Ebeg

advertisement
Ebeg
Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah
Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang
terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi
ijuk sebagai rambut.
Compiled as pptx by Fajar Fitrianto
•
Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang
menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan
kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Tarian Ebeg di daerah
Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang
kuda. Gerak tari yang menggambarkan kegagahan diperagakan oleh
pemain Ebeg.
2
•
Diperkirakan kesenian Ebeg ini sudah ada sejak zaman purba
tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan
animisme dan dinamisme. Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg
dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance
(kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri
dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.
3
•
Selain itu Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli dari Jawa
Banyumasan mengingat didalamnya sama sekali tidak ada pengaruh dari budaya lain.
Berbeda denganWayang yang merupakan apresiasi budaya Hindu India dengan berbagai
tokoh-tokohnya. Ebeg sama sekali tidak menceritakan tokoh tertentu dan tidak
terpengaruhi agama tertentu, baik Hindu maupun Islam. Bahkan dalam lagu-lagunya
justru banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat tradisional, terkadang
berisi pantun, wejangan hidup dan menceritakan tentang kesenian Ebeg itu sendiri.
Lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan Ebeg hampir keseluruhan menggunakan
bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut Ngapak lengkap dengan logat khasnya.
Jarang ada lagu Ebeg yang menggunakan lirik bahasa JawaMataraman dan bahasa selain
Banyumas-an. Beberapa contoh lagu-lagu dalam Ebeg yang seringdinyanyikan adalah
Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana
Maning Modele Wong Purbalingga dan lain-lain.
4
Atraksi
•
Di dalam suatu sajian Ebeg akan melalui satu adegan yang unik
yang biasanyamenjadi acara pamungkas dalam pertunjukan Ebeg.
Atraksi tersebut sebagaimana dikenal dalam bahasa Banyumasan
dengan istilah Babak Janturan. Pemain akan “Mendem” atau
“Wuru"(kesurupan dalam Bahasa Banyumasan dan mulai
melakukan atraksi-atraksi unik. Bentuk atraksi tersebut seperti
halnya: makan Beling atau pecahan kaca, makan dedaunan yang
belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, berlagak
sepertimonyet, ular, dan lain-lain. Atraksi in trance ini hanya
dimainkan oleh pemain yang memiliki “indang” atau “pembantu”.
Masing-masing pemain memiliki varian indang yang berbeda. Di
antaranya indang kethek, yang mengantarkan pemain pada
kondisi in trance meniru perilaku monyet. Indang jaran, indang
mayid, indang macan dan lain-lain.
5
Grup Ebeg
•
Dalam sebuah grup Ebeg setidaknya ada cukup banyak
pemain, terutama untuk penunggang kuda lumping. Selain
itu dalam sebuah pertunjukan Ebeg ada satu barongan,
yakni sejenis topeng yang menggambarkan wajah macan
(Harimau Jawa) dan memiliki kain panjang ke belakang
sebagai gambaran tubuhnya. Barongan seperti Barongsai
dalam budaya Tiongkok karena mulutnya bisa menganga.
Hanya saja Barongan sering di cat dengan warna gelap.
•
Selain kelompok penunggang kuda lumping dan Barongan,
ada dua pemain yang menggunakan topeng bernama
Penthul dan Tembem. Dalam masyarakat kedua pemain
yang menggunakan topeng ini dikenal dengan nama Cepet.
Penthul adalah topeng yang memiliki hidung panjang dan
biasanya berwarna putih. Sedangkan Tembem memiliki
wajah lebih menyeramkan dan berwarna hitam.
6
Alat musik
•
Di Banyumas, biasanya ebeg ditampilkan dengan iringan musik
calung banyumasan atau gamelan banyumasan. Nayaga atau
pengiring sudah menyatu dengan para penarinya. Awalnya memang
pertunjukan Ebeg biasanya diiringi dengan alat musik yang disebut
Bendhe. Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi
berukuran lebih kecil terbuat dari logam. Kemudian peralatan musik lain adalah Gendhing Banyumasan pengiring seperti kendang,
saron, kenong, gong dan terompet.
7
Kesurupan
•
Salah satu kewajiban dalam pementasan Ebeg adalah ke tersediaan sesaji atau menyan.
Sesaji digunakan untuk persembahan kepada para arwah maupun penguasa makhluk halus
disekitar agar mau mendukung pementasan. Efeknya para pemain ebeg akanmengalami
trans atau kerasukan yang dalam bahasa Banyumas disebut mendemkarena dirasuki
makhluk halus. Disaat inilah para pemain ebeg biasa memakan berbagai benda yang tidak
lazim dimakan seperti pecahan kaca (beling), bunga-bunga sesaji, mengupas kelapa
dengan gigi, makan padi dari tangkainya, memakan dhedek (katul), bara api, kuning telur
dan lain-lain. Keadaan mendem ini menunjukkan bahwa pemain ebeg sedang menunjukan
bahwa dirinya adalah Satria yang kuat. Pada akhir laga, pemain yang kerasukan akan
disembuhkan oleh pemimpin grup Ebeg yang biasanya adalah seorang tetua adat dan
disebut dengan istilah Penimbul.
8
•
Perlu diketahui bahwa tidak hanya pemain Ebeg saja yang bisa
kesurupan. Sering kali para penonton juga ikut mendem sehingga
semakin memeriahkan pementasan Ebeg. Pada saat pemain dan
beberapa pemonton sudah kesurupan, pagelaran menjadi sedikit lebih
kacau dan brutal. Namun justru inilah yang menjadi ciri khas Ebeg
Banyumasan dibandingkan seni kuda lumping dari daerah lain.
Terkadang orang yang kesurupan menari di depan pemain musik dan
meminta dimainkan musik yang bagus. Jika musik berhenti maka
pemain akan berhenti menari.
•
Namun tidak semua pertunjukan Ebeg benar-benar terjadi kesurupan,
beberapa Kelompok Ebeg ada yang hanya berpura-pura kesurupan
atau Akting seolah-olah mereka sedang kesurupan agar tampak
heboh.
9
•
Janturan
Janturan merupakan pertunjukan pamungkas dalam
suatu pertunjukan Ebeg dimana para penari akan
kesurupan sehingga tingkah polah mereka seperti
Bigar (lepas kendali). Pada Babak ini penari akan
melakukan atraksi yang bisa dibilang ekstrem seperti
makan bunga, padi, melompat ke atas Palang (pijakan
bambu yang biasanya ada pada Ebeg di Wilayah
Tambak), atau memakan ayam hidup-hidup. Dalam
Janturan tidak hanya penari saja yang kesurupan,
penonton juga bisa ikut kesurupan, biasanya akibat
ditubruk oleh penari yang sedang kesurupan atau
memang sengaja kesurupan karena memiliki Indhang
sendiri. Hal tersebut sah-sah saja selama Kelompok
Ebeg yang bersangkutan memperbolehkan penonton
untuk berpartisipasi, karena tiap Kelompok Ebeg
10
memiliki regulasi yang berbeda-beda.
Perkembangan terkini
•
Akibat perkembangan budaya di Banyumas dan orentasi suatu seni pertunjukan juga yang dalam tahap
awal merupakan saranTeks tebala ritual telah bergesear pada bisnis seni pertunjukan, pembenahan
dalam Ebeg pun segera dilakukan. Penataan pada Ebeg yang dapat meliputibentuk iringan, penghalusan
gerak tari, kostum ataupun propertinya banyak dilakukan oleh seniman Banyumas. Ebeg biasanya
dipentaskan pada acara hajatan baik acara khitanan maupun pernikahan. Selain itu pada awal Sura
atau tahun baru Jawa, Ebeg juga sering dipentaskan di berbagai daerah Banyumas, Cilacap, Kroya,
Kebumen, Purbalingga dan Banjarnegara. Masih ada beberapa perkampungan yang masih sering
mengadakan pertunjukan Ebeg di wilayah karisidenan Banyumas seperti Banjarwaru, Adipala,
Pesanggrahan, Bajing, Jepara, Somagede, Wangon, Ajibarang, Sumpiuh, Padamara, Kebasen,
Jatilawang, Binorong, Jetis, Sempor Gombong, dan lain-lain.
•
Ebeg merupakan kesenian tradisional,sudah ada sejak abad 9 sekitar 1000 tahun yang lalu.
11
SUMBER
•
http://wikipedia.org/wiki/Ebeg
12
Download