STRATEGI PEMASARAN INSTALASI MEDICAL CHECK-UP KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA Dr.SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA TESIS BELLA PATRIAJAYA NPM 1106118294 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT DEPOK 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa dan perilaku, menurut The World Health Report 2005, dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu saat dalam hidupnya dan lebih dari 40% di antaranya didiagnosis secara tidak tepat sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan yang tidak tepat. Gangguan jiwa dan perilaku dialami pada suatu ketika oleh kira-kira 10% populasi orang dewasa. Dalam laporan itu dikutip juga penelitian yang menemukan bahwa 24% dari pasien yang mengunjungi dokter pada pelayanan kesehatan dasar ternyata mengalami gangguan jiwa. Indonesia telah menghadapi berbagai transformasi dan transisi di berbagai bidang yang mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup, pola perilaku dan tata nilai kehidupan. Dalam bidang kesehatan terjadi transisi epidemiologik di masyarakat dengan bergesernya kelompok penyakit menular ke kelompok penyakit tidak menular termasuk berbagai jenis gangguan akibat perilaku manusia dan gangguan jiwa. Berdasarkan data WHO 2010 sebanyak 450 juta orang mengalami gangguan jiwa dan lebih dari 150 juta orang mengalami depresi, 25 juta orang menderita skizofrenia/gangguan jiwa berat, lebih dari 90 juta orang pengguna alkohol dan satu juta orang lebih bunuh diri tiap tahun. Sedangkan data gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, pada penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan mental emosional ( seperti kecemasan, depresi, dan lain lain ) 11,6 persen dari populasi, dan 0,46 persen untuk gangguan jiwa berat . Sementara untuk prevalensi gangguan mental emosional di DKI sebanyak 14,1% dan untuk ganguan jiwa berat 2.03 %. Masalah kesehatan jiwa di tempat kerja merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan stresor psikososial. Dalam rangka menuju ke zaman industri, pola penyuluhan di lingkungan industri dan perusahaan akan bergeser dari penyuluhan pekerjaan yang disebabkan oleh stresor fisik dan biologik kepada penyuluhan yang berkaitan dengan stresor psikososial. Karyawan makin banyak terpapar limbah psikososial ketimbang limbah debu, pasir, zat beracun dan lainlain. Masalah kesehatan jiwa dan masalah psikososial di tempat kerja akan mempengaruhi sumber daya manusia yang berakibat menurunnya produktivitas dan kinerja sumber daya manusia, dana dan materi. Di Inggris berdasarkan data Departemen dan Federasi Industri Inggris,diperkirakan 15-30% pekerja pernah mengalami gangguan jiwa, minimal satu kali dalam masa kerjanya. Persentase populasi yang mengalami gangguan jiwa di berbagai negara antara lain Brasil 36,3%; Kanada 37,5%; Belanda 40,9%; Amerika 48,6%; Meksiko 22,2%; dan Turki 12,2%. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam pola pikir (cognitive), motivasi kemauan (volition), alam perasaan (affective), perilaku motorik (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan patologis yang berhubungan dengan kondisi fisik maupun mental. Gejala-gejala patologis tersebut, selanjutnya disebut sebagai psikopatologis diantaranya adalah: perubahan dalam penampilan diri, sikap perilaku, ketegangan (tension), alam perasaan seperti perasaan sedih, putus asa, gelisah, cemas, rasa lemah secara fisik yang berlebihan (fatigue), gangguan tidur (insomnia), tidak mampu melakukan tindakan untuk mencapai tujuan, gangguan proses pikir, gangguan isi pikiran, hingga gangguan persepsi (hallucination, illusion), (MIF. Baihaqi, dk,2005) Banyak kerugian yang diakibatkan oleh ganguan jiwa,pada gangguan jiwa ringan (neurotik) dengan pengaruh ke fisik ringan,misal nyeri kepala, sakit maag , nyeri perut, akan menurunkan kinerja seseorang. Kerugian yang diakibatkan ganguan jiwa berat ( psikotik) akan menimbulkan masalah Psikososial ,contoh-contoh masalah psikosial antara lain : a. Psikotik Gelandangan. b. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa. c. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak. d. Masalah Anak Remaja : Tawuran, Kenakalan. e. Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika. f. Masalah Seksual : Penyimpangan Seksual, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual. g. Tindak Kekerasan Sosial. h. Stress Pasca Trauma. i. Pengungsi/Migrasi. j. Masalah Usia Lanjut Yang Terisolir. k. Masalah Kesehatan Kerja : Kesehatan Jiwa di Tempat Kesrja,Penurunan Produktifitas,Stres diTempat Kerja. (Pedoman Pelayanan Fasilitas Kesehatan Jiwa, Depkes 2005) Untuk penderita gangguan jiwa berat yang dapat membahayakan diri sendiri atau lingkungannya harus rawat inap, begitu juga penderita dengan peercobaan bunuh diri, dibawah ini disampaikan data Pasien rawat inap Tabel 1.1 Indikator Rawat Inap RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Periode 2010 – 2012 INDIKATOR TAHUN RATA ANGKA 2010 2011 2012 RATA IDEAL BOR (%) 50 62 66 59,33 60-80 ALOS (Hari) 28 26 25 26,33 23 TOI ( Hari) 8 9 13 10 23 BTO (Pasien) 18 16 9 14,33 6 GDR (%) 0,36 0,40 0,36 0,37 0,2 NDR (%) 0,36 0,40 0,36 0,37 0,2 Sumber : Laporan Tahunan RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (2010 - 2012) yang diolah Kerugian lain yang kurang mendapat perhatian yaitu kerugian ekonomi, Riskesdas 2007 menyebutkan kerugian Ekonomi akibat gangguan jiwa mencapai 20 triliun rupiah pertahun. Status Disabilitas Gangguan Jiwa di Indonesia belum ada penelitiannya, namun dari data studi World Bank di beberapa negara baik yang sedang berkembang maupun negara maju pada tahun 1995 menunjukkan bahwa 8,1% dari ”Global Burden of Disease” disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa, lebih besar dari tuberkulosis(7,2%), kanker(5,8%), penyakit jantung(4,4%),malaria(2,6%). Data ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa termasuk masalah psikososial, harus mendapat prioritas tinggi dalam upaya kesehatan masyarakat. Berbagai metode untuk mendiagnosis dan menangani masalah gangguan jiwa, yang terutama adalah kemampuan untuk mengembangkan hubungan terapis dan pasien yang memerlukan pemahaman mengenai kompleksitas perilaku manusia dan teknik wawancara psikiatri yang didasarkan atas pengertian psikopatologi dan psikodinamik. disamping itu juga pemeriksaan status mental seseorang yang meliputi pemeriksaan gangguan fungsi kognisi seperti: kesadaran, konsentrasi perhatian, orientasi, daya ingat (memory), asosiasi pikiran dan fungsi eksekutif. Penilaian gangguan persepsi seperti: halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi. Pemeriksaan gangguan alam perasaan: mood, ekspresi afektif, perasaan putus asa, tak berdaya (depresi) hingga ide bunuh diri, serta penilaian fungsi psikomotor: hiperaktivitas, retardasi motorik, katatonia, atau gerakan-gerakan aneh tertentu (.MIF. Baihaqi, dkk. 2005 ) Selanjutnya sebagai pelengkap pemeriksaan yang komprehensif maka disertakan juga pemeriksaan penunjang diagnostik yang disebut sebagai pemeriksaan Psikometrik, analog dengan pemeriksaam penunjang laboratorium klinis dan radiodiagnostik pada pemeriksaan medis umum. (Rusdi Maslim, 2008) Dalam UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit disebutkan 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. 3. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1 disebutkan : Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan / kesehatan penyakit Pasal 47 menyebutkan upaya diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh,dan berkesinambungan. Rumah Sakit Jiwa Soeharto berdasarkan Permenkes sehari harinya Herdjaan sebagai rumah Sakit 340/MENKES/PER/III/2010 kegiatan telah melaksanakan Tri Upaya Bina Jiwa yaitu melaksanakan Prevensi ,Kurasi , dan Rehabilitasi . Pencegahan Primer : menurunkan mengubah penyebab faktor dalam khusus Prevensi insiden pada , meningkatkan masyarakat kesehatan / dengan dan pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder : termasuk reduksi penyakit aktual, deteksi dini (early detection), dan penanganan masalah kesehatan Pencegahan Tersier : mencakup penurunan gangguan atau kecacatan yg diakibatkan oleh penyakit jiwa. Uji kompetensi merupakan suatu standar penilaian kompetensi bagi seseorang yang akan ditempatkan dalam suatu fungsi, jabatan, atau tugas tertentu. Penilaian tersebut akan membantu dalam menempatkan seseorang yang diuji, pada posisi yang tepat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (the right man in the right place). Salah satu pengembangan model seleksi fit and proper test di lingkungan aparatur pemerintah adalah melalui metode Mental Assesment. Peran Rumah Sakit Jiwa sebagai institusi yang mengemban tugas untuk memberikan pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa di masyarakat maka perlu mengembangkan dan meningkatkan kapasitasnya dalam menyelenggarakan pelayanan yang mencakup tri upaya bina jiwa, mengingat perkembangan dan variasi masalah kesehatan jiwa di masyarakat yang semakin kompleks (Renstra RSJ Soeharto Heerdjan 2010-2014) Salah satu peran pelayanan Rumah Sakit Jiwa dalam mengembangkan metode preventif (Preventif Psychiatry) adalah melalui model pemeriksaan identifikasi Mental Disorder dan identifikasi Mental Capacity seseorang dalam suatu proses seleksi, penempatan dan program pengembangan karir yang dapat diselenggarakan dalam suatu model Psychiatric Medical Check-up untuk identifikasi, penilaian profil neuropsikiatrik, kemampuan dasar (Intellegence), kemampuan potensial (Aptitude), serta kemampuan aktual (Competence).(Rencana Bisnis Anggaran RSJ Soeharto Heerdjan 2013) Dengan kata lain metode tersebut dapat digunakan untuk melakukan deteksi dini apakah seseorang mengalami gangguan jiwa atau tidak,salah satunya dengan menggunakan Psikometri sebagai alat untuk Medical Check Up Kesehatan Jiwa Data pemeriksaan Medical Check Up Kesehatan Jiwa dapat dilihat sebagai berikut : Tabel :1.2 Kunjungan Poliklinik dan Check Up Jiwa 2010 K 2011 T K 2012 T K T Kunjungan Poliklinik Jiwa 27861 21000 28627 30647 33711 31427 Medical Check Up Kesehatan Jiwa 46 2100 54 Sumber : Laporan Tahunan RSJ Soeharto Heerdjan 2012 Keterangan : K ; Kunjungan pasien, T : target 3064 83 3142 Kalau melihat data diatas ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu : antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya medical Check-Up, kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan jiwa,adanya stigma pada masyarakat untuk berkunjung ke RSJ,bisa juga karena kurangnya pemasaran untuk Medical Check Up Kesehatan jiwa tersebut. Dalam Essential of Health Care Marketing, Berkowitz (1996) menyebutkan bahwa pemasaran pelayanan kesehatan telah diterima menjadi suatu fungsi di dalam manajemen organisasi-organisasi pelayanan kesehatan lebih dari 20 tahun yang lalu. Dimana pada masa itu, pelayanan kesehatan sudah melalui perubahan yang dramatis di dalam reimbursement (penggantian pembayaran), kompetisi, dan struktur. Dampaknya, ketika pemasaran mulai menjadi suatu alat baru yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, maka tujuan utama dari para penyedia, organisasi, dan supplier pelayanan kesehatan adalah menyediakan layanan penting untuk dapat disampaikan kepada sasarannya. Dalam Healthcare Business Market Research Handbook (2008), Opinion Research Corporation mengungkapkan data tentang alokasi anggaran sistem kesehatan dan rumah sakit, dimana sistem kesehatan dan rumah sakit membelanjakan sekitar 0.5%-2% dari anggaran operasionalnya untuk pemasaran. Pemasaran yang dimaksud termasuk periklanan dan community relationship atau public relationship. Berdasarkan survei terbaru terhadap 3.600 anggota Society for Healthcare Strategy and Market Development (SHSMD) telah diketahui bahwa alokasi anggaran pemasaran organisasi pelayanan kesehatan terdistribusi atas: periklanan 48%, publikasi 17%, collateral materials 10%, kegiatan komunitas 9%, riset pemasaran 6%, manajemen website 5% dan lainnya 9%. Healthcare Business Market Research Handbook lebih lanjut mengungkapkan bahwa Cooper University Hospital’s Cancer Institute of New Jersey (Camden) melakukan kampanye di TV komersial dengan menggunakan artis dan pembawa acara terkenal sebagai modelnya. demikian pula Vanderbilt University Medical Center (Nashville) melakukan kampanye dengan reklame dan TV untuk menarik para pelanggannya. Hal ini semakin menegaskan bahwa rumah sakit-rumah sakit di luar negeri telah dengan gencar melakukan kegiatan pemasaran bahkan dengan advertising atau beriklan menggunakan media televisi. Adapun di kawasan regional Asia Tenggara, langkah promosi atau kegiatankegiatan pemasaran yang lainnya telah dilakukan pula secara terang terangan. PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) menyatakan bahwa rumah sakit-rumah sakit negara tetangga seperti di Singapura atau Malaysia sudah tidak sungkan-sungkan memasang iklan dan melakukan kegiatan kegiatan kehumasan di Indonesia untuk menarik warga Indonesia berobat ke tempat mereka. Makanya arus berobat ke luar negeri pun semakin tinggi. (Sutedja, 2007). Soekarnen menyebutkan bahwa 45% pasien asing rumah sakit di Singapura adalah warga Negara Indonesia. (Trust, 2010) Hal ini mulai disadari oleh pelaku industri rumah sakit dalam negeri yang ditunjukkan dengan perhatian yang lebih pada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan, termasuk mulai melakukan kegiatan pemasaran. Meskipun sampai saat ini pihak industri rumah sakit, terutama RS Pemerintah, masih malu malu melakukan kegiatan pemasaran seperti promosi apalagi advertising, namun sudah mulai diatur pedoman etika pemasaran dan berpromosi bagi rumah sakit. Menurut (Sutedja,2007), PERSI sebagai organisasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah berinisiatif membuat Buku Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) di Semarang tanggal 23 Juli 2005. Landasan hukum atau kebijakan terkait dengan pemasaran pun secara konstitusional telah disebutkan dalam Undang-Undang RI Nomor 44/2009 tentang rumah sakit dalam pasal 30 dimana salah satu hak rumah sakit boleh mempromosikan pelayanan yang disediakannya dalam koridor aturan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk pemasaran Medical Check Up Kesehatan Jiwa tidak mudah karena tidak bisa terlepas dari Stigma Rumah Sakit Jiwa yang hingga kini masih melekat di masyarakat sebagai tempat yang menakutkan, menyeramkan kalau bisa jangan sampai masuk kesana. 1.2 Perumusan Masalah Sebagai Rumah Sakit Pemerintah,Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan sudah dikenal sejak lama sebagai Rumah Sakit Jiwa Grogol yang melayani Orang dengan gangguan jiwa, sebenarnya tidak demikian dengan pemeriksaan Medical Check Up yang dilaksanakan di Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa yang baru didirikan pada 21 Desember 2012, sasarannya justru orang orang sehat yang melakukan deteksi dini, dan juga karyawan yang melakukan Fit and Proper Test, namun masyarakat yang memanfaatkan Medical Check Up tersebut masih rendah sehingga target belum tercapai, hal ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya Medical Check-Up, kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan jiwa,bisa juga karena kurangnya pemasaran untuk Medical Check Up Kesehatan jiwa tersebut. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat ditentukan pertanyaan peneltian sebagai berikut: 1 Bagaimana analisis situasi Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa yang mencakup faktor Internal dan External ? 2 Bagaimana strategi pemasaran Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa ? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Disusunnya rencana strategi pemasaran Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa , 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya analisis situasi pada Instalasi Medical Check- Up Kesehatan Jiwa 2. Diketahuinya Posisi pemasaran pada Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa 3 Diketahuinya strategi pemasaran pada Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa 1.5. Manfaat Penelitian Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi rumah sakit-rumah sakit pemerintah khususnya Rumah Sakit Jiwa dalam melakukan kegiatan pemasaran seperti promosi ataupun advertising. 2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan Instalasi Medical Check-Up Kesehatan Jiwa 3. Sebagai wahana pengembangan keilmuan bagi mahasiswa untuk bisa mahir dibidang pemasaran rumah sakit. 1.6. Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian operasional mengenai rencana pemasaran (marketing plan) Instalasi Medical Check-Up RSJ Soeharto Heerdjan yang dilakukan dengan metode kualitatif dengan menelaah dokumen-dokumen terkait, wawancara mendalam kepada direksi rumah sakit dan kepala-kepala instalasi terkait, termasuk kepada dokter,psikolog, perawat dan pasien. Peneliti tertarik meneliti topik ini untuk mengetahui lebih mendalam tentang aspek-aspek rencana pemasaran rumah sakit terutama pada unit bisnis Instalasi Medical Check-Up RSJ Soeharto Heerdjan . Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2013. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan UmumTentang Gagguan Jiwa 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Salah satu definisi jiwa yang sehat adalah seseorang dinyatakan sehat jiwanya, apabila ia memiliki kepribadian sedemikian rupa sehingga mampu beradaptasi dan re-adaptasi terhadap berbagai distress yang dihadapi. Ciri–ciri seorang yang sehat jiwanya (the presence of physical and emosional well being): 1. Mengenal (sadar) akan dirinya 2. Nyaman terhadap dirinya sendiri 3. Mampu dan nyaman menjalin hubungan dengan orang lain 4. Mempunyai tujuan hidup 5. Mampu aktif dan produktif dalam melaksanakan tugasnya 6. Mampu menikmati kesenangan dalam hidupnya, menjalin hubungan heteroseksual dan mencapai kepuasan bersama 7. Mampu menerima kekurangan – kekurangan dirinya secara realistik Bagi seorang individu yang mengalami stres, akan timbul gejala gangguan jiwa atau tidak, tergantung dari daya kemampuan mekanisme adaptasinya (coping mechanism). Kemampuan beradaptasi tersebut tidak sama pada setiap orang dan kemampuan ini pada setiap individu ada keterbatasannya. Gejala gangguan jiwa merupakan proses akibat kegagalan dalam penyesuaian, ketidak efektifan dalam penyesuaian (maladaptif) terhadap penyebab gangguan jiwa (stressor) baik yang berupa kondisi fisiologis, psikologis atau lingkungan sosial yang mempengaruhi kondisi kepribadian dan menimbulkan gejala – gejala klinis (psikopatologi). Data The World Health Report 2005 ,menyebutkan bahwa Gangguan jiwa dan perilaku, dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu saat dalam hidupnya dan lebih dari 40% di antaranya didiagnosis secara tidak tepat sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan yang tidak tepat. Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002): 36% pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan kesehatan jiwa. Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif, seperti gangguan depresi dan mania, gangguan anxietas (cemas) dan gangguan psikosomatis. Penyebab umum gangguan jiwa adalah faktor somato-psiko-sosial yang meliputi: - faktor keturunan dan konstitusi genetis (hereditary) - kondisi medis umum - faktor kerentanan psikologik - faktor lingkungan keluarga, kondisi pernikahan - faktor kebudayaan, kepercayaan Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan ateoretik dan deskriptif dengan urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas). 2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa: (menurut PPDGJ III) F00-09 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik F0l-09 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainnya F20-29 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham F30-39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) F40-49 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres F50-59 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik F60-69 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa F70-79 Retardasi Mental F80-89 Gangguan Perkembangan Psikologis F90-98 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis (kode Z) Diagnosis Multiaksial: Aksis I Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F8089, F90-98, F99) Kondisi Lain yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis (tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R69) Aksis II Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive) Retardasi Mental (F70-79) (tidak ada diagnosis Z03.2, diagnosis tertunda R46.8) Aksis III Kondisi Medik Umum Aksis IV Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial) Aksis V Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning Scale) 100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi 90-81 gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa 80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik 60-51 gejala dan disabilitas sedang 50-41 gejala dan disabilitas berat 40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas 30-21 berat dalam beberapa fungsi disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam 20-11 hampir semua bidang bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan 10-01 mengurus diri persisten dan lebih serius Tujuan diagnosis multiaksial Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan prognosis outcome Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama 2.1.3. Pemeriksaan Psikiatrik (W.F. Maramis. , 2005) Dalam bidang psikiatri, tugas seorang dokter adalah memeriksa pasien dan kemudian menyimpulkan apakah pasien itu sehat atau terganggu jiwanya. Untuk itu perlu dipelajari tentang metode, alat dan bahan yang harus diperiksa. Alat yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan psikiatri adalah kepribadian si pemeriksa sendiri. Metode yang digunakan adalah : wawancara dan observasi serta pemeriksaan status mental. Dengan wawancara dan observasi dilakukan pemeriksaan terhadap koordinat psikiatri yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar dalam kesimpulan pemeriksaan. Untuk memeriksa diikuti suatu bagan pemeriksaan yang sistematis. Tujuan pemeriksaan psikiatrik pada umumnya ialah untuk mendapatkan satu atau lebih dari pada hal-hal yang di bawah ini yaitu: 1. Menentukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan diagnosa (diagnosa sementara) serta menentukan tingkat gangguan serta pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatrik khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosanya. 2. Menggambarkan strukutur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dimiliki. 3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien untuk berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok baginya. 2.1.3.1 Data Identifikasi Data identifikasi memberikan ringkasan demografik tentang nama pasien, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, latar belakang etnis dan agama. Dokter harus menyatakan apakah pasien datang atas keinginan sendiri, dirujuk atau dibawa oleh orang lain. Data identifikasi adalah alat untuk memberikan sketsa ringkas tentang karakteristik pasien yang kemungkinan penting dan dapat mempengaruhi diagnosis, prognosis, pengobatan dan kepatuhan. 2.1.3.2 Riwayat Gangguan/ Penyakit Bagian ini memberikan gambaran yang lengkap dan kronologis tentang riwayat episode gangguan psikiatrik maupun gangguan pada kondisi medis umum yang terdahulu dan perkembangan gejala pasien yang digambarkan dan diringkaskan secara sistematis. Jika terdapat hubungan antara gejala fisik dan psikologis maka harus dicatat. A. Riwayat Psikiatrik B. Riwayat Gangguan Medis Umum C. Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif 2.1.3.3 Riwayat Kehidupan Pribadi A. Pranatal dan perinatal B. Masa anak-anak awal (≤ 3 tahun) C. Masa anak-anak pertengahan (3-11 tahun) D. Masa anak-anak akhir sampai remaja E. Masa dewasa 1. Riwayat pekerjaan 2. Riwayat perkawinan dan riwayat psikoseksual 3. Riwayat pendidikan 4. Keagamaan 5. Aktifitas sosial 6. Situasi kehidupan sekarang 7. Riwayat hukum G. Riwayat keluarga Riwayat keluarga: orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota rumah tangga dalam keluarga yang ditempatinya, anggota keluarga yang pernah atau sedang menderita gangguan jiwa serta jenis gangguan jiwa tersebut. 2.1.3.4. Pemeriksaan Fisik : Tanda vital dan pemeriksaan standar pemeriksan fisik 2.1.3.5.Pemeriksaan Status Mental Garis Besar Pemeriksaan Status Mental: 1. Gambaran Umum a. Penampilan b. Perilaku dan aktivitas psikomotor c. Sikap terhadap pemeriksa 2. Mood dan Afek a. Mood b. Afek c. Kesesuaian 3. Bicara 4. Gangguan persepsi 5. Pikiran a. Proses atau bentuk pikiran b. Isi pikiran 6. Sensorium dan kognitif a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran b. Orientasi c. Daya ingat d. Konsentrasi dan perhatian e. Kapasitas untuk membaca dan menulis f. Kemampuan visuospasial g. Pikiran abstrak h. Sumber informasi dan kecerdasan 7. Pengendalian impuls 8. Pertimbangan dan Tilikan 9. Reliabilitas 2.1.3.6 Pemeriksaan Penunjang Psikometrik (Rusdi Maslim, 2003) Definisi dan Asal Mula Psikometrik Psikometri atau Psychometric didefinisikan dalam Chambers Twentieth-Century Dictionary sebagai branch of psychology dealing with measurable factors’. Untuk menelusuri perkembangan awal psikometri maka tidak mungkin kita menafikan perkembangan inteligensi, karena perkembangan psikometri berkembang bersama dengan perkembangan teori dan pegukuran inteligensi. Perkembangan teori inteligensi dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang tampak dari pendapat atau studi-studi yang dilakukan oleh Galton yang sangat mempercayai teori evolusi ini yang kemudian mempengaruhinya dalam menyusun teori tentang genius. Galton pada tahun 1869 menulis Hereditary Genius: An Inquiry into its Laws and Consequences. Galton melakukan studi geneologi terhadap keluarga-keluarga terkemuka di bidang sains dan berpendapat bahwa kegeniusan yang bersifat genetika ini ditemukan dalam keluarga-keluarga ini termasuk di keluarganya sendiri. Pada akhir abad XIX akhirnya berkembang pendapat di Inggris bahwa ras kulit putih, bangsa Inggris, kelompok kelas menengah adalah merupakan puncak dari evolusi ini. Galton adalah bapak psikometri. Dia mendirikan laboratorium antropometri di South Kensington exhibition tahun 1883, disana orang-orang yang menghadiri eksibisi itu bisa diuji kecerdasan mereka melalui tiga hal, dan data yang diperoleh dari tes itu dan studi lain memberi materi mentah untuk pengembangan alat-alat yang bisa dijual. Dia juga melakukan studi kembar sebagai teknik meneliti keturunan, dan bersama koleganya, Karl Pearson, dia menciptakan Koefisien Korelasi Product-Moment untuk menganalisis data ini. Sebenarnya, usaha untuk mengukur kecerdasan dengan tes yang dia lakukan itu mengalami kegagalan, karena sedikitnya pengukuran yang dibuat Galton – variabel visual, auditory and weight discrimination, dan varibel psikofisik lain yang saling berhubungan. Galton juga mengembangkan kurva normal sebagai model untuk distribusi skor tes. Pearson terus mengembangkan matematika korelasi, yaitu dengan menambahkan koefisien korelasi parsial dan ganda serta uji chi kwadrat. Charles Spearman (1904) mantan tentara yang menjadi psikolog, lebih jauh mengembangkan prosedur analisis matriks korelasi yang lebih kompleks yang kemudian menjadi dasar analisis faktor. Teori Umum Pengukuran (Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa, 2003) Campbel mendefinisikan pengukuran “assignment of numerals to objects or events according to rules”. Jadi pengukuran adalah pemberian angka-angka kepada obyek atau peristiwa menurut suatu aturan. Berapa panjang meja, tiang, kain adalah contoh-contoh mencocokkan obyek-obyek dengan suatu ukuran. Sifat Matematika. Pengukuran sangat berkaitan dengan matematika. Kita tidak dapat memahami sifat pengkuran tanpa mengetahui apa-apa tentang matematika. Matematika sebenarnya bukan sekedar angka angka tetapi adalah sebuah bahasa logika (Bertrand Russel). Rumus dan Dalil. Cabang matematika apapun bermula dari rumus-rumus. Rumus adalah sebuah pernyataan yang diasumsikan benar tanpa perlu harus dibuktikan. Sebuah rumus menyatakan sebuah asumsi tentang hubungan antar obyek. Misalnya, rumus a + b = b + a. Ini berarti bahwa jika kita menggabungkan dua obyek, a dan b, tidak perduli a atau b yang di depan akan memunculkan hasil yang tidak berbeda. Sebuah rumus sangat berguna karena kesimpulan atau deduksi yang kita peroleh darinya dan dari kombinasinya dengan rumus yang lain. Dalam mengembangkan sistem dari satu rangkaian rumus tidak akan ada dua hal yang bertentangan. Pasti keduanya akan konsisten secara internal. Dengan deduksi logis, muncullah dalil. Jika penalarannya logis atau sejalan dengan rumus, maka dalil-dalil itu benar karena rumusnya benar. Kebenaran yang dimaksud disini adalah kebenaran logis bukan kebenaran empiris. Dari rumus sampai dalil, kesemuanya berada dalam tataran gagasan atau ide. Tidak ada poin untuk menuntut bukti eksperimental dari deduksi itu. Bukti yang paling layak adalah berada pada tataran logis. Model Matematika Dengan kata lain, baik rumus maupun dalil matematika tidak melaporkan apapun tentang dunia dimana kita hidup, dunia yang bisa diamati (dengan indera). Gagasan kuno bangsa Yunani bahwa dunia berjalan sesuai dasar matematis adalah salah. Matematika adalah temuan (invention) manusia bukan fakta di lapangan (discovery). Salah juga jika dikatakan bahwa kurva distribusi Gaussian atau normal, adalah kurva biologis atau kurva psikologis. Keduanya adalah murni kurva matematis. Sebenarnya keduanya yang bisa digunakan untuk menggambarkan distribusi observasi dalam biologi dan psikologi adalah koinsidental. Namun hal ini tidak akan menghapus keyakinan yang kuat, dan bahkan keakuratan, penggunaan distribusi normal sebagai model untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa di alam biologis dan psikolgis. Sebenarnya, ini adalah contoh yang baik tentang fungsi umum matematika – memberi model yang yang meyakinkan dan berwarna untuk mendeskripsikan alam. Alam tidak pernah sepasti yang dijelaskan oleh model matematika. Semua deskripsi itu hanyalah perkiraan, bisa tepat bisa melenceng. Isomorphisme Dengan demikian tidak bisa kita katakan bahwa alam tunduk kepada hukum matematika. Jika pernyataan ini benar, kemudian bagaimana kita bisa menggunakan model matematika untuk menggambarkan alam? Bagaimana kita bisa menandakan angka kepada obyek dan peristiwa? Bagaimana kita bisa mengukur sesuatu yang tidak ada ke dalam bentuk angka? Jawabannya adalah struktur alam yang kita ketahui memiliki karakteristik yang cukup paralel dengan struktur sistem dalam matematika. Di sana diantara dua itu ada yang dinamakan dengan isomorphisme:kesetaraan bentuk (equivalence of form). Di beberapa hal kesetaraannya sangat detail, meskipun di beberapa hal lain kesetaraannya kabur. Aplikasi sistem matematika apapun dapat diuji secara empiris. Misalnya, kita menggunakan kurva distribusi normal untuk deksripsi pengukuran, kita bisa menguji “goodness of fit” dengan melakukan uji chi kwadrat. Jika chi kwadrat kecil maka kita menerima model kurva normal, jika chi kwadrat tinggi maka kita menolak model itu sebagai deskripsi. Jika kita menemukan kesesuaian (fit) diterima, kita bisa mengambil keuntungan dari karakteristik matematis kurva normal dalam memperoleh kesimpulan mengenai data dan dalam melakukan prediksi yang bergantung kepada karakteristik matematikanya. Kita juga dengan sangat yakin menyatakan bahwa kesimpulan dan prediksi kita akan memiliki eror yang sangat kecil. Kesimpulan dan prediksinya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sifat Angka Tidak ada definisi tunggal yang mencakup semua jenis angka. Ada sebuah definisi yang diberikan oleh Bertrand Russel, yang terlihat tepat jika diterapkan untuk angka rasional yaitu angka adalah “kelas dari semua kelas”. Ini hanya bisa dijelaskan dengan baik dengan menggunakan ilustrasi. Beberapa kelas obyek (apapun obyek itu) memiliki kelas yang sama karena mereka pada umumnya memiliki karakteristik angka dua. Dua ikan, dua manusia, dua pensil, dua gagasan, kesemuanya memiliki kelas karena satu alasan. Elemen kesamaannya adalah dua. Duo, trio, kuarter, adalah kelas-kelas yang dibentuk oleh nalar “keangkaan” (“numerosities”) dalam diri mereka. Perkembangan Sistem Angka Sistem angka adalah bagian dari sistem alamiah. Sistem alamiah meliputi semua bilangan bulat positif yang tidak diragukan lagi diperlukan untuk melakukan penghitungan obyek diskrit. Untuk tujuan ini diperlukan bilangan bulat positif yang bisa menggunakan operasi tambahan dan perkalian. Hasil dari operasi itu adalah bilangan bulat positif pula. Namun, operasi pengurangan agak terbatas perannya dalam sistem ini kecuali jika pengurangan dilakukan oleh bilangan itu sendiri atau bilangan yang lebih kecil. Perluasan dari pengurangan bisa menghasilkan angka negatif. Operasi pembagian lebih terbatas lagi karena pembagaian dilakukan tergantung dari operasi perkalian bilangan bulat positif, karena kalau tidak akan menghasilkan bilangan pecahan Sistem angka yang memasukkan angka positif, negatif, dan pecahan disebut sistem rasional. Dalam sistem ini digunakan dua angka umum yaitu poositif dan negatif. Selain itu empat opersional (penambahan, perkalian, pengurangan, dan pembagian) bisa dilakukan kecual pembagian dengan angka nol. Aplikasi Angka untuk Pengukuran Menurut prinsip isomorphisme, kita bisa menggunakan angka dalam pengukuran (menandakan mereka ke dalam benda atau peristiwa) sejauh karakteristik angka itu paralel dengan karakteristik obyek atau peristiwa yang diukur. Beberapa karakteristik Angka yang Digunakan dalam Pengukuran. Ada tiga karakteristik yang paling penting dalam pegukuran, yaitu: identitas, rank order, dan additivitas. Angka, kecuali untuk kasus persamaan, dapat ditempatkan di dalam urutan yang tidak bertentangan dengan skala linier. “Additivitas” adalah operasi penambahan yang konsisten secara internal. Di saat itu lebih penting diketahui konsep additivitas apa yang digunakan. Semua operasi dasar dapat digunakan dalam additivitas. Jika penambahan bisa dilakukan dengan angka rasional maka bisa juga digunakan ke dalam tiga operasi yang lain. Pengurangan adalah penambahan dua angka yang salah satunya adalah bilangan negatif. Perkalian adalah proses penambahan pengganti dari angka yang sama. Pembagian adalah proses pengurangan pengganti yang merupakan penambahan pengganti angka negatif. Contoh Urutan Penggunaan urutan (order) mudah sekali dilakukan. Misalnya, dalam psikologi binatang, induk ayam yang biasanya mematuk induk ayam kedua ketika berebut makanan yang sama dikatakan lebih dominan. Dengan pecking test urutan patukan atau tingkat dominasi induk ayam atas yang lain bisa ditentukan. Dengan pengamatan langsung, nada bisa diukur tinggi nadanya dengan penilaian “lebih tinggi”, warna merah bisa diurutkan berdasarkan tingkat “kemerahannya”, atau foto bisa diurutkan berdasarkan kepada tingkat “pencahayaannya”. Contoh Additivitas. Additivitas jarang sekali digunakan, sekalipun dalam fisika. Contohnya adalah panjang benda. Pertama kita melakukan urutan atau order. Jika kita mengambil dua benda yang linier (kawat, tongkat, dan papan) dan meletakkan mereka secara bersisian dengan ujung setiap benda itu dijajarkan secara setara, kemudian kita bandingkan panjang mereka. Dengan pengamatan langsung maka kita langsung bisa menentukan mana yang lebih panjang. Tiga benda itu bisa kita sambung sehingga kemudian kita bisa mendapatkan hasil penambahan panjang ketiga benda itu. Penambahan di atas tidak bisa dilakukan kepada peristiwa-peristiwa tertentu. Misalnya kita tidak bisa menambahkan dua tingkat temperatur suhu. Misalnya jika dalam suatu ruangan memiliki suhu 28° C dan 32° C, kita tidak bisa kemudian menambahkan dua kondisi itu sehinga hasilnya 28° C + 32° C = 50° C. Dalam ilmu fisika hal ini tidak bisa terjadi. Pengkuran dengan Angka yang Terbatas Contoh pengukuran yang terbatas adalah skala sentil dalam psikologi. Sentil adalah rank dari 100 posisi rank. Sentil P80 adalah posisi ke 80 dari rank terbawah. Perbedaan antara P80 dan P60 adalah 20% kasus antara dua persentil ini. Dalam hal ini kita telah melakukan pengurangan yang jelas 5 yaitu 80 – 60 = 20 yang hasilnya sama dengan 40 – 20 = 20. Namun hasil yang sama di atas belum tentu bisa diterapkan dalam skor persentil. Rumus Dasar Pengukuran Ada sembilan rumus yang menjadi dasar pengukuran, yaitu: 1. a = b tidak bisa sekaligus menjadi a ≠ b. 2. Jika a = b, maka b = a 3. Jika a = b dan b = c, maka a = c 5. Jika a > b dan b > c, maka a > c 6. Jika a = p dan b > 0, maka a + b > p 7. a + b = b + a 8. Jika a = p dan b = q, maka a + b = p + q 9. (a + b) + c = a + (b + c) Rumus pertama adalah identitas angka. Angka itu identik atau berbeda. Rumus kedua hubungan ekualitas adalah simetris. Ekualitas dapat dibalik. Rumus ketiga adalah sesuatu yang sama dengan beberapa hal sama maka akan sama satu sama lain. Rumus 4 menyatakan bahwa relasi > adalah asimetris. Kita tidak bisa membalikkan dua hal yang asimetris. Tidak bisa kitakan bahwa a > b maka a < b. Rumus 5 adalah pernyataan transitif. Pernyataan yang intransitif adalah Klub Sepakbola A mengalahkan B, B mengalahkan C, dan C mengalahkan A. Sepakbola bukanlah matematis. Ranking di atas adalah sirkular bukan linier. Rumus 6 menunjukkan kemungkinan penjumlahan. Hasilnya akan berbeda jika b lebih besar atau lebih kecil dari nol, tapi akan sama jika b = 0. Rumus 7 menyatakan bahwa urutan dalam penambahan tidak memiliki pengaruh. Rumus 8 menyatakan bahwa obyek yang sama dapat saling ditukar dalam penambahan. Rumus 9 menyatakan bahwa urutan kombinasi atau asosiasi tidak akan berbeda hasilnya dalam penambahan. Empat Level (Skala) Pengukuran Secara berurutan dari level yang terendah sampai yang tertinggi empat pengukuran adalah sebagai berikut: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Level pengukuran ini dibedakan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut definisi pengukuran – assignment of numerals to objects and events according to rules – aturan yang digunakan dalam penandaan angka mencakup kriteri esensial yang mendefinisikan skala. Skala yang lebih tinggi memerlukan aturan-aturan yang lebih rumit, membutuhkan lebih banyak rumus. Ada juga beberapa perbedaan seberapa banyak yang dapat dilakukan secara matematis dan statistik terhadap angka-angka pada level pengukuran yang berbeda. Level skala yang lebih tinggi, semakin banyak yang bisa kita lakukan terhadap angkaangka itu semakin banyak yang kita peroleh dalam pengukuran. Skala Nominal. Dalam skala nominal kita hanya menggunakan sebuah angka sebagai label kelas atau kategori. Angka-angka kelas dianggap setara. Kita bisa menandai mereka dalam “kelompok 1” “kelompok 2’ dan seterusnya. Angka dapat saling ditukar. Satu-satunya aturan untuk menandai dengan angka adalah bahwa semua anggota kelas akan memiliki angka sama dan tidak ada dua kelas yang dengan angka yang beda. Perlu diingat bahwa klasifikasi adalah bentuk yang paling lemah dalam level pengukuran. Ketika kelas-kelas itu dapat diurutkan beradasarkan skala linier, berarti selangkah lebih baik level pengkurannya. Dalam klasifikasi ini kita bisa menggunakan frekuensi sebagai hasil pengukuran untuk setiap kategori. Sementara untuk mengetahui kelas yang paling populer bisa menggunakan modus. Sementara itu jika ada dua klasifikasi dalam satu variabel dan dua klasifikasi lagi di variabel yang lain maka kita bisa menentukan interdependensi dua variabel dengan menghitung koefisien kontingensi. Karakteristik level pengukuran yang lebih bawah bisa digunakan oleh pengukuran yang lebih atas. Skala Ordinal. Dalam pengukuran skala ordinal, angka yang diberikan menggunakan karakteristik rank order. Dasar logis untuk rank order ada di rumus 4 dan 5. Jika a dan b tidak sama, maka keduanya berbeda sifat obyeknya. Skor motivasi 4 tidak sama dengan skor motivasi 5.Kadang-kadang dasar klasifikasi dalam kategorikategori berkomposisikan dari dua variabel atau lebih. Misalnya, melakukan ranking terhadap orang-orang sesuai dengan level sosioekonominya dimana ada dua indeks variabel atau lebih, misalnya penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan. Dua orang mungkin saja berada di ranking yang sama untuk penghasilan tapi memiliki ranking yang berbeda dalam pendidikan. Rumus 4 bisa kita gunakan. Penerapan rank order bisa dianggap sebagai klasifikasi ke dalam kategori kuantitatif. Perbedaan antara dua kategori berdasarkan kepada beberapa kualitas atau karakteristik obyek yang rankingkan. Pembedaan sempurna berarti menempatkan hanya satu obyek dalam satu kategoiri, seperti yang dilakukan dalam metode rank order. Setiap kategori kemudian memiliki frekuensi satu. Tapi dalam pemahaman menghindari umum, pemaksaan kelompok-kelompok pembedaan yang bisa melampaui digunakan batas untuk ketepatan observasional. Setelah memiliki frekuensi lebih dari satu dalam beberapa atau semua kategori. Metode yang sesuai dengan deskripsi ini disebut dengan metode successive categories. Tidak harus jarak antar kategori itu sama seperti yang dimiliki oleh skala interval. Statistik yang digunakan untuk skala nominal bisa digunakan juga untuk skala ordinal, yaitu frekuensi, modus, dan koefisien korelasi kontingensi. Prinsip order memungkinkan untuk menggunakan statistik tambahan, yaitu median, sentil, dan koefisien korelasi rank-order Skala Interval Skala interval disebut juga dengan skala unit-unit. Skala interval dalam setiap unit memiliki jarak yang sama satu sama lain. Dalam skala ini posisi nol memiliki posisi yang bebas. Nol bukanlah batas terendah dari skala ini. Contohnya adalah skala temperatur udara dan skor z. Statistik yang bisa kita gunakan adalah ratarata, deviasi standar, Korelasi Pearson product-moment. Yang tidak bisa digunakan adalah variasi, karena posisi nol yang bebas itu membuat semua variasi adalah sama. Skala Rasio Skala rasio memiliki karakteristik yang sama dengan skala interval tapi memiliki nilai 0 mutlak. Nilai terendah dari skala ini adaah 0. Semua rumus di atas bisa digunakan. Semua statistik bisa digunakan termasuk koefisien variasi. Menghitung obyek adalah skala rasio karena memiliki nilai 0 (tidak ada obyek), ini disebut rasio frekuensi Pemeriksaan Psikometrik bertujuan untuk menilai gambaran kepribadian seorang individu yang menunjang tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pekerjaannya dan mendeteksi adanya potensi gangguan kepribadian dan potensi psikopatologi pada peserta test/klien yang dapat menghambat tugas pokok dan fungsinya di kemudian hari. Pemeriksaan Psikometrik tersebut untuk melihat Mental Disorder dan Mental Capacity seseorang yang terdiri dari beberapa bentuk pemeriksaan yaitu : 1. Profil Kepribadian: mengukur disiplin, menggambarkan derajat kemampuan hubungan interpersonal serta kemampuan mengendalikan emosi. 2. Kapasitas Fungsional: mengukur motivasi dan menggambarkan derajat kemampuan memecahkan masalah. 3. Potensi Psikopatologi: merupakan skala penilaian kondisi distress dan hendaya (disfungsi) pada saat pengukuran dan alat prediksi untuk potensi gangguan fungsi mental di masa yang akan datang. Hasil interpretasi penilaian adalah sebagai berikut: 1. Validitas dan akurasi hasil penilaian dengan skala penilaian validasi. 2. Psikogram fungsi psikologik menyeluruh (Overall Psychological Function). 3. Kategorisasi hasil interpretasi: Kategori I = Memiliki kapasitas optimal. Kategori II = Cukup optimal dan perlu pengembangan. Kategori III = Kurang optimal dan perlu konsultasi (konseling) Tidak ada kategori, karena klien tidak mengerjakan tes ini dengan sungguh-sungguh. Saran dan rekomendasi. TEKNIS PELAKSANAAN PENILAIAN ( S.O.P.Instalasi Medical Check Up Keswa). 1. Persetujuan Klien untuk melaksanakan set pemeriksaan kapasitas mental. 2. Wawancara identifikasi dasar. 3. Pelaksanaan tes psikometri dilakukan dengan serentak pada sejumlah peserta tes di Instalasi Medical CheckUp Kesehatan Jiwa tempatnya aman tertutup dan tidak bising. 4. Proses pelaksanaan tes pemeriksaan psikologi dasar. 5. Hasil pemeriksaan akan diolah di-interpretasi oleh Tim Pemeriksa yang Profesional dan bersertifikat. 6. Proses penyelesaian interpretasi hasil pemeriksaan paling lama 1 (satu) jam sejak penyelesaian sesi pelaksanaan tes. 7. Hasil interpretasi pemeriksaan akan disampaikan kepada pihak yang meminta pemeriksaan berupa: Laporan Hasil Penilaian Kapasitas Mental dalam amplop tertutup. 2.2 Tinjauan Umum Tentang Pemasaran 2.2.1 Pengertian Pemasaran Berdasarkan Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, terdapat lima tingkat kebutuhan dasar manusia yaitu 1. Kebutuhan fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan sosial 4. Kebutuhan akan penghargaan 5. Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan kebutuhan tersebut dimilki oleh setiap manusia dan berusaha untuk dipenuhi sesuai tingkat perkembangan dirinya. Sedangkan keinginan manusia adalah pola kebutuhan manusia yang dibentuk oleh kebudayaan dan individualitas seseorang. Sesuai perkembangan masyarakat maka keinginan anggota masyarakat itupun meluas. Mereka dihadapkan oleh berbagai ragam objek yang menimbulkan keinginan tahu dan hasratnya, para produsen membangun dan mengiming imingi selera masyarakat akan kebutuhan tersebut. Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran yang paling ringkas adalah memenuhi kebutuhan secara menguntungkan. (Kotler dan Keller, 2006) Ray Corey dalam Kotler et al, 1996 menyebutkan bahwa pemasaran meliputi seluruh kegiatan perusahaan dalam beradaptasi dengan lingkungannya secara kreatif dan menguntungkan. Sehingga tugas pemasaran adalah mengubah kebutuhan masyarakat menjadi peluang yang menguntungkanPemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. (Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Keller, 2006) Pemasaran dapat diartikan sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang, dan jasa dalam rangka memuaskan tujuan individu dan organisasi. (Chandra, 2002) Adrian Payne dalam bukunya “The Essence of Marketing”, sebagaimana dikutip oleh Wijono, 1999 menyebutkan pengertian pemasaran adalah suatu proses perasaan, pengertian, stimulasi, dan kepuasan kebutuhan-kebutuhan dari target pasar yang terseleksi khusus dengan penyaluran sumberdaya organisasi untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan. Wijono melanjutkan, dengan demikian pemasaran adalah suatu proses memadukan sumberdaya organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan pasar. Adapun fungsi pemasaran terdiri atas tiga komponen yaitu: (1). Marketing mix, (2) marketing forces, dan (3)Matching process. Weirich dan Koontz dalam Aditama, 1999 mengemukakan bahwa strategi pemasaran dibuat untuk memberi petunjuk pada para manajer bagaimana agar produk atau jasa yang dihasilkannya dapat sampai kepada konsumen dan bagaimana memotivasi konsumen untuk membelinya. Sumarni dan Suprihanto dalam Aditama, 1999 menyebutkan bahwa pemasaran adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan , baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. 2.2.2. Bauran Pemasaran Ada pendapat yang mengatakan pemasaran adalah marketing mix, marketing mix adalah pemasaran. Pendapat tersebut tidaklah keliru, namun harus pula dipahami bahwa tidak semua elemen pemasaran dicakup dalam marketing mix. Marketing mix yang banyak dikenal luas dikalangan masyarakat mencakup 4P (product, place, price, promotion), sebagaimana yang pertama kali diungkapkan oleh Jeromy McCarthy yang dikenal sebagai Bapak ‘Marketing Mix’. Padahal marketing mix hanyalah sebagian dari aktitifitas pemasaran, bahkan hanya sebagai bagian dari elemen taktik pemasaran (creation tactic) yang mengintegrasikan tawaran, logistik, dan komunikasi produk atau jasa. Sehingga marketing mix dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu penawaran (offering) meliputi product dan price, dan akses (access) meliputi place dan promotion. (Kartajaya, 2006) Ada 7 faktor dalam marketing mix jasa yaitu (Zeithaml dan Bitner, 2000:19): (1) Product Product merupakan sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan, termasuk di dalamnya adalah objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. (2) Price Price merupakan jumlah uang yang harus dibayar pelanggan dan konsumen untuk suatu produk. (3) Promotion Promotion merupakan kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual ke pembeli atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. (4) Place Place berhubungan dengan proses menyampaikan produk ke konsumen. Produk tidak akan mempunyai arti apa-apa bagi konsumen apabila tidak disampaikan atau tidak tersedia pada saat dan tempat yang diinginkan konsumen. (5) People Dalam pemasaran jasa kemampuan personil sangat penting, karena dalam pemasaran jasa terjadi interaksi langsung antara konsumen dengan personil. (6) Physical evidence Physical evidence atau lingkungan fisik dari perusahaan jasa adalah tempat dimana pemberi jasa dan pelanggan berinteraksi. (7) Process Proses menciptakan dan memberikan jasa pada pelanggan merupakan faktor utama dalam marketing mix jasa karena pelanggan akan memandang sistem pemberian jasa tersebut sebagai bagian dari jasa tersebut. Jadi keputusankeputusan tentang manajemen operasi adalah hal yang sangat penting bagi keberhasilan pemasaran jasa. 2.2.3. Ruang Lingkup Pemasaran Memasuki era globalisasi, ada sejumlah perubahan mendasar dalam lingkup pemasaran sekaligus menjadi tantangan baru. Sejumlah kekuatan seperti kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membawa dampak besar bagi dunia bisnis. Pelanggan semakin hari semakin kritis. Mereka menuntut kualitas,layanan, kecepatan, fleksibilitas dan harga bersaing. Perbedaan persepsi konsumen terhadap sejumlah produk semakin tipis,, akibtanya loyalitas konsumen cenderung berkurang. Selain itu, konsumen juga semakin sensitif terhadap harga dalam proses pembelian mereka. (Chandra, 2002) Adapun ruang lingkup pemasaran dapat diringkas berdasarkan penjelasan Kotler dan Keller dalam buku mereka Manajemen Pemasaran sebagai berikut: Dari sudut pandang manajerial, pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Pemasar itu terampil dalam mengelola permintaan. Mereka berupaya mempengaruhi level, waktu dan komposisi permintaan. Pemasar terlibat dalam memasarkan banyak jenis entitas: barang, jasa, acara khusus, pengalaman, pribadi, tempat, property, organisasi, informasi dan ide. Mereka juga beroperasi pada empat tempat pasar berbeda yakni konsumen, bisnis, global dan nirlaba. Dewasa ini, bisnis menghadapi sejumlah tantangan dan peluang, termasuk globalisasi, efek dari kemajuan dalam teknologi, dan deregulasi. Mereka sudah menanggapinya dengan mengubah cara mereka melakukan pemasaran dengan cara yang fundamental. Ada lima konsep yang bersaing di mana organisasi dapat memilih untuk melakukan bisnis mereka yaitu: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan Konsep pemasaran holistic. Tiga hal pertama digunakan secara terbatas dewasa ini. Konsep pemasaran holistik didasarkan pada pengembangan, perancangan, dan implementasi program, proses, dan kegiatan pemasaranyang mengakyui keluasan dan kesalingtergantungan mereka. Pemasaran holistic mengakui bahwa segala sesuatu terjadi dengan pemasarandan bahwa sebuah komponen dari pemasaran holistik adalah pemasaran relasi, pemasaran terpadu, pemasaran internal, dan pemasaran yang bertanggungjawab sosial. Manajemen pemasaran telah mengalami sejumlah pergesaran dalam tahun-tahun terakhir ketika perusahaan mencari keunggulan pemasaran. perangkat tugas yang perlu bagi manajemen pemasaran yang sukses mencakup pengembangan rencana dan strategi pemasaran, berhubungan dengan pelanggan, membangun merek yang kuat, membentuk tawaran pemasaran, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai, merebut pencerahan dan kinerja pemasaran, serta menciptakan pertumbuhan jangka panjang yang berhasil. emasar menghadapi persaingan yang semakin ketat baik dari merekmerek local maupun global yang berimplikasi pada melonjaknya biaya promosi yang pada gilirannya mengakibatkan margin laba semakin tipis. Yang paling memberikan dampak dalam praktek pemasaran adalah kehadiran internet.Maraknya bisnis-bisnis transaski online menjadi fenomena dalam perkembangan pemasaran dewasa ini. Semua hal ini adalah bagian dari perubahan dalam dunia pemasaran. Dalam rangka merespon perubahan-perubahan tersebut, Chandra menyimpulkan model-model yang bermunculan dalam pemasaran sebagai berikut: 1. Relationship marketing, yaitu peralihan dari focus pada transaksi tunggal menjadi upaya membangun relasi dengan pelanggan yang menguntungkan dalam jangka panjang. Perusahaan akan berkonsentrasi pada pelanggan, produk, dan saluran distribusi yang paling menguntungkan. 2. Customer lifetime value, yaitu peralihan dari laba pertransaksi penjualan menjadi laba erdasarkan manajemen nilai pelanggan seumur hidup. 3. Customer share, yaitu peralihan dari focus pada pangsa pasar menjadi pangsa pelanggan. 4. Target marketing, yaitu peralihan dari upaya menjual kepada setiap orang menjadi usaha untuk menjadi perusahaan terbaik yang melayani pasar sasaran yang dirumuskan secara spesifik. 5. Individualization, yaitu peralihan dari menjual produk yang sama dengan cara yang sama kepada semua orang dalam pasar sasaran menjadi upaya individualisasi pesan dan penawaran. 6. Customer database, yakni peralihan dari pengumpulan data penjualan menjadi perancangan database konfrehensif mengenai pembelian, preferensi, demografis, dan profitabilitas pada setiap kesempatan. 7. Channels as partners, yaitu pralihan dari perspektif yang menganggap perantara sebagai pelanggan menjadi persepektif yang memperlakukan perantara sebagai mitra dalam proses penciptaan nilai bagi pelanggan akhir. 8. Every employee a marketer, yaitu peralihan dari perspektif yang menempatkan pemasaran sebagai tanggungjawab staf departemen pemasaran menjadi perspektif bahwa setiap karyawan harus bersikap dan bertindak sebagai pemasar. 9. Model based decision making, yaitu peralihan dari pengambilan keputusan berdasarkan intuisi menjadi proses pengambilan keputusan berdasarkan model dan fakta mengenai mekanisme pasar. Hermawan Kartajaya (2004) mengatakan bahwa pemasaran itu intinya mencakup sembilan elemen yang ia sebut sebagai “nine core element ofmarketing”, yaitu: segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi, marketing mix, selling, brand, service, dan proses. Menurutnya bahwa suatu industri akan memiliki keunggulan bersaing yang bagus jika mampu membangun kesembilan elemen tersebut secara baik. 2.3 Tinjauan Tentang Pemasaran Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pemasaran Rumah Sakit Saat ini pemasaran mendapat perhatian yang semakin meningkat dari kalangan profesional di bidang pelayanan kesehatan . Semakin banyak yang menyadari bahwa konsep dan strategi pemasaran mendasari upaya meningkatkan efektifitas penyelenggaraan tugas, mendesain dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pengembangan serta pelaksanaan program program pemasaran. Ada beberapa karakteristik pemasaran produk jasa pelayanan kesehatan, baik yang profit maupun yang non profit oriented ( Trisnantoro 2002) a Produk jasa kesehatan sebagian besar bersifat intangible b Penghasil jasa kesehatan dengan produk yang dihasilkan tidak dapat dipisahkan sehingga akan hilang bila tidak digunakan. c Rumah Sakit biasanya selalu disorot oleh masyarakat, mendapat subsidi, pengecualian pajak dan banyak peraturan yang harus diikuti, maka biasanya selalu mendapat tekanan politik, misalkan penggunaan dana untuk promosi yang berlebihan biasanya mendapat kritik dari masyarakat karena dianggap pemborosan dana yang memang terbatas. d Biaya kesehatan konsumen kurang sensitif terhadap mereka cenderung e Peraturan ada dalam biasanya dibayar oleh pihak ketiga, hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan , sehingga menggunakan fasilitas pelayanan yang kurang diperlukan. yang ada kadang kadang membatai gerak Rumah Sakt yang melaksanakan perencanaannya termasuk rumah sakit pemerintah. Menurut Zeithaml dan Bitner (2003) bahwa jasa memiliki ciri-ciri yaitu : (1) tidak berwujud, (2) merupakan suatu aktivitas, kegiatan atau kinerja, (3) tidak menyebabkan kepemilikan, (4) produksi dan konsumsi terjadi secara bersamaan, dan (5) proses produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan produk fisik. Rumah sakit sebagai institusi jasa mempunyai ciri-ciri sebagai industri jasa yaitu, tidak berwujud, merupakan aktivitas pelayanan antara tenaga medis dan non medis dengan pelanggan, tidak ada kepemilikan, konsumsi bersamaan dengan produksi dan proses produksi bisa berkaitan atau tidak dengan produk fisiknya. Rumah sakit adalah institusi yang unik dan memiliki dinamika tersendiri dalam pengelolaannya. Sebuah rumah sakit mengumpulkan hampir semua bidang yang dibutuhkan dalam pengelolaan suatu organisasi. Sangat tepat jika disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi multi-kompleks yang padat karya, padat modal, dan padat teknologi. karena yang diproduksi adalah jasa pelayanan medik/kesehatan yang menggunakan berbagai macam tenaga profesi (medis perawat, bidan, sanitarian, advokat, ekonom, teknisi, pekarya dan sebagainya), membutuhkan modal (sumber daya) yang tidak sedikit, sekaligus memanfaatkan teknologi terbaru dan canggih. Ketidakpastian perubahan yang terjadi secara global, regional maupun lokal turut menuntut institusi rumah sakit untuk selalu bisa menyesuaikan diri dan sangat diperlukan antisipasi melalui perencanaan strategis untuk menghadapi perubahan tersebut. Bahkan seluruh komponen yang ada didalamnya juga harus dipersiapkan untuk hal ini. Oleh karena itu, banyak sekali aspek yang harus dipertimbangkan dalam menyusun suatu idealisme mengenai bagaimana gambaran rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Hal ini semakin mengaskan bahwa pengelolaan rumah sakit tidaklah sederhana. Menurut Sjahruddin (2009), di era globalisasi seperti saat ini, sebuah institusi rumah sakit dituntut untuk fokus pada kebutuhan, kendali mutu, kendali biaya, berkeadilan, merata, terjangkau, terstruktur, aman, tepat waktu, efektif dan efisien. Di samping memang hal ini telah menjadi prinsip umum (universal principle) terhadap jaminan kualitas peningkatan kinerja aktivitas rumah sakit sebagai suatu bagian dalam sistem pelayanan kesehatan. Lebih dari itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran membawa konsekuensi pada peningkatan tuntutan terhadap peran dan fungsi rumah sakit. Sementara itu, pemanfaatan potensi rumah sakit kadang tidak terbatas sehingga membutuhkan pengawasan dan pengendalian. (www.dewimarthaindria.multiply.com, 2006) Pengawasan dan pengendalian yang diterapkan mungkin berbeda antara suatu negara dengan negara lain. Di sebagian negara dilakukan dengan membiarkan terjadinya persaingan bebas diantara rumah sakit yang ada. Namun ternyata hal ini malah mengakibatkan pelayanan yang buruk dan distribusi pelayanan kesehatan yang tidak merata. Sebagian lainnya memanfaatkan pengawasan birokratis untuk mengendalikan pelayanan yang berlebihan. Yang terjadi justru pengawasan birokratis yang kaku dan menimbulkan hambatan manajemen profesional. (www.dewimarthaindria.multiply.com, 2006) Dalam perkembangannya, berbagai status rumah sakit telah ditetapkan oleh Pemerintah agar mampu mengakomodasi kebutuhan pengelolaan rumah sakit. Keragaman status tersebut antara lain rumah sakit sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Non Swadana, Swadana, Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Perusahaan Jawatan (Perjan), dan Badan Layanan Umum (BLU). Status ini ditetapkan pada Rumah Sakit Pemerintah yang kepemilikannya ada ditangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Inti dari perbedaan status RS tersebut terletak pada wewenang otonomi yang diberikan. (Harimat, 2006) Soedarmono dkk (2000:37) menyatakan bahwa saat ini pola manajemen rumah sakit sebagai berikut: 1. Manajemen rumah sakit masih berorientasi kepada intern organisasi saja, belum berorientasi kepada pihak yang berkepentingan. 2. Manajemen rumah sakit masih berorientasi pada aspek masukan (input) saja, belum berorientasi pada luaran (output) dan hasil akhir (outcome). 3. Pola perencanaan masih berorientasi kepada penganggaran, belum berorientasi kepada perencanaan strategis. Akibatnya manajemen terpaku pada perencanaan pengadaan, bukan perencanaan pelayanan. 4. Pelayanan rumah sakit masih lebih berorientasi kepada tenaga kesehatan (provider oriented), belum beralih kepada pelayanan yang berorientasi kepada pasien (pent oriented). 5. Pelayanan kedokteran masih semata-mata berupaya untuk memperpanjang usia harapan hidup (extending life), belum memperhatikan aspek kualitas hidup (quality of life). Rumah sakit adalah suatu industri jasa yang memiliki spesifikasi dan ciri tersendiri yang membedakannya dengan industri yang khas lain Menurut Aditama (1999) ada tiga ciri khas rumah sakit yang membedakannya dengan industri lainnya adalah : 1. Dalam industri rumah sakit, sejogyanya tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapatkan perhatian sakit.Perbedaan ini manajemen,khususnya dan tanggung mempunyai menyangkut jawab dampak pertimbangan pengelola rumah penting dalam etika dan nilai kehidupan manusia 2. Kenyataan dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer) tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di luar negeri pihak asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang boleh didatangi pasien. Jadi, jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang memang diobati di suatu rumah sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa rumah sakit belum tentu ada di tangan pasien itu. Artinya, kalau ada upaya pemasaran seperti bisnis lain pada umumnya, maka target pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasienya, bisa tempat kerjanya, bisa para Dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan bisa juga pihak asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan pengobatan yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tapi tergantung dari Dokter yang merawatnya. 3. Kenyataan menunjukan bahwa pentingnya peran para profesional, termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiografer, ahli gizi dan lain-lain. Rumah sakit merupakan salah satu sektor publik yang vital yang harus dimiliki oleh sebuah negara demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Namun ada satu bidang yang masih banyak disalahpahami dan disalahartikan oleh kebanyakan masyarakat yakni pemasaran. Meskipun pemasaran (marketing) telah lama dikenal dan diterapkan pada industri lain, namun hal ini masih relatif menjadi fenomena baru dalam industri pelayanan kesehatan (rumah sakit). Pemasaran menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (The American Marketing Association) adalah suatu proses merencanakan dan mengeksekusi sebuah konsepsi, harga, promosi, dan distribusi ide, barang dan jasa guna menciptakan tingkat kepuasan individu dan organisasi sasaran. Pemasaran rumah sakit (Healthcare Marketing) berarti menerapkan definisi tersebut pada wilayah pelayanan kesehatan. Sehingga dapat dipahami bahwa pemasaran pelayanan kesehatan mencakup segala hal yang erkaitan dengan pengembangan, pengemasan, harga, dan distribusi produk pelayanan kesehatan dan juga segala mekanisme yang digunakan untuk mempromosikan produk tersebut. (Thomas, 2008) Menurut Sabarguna (2008), bahwa pemasaran rumah sakit tidak cukup lagi asal ada, melainkan secara bertahap harus dapat dikembangkan ke arah yang lebih konsepsional. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh akan menjadi pemborosan pada investasi dan menghambat pengembangan lebih lanjut.Secara substansial, terdapat perbedaan mendasar antara pemasaran jasa dan pemasaran barang. Dalam pemasaran barang pada umumnya barang terlebih dahulu diproduksi dan baru kemudian dijual, sedangkan dalam pemasaran jasa, biasanya dijual terlebih dahulu dan baru kemudian diproduksi. Jasa mempunyai keunikan, dimana jasa secara bersamaan dalam proses produksi dan konsumsi, sehingga kualitas jasa sangat ditentukan oleh penyedia jasa, karyawan dan pelanggan. Dalam pemasaran jasa perlunya perlunya pemasaran eksternal (external marketing), pemasaran internal (internal marketing) dan pemasaran interaktif (interactive marketing) dalam rangka memberikan kepuasan kepada pelanggan (Kotler, 2003). Menurut Sabarguna (2004:1), perbedaan antara pemasaran rumah sakit dengan pemasaran jasa pada umumnya yaitu: 1. Produknya berupa pelayanan yang hanya dapat menjanjikan usaha, bukan menjadi hasil. 2. Pasien hanya akan menggunakan pelayanan bila diperlukan, walaupun sekarang ini ia tertarik. 3. Tidak selamanya tarif berperan penting dalam pemilihan, terutama pada kasus dalam keadaan darurat. 4. Pelayanan hanya dapat dirasakan pada saat digunakan, dan tidak dapat dicoba secara leluasa. 5. Fakta akan lebih jelas pengaruhnya dari pada hanya pembicaraan belaka. Dalam intensitas interaksi dalam penyampaian jasa dapat berlangsung dalam 3 tingkatan yaitu, 1. High-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang signifikan antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa. 2. Medium-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang terbatas antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, dan 3. Lowcontact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang minimal antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa (Lovelock dan Wright, 2007). Rumah sakit sebagai jasa kesehatan merupakan sistem pemasaran jasa dengan kontak yang tinggi (HighContact Service) dan semua elemen pada system pemasaran jasa saling terkait. Selanjutnya Lovelock dan Wright menjelaskan komponen dan elemen pemasaran jasa adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan personal (service personnel), dapat berupa hubungan langsung (face to face) atau hubungan dengan alat telekomunikasi, surat, dan jasa antaran. 2. Pelayanan fasilitas dan peralatan (service facilities and equipment), dapat berupa bangunan eksterior dan interior, alat bantu ersonal, dan sebagainya. 3. Pelayanan nonpersonal (Service nonpersonnel), dapat berupa form surat, brosur, katalog, web-site, periklanan, dan sebagainya. 4. Orang lain, dapat berupa berita dari mulut ke mulut (word of mouth). Komponen-komponen di atas hendaknya senantiasa menjadi perhatian oleh perusahaan jasa termasuk rumah sakit dalam mengelola system enyampaian pelayanan kesehatan. Dari perkembangan konsep pemasaran, terlihat adanya pergeseran dari rumah sakit dari dokter sebagai sentral, menjadi pasien sebagai sentral. Rumah sakit harus memperhatikan kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai yang dirasakan pasien. Faktor kepuasan pasien merupakan hal yang penting diperhatikan pihak rumah sakit. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee (2007) bahwa telah terjadi overlooked dan misunderstood terhadap pemahaman tentang pemasaran dalam sector publik. Pemasaran lebih diidentikkan pada pengiklanan, selling ataupun manipulasi. Pemasaran hampir dipahami sebagai promosi saja. Padahal promosi hanyalah satu dari bagian kegiatan pemasaran. Imbasnya kemudian, sector publik meninggalkan keseluruhan kegiatan pemasaran yang bermanfaat. Mereka tidak lagi melakukan riset pemasaran; tidak melakukan identifikasi pelanggan, partner,dan pesaing; tidak melakukan segmentasi, targeting dan positioning; tidak ada managing challenging process dan lounching pelayanan baru; tidak merekognasi canel baru untuk distrbusi pelayanan publik; dan tidak ada proses mengkomunikasikan semua itu dengan cara persuasif. Image negative tersebut dapat dimengerti karena kebanyakan mereka berangkat dari prferensi kegiatan periklanan dan sales promosi sector privat. Selanjutnya, Sabarguna mengidentifikasi pro dan kotra dalam pemasaranrumah sakit terkait dengan konsep, proses, akibat, kompetisi, dasar, dan contoh sebagai berikut: (Sabarguna, 2004) a) Konsep Bagi yang pro mengatakan bahwa pemasaran lebih dari iklan tetap mengarah pada pertukaran yang menguntungkan, sedangkan yang kontra mengatakan pemasaran merupakan iklan dan penjualan. b) Proses Proses yang terjadi bagi yang pro merupakan proses memenuhi kebutuhan pasien, dan bagi yang kontra menyatakan pemasaran rumah sakit merupakan public relation mengarah pada manipulasi dan komersialisasi layanan yang seharusnya bersifat sosial. c) Akibatnya Bagi yang pro menyatakan, akan membantu pasien untuk memilih layanan yang rasional, sedangkan bagi yang kontra, melihat akan terjadi kompetisi dan peningkatan biaya. d) Kompetisi Bagi yang pro mengatakan akan adanya kompetisi yang merupakan realitas yang ada akan menyebabkan efektifitas dan efisiensi serta akan adanya usaha untuk mempertahankan hidup, sedangkan bagi yang kontra menyatakan akan terjadinya pemakaian yang tidak perlu dan kompetisi akan mengarah pada pemenuhan tempat tidur bukan pada pelayanan yang baik. e) Dasarnya Bagi yang pro pemasaran rumah sakit merupakan konsep yang dapat digunakan baik atau buruk tergantung yang memakainya, sedangkan bagi yang kontra menganggap pemakaian yang salah dari pemasaran rumah sakit akan menghancurkan reputasi pelayanan kesehatan. f) Contohnya Bagi yang pro pemasaran rumah sakit akan menyebabkan pendeknya waktu perawatan, sedangkan bagi yang kontra rumah sakit akan seperti toko yang ada potongan harga. 2.3.2. Etika Promosi Rumah Sakit Dalam Undang-undang RI nomor 44 tentang Rumah Sakit yang disahkan Oktober 2009 disebutkan bahwa pengembangan Rumah Sakit yang cenderung ke arah mencari keuntungan telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat, rendahnya mutu pelayanan, dan munculnya berbagai kasus gugatan karena adanya dugaan kelalaian dan kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan terbitnya undang-undang tersebut. Lebih dari itu, salah satu poin dalam pasal 30 undang-undang rumah sakit disebutkan bolehnya rumah sakit mengiklankan pelayanan kesehatannya dimana akan diatur dalam peraturan menteri kesehatan. Ketentuan ini secara tega membolehkan kegiatan promosi dan beriklan oleh rumah sakit Menurut Jacobalis dalam Sabarguna, di Indonesia pemasaran rumah sakit mulai merupakan hal yang jelas, yang mulai terlihat secara jelas pro dan kontra yang muncul, adanya modal asing dalam perumah sakitan dan bolehnya rumah sakit dimiliki oleh pemodal, kesepakatan dan pengertian yang memadai tentang pemasaran rumah sakit diperlukan. Keperluannya adalah untuk mencegah timbulnya persepsi yang berbeda dan untuk memilih jenis mana saja yang layak dari sejumlah cara yang ada. Merupakan tantangan untuk berusaha menciptakan suasana pemasaran yang wajar, yang menurut etika rumah sakit Indonesia tak terlihat adanya larangan (Sabarguna, 2004). Dalam berpromosi atau beriklan, rumah sakit memerlukan pedoman etika tersendiri, karena jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit bersifat unik dan sangat berbeda dengan bidang jasa pelayanan lainnya. Dengan pedoman ini komunitas numah sakit dapat mengatur dirinya sendiri dan kepentingan rumah sakit untuk melakukan promosi dapat terlindungi. Dengan pedoman ini pula masyarakat akan terlindungi dari promosi yang menyesatkan. (Sutedja, 2007) . Berikut ini aturan atau etika promosi rumah sakit atau kode etik pemasaran di rumah sakit. Materi pokok dalam rancangan pedoman promosi itu adalah sebagai berikut. Bentuk (Alat / Cara) Promosi: masyarakat pengunjung rumah sakit: Brosur / leaflet TV Home Video Buku saku Majalah dinding Di dalam rumah sakit (untuk CCTV Radio lokal rumah sakit Spanduk Pemeriksaan lab gratis (tertentu) CD Umbul-umbul Seminar untuk awam Ceramah / pertemuan Poster Majalah rumah sakit Audiovisual Pameran Patient gathering Kemasan produk (mis. paket melahirkan ditambah tas bayi).( Dr.Samsi Jacobalis, SpB (Makersi) ) Berikut ini adalah beberapa bagian dan Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit dalam Buku Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit yang telah disetujui dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) di Semarang tanggal 23 Juli 2005. Redaksi pedoman etika promosi rumah sakit ini sepenuhnya dikutip dari Sutedja (2007). 2.3.2.1 Pengertian Promosi rumah sakit adalah salah satu bentuk pemasaran rumah sakit (hospital marketing) dengan cara penyebarluasan informasi tentang jasa pelayanan rumah sakit serta kondisi rumah sakit itu sendiri secara jujur, mendidik, informatif, dan dapat membuat seseorang memahami tentang pelayanan kesehatan yang akan didapatkannya. 2.3.2.2 Dasar Hukum Undang-undang nomor 88 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perundang-undangan RI yang mengacu kepada Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia yang disempurnakan pada 19 Agustus 1996. KODERSI 2001, Bab VI Pasal 23. Keputusan Rapat kerja Nasional Majelis Etika Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) tanggal 23 Juli 2005. 2.3.2.3 Azas Umum Promosi Promosi harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Promosi tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, tata susila, adat, budaya, suku dan golongan. Promosi harus dijiwai dengan nasa persaingan yang sehat. Promosi yang dilakukan harus tetap memiliki tanggungjawab sosial. Layanan yang ditawarkan harus profesional dan bermutu. Setiap institusi/pelaku Iayanan kesehatan harus selalu mengacu kepada etika rumah sakit, serta bekerja sesuai pedoman dan standar layanan yang ada. Tarif layanan yang ditawarkan wajar dan dapat dipertanggungjawabkan serta memperhatikan ketentuan yang ada. Layanan yang ditawarkan harus merata dan ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat. Layanan yang ditawarkan harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna layanan. Promosi layanan kesehatan adalan fundamental, yang mengacu kepada: Falsafah promosi: setiap mnstitusi/pelaku layanan kesehatan harus berada pada koridor kompetisi yang sehat. Misi promosi, tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan pengguna jasa (yang sekaligus akan meningkatkan pendapatan). Sistem promosi, bukan hanya menjual tetapi sekaligus akan meningkatkan pengetahuan anggota masyarakat untuk memilih bentuk layanan kesehatan yang paling tepat untuk dirinya.Secara umum promosi harus bersifat: Informatif: memberikan pengetahuan mengenai hal ihwal yang ada relevansinya dengan berbagai pelayanan dan program rumah sakit yang efektif bagi pasien/konsumen. Edukatif: memperluas cakrawala khalayak ramai tentang berbagai fungsi dan program rumah sakit serta penyelenggaraan. Preskriptif: pemberian petunjuk-petunjuk kepada khalayak ramai umumnyadan pasien khususnya tentang peran pencari pelayanan kesehatan dalam proses diagnosis dan terapi. Preparatif: membantu pasien/keluarga pasien dalam proses pengambilan keputusan. Kesemuanya ini harus diberikan secara kongkrit dan berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia. 2.3.2.4 Asas Khusus untuk Promosi Rumah Sakit Harus rela tetap mencerminkan jatidiri rumah sakit sebagai institusi yang memiliki tanggung jawab sosial. Penampilan tenaga profesi dokter, ahli farmasi, tenaga medis, dan paramedis lain atau atribut-atribut profesinya tidak boleh digunakan untuk mengiklankan jasa pelayanan kesehatan/rumah sakit dan alat-alat kesehatan. Menghargai hak-hak pasien sebagai pelanggan. 2.3.2.5 Hal-Hal Lain RS luar negeri tidak diperkenankan berpromosi dengan menggunakan pembicara dokter luar negeri tanpa melalui kerja sama dengan IDI, PERSI, DEPKES, instansi terkait. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat. Agensi rumah sakit asing bila ingin berpromosi di Indonesia harus bekerja sama dengan sepengetahuan organisasi profesi dan PERSI. Pembuatan film di sekitar rumah sakit: Personil rumah sakit tidak terlibat. Nama rumah sakit hanya dicantumkan pada bagian akhir film. 2.4. Tinjauan Tentang Rencana Pemasaran 2.4.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Rencana Pemasaran Pada prinsipnya perencanaan adalah cara sistematis yang dilakukan organisasi dalam rangka mengendalikan masa depannya. Rencana adalah pernyataan mengenai apa yang ingin dicapai organisasi (tujuan), bagaimana mencapainya (strategi dan program), dan kapan mewujudkannya (timeline/timetable). Manfaat penyusunan rencana antara lain: mendorong pemikiran sistematik mengenai masa depan; meningkatkan koordinasi organisasi; menetapkan standar kinerja untuk mengukur tren; memberikan dasar logis bagi pengambilan keputusan; meningkatkan kemampuan untuk menangani perubahan; dan meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang pasar. (Chandra,2002) Hiebing dan Cooper (2004) mendefiniskan rencana pemasaran sebagai struktur aturan yang memandu suatu proses determinasi target pasar untuk produk atau pelayanan, merinci keinginan dan kebutuhan target pasar, dan kemudian memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut lebih baik daripada kompetitor. Lebih lanjut dijelaskan oleh Hiebing dan Cooper bahwa kunci untuk menulis / membuat pemasaran sebuah rencana yang disiplin pemasaran dimana yang efektif adalah perencanaan proses pengambilan keputusan dan aksi dilakukan secara menyeluruh, berurutan, dan tahap demi tahap. demi tahap yang mereka maksud dimana Adapun tahap harus dilakukan secara berurutan meliputi sepuluh langkah sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.1 : Langkah perencanaan pemasaran Sumber :Langkah Perencanaan Pemasaran ( Hebing dan Cooper ,2004) Sepuluh langkah yang disebutkan diatas disusun pada empat kelompok yaitu : 1. The marketing background mencakup informasi dasar dari rencana pemasaran yang dikembangkan. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 1 dan 2 2. The marketing plan menyediakan aturan untuk pelaksanaan di pasar. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 2 sampai dengan 8. 3. The marketing execution yakni interaksi aktual dengan pasar target dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil penjualan dan keuntungan. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 9. 4. The marketing evaluation mengukur tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana dan menjadi bahan dalam penyususnan latar belakang rencana pemasaran yang akan datang. Tahapan yang masuk dalam kelompok ini adalah tahap 10. Malcolm McDonald (2002) menjelaskan tentang substansi marketing plans bahwa meskipun perencanaan pemasaran nampak sederhana langkah demi langkah prosesnya, namun pada kenyataannya marketing planning merupakan hal yang multifaceted, complex, dan cross-functional activity yang menyentuh seluruh aspek kehidupan organisasi. Marketing planning, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai aplikasi aspek perencanaan terhadap sumberdaya pemasaran guna mencapai tujuan/sasaran pemasaran. Marketing planning adalah suatu logika sequence (yang berurutan) serta rangkaian aktifitas terpenting dalam men-setting sasaran pemasaran dan menformulasikan rencana untuk mencapainya. Menurut Chandra, 2002 bahwa keputusan pemasaran dilakukan pada dua level berbeda, yaitu level manajemen puncak (top management) dan level manajemen madya (middle management). Di mana wewenang pengambilan keputusan terhadap kegiatan perencanaan pemasaran untuk manajemen puncak meliputi pasar yang akan dilayani, produk Qyang akan ditawarkan, sasaran produk, dan alokasi sumberdaya. Sedangkan wewenang keputusan untuk manajemen madya meliputi desain produk, harga, periklanan, promosi, penjualan dan distribusi, serta layanan pelanggan. Menurut Kotler dan Keller (2006) bahwa rencana pemasaran merupakan instrumen sentral untuk mengarahkan dan mengoordinasikan usaha pemasaran. Rencana pemasaran beroperasi pada dua level yaitu: level strategis dan level taktis. Berikut gambar alur perencanaan komplit, implementasi dan pengendalian pemasaran: Gambar 2.2 : Alur perencanaan, implementasi dan pengendalian pemasaran PERENCANAAN IMPLEMENTAS Perencanaan perusahaan Pengorganisasian Mengukur hasil Implementasian Mendiagnosa hasil Perencanaan divisi PENGENDALIAN Perencanaan bisnis Mengambil tindakan koreksi Perencanaan produk Sumber : Alur perencanaan komplit, implementasi dan pengendalian pemasaran (Kotler dan Clarke, 1987) Gambar di atas menunjukkan bahwa rencana pemasaran strategis membentangkan pasar sasaran dan proposisi nilai yang akan ditawarkan, berdasarkan pada suatu analisis peluang pasar terbaik. Sedangkan rencana pemasaran taktis menspesifikkan taktik pasar, termasuk fitur produk, promosi, perdagangan, penetapan harga, saluran penjualan, dan layanan. Rencana-rencana ini kemudian diiplementasikan pada level organisasi yang tepat. Hasilnya dipantau dan jika perlu tindakan perbaikan akan diambil. Pengertian tentang marketing plan yang lebih sederhana diungkapkan oleh Berry dan Wilson (2001) dimana mereka mendefinisikan rencana pemasaran sebagai sebuah dokumen tertulis yang mengandung deskripsi dan panduan bagi sebuah strategi pemasaran organisasi ataupun produk, taktik dan programprogram untuk menawarkan produk dan layanan mereka dalam lingkup periode perencanaan yang ditentukan, biasanya satu tahun. 2.4.2. Komponen dan Langkah-Langkah Rencana Pemasaran Langkah-langkah pokok dalam perencanaan pemasaran pada level korporat dan level manajemen madya meliputi: (Chandra: 2002) 1. Melakukan analisis situasi:Analisis yang dilakukan dalam tahap ini adalah analisis SWOT (strength, weaknesses,oportunities, threats). Analisis ini mencakup peluang dan masalah yang ditimbulkan oleh trend an situasi pembeli, pesaing, biaya, dan regulasi. Selain itu, termasuk pula di dalamnya kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. 2. Menetapkan tujuan/sasara : Tujuan dirumuskan secara spesifik dan mengidentifikasi tingkat kinerja yang diharapkan untuk dicapai organisasi pada waktu tertentu di masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan realitas masalah dan peluang lingkungan, serta kekuatan dan kelemahan perusahaan/organisasi. 3. Menyusun strategi dan program: Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, pengambil keputusan kemudian merancang strategi (tindakan jangka panjang untuk mencapai tujuan) dengan program (tindakan jangka pendek spesifik untuk mengimplementasikan strategi). 4. Melakukan koordinasi dan pengendalian: Rencana yang komprehensif seringkali meliputi berbagai strategi dan program. Masing-masing dan program mungkin menjadi tanggung jawab manajer yang berbeda. Oleh sebab itu dibutuhkan mekanisme khusus untuk memastikan bahwa strategi dan program tersebut diterapkan secaraefektif. Sabarguna (2008) menjelaskan bahwa perencanaan adalah bagian pertama dalam kegiatan manajemen pemasaran yang merupakan awal yang penting dalam menjalin kegiatan selanjutnya, dimana sangat diperlukan informasi yang relevan dan cukup disamping forecasting yang menantang. Selain perencanaan, kegiatan lain dari manajemen pemasaran rumah sakit meliputi pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluating). Menurut Griffin (1987), pokok-pokok dalam perencanaan pemasaran rumah sakit secara umum adalah meliputi: 1) penentuan strategi yang jelas, 2) penentutan sumber daya yang diperlukan, dan 3) pembuatan anggaran. 5M dan 1T. Ditambah pula adanya elemen 10P dan juga (Sabarguna, 2008) Berry dan Wilson (2001) menegaskan tentang esensi isi dari suatu rencana pemasaran bahwa setiap marketing plan mesti memastikan kebutuhan dan situasi, dimana kedua hal ini adalah komponen yang harus ada. Setiap marketing plan harus senantiasa memiliki analisis situasi (situation analysis), strategi pemasaran (marketing strategy), ramalan penjualan (sales forecast), dan anggaran belanja (expence budget). Keempat komponen ini saja belumlah ideal, ini hanya sebuah standar minimal. Pada beberapa kasus, rencana pemasaran akan dimulai dengan ringkasan eksekutif dan juga diikuti dengan ulasan tentang organizational impact, risiko dan kontingensi, serta isu-isu penting. Selain itu, harus selalu diingat bahwa perencanaan itu terkait dengan hasil bukan sekedar rencana dan disimpan. Sehingga sebuah marketing plan harus dapat diukur hasilnya. Dalam 10 langkah perencanaan pemasaran (sebagaimana dalam gambar1), Hiebeng dan Cooper menyebutkan komponen rencana pemasaran terdiri atas: a. Sales objectives (sasaran penjualan); b. Target markets and marketing objectives (target pasar dan tujuan pemasaran); c. Plan strategies (strategi rencana); d. Communication goals (tujuan komunikasi); e. Tactical marketing mix tools (komponen taktik bauran pemasaran); f. Budget, payback analysis, and calendar (anggaran, analisa payback, dan waktu/kalender). Dalam rencana pemasaran secara umum, Kotler dan Keller (2006) menyebutkan aspek- aspek marketing plan meliputi: 1. Ikhtisar eksekutif dan daftar isi, 2. Analisis situasi, 3. Strategi pemasaran 4. Proyeksi financial 5. Pengendalian implementasi Teori yang serupa juga disebutkan oleh Berry dan Wilson (2001) dalam buku mereka On Target: The Book on Marketing Plans, how to develop and implement a successful marketing plan. Meskipun dalam beberapa bagian ada penambahan aspek sebagaimana dalam tabel berikut ini: Tabel 2.3. Text Outline Example of Marketing Plan Sumber: Berry & Wilson, 2001 Sedangkan dalam menyusun rencana pemasaran organisasi pelayanan kesehatan, Kotler dan Clarke dalam buku mereka “Marketing For Healthcare Organizations” menjelaskan kerangka rencana pemasaran sebagai berikut: 1) Rangkuman eksekutif, 2) Analisis situasi, 3) Sasaran dan Tujuan 4) Strategi Pemasaran 5) Program Aksi 6) Anggaran 7) Pengendalian Marketing Plan Program X I. Executrive summary II. Situation analysis: a. Backround b. Normal forecast c. Opportunities and threats d. Strengths and weaknesses III. Objectives and goals IV. Marketing strategy V. Action programs VI. Budgets VII. Controls Gambar 2.4. Content of a Marketing Plan I.Executrife Sumary II.Situation Analysis: a.Backround b.Normal Forecast c.Oportunisies and Treats d.Strengths and weaknesses Marketing Plan Program X III.Objectives and goal VI.Budgets IV.Marketing Strategi V.Action Programs VII. Controls sumber : Content of a Marketing Plan (Kotler and Clarke: 1987 ) Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen komponen rencana pemasaran rumah sakit tercermin dalam langkah-langkah perencanaan pemasaran yang meliputi: 1. Analisis situasi, 2. Strategi pemasaran, 3. Anggaran, dan 4. Implementasi dan pengendalian. 2.4.2.1. Analisis Situasi Aspek utama dalam perencanaan adalah bagaimana mengetahui keadaan dan posisi organisasi ataupun sasaran melalui analisis situasi. Dalam manajemen strategis, analisis situasi memiliki kedudukan yang sangat penting. Hal ini dijelaskan oleh beberapa pakar manajemen atau perencanaan strategis. Dalam buku Strategic Management, Concepts and Applications edisi ketiga Tahun 1994, Certo dan Peter menggambarkan model manajemen strategis dimana diketahui bahwa langkah pertama dalam manajemen strategis menurut Certo dan Peter adalah analisis lingkungan (Enviromental analysis). Yang dimaksud analisis lingkungan oleh Certo dan Peter adalah suatu proses memonitor lingkungan sebuah organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dapat mempengaruhi kemampuan institusi/organisasi mencapai tujuannya. Adapun lingkungan organisasi yang dimaksud adalah setting kekuatan, baik dari luar ataupun dari dalam organisasi yang dapat memberi dampak pada kinerja. Certo dan Peter menjadikan analisis lingkungan sama dengan analisis situasi. Menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi SWOT merupakan environment scanning dalam usaha pencapaian misi. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memonitor sumber-sumber yang ada (input), strategi proses), dan performance (output). Langkah in menjelaskan langkah analisis situasi menurut ryson. Menurut Bryson (2004) yang termasuk dalam lingkungan eksternal adalah 1. kekuatan dan tren yang meliputi: Politik, ekonomi, sosial, teknologi, fisik, pendidkan dan hukum/aturan. 2. Pengendali sumber daya yang meliputi: klien, pelanggan, pembayar, anggota dan pembuat aturan. 3. Kekuatan kompetitor dan kolaborator. Sedangkan yang termasuk dalam lingkungan internal adalah a) Sumber daya yang meliputi, manusia, ekonomi, informasi, kompetensi dan b) budaya. strategi saat ini yang meliputi overall, departemen, bisnis proses, dan fungsional. c) kinerja yang meliputi: scorecard, indikator, hasil, dan sejarah. Adapun menurut Djoko Wijono (1999), analisis situasi adalah suatu proses kegiatan analisa terhadap data yang telah dikumpulkan yang pada dasarnya adalah untuk memberikan format tertentu terhadap data yang tadinya berupa angka-angka sehingga dapat menunjukkan situasi tertentu menjadi dapat ‘berbicara’, yang kemudian disebut sebagai informasi. Pada dasarnya analisa situasi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran berbagai hal tentang kesehatan seperti: 1. Needs (kebutuhan) 2. Policies (kebijakan) 3. Demands (tuntutan/permintaan) 4. Prioritas 5. Trends (kecendrungan) 6. General standards (standar umum) 7. Constraints and problems (hambatan dan masalah) 8. Allocation of resources (alokasi sumber daya) 9. Goals (tujuan) 10. Objektives (sasaran) Pengertian sederhana tentang analisis situasi disebutkan oleh Berry dan Wilson (2001) yaitu penilaian terhadap operasi atau keadaan organisasi untuk menjelaskan alasan gap antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dan atau yang akan terjadi. Selanjutnya Berry dan Wilson menyebutkan aspek-aspek analisis situasi dalam rencana pemasaran (marketing plan) meliputi analisis pasar, analisis SWOT, dan analisis persaingan. Pengertian yang kurang lebih sama disebutkan oleh Kotler dan Clarke (1987) dan Kotler dan Keller (2006) dimana analisis situasi dalam rencana pemasaran adalah bagian yang menyajikan latar belakang yang relevan tentang penjualan, biaya, pasar, pesaing, dan berbagai kekuatan dalam lingkungan makro.Hiebing dan Cooper (2004) menyebutkan istilah marketing backround (latar belakang pemasaran) untuk menjelaskan tahapan analisis situasi. Menurutnya, latar belakang pemasaran meliputi review bisnis dan juga penjelasan mengenai masalah dan peluang yang dijelaskan dalam dua tahapan pada latar belakang pemasaran. Adapun aspek-aspek yang dijelaskan dalam latar belakang pemasaran ini meliputi cakupan perusahaan yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan perusahaan, kompetensi dasar dan kapabilitas pemasaran. Aspek kedua adalah review produk dan pasar yang terdiri dari review produk dan penjualan perusahaan, tren perilaku pasar, distribusi, harga dan persaingan. Aspek terakhir adalah efektor target pasar yang terdiri dari penjelasan tentang konsumen dan bisnis, atribut, kepedulian, dan data trial dan retrial. 2.4.2.2. Strategi Pemasaran (Berry dan Wilson,2001 dan juga Kotler dan Keller ,2006). Harus mencakup STP 4 P yaitu : Segmentasi Pasar Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar menjadi kelompok - kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Atau segmentasi pasar bisa diartikan segmentasi pasar adalah proses pengidentifikasian dan menganalisis para pembeli di pasar produk, menganalisia perbedaan antara pembeli di pasar. 1. Dasar-dasar dalam penetapan Segmentasi Pasar Dalam penetapan segmentasi pasar ada beberapa hal yang menjadi dasarnya yaitu: 1. Dasar – dasar segmentasi pasar pada pasar konsumen a. Variabel geografi, diantaranya:wilayah,ukuran daerah,ukuran kota, dan kepadatan iklim. b. Variabel demografi, diantaranya: umur,keluarga,siklus hidup,pendapatan, pendidikan, dll c. Variabel psikologis, diantaranya :kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian. d. Variabel perilaku pembeli, diantaranya : manfaat pemakai, tingkat yang dicari, status pemakaian, status kesetiaan dan sikap pada produk. 2. Dasar – dasar segmentasi pada pasar industri a. Tahap 1: menetapkan segmentasi makro, yaitu geografis, dan pasar pemakai akhir, lokasi banyaknya langganan. b. Tahap 2: yaitu sikap terhadap penjual, ciri – ciri produk, dan pelanggan. 2. Syarat segmentasi Pasar Ada beberapa syarat segmentasi yang efektif yaitu : a. Dapat diukur b.Dapat dicapai c. Cukup besar atau cukup menguntungkan kepribadian, kualitas d.Dapat dibedakan e. Dapat dilaksanakan 3. Tingkat Segmentasi Pasar Karena pembelian mempunyai kebutuhan dan keinginan yang unik. Setiap pembeli, berpotensi menjadi pasar yang terpisah. Oleh karena itu segmentasi pasar dapat dibangun pada beberapa tingkat yang berbeda. a. Pemasaran massal Pemasaran massal berfokus pada produksi massal, distribusi massal, dan promosi massal untuk produk yang sama dalam cara yang hampir sama keseluruh konsumen. b. Pemasaran segmen Pemasarn segmen menyadari bahwa pembeli berbeda dalam kebutuhan,persepsi,dan perilaku pembelian. c. Pemasaran ceruk Pemasaran ceruk (marketing niche) berfokus pada sub group didalam segmensegmen. Suatu ceruk adalah suatu group yang didefiniskan dengan lebih sempit. d. Pemasaran mikro Praktek penyesuaian produk dan program pemasaran agar cocok dengan citarasa individu atau lokasi tertentu.Termasuk dalam pemasaran mikro adalah pemasaran lokal dan pemasaran individu. 4. Manfaat Segmentasi Pasar Sedangakan manfaat dari segmentasi pasar adalah: a. Penjual atau produsen berada dalam posisi yang lebih baik untuk memilih kesempatan- kesempatan pemasaran. b. Penjual atau produsen dapat menggunakan pemasaran yang berbeda-beda,sehingga dapat pengetahuannya terhadap respon mengalokasikan anggarannya secara lebih tepat pada berbagai segmen. c. Penjual atau pemasarannya produsen dapat mengatur produk lebih baik dan daya tarik Targeting Menurut Solomon dan Elnora (2003:232), Target market ialah ”Group that a firm selects to turn into customers as a result of segmentation and targeting”. Setelah pasar dibagi -bagi dalam segmen-segmen, maka perusahaan harus memutuskan suatu strategi target market. Perusahaan dapat memilih dari empat strategi peliputan pasar: 1. Undifferentiated targeting strategy, strategi ini menganggap suatu pasar sebagai satu pasar besar dengan kebutuhan yang serupa, sehingga hanya ada satu bauran pemasaran yang digunakan untuk melayani semua pasar. Perusahaan mengandalkan produksi, distribusi, dan periklanan massa guna menciptakan citra superior di mata sebagian besar konsumen. 2. Differentiated targeting strategy, perusahaan menghasilkan beberapa produk yang memiliki karakteritik yang berbeda.Konsumen membutuhkan variasi dan perubahan sehingga perusahaan berusaha untuk menawarkan berbagai macam produk yang bisa memenuhi variasi kebutuhan tersebut. 3. Concentrated targeting strategy, perusahaan lebih memfokuskan menawarkan beberapa produk pada satu segmen yang dianggap paling potensial. 4. Custom targeting strategy, lebih mengarah kepada pendekatan terhadap konsumen secara individual. Langkah dalam mengembangkan targeting yaitu: 1. Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan menggunakan variable-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran. 2. Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan potensi laba segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi korporat perusahaan. Positioning Menurut Solomon, dan Elnora (2003:235), Positioning ialah “Developing a marketing strategy aimed at influencing how a particular market segment perceives a good or service in comparison to the competition”. Penentuan posisi pasar menunjukkan bagaimana suatu produk dapat dibedakan dari para pesaingnya. Ada beberapa positioning yang dapat dilakukan: a. Positioning berdasarkan perbedaan produk. Pendekatan ini dapat dilakukan jika produk suatu perusahaan mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan dengan pesaing dan konsumen harus merasakan benar adanya perbedaan dan manfaatnya. b. Positioning berdasarkan atribut produk atau keuntungan dari produk tersebut. Pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan atribut apa yang dimiliki suatu produk dan manfaat yang dirasakan oleh kosumen atas produk tersebut. c. Positioning berdasarkan pengguna produk. Pendekatan ini hampir sama dengan targeting dimana lebih menekankan pada siapa pengguna produk. d. Positioning berdasarkan pemakaian produk. Pendekatan ini digunakan dengan membedakan pada saat apa produk tersebut dikonsumsi. e. Positioning berdasarkan pesaing. Pendekatan ini digunakan dengan membandingkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh pesaing sehingga konsumen dapat memilih produk mana yang lebih baik. f.Positioning berdasarkan kategori produk. Pendekatan ini digunakan untuk bersaing secara langsung dalam kategori produk, terutama ditujukan untuk pemecahan masalah yang sering dihadapi oleh elanggan. g. Positioning berdasarkan asosiasi. Pendekatan ini mengasosiasikan produk yang dihasilkan dengan asosiasi yang dimiliki oleh produk lain. Harapannya adalah sebagian asosiasi tersebut dapat memberikan kesan positif terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. h. Positioning berdasarkan masalah. Pendekatan ini digunakan untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan memiliki positioning untuk dapat memecahkan masalah. Langkah dalam mengembangkan strategi positioning yaitu: 1. Mengidentifikasi Keunggulan Kompetitif. Jika perusahaan dapat menentukan posisinya sendiri sebagai yang memberikan nilai superior kepada sasaran terpilih, maka ia memperoleh keunggulan komparatif. 2. Dalam menawarkan produk perusahaan harus meyediakan bahwa produk dengan suatu competitive advantage, suatu alasan mengapa pelanggan akan merasa perusahaan yang bersangkutan lebih baik daripada para pesaingnya. 3. Perusahaan harus mengevaluasi respon dari target market sehingga dapat memodifikasi strategi bila dibutuhkan Product Menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi langkah paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber. Cara termudah adalah dengan membandingkan langsung produk sejenis seperti yang ingin dijual, dan melakukan riset kecil-kecilan ke target pasar mengenai kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Hasil dari riset tersebut diharapkan memberikan informasi yang lebih akurat bagi wirausaha mengenai prospek pasar yang akan dimasukinya dan produk macam mana yang diharapkan oleh target pasar. Price Menentukan harga produk tidak semudah yang dibayangkan. Pertanyaan utamanya adalah, Bilamanakah harga produk atau jasa dapat diterima oleh pasar? Cara yang umum digunakan adalah dengan menggunakan patokan hitungan biaya produk tersebut dari awal disiapkan hingga siap jual. Setiap produk memiliki berbagai komponen biayanya sendiri, dari awal produksi hingga produk tersebut dipajang di rak-rak display penjualan. Menentukan harga berdasarkan biaya dilakukan dengan menambahkan presentase margin tertentu ke biaya produk, dan presentase tersebut dianggap sebagai keuntungan. Persentase didapatkan sesuai dengan rata-rata margin di pasaran. Menggunakan metode ini memiliki kelemahan sendiri. Produk akan mengalami krisis keunikan (uniqueness) dimana keunikan yang memiliki daya pembeda produk dari saingannya luput diperhitungkan. Keunikan justru mampu membantu produk agar memiliki harga premium di pasar. Placement Tidak kalah penting adalah mengenai dimana produk tersebut yang akan ditawarkan tersebut mudah ditemukan oleh target pasar yang dituju. Pada beberapa industri, misalnya ritel atau restoran, masalah penempatan berarti sangat penting. Ungkapan “Lokasi, Lokasi, Lokasi” sebaiknya sangat diperhatikan oleh wirausaha, karena bisa jadi pemilihan lokasi tempat usaha yang buruk dapat berakibat langsung kepada kegagalan dari usaha yang dijalankan. Promotion Aspek penting lainnya adalah mengenai promosi dari produk. Bagaimana suatu produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya. Salah satu cara berpromosi efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang baru memulai bisnis, iklan dilakukan dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi-nya. Untuk mendapatkan efektifitas beriklan sebaiknya dilakukan pemilihan media iklan yang benar-benar cocok dengan karakter target pasar dari produk. Mungkin tidak diperlukan untuk memasang iklan di segala media/tempat karena belum tentu berpengaruh kepada peningkatan penjualan. Selain itu pemasangan iklan juga berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Pada tahaptahap awal memulai bisnis, sebaiknya masalah biaya mendapat perhatian khusus agar tidak menjadi ganjalan dalam operasional usaha. Tentukan juga tujuan dari promosi, apakah untuk menciptakan kesadaran merek atau dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan. Jangan lupa untuk mengukur hasil dari setiap kegiatan promosi yang dilakukan, apakah sesuai dengan harapan atau masih perlu perbaikan untuk kegiatan promosi berikutnya. BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT 3.1. LATAR BELAKANG DAN KONDISI GEOGRAFIS Rumah Sakit ini terletak di Jl. Prof. Dr. Latumeten no.1 Grogol Jakarta Barat Propinsi DKI Jaya dan didirikan berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijkbesluit) tertanggal 30 Desember 1865 No.100 dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal pada waktu itu tertanggal 14 April 1867 yang pembangunannya dimulai pada tahun 1876. Diberi nama RSJ. Grogol pada tahun 1923 yang hanya menerima pasien dari Kejaksaan, Kepolisian, Pamong Praja dan Instansi Pemerintah lain atas dasar indikasi gangguan jiwa berat. Pada tahun 1973 dirubah menjadi RSJ. Pusat Jakarta dan terbuka untuk masyarakat luas. Untuk menghilangkan stigma negatif dari masyarakat maka nama Rumah Sakit Jiwa Pusat Jakarta pada Januari 2003 diganti namanya menjadi “Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan”. Rumah sakit ini adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Merupakan rumah sakit khusus tipe A yang mempunyai tugas dan fungsi serta tujuan untuk melaksanakan upaya kesehatan jiwa secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengupayakan pelayanan kesehatan jiwa pencegahan (preventif), pelayanan kesehatan jiwa pemulihan (kuratif) dan pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi (rehabilitatif), melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa masyarakat serta menjadi “pusat rujukan” jiwa di wilayah JABOTABEK dan Propinsi Banten RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta mempunyai luas tanah sebesar 64.850 m2 dengan luas bangunan 10.387 m2 mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 300 tempat tidur dengan kelas VIP sebanyak 6 TT, Kelas I sebanyak 14 TT, Kelas II sebanyak 32 TT dan Kelas III sebanyak 248 TT. BOR Rumah Sakit per September 2012 sebesar 66% yang mana lebih dari 78% adalah pasien miskin. RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan menuju akreditasi sebagai rumah sakit pendidikan yang saat ini mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan pendidikan yang bekerja sama dengan 3 Institusi Kedokteran, 43 Institusi Keperawatan dan 2 Institusi Psikologi. RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta sejak ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) oleh Keputusan Kementerian Keuangan RI. Nomor 277/KMK.05/2007 maka diikuti oleh adanya perubahan struktur organisasi berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.252/Menkes/Per/III/2008. 3.2. VISI ”Menjadi Pusat Unggulan Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan”. 3.3. MISI Misi RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan adalah sebagai berikut : 1 Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Jiwa sesuai pedoman pelayanan RS Tipe A. 2 Melaksanakan Pendidikan Kesehatan Jiwa sesuai pedoman RS Pendidikan. 3 Melaksanakan Penelitian Kesehatan Jiwa sesuai pedoman Bio Etika Kedokteran. 3.4. NILAI (VALUE) Nilai atau value di dalam bekerja di RSJ. Dr. Soeharto adalah sebagai berikut : 3.5. MOTTO . J : Jujur I : Ikhlas W : Waspada A : Arif Motto yang menjadi budaya kerja di di RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan adalah : ”Melayani Sepenuh JIWA”. 3.6. KONDISI MANAJEMEN DAN OPERASIONAL 3.6.1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dalam rangka pendayagunaan dan optimalisasi kerja serta peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja pejabat struktural, fungsional serta seluruh karyawan maka dilakukan penataan kerja sesuai struktur organisasi berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.252/Menkes/Per/III/2008 berikut Gambar 3.1 STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA DEWAN PENGAWAS DIREKTUR UTAMA KOMITE MEDIK KOMITE ETIK DAN HUKUM DIREKTORAT MEDIK DAN KEPERAWATAN DIREKTORAT KEUANGAN DAN ADMINISTRASI UMUM BIDANG MEDIK BIDANG KEPERAWATAN BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA BAGIAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN BAGIAN KEUANGAN BAGIAN ADMINISTRASI UMUM SEKSI PELAYANAN MEDIK SEKSI PELAYANAN KEPERAWATAN RAWAT JALAN SUBBAGIAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN SUBBAGIAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN TENAGA MEDIS SUBBAGIAN PROGRAM DAN ANGGARAN SUBBAGIAN TATA USAHA DAN PELAPORAN SEKSI PELAYANAN PENUNJANG MEDIK SEKSI PELAYANAN KEPERAWATAN RAWAT INAP SUBBAGIAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MNUSIA SUBBAGIAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN TENAGA KEPERAWATAN DAN NON MEDIS SUBBAGIAN PERBENDAHARAAN DAN AKUNTANSI SUBBAGIAN RUMAH TANGGA DAN PERLENGKAPAN SUBBAGIAN MOBILISASI DANA SUBBAGIAN HUKUM, ORGANISASI DAN HUBUNGAN MASYARAKAT INSTALASI STAF MEDIK FUNGSIONAL DIREKTORAT SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENDIDIKAN INSTALASI INSTALASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SATUAN PEMERIKSAAN INTERN 3.6.2. Produk Jasa Yang Ditawarkan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan menyediakan pelayanan unggulan dan terpercaya sebagai Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan (Mental Urban Health). Dalam rangka mendukung layanan unggulan diatas, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melaksanakan berbagai macam pelayanan medis yang meliputi : 3.6.2.1.Pelayanan Rawat Jalan : a) Klinik psikiatrik dewasa b) Klinik psikiatrik anak & remaja c) Klinik psikiatrik geriatric d) Klinik Mental Organik (Comoribiditas dan Dual Diagnosis) e) Klinik Narkoba/NAPZA f) Klinik Umum g) Klinik Psikologi h) Klinik Gigi i) Day Care Psikiatrik j) IGD k) Klinik Anxietas depresi l) Klinik Spesialis terpadu ( Penyakit dalam, Neurologi, Anak, dan Rehabmedik) m) Klinik konsultasi gizi n) Klinik Medical Check Up Kesegatan Jiwa 3.6.2.2 Pelayanan Rawat Inap : - VIP - Klas I - Klas II - Klas III - PICU (Psychiatric Intensive Care Unit) - Rawat Inap Comorbiditas 3.6.2.3 Pelayanan Penunjang Medik : a. Radiologi b. Fisioterapi c. EEG d. Brain Mapping e. ECT f. EKG g. Stress Analyzer h. Psikometri i. Laboratorium j. Mobil Psikiatrik Keliling (Pelayanan Penjangkauan). 3.6.3. Sumber Daya Manusia Jumlah SDM di rumah sakit sebanyak 443 orang dengan komposisi pegawai terdiri dari PNS dan CPNS serta tenaga honor yang terdiri dari : (seperti tabel berikut) a) Tenanga medis : b) Tenaga keperawatan : 170 orang c) Tenaga kesehatan non perawatan : 33 orang 49 orang d) Tenaga administrasi : 159 orang e) Satpam : 32 orang Tabel 3.2 Komposisi SDM RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2011 REKAPITULASI KETENAGAAN RS JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN 2011 NO STATUS PEGAWAI 1 1 2 2 3 4 5 6 STRUKTURAL Jumlah 1 : MEDIS a. Dokter Spesialis Jiwa b. Dokter Gigi c. Dokter Spesialis Syaraf d. Dokter Radiologi e. Dokter Spesialis Penyakit Dalam f. Dokter Spesialis Bedah g. Dokter Umum Jumlah 2 : PARA MEDIS a. Perawat b. Bidan c. Perawat Gigi Jumlah 3 : PARA MEDIS NON PERAWATAN Jumlah 4 : ADMINISTRASI Jumlah 5 : SATPAM Jumlah 6 : Jumlah Total 1+2+3+4+5+6 : STATUS KETENAGAAN PNS CPNS HONOR 3 4 5 23 0 0 23 0 0 JUMLAH 6 23 23 12 3 2 1 1 1 10 30 2 0 0 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 1 14 4 2 1 1 1 10 33 139 4 2 145 31 31 121 121 10 10 360 20 0 0 20 5 5 0 0 8 8 35 5 0 0 5 13 13 15 15 14 14 48 164 4 2 170 49 49 136 136 32 32 443 3.6.4 Sarana dan Prasarana Sarana peralatan medik dan peralatan non medik yang ada di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto sebagai berikut : 3.6.4.1 Peralatan Medik meliputi : 1. Brain Mapping/Electro Encephalograph : 1 Unit 2. Automatic X-Ray Film Processor : 1 Unit 4. Dental X-Ray Unit General : 1 Unit 5. Dental X-Ray Unit Panoramic : 1 Unit 6. Mobil X-Ray Unit 30 mA : 1 Unit 7. X-Ray Unit Basic 350mA : 1 Unit 8. Ultrasonography : 1 Unit 9. Film Dryer : 2 Unit 10. Film Viewer : 2 Unit 11. Spectrophotometer : 2 Unit 12. Electro Compulsator Therapy : 3 Unit 13. Electro Cardiograph : 2 Unit 14. Microwave Diathermi : 1 Unit 15. Dental Air Compressor : 1 Unit 16. Dental Unit : 3 Unit 17. Haemocytometer : 1 Unit 18. Microscope Binocular : 2 Unit 19. Haematology Analyser : 1 Unit 20. Sunction Pump : 2 Unit 21. Traction Unit : 1 Unit 22. Stress Tes/ HRV Test : 1 Unit 23. Sterilisator : 3 Unit 1. Generator Set : 3 Unit 2. Alat Dapur : 1 Set 3. Alat Laundry : 1 Set a. Ambulance : 5 Unit b. Mobil Operasional : 3 Unit c. Sepeda Motor : 3 Unit d. Kendaraan Jabatan : 4 Unit 3.6.4.2. Peralatan Non Medik meliputi : 4. Kendaraan: 3.6.5. Kondisi Keuangan Kondisi keuangan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan dapat disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan/neraca keuangan, laporan aktifitas dan cost recovery rate seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.3 Laporan Posisi Keuangan RSJ. Dr. Soeharto HeerdjanTahun Anggaran 20082012 TAHUN NO URAIAN 2008 2009 2010 2011 2012 4,707,095,703 9,049,171,175.0 4,136,468,634.0 I - Jumlah Aktiva Lancar 4, 392,032,913.0 2,651,135,542.0 - Jumlah Aktiva tetap 64,990,553,849 72,474,000,640 67,435,674,750 68,731,810,058 331,170,827,336 534,055,152 887,889,575 516,431,995 594,416,332 109,310,374 69,916,641,914 76,013,025,757 72,659,202,448 78,375,397,565 335,416,606,344 1,919,932,874 186,185,374 344,107,964 - 15,568,756 66,655,432,749 67,996,709,040 70,721,278,224 72,315,094,484 78,278,228,994 - Jmlh Aktiva Tak Berwjd III JUMLAH AKTIVA - Jumlah Utang Lancar - Jumlah Equitas 255,568,041,825 - Kelebihan atas Revaluasi - Kenaikan aktiva Bersih 1,341,276,291 7,830,131,343 1,593,816,260 2 1,457,598,198 97,168,571 - Koreksi atas Saldo Kas JUMLAH AKTIVA BERSIH 5,963,134,510 69,916,641,914 76,013,025,757 72,659,202,448 78,375,397,565 335,319,437,773 BAB 4 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI ISTILAH 4.1. Kerangka Teori Rencana pemasaran merupakan instrumen sentral untuk mengarahkan dan mengoordinasikan usaha pemasaran. Rencana pemasaran beroperasi pada dua level yaitu: level strategis dan level taktis. Rencana pemasaran strategis membentangkan pasar sasaran dan proposisi nilai yang akan ditawarkan, berdasarkan pada suatu analisis peluang pasar terbaik. Sedangkan rencana pemasaran taktis menspesifikkan taktik pasar, termasuk fiturproduk, promosi, perdagangan, penetapan harga, saluran penjualan, dan layanan. Rencana-rencana ini kemudian diiplementasikan pada level 0rganisasi yang tepat. Hasilnya dipantau dan jika perlu tindakan perbaikan akan diambil. (Kotler dan Keller ,2006) Menurut Kotler dan Keller (2006) marketing plan meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Ikhtisar eksekutif dan daftar isi, 2. Analisis situasi 3. Strategi pemasaran 4. Proyeksi financial 5. Pengendalian implementasi Menurut Hiebing dan Cooper, rencana pemasaran meliputi komponen sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 dimana suatu rencana pemasaran meliputi komponen sebagai berikut: a. Marketing backround (latar belakang pemasaran); b. Sales objectives (sasaran penjualan); c. Target marjets and marketing objectives (target pasar dan tujuan pemasaran); d. Plan strategies (strategi rencana); e. Communication goals (tujuan komunikasi); f. Tactical marketing mix tools (komponen taktik bauran pemasaran); g. Budget, payback analysis, and calendar (anggaran, analisa payback, dan waktu/kalender). Gambar 4.1 : Kerangka Teori Rencana Pemasaran Visi dan Misi Rumahsakit Analisa Eksternal ` Perumusan Tujuan Strategi Pemasaran Rumah Sakit Desain Organisasi Analisa Internal Etik RS,Hukum dan Peraturan yang berlaku Sumber : Kotler Keller, 2006 Dalam contoh aplikasi rencana pemasaran pada Medical Claims Processing Company Marketing Plan, Southeast Health Service, Inc.(www.mplans.com, 2009) sebagaimana juga dijelaskan oleh Berry dan Wilson (2001), rencana pemasaran dirumuskan dengan kerangka sebagai berikut: Menurut Kotler dan Clarke (1987), sebuah rencana pemasaran suatu program pelayanan kesehatan mencakup isi sebagai berikut: 1) Rangkuman eksekutif, 2) Analisis situasi, 3) Sasaran dan Tujuan 4) Strategi Pemasaran Desain Sistem 5) Program Aksi 6) Anggaran 7) Pengendalian 4.2. Kerangka Pikir Berdasarkan kerangka teori di atas maka dibuat kerangka pikir sebagai acuan proses penelitian Marketing plan di Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa RSJ Soeharto Heerdjan sebagai berikut. Gambar 4.2 Kerangka pikir ANALISA SITUASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL RINGKASAN PASAR Demografis pasar Kebutuhan Pasar Trend Pasar Pertumbuhan pasar Faktor External (OT) - Pesaing - Pasar - Lingkungan - Kebijakan Faktor Internal (SW) - Budaya kerja - SDM - Prosedur pelayanan - Pemasaran STRATEGI PEMASARAN CDMG POSITION Mencakup STP dan 4 P yaitu : -Segmentasi -Target -Positioning -Produk -Price -Place -Promotion 4.3. Definisi Istilah Aspek-aspek dalam perencanaan pemasaran sebagaimana yang telah disebutkan dalam kerangka konsep di atas mencakup beberapa aspek yaitu analisis situasi, strategi pemasaran, dan rencana pemasaran itu sendiri. Berikut ini adalah batasan definisi yang kami maksudkan dalam penelitian ini. 4.3.1. Analisis Situasi Analisis situasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah analisis yang dilakukan dengan menyajikan data latar belakang yang relevan tentang, pasar, pesaing dan berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Penelusuran informasi tentang analisis situasi pemasaran MCU Keswa dilakukan dengan telaah dokumen, observasi dan wawancara terstruktur. Dengan demikian dibutuhkan alat bantu berupa pedoman telaah dokumen, check list observasi, pedoman wawancara, dan alat rekam. Dalam aspek penelusuran informasi analisis situasi diharapkan teridentifikasi faktor-faktor sebagai berikut: 1) Ringkasan Pasar yang meliputi: Demografis Pasar, Kebutuhan Pasar, Trend Pasar, dan Pertumbuhan Pasar. 2) Analisis SWOT yang meliputi: kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. 3) Persaingan 4) Pelayanan unggulan 5) Kunci keberhasilan pemasaran 6) Isu-isu penting pemasaran 4.3.2. Strategi Pemasaran Stategi Pemasaran yang dimaksuud mencakup STP dan 4 P yaitu Segmentasi, Target, Positioning, Product, Price, Place, dan Promotion 4.3.3. Rencana Pemasaran Rencana pemasaran yang dimaksud adalah dokumen tertulis yang mengandung deskripsi dan panduan bagi sebuah strategi pemasaran organisasi ataupun produk, taktik dan program-program untuk menawarkan produk dan layanan mereka dalam lingkup periode perencanaan yang ditentukan. Dokumen rencana pemasaran ini merupakan gabungan rangkaian analisis situasi, strategi pemasaran, proyeksi financial, dan pengendalian implementasi. Penyusunan rencana pemasaran dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan alat bantu pedoman wawancara dan diskusi kelompok terarah jika memungkinkan yang hasilnya berupa dokumen rencana pemasaran BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN 5.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif untuk mengidentifikasi aspek-aspek rencana pemasaran Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa RSJ. Soeharto Heerdjan yang selanjutnya akan disusun dokumen rencana pemasaran. Data dan informasi yang dibutuhkan ditelusuri dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada beberapa orang narasumber termasuk melakukan CDMG guna menggali informasi yang lebih luas dan dalam dimana juga dibutuhkan kesepakatan diantara beberapa narasumber yang ada, khususnya terkait dengan arah dan kebijakan pemasaran. Selain itu, penilitian ini juga menggunakan informasi sekunder dari dokumen dokumen yang terkait. 5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mulai dilakukan di RSJ Soeharto Heerdjan pada Bulan Maret sampai dengan Pertengahan Bulan Juni Tahun 2013. 5.3. Informan Penelitian 5.3.1 Dokter/tenaga fungsional : dilakukan wawancara mendalam dengan Dokter Spesialis jiwa, Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum dan Psikolog 5.3.2 Jajaran Manajemen Mulai dari Kepala Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa,KaBid Medik, KaBid Keperawatan , Kabag Kepegawaian,Direktur Medik dan Keperawatan, Direktur SDM dan Pendidikan, Direktur Keuangan dan Umum di RSJ Soeharto Heerdjan. Wawancara juga dilakukan kepada Dirjen BUK, Kepala Badan PPSDM, Direktur Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes.,Kepala Dinas/Suku Dinas Kesehatan DKI 5.4. Teknik Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara terstruktur dan CDMG dengan menggunakan alat bantu perekam. Selain itu dilakukan observasi langsung dengan menggunakan check list. Adapun data sekunder dikumpulkan melalui telaah dokumen dengan menggunakan pedoman telaah dokumen yang antara lain mencakup Renstra RS, Laporan Tahunan 3 Tahun terakhir, Rencana Bisnis Anggaran, Realisasi Anggaran dan Master Budget RS. Dalam penelitian ini, peneliti termasuk juga sebagai instrumen penelitian yang akan dibantu oleh seorang asisten. Menurut Daymon (2008), bahwa dalam penelitian kualitatif, keterlibatan peneliti dalam dialog kolaboratif sangatlah diperlukan. Sehingga untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan keberadaan orang lain yang membantu mendokumentasikan (notulasi dan rekaman gambar dan suara). 5.5. Manajemen Data Data-data hasil wawancara dan FGD yang telah dikumpulkan akan dibuat dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dituangkan dalam matriks yang telah disusun berdasarkan pokok informasi yang dicari. Setelah data dikumpulkan dan diolah, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) Untuk menjamin keabsahan hasil penelitian ini maka dilakukan upaya upaya pemenuhan kriteria standar kredibilitas dengan cara: 1. Melakukan triangulasi sumber, metode, dan data. 2. Melakukan realibilitas data dengan cara mendengarkan atau memutar rekaman berulang- ulang, kemudian kekeliruan atau data yang dicocokkan dengan transkrip. Bila terjadi rancu maka sebisa mungkin di cek kembali kepada sumber. 3. Menggunakan tenaga asisten untuk kepentingan notulensi dan dokumentasi sehingga peneliti bisa lebih fokus. 5.6. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) yang dimulai dengan menggunakan simbol-simbol kemudian menginterpreasikannya dalam bentuk matriks sesuai dengan factor yang diteliti. Selanjutnya interpretasi data akan dibahas lebih dalam dengan melakukan triangulasi (data, sumber, dan metode). Selain itu, peneliti akan memperkaya analisa dengan membandingkan aspek-aspek rencana pemasaran Instalasi Medical Check Up Kesehatan Jiwa yang diperoleh dari wawancara, observasi, dengan teori pakar serta hasil penelitian terkait dengan pemasaran baik pemasaran rumah sakit ataupun pemasaran organisasi yang lain.