Masa-masa Politik Luar Negeri Indonesia

advertisement
Masa-masa Politik Luar Negeri
Indonesia
Afrizal Kaha
Soekarno



Pencarian bentuk politik luar negeri setelah kemerdekaan
Era revolusi nasional pada masa keperesidenan Soekarno, politik luar negeri
dijiwai oleh kekuatan bersenjata dan diplomasi. Kedua cara tersebut dikemudi
oleh dua figur yang sama sekali berbeda dan bersaing. Presiden Soekarno
menekankan penyelesaian konflik dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya
dukungan internasional di samping juga mengandalkan kekuatan militerangkatan bersenjata untuk menyelesaikan konflik. Yang kedua, supaya konflik
diselesaikan melalui diplomasi. Meskipun esensi kedua cara tersebut pada
prakteknya berbeda, tetapi kedua taktik tersebut dinilai saling mendukung dan
sinergis.
Berkaitan dengan arah kebijakan politik luar negeri Indonesia, Moh. Hatta
menggunakan istilah politik luar negeri indonesia semestinya bebas aktif dan
poros barat-timur bukan lagi menjadi titik temu yang esensial. Pendapat Moh
Hatta ini kemudian dianggap berseberangan dengan cita-cita Soekarno pada
waktu itu. Hanya saja, dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia pemahaman
terhadap politik luar negeri yang bebas dan aktif, senantiasa didefinisikan
kembali sesuai dengan keinginan yang berkepentingan saat itu. walaupun
terdapat perbedaan penafisran terhadapa arti politik luar neger yang bebas dan
aktif, tetapi selalu terdapat asumsi kalau dunia luar yang bersikap memusuhi,
atau paling tidak membawa kemungkinan bahaya.

Hakekat politik luar negeri pada era Soekarno, awal tahun 1950-an,
Indonesia memperlihatkan diri seperti apa yang menjadi pidato Moh.
Hatta, secara fisik sebagai suatu negara yang tidak memihak kepada
salah satu blok yang terlibat dalam perang dingin. Artinya Indonesia
sedini mungkin bersikap netral, tetapi bukan berarti Indonesia bekerja
secara aktif untuk perdamaian dunia dan peredaan ketegangan
internasional. Meskipun Indonesia sering dianggap ekslusif condong ke
Barat, tetapi Indonesia menolak menyokong Amerika dalam Perang
Korea.
 Tanggapan Indonesia itu bisa ditafsirkan sebagai adanya perasaan takut
akan dominasi asing yang baru, yang diakibatkan adanya perasaan baru
bebas dari kolonialisme yang bercampur-baur dengan dampak
pertentangan perang dingin yang terjadi pada saat itu. Akan tetapi
berada di tengah-tengah dua garis jauh lebih sulit daripada memilih
salah satu pihak yang sedang bertikai. Realitas mengatakan siapapun
yang berada di tengahnya, cenderung terus menerus akan tertarik ke
salah satu poros. Hal ini kemudian yang akan dijelaskan lebih lanjut pada
subbab selanjutnya.
Konfrontasi: Ganyang Malaysia
 Pasca Perang dingin yang terjadi sekitar tahun 1945 yakni antar
Blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan Blok Timur
yang diwakili oleh Uni Soviet, menyebabkan beberapa pengaruh
penting dalam dunia perpolitikan di Indonesia khusunya di tahun
1960 pada masa pemerintahan presiden Soekarno.
 Pengaruh-pengaruh yang memicu terminologi “ganyang
Malaysia” ini disebabkan ketika pada waktu itu, politik Luar Negri
yang dipakai oleh Indonesia yakni bebas aktif, dimana pada saat
itu Indonesia tidak memihak kepada Blok Barat maupun Blok
timur, namun memilih untuk tetap bersikap netral. Oleh karena
itu, maka muncullah sosok Negara Malaysia yang saat itu sejarah
berdirinya adalah dibentuk oleh masa penjajahan Inggris.
Indonesia, khususnya Soekarno memulai “politik konfrontasinya”
dengan Malaysia ketika, Inggris mulai memasuki Negara
Malaysia yang secara geografis sangat berdekatan dengan
wilayah di Indonesia.



Ketidaksukaan pemerintah Indonesia terhadap terbentuknya Negara Malaysia yang merupakan
wilayah pembentukan dari Negara Inggris salah satunya karena Malaysia memiliki suatu daerah
persemakmuran Inggris dimana, Soekarno mengancam bahwasanya hal ini dapat menanamkan
imperialisme barat kembali akan adanya sosok Inggris di dalam pemerintahan Malaysia. Mengapa
Soekarno tidak menyukai akan adanya Inggris di Malaysia? Berawal dari munculnya “Cold War”
yang mengalami dampak yang sangat besar khususnya di wilayah Asia Tenggara. Indonesia tidak
memaknai suatu konflik antar Blok barat dan Timur menjadi sebuah dampak yang cukup besar
bagi pemerintahan Indonesia, dikarenakan karena saat itu Indonesia memiliki politik luar negri
yang bebas aktif nya yang tidak memihak oleh siapapun.
Kemudian muncullah term “Ganyang Malaysia” yang memang ini merupakan representasi dari
politik konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Sukarno merupakan sosok pemimpin yang
tidak menyukai adanya colonial barat khususnya yang berdekatan dengan wilayah geografis di
Indonesia. Pembentukan Federasi Malaysia adalah pemicu munculnya konfrontasi ini. Malaysia
yang saat itu disebut sebagai “Bonekanya Inggris” disebabkan karena ketidaksesuaian dari suatu
Politik Luar Negri Indonesia akan terbentuknya Federasi Malaysia ini yang nantinya akan
menanamkan persepsi “ancaman” barat terhadap wilayah Asia Tenggara.
Jadi, Pemicu konfrontasi ini selain disebabkan oleh inggris juga dipengaruhi oleh beberapa aspek
yakni karena Indonesia memiliki hubungan geografis yang berdekatan dengan Malaysia saat itu
(Serawak dan Sabah saat ini) dan Soekarno yang menganggap bahwa pembentukan Federasi
Malaysia memicu munculnya penyebaran imperialisme barat yakni dengan perpolitikannya di
regional Asia. Dan hubungannya dengan politik Luar Negri RI saat itu karena selain Sukarno tidak
menyukai adanya Negara barat di wilayah Asia, juga dikarenakan oleh sebuah persepsi ancaman
yang datang dari pembentukan Negara Malaysia yang menjadi suatu Negara Inggris untuk
wilayah Asia Tenggara. Dan pada tanggal 20 Januari 1965 atas dasar konfrontasi ini menyebabkan
pengunduran diri Indonesia terhadap keanggotaan Dewan keamanan PBB.
Politik poros-porosan

Meski menganut politik bebas aktif, Indonesia sempat menunjukkan bahwa dirinya lebih condong
pada Komunisme. Hal itu dapat terlihat dari politik poros-porosan terbagi menjadi dua periode
yakni periode tahun 1966 Nefos Vs Oldefos dan 1967 Poros Jakarta-Peking. Kedua periode
tersebut menunjukkan bahwa Soekarno sangat anti pada negara-negara Barat beserta dengan
ideologi yang dibawanya. Indonesia menjadi salah satu negara yang mempopulerkan NEFOS
(New Emerging Forces) guna melawan kekuatan OLDEFOS (Old Establishment Forces) yang
merupakan negara-negara imperialis dan kapitalis.[5] Itu merupakan salah satu bentuk
konfrontasi negara-negara berkembang kepada negara-negara Barat.

Tidak hanya itu, Indonesia beberapa kali mengecam tindakan PBB yang terlalu menjunjung tinggi
kepentingan negara-negara Barat, seperti dalam konflik China-Taiwan dan Israel-Arab.[6] Puncak
dari kekecewaan terhadap PBB, Indonesia keluar dari keanggotaan pada 7 Januari 1965. Setelah
itu, Indonesia berusaha membuat kekuatan tandingan bagi PBB dengan menyelenggarakan
GANEFO sebagai pengganti olimpiade dunia yang sebagian besar diikuti oleh negara-negara
komunis,[7] serta CONEFO sebagai wadahnya. Indonesia juga melaksanakan politik mercusuar
guna mendukung terselenggaranya GANEFO melalui pembangunan beberapa proyek raksasa.
Setelah resmi keluar dari keanggotan PBB, Indonesia mulai menjalin hubungan secara terangterangan dengan negara-negara Komunis. Hal itu dapat dilihat dari pembentukan poros Poros
Peking(Beijing)-Hanoi-Pyongyang-Jakarta untuk menandingi kekuatan Blok Barat dan Timur.[8]
Mulai saat itu, Indonesia menjadi sangat dekat dengan China. Hubungan yang terjalin tidak hanya
dalam bidang ekonomi, tetapi juga politik, sosial, budaya.

Hampir semua politik luar negeri Indonesia pada saat itu menyimpang dari kebijakan
politik luar negeri bebas aktif. Hal itu membuktikan bahwa Indonesia merupakan
salah satu negara yang pragmatis. Indonesia akan menjalin kerjasama dengan
negara-negara yang akan mendukung kepentingan nasionalnya. Pada saat
perjuangan pembebasan Irian Barat, Indonesia dengan sengaja berusaha mendekati
Amerika Serikat yang memiliki hak veto dalam PBB untuk dapat melancarkan proses
penyatuan ke dalam wilayah NKRI. Di sisi lain, pada saat yang sama Indonesia juga
menjalin hubungan dengan Uni Soviet guna memperoleh senjata dan peralatan
militer untuk melawan Belanda. Dalam keadaan seperti itu, Indonesia harus waspada
agar pengaruh kedua negara tersebut tidak sampai berimbas negatif bagi urusan
dalam negerinya.

Bagaimanapun juga, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Soekarno pada saat itu
dapat menjadi salah satu pembelajaran bagi perkembangan politik luar negeri
Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan yang pernah terjadi hendaknya tidak
diulangi lagi, karena setiap tindakan yang dilakukan dapat berdampak negatif bagi
Indonesia pada nantinya. Dengan demikian, diharapkan dinamika politik luar negeri
Indonesia menjadi lebih terarah dan teratur, sehingga akan mempermudah
tercapainya kepentingan yang diperjuangkan.
Soeharto



PERAN SENTRAL PRESIDEN SOEHARTO
Soeharto dilantik sebagai pengganti Presiden Soekarno segera setelah Supersemar dikeluarkan
tahun 1966. Namun, belakangan ini muncul kontroversi bahwa dalam pidato terakhir yang
diungkapkan oleh Presiden Soekarno tidak disebutkan adanya pengalihan kekuasaan kepada
Soeharto. Isi dari Supersemar hanya meliputi pengamanan negara, pengamanan diri presiden,
dan pelaksanaan ajaran presiden (Roy Suryo, 2008). Hal itu semakin memperkuat dugaan bahwa
sejak awal pemerintahannya, Soeharto telah menyalahgunakan kekuasaan. Selama masa
pemerintahan Soeharto berlangsung, banyak sekali kebijakan-kebijakan yang sengaja dibuat Pro
Barat. Hal itu dilatarbelakangi oleh kegagalan pemerintahan Presiden Soekarno yang jatuh akibat
Pemberontakan PKI tahun 1965, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan karena penerapan
ideologi yang terlalu condong kiri.
Pergantian masa kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto menandai babak baru dari orde lama
ke orde baru. Apabila selama masa pemerintahan Soekarno, kebijakan yang diambil banyak
bertentangan dengan Barat hal sebaliknya justru terjadi di masa orde baru. Konflik-konflik yang
banyak terjadi di era Soekarno terbukti banyak mengeluarkan biaya yang cukup besar hingga
berdampak pada krisis ekonomi, oleh sebab itu maka kebijakan yang diambil Soeharto cenderung
untuk memperbaiki ekonomi negara melalui peningkatan pembangunan diberbagai sektor.
Dalam masa jabatannya, Soeharto selalu mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah
Amerika Serikat. Selain karena kebijakannya yang sangat antikomunis, Soeharto sangat tertarik
pada hal-hal yang berbau kerjasama ekonomi dengan negara-negara lain. Soeharto memiliki
kepercayaan bahwa
Lanjutan


Pada awalnya Soeharto berusaha mengarahkan kebijakannya pada kembali
pada prinsip politik luar negeri yang bebas aktif. Hal yang pertama dilakukan
adalah bergabung kembali menjadi anggota PBB serta menjalin hubungan baik
dengan Malaysia dan Singapura. Dalam politik luar negerinya, Soeharto
berusaha membangun image dan kepercayaan masyarakat terhadap
dirinya. Soeharto pernah mengatakan bahwa “Politik luar negeri tanpa
dukungan kekuatan dalam negeri adalah sia-sia, dan politik luar negeri Indonesia
harus ditopang oleh stabilitas politik dan ekonomi” (Sabam Siagian, 2008).
Dengan adanya dukungan serta kestabilitasan politik luar negeri maka secara
tidak langsung akan mendukung stabilitas politik ke luar negeri. Dengan
demikian, maka kepentingan nasional Indonesia akan mudah dicapai.
Selama masa pemerintahannya, Soeharto juga berperan dan berpengaruh kuat
di kalangan militer, birokrasi maupun bisnis (Anonim, 1996). Hal itulah yang juga
membuat peran sebagai presiden menjadi sentral pemerintahan. Soeharto juga
dikenal sangat otoriter, banyak kebijakan dibuat hanya untuk mempertahankan
kekuasaannya meski merugikan banyak pihak, terutama rakyat. Sering terjadi
pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto apabila ada pihak yang secara
terang-terangan menolak dan menentang kebijakan yang dibuatnya.
Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Soeharto dapat dilihat dari kasus 27 Juli
dan kasus Trisakti (Ramidi, 2004), serta peristiwa Malari.
PENGARUH KUAT MILITER


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Soeharto sangat berpengaruh kuat di kalangan
militer, birokrasi, dan pebisnis. Militer menjadi sumber utama untuk menegakkan ketertiban,
peraturan, dan undang-undang. Semua itu dilakukan untuk mempertahankan eksistensi
pemerintahan Soeharto di Indonesia. Siapapun yang menentang kebijakan Presiden maka militer
akan bertindak sebagai penegak hukumnya. Hal itulah yang membuat tidak ada satu pihak pun
baik dari dalam maupun luar yang berani mengusik pemerintah Indonesia. Tindakan otoriter yang
selama ini dilakukan oleh Soeharto juga didukung oleh militer. Keberhasilan Soeharto dalam
menyebarkan pengaruhnya di kalangan militer tidak terlepas dari pengalamannya sebagai
anggota Angkatan Darat. Soeharto melebarkan peran Angkatan Darat melalui kebijakan
Dwifungsi ABRI yang merupakan sebuah konsep dasar TNI dalam menjalankan peran sosial politik
(Dephan RI, 2005). Peran sosial mencakup program-program kemanusiaan, bencana alam,
pelayanan kesehatan, TNI masuk desa, dan bakti TNI. Sedangkan peran politik, meliputi
pengembangan kesadaran bela negara kepada setiap warga negara, setia kepada cita-cita
proklamasi 17 agustus 1945 dan NKRI, pengembangan nilai-nilai persatuan dan wawasan
kebangsaan.
Dalam kenyataannya, penerapan yang dilakukan menyimpang dari konsep awal. Soeharto
berhasil memimpin selama 32 tahun dan orang-orang militer membanjiri panggung politik.
Banyak pejabat negara dan anggota administasi sipil yang memiliki latar belakang militer. Itu
berpengaruh pada proses pembuatan kebijakan, yang otomatis mendukung Presiden. Namun
apabila dilihat dari sisi eksternal, posisi Indonesia secara internasional semakin kuat meski
demokrasi semakin melemah. Keberhasilan ekonomi yang dicapai pemerintah bisa menutupi
buruknya tingkat demokrasi di Indonesia.
POLITIK LUAR NEGERI UNTUK PEMBANGUNAN
EKONOMI

Indonesia mengalami kejayaan pembangunan dan kemajuan ekonomi di
Indonesia di masa pemerintahan Soeharto. Politik luar negeri sepenuhnya
difokuskan untuk pembangunan nasional di berbagai sektor. Melalui program
Repelita, Indonesia mampu meningkatkan ekonomi dan pembangunan dalam
negeri. Pada tahun 1984, Indonesia mengalami kemajuan ekonomi yang sangat
pesat dan menjadi negara pengekspor beras terbesar sehingga mendapat
penghargaan dari FAO yakni medali yang bertuliskan ”from rice importer to self
sufficiency” (Anonim, 2005). Soeharto dianggap berjasa besar dalam
menyelesaikan masalah hutang dan pinjaman luar negeri ditimbulkan oleh
pemerintahan Soekarno. Untuk mengatasi hutang-hutang tersebut, Soeharto
mencanangkan IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia) yang berfungsi
untuk melakukan rehabilitasi terhadap perekonomian yang sedang kacau
melalui kerjasama dan bantuan asing. Secara regional, Indonesia berhasil
mendirikan ASEAN yang selain untuk menjalin kerjasama dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya dan keamanan juga berfungsi untuk mengakhiri
konfrontasi dengan negara-negara di Asia Tenggara. Soeharto melakukan usaha
yang cukup penting dalam sejarah politik luar negeri RI saat itu. Keberhasilan
dalam membentuk ASEAN berdampak positif bagi pengakuan dunia
internasional terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara berkembang yang
berhasil mencetuskan organisasi regional yang cukup penting secara
internasional.
Lanjutan
 Kemajuan ekonomi dan kestabilitasan secara politik
tidak membuat pemerintahan Soeharto bertahan
untuk selamanya. Banyaknya penyelewengan yang
terjadi mulai dari praktek KKN, pelanggaran HAM,
dan pengekangan terhadap masyarakat menjadi
bumerang bagi pemerintahan itu sendiri. Meski
secara internal, regional, dan internasional Indonesia
dapat dikatakan mencapai kejayaan dalam
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional,
namun demokrasi tidak dapat ditegakkan.
Untungnya keberhasilan pembangunan nasional
berhasil menutupi kebobrokan pemerintahan dalam
negeri. Ekonomi yang sangat pesat membuat
Indonesia sempat dijuluki sebagai “Macan Asia”.
Habibie

Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden
ketiga Indonesia (1998-1999)
setelah lengsernya Soeharto dari
jabatannya. Kemudian kebijakan lain yang dikeluarkan Habibie adalah
tentang masalah Timor-Timor yang merupakan propinsi palong muda
yang dimiliki Indonesia yang mati-matian dipertahankan pada masa
Soeharto. Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan
opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat
Timor-Timur (Tim-Tim), asatu propinsi termuda Indonesia yang direbut
dan dipertahankan dengan susah-payah oleh Rezim Soeharto. Siapapun
dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Tim-Tim.
Sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas
menentukan nasib sendiri (merdeka) unggulk merdeka. Masalah TimTim, salah-satu yang dianggap menjadi penyebab penolakan pidato
pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu
1999. Pemilu terbaik paling demokratis setelah Pemilu tahun 1955.
penolakan ini membuat BJ, Habibie tidak bersedia maju sebagai
kandidat calon presiden (Capres).


Perhatian Habibie difokuskan untuk menangani permasalahan domestik. Ketika
Habibie menjabat presiden hampir tidak ada hari tanpa demontrasi. Demontrasi
itu mendesak Habibie merepon tuntutan reformasi dalam berbagai bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebebasan pers, kebebasan
berpolitik, kebebasan rekrutmen politik, kebebasan berserikat dan mendirikan
partai politik, mebebasan berusaha, dan berbagai kebebasan lainnya. Namun
kendati Habibie merespon tuntutan reformasi itu, tetap saja pemerintahannya
dianggap merupakan kelanjutan Orde Baru. Pemerintahannya yang berusia 518
hari hanya dianggap sebagai pemerintahan transisi. Dengan demikian arah
politik luar negeri Indonesia sebagian besar menjadi ranah menteri luar
negerinya. Adapun hubungan luar negeri Indonesia dengan Australia dinilai tidak
memuaskan, bahkan cenderung mengalami kemunduran.
Sayangnya, karena kita terlalu fokus pada permasalahan domestik yang
seringkali diwarnai oleh aksi protes, kita sering lupa dengan apa yang telah
diprogramkan oleh Habibie ke luar. Jika kita lebih jeli mengamati keseluruhan
program Presiden Habibi, maka kita mesti mengakui bahwa politik luar negeri
Habibi dijalankan dengan menggunakan instrumen diplomasi soft power. Soft
power dalam Habibi diistilahkan melalui pengembangan sumber daya manusia
Indonesia. Banyak sekali pelajar Indonesia utamanya S2 yang mendapat
beasiswa dari berbagai negara guna menuntut ilmu. Tentu saja hal ini
mencerminkan nama baik Habibie yang diakui secara internasional.
 Perihal perekonomian, Bj Habibie menyerahkan
sepenuhnya kepada staf pemerintah tertinggi yaitu
menteri perdagangan, begitu pula hubungan luar
negeri dipercayakan pada sekelompok orang saja
yang mengumpulkan berbagai informasi yang
diperlukan presiden untuk mengambil keputusan.
 Inti arah politik luar negeri Bj Habibie adalah
pemulihan nama baik indonesia seputar dugaan
pelanggaran hak asasi manusia di Timor timur. Akan
tetapi sebelum permasalahan pelanggaran hak asasi
manusi terselesaikan, sayangnya Bj Habibie telah
digantikan oleh presiden terpilih hasil reformasi.
Masa Pemerintahan Gusdur
 Hubungan sipil militer merupakan salah satu isu utama
dalam perjalanan transisi menuju demokrasi di Indonesia.
Dinamika hubungan sipil militer ini terutama terlihat dalam
isu separatisme, baik di Aceh maupun Papua. Isu Timor
Timur seperti di uraikan diatas juga menjadi contoh penting
yang memperlihatkan keterkaitan antara faktor domestik
(hubungan sipil militer) dan faktor eksternal (diplomasi dan
politik luar negeri).

 Bila dalam periode Habibie terjadi hubungan saling
ketergantungan antara pemerintahan Habibie dengan TNI,
pada masa Abdurrahman Wahid terjadi power struggle yang
intensif antara presiden Wahid dengan TNI sebagai akibat
dari usahanya untuk menerapkan kontrol sipil atas militer
yang subyektif sifatnya.
 Entry point yang digunakan oleh presiden
Wahid adalah persoalan Timor Timur. Komisi
khusus
yang
dibentuk
oleh
PBB
menyimpulkan bahwa kerusuhan di Timor
Timur setelah referendum 1999 direncanakan
secara sistematis. Lebih jauh Komisi tersebut
menyatakan dengan jelas bahwa TNI dan
milisi pro integrasi merupakan dua pihak
yang harus bertanggung jawab atas
kerusuhan tersebut
 Dengan laporan sedemikian, sangat mungkin sekjen PBB akan
memberi rekomendasi pada Dewan Keamanan untuk membentuk
pengadilan internasional untuk mengadili pejabat TNI yang dinilai
bertanggung jawab, termasuk Wiranto. Pada saat yang hampir
bersamaan, KPP HAM yang dibentuk presiden Wahid untuk
menginvestigasi peristiwa di Timor Timur pasca referendum juga
melaporkan temuannya bahwa TNI dan milisi melakukan
pelanggaran HAM serius di Timor Timur dan merekomendasikan
Jaksa Agung untuk memeriksa anggota TNI yang terlibat, termasuk
Wiranto.[12]

 Menyikapi laporan ini, Wahid menyatakan dari Davos saat ia
menghadiri World Economic Forum bahwa ia akan meminta Wiranto
mundur dari jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan
dalam kabinetnya.[13] Wiranto menyatakan penolakannya untuk
mundur dari kabinet dan akibatnya memunculkan spekulasi
kemungkinan kudeta oleh TNI.
 Spekulasi ini antara lain muncul karena sebelumnya duta besar
Amerika Serikat untuk PBB Richard Holbrook mengungkapkan
kekhawatiran pemerintah AS bahwa TNI tidak mendukung
investigasi atas kasus pelanggaran di Timor Timur dan bahkan
mempersiapkan pengambil alihan kekuasaan.[14] Untuk menolak
kecurigaan ini, para kepala staff dari semua angkatan memberi
pernyataan bahwa TNI tidak memiliki rencana untuk menjatuhkan
pemerintahan Wahid. Bahkan Panglima Daerah Militer Jakarta
ketika itu, Mayor Jenderal Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa
TNI tetap loyal kepada presiden Wahid sebagai panglima tertinggi.
Bahkan ia memberi pernyataan menarik yaitu:

 TNI could have toppled the government of former President Habibie
over the East Timor issue. We were able to stage a coup at that time
out of our deep sorrow that the president wanted to let go of East
Timor at the expense of our sacrifice to keep the territory of
Indonesia for years.[15]
 Pada akhirnya, keputusan untuk memberhentikan Wiranto
mendapat
dukungan
penting
dari
ketua
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais dan ketua Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tanjung. Patut diingat bahwa
presiden Wahid secara terus menerus menggunakan
kredibilitasnya di dunia internasional sebagai tokoh prodemokrasi untuk mendapatkan dukungan atas berbagai
kebijakannya mengenai TNI ataupun penanganan kasus
separatisme yang melibatkan TNI. Keputusan pemberhentian
Wiranto, misalnya, diungkapkan kepada publik ketika Sekjen
PBB Kofi Annan berada di Jakarta. Bahkan dalam konferensi
persnya di istana presiden setelah bertemu Wahid, Kofi Annan
menyatakan bahwa ‘the decision [onWiranto] has proven that
Indonesia had taken on responsibility to ensure that those
responsible for the atrocities in East Timor would be made
accountable’
 Dalam setiap kunjungan luar negeri yang
ekstensif selama masa pemerintahannya
yang singkat, Abdurrahman Wahid secara
konstan mengangkat isu-isu domestik dalam
pertemuannya dengan setiap kepala negara
yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini,
selain isu Timor Timur, adalah soal integritas
teritorial Indonesia seperti dalam kasus
Aceh[19] dan isu perbaikan ekonomi.
Masa Pemerintahan Megawati
 Seperti
pendahulunya Abdurrahman Wahid,
Megawati juga secara ekstensif melakukan
kunjungan ke luar negeri. Sebagai presiden,
Megawati antara lain mengunjungi Rusia, Jepang,
Malaysia, New York untuk berpidato di depan Majelis
Umum PBB, Rumania, Polandia, Hungaria,
Bangladesh, Mongolia, Vietnam, Tunisia, Libya, Cina
dan juga Pakistan. Presiden Megawati menuai kritik
dalam berbagai kunjungannya tersebut, baik
mengenai frekuensi ataupun substansi dari berbagai
lawatan tersebut. Diantaranya adalah kontroversi
pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikpoter
dari Rusia yang merupakan buah dari kunjungan
Megawati ke Moskow.
 Selain berbagai kunjungan formal tersebut, politik luar negeri
Indonesia selama masa pemerintahan Megawati juga dipengaruhi
beragam peristiwa nasional maupun internasional. Peristiwa
serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemboman
di Bali 2002 dan hotel JW Marriott di Jakarta tahun 2003,
penyerangan ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan Ingrris dan
juga operasi militer di Aceh untuk menghadapi GAM merupakan
beberapa variabel yang mewarnai dinamika internal dan eksternal
Indonesia.

 Variabel tersebut membawa persoalan turunan yang rumit.
Misalnya, perang melawan terorisme di satu sisi mengharuskan
Indonesia untuk membuka diri dalam kerjasama internasional. Di sisi
lain, peristiwa ini juga menjadi isu besar mengenai perlindungan
terhadap kebebasan sipil di tengah proses demokratisasi, seiring
dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa negara akan
mendapatkan momentum untuk mengembalikan prinsip security
approach di dalam negeri.
 Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa diplomasi
Indonesia kembali menjadi aktif pada masa pemerintahan
Megawati. Dalam pengertian bahwa pelaksanaan
diplomasi di masa pemerintahan Megawati kembali
ditopang oleh struktur yang memadai dan substansi yang
cukup. Di masa pemerintahan Megawati, Departemen Luar
Negeri (Deplu) sebagai ujung tombak diplomasi Indonesia
telah melakukan restrukturisasi yang ditujukan untuk
mendekatkan faktor internasional dan faktor domestik
dalam mengelola diplomasi. Artinya, Deplu memahami
bahwa diplomasi tidak lagi hanya dipahami dalam
kerangka memproyeksikan kepentingan nasional Indonesia
keluar, tetapi juga kemampuan untuk mengkomunikasikan
perkembangan dunia luar ke dalam negeri
 Restrukturisasi ini sangat tepat waktu mengingat
perubahan global terjadi begitu cepat, terutama setelah
peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat. Perubahan
cepat ini memaksa setiap negara untuk mampu
beradaptasi dan mengelola arus perubahan tersebut.
Era SBY
PLNRI bergantung pada 3 hal (Bantarto
Bandoro, CSIS), yaitu:
 Postur Indonesia
 Posisi Indonesia, dan
 Krisis di Indonesia.
PLN Era SBY
 Jika PLNRI yang diterjemahkan Bung Hatta adalah
‘bagaikan mendayung di antara 2 karang’, maka Pak Banto
mengatakan bahwa PLNRI di masa SBY adalah
‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani
2 karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai
insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang
sedang bermasalah.
 Kemudian, terdapat aktivisme baru dalam PLNRI masa
SBY. Ini dilihat pada: komitmen Indonesia dalam reformasi
DK PBB, atau gagasan SBY untuk mengirim pasukan
perdamaian di Irak yang terdiri dari negara-negara Muslim
(gagasan ini belum terlaksana hingga kini).
 Selain itu, terdapat ciri-ciri khas PLNRI di masa SBY,




yaitu:
terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan
negara-negara lain (Jepang, China, India, dll).
terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia pada
perubahan-perubahan domestik dan perubahanperubahan di luar negeri.
‘prakmatis kreatif’ dan ‘opportunist’, artinya:
Indonesia
mencoba
menjalin hubungan dengan siapa saja yang bisa
membantu dan menguntungkan bagi Indonesia.
TRUST,
yaitu:
membangun
kepercayaan
terhadap dunia Internasional. TRUST di sini adalah
Tidak Berkiblat ke AS
Download