentase bayi yang memperoleh ASI eksklusif dimana data dari UNICEF hanya 3% yang memberikan ASI eksklusif (Adiningsih, 2003). Ini berarti bahwa Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 108 pemberian PASI mestinya hanya dalam keadaan bayi harus dipisahkan dari ibunya, misalnya ibunya sakit keras atau memiliki penyakit menular. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, menunjukan pada analisis univariat bahwa 86 responden yang diberi PASI dengan menggunakan dot botol susu ternyata sebagian besar 59 responden (68,6%) yang memberikan PASI bukan ibunya sendiri sedangkan yang memberikan PASI oleh ibunya sendiri hanya 27 responden (31,4%). Padahal sepola ideal menurut Mucthadi (2002) lebih baik apabila ibunya sendiri sedangkan yang memberikan susu formula (pemberian PASI), dengan pola mendekap bayi untuk mempercepat perkembangan hubungan yang erat di antara keduanya, namun memang dari hasil analisis bivariat antara pelaksana PASI dengan kejadian diare pada anak usia 3-24 bulan, pada α 5% membuktikan tidak ada hubungan yang signifikan diantara anak yang diberikan PASI oleh ibunya sendiri dengan anak yang diberikan PASI oleh orang lain (nilai p=0,816). Dalam memberikan PASI dengan menggunakan dot botol susu tentu saja harus memperhatikan tata pola pemberian PASI terutama perawatan dot botol susu. Menurut Mucthadi (2002) umumnya sulit untuk memberikan susu formula kepada bayi sepola higienis, mengingat kondisi rumah tangga ibu bervariasi. Sepola teori menurut Suryabudhi (1998) perawatan dot yang baik diantaranya cuci bersih semua alat yang dipakai menggunakan sabun atau detergen setelah bersih masukan air matang dan kocok-kocok beberapa kali bila sudah letakkan botol terbalik lalu alat-alat disterilkann selama 10 menit setelah itu biarkan botol mendingin dulu lalu masukan susu kedalam botol. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diidentifikasikan bahwa perawatan dot yang kurang baik (buruk) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan. Pada analisis bivariat antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada anak usia 3-24 bulan, pada α 5% membuktikan Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 109 adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare (nilai p=0,000). Selain itu hasil akhir regresi logistik pada α 5% kebiasaan mencuci tangan ini tetap menunjukan hubungan yang signifikan dengan kejadian diare (p=0,020) dengan nilai odds ratio (OR) yaitu 6,265. Hasil penelitian ini sesuaI dengan hasil penelitian Lubis, dkk (1991) yang menyatakan bahwa tidak memcuci tangan sebelum memberi makan/minum merupakan faktor resiko terjadinya diare. Dalam pola pemberian PASI aspek penyimpanan dot perlu diperhatikan karena jika tidak diperhatikan akan berpotensi sebagai tempat pengembangbiakan bakteri (Ibrahim, 2003). Menurut Suryabudhi (1998) dalam 1 hari saja kuman-kuman ini bisa mencapai jumlah jutaan. Maka tempatkan penyimpanan dot botol susu ditempat tertutup misalnya didalam lemari pendingin karena susu formula bila dibuat sesuai aturan pakai bisa tahqan 24 jam (Ibrahim, 2003) Namun intinya dari konsep tersebut tergambar bahwa penyimpanan dot ditempat yang tertutup jangan di tempat yang terbuka. Dalam pola pemberian PASI aspek penyimpanan dot perlu diperhatikan karena jika tidak diperhatikan akan berpotensi sebagai tempat pengembangbiakan bakteri (Ibrahim 2003). Menurut Suryabudhi (1998) dalam 1 hari saja kuman-kuman ini bisa mencapai jumlah jutaan. Maka tempatkan penyimpanan dot botol susu diternpat tertutup misalnya didalam lernari pendingin karena susu formula bila dibuat sesuai aturan pakai bisa tahan 24 jam (Ibrahim 200~).Nafuun intinya dari konsep tersebut tergambar bahwa penyimpanan dot ditempat yang tertutup jangan ditempat yang terbuka. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penyimpanan dot terbuka dan tertutup tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Walaupun penyimpanan dot ini dapat diidentifikasi sebagai salah satu factor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 110 Dalam penelitian ini pendidikan ibu merupakan factor perancu terhadap terjadinya diare pada usia anak 3-24 bulan. Dari hasil analisis bivariat antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak usia 3-24 bulan, pada alfa 5% membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare (nilai p=0,18) dengan selang kepercayaan 95%, yaitu 0,141-0,83. selain itu pendidikan ibu dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai factor resiko terjadinya diare dengan odds ratio (OR) yaitu 0,343 ini artinya bahwa anak usia 3-24 bulan yang diberikan PASI oleh ibu yang pendidikannya dibawah atau sederajat SLTP akan mempunyai faktor risiko 0,343 kali lebih besar dibandingkan dengan anak usia 3-4 bulan yang diberikan PASI sederat SLTA. Bahkan setelah dilakukan analisis multivariat melalui uji regresi logistik awal dan akhir tanpa interaksi didapatkan data bahwa pendidikan ibu menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian diare (p=O,020) pada anak usia 3-24 bulan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Margawani dkk (1997) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan (pendidikan) dengan kejadian diare. Dalam penelitian ini kesehatan lingkungan keluarga sebagai variabel perancu setelah dilakukan analisis bivariat temyata faktor kepemilikan jamban keluarga, pembuangan sampah, dan jarak sumber air minum dengan pencemaran pada alfa 5 % menunjukan hubungan yang signifikan teIjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan (p<O,05). Hal ini sesuai dengan hasiI penelitian yang dilakukan oleh Sanusi dkk (1997) yang menyatakan bahwa kepemilikanjamban keluarga dan penampungan sampah mempunyai pengaruh yang signifikan dengan teIjadinya diare. Faktor-faktor tersebut dalam kesehatan lingkungan apabila tidak sesuai aturan kesehatan memudahkan teIjadinya penyebaran "water borne disease" Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 111 SIMPULAN 1) Jumlah dot botol susu yang digunakan oleh ibu dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan dan nilai pnya adalah 0,005 2) Pelaksana pemberi PASI dapat diidentifikasi merupakan bukan faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan dan nilai p-nya adalah 0,816 3) Kebiasaan mencuci tangan dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan dan nilai p-nya adalah 0,000 4) Perawatan dot dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan dan nilai p-nya adalah 0,000 5) Penyimpanan dot dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan dan nilai p-nya adalah 0,003 6) Pada variabel perancu (confounder) pendidikan ibu dan kesehatan lingkungan keluarga (kepemilikan jamban keluarga dan jarak sumber air dengan pencemaran) dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya diare pada anak usia 3-24 bulan 7) Hasil uji statistik dapat di simpulkan pada alfa 5% hipotesis nol ditolak artinya menunjukan ada hubungan yang signifikan antara jumlah dot dan cara pemberian P ASI dengan kejadian diare (p<0,05). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 112 SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas dan uraian pada bab sebelumnya, maka perkenankanlah penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1) Bagi Dinas Kesehatan Kota Cimahi sebagai data dasar dalam peningkatan program penjuluhan ASI pada masyarakat khususnya pada ibu-ibu yang memberikan P ASI pada anak usia 3-24 bulan diharapkan memperhatikan jumlah dot yang digunakan, kebiasaan meneuei tangan, perawatan dot dan Cara penyimpanan dot botol susu. 2) Bagi RSUD Cibabat Cimahi dalam penanganan kejadian diare diharapkan memperhatikan faktor risiko pemberian P ASI dan terus menerus menggalakan ASI 3) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu penelitian lanjutan di bidang ilmu pencegahan penyakit diare yang berhubungan dengan pemberian PASI Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 113 DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana A. Aspek kesehatan dan gizi anak balita. Yayasan Obor Indonesia; 1985 Adiningsih. N.D. Antara UU perlindtmgan konsumen, ASI dankesehatan anak. Jakarta. SuaraPembaharuan; 2003 . Brockopp DY. Dasar-dasar riset keperawatan. Jakarta; EGC; 2000 Bisri T. Pembuatan Padjajaran. P3LP; 2002 proposal penelitian. Bandung . Universitas Carpenito LJ. Diagnosa keperawatan. Edisi 6. Jakarta; EGC 1998 Catzell P, Roberts 1.. Kapita selekta pediatri. Jakarta; EGC; 1995 Dirjen PPM & PLP DEPKES RI. Pedoman pemberantasan penvakit diare. Jakarta; 2002 Depdikbud. Kamus besar bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta; 1990 Depkes RI. Tehnis perawatan dasar. PT Granesia. Jakarta; 1987 Entjang 1. Ilmu Kesehatan Masvarakat. Bandung; PT. Citra Aditya Bakti; 1993 Heny G. dkk. Pedoman komite etik penelitian kesehatan dalam pemberian rekomendasi kelayakan etis penelitian. FK UNP AD Perjan RS Dr. Hasan Sadikin.Bandtmg;2003 Ibrahim S. Merawat bayi dengan cinta kasih. Jakarta; Progres; 2003 Kleinbaum, et aI. Epidemiologic Research: Principles and quantitative methods. New York: Van Nostrad Reinhold Company; 1982. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1215/Menkes/SKlXI/2001 tentang Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 114 Pedoman pemberantasan penyakit diare. Jakarta. Dirjen PPM & PLP; 2001 Komite Medik. Laporan tahunan rekam medik. RSUD Cibabat. Cimahi; 2002 Kanwil Propinsi Jawa Barat. Profil kesehatan Propinsi Jawa Barat. Bandung. 2000 Lubis dkk. Risiko teriadinya diare: identifikasi faktor pada bavi. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera; 1991 Muchtadi D. Gizi untuk bavi. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan; 2002 Margawani. dkk. Pengetahuan dan perilaku ibu batita tentane: pengunaan air dan kejadian diare di Kelurahan Kavu Manis, Jakarta Timur. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997 Murti B .. Prinsip dan metode riset evidemiologi. Y ogyakarta; Gajah Mada University Press; 1997 Mose JT. Metodologi oenelitian dalam bidane: kesehatan. Bandung; Univeristas. Padjajaran. P3LP; 2002 Martinez H. & Tomkins A M. Nutritional manaiement of diarrhoea : Food and nutrition bulletin volume 16, number 4, December 1995 Noor NN. Pengantar eoidemiologi penyakit menular. Jakarta; Rineka Cipta; 1996 Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Jakarta; EGC;1997 Nelson. IImu Kesehatan Anak. Jakarta; EqC; 1993 Notoatmidjo S .. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta; 1993 Prasetia Logika dan prosedurpenelitian. Edisi 1. Jakarta; STIA LAN RI; 1999 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 115 Pradono J. & Budiarso LR Prevalensi dan perawatan diare pada balita SDKI 1991. 1994 dan 1997. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan. Depkes RI; 1999 Sugiyono. Statistik untuk penelitian. Bandung; CV Alpabet; 2000 Sanusi R & Nendrosuwito. Penatalaksanaan program pemberantasan diare dan faktor-faktor risiko teIjadinya diare pada anak balita di Puskesmas Kabupaten Wonogiri. Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 1996 Soenardi AT. Makanan oendamping AS!. Jakarta; 1999 Sukandar H. Biostatistik laniut. Modul Kuliah Program Pasca SaIjana IKM BKU Epidemiologi. Bandung. Universitas Padjajaran; 2002 Suryabudhi M. Cara merawat bavi dan anak. Bandung; Pioner Jaya; 1998 Slamet JS. Kesehatan Lingkungan. Y ogyakarta; Gadjah Mada University Press; 2000 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 116 Subiyanto MS. Tindakan ibu terhadap anak vanf?; menderita gastroententls akut/diare. Surabaya. Buletin Ilmu Kesehatan Anak. FK. UNAIR. RSUD Dr. Soetomo. Tabun XXX. 2001. Sudibyo. Dkk. ASI versus susu formula: buatlah pilihan terbaik. httpl/www.vision.netjd. 2002 Thongkrajai E. & Tongkrajai P. Socioeconomic and health program effects upon the behavioral management of diarrheal disease in Northeast Thailand. Paper presented at the comunity epidemiology/heaIth management network, Khon Kaen. Thailand. 1988. Widjaja Me. Mengatasi diare dan keracunan pada balita. Jakarta; Kawan Pustaka;2002 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 117