Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien Di Rumah

advertisement
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan
Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta” telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Mei
2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S. Kom. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
(BPI).
Jakarta, 04 Mei 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dra. Nasichah, MA
NIP. 19671126 199603 2 001
Drs. Wahidin Saputra, MA
NIP. 19700903 199603 1 001
Anggota
Penguji I
Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum
NIP. 19610422 199003 2 001
Drs. M. Lutfi, MA
NIP. 19676006 199403 1 006
Pembimbing,
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
NIP. 19451125 197106 2 001
PERAN ORANG TUA DALAM PROSES PENYEMBUHAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHATO HEERDJAN
JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam
Oleh
Iklima
106052001963
Di Bawah Bimbingan,
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
NIP: 19451125 197106 2 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini karya asli saya yng diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar stara 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 April 2010
Iklima
ABSTRAK
IKLIMA
106052001963
PERAN ORANG TUA DALAM PROSES PENYEMBUHAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA.
Orang tua memiliki arti ayah dan ibu kandung, orang yang dianggap
pandai, ahli dalam mengurus keluarga dan seisi rumah yang menjadi
tanggungannya. Peran orang tua merupakan hal yang penting untuk setiap anggota
keluarga (anak-anak) dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. Untuk itu peran orang tua sangat penting untuk di ketahui
bagaimana bagaimana peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien. Hal
inilah yang diteliti dalam skripsi ini, dengan mangambil Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta sebagai tempat dalam penelitian ini.
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta adalah rumah sakit jiwa
yang terkenal di Jakarta yang menangani pasien-pasien yang menderita gangguan
jiwa ringan, dan gangguan jiwa yang berat. Sangat dibutuhkan penanganan dan
perawatan yang intensif dalam menangani pasien yang mengalami gangguan
kejiwaan. Oleh karena itu, peran orang tua juga sangat di butuhkan oleh pasien
bahkan pihak rumah sakitpun sangat membutuhkan peran orang tua, karena orang
tua yang mengetahui apa yang menjadi penyebab pasien mengalami gangguan
jiwa. Dengan demikian perhatian, kasih sayang dan do’a itu merupakan peran
terpenting yang di butuhkan pasien.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orang tua dalam
proses penyembuhan, diantaranya menjenguk, mengajak berkomunikasi,
memberikan perhatian dan kasih sayang terutama untuk pasien yang mempunyai
gangguan kejiwaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (flied riseacrh), pendekatan metode kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan informasi orang
yang terlibat di dalamnya. Teori yang ada di dalamnya adalah teori tentang peran,
orang tua dan pasien.
Hasil yang di peroleh dari penelitian ini yaitu bahwa peran orang tua
sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan pasien. Dengan adanya peran
orangtua pasien akan merasa dirinya diperhatikan, disayang, dan pasien tidak
merasa dirinya di buang atau tidak di butuhkan oleh keluarga dan orang tua.
Dengan demikian, peran orang tua menjadi hal yang sangat bermanfaat dan di
butuhkan oleh pasien agar pasien merasa dirinya masih di butuhkan dan berguna
dalam kehidupannya.
i
KATA PENGANTAR
‫ﻦ اﻟ ﱠﺮﺣِﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ِﺑﺴْ ِﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ‬
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji serta syukur kehadiratNya Yang Maha Kuasa, atas segala nikmat yang dilimpahkanNya kepada penulis,
hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya pula kita
memohon perlindungan. Shalawat serta salam semoga selalu tercerahkan kepada
Nabi dan Rasul junjungan, seorang reformis sejati baginda Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga, sahabat serta Mujahid Islam sejati yang selalu istiqomah
hingga nyawa terlepas dari badan.
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Peran Orang tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta”, ini sebagai persyaratan untuk memperoleh
gelar S1, Sarjana Komunikasi Islam dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Islam. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan
hambatan yang dialami penulis, baik yang berkaitan dengan waktu, mencari datadata yang berkaitan dengan peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien dan
lain sebagainya.
Namun, berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak maka kesulitan dan
hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin yang Maha Kuasa.
Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil
kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:
ii
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, bapak, Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku Pembantu
Dekan I, bapak, Drs. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan II, serta
bapak, Drs. Study Rizal, MA, selaku Pembantu Dekan III.
2. Ibu Dra. Hj. Elidar Husein, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini, terima kasih atas pencerahan dan arahan yang telah Ibu berikan kepada
penulis.
3. Bapak Drs. M. Lutfi, M. Ag, selaku ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, serta Ibu Dra. Nasichah, M. Ag, selaku sekretaris
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
4. Ibu Prof. Dra. Ismah Salmah, M. Hum, selaku Pembimbing Akademik
mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2006, terima kasih
atas arahan dan bimbingannya.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
membekali penulis dengan ilmu yang tak ternilai harganya, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, namun tidak mengurangi
rasa hormat dan terima kasih penulis. Seluruh staf dan karyawan
perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan bagian Tata Usaha (TU)
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
pelayanan dengan baik.
iii
6. Khususnya yang penulis cintai dan hormati Ayahanda H. Abdullah dan
Ibunda Hj. Roiyah, yang telah mencurahkan kasih sayang kepada penulis
sejak kecil, memberikan motivasi dan arahan yang tak pernah hentihentinya mendo’akan penulis dalam menempuh pendidikan atau juga
memberikan bantuan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada
tara.
7. Kakanda Nurhasanah, H. Abd. Rasyid. SE, M. Yasin. SH. I, Syarifuddin.
S. Sos. I, Syahrullah dan Adinda Siti Aminah. Terima kasih atas motivasi,
do’a serta semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
8. Kakak-kakak ipar H. Syafe’I, Linda, Tasu’ah. S. Pd. I, serta keponakankeponakan Azizah Aini, Ahmad Syukron Afwi, Naila Aulia Rahmah,
Muhammad Nabhan, Nuzula Rosyada, Muhammad Rakha, serta dede bayi
Nazla Aabidah. Terima kasih atas dukungan, do’a dan senyuman kalian
yang membuat semangat penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis
ini.
9. Dokter Laila Bahasoean selaku dokter dan kepala Instalasi Rehabilitasi,
Bapak H. Sunggono, Bapak Maizar, Bapak Bambang, Ibu Dedeh dan Ibu
Moli, serta seluruh staf-staf Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala bimbingan dan bantuannya.
10. Seluruh keluarga dan pasien khususnya (Bapak Rahmat, Ibu Siti
Khotimah, mas Adi, mbak Harlina, serta Ibu Yuli Suci), terima kasih atas
iv
partisipasi dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
11. Teman-teman di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI),
khususnya BPI angkatan 2006, Che-che, Ulfah , Nawal, Ifa, Nuy, Anis dan
teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima
kasih atas dukungan dan do’anya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dan banyak yang perlu diulas lebih dalam, untuk itu saran dan kritik
penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis harapkan skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Amin.
Wassalamu’alaikum. Wr.Wb.
Jakarta, 19 April 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
D. Metodelogi Penelitian .................................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka………………………………………………...12
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian Peran..................................................................... 15
2. Jenis Peran.............................................................................. 17
B. Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua ............................................................ 19
2. Fungsi Orang Tua................................................................... 21
3. Peran Orang Tua .................................................................... 23
C. Pasien
1. Pengertian Pasien ................................................................... 25
2. Pengertian Jiwa yang Sehat.................................................... 28
3. Pengertian Psikosis (sakit jiwa) ............................................. 30
4. Penerimaan Pasien di Keluarga.............................................. 32
vi
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA
A. Sejarah berdirinya .................................................................... 36
B. Visi, Misi, Motto dan Tujuan.................................................. 39
C. Sarana dan Prasarana................................................................ 40
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN
A. Identitas Informan
1. Subjek 1 (Keluarga) ........................................................... 43
2. Subjek 2 (keluarga) ............................................................ 44
3. Subjek 3 (pasien day care) ................................................. 45
4. Subjek 4 (pasien rawat jalan) ............................................. 45
5. Subjek 5 (pasien rawat inap) .............................................. 46
B. Peran Orang Tua dalam proses penyembuhan ......................... 47
C. Upaya yang dilakukan Orang Tua untuk
Kesembuhan Pasien ................................................................. 57
D. Hasil yang didapat dari Peran Orang Tua dalam
Proses Kesembuhan Pasien. .................................................... 59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 62
B. Saran......................................................................................... 63
Daftar Pustaka................................................................................................ 65
Lampiran
vii
DAFTAR TABEL
1. Peralatan Medik……………………………………………………… 41
2. Jadwal Kegiatan……………………………………………………….54
viii
PERAN ORANG TUA DALAM PROSES
PENYEMBUHAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA
Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh
IKLIMA
106052001963
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H. / 2010 M.
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan.
Orang tua juga yang mengasuh dan yang membimbing anaknya dengan cara
memberi contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu
orangtua juga telah memperkenalkan anaknya dalam hal-hal yang dapat di
dunia dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh
anak.
Misteri tentang manusia sama dengan misteri alam, semakin banyak
dimensi yang telah diketahui, semakin disadari bahwa hal-hal yang belum
diketahui justru lebih banyak lagi. Manusia adalah miniatur dari keajaiban
alam ciptaan Tuhan, ada yang secara individual yang kuat dan mulia itu
kemudian sukses secara sosial, menjadi orang yang terhormat dan dihormati
masyarakat. Ada orang lain yang kepribadian individualnya sangat baik tetapi
ia tidak sanggup melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga
keunggulan kepribadian individualnya tidak memberikan kontribusi dalam
kehidupan sosial, dan akibatnya secara sosial ia tidak dihitung oleh
masyarakat sekelilingnya. Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari
interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia dengan desain
kejiwaan yang sempurna, diberi kelengkapan psikologis untuk membedakan
1
2
mana yang baik dan mana yang buruk, ia juga diberi kelengkapan psikologis
untuk berfikir untuk merasa dan untuk berkehendak. Oleh karena itu setiap
manusia harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan
kepada kita semua sebagai ummat-Nya. Karena itulah, maka para orangtua,
masyarakat, para ulama, bahkan pemerintahpun harus berusaha membantu
dengan segala kemampuan yang ada pada mereka, dengan nasehat, petunjuk,
dengan undang-undang dan peraturan yang mempunyai sanksi-sanksi hukum,
demi untuk menciptakan suasana yang serasi, menyenangkan bagi setiap
anggota keluarganya.
Namun dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak orangtua yang
tidak dapat merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Ada yang diamuk
oleh percekcokan dan kadang-kadang dengan kekerasan, sehingga rumah
tangga yang dimulai dengan riang gembira dan gelak tawa sanak saudara serta
handai taulan, beralih menjadi arena pertarungan yang tidak dapat ia ceritakan
dengan orang lain sehingga pikirannya tidak dapat dia simpan dengan baik
yang mengakibatkan dia menangis sendiri, tertawa sendiri, berbicara sendiri,
bahkan berteriak-teriak sendiri tidak melihat sekitarnya.
Bagi orangtua yang tidak sanggup menahan lama, tidak pandai
berpura-pura, tidak tahu mencari jalan yang harus ditempuh biasanya
mengambil sikap keputusan bahwa salah satu anggota keluarganya ada yang
menderita sakit jiwa (psikosis) atau mentalnya terganggu, harus segera dibawa
ke rumah sakit atau tempat rehabilitasi. Menurut Sigmun Freud, penyakit
mental (jiwa), disebabkan oleh gejala tertekan yang berada pada lapisan
3
ketaksadaran jiwa manusia. 1 Penyakit adalah salah satu ciptaan Allah yang
menimpa kepada siyapa saja yang dikehendakiNya, kapan dan bagaimana
penyakit itu muncul semuanya bergantung pada kehendak-Nya dan
sesungguhnya Allah telah menciptakan penyakit untuk tujuan yang diketahui.
Kemudian Allah menuntut manusia untuk bersabar menghadapi penyakit dan
berusaha mencari obatnya. 2
Menurut Abraham Maslaw, yang dikutip dari Hanna Djumhana
Bastman, salah seorang pemuka psikologis Humanistik yang berusaha
memahami segi Esoterik (ruhani) manusia. Maslaw mengatakan bahwa
kebutuhan manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dari yang paling
dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Pertama, kebutuhan Fisiologis,
yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat, dan
sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang mendorong orang untuk
bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini dimanifestasikan antara lain
dalam bentuk tempat tinggal yang permanen. Ketiga, kebutuhan akan rasa
kasih sayang, aman, antara lain berupa pemenuhan hubungan antara manusia.
Manusia membutuhkan saling perhatian dan keintiman dalam pergaulan.
Keempat, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan ini dimanifestasikan manusia
dalam bentuk aktualisasi diri antara lain dengan bakat yang berguna. Pada
tahap ini orang ingin agar buah pikirannya dihargai. 3
1
Jalaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007). h. 152.
Zuhair Muhammad Az-Zamili, diterjemahkan oleh Hedi Fajar dan Ahmad. Mengapa
kita Saki: Hikmah Allah menciptakan Penyakit. ( Bandung: Pustaka Hidayah; 2004). Cet.
ke-1. h. 9.
3
Jalaluddin. Psikologi Agama. h. 156.
2
4
Gambaran tentang kesempurnaan tingkat kepribadian manusia ini agak
mirip dengan konsep insan kamil, pribadi manusia sempurna yang kembali
kepada fitrah kesuciannya. Fitrah ini menurut M. Quraish Shihab, memiliki
ciri-ciri berupa kecendrungan manusia untuk menyenangi yang benar, baik,
dan indah (M. Quraish Shihab, 1994: 374).
4
Menurut Frankie, eksistensi
manusia ditandai oleh tiga faktor, yakni spiritualty (keruhanian), freedom
(kebebasan), responsibility (tanggung jawab). 5
Dalam ilmu
kedokteran
dikenal
dengan
istilah
psikosomatik
(kejiwabadanan), dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk
menjelaskan bahwa terdapat hubungan erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa
berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah dan
sebagainya, maka badan turut menderita.
Menurut Prof. Aulia, sebagai pendiri psikosomatik di RS. Cipto
Mangunkusumo Jakarta mengatakan, psikosomatik terdiri dari Psishe atau
jiwa dan soma atau badan, istilah itu menyatakan dengan jelas hubungan erat
antara jiwa dan badan, bila jiwa ditimpa satu kesulitan maka badan turut
menderita. 6
Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, kesal dan
jengkel, jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal. Kepribadian
manusia merupakan corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya
untuk bereaksi dan menyesuaikan diri baik kepada lingkungan, keluarga
4
Ibid.
Ibid.
6
K. H.S.S. Djam’an. Islam dan Psikosomatik: Penyakit Jiwa. (Jakarta: Bulan Bintang.
1975). Cet. ke-1. h. 12.
5
5
maupun kepada pribadinya sendiri. Dengan demikian corak dan kebiasaan itu
merupakan satu kesatuan fungsional yang khas yang berfungsi sebagai arah
persoalan kesehatan mental atau jiwa. Dalam al-Qur’an surat As-Syam
dikatakan bahwa manusia mempunyai desain kejiwaan yang sempurna,
memiliki potensi untuk memahami kebaikan dan kejahatan, dan ditingkatkan
kualitasnya menjadi suci dan dapat tercemar sehingga menjadi kotor. 7
Dalam hal ini Allah SWT, menegaskan dalam firmanNya yang
tercantum dalam surat As-Syam ayat 7-8:
.‫ َﻓَﺄﻟْ َﻬ َﻤﻬَﺎ ُﻓﺠُﻮ َرهَﺎ َو َﺗﻘْﻮَاهَﺎ‬. ‫ﺲ َوﻣَﺎ ﺳَﻮﱠاهَﺎ‬
ٍ ْ‫َو َﻧﻔ‬
artinya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (As-Syam: 7-8)
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa sungguh beruntung manusia
yang memelihara kesucian jiwanya dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya. Ayat ini dapat ditingkatkan hingga menjadi suci secara aktual
dan bisa juga terplosok kepada kehinaan sehingga menjadi kotor dan hina.
Faktor-faktor kejiwaan itu merupakan konflik atau pertentangan
perasaan berdosa dan kekecewaan yang kesulitan-kesulitan itu tidak dapat si
sakit menyelesaikannya atau mengatasinya. Keluhan deritaan itu bisa berlaku
pada alat badan yang manapun juga. Pengobatan pada psikosomatik di atas
7
Ahmad Mubarok. Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah hingga Kelurga Bangsa.
(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. 2005). h. 23.
6
selain pengobatan kebadanan adalah satu bidang khusus yaitu Agama dan
perhatian keluarga.
Dalam perawatan jiwa, terasa sekali bahwa agama sangat dibutuhkan,
tetapi bukan hanya perawatan, jiwa juga membutuhkan perhatian dan kasih
sayang terutama orang tua. Orang tua adalah obat kedua setelah keagamaan,
karena orang tua juga sangat berpengaruh jika suatu rumah tangga
membangun kaluarga sakinah maka kehidupan berkeluargapun akan baik-baik
saja tidak akan ada yang mengalami ganguan kejiwaan pada setiap anggota
keluarganya. Problem paling berat membangun keluarga sakinah di tengah
masyarakat modern seperti sekarang ini adalah dalam menanggapi penyakit
“manusia modern”. Manusia seperti itu sebenarnya manusia yang sudah
kehilangan makna, manusia kosong the Hollow Man. Ia resah setiap kali harus
mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang di inginkan. Para sosiolog
menyebutnya sebagai gejala keterasingan aliensi yang di sebabkan oleh
perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, hubungan hangat antara
manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, lembaga tradisional
sudah berubah menjadi lembaga rasional, mayarakat yang homogen sudah
berubah menjadi heterogen dan stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas
sosial. 8 Menurut sebuah penelitian yang di kutip oleh DR. Zakiah Daradjat,
perilaku manusia itu 83% dipengaruhi oleh apa yang dilihat. 11% oleh apa
yang didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran. 9 Dari
8
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an: Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern,
(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. 2005). h. 152.
9
Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 152.
7
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat sudah sangat jelas
bahwa pada zaman modern keluarga harus selalu memperhatikan (memberi
perhatian) kepada setiap anggota keluarganya, jangan sampai keluarga sendiri
yang mengakibatkan anggota keluarganya yang terkena gangguan atau sakit
jiwa.
Dari uraian dan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk
menelitinya, yang nantinya diharapkan akan menjadi pelajaran yang berharga
bagi penulis dan manfaat bagi masyarakat.
Hal ini tertuang dan tertulis dalam skripsi yang berjudul “Peran
Orang tua dalam Proses Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan ini maka peneliti membatasi
masalah pada peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien psikosis
atau sakit jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, karena
peran orangtua sangat dibutuhkan bagi para pasien untuk mempercepat
kesembuhannya. Maka dalam penelitian ini dibatasi untuk meneliti peran
orangtua pasien penderita psikosis (jiwa).
2. Perumusan Masalah
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa batas kajian penelitian
ini adalah terkait dengan peran orangtua dalam proses penyembuhan
8
pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Maka pokok
permasalahan yang hendak diteliti dapat dirumuskan, yaitu:
a. Bagaimana peran orangtua pasien dalam proses penyembuhan?
b. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh orangtua dalam menangani
kesembuhan pasien?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran orangtua
dalam proses penyembuhan pasien dan bagaimanakah upaya atau proses
yang dilakukan oleh orangtua dalam penyembuhan dan adakah perbedaan
tingkat kesembuhan antara pasien yang sering dikunjungi dan jarang
dikunjungi.
2. Manfaat Panelitian
a.
Manfaat Akademis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang
ilmu dan bimbingan Konseling.
b.
Manfaat Praktisi
I. Orang Tua
Bagi orang tua hal ini merupakan salah satu cara untuk
memberikan pengertian tentang pentingnya peran orangtua dalam
proses penyembuhan bagi keluarga yang menderita.
II. Masyarakat
9
Agar masyarakat tidak memandang sebelah mata pasien
penderita psikosis atau sakit jiwa dan dapat menjadi salah satu
bahan pertimbangan bagi orangtua dengan penuh kesadaran
untuk lebih memperhatikan keluarga.
D. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
I. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan
(Flied Risearch), dimana peneliti terjun langsung kelapangan (objek)
penelitian untuk mengamati peran orangtua. Dalam hal ini mengenai
peran orangtua dalam proses penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soerharto Heerdjan Jakarta.
II. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang di amati. 10 Dalam hal ini yang diteliti adalah peran
orangtua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta.
III. Lokasi dan Waktu Penelitian
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2000). Cet. ke-13, h. 3.
10
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta. Sedangkan waktu penelitian di mulai pada tanggal 1
Februari 2010 sampai dengan pada tanggal 12 Maret 2010.
IV. Analisis Data
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul dalam bentuk data
mentah, langkah selanjutnya adalah data tersebut disusun secara
sistematis, kemudian diklasifikasikan untuk kemudian dilakukan
analisis sesuai dengan rumusan masalah.
V. Teknik Penulisan
Teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman
Penulisan Karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), yang disusun
oleh Hamid Nasuhi dkk, dan di terbitkan oleh Ceqda di Jakarta pada
tahun 2007.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah para orangtua atau pasien yang
dapat memberikan informasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil
subjek penelitian, mereka terdiri dari 2 keluarga yaitu Bapak Rahmat
dan Ibu Siti Khotimah, 1 pasien rawat jalan yaitu mbak Harlina , 1
pasien rawat inap yaitu ibu Yuli Suci dan 1 pasien day care yaitu
Supriadi.
b. Objek Penelitian
11
Objek penelitian ini adalah peran orangtua dalam proses
penyembuhan pasien, khususnya orang tua dan pasien yang berada di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Jln. Prof.
Latumenten No.I Jakarta Barat, Telepon (021)5682841, (021)
5682843, faximile (021) 5682842
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik dala pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini meliputi:
a. Observasi
Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta di daerah Grogol, guna
menyelami dan memperoleh gambaran yang jelas tentang peran orang
tua dalam proses penyembuhan pasien.
b. Wawancara
Salah satu metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah
wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya secara
langsung kepada informan.
c. Dokumentsi
Yaitu penulis mencari keterangan berupa catatan-catatan, buku, arsip
dan bacaan yang didapatkan di lapangan serta dari perpustakaan yang
dijadikan sumber atau literatur dalam penelitian ini.
12
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan judul skripsi penulis melakukan tinjauan pustaka di
perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, di dalam tinjauan
pustaka ini ada beberapa skripsi yang membahas tentang peran orang tua
dalam membimbing atau proses penyembuhan dan pencegahan, antara lain:
1.
Peran
Orangtua
dan
Tokoh
Masyarakat
dalam
Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja. Disusun di Cikananga
Cipaku Ciamis. Oleh Zahratun, mahasiswi Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. 2003. Penelitiannya terfokus pada peran orangtua
dan tokoh masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba.
2.
Peranan keluarga dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rw.
05, Kelurahan Bamboo, Jakarta Utara. Skripsi di ajukan kepada
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I), oleh: Muhammad
Nuh Suhendra 103011026688. jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universita Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.
Adapun penulis dengan judul Peran orang tua dalam Proses
Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta,
dalam skripsi ini yang menjadi pembahasan utamanya adalah peran orang
tua dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta, karena orang tua merupakan orang yang sangat
13
mengetahui tentang diri pasien tentang hal yang menjadi penyebab pasien
menderita gangguan jiwa.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini maka penulis
memberikan penjelasan dan gambaran beberapa bab, yaitu:
Bab I
: Dalam bab I ini penulis menggambarkan beberapa hal yang
meliputi tentang latar belakang yang menjadi awal pemikiran
dalam mengambil judul skripsi ini, yang terdiri dari latar
belakang, batasan dan perumusan masalah, metode penelitian,
subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, tinjauan
pustaka dan sistematika panulisan.
Bab II
: Tinjauan Teoritis: dalam bab II ini penulis akan memaparkan
teori tentang pengertian Peran, Orang tua, Pasien, yang
kemudian dilanjutkan dengan pemaparan teori yang berkenaan
dengan peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien.
Bab III
: Gambaran umum tentang Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari
sekilas sejarah berdirinya, visi dan misi, motto, tujuan, sarana
dan prasarana Rumah Sakit Jiwa Dr. Soehartoo Heerdjan
Jakarta.
Bab IV
: Temuan lapangan dan analisis Peran Orang tua dalam Proses
Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta. Pada bab ini terdiri dari analisis data dan
14
mengidentifikasikan informan. Subjeknya terletak pada pasien
dan keluarga, peran orang tua dalam proses penyembuhan dan
bagaimanakah upaya yang dilakukan orang tua dalam proses
penyembuhan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta.
Bab V
: Penutup: dalam bab ini adalah akhir yang meliputi
kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian Peran
Setiap manusia pasti mempunyai peran dan berbeda perannya
tergantung dengan kedudukan dalam masyarakatnya masing-masing. Oleh
karena itu berbicara mengenai peran, tentu tidak terlepas dari pembicaraan
mengenai kedudukan (status), walaupun keduanya berbeda tetapi saling
berhubungan dengan yang lainnya. Seperti dua sisi mata uang yang
berbeda tetapi akan menentukan nilai bagi mata uang tersebut, itu semua
karena peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status)
manusia.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah
laku
yang
diharapkan
dimiliki
oleh
orang
yang
berkedudukan
dimasyarakat dan harus dilaksanakan. 1 Setiap manusia pasti mempunyai
kegiatan yang dia ikut turut aktif dalam kegiatan tersebut karena apabila
dia tidak turut aktif dalam kegiatan tersebut maka dia tidak mempunyai
peranan yang baik dalam lingkungan masyarakatnya. Sedangkan peranan
berarti tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama
dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka. 1998), h. 667.
15
16
Menurut Suryono Soekanto, “peran dapat dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat”. 2 Memang
peran merupakan perilaku setiap individu yang mereka lakukan setiap hari,
karena apabila individu tersebut tidak melakukan peran apapun dalam
kehidupannya maka dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain.
Pendapat Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang di kutip oleh
David Barry mendefinisikan: peran sebagai seperangkat harapan-harapan
yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan social tertentu. 3
Pengertian peran menurut Jenning yang dikutip oleh Ira Yoga yaitu
“cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu,
yang pada akhirnya ada proses penempatan status peranan seseorang
dalam keluarga, masyarakat dan sebagainya”. 4 Jadi memang peran itu
akan terlihat apabila seseorang telah melakukan suatu kegiatan atau
tingkah lakunya (berinteraksi) dengan orang lain. Peran juga akan
berfungsi apabila orang tersebut dapat menempatkan dirinya dengan baik
kepada orangtua, keluarga, masyarakat dan lain sebagainya.
Selanjutnya menurut Abu Ahmadi dalam buku Psikologi Sosialnya
menerangkan bahwa “Peran adalah suatu pengharapan manusia terhadap
cara individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu
berdasarkan status dan fungsi sosialnya”. Walaupun kedudukannya ini
2
Suryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Balai Pustaka. 1998). Cet. ke-1.
h. 667.
3
N. Grass W. S. Masson and A.W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis. (Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 1995). Cet. ke-3. h. 99.
4
Ibid.
17
berbeda antara satu dengan yang lainnya tersebut, akan tetapi masingmasing dirinya berperan sesuai dengan statusnya”. 5
Dari beberapa definisi peran diatas penulis menyimpulkan bahwa
peran merupakan sesuatu yang berkaitan dalam kehidupan manusia karena
peran merupakan sesuatu yang penting atau bahkan kegiatan sehari-hari
yang dilakukan oleh, manusia dalam kehidupannya yang saling berkaitan
dengan masyarakat sekitarnya terutama dalam kehidupan sosial sehari-hari
yang melakukan kegiatan di sekitar lingkungan keluarganya, karena
apabila kita tidak berperan dengan baik dalam lingkungan kita maka
masyarakat akan menganggap kita tidak mempunyai peran yang baik atau
tidak dapat bersosialisasi dengan baik kepada mayarakat terutama
orangtua, keluarga, lingkungan dan teman-teman semua, oleh karena itu
setiap manusia harus mempunyai peran yang baik dalam kehidupannya
agar dia dianggap sebagai manusia yang mempunyai peran penting dalam
kehidupannya.
2. Jenis-jenis Peran
Setiap peran manusia pasti mempunyai perbedaan antara orang
yang satu dengan orang yang lain karena peran seseorang itu tergantung
dari individunya masing-masing yang dapat menempatkan kedudukan
perannya dengan baik. Apabila perannya tidak digunakan seseorang maka
orang tersebut akan merasa bosan dan merasa tidak dipedulikan oleh orang
lain karena kesepian, hal tersebut merupakan salah satu penyebab
5
Abu Ahmad, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta. 1991), h.114.
18
seseorang mengalami gangguan jiwa (psikosis). Peran juga mempunyai
beberapa jenis yang berbeda-beda, antara lain:
a. Role Position adalah kedudukan social yang sekaligus menjadikan atau
kedudukan dan berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi orang
tersebut dalam struktur social tertentu.
b. Role Behaviour adalah cara seseorang memainkan peranannya.
Apabila orang tersebut melakukan dengan baik peranannya maka ia
akan di terima dengan baik di keluarga, masyarakat, dan lain-lain.
Sebaliknya apabila orang tersebut tidak melakukan perannya dengan
baik maka orang tersebut tidak akan diterima di keluarga maupun
masyarakat.
c. Role Perception adalah bagaimana seseorang memandang peranan
sosialnya serta bagaimana ia harus bertindak dan berbuat atas dasar
pandangannya tersebut.
d. Role Expectation adalah peranan seseorang terhadap peranan yang
dimainkan bagi sebagian besar warga masyarakat. 6
Dari keempat jenis bentuk peran diatas peran orangtua dalam
proses penyembuhan pasien yang penulis maksud adalah Role Behavior
(cara seseorang memainkan perannya), karena penulis ingin mengetahui
bagaimana peran orangtua dalam proses penyembuhan pasien atau
keluarganya sendiri yang sedang menderita suatu penyakit terutama
penyakit jiwa (psikosis). Sebagai keluarga terutama orang tua yang
mempunyai
kasih
sayang
pada
anaknya,
tentunya
akan
selalu
memperhatikan anak-anaknya walaupun dalam keadaan sakit, terutama
seorang ibu yang akan selalu memperhatikan dan merawat buah hatinya.
Peran ibu sangat berpengaruh kepada anak-anaknya karena seorang ibu
akan selalu merasakan sesuatu apabila anaknya mengalami musibah atau
cobaan. Lebih lanjut Dr. Ali Qaimi mengatakan beberapa peran ibu yang
penting, adapun peran ibu diantaranya:
6
A. Sutarmadi dan Al-Tirmidzi, Peranan dalam pengembangan Hadist dan Fiqih,
(Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 1998), h. 27.
19
1) Faktor Alamiah
Faktor ini meliputi berbagai sifat atau karakteristik bawaan,
keadaan rahim, produksi air susu ibu, kesehatan ibu di masa hamil
dan menyusui, serta kondisi geografis peran ibu di masa hamil dan
mennyusui sangat mempengaruhi proses pertumbuhan fisik dan
psikis anak.
2) Faktor Sosiologis
Kehidupan sosial anak dimulai setelah ia dilahirkan dari rahim ibu
ke dunia, sejak saat itu dirinya akan menjalin hubungan dengan
segenap anggota keluarga, kerabat dan teman.
3) Faktor Lingkungan
Jenis permainan atau keadaan lingkungan amat mempengaruhi
pertumbuhan seorang anak. Seorang ibu menularkan pengaruh
terhadap anak melalui permainan yang dipilih.7
Peran orangtua terhadap individu setiap anggota keluarganya
merupakan suatu pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial, orangtua
juga turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain
dalam pergaulan sosial di luar keluarga, di dalam masyarakat pada
umumnya.
Dengan perannya dan tanggung jawabnya yang besar di dalam rumah,
setiap orangtua harus memperhatikan keluarganya satu sama lain agar
apabila ada angota keluarganya sakit atau terkena musibah, mereka akan
mengetahuinya dan membantunya agar cepat sembuh dan keluar dari
cobaan tersebut.
B. Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah
dapat membentuk sebuah keluarga.
7
27-28.
Ali Qaimi, Buaian Ibu diantara Surga dan Neraka, (Bogor: Cahaya. 2002), Cet, ke-1. h.
20
Pengertian
orang
tua
yang
di
kutip
dari
http://definisi-
pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-orang-tua.htm, orang tua
merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun
pada umumnya di masyarakat pengertian orangtua itu adalah orang
yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain
telah melahirkan kita ke dunia ini, orangtua juga yang mengasuh dan
membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah
memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini
dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh
anak. 8
Orangtua memang selalu berkaitan dengan sebuah hubungan yang
berkaitan dengan keluarga, adapun keluarga merupakan salah satu
kelompok terkecil dalam suatu masyarakat.
Menurut Wahjoetomo mendefinisikan keluarga dalam perspektif
antropologi:
yaitu keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan
masyarakat yang terdiri atas seorang kepala keluarga (ayah), pengatur
kehidupan keluarga (ibu), dan anggota keluarga (anak), dengan
kerjasama ekonomi, pendidikan, perawatan, perlindungan dan
sebagainya, karena keluarga dapat juga dikatakan sebagai masyarakat
dalam arti mikro (sempit). 9
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah
adanya suatu perkawinan. Menurut pasal I UU Perkawinan Nomor I
8
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-orang-tua.html. Dikutip
pada hari Rabu malam Kamis, tanggal 24-02-2010, pukul 20:30.
9
Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta:
Gema Insani Press. 1997). Cet.,ke-1. h. 22-23.
21
tahun 1974, sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri dalam bukunya
Ilmu Pendidikan, menjelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.” 10
2. Fungsi Orang Tua
Orangtua memegang peran penting dalam membentuk watak
anak, terutama dalam perkembangan tahap-tahap pertama dari anak.
Oleh karena itu orangtua harus melakukan fungsi dan peran orangtua ini
seperti yang dikemukakan oleh Sunarti Hastono dalam bukunya yang
berjudul “Pendidikan Kesejahteraan Keluarga”, yang di kutip dari
http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2008/mar_22/lkOpin001.ht
m, mengemukakan sebagai berikut:
a. Membangun manusia yang sehat dan kuat (menyiapkan generasi
muda memba-ngun keluarga yang sejahtera).
b. Mendidik kerohanian keluarga.
c. Memberi rasa tenang dan kasih sayang terhadap anggota keluarga
atau sesamanya yang dapat menentukan dan menolong mereka
dalam menghadapi kesukaran.
d. Membentuk kelakuan dan kepribadian yang luhur dari setiap
anggota keluarga. 11
Orang tua merupakan kesatuan sosial terkecil yang terbentuk
oleh ikatan dua manusia, yakni antara seorang wanita dan seorang pria.
Kesatuan semacam ini selalu terdapat dimana-mana pada setiap
pergaulan hidup yang sah. Dalam kesatuan ini arus kehidupan di
10
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 1997), Cet,ke-1, h.
237.
11
http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2008/mar_22/lkOpin001.html. Dikutip
pada hari Rabu malam kamis, tanggal 24-02-2010.
22
kemudikan oleh orangtua, alam mempercayakan pertumbuhan dan
perkembangan anak pada mereka.
Ketika menyeru dan memberi gambaran tentang indahnya
keluarga, Islam memperlihatkan berbagai fungsi serta menunjukkan
buah manisnya kehidupan keluarga yang akan memiliki implikasi atau
imbalan terhadap kehidupan individu dan masyarakat.
Fungsi orangtua yang utama ialah mendidik anak-anaknya. Anak
manusia berlainan sekali dengan binatang, tanpa pendidikan dalam arti
yang luas anak tidak akan menjadi anggota masyarakat yang dapat
menjalankan kewajiban dalam kehidupan bersama. Adapun fungsi lain
dari orangtua yaitu:
a. Fungsi keagamaan, maksudnya bahwa orang tua mempunyai
peranan yang amat besar dalam memberikan pemahaman nilainilai keagamaan, membimbing dan mengajak keluarga untuk
memahami dan menjalankan kaidah-kaidah keagamaan.
b. Fungsi Protektif yaitu bahwa keluarga harus menjadi sarana
untuk menjaga dan memelihara anak serta anggota keluarga
lainnya dari perilaku yang bersifat negatif baik yang timbul dari
luar ataupun dari dalam dan keluarga dapat merupakan suatu
lingkungan dimana kedamaian internal dan keamanan eksternal
terbangun. 12
c. Memberikan kasih sayang.
d. Tempat mencurahkan semua kegelisahan dan kegembiraan yang
ada di dalam hati.
e. Tempat beristirahat sesudah bekerja.
f. Memberikan perlindungan. 13
12
Husayn Ansarian, Membangun Keluarga yang di cintai Allah, (Jakarta: Pustaka Zahra.
2002). h. 39.
13
Mustafa Abdul Wahid, Manajemen Keluarga Sakinah, (Yogjakarta: DIVA Press. 2004),
Cet. ke-1. h. 30-31.
23
3. Peran Orang Tua
Orang tua merupakan suatu fungsi yang sangat dibutuhkan oleh
pasien untuk memberikan motifasi dan dukungannya agar membuat
pasien bersemangat dalam menghadapi cobaan dalam hidupnya dan
membuat pasien termotivasi agar cepat sembuh.
Peran orang tua dalam mengenal masalah kesehatan yaitu
mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, ikut merawat anggota
keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi
kecemasan klien.
Orang tua merupakan orang terdekat dari seseorang yang
mengalami gangguan kesehatan. Orangtua juga merupakan salah satu
indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit. Peran
atau tugas orangtua dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu
keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat
(Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam
peran atau tugas orangtua itu sendiri. Perawat diharapkan mampu
meningkatkan peran orang tua dalam mengatasi masalah kesehatan
keluarga.
Alasan utama pentingnya peran orang tua dalam perawatan jiwa
adalah:
24
1. Orangtua merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan
dengan pasien
2. Orangtua (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien.
3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan
adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien.
4. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali
kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga.
5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam
mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan
ketenangan jiwa bagi pasien.
6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama,
sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting
artinya dalam pengobatan. 14
Beberapa hal penting yang dibutuhkan orang tua agar dapat
membantu menyesuaikan diri dengan pasien psikosis, yaitu:
a.
b.
c.
d.
14
Informasi atau Psikoedukasi
Informasi-informasi akurat tentang penyakitnya, gejalagejalanya, kemungkinan perjalanan penyakitnya, berbagai
bantuan medis dan psikologis yang dapat meningkatkan
gejala penyakitnya, merupakan sebagian informasi fital yang
sangat dibutuhkan keluarga.
Sikap yang tepat.
Menurut Torrey (1988), keluarga perlu memiliki sikap yang
tepat tentang penyakit keluarganya, disingkatnya sikap-sikap
yang tepat itu dengan SAFE (Sense of Humor, Accepthing the
Illness, Family Balance, Expectations Which are realisitc).
Psikoedukasi bagi keluarga dapat turut menyertakan upaya
menumbuhkan sikap yang tepat ini.
Support Group
Bilamana orangtua menghadapi psikomatik dalam keluarga
mereka seorang diri, beban itu akan terasa sangat berat,
namun bila keluarga-keluarga yang sama-sama memiliki
anggota keluarga psikosomatik bergabung bersama, beban itu
akan terasa lebih ringan. Mereka dapat saling menguatkan
berbagai informasi yang mutakhir, bahkan mungkin
menggalang dana bersama bagi keluarga yang kurang
mampu. Upaya perbedaan ketegangan emosional secara
kelompok juga akan lebih efektif dan lebih murah.
Family Therapy
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1920938-peran-keluarga-thdp-halusinasier/,
dikutip pada hari rabu malam kamis, tanggal 24-02-2010, pukul 20:30.
25
Family Therapy atau terapi keluarga dapat menjadi bagian
dari rangkaian upaya membantu keluarga, agar sebagian
suatu system meningkat dan lebih membantu melakukan
penyesuaian diri. 15
Adapun peran orang tua apabila ada pihak keluarga yang
bersikap agresif atau berperilaku marah atau ekspresi wajahnya marah,
tangan mengepal, rahang terkatup dan mempunyai perilaku menolak
berhubungan dengan orang lain, menyalahkan orang lain atau tuhan,
kasar dan tidak tenang, mengancam, menyerang atau merusak
lingkungan maka mereka harus melakukan atau mempunyai peran
sebagai berikut:
1. memahami kondisi yangg dihadapi oleh korban/penderita
2. menemani dan mengajak berbicara
3. memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan,
minum, kebersihan
4. melibatkan kelompok/keluarga dalam penanganan marah
5. mengajak latihan relaksasi
6. penyaluran energi melalui kegiatan bersama (olahraga,
mendengarkan musik, menari, berdzikir, dll).
7. membuat perencanaan kegiatan harian. 16
C. Pasien
1. Pengertian Pasien.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, “pasien adalah orang sakit
yang dirawat dokter, penderita sakit.” 17 Dan seseorang dikatakan “sakit
apabila orang itu tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam
15
Imam Setiadi Arif, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, (Bandung: PT.
Refika Aditama. 2006), Cet. ke- 1. h. 49.
16
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. Direktorat Jendral Bina Pelayanan
Medik.Gangguan-ganguan jiwa yang banyak terjadi di masyarakat. (Departemen Kesehatan RI:
2006). Bakti Husada dan Indonesia Sehat 2010. h. 4-6
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka. 2001). h. 834.
26
kehidupan sehari-hari karena fisiknya yang sakit atau kejiwaannya yang
terganggu.” 18
Menurut penulis pasien adalah orang sakit atau
penderita, baik
menjalani rawat inap pada suatu rumah sakit atau pada suatu unit
pelayanan kesehatan tertentu ataupun yang tidak. Dan seseorang di
katakan sakit apabila orang itu tidak lagi mampu berfungsi secara wajar
dalam kehidupan sehari-hari karena fisiknya yang sakit atau kejiwaannya
yang terganggu.
Berdasarkan pengalaman para ahli ilmu jiwa pasien-pasien yang
menderita gangguan jiwa serta hasil-hasil penyelidikan ilmiah yang
dilakukan terhadap tingkah laku dan sikap seseorang, terbukti bahwa
gangguan jiwa terjadi antara lain akibat dorongan untuk memenuhi
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakannya.
Bila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dipenuhi orang akan merasakan
tidak enak, gelisah dan kecewa. Untuk menghilangkan rasa yang tidak
enak itulah kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi, sebab selama
kebutuhan tersebut belum terpenuhi kegelisahan itu akan tetap terasa.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibagi atas dua golongan besar,
yaitu:
a. Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan jasmaniah (fisik), seperti
makan, minum, seks, dan sebagainya.
b. Kebutuhan Rohaniah (psychis dan sosial).
18
Dadang Hawari, Pelatihan Relawan Bimbingan Rohani Pasien. Sawangan, 9 Juli 2003.
(Jakarta: Dompet Dhuafa Refublika. 2003), h. 15.
27
Kebutuhan yang pertama atau kebutuhan primer tidak dipelajari
oleh manusia, sudah fitrahnya sejak lahir. Jika kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi akan hilanglah keseimbangan badan.
Kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan jiwa sosial yang tidak
dirasakan oleh mahkluk hidup lainnya. Inilah yang membedakan
manusia dari binatang. Di antara keinginan-keinginan atau kebutuhan
jiwa yang banyak itu ada beberapa kebutuhan-kebutuhan pokok yang
terdapat (terasa) oleh setiap orang baik anak kecil, orang dewasa,
maupun orang tua. Kebutuhan-kebutuhan yang pokok ini tidak banyak,
akan tetapi harus dipenuhi. Apabila tidak dipenuhi orang akan merasa
gelisah, cemas dan tidak enak untuk manghindari rasa yang tidak
menyenangkan itu orang akan berusaha mencari jalan supaya
terpenuhi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut ialah:
a. Kebutuhan akan rasa kasih sayang.
b. Kebutuhan akan rasa aman
c. Kebutuhan akan rasa harga diri
d. Kebutuhan akan rasa bebas.
e. Kebutuhan akan rasa sukses .
f. Kebutuhan akan rasa tahu (mengenal). 19
Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka orang
akan gelisah dan mencari jalan untuk mengatasinya, baik dengan cara
yang wajar maupun dengan cara yang tidak wajar atau kurang sehat
untuk menutupi atau menyeimbangi kekurangan-kekurangan yang
19
Arif, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, h. 35.
28
dirasakan dalam memenuhi kebutuhan tersebut perlu adanya
kepercayaan kepada Tuhan.
2. Jiwa yang Sehat.
Jiwa yang sehat merupakan keinginan setiap makhluk hidup yang
ada di muka bumi ini. Menurut paham ilmu kedokteran, “kesehatan
jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna
kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam
hubungannya dengan manusia lain.” 20
Seseorang yang mempunyai jiwa sehat akan melakukan semua
aktifitasnya sehari-hari dengan baik tanpa mempunyai keluhan atau
tidak mempunyai masalah-masalah yang terjadi atau tidak ada pikiran
dalam dirinya. Seseorang yang dapat bersosialisasi dengan baik
kepada keluarga dan masyarakat tanpa mempunyai beban berat dalam
kehidupannya, orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang
bersikap seimbang dalam berakhlak atau bertingkah laku.
Organisasi kesehatan se-Dunia (WHO. 1959), seperti yang dikutip
oleh Prof. Dadang Hawari, memberikan kriteria jiwa atau mental yang
sehat, sebagai berikut:
20
Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa. 1996), h. 12 .
29
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan
meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d. Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan
saling memuaskan.
f. Menerima kekecewaan untuk di pakainya sebagai pelajaran
untuk di kemudian hari.
g. Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang
kreatif dan konstruktif.
h. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar. 21
WHO (1984), yang di kutip oleh Dadang Hawari, telah
menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen
spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang di maksud dengan sehat
adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologik dan social tetapi
juga sehat dalam arti spiritual atau agama (empat dimensi sehat, biopsiko-sosio-spiritual). Dari ke empat dimensi tersebut semua orang
harus memilikinya dan menjaganya dengan baik, oleh karena itu
apabila salah satu dari ke empat dimensi itu hilang maka orang itu
akan sakit karena dimensi kesehatannya tidak sempurna. 22
Jiwa yang sehat menurut penulis adalah keadaan seseorang yang
stabil atau dapat menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan dirinya baik
kebutuhan jasmani dan rohaninya dan dapat melakukan kegiatan
apapun dengan baik.
Seseorang yang sehat mentalnya juga memiliki beberapa karakter
utama, yaitu:
21
22
Ibid, h. 12.
Ibid, h. 13.
30
a. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti
mengenal diri sendiri dengan baik.
b. Pertumbuhan perkembangan dan perwujudan diri dengan
baik.
c. Integritas diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan
pandangan dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi.
d. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan
dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e. Persepsi mengenai realitas bebas dari penyimpangan
kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
f. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi
dengannya secara baik. 23
3. Pengertian Psikosis (sakit jiwa)
Psikosis atau sakit jiwa merupakan gangguan mental yang parah
karena penderita psikosis tidak saja perasaannya yang terganggu tetapi
juga pikiran dan kepribadiannya.
Ketika pasien sedang menghadapi, merasakan penyakit yang
sedang di deritanya maka pada saat itu mentalnya terganggu, karena
badan dan jiwa saling mempengaruhi. Pengaruh emosi yang ada
dalam kehidupan seseorang sangat berpengaruh pada kondisi kejiwaan
(mental) sekaligus agar menjaga kesehatan badannya. Dengan
demikian, semakin jelas bahwa setiap orang yang menderita sakit
maka gangguan mental yang ada pada dirinya cendrung dipengaruhi
kondisi fisik dan psikisnya tergolong baik, maka gangguan mentalnya
akan sedikit. Akan tetapi, seandainya kondisi fisik dan psikisnya
kurang baik maka gangguan mental yang dideritanya cendrung berat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan mental
(kejiwaan) terhadap seseorang, diantaranya sebagai berikut:
23
Jaelani, Penyucian Jiwa: Tazkiyat al Nafs dan Kesehatan Mental. (Jakarta: Amzah,
2000), Cet, ke-1., h. 76.
31
a. Keluarga yang mengalami Broken Home,keluarga yang
mengalami broken home atau keretakan dalam rumah tangga
juga akan mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa
karena mereka menganggap dirinya tidak bias mengurus
keluarga.
b. Pacar, apabila seseorang mempunyai hubungan dengan serius
dengan
seseorang
akan
tetapi
pasangannya
pergi
meninggalkannya dan menikah dengan orang lain, juga akan
menyebabkan seseorang menderita gangguan jiwa.
c. Pendidikan, jika dilihat dari factor ini tingkatan pendidikan
seseorang juga dapat menjadi penyebab, karena apabila ilmu
yang diinginkannya tidak di dapatkan atau terpenuhi maka ia
akan terus memikirkannya.
d. Ekonomi, kondisi ekonomi yang tidak mencukupi dalam
kehidupan sehari-hari akan membuat seseorang merasa tidak
pernah merasakan puas dalam kehidupannya.
Setelah mengamati sebab-sebab terjadi ganguan mental yang
terjadi pada pasien, telah di dominasi oleh keinginan psikis dan
permasalahan yang ada pada diri pasien adalah karena emosi yang ada
pada diri mereka dan keinginan-keinginannya yang tidak terpenuhi.
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa sakit
jiwa (psikosis) adalah tergangunya atau kurang stabilnya jiwa
dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut merasa tidak
32
diperlukan lagi oleh orang lain sehingga mengganggu keluarga dan
masyarakat sehingga orang tersebut di rawat di Rumah Sakit, di
kurung bahkan di pasung oleh keluarganya. Hal lain yang membuat
seseorang mengalami gangguan kejiwaan adalah karena hanya
mementingkan dirinya sendiri dan tidak melihat orang lain dengan
pandangan atau penglihatan yang baik dan melupakan hal-hal yang
diperintahkan oleh Allah SWT, dan yang menjadi ciri-ciri dari
penyakit jiwa ialah tingkah laku yang mencolok, berlebihan, pada
seseorang sehingga menimbulkan kesan aneh, janggal dan
berbahaya bagi orang lain.
4. Penerimaan Pasien dikeluarga
Tingkat penyesuain diri pasien sangat tergantung kepada sikap
orang tua dan sesama psikologis social yang menonjol dalam
keluarga. Suasana keluarga tidaklah sama polanya, ia berbeda dari
satu rumah ke rumah yang lain sementara rumah merupakan tempat
yang baik bagi pemeliharaan anak, sedangkan yang lain tampak atau
kelihatan sebaliknya.
Apabila rumah dalam satu keluarga itu mempunyai pengaruh
terhadap kelakuan pasien, maka hendaknya ada pengetahuan lebih
banyak dan lebih mendalam tentang cara penerimaan pasien di
keluarganya. Dalam kehidupan keluarga tidak semuanya menerima
pasien dengan baik karena perbedaan suasana psikologis pada masingmasingnya mempengaruhi penyesuaian individu.
33
a. Rumah Keluarga yang menolak
Keluarga yang menolak merupakan keluarga yang tidak
dapat menerima pasien dikarenakan keluarganya malu untuk
menganggap pasien sebagai keluarganya.
Boldwyn menggambarkan rumah yang menolak itu dengan
tidak menyesuaikan diri, berciri pertentangan dan pertengkaran
serta menjauh antara pasien dan keluarganya, yang sangat
membutuhkan hubungan social yang baik antara anggota
keluarga atau antara keluarga dan alam luar (lingkungan). 24
Boldwyn juga melihat dalam komentarnya terhadap bapak yang
selalu
menolak
anaknya
(pasien),
bahwa
ia
berusaha
menundukkan anaknya kepada kaidah-kaidah kelakuan yang
keras dan karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman
tanpa alasan yang nyata, lebih dari keinginan untuk menolak.
Dari kedua jenis penolakan itu adalah pasien tidak dapat
menyesuaikan diri, cendrung untuk menghabiskan waktunya
dengan diluar rumah bahkan mengurung diri di kamar sehingga
banyak pikiran-pikiran yang ada dalam otaknya bahkan
mengakibatkan adanya halusinasi dalam diri pasien.
b. Rumah atau keluarga yang demokratis.
Rumah keluarga yang seperti ini merupakan salah satu
dari factor penyesuaian yang baik. Siasat yang dipakai dalam
24
Mustafa Fahmi,. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
Bulan Bintang. 1977), h. 110.
34
keluarga ini adalah kebebasan dan demokrasi. Orang tua
menghargai individualitas anaknya dan tidak memaksakan suatu
kekuasaan dalam membimbingnya.
Apabila pasien yang hidup dalam rumah atau keluarga yang
seperti itu mempunyai waktu yang lebih mudah untuk berusaha
kearah kesembuhan, karena:
a) Menghargai pribadi pasien di rumah atau dalam
keluarga.
b) Berusaha menumbuhkan pribadinya dan memandang
kepadanya sebagai suatu pribadi yang berdiri sendiri
yang mempunyai kemampuan, bakat, dan sikap sendiri
serta perlu diberikan kesempatan untuk bertumbuh
sejauh mungkin.
c) Memberi kesempatan kepada pasien dalam pemikiran,
ungkapan dan dalam memilih macam pekerjaannya,
dalam batas-batas kepentingan bersama dan tujuan
umum.
c. Rumah atau Keluarga yang Toleran.
Setiap perlakuan yang di dasarkan atas toleransi yang
masuk
akal
membuat
pasien
lebih
mudah
mencapai
penyesuaian diri, karena cara perlakuan seperti itu memberikan
rasa aman yang sebenarnya kepada pasien dan menciptakan
35
suasana yang memungkinkannya mengarah kepada dirinya,
yang berdiri sendiri dan kesembuhan secara berangsur-angsur.
d. Rumah atau keluarga yang terdapat padanya kekuasaan dan
otoritas orang tua.
Kekuasaan orang tua dapat menghambat tumbuhnya
keinginan anak untuk bebas, orang tua yang otoriter adalah
mereka yang memaksakan kekuasaan dan otoritas pada anak,
mereka keras, dan kejam dengannya, mengancam dan
menyesalinya atau mendorongnya kepada tingkat yang tidak
sesuai dengan umur dan pertumbuhannya.
Meyers menulis: apabila anak di hadapkan kepada
kekuasaan disamping ia merasa di sayangi atau diterima,
maka akibatnya adalah semakin bergantung kepada orang
tuanya dan berkurangnya kemajuan social di luar keluarga.
Ternyata pula bahwa akibat tidak stabilnya perlakuan, maka
anak menempuh dua macam kelakuan: apabila ia setuju akan
perintah akan di patuhinya. Jika tidak cocok dengannya,
maka ia akan melanggarnya atau ia menempuh cara-cara
perlawanan sebagai reaksi. 25
25
Ibid, h. 112.
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA
A. Sejarah Berdirinya
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan didirikan berdasarkan
Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijkbesluit) tertanggal 30 Desember
1865 No. 100 dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal (Gouverneur
General) tertanggal 14 April 1867, namun pembangunannya baru dimulai
pada tahun 1876. 1
Dasar hukum pendirian Rumah Sakit Jiwa adalah “Het Reglement
op het Krankenzenigenwezen” (Stbl. 1897 Nomor 54 dengan segala
perubahan dan tambahan-tambahannya). Atas dasar perubahan tersebut
bentuk pelayanan Rumah Sakit Jiwa tidak melayani pasien secara
langsung (tertutup) dari masyarakat, Rumah Sakit Jiwa hanya menerima
pasien dari Kejaksaan, Kepolisian, Pamong Praja dan Instansi Pemerintah
lainnya atas dasar ada indikasi gangguan jiwa berat. Sehingga sekarang
masih melekat pengertian masyarakat bahwa Rumah Sakit Jiwa hanya
melayani pasien yang mengalami gangguan jiwa berat. Dalam rangka
memenuhi harapan pengabdian dan peningkatan ilmu pelayanan di bidang
penyakit jiwa, kabinet di Indonesia (Ex Nederland Indie) mengirimkan
surat dinas kepada Inspektur Urusan Asylum di negeri Belanda pada bulan
1
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Profil Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soehartoo Heerdjan, (Jakarta: 2008), h. 1.
36
37
September 1865, kemudian disusul dengan laporan Menteri Penjajahan
kepada Ratu Wielhellmina tertanggal 29 Desember 1865, yang isinya
adalah menyetujui untuk mendirikan Rumah-Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia.
Sebenarnya usaha kesehatan jiwa di Jakarta sudah dimulai sejak
jaman penjajahan Belanda pada tahun 1824, yaitu dengan mengadakan
penampungan 100 orang pasien gangguan mental di salah satu Rumah
Sakit milik Persatuan Orang Cina di Indonesia (POCI), dan pada tahun
1923 pasien-pasien tersebut dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa di daerah
Grogol yang baru dibuka oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1942 sampai tahun 1945 Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan yang pada waktu itu bernama Rumah Sakit Jiwa
Grogol dipakai sebagai Kamp Konsentrasi untuk tahanan politik oleh
Fasisme Jepang, sementara pasien-pasien yang sedang dirawat saat itu
dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor (Rumah Sakit Jiwa
Cilendek).
Pada tahun 1946 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan dipakai
sebagai pos pertahanan KNIL Belanda. Beberapa kali Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan mengalami bencana banjir sehingga pasien-pasien
yang ada dievakuasi ke Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor pada tahun 1963
dan tahun 1996. 2
2
Ibid, h. 2.
38
Sesuai kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dalam pengembangan Pelayanan Kesehatan jiwa pada tanggal 20
Desember 1965 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan diresmikan
sebagai proyek pelopor kesehatan jiwa di bidang prevensi, kurasi,
sedangkan bidang rehabilitasinya dipusatkan di Rumah Sakit Jiwa Bogor.
Untuk menghilangkan stigma masyarakat, nama Rumah Sakit
Jiwa Grogol diubah dengan nama Rumah Sakit Jiwa Jakarta pada tahun
1973. Dan pada tahun 1993 diubah lagi menjadi Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan.
Pada tahun 1974 Rumah Sakit Jiwa Jakarta dan Rumah Sakit Jiwa
Bogor dipersiapkan sebagai proyek Rumah Sakit Jiwa Nasional dengan
mengadakan aliansi dengan Bagian Ilmu Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Adapun maksudnya adalah supaya kedua fasilitas
mental tersebut menjadi Rumah Sakit Jiwa Pemerintah dalam bidang
Prevensi atau Promosi, Kuratif, Rehabilitasi dan Riset. Rumah Sakit Jiwa
Jakarta melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa intramural dan
ekstramural serta melakukan pembinaan pada puskesmas di wilayah
Jakarta.
Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pelayanan kesehatan
jiwa, maka pada tanggal 6 Februari 1974 dibuka bagian Psikiatri Anak
dan Remaja di Rumah
Sakit Jiwa Jakarta dengan bantuan tenaga
Psikiater Anak dari Fakultas Kedokteran Indonesia. Sebagai Pembina
39
Yan Kes Wa di DKI maka Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
melakukan integrasi Pelayanan Kesehatan Jiwa ke seluruh puskesmaspuskesmas wilayah DKI Jakarta dengan mengirim supervisor antara lain
Psikiater Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. 3
B. Visi, Misi, Motto dan Tujuan
a. Visi
Adapun visi dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Sohaerto Heerdjan yaitu:
“Menjadi Pusat Unggulan Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa
Perkotaan” 4
b. Misi
Misi dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan adalah:
1. Memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan yang bermutu
dan dapat dipertanggungjawabkan bagi masyarakat perkotaan di
bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan pengembangan iptek
tenaga kesehatan jiwa.
3. Melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan
masyarakat.
4. Meningkatkan kesejahteraan pegawai. 5
c. Motto
3
4
Ibid, h. 4.
Ibid.
5
Ibid.
J
: Jujur
I
: Ikhlas
40
W : Waspada
A
d.
: Arif 6
Tujuan
Tujuan dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan :
1.Tujuan Jangka Panjang
Terwujudnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan jiwa, sumber
daya manusia, kesejahteraan pegawai, pengembangan sarana dan
prasarana.
2.Tujuan Jangka Pendek
a. Tercapainya pelayanan prima dan kepuasan pelanggan.
b. Terciptanya produk-produk unggulan dalam bidang kesehatan
jiwa.
c. Tercapainya target penerimaan rumah sakit.
e. Tersedianya SDM bidang kesehatan jiwa yang professional.
f. Terselenggaranya rumah sakit jiwa dengan one stop service.
g. Tercapainya peningkatan kesejahteraan pegawai. 7
C. Sarana, Prasarana
Sarana dan prasarana yang berada di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan sangat bermacam-macam, yaitu:
6
7
Ibid, h. 5.
Ibid.
41
1.
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang berada di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan, 8 yaitu:
Tabel I.
Peralatan Medik.
No
8
Nama Alat
Jumlah Unit
1
Brain Mapping
1
2
Electro Encephalograph
1
3
Automatic X-Ray Film Processor
2
4
Dental X-Ray Unit General
1
5
Dental X-Ray Unit Panoramic
1
6
Mobil X-Ray Unit
1
7
X-Ray Unit Basic 100 mA s/d 300 mA
2
8
Ultrasonography
1
9
Film Dryer
1
10
Film Viewer
2
11
Spectrophotometer
2
12
Electro Ccompulsator Therapy (ECT)
3
13
Electro Cardiograph (ECG)
2
14
Microwave Diathermy
1
15
Dental Air Compressor
1
16
Dental Uni
3
17
Haemocytometer
1
18
Microscope Binocular
2
19
Haematology Analyser
1
20
Sunction Pump
2
21
Traction Unit
1
22
Stress Test atau HRV Test
1
Ibid, h. 7.
42
Peralatan Non Medik :
9
1.
Generator Set :
3
Unit
2.
Alat Dapur
:
1
Set
3.
Alat Laundry
:
1
Set
4.
Kendaraan :
a. Ambulance
: 5 Unit
b. Mobil Operasional
: 2 Unit
c. Sepeda Motor
: 1 Unit 9
Ibid, h. 8.
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS
A. Identifikasi Informan
Identitas informan atau nara sumber yang didapat penulis yaitu
dengan cara wawancara langsung dengan cara direkam dan hasilnya di
tulis untuk mempermudah penulis memperoleh informasi dari hasil
wawancara tersebut, adapun nara sumber atau informannya, yaitu:
1. Nama : Siti Khotimah
Status : Keluarga (Ibu), dari Agus Hikmaturrahman. Pasien Rawat
Jalan.
Ibu Siti Khotimah adalah ibu dari pasien yang bernama
Agus Hikmaturrahman yang berusia 16 tahun. Beliau bertempat
tinggal di Cakung Rt. 14/04. Ibu siti Khotimah adalah seorang Ibu
yang sangat sayang dengan anaknya, beliau rela pulang pergi, naik
turun bemo untuk mengantar anaknya ke Rumah Sakit. Ketika
beliau mengetahui anaknya menderita gangguan jiwa beliau sangat
kaget karena dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
gangguan kejiwaan. Menurut beliau awal anaknya menderita
gangguan jiwa karena memang pendiem, suka menyendiri saja,
ketakutan, di rumah kurang bergaul atau bersosialisasi dengan
teman-teman sebayanya. Setelah di bawa ke Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan ini ternyata anaknya menderita penyakit epsilesi
dan sudah berobat di sini selama 1 tahun. Agus Hikmaturrahman
43
44
suka begong, ketakutan, dan berhalusinasi. Ketika kambuh Agus
menangis dan ketakutan. Harapan Ibu Siti Khotimah adalah agar
anaknya cepat sembuh, agar dapat sekolah lagi karena sekarang
Agus kelas 3 SMP dan insya Allah melanjutkan sekolah STM. 1
2. Nama : Rahmat
Status : Keluarga (Suami), dari Ibu Mutmainah, Rawat Jalan.
Bapak Rahmat adalah suami yang sangat sama istrinya,
mereka sudah berumah tangga sudah cukup lama. Beliau bertempat
tinggal di Lenteng Agung. Menurut bapak Rahmat istrinya
menderita ganggaun jiwa sejak 6 bulan ang lalu semenjak bulan
puasa, Ibu Mutmainah juga pernah di rawat di rumah sakit selama
1 bulan dan di bawa pulang karena Ibu Mutmainah sudah mulai
sembuh dan sekarang menjalani rawat jalan, dengan sabar bapak
rahmat mengantar Istrinya berobat dan mengantarnya pulang pergi
dan menunggu istrinya selama pengobatan. Selama di rumah bapak
rahmat juga selalu berkomunikasi dengan istrinya agar tidak
melamun, sehingga beliau mempekerjakan orang lain untuk
menemani istrinya selama di rumah ketika beliau sedang bekerja
atau sedang berada di luar rumah. Menurut bapak rahmat apabila
istrinya sedang kambuh Ibu Mutmainah akan bengong melamun.
1
Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Khotimah pada tanggal 8 Februari 2010.
45
Bapak Rahmat mempunyai harapan agar Istrinya kembali seperti
dulu dapat mengasuh anak, mengurus keluarga. 2
3. Nama : Supriadi
Status : Pasien (Day Care)
Adi atau mas Adi dia biasa di panggil. Mas Adi sekarang
berusia 29 tahun. Dia tinggal di Sukabumi Utara Jln. Nabi Isa Nabi
Daud, Kebon Jeruk Jakarta Barat. Pendidikan terakhirnya adalah
SMEA 45 di Sukabumi Selatan. Mas Adi mengalami gangguan
jiwa sejak tahun 1999, karena dia menginginkan ilmu yang tidak
tercapai dan mengalami pusing sendiri, sampai dia pikirkan terus
menerus. Mas Adi di rawat di RSJ ini selama 21 hari. Sekarang dia
menjadi pasien Day Care karena kesembuhannya semakin
membaik. Keluarga mas Adi juga sangat memperhatikan dan
sangat menyayanginya. Selama ia di rawat keluarganya sangat
kangen dan selalu memberikan motivasi dan do’a agar dia cepat
sembuh. Mas Adi mempunyai harapan yaitu dia ingin sembuh dan
dapat di terima di lingkungan masyarakat, keluarga dan dapat
bermanfaat bagi keluarganya. 3
4. Nama : Harlina
Status : Pasien (Rawat Jalan).
Lina, begitulah dia biasa di sapa oleh keluarganya. Usianya
sekarang 31 tahun. Mbak Lina tinggal di daerah Cengkareng
2
3
Wawancara Pribadi dengan Bapak Rahmat pada tanggal 15 Februari 2010.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Supriadi, pada tanggal 5 Februari 2010.
46
Jakarta Barat. Dia sudah sakit selama 12 tahun, berawal dari di
tinggal pacarnya ketika masih bekerja. Keluarga mbak Lina juga
sangat berperan dia di bawa ke Pesantren, dukun dan dokter agar
dirinya cepat sembuh dan diberikan nasehat. Sekarang mbak Lina
sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Anaknya tinggal
bersama Ibunya karena mbk Lina khawatir suatu saat penyakitnya
kambuh dan tidak dapat merawat anaknya dengan baik, karena jika
kambuh mbak Lina sering marah-marah dan membanting barang
bahkan telanjang, oleh karena itu anaknya di rawat oleh ibunya.
Mbak Lina mempunyai harapan agar dia tidak minum obat lagi,
tidak sakit lagi dan normal seperti yang dulu. 4
5. Nama : Yuli Suci
Status : Pasien (Rawat Inap)
Ibu Yuli dia biasa di sapa. Beliau lahir di Jakarta pada
tanggal 15 Juli 1963. Ibu Yuli beralamat di Jln. Hemat raya
Rt.03/03
Kelurahan Jelambar,Kecamatan Grogol Jakarta Barat.
Yang menjadi penyebab ibu Yuli di rawat di Rumah Sakit karena
merasa terpukul sekali dan membuat dia stress, sehingga dia
marah-marah, ngamuk, memecahkan barang. Menurut beliau
sebelum di bawa ke Rumah Sakit dia pernah di bawa ke Rumah
Sakit Kramat Jati dan tempat alternatif di Tanggerang. Ibu Yuli
mempunyai kepribadian yang supel dan ramah kepada siapa saja
4
Wawancara Pribadi dengan mba Harlina, pada tanggal 10 Februari 2010.
47
yang dia temui. Tetapi dia juga bisa marah apabila dia sedang
menjalani tugas apabila diganggu dia marah dan tidak mau
menyapa oaring tersebut, tetapi keesokan harinya dia langsung
meminta maaf kepada orang tersebut. Menurut beliau keluarganya
tidak
pernah
memberikan
nasehat,
motifasi
dan
jarang
menjenguknya. Ibu Yuli mempunyai harapan agar di perhatikan
dan mempunyai umur panjang. 5
B. Peran Orang tua dalam Proses Penyembuhan
Peran orang tua dalam proses penyembuhan pasien yang penulis
lihat selama melakukan penelitian di Rumah Sakit memang sangat
besar. Karena selama penulis berada di lapangan, penulis melihat
pasien yang selama ini terlihat murung atau diam, setelah orangtuanya
datang pasien tersebut menjadi ceria. Karena selama ini pasien merasa
kangen dengan keluarganya karena jarang mengunjunginya. Selama
penulis berada di Rumah Sakit Jiwa tersebut juga penulis melihat
pasien di ruang Melati, sering berteriak memanggil-manggil nama
anaknya dan setelah anaknnya datang pasien tersebut kembali tenang
dan tidak berteriak memanggil nama anaknya lagi. Pasien tersebut
dirawat di rumah sakit karena pasien merasa keinginannya tidak
terpenuhi oleh keluarganya untuk tinggal di Arab, pasien tersebut juga
merasakan kehilangan seseorang yang di sayanginya.
5
Wawancara Pribadi dengan Ibu Yuli Suci, pada tanggal 11 Februari 2010.
48
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan kepada orangtua dan pasien sangat terlihat
perbedaan antara pasien rawat jalan, rawat inap dan day care. Peran
orang tua yang paling berperan adalah pasien rawat jalan dan pasien
day care. Karena sehari-hari pasien bersama atau berada dalam
lingkungan keluarganya yang memperhatikannya. Pasien juga berada
di lingkungan keluarga dengan komunikasi yang baik dan di berikan
kepercayaan untuk melakukan kegiatan atau aktifitas dengan baik dan
di bimbing oleh pihak keluarga.
Sedangkan pasien yang menjalani pengobatan rawat inap agak
lambat proses kesembuhannya, para pasien ada yang sudah bertahuntahun berada di rumah sakit dan orangtua mereka jarang
menjenguknya, mereka merasa dilupakan oleh keluarga sendiri,
sehingga
proses
penyembuhannya
juga
lama
karena
pasien
membutuhkan perhatian dari orangtua dan kasih sayangnya. “ jadi
masa penyembuhannya lama lagi, kadang-kadang jadi kambuh lagi,
kambuh lagi. Selama disini udah tenang kambuh, sayang kan tidak
merasa aman yang timbulnya depresi”. 6 Seperti yang dikatakan
pasien ibu Yuli Suci, “kaka Saya datang naik sepeda malah buat
memperpanjang disini orang pengen ketemu kangen sama ponakan”. 7
Berbeda dengan pasien rawat inap di ruang Melati pasien di ruang
tersebut setiap hari pasien di jenguk oleh orangtuanya, setelah
6
7
Wawancara Pribadi dengan Dr. laila Bahasoen pada tanggal 17 Februari 2010.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Yuli Suci, Pada tanggal 11 Februari 2010.
49
beberapa hari di rawat pasien tersebut sudah kembali ke keluarganya.
Selama penulis berada di ruang Melati memang sangat berbeda
dengan pasien yang berada di ruang Mawar. Pasien di ruang Melati
memang pasien-pasien baru tetapi tingkat kesembuhannya lebih cepat.
Seperti pasien inisial A, ibu tersebut baru datang ke rumah sakit setiap
hari di jenguk oleh suaminya setelah ia bilang kangen ingin bertemu
dengan anaknya keesokan harinya suaminya kembali menjenguk ibu
A dan suaminya membawa anaknya, ibu tersebut memang sudah
sangat kangen dengan anaknya, setelah bertemu dan mencurahkan
rasa kangennya dengan anaknya maka keesokan harinya ibu tersebut
sudah di bawa pulang oleh suaminya. Memang dengan menjenguk
pasien dan memberikannya perhatian kepadanya maka proses
penyembuhannya akan cepat dan dapat bergabung dengan keluarga
dan masyarakat.
Pasien day care atau pasien yang menjalani pengobatan pulang
pergi dan mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh rumah sakit
juga proses kesembuhannya sangat cepat karena mereka berada di
lingkungan keluarga dan mendapatkan perhatian dari orangtua.
Karena pasien day care melanjutkan intervensi psikososial setelah
pasien pulang. Pasien day care juga melakukan aktifitas-aktifitas yang
mengandung unsur terapi yang diberikan kepada pasien pasca sakit.
Orangtua dari pasien day care itu sangat berperan karena mereka
melakukan kerja sama dengan pihak rumah sakit untuk penyembuhan
50
pasien dan orang tua juga selalu mengantar dan menjemput pasien
setiap hari untuk melakukan kegiatan atau terapi yang di lakukan oleh
rumah sakit. Proses penyembuhan ini memang sangat baik untuk para
pasien dan mengalami perubahan yang sangat besar sebelum mereka
menjadi pasien day care. Karena, sebelum mereka menjadi pasien day
care mereka merasa di kurung oleh orangtua di rumah sakit dan
setelah mereka menjalani terapi pengobatan day care mereka mulai
merasakan perubahan sikap orangtua dan mereka memberikan
kebebasan dan kepercayaan untuk melakukan aktifitas sehingga otak
pasien dapat bekerja sehingga mereka tidak banyak melamun. Seperti
yang dikatakan oleh Dr. Laili Bahasoean, “jauh..jauh perbedaannya
Nopi bagus dulunya ngamuk, terus si Wulan bagus, terus Supriadi
juga bagus, juga komunikasi interpersonalnya baik.” 8
Memang peran orang tua penting sehingga pasien akan cepat
sembuh adapun peran yang paling penting adalah seorang ibu yang
selalu mendampingi dan mendo’akan anaknya. obat yang paling
mujarab adalah do’a dari orang tuanya terutama seorang Ibu.
Memang peran orang tua sangat berpengaruh karena orangtua
akan memberikan perhatian, kasih sayang kepada pasien, karena halhal tersebut yang selama ini di butuhkan oleh pasien jika sedang
berada di rumah sakit. Pasien merasa kesepian dan tidak di perhatikan
oleh orangtuanya, pasien merasa dibuang oleh keluarganya. Karena
8
Wawancara Pribadi dengan Dr. Laila Bahasoean, pada tanggal 17 Februari 2010.
51
peran orangtua juga ikut mengambil bagian atau turut aktif dalam
proses penyembuhan pasien, seperti memberikan motivasi, nasehat dan
do’a-do’a kepada pasien. Orangtua yang berperan aktif dalam proses
penyembuhan pasien sangat membantu pasien dan pihak rumah sakit,
karena sangat terlihat jelas selama penulis berada di rumah sakit jiwa
tersebut. Pasien yang sering di kunjungi atau orangtuanya sering
datang untuk menjenguknya pasien akan cepat proses kesembuhannya
di bandingkan dengan pasien yang orangtuanya yang tidak pernah
mengunjunginya.
Karena
selama
pasien
di
jenguk
orangtua
memberikan motivasi dan menghilangkan rasa rindu yang ada pada
diri pasien dan pasien menganggap dirinya masih diperhatikan dan
tidak di buang oleh keluarganya.
Pasien yang sering di kunjungi juga terlihat lebih ceria di
bandingkan dengan pasien yang jarang di kunjungi oleh orangtuanya,
karena pasien yang jarang atau bahkan tidak pernah di kunjungi akan
terus menerus menanyakan kepada petugas rumah sakit sehingga
petugas rumah sakit menelpon orangtua dan apabila orangtuanya
datang mereka tidak melihat kondisi pasien, orangtua hanya
memperpanjang masa perawatan pasien dan obat-obatan pasien.
orangtua hanya menanyakan kondisi pasien kepada perawat saja,
sebenarnya bukan itu yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien hanya
membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya.
52
Pasien yang tidak pernah dikunjungi oleh orang tua adalah
orang-orang yang dilupakan oleh masyarakat dan oleh keluarganya
sendiri, sehingga rumah sakit itulah yang menjadi rumahnya dan
dokter, perawat yang menjadi sanak saudara dan orang tua mereka.
Sungguh sangat mengharukan hati apabila pembaca melihat sendiri
kondisi mereka lebih dekat.
Sering terjadi pasien-pasien yang di bawa ke rumah sakit oleh
orangtuaanya, setelah beberapa hari atau beberapa minggu sudah
pulang untuk meneruskan perawatan di rumah. Akan tetapi banyak
keluarga yang tidak mau menerimanya kembali takut akan kambuh
penyakitnya di rumah. Dan biasanya orangtua pasien takut untuk
menerimanya kembali, bahkan ada orangtua yang merasa malu untuk
mengakui pasien itu sebagai salah satu anggota keluarganya. Bahkan
ada orangtua yang sengaja menitipkan pasien di rumah sakit karena
ingin mengadakan acara dirumahnya karena takut menganggu para
undangan maka pasien di titipkan di rumah sakit. 9
Peran orangtua memang sangat dibutuhkan, karena orangtua
yang mengetahui semua hal tentang pasien mulai dari penyebabnya
dan semua hal yang pasien lakukan selama berada dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pasien yang berada dalam lingkungan
keluarga juga akan cepat proses penyembuhannya di bantu dengan
obat yang di berikan oleh dokter atau psikiater atau dengan pantaun
9
Wawancara Pribadi dengan Dr. Laila Bahasoen, pada tanggal 17 Februari 2010.
53
dokter. Pasien yang menganggap dirinya tidak dihargai, disayang oleh
keluarganya ketika berada di rumah sakit akan memperhambat masa
penyembuhannya karena pikirannya masih terpikirkan keluarganya
yang tidak pernah mengunjunginya.
Banyak orangtua yang tidak mau berperan dalam penyembuhan
pasien, mereka hanya memberikan semua yang diinginkan oleh pasien
karena kesibukannya mencari ekonomi. Padahal bukan itu yang
diinginkan oleh pasien yang mereka inginkan hanyalah belaian lembut
orang tua, perhatiannya dan kasih sayangnya.
Orang tua juga harus peka terhadap pasien dan dapat membantu
kegiatan pasien seperti makan, tidur, menjaga kebersihan dirinya,
berdo’a, beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya dan
melakukan kegiatan pasien sehari-hari.
Peran orang tua pasien yang mereka lakukan sangat penting dan
mereka memberikan:
a. Dukungan emosional, seperti menemaninya dan mengajak
mengobrol, mendengarkan keluhan dan mengucapkan kalimatkalimat yang dapat membangkitkan semangat diri pasien.
Menunjukan kepada pasien bahwa keluarga memahami
persoalan pasien.
b. Mengajak pasien untuk mulai beraktifitas, mengajak pasien
melakukan kegiatan dengan mandiri, seperti makan, minum,
mandi sendiri. Mengajak pasien melakukan aktifitas ringan
54
seperti membaca, bermain, olah raga dan mengajak pasien
berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
Peran seperti itulah yang dilakukan oleh keluarga untuk pasien
agar pasien mempunyai kegiatan dan tidak banyak melamun di
kamar.
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerjdan juga mempunyai
peran penting untuk pasien, seperti memberikan kegiatankegiatan kepada pasien, 10 seperti:
Tabel II
Jadwal Kegiatan
Hari
SENIN
Jam
Kegiatan
09.30-11.30 Terapi Spiritual Islam (ROHIS) Pengajian, Tadarus, Iqro,
Tajwid, Tausiyah, Ceramah/Shalat berjamaah, Kisahkisah Rasul, Cerdas Cermat, Game
TERAPI GERAK (Pingpong, _itness, dll)
11.30-14.00 TERAPI MUSIK (Main Band dan Karaoke)
TERAPI KREATIF (Sablon, Melukis)
TERAPI PSIKOLOGI
ISOMA (Istirahat, Shalat, dan Makan)
DAY CARE
14.00-15.00 PENDOKUMENTASIAN
SELASA
09.30-11.30 TERAPI KEPUTRIAN
Tata Boga (Membuat Aneka Makanan): Nasi Uduk, Mie
Kubang, Empek-empek, Otak-otak Goreng Srikaya,
Talam Ebi, Sirup, Telur Asin, Cafetaria, Menyulam,
Merajut
11.30-14.00 TERAPI INDIVIDU (Perpustakaan)
TERAPI PELATIHAN
Membuat Sabun Colek, Membuat Sabun Cair, Membuat
Molto/Pewangi, Sabun Cair Sunlight
10
Arsip Instalasi Rehabilitasi. Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
55
ISOMA (Istirahat, Shalat, Makan)
14.00-15.00 TERAPI MUSIK/KARAOKE
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)
RABU
09.30-1130
DAY CARE
PENDOKUMENTASIAN
TERAPI GERAK : Senam Masal (semua ruangan),
Catur, Tenis Meja, Sepak Bola, Bulu Tangkis, Voli
TERAPI INDIVIDU (Perpustakaan)
TERAPI MUSIK (Karaoke, Band)
11.30-14.00 TERAPI GERAK (Pingpong, dll)
TERAPI PSIKOLOG
TERAPI KREATIF (Melukis dan Sablon)
DAY CARE
PENDOKUMENTASIAN
KAMIS
14.00-15.00
09.00-11.30 Terapi Spiritual Islam (ROHIS), Pengajian, Tadarus,
Iqro, Tajwid, Tausiyah, Ceramah/Tanya Jawab, Doa-doa
Harian, Cara Berwudhu, Cara Shalat/Berjamaah,
Jum’atan, Kisah-kisah Rasul, Cerdas Cermat, Game
Kerohanian Kristen (ROHKRIS), Membaca dan
09.30-11.30 merenungkan firman via khotbah, Memuji dan
menyembah Tuhan, Sharing Pribadi dan Kelompok,
Pelayanan Doa, Kesaksian Pribadi, Simulasi
TERAPI GERAK (Pingpong, Fitnes, dll)
TERAPI MUSIK (Main Band dan Karaoke)
11.30-14.00 TERAPI KREATIF (Sablon dan Melukis)
ISOMA (Istirahat, Shalat, Makan)
DAY CARE
PENDOKUMENTASIAN
JUMAT
14.00-15.00
09.30-11.30 TERAPI KEPUTRIAN
Tata Boga (Membuat Aneka Makanan): Nasi Uduk, Mie
Kubang, Empek-empek, Otak-otak Goreng Srikaya,
Talam Ebi, Sirup, Telur Asin, Cafetaria, Menyulam,
Merajut, Menjahit
13.30-14.00 TERAPI INDIVIDU (Perpustakaan)
TERAPI PELATIHAN : Menbuat Sabun Colek,
56
Membuat Sabun Cair, Membuat Molto/Pewangi, Sabun
Cair Sunlight (Perabot Rumah Tangga)
TERAPI MUSIK/KARAOKE
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
DAY CARE
PENDOKUMENTASIAN
Memang setiap orangtua mempunyai peran yang berbeda-beda.
Seperti bapak Rahmat yang istrinya menderita halusinasi, beliau
menyadari bahwa keluhan istrinya benar bukan bohongan atau
rekayasa, beliau juga selalu menanyakan hal-hal yang dilakukan
istrinya setiap hari, beliau juga mengajak istrinya untuk berekreasi
untuk membantu mengurangi ketegangan yang ada pada diri pasien
dan bapak Rahmat juga membayar seseorang untuk membantu istrinya
melakukan kegiatan di rumah dan agar istrinya tidak melamun di
rumah. 11
Setiap anggota orangtua yang datang ke rumah sakit juga di
berikan waktu untuk berbicara kepada pasien dan tidak di ganggu oleh
pasien lain dan apabila pasien sedang melakukan kegiatan rumah sakit
maka pasien akan di panggil oleh petugas agar pasien dapat bertemu
dengan keluarganya. Jangan sampai orangtua tidak mau bertemu
dengan pasien bahkan ada orangtua yang tidak mau bertemu dengan
petugas rumah sakit dan janjian bertemu dengan pasien di parkiran
rumah sakit, karena keluarga merasa takut belum membayar
11
Wawancara Pribadi dengan Bapak Rahmat, pada tanggal 8 Februari 2010.
57
administrasi rumah sakit. 12 Bukan hal seperti itu yang diinginkan
pihak rumah sakit mereka memberikan waktu dan peluang untuk
keluarga agar dapat bertemu dengan pasien. Oleh karena itu peran
orangtua sangat di perlukan untuk membantu proses penyembuhan
pasien dengan memberikan perhatian, kasih sayang dan memenuhi
semua kebutuhan-kebutuhan yang pasien, karena mereka akan merasa
senang dan di perhatikan oleh keluarga dan membbuat pasien
bersemangat untuk menjalani pengobatan.
C. Upaya yang dilakukan orang tua untuk kesembuhan pasien
Kesembuhan pasien memang sangat di harapkan oleh keluarganya,
banyak sekali usaha-usaha yang sudah dilakukan oleh orangtua dari
pengobatan pengobatan tradisional sampai pengobatan internasional
(medis). Banyak orangtua yang ingin menyembuhkan pasien dengan
di bawa ke dukun, kyai, paranormal dan orang-orang pintar.
Orangtua akan melakukan apapun untuk pasien yang sangat
mereka sayangi mereka akan mengorbankan harta dan tenaganya agar
pasien sembuh. “ orang tua saya sudah bawa saya kemana-mana
sampe duitnya habis....” 13
Banyak orang tua sebelum pasien dibawa ke rumah sakit jiwa
mereka membawanya ke para normal, kyai, dukun, karena mereka
menganggap anaknya tidak terkena gangguan jiwa, sakit biasa saja.
12
13
Wawancara Pribadi dengan bapak Maizar, pada tanggal 22 Februari 2010.
Wawancara Pribadi dengan mba Harlina, pada tanggal 10 Februari 2010.
58
Keluarga juga banyak yang tidak mengetahui informasi tentang
kejiwaan sehingga mereka tidak menganggap anaknya sakit jiwa dan
hanya membawa ke rumah sakit umum saja, sehingga kondisi
kejiwaan anaknya tidak dapat terkontrol oleh pihak keluarga maka
mereka akan mencari jalan lain untuk mengobati anaknya.
Orangtua juga banyak yang membawa anaknya ke dukun dan
melakukan semua yang diperintahkan oleh dukun, tetapi tidak ada
perubahan yang terjadi pada kejiwaan anaknya kemudian keluarga
membawa anaknya ke kyai, di bacakan al-Qur’an sampai hal-hal yang
ghaib sudah dilakukan oleh pihak keluarga agar anaknya sembuh.
Sehingga orangtua mendapatkan informasi dari para tetangga dan
saudaranya agar membawa anaknya ke rumah sakit jiwa karena
anaknya menderita sakit kejiwaan dan baru pihak keluarga membawa
ke rumah sakit jiwa.
Banyak orang tua yang sudah melakukan pengobatan agar pasien
sembuh mereka mengorbankan harta dan tenaga untuk kesembuhan
pasien agar dapat menjalani aktifitasnya kembali.
D. Hasil yang didapat dari Peran Orang Tua dalam Proses
Penyembuhan Pasien
Adapun hasil yang didapat dengan adanya peran orang tua, adalah:
1. Pasien merasa dirinya diperhatikan
Sebelum orang tua ikut berperan dalam kesembuhan pasien,
pasien akan merasakan bahwa dirinya tidak diperhatikan oleh
59
orang tuanya dan keluarganya karena orang tuanya merasa malu
mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan,
sehingga orang tua tidak mau mengurus pasien dan menjenguknya
di rumah sakit. Tetapi pasien akan merasakan hal yang berbeda jika
orang tuanya selalu datang menjenguknya di rumah sakit, pasien
akan senang dan merasa dirinya sangat disayang, diperhatikan,
memberikan dukungan, motivasi, nasehat dan mengajaknya
berkomunikasi dengan orang tuanya. Ini sesuai dengan pernyataan
dari Dr. Laila Bahasoean: “Berkomunikasilah jangan sampai
merendahkan pasien”. 14 Berkomunikasi dengan baik kepada
pasien sehingga dia merasa senang karena dengan berkomunikasi
pasien tidak banyak begong, dan orang tua juga memberikan
dukungan dan menyuruh pasien meminumobat, agar pasien cepat
sembuh. Seperti pernyataan ibu Siti Khotimah: “ Dukungannya ya
disuruh minum obat supaya cepet sembuh, terus dikasih nasehat,
supaya jangan diem aja.” 15
2. Pasien lebih cepat sembuh.
Orang tua memang tidak dapat dipisahkan dengan pasien,
karena dengan peran orang tua yang memberikan motivasi, kasih
sayang, perhatian dan orang tua yang mengetahui apa yang
menjadi penyebab pasien mengalami gangguan kejiwaan sehingga
rumah sakit akan memberikanpengobatan yang pas kepada pasien,
14
15
Wawancara Pribadi dengan Dr. Laila Bahasoen pada tanggal 17 Februari 2010.
Wawancara Pribadi dengan ibu Siti Khotimah pda tanggal 8 Februari 2010.
60
sehingga pasien sembuh lebih cepat. Seperti yang dikatakan Dr.
Laila Bahasoen: “Jauh..jauh, Nopi bagus dulunya ngamukngamuk, terus si Wulan bagus, terus Supriadi juga bagus itu, juga
apa ee..komunikasi interpersonalnya baik mau bertanggung jawab
terhadap pekerjaan dia sendiri, dia merasa berharga jadi
diterima.” 16 Pasien juga merasa penyakitnya jarang kambuh
biasanya pasien jika kambuh akan marah-marah, banting-banting
barang, nendang meja, tetapi dengan adanya peran orang tua
dengan memberikan perhatian pasien menjadi lebih tenang dan
penyakitnya jarang kambuh, seperti yang dikatakan mba Harlina: “
dulu sering kambuh tapi sekarang udah jarang”. 17 Peran orang tua
sangat berpengaruh dalam kesembuhan pasien karena pasien akan
merasa dirinya di sayang, diperhatikan dan pasien akan lebih cepat
sembuhnya.
3. Pasien lebih mandiri dan percaya diri.
Sebelum orang tua berperan dalam kesembuhan pasien
awalnya pasien tidak bisa mengurus dirinya sendiri dan merasa
tidak percaya diri. Tetapi setelah orang tuanya datang menjenguk
dan memberikan perhatian, nasehat, motivasi terlihat perubahan
pada diri pasien yaitu biasanya pasien diam, kurang bersosialisasi
dengan yang lain, menjadi lebih percaya dii dan dapat
bersosialisasi dengan baik, karena orang tua memberikan nasehat
16
17
Wawancara Pribadi dengan Laila Bahasoen pada tanggal 17 Februari 2010.
Wawancara Pribadi dengan Harlina pada tanggal 10 Februari 2010.
61
agar pasien bergabung atau berkumpul dengan orang lain dari
pada pasien berdiam diri dikamar atau melamun. Pasien juga
merasa lebih mandiri karena dapat melakukan kegiatan yang
diberikan oleh pihak rumah sakit seperti membuat kue,
pertukangan,
memasak
dan
kegiatan-kegiatan
lain
yang
dilakukan sendiri dan diperhatikan oleh petugas rumah sakit
apakah pasien dapat melakukan atau tidak, karena kegiatan
tersebut akan menjadi bekal atau kepandaian apabila pasien
keluar dari rumah sakit.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang peran orang
tua dalam proses penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta yang merupakan suatu kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Orang tua memberikan perhatian, kasih sayang dan mengorbankan
waktu dan hartanya untuk menyembuhkan pasien karena orangtua
sangat sayang kepada pasien sehingga mereka rela melakukan peran
tersebut dengan baik dan ikhlas. Banyak orang tua yang berusaha
menyembuhkan pasien dengan cara alternatif (dukun, kyai,
paranormal), tetapi tidak ada perubahan yang terjadi merekapun
membawa kerumah sakit jiwa ini. Ada beberapa jenis atau cara
pengobatan yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta, yaitu pemeriksaan rawat inap, rawat jalan
yang dilakukan selama 2 minggu satu kali. Dan day care yaitu
aktifitas yang mengandung terapi yang di berikan kepada pasien
paska sakit.
2. Orang tua diberikan waktu berkomunikasi, bercengkrama dengan
pasien agar dapat mencerahkan rasa kangennya, ada juga orang tua
yang mengantar pasien untuk berobat karena pasien sudah berada di
rumah berada di rumah dan menjalani berobat jalan dan day care.
Keluarga juga menunggu pasien dengan sabar dan mengajak
62
63
berbicara dengan pasien sehingga pasien tidak bengong ketika
sedang menunggu di panggil oleh dokter dan ketika sedang
menunggu di bagian tunggu tunggu mengambil obat, walaupun
menunggu lama mereka tetap sabar menunggunya. Peran orang tua
sangat di butuhkan karena apabila pasien menjalani pengobatan ini
hanya dari obat dan dari sisi psikologisnya dilakukan oleh pihak
keluarga dan di bantu oleh pihak rumah sakit.
B. Saran
Berdasarkan
hasil
analisis
Peran
Orang
Tua
dalam
Proses
Penyembuhan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta,
maka penulis dengan ini menyarankan beberapa hal antara lain, kepada:
1. Orang Tua
a. Agar
orang
tua
lebih
memperhatikan
pasien,
karena
pengaruhnya sangat besar untuk proses penyembuhannya.
b. Jenguklah pasien ketika mereka menjalani pengobatan rawat
inap, agar pasien merasa diri mereka tidak di buang oleh
keluarga.
c. Tetaplah dengan sabar dan ikhlas dalam merawat pasien,
karena mereka membutuhkan perhatian, kasih sayang dan do’a
untuk pasien agar cepat sembuh.
64
2. Pasien
a. Berkomunikasilah dengan semua pasien dan para dokter,
perawat dan semua petugas rumah sakit agar tidak banyak
melamun dan menyendiri.
b. Selalu
shalat,
berdo’a
untuk
mempercepat
proses
penyembuhan.
c. Minum obat yang eratur agar pengobatannya tidak percuma
atau sia-sia.
3. Rumah Sakit
a. Agar lebih bekerja sama dengan pihak keluarga guna
mempercepat proses penyembuhan.
b. Agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan agar tidak
kotor dan bau, terutama kebersihan diri para pasien.
c. Lebih seringlah mengadakan acara konseling keluarga agar
para keluarga mengetahui lebih lanjut bagaimana keadaan
kesehatan pasien dan mengetahui bagaimana cara mengatasi
pasien ketika berada di rumah agar pasien tidak bolak-balik
untuk kerumah sakit untuk di rawat.
d. Agar dapat lebih bermasyarakat lagi kepada agar mereka
mengetahui tentang gejala-gejala gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Imam Setiadi. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien.
Bandung: PT. Refika Aditama. 2006.
Ansarian, Husain. Membangun Keluarga yang Dicintai Allah. Jakarta:
Pustaka Zahra. 2002.
Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera
membina Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka Antara,1996, Cet.
ke-54.
Al-Jauziah, Ibnu Qayyim. Metode Pengobatan Nabi SAW. Jakarta: Griya
Ilmu, 2007, Cet. ke-9.
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. 1991.
Arifin. A. Kamus Ilmiah Populer. Bandung: Rajawali Press. 2004.
Al-Tirmidzi dan Sutarmadi. A. Peranan dalam Pengembangan Hadist dan
Fiqh. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 1998.
Daradjat, Zakiah. Peranan Keluarga dalam Kesehatan Mental. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung, 1996, Cet. ke-15.
--------------------. Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga. Jakarta:
Bulan Bintang. 1993.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. 2001.
Barry, David. Pokok-pokok pikiran pikiran dalam Sosiologi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 1995.
Djam’an. K.H.S.S. Islam dan Psikosomatik. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Cet. ke-1.
Hawari, Dadang. Pelatihan Relawan Bimbingan Rohani Pasien. Sawangan, 9
Juli 2003. Jakarta: Dompet Dhu’afa Republika. 2003.
--------------------. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesejahteraan Jiwa.
Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1996.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007.
65
66
Jaelani. Penyusian Jiwa.: Tazkiyat al Nafs dan Kesehatan Mental. Jakarta:
Amzah. 2000, Cet. ke-1.
Kartono, Kartini dan Andari Jenny. Hygiene Mental dan kesehatan mental
dalam islam. Bandung: Mandar Maju. 1989.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Al-Husna Zikri. 1995.
Mubarok, Achmad. Jiwa dalam Al-Qur’an (solusi krisis keruhanian manusia
modern). Jakarta: Paramadina. 2000.
-----------------------. Psikologi Keluarga: dari keluarga sakinah hingga
keluarga bangsa. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005.
Moleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007, Cet. ke-33.
Nafis, Cholil. Fikih keluarga: Menuju keluarga sakinah, mawaddah, wa
rahmah, keluarga sehat, sejahtera dan berkualitas. Jakarta: Mitra
Abadi Press. Cet. ke-1.
Qaimi, Ali. Buaian ibu di antara surga dan neraka. Bogor: Cahaya, 2002,
Cet. ke-1.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Setia, 1997, Cet. ke- 1.
Warjowarsito, S. dan Poerwadarminta. Kamus lengkap inggris-indonesia,
Indonesia-inggris. Jakarta: Hasta. 1982.
Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren Alternatif Masa Depan. Jakarta:
Gema Insani Press, 1997, Cet. ke- 1.
Wahid, Mustafa Abdul. Manajemen Keluarga sakinah. Jogyakarta: Diva
Press, 2004 Cet. ke-1.
Zuhdi, Masfuk. Islam dan Keluarga berencana di Indonesia. Surabaya: Bina
Ilmu.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1920938-peran-keluarga-thdphalusioner/.
Download