Document

advertisement
ISSN: 2805-2754
GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH
UTAMA GANGGUAN SISTEM PERNCERNAAN: DIARE
Oleh
T. Anggraeni1), SS. Heni S2)
1), 2) Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta
ABSTRAK
Diare adalah salah satu jenis penyakit menular yang mewabah. Diare sering kali dalam
filosofi orang jawa sering disalah artikan, mereka beranggapan bahwa bayi dan balita yang
mengalami diare berarti mengalami kenaikan kepandaian, intelektual atau kreativitas. Padahal
diare adalah salah satu penyakit yang perlu diwaspadai karena akibat buang air terus-terusan,
tubuh kehilangan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi. Asuhan keperawatan pada An. A dengan
masalah utama gangguan sistem pencernaan: diare penulis lakukan mulai tanggal 17 sampai 20
Oktober 2011. Masalah yang penulis tegakkan adalah: gangguan pola eliminasi diare berhubungan
dengan perluasan infeksi, hipertermi berhubungan dengan infeksi, gangguan integritas kulit
berhubungan dengan BAB (Buang Air Besar), bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sekret, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan yang tidak ade kuat, muntah dan diare, gangguan istirahat tidur berhubungan dengan
proses penyakit, intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, resiko kekuranan volume
cairan berhbungan dengan muntah, diare. Intervensi yang penulis susun dan tindakan
keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan masalah yang muncul. Evaluasi dilakukan pada
tanggal 20 Okober dengan hasil masalah teratasi sebagai sehingga tindakan keperawatan yang
telah penulis rencanakan dilakukan oleh perawat yang bertanggung jawab pada An. A di ruang
Hamka.
Kata Kunci: Diare, gangguan pola eliminasi, hipertermi, gangguan integritas kulit
A. Pendahuluan
Bila tak ditangani dengan baik
akan menyebabkan komplikasi, kurang
gizi yang memperlambat kerja otak,
kematian, dan hipoglikemia. Hipoglikemia
adalah berkurangnya glukosa dalam
darah secara drastik (Anonim, 2012).
Penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan
oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 sampai dengan 2010
terlihat kecenderungan insiden naik. Pada
tahun 2000, angka kejadian penyakit
Diare 301/1000 penduduk, tahun 2003
naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun
2006 naik menjadi 423/1000 penduduk
dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. banyak bayi yang mengalami
alergi terhadap protein susu sapi. Terkait
hal lain yang sering diabaikan adalah
adanya makanan yang mengandung
logam berat, misalnya : ketika membeli
gorengan menggunakan pembungkus
kertas yang mengandung tinta (Daldiyono,
2006 : 408).Pada bayi yang mendapat ASI
(Air Susu Ibu) lebih jarang menderita
gastrointeristis akut daripada bayi yang
mendapat susu formula; antibodi maternal
terhadap sejumlah pathogen enterik
dipindahkan melalui air susu ibu (Betz,
2002 : 160).
B. Waktu, Tempat dan Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di bangsal Hamka
rumah sakit PKU Muhammadiyah
Delanggu mulai tanggal 17 sampai
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
19
dengan 20 Oktober 2011. Metode yang
digunakan adalah observasi secara
mendalam terhadap An. A yang dirawat
dengan gangguan sistem pencernaan:
diare. Analisa dan penyajian data
dilakukan secara diskriptif kualitatif.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Asuhan keperawatan pada An. A
dengan sistem pencernaan atas indikasi
diare di Bangsal Hamka
PKU
Muhamadiyah Delanggu. Nama An. A
umur 8 bulan. Keluahan utama diare,
riwayat penyakit sekarang pasien datang
ke PKU Muhammadiyah Delanggu tanggal
17 Oktober 2011 jam 06. 10. Ny. B
mengatakan An. Adalah sejak tadi malam
muntah lebih dari 4 kali masing-masing 50
cc, buang air besar (BAB) cair 2 kali dan
sedikit ampas, tidak BAK. Satu hari
sebelumnya An. A baru pulang dari PKU
Delanggu setelah diopname selama satu
pekan dengan riwayat brokitis asmatis.
Saat dikaji tanggal 17 Oktober 2011 nafas
masih terdengar ronchi dan wheezhing. Di
IGD An. A mendapat infus RL 8 tetes per
menit (mikro), injeksi : invomit 12,5 mg dan
gastridin 2 mg.
Dari data yang ditemukan, penulis
tegakkan masalah keperawatan sebagai
berikut :
a. Ganggguan pola eliminasi diare
berhubungan dengan perluasan
infeksi
b. Hipertermi berhubungan dengan
infeksi
c. Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan pola BAB.
d. Bersihan
jalan
tidak
efektif
berhubungan dengan penumpukan
sekret.
e. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat /
muntah dan diare.
f. Gangguan istirahat tidur berhubungan
dengan kondisi penyakit.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan
20
h. Resiko kekurangan volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan mual
dan muntah
2. Pembahasan
a. Pengkajian
Dalam pelaksanaan pengkajian
hingga
evaluasi
penulis
menngalami kesulitan dalam
penegakkan diagnosa pada An.
A dengan diare, karenakan
riwayat
penyakit
klien
sebelumnya yaitu bronkhitis
asmatis pada saat dikaji masih
terdengar ronchi dan wheezing.
b. Diagnosa, Rencana, Tindakan
dan Evaluasi Keperawatan
a) Kekurangan
cairan
berhubungan
dengan
muntah, diare
Kekurangan volume
cairan adalah keadaan ketika
seseorang individu yang tidak
menjalani puasa mengalami
atau beresiko mengalami
dehidrasi vascular, interstisial,
atau intravascular (Carpenito,
2007:
168).
Risiko
kekurangan volume cairan
adalah beresiko mengalami
dehidrasi vaskuler, seluler
atau intraseluler (Nanda,
2009: 97)
Dalam
asuhan
keperawatan ini data yang
mendukung adalah Ny. B
mangatakan muntah lebih
dari empat kali, diare cair dua
kali, tidak BAK sejak kemarin
jam 19.00 WIB, minum sedikit
kurang lebih 240 cc, tandatanda vital : N : 100 x/menit,
RR : 24x/menit, S : 38 oC,
turgor kulit kurang elastik.
Penulis
memperioritaskan
diagnosa
keperawatan
kekurangan
cairan
berhubungan
dengan
muntah, diare dalam prioritas
utama dengan pertimbangan
JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:19-28
karena
ini
merupakan
masalah utama yang aktual
dari gangguan pemenuhan
cairan sehingga perlu segera
diatasi (Tarwoto & Wartonah,
2004: 37), dan pada hierarki
Maslow
merupakan
kebutuhan fisiolagi pada
urutan dua teratas (Alimul,
2006: 7)
Rencana
keperawatan
disusun tanggal 18 Oktober
2009 dengan tujuan: volume
cairan dapat dipertahankan
dengan adekuat setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24
jam
dengan
kriteria
hasil
membran mukosa lembab,
turgor kulit adekuat, haluaran
urin 1-2 ml/kg/jam, tidak
mengalami penurunan berat
badan.
Intervensi
yang
penulis susun adalah pantau
asupan dan haluaran anak
karena asupan dan haluaran
cairan menentukan status
hidrasi anak dan menjadi
pedoman
dalam
terapi
pengganti cairan; timbang
berat badan anak tiap hari,
berat badan secara langsung
mengukur status hidrasi; kaji
status hidrasi (ubun-ubun,
mata, turgor kulit, dan
membran mukosa), hal
tersebut merupakan tanda
manifestasi klinik dehidrasi;
pantau peningkatan suhu
anak
karena
demam
meningkatkan dehidrasi dan
dapat menandakan infeksi;
pertahankan akses intravena
yang paten dan beri larutan
intravena sesuai program
dengan
rasional
anak
membutuhkan
cairan
intravena jika mengalami
dehidrasi, namun infus yang
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
terlalu
cepat
dapat
menyebabkan
kelebihan
beban cairan; pemeriksaan
laborat
sesuai
program
(elektrolit, Ht, pH dan serum
albumin) untuk mengetahui
bakteri pathogen yang ada
(Speer, 2008: 156).
Implementasi dilakukan pada
tanggal 18 sampai 20
Oktober 2009. dilaksanakan
berdasarkan pada intervensi
yang dituliskan,
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2009 : S : Ny. B mengatakan
An. A sudah banyak minum
kurang lebih tiga botol (360
cc), O : An. A aktif, An. A
tampak tenang, turgor kulit
elastik, hasil keseimbangan
cairan : + 455,9 cc, A: tujuan
tercapai, P : intervensi
dipertahankan.
b) Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan intake
makanan yang tidak adekuat.
Gangguan
nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
adalah asupan nutrisi tidak
cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik (Nanda,
2009: 86).
Diagnosa keperawatan kedua
adalah nutrisi kurang dari
kebutuhan
berhubungan
intake makanan yang tidak
adekuat
dikarenakan
penurunan berat badan dapat
berhubungan langsung terkait
atau sekunder terhadap
cairan kurang dari kebutuhan,
ini dibuktikan dengan adanya
intervensi timbang berat
badan anak tiap hari dengan
rasional berat badan secara
langsung mengukur status
hidrasi (Speer, 2008: 157),
dan pada hierarki Maslow
21
menempati pada kebutuhan
fisiologi pada urutan ke tiga
(Alimul, 2006: 7).
Dalam asuhan keperawatan
ini data yang mendukung :
Ny. B mengatakan nafsu
makan menurun, menu diit
habis seperempat porsi bubur
nasi (kurang lebih 180 kkal),
berat badan sekarang 7,2 kg
sebelum sakit 8,2 kg.
Rencana keperawatan yang
disusun tanggal 18 Oktober
2009 yang penulis susun
adalah timbang berat badan
anak tiap hari
untuk
mengetahui rentan berat
badan
yang
signifikan;
monitor intake dan out put
untuk mengkaji toleransi
pemberian
makanan;
puasakan anak sampai
muntah berhenti, kemudian
perlahan berikan cairan jernih
karena
status
puasa
memungkinkan
sistem
gastrointerstinal beristirahat
dan mengurangi muntah,
cairan
jernih
kurang
mengiritasi saluran cerna
daripada makanan padat dan
membantu pemenuhan cairan
yang hilang; hindari minuman
buah-buahan
karena
minuman buah rendah energi
dan protein; konsultasikan
kepada ahli gizi terkait diit
pada anak karena anak
membutuhkan diit yang
cermat dan memastikan
bahwa ia menerima nutrisi
yang adekuat walaupun ia
muntah dan diare (Speer,
2008: 157).
Implementasi dilakukan pada
tanggal 18 sampaikan 20
Oktober
2011.
Untuk
mengatasi masalah yang
muncul
pada
pasien
22
dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2011 : S: Ny. B mengatakan
anaknya tambah berat, O:
berat- badan : 8,8 kg, kondisi
stabil, A: tujuan tercapai, P:
intervensi dilanjutkan
c) Hipertermi
berhubungan
dengan infeksi
Hipertermia adalah
peningkatan suhu tubuh di
atas kisaran normal (Nanda,
2009: 400).
Diagnosa
keseimbangan
suhu tubuh menjadi diagnosa
nomer tiga dikarenakan
dalam
hierarki
Maslow
menempatikebutuhan fisiolagi
pada urutan nomer empat
setelah nutrisi (Alimul, 2006:
7).
Dalam masalah ini data yang
mendukung adalah Ny. B
mengatakan An. A panas, An.
A masih batuk, badan teras
panas, suara napas ronchi
dan sedikit wheezing, WBC
(White Blood Cel) 21,8 ribu
k/ul, An. A muntah dan diare,
tanda-tanda vital : nadi
100x/menit, suhu 38oC,
pernapasan 24 x/menit.
Intervensi yang penulis susun
adalah pantau suhu anak
setiap 2 sampai 4 jam untuk
dievaluasi untuk memantau
perkembangan/ suhu dari
infeksi; berikan antipiretik
(asetaminofen
atau
ibuperofen, jangan aspirin)
sesuai petunjuk dengan
rasional
antipiretik
mengurangi demam dan
memungkinkan
anak
beristirahat lebih nyaman,
aspirin yang diberikan pada
anak di bawah usia 12 tahun
dihubungkan dengan kejadian
JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:19-28
sindrom reye (suatu bentuk
ensefalopati yang mengikuti
infeksi virus (Speer, 2008:
103)); berikan kompres
hangat basah dengan suhu
37oC jika pengobatan tidak
menyebabkan suhu turun
karena kompres hangat
basah akan mendinginkan
permukaan tubuh, akan
menyebabkan vaso kontriksi
pembuluh darah dan seluruh
metabolisme akan menjadi
rendah
sehingga
akan
menyebabkan suhu tubuh
menjadi rendah; lakukan
kultur darah dengan rasional
pemeriksaan darah dapat
mengetahui keabnormalan
komponen darah (Speer,
2008:33, 38 & 92).
Implemntasi
dilakukan pada tanggal 18
sampai 20 Oktober 2009
sesuai dengan rencana yang
disusun.
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2009 : S : Ny. B mengatakan
panasnya sudah mulai stabil,
O : suhu 373 oC, A: masalah
teratasi sebagian, P :
Intervensi dilanjutkan.
d) Gangguan pola eliminasi
berhubungan
dengan
perluasan infeksi.
Gangguan
pola
eliminasi adalah perubahan
pada kebiasaan defekasi
normal
yang
dikarakteristikkan
dengan
pasase feses involunter
(Nanda, 2009: 117).
Diagnosa
yang
terkait
eliminasi penulis jadikan
diagnosa
nomer empat
karena menempati urutan
setelah keseimbangan suhu
tubuh dalam kebutuhan
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
fisiologis
pada
hierarki
Maslow (Alimul, 2006 : 7).
Dalam
asuhan
keperawatan ini data yang
mendukung adalah An. A
muntah lebih dari empat kali,
BAB dua kali cair, dan belum
BAK sejak kemarin jam tujuh
malam.
Penguatan prioritas
karena
diare
adalah
kehilangan
cairan
dan
elektrolit secara berlebihan
yang terjadi karena frekuensi
satu kali atau lebih buang air
besar dengan bentuk tinja
yang encer dan cair, dan
salah satu manifestasi dari
diare adalah menurun atau
tidak adanya pengeluaran
urin (Suriyadi & Yuliani, 2006:
82).
Rencana
keperawatan
disusun dengan tujuan : pola
eliminasi menjadi normal
dengan konsistensi lembek
setelah dilakukan tindakan
keperawatan
3x24
jam
dengan kriteria hasil diare
lembek. Rencana tindakan
yang penulis susun adalah
pantau
frekuensi
dan
karakteristik defekasi untuk
mendeteksi konstipasi atau
diare (Doenges, 2007: 240);
pastikan
tingkat
hidrasi
adekuat untuk pencegahan
terjadinya dehidrasi (Suriadi &
Yuliani, 2006: 84); berikan
makanan rendah serat karena
makanan
berserat
memperberat kerja saluran
pencernaan (Wong, 2004:
496 ); anjurkan penggunaan
kain sebagai popok untuk
pengukuran cairan
dan
konsistensi feses (Wong,
2004:
497),
kolaburasi
antibiotik sesuai indikasi
untuk melemahkan penyebab
23
infeksi dari diare yang terjadi(
Doenges, 2007: 240).
Implementasi
dilakukan
tanggal 12 sampai 20
Oktober
2012.
Untuk
mengatasi masalah yang
muncul
pada
pasien
dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2012 : S : Ny. B mengatakan
BAB dua kali, sudah mending
(membaik) ada ampasnya
lebih banyak, kurang lebih 50
cc, O : gastridin masuk 6,25
mg, tampak ampas pada BAB
lebih banyak, A: masalah
teratasi sebagian, P :
intervensi dilanjutkan.
e) Gangguan integritas kulit
berhubungan pola BAB
Gangguan integritas
kulit adalah keadaan ketika
seseorang
individu
mengalami atau beresiko
mengalami
kerusakan
jaringan
epidermis
dan
dermis (Carpenito, 2009:
354). Resiko kerusakan
integritas
kulit
adalah
beresiko
mengalami
perubahan
kulit
buruk
(Nanda, 2009: 370).
Disusun sebagai diagnosa ke
lima karena merupakan
sekunder terhadap pola BAB
yang
abnormal
yang
mengakibatkan kemerahan
pada anus. Banyak buku
yang memasukkan diagnosa
ini juga sebagai prioritas
dalam
penyakit
diare
diantaranya Suriadi & Yuliani,
2006 : 84; Wong, 2004 : 497.
Dalam
asuhan
keperawatan
ini
yang
mendukung
:
Ny.
B
mengatakan An. A anusnya
24
merah, dan anus tampak
merah hingga skrotum.
Rencana
keperawatan disusun dengan
tujuan : mempertahankan
keutuhan
kulit
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 3 x 24 jam
dengan kriteria hasil kulit
utuh, tidak lecet, warna
kemerahan
hilang
atau
berkuran. Rencana tindakan
yang penulis susun adalah
kaji kerusakan kulit atau iritasi
setiap buang air besar untuk
memulai terapi yang tepat;
gunakan kapas lembab atau
sabun bayi (atau pH normal)
untuk membersihkan anus
setiap buang air besar
karena feses diare sangat
mudah untuk mengiritasi kulit;
hidari dari pakaian dan
pengalas tempat tidur yang
lembab dengan rasional
menjaga agar kulit tetap
kering dan bersih karena
kondisi basah dan lembab
adalah media baik untuk
perkembangan kuman; ganti
popok atau kain apabila
lembab atau basah (jangan
menggunakan
pempers)
untuk menjaga kulit tetap
kering dan bersih karena
kondisi basah dan lembab
adalah media baik untuk
perkembangan
kuman;
kolaburasi gunakan obat
kream yang perlu untuk
perawatan pariental untuk
melindungi kulit dari iritasi
(Suriadi & Yulianai, 2006 : 85;
Wong, 2004: 497).
Implementasi
dilakukan
tanggal 18 sampai 20
Oktober
2011
untuk
mengatasi masalah yang
muncul
pada
pasien
JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:19-28
f)
dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
Evaluasi dilakukan
tanggal 20 Oktober 2011 : S:
Ny. B mengatakan “ini lebih
mending (lebih baik) dari
pada kemarin” (warna iritasi),
O : Warna merah pada anus
berkurang, An. A tampak
lebih segar, A: tujuan teratasi
sebagian, P : intervensi
dilanjutkan.
Gangguan istirahat tidur
berhubungan dengan kondisi
penyakit
Gangguan istirahat
tidur adalah keadaan ketika
individu mengalami atau
beresiko mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas
atau kualitas pola istirahatnya
yang menyebabkan rasa tidak
nyaman atau mengganggu
gaya hidup yang diingininya
(Carpenito, 2009: 456).
Diagnosa gangguan istirahat
tidur
diprioritaskan
ke
diagnosa
nomer
enam
disesuaikan pada hierarki
Maslow yang juga merupakan
kebutuhan fisiologis (Alimul,
2006: 7).
Dalam asuhan keperawatan
ini data yang mendukung
adalah Ny. B mengatakan An.
A sulit tidur kurang lebih 4
jam, An. A tampak lemas.
Rencana
keperawatan
disusun tanggal 18 Oktober
2009
adalah
ciptakan
lingkungan yang tenang
karena lingkungan yang tepat
dan baik dapat memberikan
ketenangan untuk rileks; atur
prosedur untuk memberi
jumlah terkecil gangguan
selama periode tidur (misal :
sewaktu anak bangun untuk
memberikan
obat
dan
tindakan) supaya pasien bisa
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
beristirahat tanpa adanya
gangguan
pembangunan
pasien; dekatkan dengan
ibunya untuk memberikan
kenyamanan
karena
berhubungan
dengan
perpisahan; berikan tempat
tidur yang bersih, nyaman
dan
kering
untuk
meningkatkan kenyamanan
tidur; kolaburasi pemberian
obat
penenang
sesuai
indikasi untuk meningkatkan
rasa kantuk (Wong, 2004 :
498 )
Implementasi dilakukan pada
tanggal 18 sampai 20
Oktober 2011. Sesuai dengan
rencana
tindakan
yang
disusun
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2011 : S: Ny. B mengatakan
An. A sudah banyak tidur
kurang lebih 8-9 jam per hari,
O : ketika diobservasi An. A
sering dalam keadaan tidur, A
: tujuan tercapai, P :
intervensi dipertahankan.
g) Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan.
Intoleransi aktivitas
adalah
kondisi
dimana
seseorang
mengalami
penurunan energy fisiologi
dan
psikologi
untuk
melakukan aktivitas seharihari (Tarwoto- Wartonah,
2004: 71).
Diagnosa
terkait
kelemah penulis susun dalam
urutan ke tujuh bisa
merupakan
sekunder
terhadap gangguan istirahat
tidur atau terkait dengan
cairan dan elektrolit, hal ini
juga
berkaitan
dengan
kebutuhan rasa perlindungan
yang dalam hierarki Maslow
25
menjadi prioritas nomer dua
setelah kebutuhan fisiologis
(Alimul, 2006: 7).
Dalam
asuhan
keperawatan ini data yang
mendukung sebagai berikut :
Ny. B mengatakan An. A
lemah dan ingin digendong
terus, An. A terpasang infuse
RL 8 tetes per menit dan
digendong terus, An. A
tampak lemah.
Rencana
keperawatan
disusun tanggal 18 Oktober
2009 adalah berikan atau
dorong aktivitas anak sesuai
kondisi supaya tidak terlalu
lemah karena pengeluaran
energi yang berlebihan;
libatkan orang tua dalam
kegiatan
anak
untuk
pemantauan terhadap anak;
berikan kesempatan untuk
istirahat, tidur dan aktivitas
bermain dengan tenang untuk
menghindari
pengeluaran
energi yang berlebihan;
observasi nutrisi masuk
dengan
rasional
untuk
mengetahui penurunan nutrisi
yang dapat meningkatkan
energi; kolaburasi dengan ahli
gizi untuk menentukan diit
anak
karena
diit
menpengaruhi energi yang
dibutuhkan perhari (Speer,
2008: 124, )
Implementasi
dilakukan pada tanggal 18
sampai 20 Oktober 2011
sesuai dengan rencana yang
disusun.
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2011 : S : Ny. B mengatakan
An. A aktif bergerak , O : An.
A banyak bergerak, infuse
masih terpasang 8 tetes per
menit, A : Tujuan teratasi
26
sebagian, P : intervensi
dilanjutkan.
h) Bersihan jalan tidak efektif
berhubungan
dengan
penumpukan sekret
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas adalah
suatu keadaan ketika seorang
individu mengalami suatu
ancaman yang nyata atau
potensial
pada
status
pernapasan
sehubungan
dengan ketidak mampuan
untuk batuk secara efektif
(Carpenito, 2009: 381).
Gangguan bersihan
jalan napas penulis tidak
prioritaskan menjadi prioritas
utama, karena kondisi pasien
tidak menjadikan hal ini
menjadi diagnosa utama,
diagnosa ini muncul karena
riwayat penyakit pasien
sebelumnya, yaitu bronkhitis
asmatis
yang
masih
menimbulkan gejala sisa bagi
An. A, walaupun secara
hierarki Maslow pernapasan
kebutuhan fisiologi nomer
satu (Alimul, 2008: 7)
Dalam
asuhan
keperawatan ini data yang
mendukung sebagai berikut :
Ny. B mengatakan An. A
batuk- batuk jika terkena
debu, An. A satu hari
sebelumnya baru pulang dari
RS telah dengan opnam satu
minggu dengan riwayat
bronchitis asmatis, suara
napas ronchi dan wheezing,
An. A batuk, hasil rongent
toraks : tampak ilfitrat
pulmonal
relative
di
perikardial di lobus median
kanan dan hilus kanan.
Rencana
keperawatan disusun pada
tanggal 18 Oktober 2009
adalah kaji pernapasan
JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:19-28
secara adekuat (catat adanya
peningkatan
frekuensi
respirasi secara khusus,
ronchi, mengi, retraksi dada
dan gelisah) karena jika
terjadi perubahan status
pernapasan
seperti
ini,
biasanya
berindikasi
kesukaran
pernapasan;
pastikan untuk pemeriksaan
sirkulasi di tangan dan jari-jari
tangan tiap 4 jam untuk
mengetahui hipoksia atau
tidak; pertahankan posisi
kepala dan leher pada posisi
netral (dengan kepala dan
leher dlam posisi lurus)
karena posisi ini akan
menjamin gerakan minimal
pada selang dalam trakea,
akan mengurangi resiko
trauma, dan stenosis pada
keadaan lanjut; observasi tiap
hari adanya wheezing dan
ronchi tiap hari untuk
mengidentifikasi
masih
adanya
secret
atau
penyempitan
saluran
pernapasan;
lakukan
pengisapan lendir dengan
teliti pada anak dengan
menggunakan
selang
endotrakea jika diperlukan
karena
anak
mungkin
membutuhkan
pengisapan
lendir
yang
sering,
pengisapan lendir yang
dilakukan dengan hati-hati
akan menghindari trauma
pada saluran napas yang
dapat menyebabkan hipoksia
dan atelektasis, jika tampak
sekresi berada di saluran
napas (Speer, 2008: 9).
Implementasi
dilakukan pada tanggal 18
sampai 20 Oktober 2009
sesuai dengan rencana
Evaluasi dilakukan
pada tanggal 20 Oktober
2009 : S : Ny. B mengatakan
batuk hanya di pagi hari, O :
Ronchi minimal, Wheezing
hilang, RR : 37x/ menit, A :
tujuan tercapai, P : intervensi
dilanjutkan.
D. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Asuhan keperawatan yang
dilakukan
diawali
dengan
pengkajian yang dilakukan pada
tanggal 17 Oktober 2011.
Asuhan keperawatan dilakukan
mulai tanggal 17 sampai 20
Oktober
2011
secara
komprehensif.
b. Masalah keperawatan yang
penulis temukan pada An. A
adalah: gangguan pola eliminasi
diare berhubungan dengan
perluasan infeksi, hipertermi
berhubungan dengan infeksi,
gangguan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
BAB
(Buang Air Besar), bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sekret,
gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan
intake makanan yang tidak ade
kuat, muntah dan diare,
gangguan
istirahat
tidur
berhubungan dengan proses
penyakit, intoleransi aktifitas
berhubungan
dengan
kelemahan, resiko kekuranan
volume cairan berhbungan
dengan muntah, diare
c. Rencana keperawatan penulis
susun berdasarkan masalah
yang terjadi pada An. A. tindakan
yang penulis lakukan sesuai
dengan rencana yang telah
penulis
susun.
Selama
melakukan
tindakan
keperawatan, penulis tidak
mengalami kesulitan karena
keluarga berperan aktif dalam
perawatan An. A.
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
27
d. Evaluasi keperawatan penulis
lakukan pada tanggal 20 Oktober
2011 dengan hasil masalah
keperawatan teratasi sebagian,
sehingga asuhan keperawatan
diserahterimakan
kepada
perawat penanggung jawab
ruang Hamka.
2. Saran
Keluarga
bisa
mengerti
dan
diharapkan bisa memahami tentang
asuhan keperawatan yang dilakukan
pada anak yang menderita diare
sehingga keluarga bisa melakukan
pertolongan pertama dan perawatan
lebih lanjut pada anak yang menderita
diare.
Daftar Pustaka
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan Bates.Edisi
ke-5. EGC: Jakarta
Carpenito- Moyet L.J. 2009. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-10,
EGC: Jakarta
Cecily L, Betz. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatrik. Edisi ke-3, EGC: Jakarta
Simadibrata K & Daldiyono . 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dala. . Edisi IV. Jilid 1.
Diare Akut. FKUI: Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi
2. Jakarta: EGC
Suriadi & Rita Yulianti. 2006. Asuhan
Keperawatan pada Anak. Edisi 3. EGC
: Jakarta
Speer, Kathleen Morgan. 2008. Rencana
Asuhan
Keperawatan
Pediatrik
dengan Clinical Pathways. Edisi 3.
EGC : Jakarta
Tarwoto & Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta
Wong, Donna L. 2004. Panduan Klinis
Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC :
Jakarta
Anonim. 2012. Mengenal Diare pada Bayi dan
Balita.
(http://www.motherandbaby.co.id/artik
el/baca/2012/1190/Mengenal-DiarePada-Bayi-dan-Balita.html. Diakses
tanggal 24 April 2012
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare
di
Indonesia.
http://cariebookgratis.com/a-gambaran-berdasarkan-survei-danpenelitian-riset-kesehatan#. Diakses
tanggal 3 Mei 2012
Doenges, Marilyn. 2007. Nursing Care Plans:
Guidelines
For Planning
and
Documenting Patient Care. Edisi 3.
EGC : Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Buku 2. Salemba
Medika: Jakarta
Smith, Kelly & Rosernberg,Martha. 2011.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta
28
JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:19-28
Download