Data The World Health Report 2005 ,menyebutkan

advertisement
STRATEGI PEMASARAN
INSTALASI MEDICAL CHECK-UP KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA Dr.SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
TESIS
BELLA PATRIAJAYA
NPM 1106118294
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa dan perilaku, menurut The World Health Report 2005, dialami
kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu saat dalam hidupnya dan lebih
dari 40% di antaranya didiagnosis secara tidak tepat sehingga menghabiskan biaya
untuk pemeriksaan dan pengobatan yang tidak tepat. Gangguan jiwa dan perilaku
dialami pada suatu ketika oleh kira-kira 10% populasi orang dewasa. Dalam
laporan itu dikutip juga penelitian yang menemukan bahwa 24% dari pasien yang
mengunjungi dokter pada pelayanan kesehatan dasar ternyata mengalami
gangguan jiwa. Indonesia telah menghadapi berbagai transformasi dan transisi di
berbagai bidang yang mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup, pola
perilaku dan tata nilai kehidupan. Dalam bidang kesehatan terjadi transisi
epidemiologik di masyarakat dengan bergesernya kelompok penyakit menular ke
kelompok penyakit tidak menular termasuk berbagai jenis gangguan akibat
perilaku manusia dan gangguan jiwa.
Berdasarkan data WHO 2010 sebanyak 450 juta orang mengalami gangguan jiwa
dan lebih dari 150 juta orang mengalami depresi, 25 juta orang menderita
skizofrenia/gangguan jiwa berat, lebih dari 90 juta orang pengguna alkohol dan
satu juta orang lebih bunuh diri tiap tahun. Sedangkan data gangguan jiwa di
Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, pada penduduk yang
berumur 15 tahun atau lebih mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan mental emosional ( seperti kecemasan, depresi, dan lain lain ) 11,6
persen dari populasi, dan 0,46 persen untuk gangguan jiwa berat . Sementara
untuk prevalensi gangguan mental emosional di DKI
sebanyak 14,1%
dan
untuk ganguan jiwa berat 2.03 %.
Masalah kesehatan jiwa di tempat kerja merupakan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan stresor psikososial. Dalam rangka menuju ke zaman industri,
pola penyuluhan di lingkungan industri dan perusahaan akan bergeser dari
penyuluhan pekerjaan yang disebabkan oleh stresor fisik dan biologik kepada
penyuluhan yang berkaitan dengan stresor psikososial. Karyawan makin banyak
terpapar limbah psikososial ketimbang limbah debu, pasir, zat beracun dan lainlain. Masalah kesehatan jiwa dan masalah psikososial di tempat kerja akan
mempengaruhi sumber daya manusia yang berakibat menurunnya produktivitas
dan kinerja sumber daya manusia, dana dan materi. Di Inggris berdasarkan data
Departemen dan Federasi Industri Inggris,diperkirakan 15-30% pekerja pernah
mengalami gangguan jiwa, minimal satu kali dalam masa kerjanya. Persentase
populasi yang mengalami gangguan jiwa di berbagai negara antara lain Brasil
36,3%; Kanada 37,5%; Belanda 40,9%; Amerika 48,6%; Meksiko 22,2%; dan
Turki 12,2%.
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam pola pikir (cognitive), motivasi kemauan
(volition), alam perasaan (affective), perilaku motorik (psychomotor). Dari
berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan patologis yang berhubungan dengan kondisi fisik maupun
mental.
Gejala-gejala
patologis
tersebut,
selanjutnya
disebut
sebagai
psikopatologis diantaranya adalah: perubahan dalam penampilan diri, sikap
perilaku, ketegangan (tension), alam perasaan seperti perasaan sedih, putus asa,
gelisah, cemas, rasa lemah secara fisik yang berlebihan (fatigue), gangguan tidur
(insomnia), tidak mampu melakukan tindakan untuk mencapai tujuan, gangguan
proses pikir, gangguan isi pikiran, hingga gangguan persepsi (hallucination,
illusion), (MIF. Baihaqi, dk,2005)
Banyak kerugian yang diakibatkan oleh ganguan jiwa,pada gangguan jiwa ringan
(neurotik) dengan pengaruh ke fisik ringan,misal nyeri kepala, sakit maag , nyeri
perut, akan menurunkan kinerja seseorang. Kerugian yang diakibatkan ganguan
jiwa berat ( psikotik) akan menimbulkan masalah Psikososial ,contoh-contoh
masalah psikosial antara lain :
a. Psikotik Gelandangan.
b. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa.
c. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak.
d. Masalah Anak Remaja : Tawuran, Kenakalan.
e. Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika.
f. Masalah Seksual : Penyimpangan Seksual, Pelecehan Seksual, Eksploitasi
Seksual.
g. Tindak Kekerasan Sosial.
h. Stress Pasca Trauma.
i. Pengungsi/Migrasi.
j. Masalah Usia Lanjut Yang Terisolir.
k. Masalah Kesehatan Kerja : Kesehatan Jiwa di Tempat Kesrja,Penurunan
Produktifitas,Stres diTempat Kerja. (Pedoman Pelayanan Fasilitas Kesehatan
Jiwa, Depkes 2005)
Untuk penderita gangguan jiwa berat yang dapat membahayakan diri sendiri atau
lingkungannya harus rawat inap, begitu juga penderita dengan peercobaan bunuh
diri, dibawah ini disampaikan data Pasien rawat inap
Tabel 1.1
Indikator Rawat Inap RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Periode 2010 – 2012
INDIKATOR
TAHUN
RATA ANGKA
2010
2011
2012 RATA
IDEAL
BOR (%)
50
62
66
59,33
60-80
ALOS (Hari)
28
26
25
26,33
23
TOI ( Hari)
8
9
13
10
23
BTO (Pasien)
18
16
9
14,33
6
GDR (%)
0,36
0,40
0,36
0,37
0,2
NDR (%)
0,36
0,40
0,36
0,37
0,2
Sumber : Laporan Tahunan RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (2010 - 2012) yang diolah
Kerugian
lain
yang
kurang
mendapat
perhatian yaitu kerugian ekonomi, Riskesdas 2007
menyebutkan kerugian
Ekonomi akibat gangguan jiwa mencapai 20 triliun rupiah pertahun. Status
Disabilitas Gangguan Jiwa di Indonesia belum ada penelitiannya, namun dari data
studi World Bank di beberapa negara baik yang sedang berkembang maupun
negara maju pada tahun 1995 menunjukkan bahwa 8,1% dari ”Global Burden of
Disease”
disebabkan
oleh
masalah
kesehatan
jiwa,
lebih
besar
dari
tuberkulosis(7,2%), kanker(5,8%), penyakit jantung(4,4%),malaria(2,6%). Data
ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa termasuk masalah psikososial,
harus mendapat prioritas tinggi dalam upaya kesehatan masyarakat.
Berbagai metode untuk mendiagnosis dan menangani masalah gangguan jiwa,
yang terutama adalah kemampuan untuk mengembangkan hubungan terapis dan
pasien yang memerlukan pemahaman mengenai kompleksitas perilaku manusia
dan teknik wawancara psikiatri yang didasarkan atas pengertian psikopatologi dan
psikodinamik. disamping itu juga pemeriksaan status mental seseorang yang
meliputi pemeriksaan gangguan fungsi kognisi seperti: kesadaran, konsentrasi
perhatian, orientasi, daya ingat (memory), asosiasi pikiran dan fungsi eksekutif.
Penilaian gangguan persepsi seperti: halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi.
Pemeriksaan gangguan alam perasaan: mood, ekspresi afektif, perasaan putus asa,
tak berdaya (depresi) hingga ide bunuh diri, serta penilaian fungsi psikomotor:
hiperaktivitas, retardasi motorik, katatonia, atau gerakan-gerakan aneh tertentu
(.MIF. Baihaqi, dkk. 2005 )
Selanjutnya sebagai pelengkap pemeriksaan yang komprehensif maka disertakan
juga pemeriksaan penunjang diagnostik yang disebut sebagai pemeriksaan
Psikometrik, analog dengan pemeriksaam penunjang laboratorium klinis dan
radiodiagnostik pada pemeriksaan medis umum. (Rusdi Maslim, 2008)
Dalam UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit disebutkan
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan
tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
3. Pelayanan Kesehatan
Paripurna
adalah
pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1 disebutkan :
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah
kesehatan /
kesehatan
penyakit
Pasal 47
menyebutkan
upaya
diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif,
dan
rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh,dan berkesinambungan.
Rumah Sakit Jiwa Soeharto
berdasarkan Permenkes
sehari
harinya
Herdjaan
sebagai rumah Sakit
340/MENKES/PER/III/2010
kegiatan
telah melaksanakan Tri Upaya Bina Jiwa yaitu melaksanakan
Prevensi ,Kurasi , dan Rehabilitasi .
Pencegahan Primer :
menurunkan
mengubah
penyebab
faktor
dalam
khusus
Prevensi
insiden pada
,
meningkatkan
masyarakat
kesehatan
/
dengan
dan
pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder : termasuk reduksi penyakit aktual,
deteksi dini
(early detection), dan penanganan masalah kesehatan
Pencegahan Tersier : mencakup penurunan
gangguan
atau kecacatan yg
diakibatkan oleh penyakit jiwa.
Uji kompetensi merupakan suatu standar penilaian kompetensi bagi seseorang
yang akan ditempatkan dalam suatu fungsi, jabatan, atau tugas tertentu. Penilaian
tersebut akan membantu dalam menempatkan seseorang yang diuji, pada posisi
yang tepat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (the right man in the right
place). Salah satu pengembangan model seleksi fit and proper test di lingkungan
aparatur pemerintah adalah melalui metode Mental Assesment. Peran Rumah Sakit
Jiwa sebagai institusi yang mengemban tugas untuk memberikan pelayanan,
pendidikan dan penelitian kesehatan
jiwa
di
masyarakat
maka perlu
mengembangkan dan meningkatkan kapasitasnya dalam menyelenggarakan
pelayanan yang mencakup tri upaya bina jiwa, mengingat perkembangan dan
variasi masalah kesehatan jiwa di masyarakat yang semakin kompleks (Renstra
RSJ Soeharto Heerdjan 2010-2014)
Salah satu peran pelayanan Rumah Sakit Jiwa dalam mengembangkan metode
preventif (Preventif Psychiatry) adalah melalui model pemeriksaan identifikasi
Mental Disorder dan identifikasi Mental Capacity seseorang dalam suatu proses
seleksi,
penempatan
dan
program
pengembangan
karir
yang
dapat
diselenggarakan dalam suatu model Psychiatric Medical Check-up untuk
identifikasi, penilaian profil neuropsikiatrik, kemampuan dasar (Intellegence),
kemampuan
potensial
(Aptitude),
serta
kemampuan
aktual
(Competence).(Rencana Bisnis Anggaran RSJ Soeharto Heerdjan 2013)
Dengan kata lain metode tersebut dapat digunakan untuk melakukan deteksi dini
apakah seseorang mengalami gangguan jiwa atau tidak,salah satunya dengan
menggunakan Psikometri sebagai alat untuk Medical Check Up
Kesehatan Jiwa
Data pemeriksaan Medical Check Up Kesehatan Jiwa dapat dilihat sebagai berikut
:
Tabel :1.2
Kunjungan Poliklinik dan Check Up Jiwa
2010
K
2011
T
K
2012
T
K
T
Kunjungan Poliklinik
Jiwa
27861 21000 28627 30647 33711
31427
Medical Check Up
Kesehatan Jiwa
46
2100
54
Sumber : Laporan Tahunan RSJ Soeharto Heerdjan 2012
Keterangan : K ; Kunjungan pasien,
T : target
3064
83
3142
Kalau melihat data diatas ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu :
antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya medical Check-Up,
kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan jiwa,adanya stigma pada masyarakat
untuk berkunjung ke RSJ,bisa juga karena kurangnya pemasaran untuk Medical
Check Up Kesehatan jiwa tersebut.
Dalam Essential of Health Care Marketing, Berkowitz (1996) menyebutkan
bahwa pemasaran pelayanan kesehatan telah diterima menjadi suatu fungsi di
dalam manajemen organisasi-organisasi pelayanan kesehatan lebih dari 20 tahun
yang lalu. Dimana pada masa itu, pelayanan kesehatan sudah melalui perubahan
yang dramatis di dalam reimbursement (penggantian pembayaran), kompetisi, dan
struktur. Dampaknya, ketika pemasaran mulai menjadi suatu alat baru yang
digunakan dalam pelayanan kesehatan, maka tujuan utama dari para penyedia,
organisasi, dan supplier pelayanan kesehatan adalah menyediakan layanan
penting untuk dapat disampaikan kepada sasarannya.
Dalam Healthcare Business Market Research Handbook (2008), Opinion
Research Corporation mengungkapkan data tentang alokasi anggaran sistem
kesehatan dan rumah sakit, dimana sistem kesehatan dan rumah sakit
membelanjakan sekitar 0.5%-2% dari anggaran operasionalnya untuk pemasaran.
Pemasaran yang dimaksud termasuk periklanan dan community relationship atau
public relationship. Berdasarkan survei terbaru terhadap 3.600 anggota Society for
Healthcare Strategy and Market Development (SHSMD) telah diketahui bahwa
alokasi anggaran pemasaran organisasi pelayanan kesehatan terdistribusi atas:
periklanan 48%, publikasi 17%, collateral materials 10%, kegiatan komunitas
9%, riset pemasaran 6%, manajemen website 5% dan lainnya 9%. Healthcare
Business Market Research Handbook lebih lanjut mengungkapkan bahwa Cooper
University Hospital’s Cancer Institute of New Jersey (Camden) melakukan
kampanye di TV komersial dengan menggunakan artis dan pembawa acara
terkenal sebagai modelnya. demikian pula Vanderbilt University Medical Center
(Nashville) melakukan kampanye dengan reklame dan TV untuk menarik para
pelanggannya. Hal ini semakin menegaskan bahwa rumah sakit-rumah sakit di
luar negeri telah dengan gencar melakukan kegiatan pemasaran bahkan dengan
advertising atau beriklan menggunakan media televisi.
Adapun di kawasan regional Asia Tenggara, langkah promosi atau kegiatankegiatan pemasaran yang lainnya telah dilakukan pula secara terang terangan.
PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) menyatakan bahwa rumah
sakit-rumah sakit negara tetangga seperti di Singapura atau Malaysia sudah tidak
sungkan-sungkan memasang iklan dan melakukan kegiatan kegiatan kehumasan
di Indonesia untuk menarik warga Indonesia berobat ke tempat mereka. Makanya
arus berobat ke luar negeri pun semakin tinggi. (Sutedja, 2007). Soekarnen
menyebutkan bahwa 45% pasien asing rumah sakit di Singapura adalah warga
Negara Indonesia. (Trust, 2010)
Hal ini mulai disadari oleh pelaku industri rumah sakit dalam negeri yang
ditunjukkan dengan perhatian yang lebih pada peningkatan kinerja dan kualitas
pelayanan, termasuk mulai melakukan kegiatan pemasaran. Meskipun sampai saat
ini pihak industri rumah sakit, terutama RS Pemerintah, masih malu malu
melakukan kegiatan pemasaran seperti promosi apalagi advertising, namun sudah
mulai diatur pedoman etika pemasaran dan berpromosi bagi rumah sakit. Menurut
(Sutedja,2007), PERSI sebagai organisasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia telah berinisiatif membuat Buku Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit
dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia
(MAKERSI) di Semarang tanggal 23 Juli 2005. Landasan hukum atau kebijakan
terkait dengan pemasaran pun secara konstitusional telah disebutkan dalam
Undang-Undang RI Nomor 44/2009 tentang rumah sakit dalam pasal 30 dimana
salah satu hak rumah sakit boleh mempromosikan pelayanan yang disediakannya
dalam koridor aturan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
Untuk pemasaran Medical Check Up Kesehatan Jiwa tidak mudah karena tidak
bisa terlepas dari Stigma Rumah Sakit Jiwa yang hingga kini masih melekat di
masyarakat sebagai tempat yang menakutkan, menyeramkan kalau bisa jangan
sampai masuk kesana.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai Rumah Sakit Pemerintah,Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan sudah
dikenal sejak lama sebagai Rumah Sakit Jiwa Grogol yang melayani Orang
dengan gangguan jiwa, sebenarnya tidak demikian dengan pemeriksaan Medical
Check Up yang dilaksanakan di Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa yang
baru didirikan pada 21 Desember 2012, sasarannya justru orang orang sehat yang
melakukan deteksi dini, dan juga karyawan yang melakukan Fit and Proper Test,
namun masyarakat yang memanfaatkan Medical Check Up tersebut masih rendah
sehingga target belum tercapai, hal ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya Medical Check-Up, kurangnya pengetahuan
mengenai kesehatan jiwa,bisa juga karena kurangnya pemasaran untuk Medical
Check Up Kesehatan jiwa tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat ditentukan
pertanyaan peneltian sebagai berikut:
1
Bagaimana analisis situasi Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa
yang mencakup faktor Internal dan External ?
2
Bagaimana strategi pemasaran Instalasi Medical Check-Up Kesehatan
Jiwa ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Disusunnya rencana strategi pemasaran Instalasi Medical Check-Up
Kesehatan Jiwa ,
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya analisis situasi pada Instalasi Medical Check- Up
Kesehatan Jiwa
2. Diketahuinya Posisi pemasaran pada Instalasi Medical Check Up
Kesehatan Jiwa
3 Diketahuinya strategi pemasaran pada Instalasi Medical Check-Up
Kesehatan Jiwa
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi rumah sakit-rumah sakit pemerintah
khususnya Rumah Sakit Jiwa dalam melakukan
kegiatan pemasaran
seperti promosi ataupun advertising.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan Instalasi Medical Check-Up
Kesehatan Jiwa
3. Sebagai wahana pengembangan keilmuan bagi mahasiswa untuk bisa
mahir dibidang
pemasaran rumah sakit.
1.6. Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian operasional mengenai rencana
pemasaran (marketing plan) Instalasi Medical Check-Up RSJ Soeharto Heerdjan
yang dilakukan dengan metode kualitatif dengan menelaah dokumen-dokumen
terkait, wawancara mendalam
kepada direksi rumah sakit dan kepala-kepala
instalasi terkait, termasuk kepada dokter,psikolog, perawat dan pasien. Peneliti
tertarik meneliti topik ini untuk mengetahui lebih mendalam tentang aspek-aspek
rencana pemasaran rumah sakit terutama pada unit bisnis Instalasi Medical
Check-Up RSJ Soeharto Heerdjan . Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan
Maret sampai dengan Bulan Mei 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan UmumTentang Gagguan Jiwa
2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Salah satu definisi jiwa yang sehat adalah seseorang dinyatakan sehat jiwanya,
apabila ia memiliki kepribadian sedemikian rupa sehingga mampu beradaptasi
dan re-adaptasi terhadap berbagai distress yang dihadapi. Ciri–ciri seorang yang
sehat jiwanya (the presence of physical and emosional well being):
1. Mengenal (sadar) akan dirinya
2. Nyaman terhadap dirinya sendiri
3. Mampu dan nyaman menjalin hubungan dengan orang lain
4. Mempunyai tujuan hidup
5. Mampu aktif dan produktif dalam melaksanakan tugasnya
6.
Mampu menikmati kesenangan dalam hidupnya, menjalin hubungan
heteroseksual dan mencapai kepuasan bersama
7. Mampu menerima kekurangan – kekurangan dirinya secara realistik
Bagi seorang individu yang mengalami stres, akan timbul gejala gangguan jiwa
atau tidak, tergantung dari daya kemampuan mekanisme adaptasinya (coping
mechanism). Kemampuan beradaptasi tersebut tidak sama pada setiap orang dan
kemampuan ini pada setiap individu ada keterbatasannya.
Gejala gangguan jiwa merupakan proses akibat kegagalan dalam
penyesuaian, ketidak efektifan dalam penyesuaian (maladaptif) terhadap penyebab
gangguan jiwa (stressor) baik yang berupa kondisi fisiologis, psikologis atau
lingkungan sosial yang mempengaruhi kondisi kepribadian dan menimbulkan
gejala – gejala klinis (psikopatologi).
Data The World Health Report 2005 ,menyebutkan bahwa Gangguan jiwa dan
perilaku, dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu saat dalam
hidupnya dan lebih dari 40% di antaranya didiagnosis secara tidak tepat sehingga
menghabiskan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan yang tidak tepat. Hasil
penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002):
36% pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif, seperti gangguan depresi
dan mania, gangguan anxietas (cemas) dan gangguan psikosomatis.
Penyebab umum gangguan jiwa adalah faktor somato-psiko-sosial yang meliputi:
- faktor keturunan dan konstitusi genetis (hereditary)
- kondisi medis umum
- faktor kerentanan psikologik
- faktor lingkungan keluarga, kondisi pernikahan
- faktor kebudayaan, kepercayaan
Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan ateoretik
dan deskriptif dengan urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda
dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang
semakin luas).
2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa: (menurut PPDGJ III)
F00-09 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik
F0l-09 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat
Psikoaktif Lainnya
F20-29 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
F30-39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)
F40-49 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
F50-59 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan
Faktor Fisik
F60-69 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
F70-79 Retardasi Mental
F80-89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F90-98 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa
Kanak dan Remaja
Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis (kode Z)
Diagnosis Multiaksial:
Aksis I
Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F8089, F90-98, F99)
Kondisi Lain yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis
(tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R69)
Aksis II
Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive)
Retardasi Mental (F70-79)
(tidak ada diagnosis Z03.2, diagnosis tertunda R46.8)
Aksis III
Kondisi Medik Umum
Aksis IV
Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)
Aksis V
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning Scale)
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81
gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum baik
60-51 gejala dan disabilitas sedang
50-41 gejala dan disabilitas berat
40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas
30-21
berat dalam beberapa fungsi
disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi
dalam
20-11
hampir semua bidang
bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan
10-01
mengurus diri
persisten dan lebih serius
Tujuan diagnosis multiaksial

Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan
prognosis outcome

Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan
mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi
klinis, dan menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnosis yang
sama
2.1.3. Pemeriksaan Psikiatrik (W.F. Maramis. , 2005)
Dalam bidang psikiatri, tugas seorang
dokter adalah memeriksa pasien dan
kemudian menyimpulkan apakah pasien itu sehat atau terganggu jiwanya. Untuk
itu perlu dipelajari tentang metode, alat dan bahan yang harus diperiksa. Alat yang
dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan psikiatri adalah kepribadian si
pemeriksa sendiri. Metode yang digunakan adalah : wawancara dan observasi
serta pemeriksaan status mental.
Dengan wawancara dan observasi dilakukan pemeriksaan terhadap koordinat
psikiatri yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar dalam kesimpulan
pemeriksaan. Untuk memeriksa diikuti suatu bagan pemeriksaan yang sistematis.
Tujuan pemeriksaan psikiatrik pada umumnya ialah untuk mendapatkan satu atau
lebih dari pada hal-hal yang di bawah ini yaitu:
1. Menentukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai
dasar pembuatan diagnosa (diagnosa sementara) serta menentukan tingkat
gangguan serta pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatrik khusus) dan
selanjutnya penafsiran prognosanya.
2. Menggambarkan strukutur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan
riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dimiliki.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien untuk berpartisipasi secara wajar
dalam pengobatan yang cocok baginya.
2.1.3.1 Data Identifikasi
Data identifikasi memberikan ringkasan demografik tentang nama pasien, usia,
jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, latar belakang etnis dan agama.
Dokter harus menyatakan apakah pasien datang atas keinginan sendiri, dirujuk
atau dibawa oleh orang lain. Data identifikasi adalah alat untuk memberikan
sketsa ringkas tentang karakteristik pasien yang kemungkinan penting dan dapat
mempengaruhi diagnosis, prognosis, pengobatan dan kepatuhan.
2.1.3.2 Riwayat Gangguan/ Penyakit
Bagian ini memberikan gambaran yang lengkap dan kronologis tentang riwayat
episode gangguan psikiatrik maupun gangguan pada kondisi medis umum yang
terdahulu dan perkembangan gejala pasien yang digambarkan dan diringkaskan
secara sistematis. Jika terdapat hubungan antara gejala fisik dan psikologis maka
harus dicatat.
A. Riwayat Psikiatrik
B. Riwayat Gangguan Medis Umum
C. Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif
2.1.3.3 Riwayat Kehidupan Pribadi
A. Pranatal dan perinatal
B. Masa anak-anak awal (≤ 3 tahun)
C. Masa anak-anak pertengahan (3-11 tahun)
D. Masa anak-anak akhir sampai remaja
E. Masa dewasa
1. Riwayat pekerjaan
2. Riwayat perkawinan dan riwayat psikoseksual
3. Riwayat pendidikan
4. Keagamaan
5. Aktifitas sosial
6. Situasi kehidupan sekarang
7. Riwayat hukum
G. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga: orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota
rumah tangga dalam keluarga yang ditempatinya, anggota keluarga yang
pernah atau sedang menderita gangguan jiwa serta jenis gangguan jiwa
tersebut.
2.1.3.4. Pemeriksaan Fisik : Tanda vital dan pemeriksaan standar pemeriksan
fisik
2.1.3.5.Pemeriksaan Status Mental
Garis Besar Pemeriksaan Status Mental:
1. Gambaran Umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
2. Mood dan Afek
a. Mood
b. Afek
c. Kesesuaian
3. Bicara
4. Gangguan persepsi
5. Pikiran
a. Proses atau bentuk pikiran
b. Isi pikiran
6. Sensorium dan kognitif
a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran
b. Orientasi
c. Daya ingat
d. Konsentrasi dan perhatian
e. Kapasitas untuk membaca dan menulis
f. Kemampuan visuospasial
g. Pikiran abstrak
h. Sumber informasi dan kecerdasan
7. Pengendalian impuls
8. Pertimbangan dan Tilikan
9. Reliabilitas
2.1.3.6 Pemeriksaan Penunjang Psikometrik
(Rusdi Maslim, 2003)
Definisi dan Asal Mula Psikometrik
Psikometri atau Psychometric didefinisikan dalam Chambers Twentieth-Century
Dictionary sebagai
branch of psychology dealing with measurable factors’.
Untuk menelusuri perkembangan awal psikometri maka tidak mungkin kita
menafikan
perkembangan
inteligensi,
karena
perkembangan
psikometri
berkembang bersama dengan perkembangan teori dan pegukuran inteligensi.
Perkembangan teori inteligensi dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang
tampak dari pendapat atau studi-studi yang dilakukan oleh Galton yang sangat
mempercayai teori evolusi ini yang kemudian
mempengaruhinya dalam
menyusun teori tentang genius. Galton pada tahun 1869 menulis Hereditary
Genius: An Inquiry into its Laws and Consequences. Galton melakukan studi
geneologi terhadap keluarga-keluarga terkemuka di bidang sains dan berpendapat
bahwa kegeniusan yang bersifat genetika ini ditemukan dalam keluarga-keluarga
ini termasuk di keluarganya sendiri. Pada akhir abad XIX akhirnya berkembang
pendapat di Inggris bahwa ras kulit putih, bangsa Inggris, kelompok kelas
menengah adalah merupakan puncak dari evolusi ini.
Galton adalah bapak psikometri. Dia mendirikan laboratorium antropometri di
South Kensington exhibition tahun 1883, disana orang-orang yang menghadiri
eksibisi itu bisa diuji kecerdasan mereka melalui tiga hal, dan data yang diperoleh
dari tes itu dan studi lain memberi materi mentah untuk pengembangan alat-alat
yang bisa dijual. Dia juga melakukan studi kembar sebagai teknik meneliti
keturunan, dan bersama koleganya, Karl Pearson, dia menciptakan Koefisien
Korelasi Product-Moment untuk menganalisis data ini. Sebenarnya, usaha untuk
mengukur kecerdasan dengan tes yang dia lakukan itu mengalami kegagalan,
karena sedikitnya pengukuran yang dibuat Galton – variabel visual, auditory and
weight discrimination, dan varibel psikofisik lain yang saling berhubungan.
Galton juga mengembangkan kurva normal sebagai model untuk distribusi skor
tes.
Pearson terus mengembangkan matematika korelasi, yaitu dengan menambahkan
koefisien korelasi parsial dan ganda serta uji chi kwadrat. Charles Spearman
(1904) mantan tentara yang menjadi psikolog, lebih jauh mengembangkan
prosedur analisis matriks korelasi yang lebih kompleks yang kemudian menjadi
dasar analisis faktor.
Teori Umum Pengukuran (Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa, 2003)
Campbel mendefinisikan pengukuran “assignment of numerals to objects or
events according to rules”. Jadi pengukuran adalah pemberian angka-angka
kepada obyek atau peristiwa menurut suatu aturan. Berapa panjang meja, tiang,
kain adalah contoh-contoh mencocokkan obyek-obyek dengan suatu ukuran.
Sifat Matematika.
Pengukuran sangat berkaitan dengan matematika. Kita tidak dapat memahami
sifat pengkuran tanpa mengetahui apa-apa tentang matematika. Matematika
sebenarnya bukan sekedar angka angka tetapi adalah sebuah bahasa logika
(Bertrand Russel).
Rumus dan Dalil.
Cabang matematika apapun bermula dari rumus-rumus. Rumus adalah sebuah
pernyataan yang diasumsikan benar tanpa perlu harus dibuktikan. Sebuah rumus
menyatakan sebuah asumsi tentang hubungan antar obyek. Misalnya, rumus a + b
= b + a. Ini berarti bahwa jika kita menggabungkan dua obyek, a dan b, tidak
perduli a atau b yang di depan akan memunculkan hasil yang tidak berbeda.
Sebuah rumus sangat berguna karena kesimpulan atau deduksi yang kita peroleh
darinya dan dari kombinasinya dengan rumus yang lain. Dalam mengembangkan
sistem dari satu rangkaian rumus tidak akan ada dua hal yang bertentangan. Pasti
keduanya akan konsisten secara internal. Dengan deduksi logis, muncullah dalil.
Jika penalarannya logis atau sejalan dengan rumus, maka dalil-dalil itu benar
karena rumusnya benar. Kebenaran yang dimaksud disini adalah kebenaran logis
bukan kebenaran empiris. Dari rumus sampai dalil, kesemuanya berada dalam
tataran gagasan atau ide. Tidak ada poin untuk menuntut bukti eksperimental dari
deduksi itu. Bukti yang paling layak adalah berada pada tataran logis.
Model Matematika
Dengan kata lain, baik rumus maupun dalil matematika tidak melaporkan apapun
tentang dunia dimana kita hidup, dunia yang bisa diamati (dengan indera).
Gagasan kuno bangsa Yunani bahwa dunia berjalan sesuai dasar matematis adalah
salah. Matematika adalah temuan (invention) manusia bukan fakta di lapangan
(discovery). Salah juga jika dikatakan bahwa kurva distribusi Gaussian atau
normal, adalah kurva biologis atau kurva psikologis. Keduanya adalah murni
kurva
matematis.
Sebenarnya
keduanya
yang
bisa
digunakan
untuk
menggambarkan distribusi observasi dalam biologi dan psikologi adalah
koinsidental. Namun hal ini tidak akan menghapus keyakinan yang kuat, dan
bahkan keakuratan, penggunaan distribusi normal sebagai model untuk
menggambarkan peristiwa-peristiwa di alam biologis dan psikolgis. Sebenarnya,
ini adalah contoh yang baik tentang fungsi umum matematika – memberi model
yang yang meyakinkan dan berwarna untuk mendeskripsikan alam. Alam tidak
pernah sepasti yang dijelaskan oleh model matematika. Semua deskripsi itu
hanyalah perkiraan, bisa tepat bisa melenceng.
Isomorphisme
Dengan demikian tidak bisa kita katakan bahwa alam tunduk kepada hukum
matematika. Jika pernyataan ini benar, kemudian bagaimana kita bisa
menggunakan model matematika untuk menggambarkan alam? Bagaimana kita
bisa menandakan angka kepada obyek dan peristiwa? Bagaimana kita bisa
mengukur sesuatu yang tidak ada ke dalam bentuk angka? Jawabannya adalah
struktur alam yang kita ketahui memiliki karakteristik yang cukup paralel dengan
struktur sistem dalam matematika. Di sana diantara dua itu ada yang dinamakan
dengan isomorphisme:kesetaraan bentuk (equivalence of form). Di beberapa hal
kesetaraannya sangat detail, meskipun di beberapa hal lain kesetaraannya kabur.
Aplikasi sistem matematika apapun dapat diuji secara empiris. Misalnya, kita
menggunakan kurva distribusi normal untuk deksripsi pengukuran, kita bisa
menguji “goodness of fit” dengan melakukan uji chi kwadrat. Jika chi kwadrat
kecil maka kita menerima model kurva normal, jika chi kwadrat tinggi maka kita
menolak model itu sebagai deskripsi. Jika kita menemukan kesesuaian (fit)
diterima, kita bisa mengambil keuntungan dari karakteristik matematis kurva
normal dalam memperoleh kesimpulan mengenai data dan dalam melakukan
prediksi yang bergantung kepada karakteristik matematikanya. Kita juga dengan
sangat yakin menyatakan bahwa kesimpulan dan prediksi kita akan memiliki eror
yang sangat kecil. Kesimpulan dan prediksinya berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
Sifat Angka
Tidak ada definisi tunggal yang mencakup semua jenis angka. Ada sebuah definisi
yang diberikan oleh Bertrand Russel, yang terlihat tepat jika diterapkan untuk
angka rasional yaitu angka adalah “kelas dari semua kelas”. Ini hanya bisa
dijelaskan dengan baik dengan menggunakan ilustrasi. Beberapa kelas obyek
(apapun obyek itu) memiliki kelas yang sama karena mereka pada umumnya
memiliki karakteristik angka dua. Dua ikan, dua manusia, dua pensil, dua
gagasan, kesemuanya memiliki kelas karena satu alasan. Elemen kesamaannya
adalah dua. Duo, trio, kuarter, adalah kelas-kelas yang dibentuk oleh nalar
“keangkaan” (“numerosities”) dalam diri mereka.
Perkembangan Sistem Angka
Sistem angka adalah bagian dari sistem alamiah. Sistem alamiah meliputi semua
bilangan bulat positif yang tidak diragukan lagi diperlukan untuk melakukan
penghitungan obyek diskrit. Untuk tujuan ini diperlukan bilangan bulat positif
yang bisa menggunakan operasi tambahan dan perkalian. Hasil dari operasi itu
adalah bilangan bulat positif pula. Namun, operasi pengurangan agak terbatas
perannya dalam sistem ini kecuali jika pengurangan dilakukan oleh bilangan itu
sendiri atau bilangan yang lebih kecil. Perluasan dari pengurangan bisa
menghasilkan angka negatif. Operasi pembagian lebih terbatas lagi karena
pembagaian dilakukan tergantung dari operasi perkalian bilangan bulat positif,
karena kalau tidak akan menghasilkan bilangan pecahan Sistem angka yang
memasukkan angka positif, negatif, dan pecahan disebut sistem rasional. Dalam
sistem ini digunakan dua angka umum yaitu poositif dan negatif. Selain itu empat
opersional (penambahan, perkalian, pengurangan, dan pembagian) bisa dilakukan
kecual pembagian dengan angka nol.
Aplikasi Angka untuk Pengukuran
Menurut prinsip isomorphisme, kita bisa menggunakan angka dalam
pengukuran (menandakan mereka ke dalam benda atau peristiwa) sejauh
karakteristik angka itu paralel dengan karakteristik obyek atau peristiwa yang
diukur.
Beberapa karakteristik Angka yang Digunakan dalam Pengukuran.
Ada tiga karakteristik yang paling penting dalam pegukuran, yaitu: identitas, rank
order, dan additivitas. Angka, kecuali untuk kasus persamaan, dapat ditempatkan
di dalam urutan yang tidak bertentangan dengan skala linier. “Additivitas” adalah
operasi penambahan yang konsisten secara internal. Di saat itu lebih penting
diketahui konsep additivitas apa yang digunakan. Semua operasi dasar dapat
digunakan dalam additivitas. Jika penambahan bisa dilakukan dengan angka
rasional maka bisa juga digunakan ke dalam tiga operasi yang lain. Pengurangan
adalah penambahan dua angka yang salah satunya adalah bilangan negatif.
Perkalian adalah proses penambahan pengganti dari angka yang sama. Pembagian
adalah proses pengurangan pengganti yang merupakan penambahan pengganti
angka negatif.
Contoh Urutan
Penggunaan urutan (order) mudah sekali dilakukan. Misalnya, dalam psikologi
binatang, induk ayam yang biasanya mematuk induk ayam kedua ketika berebut
makanan yang sama dikatakan lebih dominan. Dengan pecking test urutan
patukan atau tingkat dominasi induk ayam atas yang lain bisa ditentukan. Dengan
pengamatan langsung, nada bisa diukur tinggi nadanya dengan penilaian “lebih
tinggi”, warna merah bisa diurutkan berdasarkan tingkat “kemerahannya”, atau
foto bisa diurutkan berdasarkan kepada tingkat “pencahayaannya”.
Contoh Additivitas.
Additivitas jarang sekali digunakan, sekalipun dalam fisika. Contohnya adalah
panjang benda. Pertama kita melakukan urutan atau order. Jika kita mengambil
dua benda yang linier (kawat, tongkat, dan papan) dan meletakkan mereka secara
bersisian dengan ujung setiap benda itu dijajarkan secara setara, kemudian kita
bandingkan panjang mereka. Dengan pengamatan langsung maka kita langsung
bisa menentukan mana yang lebih panjang. Tiga benda itu bisa kita sambung
sehingga kemudian kita bisa mendapatkan hasil penambahan panjang ketiga
benda itu. Penambahan di atas tidak bisa dilakukan kepada peristiwa-peristiwa
tertentu. Misalnya kita tidak bisa menambahkan dua tingkat temperatur suhu.
Misalnya jika dalam suatu ruangan memiliki suhu 28° C dan 32° C, kita tidak bisa
kemudian menambahkan dua kondisi itu sehinga hasilnya 28° C + 32° C = 50° C.
Dalam ilmu fisika hal ini tidak bisa terjadi.
Pengkuran dengan Angka yang Terbatas
Contoh pengukuran yang terbatas adalah skala sentil dalam psikologi. Sentil
adalah rank dari 100 posisi rank. Sentil P80 adalah posisi ke 80 dari rank
terbawah. Perbedaan antara P80 dan P60 adalah 20% kasus antara dua persentil
ini. Dalam hal ini kita telah melakukan pengurangan yang jelas 5 yaitu 80 – 60 =
20 yang hasilnya sama dengan 40 – 20 = 20. Namun hasil yang sama di atas
belum tentu bisa diterapkan dalam skor persentil.
Rumus Dasar Pengukuran
Ada sembilan rumus yang menjadi dasar pengukuran, yaitu:
1. a = b tidak bisa sekaligus menjadi a ≠ b.
2. Jika a = b, maka b = a
3. Jika a = b dan b = c, maka a = c
5. Jika a > b dan b > c, maka a > c
6. Jika a = p dan b > 0, maka a + b > p
7. a + b = b + a
8. Jika a = p dan b = q, maka a + b = p + q
9. (a + b) + c = a + (b + c)
Rumus pertama adalah identitas angka. Angka itu identik atau berbeda. Rumus
kedua hubungan ekualitas adalah simetris. Ekualitas dapat dibalik. Rumus ketiga
adalah sesuatu yang sama dengan beberapa hal sama maka akan sama satu sama
lain. Rumus 4 menyatakan bahwa relasi > adalah asimetris. Kita tidak bisa
membalikkan dua hal yang asimetris. Tidak bisa kitakan bahwa a > b maka a < b.
Rumus 5 adalah pernyataan transitif. Pernyataan yang intransitif adalah Klub
Sepakbola A mengalahkan B, B mengalahkan C, dan C mengalahkan A.
Sepakbola bukanlah matematis. Ranking di atas adalah sirkular bukan linier.
Rumus 6 menunjukkan kemungkinan penjumlahan. Hasilnya akan berbeda jika b
lebih besar atau lebih kecil dari nol, tapi akan sama jika b = 0. Rumus 7
menyatakan bahwa urutan dalam penambahan tidak memiliki pengaruh. Rumus 8
menyatakan bahwa obyek yang sama dapat saling ditukar dalam penambahan.
Rumus 9 menyatakan bahwa urutan kombinasi atau asosiasi tidak akan berbeda
hasilnya dalam penambahan.
Empat Level (Skala) Pengukuran
Secara berurutan dari level yang terendah sampai yang tertinggi empat
pengukuran adalah sebagai berikut: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Level
pengukuran ini dibedakan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut definisi
pengukuran – assignment of numerals to objects and events according to rules –
aturan yang digunakan dalam penandaan angka mencakup kriteri esensial yang
mendefinisikan skala. Skala yang lebih tinggi memerlukan aturan-aturan yang
lebih rumit, membutuhkan lebih banyak rumus. Ada juga beberapa perbedaan
seberapa banyak yang dapat dilakukan secara matematis dan statistik terhadap
angka-angka pada level pengukuran yang berbeda. Level skala yang lebih tinggi,
semakin banyak yang bisa kita lakukan terhadap angkaangka itu semakin banyak
yang kita peroleh dalam pengukuran.
Skala Nominal.
Dalam skala nominal kita hanya menggunakan sebuah angka sebagai label kelas
atau kategori. Angka-angka kelas dianggap setara. Kita bisa menandai mereka
dalam “kelompok 1” “kelompok 2’ dan seterusnya. Angka dapat saling ditukar.
Satu-satunya aturan untuk menandai dengan angka adalah bahwa semua anggota
kelas akan memiliki angka sama dan tidak ada dua kelas yang dengan angka yang
beda.
Perlu diingat bahwa klasifikasi adalah bentuk yang paling lemah dalam level
pengukuran. Ketika kelas-kelas itu dapat diurutkan beradasarkan skala linier,
berarti selangkah lebih baik level pengkurannya. Dalam klasifikasi ini kita bisa
menggunakan frekuensi sebagai hasil pengukuran untuk setiap kategori.
Sementara untuk mengetahui kelas yang paling populer bisa menggunakan
modus. Sementara itu jika ada dua klasifikasi dalam satu variabel dan dua
klasifikasi lagi di variabel yang lain maka kita bisa menentukan interdependensi
dua variabel dengan menghitung koefisien kontingensi. Karakteristik level
pengukuran yang lebih bawah bisa digunakan oleh pengukuran yang lebih atas.
Skala Ordinal.
Dalam pengukuran skala ordinal, angka yang diberikan menggunakan
karakteristik rank order. Dasar logis untuk rank order ada di rumus 4 dan 5. Jika a
dan b tidak sama, maka keduanya berbeda sifat obyeknya. Skor motivasi 4 tidak
sama dengan skor motivasi 5.Kadang-kadang dasar klasifikasi dalam kategorikategori berkomposisikan dari dua variabel atau lebih. Misalnya, melakukan
ranking terhadap orang-orang sesuai dengan level sosioekonominya dimana ada
dua indeks variabel atau lebih, misalnya penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan.
Dua orang mungkin saja berada di ranking yang sama untuk penghasilan tapi
memiliki ranking yang berbeda dalam pendidikan. Rumus 4 bisa kita gunakan.
Penerapan rank order bisa dianggap sebagai klasifikasi ke dalam kategori
kuantitatif. Perbedaan antara dua kategori berdasarkan kepada beberapa kualitas
atau karakteristik obyek yang rankingkan. Pembedaan sempurna berarti
menempatkan hanya satu obyek dalam satu kategoiri, seperti yang dilakukan
dalam metode rank order. Setiap kategori kemudian memiliki frekuensi satu. Tapi
dalam
pemahaman
menghindari
umum,
pemaksaan
kelompok-kelompok
pembedaan
yang
bisa
melampaui
digunakan
batas
untuk
ketepatan
observasional. Setelah memiliki frekuensi lebih dari satu dalam beberapa atau
semua kategori. Metode yang sesuai dengan deskripsi ini disebut dengan metode
successive categories. Tidak harus jarak antar kategori itu sama seperti yang
dimiliki oleh skala interval.
Statistik yang digunakan untuk skala nominal bisa digunakan juga untuk skala
ordinal, yaitu frekuensi, modus, dan koefisien korelasi kontingensi. Prinsip order
memungkinkan untuk menggunakan statistik tambahan, yaitu median, sentil, dan
koefisien korelasi rank-order
Skala Interval
Skala interval disebut juga dengan skala unit-unit. Skala interval dalam setiap unit
memiliki jarak yang sama satu sama lain. Dalam skala ini posisi nol memiliki
posisi yang bebas. Nol bukanlah batas terendah dari skala ini. Contohnya adalah
skala temperatur udara dan skor z. Statistik yang bisa kita gunakan adalah ratarata, deviasi standar, Korelasi Pearson product-moment. Yang tidak bisa
digunakan adalah variasi, karena posisi nol yang bebas itu membuat semua variasi
adalah sama.
Skala Rasio
Skala rasio memiliki karakteristik yang sama dengan skala interval tapi memiliki
nilai 0 mutlak. Nilai terendah dari skala ini adaah 0. Semua rumus di atas bisa
digunakan. Semua statistik bisa digunakan termasuk koefisien variasi.
Menghitung obyek adalah skala rasio karena memiliki nilai 0 (tidak ada obyek),
ini disebut rasio frekuensi
Pemeriksaan Psikometrik bertujuan untuk menilai gambaran kepribadian seorang
individu yang menunjang tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pekerjaannya
dan mendeteksi adanya potensi gangguan kepribadian dan potensi psikopatologi
pada peserta test/klien yang dapat menghambat tugas pokok dan fungsinya di
kemudian hari. Pemeriksaan Psikometrik tersebut untuk melihat Mental Disorder
dan Mental Capacity seseorang yang terdiri dari beberapa bentuk pemeriksaan
yaitu :
1. Profil
Kepribadian:
mengukur
disiplin,
menggambarkan
derajat
kemampuan hubungan interpersonal serta kemampuan mengendalikan
emosi.
2. Kapasitas Fungsional: mengukur motivasi dan menggambarkan derajat
kemampuan memecahkan masalah.
3. Potensi Psikopatologi: merupakan skala penilaian kondisi distress dan
hendaya (disfungsi) pada saat pengukuran dan alat prediksi untuk potensi
gangguan fungsi mental di masa yang akan datang.
Hasil interpretasi penilaian adalah sebagai berikut:
1.
Validitas dan akurasi hasil penilaian dengan skala penilaian
validasi.
2.
Psikogram fungsi psikologik menyeluruh (Overall Psychological
Function).
3.
Kategorisasi hasil interpretasi:
Kategori I = Memiliki kapasitas optimal.
Kategori II = Cukup optimal dan perlu pengembangan.
Kategori III = Kurang optimal dan perlu konsultasi (konseling)
Tidak ada kategori, karena klien tidak mengerjakan tes ini dengan
sungguh-sungguh.
Saran dan rekomendasi.
TEKNIS PELAKSANAAN PENILAIAN ( S.O.P.Instalasi Medical Check Up
Keswa).
1. Persetujuan Klien untuk melaksanakan set pemeriksaan kapasitas mental.
2. Wawancara identifikasi dasar.
3. Pelaksanaan tes psikometri dilakukan dengan serentak pada sejumlah
peserta tes di Instalasi Medical CheckUp Kesehatan Jiwa tempatnya aman
tertutup dan tidak bising.
4. Proses pelaksanaan tes pemeriksaan psikologi dasar.
5. Hasil pemeriksaan akan diolah di-interpretasi oleh Tim Pemeriksa yang
Profesional dan bersertifikat.
6. Proses penyelesaian interpretasi hasil pemeriksaan paling lama 1 (satu)
jam sejak penyelesaian sesi pelaksanaan tes.
7. Hasil interpretasi pemeriksaan akan disampaikan kepada pihak yang
meminta pemeriksaan berupa: Laporan Hasil Penilaian Kapasitas Mental
dalam amplop tertutup.
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Berdasarkan Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow,
terdapat lima tingkat kebutuhan dasar manusia yaitu
1. Kebutuhan fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan sosial
4. Kebutuhan akan penghargaan
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan kebutuhan tersebut dimilki oleh setiap manusia dan berusaha untuk
dipenuhi sesuai tingkat perkembangan dirinya. Sedangkan keinginan manusia
adalah pola kebutuhan manusia yang dibentuk oleh kebudayaan dan individualitas
seseorang. Sesuai perkembangan masyarakat maka keinginan anggota masyarakat
itupun meluas. Mereka dihadapkan oleh berbagai
ragam objek yang
menimbulkan keinginan tahu dan hasratnya, para produsen membangun dan
mengiming imingi selera masyarakat akan kebutuhan tersebut.
Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran yang paling ringkas
adalah memenuhi kebutuhan secara menguntungkan. (Kotler dan Keller, 2006)
Ray Corey dalam Kotler et al, 1996 menyebutkan bahwa pemasaran meliputi
seluruh kegiatan perusahaan dalam beradaptasi dengan lingkungannya secara
kreatif dan menguntungkan. Sehingga tugas pemasaran adalah mengubah
kebutuhan masyarakat menjadi peluang yang menguntungkanPemasaran adalah
satu
fungsi
organisasi
dan
seperangkat
proses
untuk
menciptakan,
mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola
hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para
pemilik sahamnya. (Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Keller, 2006)
Pemasaran dapat diartikan sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi,
penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang, dan jasa dalam rangka
memuaskan tujuan individu dan organisasi. (Chandra, 2002) Adrian Payne dalam
bukunya “The Essence of Marketing”, sebagaimana dikutip oleh Wijono, 1999
menyebutkan pengertian pemasaran adalah suatu proses perasaan, pengertian,
stimulasi, dan kepuasan kebutuhan-kebutuhan dari target pasar yang terseleksi
khusus dengan penyaluran sumberdaya organisasi untuk mempertemukan
kebutuhan-kebutuhan. Wijono melanjutkan, dengan demikian pemasaran adalah
suatu proses memadukan sumberdaya organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan
pasar. Adapun fungsi pemasaran terdiri atas tiga komponen yaitu: (1). Marketing
mix, (2) marketing forces, dan (3)Matching process.
Weirich dan Koontz dalam Aditama, 1999 mengemukakan bahwa strategi
pemasaran dibuat untuk memberi petunjuk pada para manajer bagaimana agar
produk atau jasa yang dihasilkannya dapat sampai kepada konsumen dan
bagaimana memotivasi konsumen untuk membelinya.
Sumarni dan Suprihanto dalam Aditama, 1999 menyebutkan bahwa pemasaran
adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang
dan jasa yang memuaskan kebutuhan , baik kepada pembeli yang ada maupun
pembeli potensial.
2.2.2. Bauran Pemasaran
Ada pendapat yang mengatakan pemasaran adalah marketing mix, marketing mix
adalah pemasaran. Pendapat tersebut tidaklah keliru, namun harus pula dipahami
bahwa tidak semua elemen pemasaran dicakup dalam marketing mix. Marketing
mix yang banyak dikenal luas dikalangan masyarakat mencakup 4P (product,
place, price, promotion), sebagaimana yang pertama kali diungkapkan oleh
Jeromy McCarthy yang dikenal sebagai Bapak ‘Marketing Mix’. Padahal
marketing mix hanyalah sebagian dari aktitifitas pemasaran, bahkan hanya sebagai
bagian dari elemen taktik pemasaran (creation tactic) yang mengintegrasikan
tawaran, logistik, dan komunikasi produk atau jasa. Sehingga marketing mix
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu penawaran (offering) meliputi
product dan price, dan akses (access) meliputi place dan promotion. (Kartajaya,
2006)
Ada 7 faktor dalam marketing mix jasa yaitu (Zeithaml dan Bitner, 2000:19):
(1) Product
Product merupakan sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk dimiliki,
digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan,
termasuk di dalamnya adalah objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan
gagasan.
(2) Price
Price merupakan jumlah uang yang harus dibayar pelanggan dan konsumen untuk
suatu produk.
(3) Promotion
Promotion merupakan kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual ke
pembeli atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku.
(4) Place
Place berhubungan dengan proses menyampaikan produk ke konsumen. Produk
tidak akan mempunyai arti apa-apa bagi konsumen apabila tidak disampaikan atau
tidak tersedia pada saat dan tempat yang diinginkan konsumen.
(5) People
Dalam pemasaran jasa kemampuan personil sangat penting, karena dalam
pemasaran jasa terjadi interaksi langsung antara konsumen dengan personil.
(6) Physical evidence
Physical evidence atau lingkungan fisik dari perusahaan jasa adalah tempat
dimana pemberi jasa dan pelanggan berinteraksi.
(7) Process
Proses menciptakan dan memberikan jasa pada pelanggan merupakan faktor
utama dalam marketing mix jasa karena pelanggan akan memandang sistem
pemberian
jasa
tersebut
sebagai
bagian
dari
jasa
tersebut.
Jadi
keputusankeputusan tentang manajemen operasi adalah hal yang sangat penting
bagi keberhasilan pemasaran jasa.
2.2.3. Ruang Lingkup Pemasaran
Memasuki era globalisasi, ada sejumlah perubahan mendasar dalam lingkup
pemasaran sekaligus menjadi tantangan baru. Sejumlah kekuatan seperti
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membawa dampak besar bagi
dunia bisnis. Pelanggan semakin hari semakin kritis. Mereka menuntut
kualitas,layanan, kecepatan, fleksibilitas dan harga bersaing. Perbedaan persepsi
konsumen terhadap sejumlah produk semakin tipis,, akibtanya loyalitas konsumen
cenderung berkurang. Selain itu, konsumen juga semakin sensitif terhadap harga
dalam proses pembelian mereka. (Chandra, 2002) Adapun ruang lingkup
pemasaran dapat diringkas berdasarkan penjelasan Kotler dan Keller dalam buku
mereka Manajemen Pemasaran sebagai berikut:
Dari sudut pandang manajerial, pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang
dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan
organisasi. Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran
dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan,
menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Pemasar itu
terampil dalam mengelola permintaan. Mereka berupaya mempengaruhi level,
waktu dan komposisi permintaan. Pemasar terlibat dalam memasarkan banyak
jenis entitas: barang, jasa, acara khusus, pengalaman, pribadi, tempat, property,
organisasi, informasi dan ide. Mereka juga beroperasi pada empat tempat pasar
berbeda yakni konsumen, bisnis, global dan nirlaba.
Dewasa ini, bisnis menghadapi sejumlah tantangan dan peluang, termasuk
globalisasi, efek dari kemajuan dalam teknologi, dan deregulasi. Mereka sudah
menanggapinya dengan mengubah cara mereka melakukan pemasaran dengan
cara yang fundamental.
Ada lima konsep yang bersaing di mana organisasi dapat memilih untuk
melakukan bisnis mereka yaitu: konsep produksi, konsep produk, konsep
penjualan, konsep pemasaran, dan Konsep pemasaran holistic. Tiga hal pertama
digunakan secara terbatas dewasa ini. Konsep pemasaran holistik didasarkan pada
pengembangan, perancangan, dan implementasi program, proses, dan kegiatan
pemasaranyang
mengakyui
keluasan
dan
kesalingtergantungan
mereka.
Pemasaran holistic mengakui bahwa segala sesuatu terjadi dengan pemasarandan
bahwa sebuah komponen dari pemasaran holistik adalah pemasaran relasi,
pemasaran terpadu, pemasaran internal, dan pemasaran yang bertanggungjawab
sosial.
Manajemen pemasaran telah mengalami sejumlah pergesaran dalam tahun-tahun
terakhir ketika perusahaan mencari keunggulan pemasaran. perangkat tugas yang
perlu bagi manajemen pemasaran yang sukses mencakup pengembangan rencana
dan strategi pemasaran, berhubungan dengan pelanggan, membangun merek yang
kuat, membentuk tawaran pemasaran, menyerahkan dan mengkomunikasikan
nilai, merebut
pencerahan dan kinerja pemasaran, serta menciptakan
pertumbuhan jangka panjang yang berhasil. emasar menghadapi persaingan yang
semakin ketat baik dari merekmerek local maupun global yang berimplikasi pada
melonjaknya biaya promosi yang pada gilirannya mengakibatkan margin laba
semakin tipis. Yang paling memberikan dampak dalam praktek pemasaran adalah
kehadiran internet.Maraknya bisnis-bisnis transaski online menjadi fenomena
dalam perkembangan pemasaran dewasa ini. Semua hal ini adalah bagian dari
perubahan dalam dunia pemasaran.
Dalam rangka merespon perubahan-perubahan tersebut, Chandra menyimpulkan
model-model yang bermunculan dalam pemasaran sebagai berikut:
1. Relationship marketing, yaitu peralihan dari focus pada transaksi tunggal
menjadi upaya membangun relasi dengan pelanggan yang menguntungkan dalam
jangka panjang. Perusahaan akan berkonsentrasi pada pelanggan, produk, dan
saluran distribusi yang paling menguntungkan.
2. Customer lifetime value, yaitu peralihan dari laba pertransaksi penjualan
menjadi laba erdasarkan manajemen nilai pelanggan seumur hidup.
3. Customer share, yaitu peralihan dari focus pada pangsa pasar menjadi pangsa
pelanggan.
4. Target marketing, yaitu peralihan dari upaya menjual kepada setiap orang
menjadi usaha untuk menjadi perusahaan terbaik yang melayani pasar sasaran
yang dirumuskan secara spesifik.
5. Individualization, yaitu peralihan dari menjual produk yang sama dengan cara
yang sama kepada semua orang dalam pasar sasaran menjadi upaya
individualisasi pesan dan penawaran.
6. Customer database, yakni peralihan dari pengumpulan data penjualan menjadi
perancangan database konfrehensif mengenai pembelian, preferensi, demografis,
dan profitabilitas pada setiap kesempatan.
7. Channels as partners, yaitu pralihan dari perspektif yang menganggap
perantara sebagai pelanggan menjadi persepektif yang memperlakukan perantara
sebagai mitra dalam proses penciptaan nilai bagi pelanggan akhir.
8. Every employee a marketer, yaitu peralihan dari perspektif yang menempatkan
pemasaran sebagai tanggungjawab staf departemen pemasaran menjadi perspektif
bahwa setiap karyawan harus bersikap dan bertindak sebagai pemasar.
9. Model based decision making, yaitu peralihan dari pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi menjadi proses pengambilan keputusan berdasarkan
model dan fakta mengenai mekanisme pasar. Hermawan Kartajaya (2004)
mengatakan bahwa pemasaran itu intinya mencakup sembilan elemen yang ia
sebut sebagai “nine core element ofmarketing”, yaitu: segmentasi, targeting,
positioning, diferensiasi, marketing mix, selling, brand, service, dan proses.
Menurutnya bahwa suatu industri akan memiliki keunggulan bersaing yang bagus
jika mampu membangun kesembilan elemen tersebut secara baik.
2.3 Tinjauan Tentang Pemasaran Rumah Sakit
2.3.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pemasaran Rumah Sakit
Saat ini pemasaran mendapat perhatian yang semakin meningkat dari kalangan
profesional di bidang pelayanan kesehatan . Semakin banyak yang menyadari
bahwa konsep dan strategi pemasaran mendasari upaya meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan tugas, mendesain dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan
pengembangan serta pelaksanaan program program pemasaran.
Ada beberapa karakteristik pemasaran produk jasa pelayanan kesehatan, baik
yang profit maupun yang non profit oriented ( Trisnantoro 2002)
a Produk jasa kesehatan sebagian besar bersifat intangible
b Penghasil jasa kesehatan dengan produk yang dihasilkan tidak dapat dipisahkan
sehingga akan hilang bila tidak digunakan.
c Rumah Sakit biasanya selalu disorot oleh masyarakat, mendapat subsidi,
pengecualian
pajak dan banyak peraturan yang harus diikuti, maka biasanya
selalu mendapat tekanan politik, misalkan penggunaan dana untuk promosi
yang berlebihan biasanya mendapat
kritik dari masyarakat karena dianggap
pemborosan dana yang memang terbatas.
d Biaya kesehatan
konsumen
kurang sensitif terhadap
mereka cenderung
e Peraturan
ada dalam
biasanya dibayar oleh pihak ketiga, hal ini menyebabkan
biaya
yang dikeluarkan ,
sehingga
menggunakan fasilitas pelayanan yang kurang diperlukan.
yang ada kadang kadang membatai gerak Rumah Sakt yang
melaksanakan perencanaannya termasuk rumah sakit pemerintah.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2003) bahwa jasa memiliki ciri-ciri yaitu :
(1) tidak berwujud,
(2) merupakan suatu aktivitas, kegiatan atau kinerja,
(3) tidak menyebabkan kepemilikan,
(4) produksi dan konsumsi terjadi secara bersamaan, dan
(5) proses produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan produk fisik.
Rumah sakit sebagai institusi jasa mempunyai ciri-ciri sebagai industri jasa yaitu,
tidak berwujud, merupakan aktivitas pelayanan antara tenaga medis dan non
medis dengan pelanggan, tidak ada kepemilikan, konsumsi bersamaan dengan
produksi dan proses produksi bisa berkaitan atau tidak dengan produk fisiknya.
Rumah sakit adalah institusi yang unik dan memiliki dinamika tersendiri dalam
pengelolaannya. Sebuah rumah sakit mengumpulkan hampir semua bidang yang
dibutuhkan dalam pengelolaan suatu organisasi. Sangat tepat jika disebutkan
bahwa rumah sakit adalah institusi multi-kompleks yang padat karya, padat
modal, dan padat teknologi. karena yang diproduksi adalah jasa pelayanan
medik/kesehatan yang menggunakan berbagai macam tenaga profesi (medis
perawat, bidan, sanitarian, advokat, ekonom, teknisi, pekarya dan sebagainya),
membutuhkan modal (sumber daya) yang tidak sedikit, sekaligus memanfaatkan
teknologi terbaru dan canggih. Ketidakpastian perubahan yang terjadi secara
global, regional maupun lokal turut menuntut institusi rumah sakit untuk selalu
bisa menyesuaikan diri dan sangat diperlukan antisipasi melalui perencanaan
strategis untuk menghadapi perubahan tersebut. Bahkan seluruh komponen yang
ada didalamnya juga harus dipersiapkan untuk hal ini. Oleh karena itu, banyak
sekali aspek yang harus dipertimbangkan dalam menyusun suatu idealisme
mengenai bagaimana gambaran rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang dinamis. Hal ini semakin mengaskan bahwa pengelolaan rumah
sakit tidaklah sederhana.
Menurut Sjahruddin (2009), di era globalisasi seperti saat ini, sebuah institusi
rumah sakit dituntut untuk fokus pada kebutuhan, kendali mutu, kendali biaya,
berkeadilan, merata, terjangkau, terstruktur, aman, tepat waktu, efektif dan efisien.
Di samping memang hal ini telah menjadi prinsip umum (universal principle)
terhadap jaminan kualitas peningkatan kinerja aktivitas rumah sakit sebagai suatu
bagian dalam sistem pelayanan kesehatan. Lebih dari itu, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran membawa konsekuensi pada peningkatan
tuntutan terhadap peran dan fungsi rumah sakit. Sementara itu, pemanfaatan
potensi rumah sakit kadang tidak terbatas sehingga membutuhkan pengawasan
dan pengendalian. (www.dewimarthaindria.multiply.com, 2006)
Pengawasan dan pengendalian yang diterapkan mungkin berbeda antara suatu
negara dengan negara lain. Di sebagian negara dilakukan dengan membiarkan
terjadinya persaingan bebas diantara rumah sakit yang ada. Namun ternyata hal ini
malah mengakibatkan pelayanan yang buruk dan distribusi pelayanan kesehatan
yang tidak merata. Sebagian lainnya memanfaatkan
pengawasan birokratis untuk mengendalikan pelayanan yang berlebihan. Yang
terjadi justru pengawasan birokratis yang kaku dan menimbulkan hambatan
manajemen profesional. (www.dewimarthaindria.multiply.com, 2006)
Dalam perkembangannya, berbagai status rumah sakit telah ditetapkan oleh
Pemerintah agar mampu mengakomodasi kebutuhan pengelolaan rumah sakit.
Keragaman status tersebut antara lain rumah sakit sebagai Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Non Swadana, Swadana, Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP), Perusahaan Jawatan (Perjan), dan Badan Layanan Umum (BLU). Status
ini ditetapkan pada Rumah Sakit Pemerintah yang kepemilikannya ada ditangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Inti dari perbedaan status RS tersebut
terletak pada wewenang otonomi yang diberikan. (Harimat, 2006)
Soedarmono dkk (2000:37) menyatakan bahwa saat ini pola manajemen rumah sakit
sebagai berikut:
1. Manajemen rumah sakit masih berorientasi kepada intern organisasi saja,
belum berorientasi kepada pihak yang berkepentingan.
2. Manajemen rumah sakit masih berorientasi pada aspek masukan (input)
saja, belum berorientasi pada luaran (output) dan hasil akhir (outcome).
3. Pola
perencanaan masih berorientasi kepada penganggaran, belum
berorientasi kepada perencanaan strategis. Akibatnya manajemen terpaku
pada perencanaan pengadaan, bukan perencanaan pelayanan.
4. Pelayanan rumah sakit masih lebih berorientasi kepada tenaga kesehatan
(provider oriented), belum beralih kepada pelayanan yang berorientasi
kepada pasien (pent oriented).
5. Pelayanan kedokteran masih semata-mata berupaya untuk memperpanjang
usia harapan hidup (extending life), belum memperhatikan aspek kualitas
hidup (quality of life).
Rumah sakit adalah suatu industri jasa yang memiliki spesifikasi dan ciri
tersendiri
yang
membedakannya
dengan
industri
yang
khas
lain
Menurut Aditama (1999) ada tiga ciri khas rumah sakit yang membedakannya
dengan industri lainnya adalah :
1.
Dalam industri rumah sakit, sejogyanya tujuan utamanya adalah
melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk
dengan proses dan biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu
mendapatkan
perhatian
sakit.Perbedaan
ini
manajemen,khususnya
dan
tanggung
mempunyai
menyangkut
jawab
dampak
pertimbangan
pengelola
rumah
penting
dalam
etika
dan
nilai
kehidupan manusia
2. Kenyataan dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer)
tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka
yang diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka
sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di
luar negeri pihak asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang
boleh didatangi pasien. Jadi, jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang
memang diobati di suatu rumah sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa
rumah sakit belum tentu ada di tangan pasien itu. Artinya, kalau ada
upaya pemasaran seperti bisnis lain pada umumnya, maka target
pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasienya, bisa tempat kerjanya,
bisa para Dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan bisa juga pihak
asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan
pengobatan yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tapi
tergantung dari Dokter yang merawatnya.
3. Kenyataan menunjukan bahwa pentingnya peran para profesional,
termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiografer, ahli gizi
dan lain-lain.
Rumah sakit merupakan salah satu sektor publik yang vital yang harus dimiliki
oleh sebuah negara demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Namun ada satu
bidang yang masih banyak disalahpahami dan disalahartikan oleh kebanyakan
masyarakat yakni pemasaran. Meskipun pemasaran (marketing) telah lama
dikenal dan diterapkan pada industri lain, namun
hal ini masih relatif menjadi
fenomena baru dalam industri pelayanan kesehatan (rumah sakit). Pemasaran
menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (The American Marketing Association)
adalah suatu proses merencanakan dan mengeksekusi sebuah konsepsi, harga,
promosi, dan distribusi ide, barang dan jasa guna menciptakan tingkat kepuasan
individu dan organisasi sasaran. Pemasaran rumah sakit (Healthcare Marketing)
berarti menerapkan definisi tersebut pada wilayah pelayanan kesehatan. Sehingga
dapat dipahami bahwa pemasaran pelayanan kesehatan mencakup segala hal yang
erkaitan dengan pengembangan, pengemasan, harga, dan distribusi produk
pelayanan kesehatan dan juga segala mekanisme yang digunakan untuk
mempromosikan produk tersebut. (Thomas, 2008)
Menurut Sabarguna (2008), bahwa pemasaran rumah sakit tidak cukup lagi asal
ada, melainkan secara bertahap harus dapat dikembangkan ke arah yang lebih
konsepsional. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh akan menjadi pemborosan
pada investasi dan menghambat pengembangan lebih lanjut.Secara substansial,
terdapat perbedaan mendasar antara pemasaran jasa dan pemasaran barang. Dalam
pemasaran barang pada umumnya barang terlebih dahulu diproduksi dan baru
kemudian dijual, sedangkan dalam pemasaran jasa, biasanya dijual terlebih dahulu
dan baru kemudian diproduksi. Jasa mempunyai keunikan, dimana jasa secara
bersamaan dalam proses produksi dan konsumsi, sehingga kualitas jasa sangat
ditentukan oleh penyedia jasa, karyawan dan pelanggan. Dalam pemasaran jasa
perlunya perlunya pemasaran eksternal (external marketing), pemasaran internal
(internal marketing) dan pemasaran interaktif (interactive marketing) dalam
rangka memberikan kepuasan kepada pelanggan (Kotler, 2003).
Menurut Sabarguna (2004:1), perbedaan antara pemasaran rumah sakit dengan
pemasaran jasa pada umumnya yaitu:
1. Produknya berupa pelayanan yang hanya dapat menjanjikan usaha, bukan
menjadi hasil.
2. Pasien hanya akan menggunakan pelayanan bila diperlukan, walaupun
sekarang ini ia tertarik.
3. Tidak selamanya tarif berperan penting dalam pemilihan, terutama pada
kasus dalam keadaan darurat.
4. Pelayanan hanya dapat dirasakan pada saat digunakan, dan tidak dapat
dicoba secara leluasa.
5. Fakta akan lebih jelas pengaruhnya dari pada hanya pembicaraan belaka.
Dalam intensitas interaksi dalam penyampaian jasa dapat berlangsung dalam 3
tingkatan yaitu,
1. High-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang
signifikan antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa.
2.
Medium-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang
terbatas antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, dan
3.
Lowcontact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang
minimal antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa
(Lovelock dan Wright, 2007). Rumah sakit sebagai jasa kesehatan
merupakan sistem pemasaran jasa dengan kontak yang tinggi (HighContact Service) dan semua elemen pada system pemasaran jasa saling
terkait.
Selanjutnya Lovelock dan Wright menjelaskan komponen dan elemen pemasaran
jasa adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan personal (service personnel), dapat berupa hubungan langsung
(face to face) atau hubungan dengan alat telekomunikasi, surat, dan jasa
antaran.
2. Pelayanan fasilitas dan peralatan (service facilities and equipment), dapat
berupa bangunan eksterior dan interior, alat bantu
ersonal, dan
sebagainya.
3. Pelayanan nonpersonal (Service nonpersonnel), dapat berupa form surat,
brosur, katalog, web-site, periklanan, dan sebagainya.
4. Orang lain, dapat berupa berita dari mulut ke mulut (word of mouth).
Komponen-komponen di atas hendaknya senantiasa menjadi perhatian oleh
perusahaan jasa termasuk rumah sakit dalam mengelola system
enyampaian
pelayanan kesehatan. Dari perkembangan konsep pemasaran, terlihat adanya
pergeseran dari rumah sakit dari dokter sebagai sentral, menjadi pasien sebagai
sentral. Rumah sakit harus memperhatikan kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai
yang dirasakan pasien. Faktor kepuasan pasien merupakan hal yang penting
diperhatikan pihak rumah sakit.
Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee (2007) bahwa telah terjadi overlooked dan
misunderstood terhadap pemahaman tentang pemasaran dalam sector publik.
Pemasaran lebih diidentikkan pada pengiklanan, selling ataupun manipulasi.
Pemasaran hampir dipahami sebagai promosi saja. Padahal promosi hanyalah satu
dari bagian kegiatan pemasaran. Imbasnya kemudian, sector publik meninggalkan
keseluruhan kegiatan pemasaran yang bermanfaat. Mereka tidak lagi melakukan
riset pemasaran; tidak melakukan identifikasi pelanggan, partner,dan pesaing;
tidak melakukan segmentasi, targeting dan positioning; tidak ada managing
challenging process dan lounching pelayanan baru; tidak merekognasi canel baru
untuk distrbusi pelayanan publik; dan tidak ada proses
mengkomunikasikan
semua itu dengan cara persuasif. Image negative tersebut
dapat dimengerti karena kebanyakan mereka berangkat dari prferensi kegiatan
periklanan dan sales promosi sector privat.
Selanjutnya, Sabarguna mengidentifikasi pro dan kotra dalam pemasaranrumah
sakit terkait dengan konsep, proses, akibat, kompetisi, dasar, dan contoh sebagai
berikut: (Sabarguna, 2004)
a) Konsep Bagi yang pro mengatakan bahwa pemasaran lebih dari iklan tetap
mengarah pada pertukaran yang menguntungkan, sedangkan yang kontra
mengatakan pemasaran merupakan iklan dan penjualan.
b) Proses Proses yang terjadi bagi yang pro merupakan proses memenuhi
kebutuhan pasien, dan bagi yang kontra menyatakan pemasaran rumah
sakit merupakan public relation mengarah pada manipulasi dan
komersialisasi layanan yang seharusnya bersifat sosial.
c) Akibatnya Bagi yang pro menyatakan, akan membantu pasien untuk
memilih layanan yang rasional, sedangkan bagi yang kontra, melihat akan
terjadi kompetisi dan peningkatan biaya.
d) Kompetisi Bagi yang pro mengatakan akan adanya kompetisi yang
merupakan realitas yang ada akan menyebabkan efektifitas dan efisiensi
serta akan adanya usaha untuk mempertahankan hidup, sedangkan bagi
yang kontra menyatakan akan terjadinya pemakaian yang tidak perlu dan
kompetisi akan mengarah pada pemenuhan tempat tidur bukan pada
pelayanan yang baik.
e) Dasarnya Bagi yang pro pemasaran rumah sakit merupakan konsep yang
dapat digunakan baik atau buruk tergantung yang memakainya, sedangkan
bagi yang kontra menganggap pemakaian yang salah dari pemasaran
rumah sakit akan menghancurkan reputasi pelayanan kesehatan.
f) Contohnya Bagi yang pro pemasaran rumah sakit akan menyebabkan
pendeknya
waktu perawatan, sedangkan bagi yang kontra rumah sakit
akan seperti toko yang
ada potongan harga.
2.3.2. Etika Promosi Rumah Sakit
Dalam Undang-undang RI nomor 44 tentang Rumah Sakit yang disahkan Oktober
2009 disebutkan bahwa pengembangan Rumah Sakit yang cenderung ke arah
mencari keuntungan telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat, rendahnya
mutu pelayanan, dan munculnya berbagai kasus gugatan karena adanya dugaan
kelalaian dan kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan terbitnya undang-undang
tersebut. Lebih dari itu, salah satu poin dalam pasal 30 undang-undang rumah
sakit disebutkan bolehnya rumah sakit mengiklankan pelayanan kesehatannya
dimana akan diatur dalam peraturan menteri kesehatan. Ketentuan ini secara tega
membolehkan kegiatan promosi dan beriklan oleh rumah sakit
Menurut Jacobalis dalam Sabarguna, di Indonesia pemasaran rumah sakit mulai
merupakan hal yang jelas, yang mulai terlihat secara jelas pro dan kontra yang
muncul, adanya modal asing dalam perumah sakitan dan bolehnya rumah sakit
dimiliki oleh pemodal, kesepakatan dan pengertian yang memadai tentang
pemasaran rumah sakit diperlukan. Keperluannya adalah untuk mencegah
timbulnya persepsi yang berbeda dan untuk memilih jenis mana saja yang layak
dari sejumlah cara yang ada. Merupakan tantangan untuk berusaha menciptakan
suasana pemasaran yang wajar, yang menurut etika rumah sakit Indonesia tak
terlihat adanya larangan (Sabarguna, 2004).
Dalam berpromosi atau beriklan, rumah sakit memerlukan pedoman etika
tersendiri, karena jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit bersifat unik dan
sangat berbeda dengan bidang jasa pelayanan lainnya. Dengan pedoman ini
komunitas numah sakit dapat mengatur dirinya sendiri dan kepentingan rumah
sakit untuk melakukan promosi dapat terlindungi. Dengan pedoman ini pula
masyarakat akan terlindungi dari promosi yang menyesatkan. (Sutedja, 2007) .
Berikut ini aturan atau etika promosi rumah sakit atau kode etik pemasaran di
rumah sakit. Materi pokok dalam rancangan pedoman promosi itu adalah sebagai
berikut. Bentuk (Alat / Cara) Promosi:
masyarakat pengunjung rumah sakit:

Brosur / leaflet

TV Home Video

Buku saku

Majalah dinding
Di dalam rumah sakit (untuk

CCTV

Radio lokal rumah sakit

Spanduk

Pemeriksaan lab gratis (tertentu)

CD

Umbul-umbul

Seminar untuk awam

Ceramah / pertemuan

Poster

Majalah rumah sakit

Audiovisual

Pameran

Patient gathering

Kemasan produk (mis. paket melahirkan ditambah tas bayi).( Dr.Samsi
Jacobalis, SpB (Makersi) )
Berikut ini adalah beberapa bagian dan Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit
dalam Buku Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit yang telah disetujui dalam
Rapat Kerja Nasional Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) di
Semarang tanggal 23 Juli 2005. Redaksi pedoman etika promosi rumah sakit ini
sepenuhnya dikutip dari Sutedja (2007).
2.3.2.1 Pengertian
Promosi rumah sakit adalah salah satu bentuk pemasaran rumah sakit (hospital
marketing) dengan cara penyebarluasan informasi tentang jasa pelayanan rumah
sakit serta kondisi rumah sakit itu sendiri secara jujur, mendidik, informatif, dan
dapat membuat seseorang memahami tentang pelayanan kesehatan yang akan
didapatkannya.
2.3.2.2 Dasar Hukum
Undang-undang nomor 88 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Perundang-undangan RI yang mengacu kepada Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia yang disempurnakan pada 19 Agustus 1996. KODERSI
2001, Bab VI Pasal 23. Keputusan Rapat kerja Nasional Majelis Etika Rumah
Sakit Indonesia (MAKERSI) tanggal 23 Juli 2005.
2.3.2.3 Azas Umum Promosi
Promosi harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku. Promosi tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan
martabat negara, agama, tata susila, adat, budaya, suku dan golongan. Promosi
harus dijiwai dengan nasa persaingan yang sehat. Promosi yang dilakukan harus
tetap memiliki tanggungjawab sosial.
Layanan yang ditawarkan harus profesional dan bermutu. Setiap institusi/pelaku
Iayanan kesehatan harus selalu mengacu kepada etika rumah sakit, serta bekerja
sesuai pedoman dan standar layanan yang ada. Tarif layanan yang ditawarkan
wajar dan dapat dipertanggungjawabkan serta memperhatikan ketentuan yang ada.
Layanan yang ditawarkan harus merata dan ditujukan kepada seluruh anggota
masyarakat. Layanan yang ditawarkan harus mampu memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pengguna layanan. Promosi layanan kesehatan adalan fundamental,
yang mengacu kepada:
Falsafah promosi: setiap mnstitusi/pelaku layanan kesehatan harus berada pada
koridor kompetisi yang sehat.
Misi promosi, tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan pengguna jasa (yang
sekaligus akan meningkatkan pendapatan). Sistem promosi, bukan hanya menjual
tetapi sekaligus akan meningkatkan pengetahuan anggota masyarakat untuk
memilih bentuk layanan kesehatan yang paling tepat untuk dirinya.Secara umum
promosi harus bersifat:
Informatif: memberikan pengetahuan mengenai hal ihwal yang ada relevansinya
dengan berbagai pelayanan dan program rumah sakit yang efektif bagi
pasien/konsumen.
Edukatif: memperluas cakrawala khalayak ramai tentang berbagai fungsi dan
program rumah sakit serta penyelenggaraan.
Preskriptif: pemberian petunjuk-petunjuk kepada khalayak ramai umumnyadan
pasien khususnya tentang peran pencari pelayanan kesehatan dalam proses
diagnosis dan terapi.
Preparatif: membantu pasien/keluarga pasien dalam proses pengambilan
keputusan. Kesemuanya ini harus diberikan secara kongkrit dan berdasarkan Kode
Etik Rumah Sakit Indonesia.
2.3.2.4 Asas Khusus untuk Promosi Rumah Sakit
Harus rela tetap mencerminkan jatidiri rumah sakit sebagai institusi yang
memiliki tanggung jawab sosial. Penampilan tenaga profesi dokter, ahli farmasi,
tenaga medis, dan paramedis lain atau atribut-atribut profesinya tidak boleh
digunakan untuk mengiklankan jasa pelayanan kesehatan/rumah sakit dan alat-alat
kesehatan. Menghargai hak-hak pasien sebagai pelanggan.
2.3.2.5 Hal-Hal Lain
RS luar negeri tidak diperkenankan berpromosi dengan menggunakan pembicara
dokter luar negeri tanpa melalui kerja sama dengan IDI, PERSI, DEPKES,
instansi terkait. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat. Agensi rumah
sakit asing bila ingin berpromosi di Indonesia harus bekerja sama dengan
sepengetahuan organisasi profesi dan PERSI. Pembuatan film di sekitar rumah
sakit: Personil rumah sakit tidak terlibat. Nama rumah sakit hanya dicantumkan
pada bagian akhir film.
2.4. Tinjauan Tentang Rencana Pemasaran
2.4.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Rencana Pemasaran
Pada prinsipnya perencanaan adalah cara sistematis yang dilakukan organisasi
dalam rangka mengendalikan masa depannya. Rencana adalah pernyataan
mengenai apa yang ingin dicapai organisasi (tujuan), bagaimana mencapainya
(strategi dan program), dan kapan mewujudkannya (timeline/timetable). Manfaat
penyusunan rencana antara lain: mendorong pemikiran sistematik mengenai masa
depan; meningkatkan koordinasi organisasi; menetapkan standar kinerja untuk
mengukur tren; memberikan dasar logis
bagi pengambilan keputusan;
meningkatkan kemampuan untuk menangani perubahan; dan meningkatkan
kemampuan untuk mengidentifikasi peluang pasar. (Chandra,2002)
Hiebing dan Cooper (2004) mendefiniskan rencana
pemasaran sebagai struktur
aturan yang memandu suatu proses determinasi target pasar
untuk
produk
atau pelayanan, merinci keinginan dan kebutuhan target pasar, dan kemudian
memenuhi
keinginan dan kebutuhan tersebut lebih baik daripada kompetitor.
Lebih lanjut
dijelaskan
oleh Hiebing dan Cooper bahwa kunci untuk menulis /
membuat
pemasaran
sebuah
rencana
yang disiplin
pemasaran
dimana
yang efektif adalah perencanaan
proses pengambilan keputusan dan aksi
dilakukan secara menyeluruh, berurutan, dan tahap demi tahap.
demi tahap yang
mereka
maksud dimana
Adapun tahap
harus dilakukan secara berurutan
meliputi sepuluh langkah sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 : Langkah perencanaan pemasaran
Sumber :Langkah Perencanaan Pemasaran ( Hebing dan Cooper ,2004)
Sepuluh langkah yang disebutkan diatas disusun pada empat kelompok yaitu :
1. The marketing background mencakup informasi dasar
dari rencana
pemasaran yang dikembangkan. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini
adalah tahap 1 dan 2
2. The marketing plan menyediakan aturan untuk pelaksanaan di pasar.
Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 2 sampai dengan 8.
3. The marketing execution yakni interaksi aktual dengan pasar target dan
bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil penjualan dan keuntungan.
Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 9.
4. The marketing evaluation mengukur tingkat kesuksesan pelaksanaan
rencana dan menjadi bahan dalam penyususnan latar belakang rencana
pemasaran yang akan datang. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini
adalah tahap 10.
Malcolm McDonald (2002) menjelaskan tentang substansi marketing plans bahwa
meskipun perencanaan pemasaran nampak sederhana langkah demi langkah
prosesnya, namun pada kenyataannya marketing planning merupakan hal yang
multifaceted, complex, dan cross-functional activity yang menyentuh seluruh
aspek kehidupan organisasi. Marketing planning, secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai aplikasi aspek perencanaan terhadap sumberdaya pemasaran
guna mencapai tujuan/sasaran pemasaran.
Marketing planning adalah suatu logika sequence (yang berurutan) serta
rangkaian aktifitas terpenting dalam men-setting sasaran pemasaran dan
menformulasikan rencana untuk mencapainya. Menurut Chandra, 2002 bahwa
keputusan pemasaran dilakukan pada dua level berbeda, yaitu level manajemen
puncak (top management) dan level manajemen madya (middle management). Di
mana wewenang pengambilan keputusan terhadap kegiatan perencanaan
pemasaran untuk manajemen puncak meliputi pasar yang akan dilayani, produk
Qyang akan ditawarkan, sasaran produk, dan alokasi sumberdaya. Sedangkan
wewenang keputusan untuk manajemen madya meliputi desain produk, harga,
periklanan, promosi, penjualan dan distribusi, serta layanan pelanggan. Menurut
Kotler dan Keller (2006) bahwa rencana pemasaran merupakan instrumen sentral
untuk mengarahkan dan mengoordinasikan usaha pemasaran. Rencana pemasaran
beroperasi pada dua level yaitu: level strategis dan level taktis. Berikut gambar
alur perencanaan komplit, implementasi dan pengendalian pemasaran:
Gambar 2.2 : Alur perencanaan, implementasi dan pengendalian pemasaran
PERENCANAAN
IMPLEMENTAS
Perencanaan
perusahaan
Pengorganisasian
Mengukur hasil
Implementasian
Mendiagnosa
hasil
Perencanaan
divisi
PENGENDALIAN

Perencanaan
bisnis
Mengambil
tindakan koreksi

Perencanaan
produk
Sumber : Alur perencanaan komplit, implementasi dan pengendalian pemasaran (Kotler dan
Clarke, 1987)
Gambar di atas menunjukkan bahwa rencana pemasaran strategis membentangkan
pasar sasaran dan proposisi nilai yang akan ditawarkan, berdasarkan pada suatu
analisis
peluang
pasar
terbaik.
Sedangkan
rencana
pemasaran
taktis
menspesifikkan taktik pasar, termasuk fitur produk, promosi, perdagangan,
penetapan harga, saluran penjualan, dan layanan. Rencana-rencana ini kemudian
diiplementasikan pada level organisasi yang tepat. Hasilnya dipantau dan jika
perlu tindakan perbaikan akan diambil. Pengertian tentang marketing plan yang
lebih sederhana diungkapkan oleh Berry dan Wilson (2001) dimana mereka
mendefinisikan rencana pemasaran sebagai sebuah dokumen tertulis yang
mengandung deskripsi dan panduan bagi sebuah strategi pemasaran organisasi
ataupun produk, taktik dan programprogram untuk menawarkan produk dan
layanan mereka dalam lingkup periode perencanaan yang ditentukan, biasanya
satu tahun.
2.4.2. Komponen dan Langkah-Langkah Rencana Pemasaran
Langkah-langkah pokok dalam perencanaan pemasaran pada level korporat dan
level manajemen madya meliputi: (Chandra: 2002)
1. Melakukan analisis situasi:Analisis yang dilakukan dalam tahap ini adalah
analisis SWOT (strength, weaknesses,oportunities, threats). Analisis ini
mencakup peluang dan masalah yang ditimbulkan oleh trend an situasi
pembeli, pesaing, biaya, dan regulasi. Selain itu, termasuk pula di
dalamnya kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
2. Menetapkan tujuan/sasara : Tujuan dirumuskan secara spesifik dan
mengidentifikasi tingkat kinerja yang diharapkan untuk dicapai organisasi
pada
waktu
tertentu
di
masa
yang
akan
datang,
dengan
mempertimbangkan realitas masalah dan peluang lingkungan, serta
kekuatan dan kelemahan perusahaan/organisasi.
3. Menyusun strategi dan program: Berdasarkan tujuan yang telah
ditetapkan, pengambil keputusan kemudian merancang strategi (tindakan
jangka panjang untuk mencapai tujuan) dengan program (tindakan jangka
pendek spesifik untuk mengimplementasikan strategi).
4. Melakukan koordinasi dan pengendalian: Rencana yang komprehensif
seringkali meliputi berbagai strategi dan program. Masing-masing dan
program mungkin menjadi tanggung jawab manajer yang berbeda. Oleh
sebab itu dibutuhkan mekanisme khusus untuk memastikan bahwa strategi
dan program tersebut diterapkan secaraefektif.
Sabarguna (2008) menjelaskan bahwa perencanaan adalah bagian pertama dalam
kegiatan manajemen pemasaran yang merupakan awal yang penting dalam
menjalin kegiatan selanjutnya, dimana sangat diperlukan informasi yang relevan
dan cukup disamping forecasting yang menantang. Selain perencanaan, kegiatan
lain dari manajemen pemasaran rumah sakit meliputi pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating), pengendalian (controlling), dan evaluasi
(evaluating).
Menurut Griffin (1987), pokok-pokok dalam perencanaan pemasaran rumah
sakit secara umum adalah meliputi:
1) penentuan strategi yang jelas,
2) penentutan sumber daya yang diperlukan, dan
3) pembuatan anggaran.
5M dan 1T.
Ditambah
pula
adanya elemen 10P dan juga
(Sabarguna, 2008)
Berry dan Wilson (2001) menegaskan tentang esensi isi dari suatu rencana
pemasaran bahwa setiap marketing plan mesti memastikan kebutuhan dan situasi,
dimana kedua hal ini adalah komponen yang harus ada. Setiap marketing plan
harus senantiasa memiliki analisis situasi (situation analysis), strategi pemasaran
(marketing strategy), ramalan penjualan (sales forecast), dan anggaran belanja
(expence budget). Keempat komponen ini saja belumlah ideal, ini hanya sebuah
standar minimal. Pada beberapa kasus, rencana pemasaran akan dimulai dengan
ringkasan eksekutif dan juga diikuti dengan ulasan tentang organizational impact,
risiko dan kontingensi, serta isu-isu penting. Selain itu, harus selalu diingat bahwa
perencanaan itu terkait dengan hasil bukan sekedar rencana dan disimpan.
Sehingga sebuah marketing plan harus dapat diukur hasilnya. Dalam 10 langkah
perencanaan pemasaran (sebagaimana dalam gambar1),
Hiebeng dan Cooper menyebutkan komponen rencana pemasaran terdiri atas:
a. Sales objectives (sasaran penjualan);
b. Target markets and marketing objectives (target pasar dan tujuan pemasaran);
c. Plan strategies (strategi rencana);
d. Communication goals (tujuan komunikasi);
e. Tactical marketing mix tools (komponen taktik bauran pemasaran);
f. Budget, payback analysis, and calendar (anggaran, analisa payback, dan
waktu/kalender).
Dalam rencana pemasaran secara umum, Kotler dan Keller (2006) menyebutkan
aspek- aspek marketing plan meliputi:
1. Ikhtisar eksekutif dan daftar isi,
2. Analisis situasi,
3. Strategi pemasaran
4. Proyeksi financial
5. Pengendalian implementasi
Teori yang serupa juga disebutkan oleh Berry dan Wilson (2001) dalam buku
mereka On Target: The Book on Marketing Plans, how to develop and implement
a successful marketing plan. Meskipun dalam beberapa bagian ada penambahan
aspek sebagaimana dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.3. Text Outline Example of Marketing Plan
Sumber: Berry & Wilson, 2001
Sedangkan dalam menyusun rencana pemasaran organisasi pelayanan kesehatan,
Kotler
dan
Clarke
dalam
buku
mereka
“Marketing
For
Healthcare
Organizations” menjelaskan kerangka rencana pemasaran sebagai berikut:
1) Rangkuman eksekutif,
2) Analisis situasi,
3) Sasaran dan Tujuan
4) Strategi Pemasaran
5) Program Aksi
6) Anggaran
7) Pengendalian
Marketing Plan
Program X
I. Executrive summary
II. Situation analysis:
a. Backround
b. Normal forecast
c. Opportunities and threats
d. Strengths and weaknesses
III. Objectives and goals
IV. Marketing strategy
V. Action programs
VI. Budgets
VII. Controls
Gambar 2.4. Content of a Marketing Plan
I.Executrife Sumary
II.Situation Analysis:
a.Backround
b.Normal Forecast
c.Oportunisies and Treats
d.Strengths and weaknesses
Marketing Plan
Program X
III.Objectives and goal
VI.Budgets
IV.Marketing Strategi
V.Action Programs
VII. Controls
sumber : Content of a Marketing Plan (Kotler and Clarke: 1987 )
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen komponen
rencana pemasaran rumah sakit tercermin dalam langkah-langkah perencanaan
pemasaran yang meliputi:
1. Analisis situasi,
2. Strategi pemasaran,
3. Anggaran, dan
4. Implementasi dan pengendalian.
2.4.2.1. Analisis Situasi
Aspek utama dalam perencanaan adalah bagaimana mengetahui keadaan dan
posisi organisasi ataupun sasaran melalui analisis situasi. Dalam manajemen
strategis, analisis situasi memiliki kedudukan yang sangat penting. Hal ini
dijelaskan oleh beberapa pakar manajemen atau perencanaan strategis. Dalam
buku Strategic Management, Concepts and Applications edisi ketiga Tahun 1994,
Certo dan Peter menggambarkan model manajemen strategis dimana diketahui
bahwa langkah pertama dalam manajemen strategis menurut Certo dan Peter
adalah analisis lingkungan (Enviromental analysis). Yang dimaksud analisis
lingkungan oleh Certo dan Peter adalah suatu proses memonitor lingkungan
sebuah organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang mungkin dapat mempengaruhi kemampuan institusi/organisasi
mencapai tujuannya. Adapun lingkungan organisasi yang dimaksud adalah setting
kekuatan, baik dari luar ataupun dari dalam organisasi yang dapat memberi
dampak pada kinerja. Certo dan Peter menjadikan analisis lingkungan sama
dengan analisis situasi.
Menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi
SWOT merupakan environment scanning dalam usaha pencapaian misi. Untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memonitor
sumber-sumber yang ada (input), strategi
proses), dan performance (output).
Langkah in menjelaskan langkah analisis situasi menurut ryson.
Menurut Bryson (2004) yang termasuk dalam lingkungan eksternal adalah
1. kekuatan dan tren yang meliputi: Politik, ekonomi, sosial, teknologi, fisik,
pendidkan dan hukum/aturan.
2. Pengendali sumber daya yang meliputi: klien, pelanggan, pembayar,
anggota dan pembuat aturan.
3. Kekuatan kompetitor dan kolaborator. Sedangkan yang termasuk dalam
lingkungan internal adalah
a) Sumber daya yang meliputi, manusia, ekonomi, informasi,
kompetensi dan
b) budaya. strategi saat ini yang meliputi overall, departemen, bisnis
proses, dan fungsional.
c) kinerja yang meliputi: scorecard, indikator, hasil, dan sejarah.
Adapun menurut Djoko Wijono (1999), analisis situasi adalah suatu proses
kegiatan analisa terhadap data yang telah dikumpulkan yang pada dasarnya adalah
untuk memberikan format tertentu terhadap data yang tadinya berupa angka-angka
sehingga dapat menunjukkan situasi tertentu menjadi dapat ‘berbicara’, yang
kemudian disebut sebagai informasi. Pada dasarnya analisa situasi dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran berbagai hal tentang kesehatan seperti:
1. Needs (kebutuhan)
2. Policies (kebijakan)
3. Demands (tuntutan/permintaan)
4. Prioritas
5. Trends (kecendrungan)
6. General standards (standar umum)
7. Constraints and problems (hambatan dan masalah)
8. Allocation of resources (alokasi sumber daya)
9. Goals (tujuan)
10. Objektives (sasaran)
Pengertian sederhana tentang analisis situasi disebutkan oleh Berry dan Wilson
(2001) yaitu penilaian terhadap operasi atau keadaan organisasi untuk
menjelaskan alasan gap antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dan
atau yang akan terjadi. Selanjutnya Berry dan Wilson menyebutkan aspek-aspek
analisis situasi dalam rencana pemasaran (marketing plan) meliputi analisis pasar,
analisis SWOT, dan analisis persaingan. Pengertian yang kurang lebih sama
disebutkan oleh Kotler dan Clarke (1987) dan Kotler dan Keller (2006) dimana
analisis situasi dalam rencana pemasaran adalah bagian yang menyajikan latar
belakang yang relevan tentang penjualan, biaya, pasar, pesaing, dan berbagai
kekuatan dalam lingkungan makro.Hiebing dan Cooper (2004) menyebutkan
istilah marketing backround (latar belakang pemasaran) untuk menjelaskan
tahapan analisis situasi.
Menurutnya, latar belakang pemasaran meliputi review bisnis dan juga penjelasan
mengenai masalah dan peluang yang dijelaskan dalam dua tahapan pada latar
belakang pemasaran. Adapun aspek-aspek yang dijelaskan dalam latar belakang
pemasaran ini meliputi cakupan perusahaan yang terdiri atas kekuatan dan
kelemahan perusahaan, kompetensi dasar dan kapabilitas pemasaran. Aspek kedua
adalah review produk dan pasar yang terdiri dari review produk dan penjualan
perusahaan, tren perilaku pasar, distribusi, harga dan persaingan. Aspek terakhir
adalah efektor target pasar yang terdiri dari penjelasan tentang konsumen dan
bisnis, atribut, kepedulian, dan data trial dan retrial.
2.4.2.2. Strategi Pemasaran (Berry dan Wilson,2001 dan juga Kotler dan Keller
,2006).
Harus mencakup STP 4 P yaitu :
Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar menjadi
kelompok -
kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau
perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran
pemasaran yang berbeda. Atau segmentasi pasar bisa diartikan segmentasi pasar
adalah proses pengidentifikasian dan menganalisis para pembeli di pasar produk,
menganalisia perbedaan antara pembeli di pasar.
1. Dasar-dasar dalam penetapan Segmentasi Pasar
Dalam penetapan segmentasi pasar ada beberapa hal yang menjadi dasarnya yaitu:
1. Dasar – dasar segmentasi pasar pada pasar konsumen
a. Variabel geografi, diantaranya:wilayah,ukuran daerah,ukuran kota, dan
kepadatan iklim.
b. Variabel demografi, diantaranya: umur,keluarga,siklus hidup,pendapatan,
pendidikan, dll
c. Variabel psikologis, diantaranya :kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian.
d. Variabel perilaku pembeli, diantaranya : manfaat
pemakai, tingkat
yang dicari, status
pemakaian, status kesetiaan dan sikap pada produk.
2. Dasar – dasar segmentasi pada pasar industri
a. Tahap 1: menetapkan segmentasi makro, yaitu
geografis, dan
pasar pemakai akhir, lokasi
banyaknya langganan.
b. Tahap 2: yaitu sikap
terhadap penjual, ciri – ciri
produk, dan pelanggan.
2. Syarat segmentasi Pasar
Ada beberapa syarat segmentasi yang efektif yaitu :
a. Dapat diukur
b.Dapat dicapai
c. Cukup besar atau cukup menguntungkan
kepribadian,
kualitas
d.Dapat dibedakan
e. Dapat dilaksanakan
3. Tingkat Segmentasi Pasar
Karena
pembelian
mempunyai
kebutuhan dan keinginan yang unik.
Setiap pembeli, berpotensi menjadi pasar yang terpisah.
Oleh karena itu
segmentasi pasar dapat dibangun pada beberapa tingkat yang berbeda.
a. Pemasaran massal
Pemasaran massal berfokus pada
produksi
massal, distribusi massal, dan
promosi massal untuk produk yang sama dalam cara yang hampir sama keseluruh
konsumen.
b. Pemasaran segmen
Pemasarn segmen menyadari bahwa pembeli berbeda dalam
kebutuhan,persepsi,dan perilaku pembelian.
c. Pemasaran ceruk
Pemasaran ceruk (marketing niche) berfokus pada sub group didalam segmensegmen. Suatu ceruk adalah suatu group yang didefiniskan dengan lebih sempit.
d. Pemasaran mikro
Praktek penyesuaian produk dan program pemasaran agar cocok dengan
citarasa individu atau lokasi tertentu.Termasuk dalam pemasaran mikro adalah
pemasaran lokal dan pemasaran individu.
4. Manfaat Segmentasi Pasar
Sedangakan manfaat dari segmentasi pasar adalah:
a. Penjual atau produsen berada dalam posisi yang lebih baik untuk memilih
kesempatan- kesempatan pemasaran.
b. Penjual atau produsen dapat menggunakan
pemasaran yang berbeda-beda,sehingga dapat
pengetahuannya terhadap respon
mengalokasikan
anggarannya
secara lebih tepat pada berbagai segmen.
c. Penjual atau
pemasarannya
produsen
dapat mengatur produk lebih baik dan daya tarik
Targeting
Menurut Solomon dan Elnora (2003:232), Target market ialah ”Group that a
firm selects to turn into customers as a result of segmentation and targeting”.
Setelah
pasar dibagi -bagi dalam segmen-segmen, maka perusahaan harus
memutuskan suatu strategi target market.
Perusahaan dapat memilih dari empat strategi peliputan pasar:
1. Undifferentiated targeting strategy, strategi ini menganggap suatu pasar sebagai
satu pasar besar dengan kebutuhan yang serupa,
sehingga hanya ada satu
bauran pemasaran yang digunakan untuk melayani semua pasar.
Perusahaan mengandalkan produksi, distribusi, dan periklanan massa guna
menciptakan citra superior di mata sebagian besar konsumen.
2. Differentiated
targeting strategy, perusahaan menghasilkan beberapa
produk yang memiliki karakteritik yang berbeda.Konsumen membutuhkan
variasi dan perubahan sehingga perusahaan berusaha untuk menawarkan berbagai
macam produk yang bisa memenuhi variasi kebutuhan tersebut.
3. Concentrated targeting strategy, perusahaan lebih memfokuskan
menawarkan beberapa produk pada satu segmen yang dianggap paling potensial.
4. Custom targeting strategy, lebih mengarah kepada pendekatan terhadap
konsumen secara individual.
Langkah dalam mengembangkan targeting yaitu:
1. Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan
menggunakan
variable-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari
setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara kompetensi
inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.
2. Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan
potensi laba segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi korporat
perusahaan.
Positioning
Menurut Solomon, dan Elnora (2003:235),
Positioning
ialah “Developing
a marketing strategy aimed at influencing how a particular market segment
perceives a good or service in comparison to the competition”.
Penentuan
posisi pasar menunjukkan bagaimana suatu produk dapat dibedakan dari para
pesaingnya.
Ada beberapa positioning yang dapat dilakukan:
a. Positioning berdasarkan perbedaan produk.
Pendekatan ini dapat dilakukan jika produk suatu perusahaan
mempunyai
kekuatan yang lebih dibandingkan dengan pesaing dan konsumen harus
merasakan benar adanya perbedaan dan manfaatnya.
b. Positioning berdasarkan atribut produk atau keuntungan dari produk tersebut.
Pendekatan ini berusaha
mengidentifikasikan atribut apa yang dimiliki suatu
produk dan manfaat yang dirasakan oleh kosumen atas produk tersebut.
c. Positioning berdasarkan pengguna produk.
Pendekatan ini hampir sama dengan targeting dimana lebih menekankan pada
siapa pengguna produk.
d. Positioning berdasarkan pemakaian produk.
Pendekatan ini digunakan dengan membedakan pada saat apa produk tersebut
dikonsumsi.
e. Positioning berdasarkan pesaing.
Pendekatan ini digunakan dengan membandingkan keunggulan-keunggulan yang
dimiliki oleh pesaing sehingga konsumen dapat memilih produk mana yang lebih
baik.
f.Positioning berdasarkan kategori produk.
Pendekatan ini digunakan untuk bersaing secara langsung dalam kategori produk,
terutama ditujukan untuk pemecahan masalah yang sering dihadapi oleh elanggan.
g. Positioning berdasarkan asosiasi.
Pendekatan ini mengasosiasikan produk yang dihasilkan dengan asosiasi yang
dimiliki oleh produk lain. Harapannya adalah sebagian asosiasi tersebut dapat
memberikan kesan positif terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
h. Positioning berdasarkan masalah.
Pendekatan ini digunakan untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa produk
yang ditawarkan memiliki positioning untuk dapat memecahkan masalah.
Langkah dalam mengembangkan strategi positioning yaitu:
1. Mengidentifikasi Keunggulan Kompetitif. Jika perusahaan dapat
menentukan posisinya sendiri sebagai yang memberikan nilai superior kepada
sasaran terpilih, maka ia memperoleh keunggulan komparatif.
2. Dalam menawarkan
produk
perusahaan harus meyediakan
bahwa produk
dengan suatu
competitive advantage,
suatu alasan mengapa pelanggan akan merasa
perusahaan yang bersangkutan lebih baik daripada para
pesaingnya.
3. Perusahaan harus mengevaluasi respon dari target market sehingga dapat
memodifikasi strategi bila dibutuhkan
Product
Menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi
langkah paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber.
Cara termudah adalah dengan membandingkan langsung produk sejenis seperti
yang ingin dijual, dan melakukan riset kecil-kecilan ke target pasar mengenai
kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Hasil dari riset tersebut
diharapkan memberikan informasi yang lebih akurat bagi wirausaha mengenai
prospek pasar yang akan dimasukinya dan produk macam mana yang diharapkan
oleh target pasar.
Price
Menentukan harga produk tidak semudah yang dibayangkan. Pertanyaan
utamanya adalah, Bilamanakah harga produk atau jasa dapat diterima oleh pasar?
Cara yang umum digunakan adalah dengan menggunakan patokan hitungan biaya
produk tersebut dari awal disiapkan hingga siap jual. Setiap produk memiliki
berbagai komponen biayanya sendiri, dari awal produksi hingga produk tersebut
dipajang di rak-rak display penjualan. Menentukan harga berdasarkan biaya
dilakukan dengan menambahkan presentase margin tertentu ke biaya produk, dan
presentase tersebut dianggap sebagai keuntungan. Persentase didapatkan sesuai
dengan rata-rata margin di pasaran. Menggunakan metode ini memiliki kelemahan
sendiri. Produk akan mengalami krisis keunikan (uniqueness) dimana keunikan
yang memiliki daya pembeda produk dari saingannya luput diperhitungkan.
Keunikan justru mampu membantu produk agar memiliki harga premium di pasar.
Placement
Tidak kalah penting adalah mengenai dimana produk tersebut yang akan
ditawarkan tersebut mudah ditemukan oleh target pasar yang dituju. Pada
beberapa industri, misalnya ritel atau restoran, masalah penempatan berarti sangat
penting. Ungkapan “Lokasi, Lokasi, Lokasi” sebaiknya sangat diperhatikan oleh
wirausaha, karena bisa jadi pemilihan lokasi tempat usaha yang buruk dapat
berakibat langsung kepada kegagalan dari usaha yang dijalankan.
Promotion
Aspek penting lainnya adalah mengenai promosi dari produk. Bagaimana suatu
produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya.
Salah satu cara berpromosi efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang
baru memulai bisnis, iklan dilakukan dengan mempertimbangkan efektifitas dan
efisiensi-nya. Untuk mendapatkan efektifitas beriklan sebaiknya dilakukan
pemilihan media iklan yang benar-benar cocok dengan karakter target pasar dari
produk. Mungkin tidak diperlukan untuk memasang iklan di segala media/tempat
karena belum tentu berpengaruh kepada peningkatan penjualan. Selain itu
pemasangan iklan juga berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Pada tahaptahap awal memulai bisnis, sebaiknya masalah biaya mendapat perhatian khusus
agar tidak menjadi ganjalan dalam operasional usaha. Tentukan juga tujuan dari
promosi, apakah untuk menciptakan kesadaran merek atau dimaksudkan untuk
meningkatkan penjualan. Jangan lupa untuk mengukur hasil dari setiap kegiatan
promosi yang dilakukan, apakah sesuai dengan harapan atau masih perlu
perbaikan untuk kegiatan promosi berikutnya.
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
3.1.
LATAR BELAKANG DAN KONDISI GEOGRAFIS
Rumah Sakit ini terletak di Jl. Prof. Dr. Latumeten no.1 Grogol Jakarta Barat
Propinsi DKI Jaya dan didirikan berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda
(Koninklijkbesluit) tertanggal 30 Desember 1865 No.100 dan berdasarkan
Keputusan Gubernur Jenderal pada waktu itu tertanggal 14 April 1867 yang
pembangunannya dimulai pada tahun 1876. Diberi nama RSJ. Grogol pada tahun
1923 yang hanya menerima pasien dari Kejaksaan, Kepolisian, Pamong Praja dan
Instansi Pemerintah lain atas dasar indikasi gangguan jiwa berat. Pada tahun 1973
dirubah menjadi RSJ. Pusat Jakarta dan terbuka untuk masyarakat luas. Untuk
menghilangkan stigma negatif dari masyarakat maka nama Rumah Sakit Jiwa
Pusat Jakarta pada Januari 2003 diganti namanya menjadi “Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan”.
Rumah sakit ini adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian
Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Merupakan rumah sakit khusus
tipe A yang mempunyai tugas dan fungsi serta tujuan untuk melaksanakan upaya
kesehatan jiwa secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengupayakan
pelayanan kesehatan jiwa pencegahan (preventif), pelayanan kesehatan jiwa
pemulihan (kuratif) dan pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi (rehabilitatif),
melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa masyarakat serta menjadi “pusat
rujukan” jiwa di wilayah JABOTABEK dan Propinsi Banten
RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta mempunyai luas tanah sebesar 64.850 m2
dengan luas bangunan 10.387 m2 mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak
300 tempat tidur dengan kelas VIP sebanyak 6 TT, Kelas I sebanyak 14 TT, Kelas
II sebanyak 32 TT dan Kelas III sebanyak 248 TT. BOR Rumah Sakit per
September 2012 sebesar 66% yang mana lebih dari 78% adalah pasien miskin.
RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan menuju akreditasi sebagai rumah sakit pendidikan
yang saat ini mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan pendidikan yang
bekerja sama dengan 3 Institusi Kedokteran, 43 Institusi Keperawatan dan 2
Institusi Psikologi.
RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta sejak ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (PPK BLU) oleh Keputusan Kementerian Keuangan
RI.
Nomor 277/KMK.05/2007 maka diikuti oleh adanya perubahan struktur
organisasi
berdasarkan
Peraturan
Kementerian
Kesehatan
No.252/Menkes/Per/III/2008.
3.2.
VISI
”Menjadi Pusat Unggulan Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan”.
3.3.
MISI
Misi RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan adalah sebagai berikut :
1
Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Jiwa sesuai pedoman pelayanan RS Tipe A.
2
Melaksanakan Pendidikan Kesehatan Jiwa sesuai pedoman RS Pendidikan.
3
Melaksanakan Penelitian Kesehatan Jiwa sesuai pedoman Bio Etika Kedokteran.
3.4.
NILAI (VALUE)
Nilai atau value di dalam bekerja di RSJ. Dr. Soeharto adalah sebagai
berikut :
3.5.
MOTTO
.
J
: Jujur

I
: Ikhlas

W
: Waspada

A
: Arif
Motto yang menjadi budaya kerja di di RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan
adalah : ”Melayani Sepenuh JIWA”.
3.6.
KONDISI MANAJEMEN DAN OPERASIONAL
3.6.1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Dalam rangka pendayagunaan dan optimalisasi kerja serta peningkatan efektivitas
dan efisiensi kerja pejabat struktural, fungsional serta seluruh karyawan maka
dilakukan penataan kerja sesuai struktur organisasi berdasarkan
Peraturan
Kementerian Kesehatan No.252/Menkes/Per/III/2008 berikut
Gambar 3.1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
DEWAN
PENGAWAS
DIREKTUR UTAMA
KOMITE
MEDIK
KOMITE
ETIK DAN
HUKUM
DIREKTORAT
MEDIK DAN KEPERAWATAN
DIREKTORAT
KEUANGAN DAN
ADMINISTRASI UMUM
BIDANG
MEDIK
BIDANG
KEPERAWATAN
BAGIAN
SUMBER DAYA
MANUSIA
BAGIAN
PENDIDIKAN DAN
PENELITIAN
BAGIAN
KEUANGAN
BAGIAN
ADMINISTRASI UMUM
SEKSI
PELAYANAN
MEDIK
SEKSI
PELAYANAN
KEPERAWATAN
RAWAT JALAN
SUBBAGIAN
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN
SUBBAGIAN
PENDIDIKAN DAN
PENELITIAN
TENAGA MEDIS
SUBBAGIAN
PROGRAM DAN
ANGGARAN
SUBBAGIAN
TATA USAHA DAN
PELAPORAN
SEKSI
PELAYANAN
PENUNJANG MEDIK
SEKSI
PELAYANAN
KEPERAWATAN
RAWAT INAP
SUBBAGIAN
PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MNUSIA
SUBBAGIAN
PENDIDIKAN DAN
PENELITIAN
TENAGA KEPERAWATAN
DAN NON MEDIS
SUBBAGIAN
PERBENDAHARAAN
DAN AKUNTANSI
SUBBAGIAN
RUMAH TANGGA DAN
PERLENGKAPAN
SUBBAGIAN
MOBILISASI DANA
SUBBAGIAN
HUKUM, ORGANISASI
DAN HUBUNGAN
MASYARAKAT
INSTALASI
STAF MEDIK
FUNGSIONAL
DIREKTORAT
SUMBER DAYA MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
INSTALASI
INSTALASI
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SATUAN
PEMERIKSAAN
INTERN
3.6.2. Produk Jasa Yang Ditawarkan
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan menyediakan pelayanan unggulan dan
terpercaya sebagai Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan (Mental Urban Health).
Dalam rangka mendukung layanan unggulan diatas,
Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan melaksanakan berbagai macam pelayanan medis yang meliputi
:
3.6.2.1.Pelayanan Rawat Jalan :
a) Klinik psikiatrik dewasa
b) Klinik psikiatrik anak & remaja
c) Klinik psikiatrik geriatric
d) Klinik Mental Organik (Comoribiditas dan Dual Diagnosis)
e) Klinik Narkoba/NAPZA
f) Klinik Umum
g) Klinik Psikologi
h) Klinik Gigi
i) Day Care Psikiatrik
j) IGD
k) Klinik Anxietas depresi
l) Klinik Spesialis terpadu ( Penyakit dalam, Neurologi, Anak, dan
Rehabmedik)
m) Klinik konsultasi gizi
n) Klinik Medical Check Up Kesegatan Jiwa
3.6.2.2 Pelayanan Rawat Inap :
- VIP
- Klas I
- Klas II
- Klas III
- PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)
- Rawat Inap Comorbiditas
3.6.2.3 Pelayanan Penunjang Medik :
a. Radiologi
b. Fisioterapi
c. EEG
d. Brain Mapping
e. ECT
f. EKG
g. Stress Analyzer
h. Psikometri
i. Laboratorium
j. Mobil Psikiatrik Keliling (Pelayanan Penjangkauan).
3.6.3. Sumber Daya Manusia
Jumlah SDM di rumah sakit sebanyak 443 orang dengan komposisi pegawai
terdiri dari PNS dan CPNS serta tenaga honor yang terdiri dari : (seperti tabel
berikut)
a) Tenanga medis
:
b) Tenaga keperawatan
: 170 orang
c) Tenaga kesehatan non perawatan :
33 orang
49 orang
d) Tenaga administrasi
: 159 orang
e) Satpam
:
32 orang
Tabel 3.2
Komposisi SDM RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2011
REKAPITULASI KETENAGAAN RS JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN
BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN
2011
NO
STATUS PEGAWAI
1
1
2
2
3
4
5
6
STRUKTURAL
Jumlah 1 :
MEDIS
a. Dokter Spesialis Jiwa
b. Dokter Gigi
c. Dokter Spesialis Syaraf
d. Dokter Radiologi
e. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
f. Dokter Spesialis Bedah
g. Dokter Umum
Jumlah 2 :
PARA MEDIS
a. Perawat
b. Bidan
c. Perawat Gigi
Jumlah 3 :
PARA MEDIS NON PERAWATAN
Jumlah 4 :
ADMINISTRASI
Jumlah 5 :
SATPAM
Jumlah 6 :
Jumlah Total 1+2+3+4+5+6 :
STATUS KETENAGAAN
PNS
CPNS
HONOR
3
4
5
23
0
0
23
0
0
JUMLAH
6
23
23
12
3
2
1
1
1
10
30
2
0
0
0
0
0
0
2
0
1
0
0
0
0
0
1
14
4
2
1
1
1
10
33
139
4
2
145
31
31
121
121
10
10
360
20
0
0
20
5
5
0
0
8
8
35
5
0
0
5
13
13
15
15
14
14
48
164
4
2
170
49
49
136
136
32
32
443
3.6.4 Sarana dan Prasarana
Sarana peralatan medik dan peralatan non medik yang ada di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto sebagai berikut :
3.6.4.1 Peralatan Medik meliputi :
1. Brain Mapping/Electro Encephalograph
: 1
Unit
2. Automatic X-Ray Film Processor
: 1
Unit
4. Dental X-Ray Unit General
: 1
Unit
5. Dental X-Ray Unit Panoramic
: 1
Unit
6. Mobil X-Ray Unit 30 mA
: 1
Unit
7. X-Ray Unit Basic 350mA
: 1
Unit
8. Ultrasonography
: 1
Unit
9. Film Dryer
: 2
Unit
10. Film Viewer
: 2
Unit
11. Spectrophotometer
: 2
Unit
12. Electro Compulsator Therapy
: 3
Unit
13. Electro Cardiograph
: 2
Unit
14. Microwave Diathermi
: 1
Unit
15. Dental Air Compressor
: 1
Unit
16. Dental Unit
: 3
Unit
17. Haemocytometer
: 1
Unit
18. Microscope Binocular
: 2
Unit
19. Haematology Analyser
: 1
Unit
20. Sunction Pump
: 2
Unit
21. Traction Unit
: 1
Unit
22. Stress Tes/ HRV Test
: 1
Unit
23. Sterilisator
: 3
Unit
1. Generator Set
: 3
Unit
2. Alat Dapur
: 1
Set
3. Alat Laundry
: 1
Set
a. Ambulance
: 5
Unit
b. Mobil Operasional
: 3
Unit
c. Sepeda Motor
: 3
Unit
d. Kendaraan Jabatan
: 4
Unit
3.6.4.2. Peralatan Non Medik meliputi :
4. Kendaraan:
3.6.5. Kondisi Keuangan
Kondisi keuangan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan dapat disajikan dalam
bentuk laporan posisi keuangan/neraca keuangan, laporan aktifitas dan cost
recovery rate seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Laporan Posisi Keuangan RSJ. Dr. Soeharto HeerdjanTahun Anggaran 20082012
TAHUN
NO
URAIAN
2008
2009
2010
2011
2012
4,707,095,703
9,049,171,175.0
4,136,468,634.0
I
- Jumlah Aktiva Lancar
4, 392,032,913.0
2,651,135,542.0
- Jumlah Aktiva tetap
64,990,553,849
72,474,000,640
67,435,674,750
68,731,810,058
331,170,827,336
534,055,152
887,889,575
516,431,995
594,416,332
109,310,374
69,916,641,914
76,013,025,757
72,659,202,448
78,375,397,565
335,416,606,344
1,919,932,874
186,185,374
344,107,964
-
15,568,756
66,655,432,749
67,996,709,040
70,721,278,224
72,315,094,484
78,278,228,994
- Jmlh Aktiva Tak Berwjd
III JUMLAH AKTIVA
- Jumlah Utang Lancar
- Jumlah Equitas
255,568,041,825
- Kelebihan atas Revaluasi
- Kenaikan aktiva Bersih
1,341,276,291
7,830,131,343
1,593,816,260
2
1,457,598,198
97,168,571
- Koreksi atas Saldo Kas
JUMLAH AKTIVA BERSIH
5,963,134,510
69,916,641,914
76,013,025,757
72,659,202,448
78,375,397,565
335,319,437,773
BAB 4
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI ISTILAH
4.1. Kerangka Teori
Rencana pemasaran merupakan instrumen sentral untuk mengarahkan dan
mengoordinasikan usaha pemasaran. Rencana pemasaran beroperasi pada dua level
yaitu: level strategis dan level
taktis. Rencana pemasaran strategis membentangkan pasar sasaran dan proposisi nilai
yang akan ditawarkan, berdasarkan pada suatu analisis peluang pasar terbaik.
Sedangkan rencana pemasaran taktis menspesifikkan taktik pasar, termasuk
fiturproduk, promosi, perdagangan, penetapan harga, saluran penjualan, dan layanan.
Rencana-rencana ini kemudian diiplementasikan pada level 0rganisasi yang tepat.
Hasilnya dipantau dan jika perlu tindakan perbaikan akan diambil. (Kotler dan Keller
,2006)
Menurut Kotler dan Keller (2006) marketing plan meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Ikhtisar eksekutif dan daftar isi,
2. Analisis situasi
3. Strategi pemasaran
4. Proyeksi financial
5. Pengendalian implementasi
Menurut Hiebing dan Cooper, rencana pemasaran meliputi komponen
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 dimana suatu rencana pemasaran
meliputi komponen sebagai berikut:
a. Marketing backround (latar belakang pemasaran);
b. Sales objectives (sasaran penjualan);
c. Target marjets and marketing objectives (target pasar dan tujuan pemasaran);
d. Plan strategies (strategi rencana);
e. Communication goals (tujuan komunikasi);
f. Tactical marketing mix tools (komponen taktik bauran pemasaran);
g. Budget, payback analysis, and calendar (anggaran, analisa payback, dan
waktu/kalender).
Gambar 4.1 : Kerangka Teori Rencana Pemasaran
Visi dan Misi
Rumahsakit
Analisa
Eksternal
`
Perumusan
Tujuan
Strategi
Pemasaran
Rumah Sakit
Desain
Organisasi
Analisa
Internal
Etik RS,Hukum
dan Peraturan
yang berlaku
Sumber : Kotler Keller, 2006
Dalam contoh aplikasi rencana pemasaran pada Medical Claims Processing Company
Marketing Plan, Southeast Health Service, Inc.(www.mplans.com, 2009)
sebagaimana juga dijelaskan oleh Berry dan Wilson (2001), rencana pemasaran
dirumuskan dengan kerangka sebagai berikut:
Menurut Kotler dan Clarke (1987), sebuah rencana pemasaran suatu program
pelayanan kesehatan mencakup isi sebagai berikut:
1) Rangkuman eksekutif,
2) Analisis situasi,
3) Sasaran dan Tujuan
4) Strategi Pemasaran
Desain
Sistem
5) Program Aksi
6) Anggaran
7) Pengendalian
4.2. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori di atas maka dibuat kerangka pikir sebagai acuan
proses penelitian Marketing plan di Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa
RSJ Soeharto Heerdjan sebagai berikut.
Gambar 4.2 Kerangka pikir
ANALISA
SITUASI
FAKTOR INTERNAL
DAN EKSTERNAL
RINGKASAN
PASAR
Demografis
pasar
Kebutuhan
Pasar
Trend Pasar
Pertumbuhan
pasar
Faktor
External (OT)
- Pesaing
- Pasar
- Lingkungan
- Kebijakan
Faktor
Internal (SW)
- Budaya kerja
- SDM
- Prosedur
pelayanan
- Pemasaran
STRATEGI
PEMASARAN
CDMG
POSITION
Mencakup STP
dan 4 P
yaitu :
-Segmentasi
-Target
-Positioning
-Produk
-Price
-Place
-Promotion
4.3. Definisi Istilah
Aspek-aspek dalam perencanaan pemasaran sebagaimana yang telah disebutkan
dalam kerangka konsep di atas mencakup beberapa aspek yaitu analisis situasi,
strategi pemasaran, dan rencana pemasaran itu sendiri. Berikut ini adalah batasan
definisi yang kami maksudkan dalam penelitian ini.
4.3.1. Analisis Situasi
Analisis situasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah analisis yang
dilakukan dengan menyajikan data latar belakang yang relevan tentang, pasar,
pesaing dan berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Penelusuran informasi tentang analisis situasi pemasaran MCU Keswa dilakukan
dengan telaah dokumen, observasi dan wawancara terstruktur. Dengan demikian
dibutuhkan alat bantu berupa pedoman telaah dokumen, check list observasi,
pedoman wawancara, dan alat rekam. Dalam aspek penelusuran informasi analisis
situasi diharapkan teridentifikasi faktor-faktor sebagai berikut:
1) Ringkasan Pasar yang meliputi: Demografis Pasar, Kebutuhan Pasar,
Trend Pasar,
dan Pertumbuhan Pasar.
2) Analisis SWOT yang meliputi: kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman.
3) Persaingan
4) Pelayanan unggulan
5) Kunci keberhasilan pemasaran
6) Isu-isu penting pemasaran
4.3.2. Strategi Pemasaran
Stategi Pemasaran yang dimaksuud mencakup STP dan 4 P yaitu Segmentasi,
Target, Positioning, Product, Price, Place, dan Promotion
4.3.3. Rencana Pemasaran
Rencana pemasaran yang dimaksud adalah dokumen tertulis yang mengandung
deskripsi dan panduan bagi sebuah strategi pemasaran organisasi ataupun produk,
taktik dan program-program untuk menawarkan produk dan layanan mereka
dalam lingkup periode perencanaan yang ditentukan. Dokumen rencana
pemasaran ini merupakan gabungan rangkaian analisis situasi, strategi pemasaran,
proyeksi financial, dan pengendalian implementasi. Penyusunan rencana
pemasaran dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan alat bantu pedoman
wawancara dan diskusi kelompok terarah jika memungkinkan yang hasilnya
berupa dokumen rencana pemasaran
BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN
5.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif untuk mengidentifikasi
aspek-aspek rencana pemasaran Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa RSJ.
Soeharto Heerdjan yang selanjutnya akan disusun dokumen rencana pemasaran.
Data dan informasi yang dibutuhkan ditelusuri dengan menggunakan teknik
wawancara mendalam kepada beberapa orang narasumber termasuk melakukan
CDMG
guna menggali informasi yang lebih luas dan dalam dimana juga
dibutuhkan kesepakatan diantara beberapa narasumber yang ada, khususnya
terkait dengan arah dan kebijakan pemasaran.
Selain itu, penilitian ini juga menggunakan informasi sekunder dari dokumen
dokumen yang terkait.
5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini mulai dilakukan di RSJ Soeharto Heerdjan pada Bulan Maret
sampai dengan Pertengahan Bulan Juni Tahun 2013.
5.3. Informan Penelitian
5.3.1 Dokter/tenaga fungsional : dilakukan wawancara mendalam dengan
Dokter Spesialis jiwa, Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum dan Psikolog
5.3.2 Jajaran Manajemen
Mulai dari Kepala Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa,KaBid Medik,
KaBid Keperawatan , Kabag Kepegawaian,Direktur Medik dan Keperawatan,
Direktur SDM dan Pendidikan, Direktur Keuangan dan Umum di RSJ Soeharto
Heerdjan.
Wawancara juga dilakukan kepada Dirjen BUK, Kepala Badan PPSDM, Direktur
Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes.,Kepala Dinas/Suku Dinas Kesehatan DKI
5.4. Teknik Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara terstruktur dan CDMG dengan
menggunakan alat bantu perekam. Selain itu dilakukan observasi langsung dengan
menggunakan check list.
Adapun data sekunder dikumpulkan melalui
telaah dokumen dengan
menggunakan pedoman telaah dokumen yang antara lain mencakup Renstra RS,
Laporan Tahunan 3 Tahun terakhir, Rencana Bisnis Anggaran, Realisasi
Anggaran dan Master Budget RS. Dalam penelitian ini, peneliti termasuk juga
sebagai instrumen penelitian yang akan dibantu oleh seorang asisten. Menurut
Daymon (2008), bahwa dalam penelitian kualitatif, keterlibatan peneliti dalam
dialog kolaboratif sangatlah diperlukan. Sehingga untuk memenuhi hal tersebut
dibutuhkan keberadaan orang lain yang membantu mendokumentasikan (notulasi
dan rekaman gambar dan suara).
5.5. Manajemen Data
Data-data hasil wawancara dan FGD yang telah dikumpulkan akan dibuat dalam
bentuk transkrip. Selanjutnya dituangkan dalam matriks yang telah disusun
berdasarkan pokok informasi yang dicari. Setelah data dikumpulkan dan diolah,
selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis isi
(content analysis)
Untuk menjamin keabsahan hasil penelitian ini maka dilakukan upaya upaya
pemenuhan kriteria standar kredibilitas dengan cara:
1. Melakukan triangulasi sumber, metode, dan data.
2. Melakukan realibilitas data dengan cara mendengarkan atau memutar rekaman
berulang- ulang,
kemudian
kekeliruan atau data yang
dicocokkan dengan
transkrip.
Bila terjadi
rancu maka sebisa mungkin di cek kembali kepada
sumber.
3. Menggunakan tenaga asisten untuk kepentingan notulensi dan dokumentasi
sehingga peneliti bisa lebih fokus.
5.6. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis)
yang
dimulai
dengan
menggunakan
simbol-simbol
kemudian
menginterpreasikannya dalam bentuk matriks sesuai dengan factor yang diteliti.
Selanjutnya interpretasi data akan dibahas lebih dalam dengan melakukan
triangulasi (data, sumber, dan metode). Selain itu, peneliti akan memperkaya
analisa dengan membandingkan aspek-aspek rencana pemasaran Instalasi Medical
Check Up Kesehatan Jiwa yang diperoleh dari wawancara, observasi,
dengan
teori pakar serta hasil penelitian terkait dengan pemasaran baik pemasaran rumah
sakit ataupun pemasaran organisasi yang lain.
Download