Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 86 BAB VIII INFORMASI DALAM PERUSAHAAN A. Rumusan Capaian Pembelajaran Informasi dalam Perusahaan 1. Sikap Sikap utama dan pertama yang harus ditanamkan pada diri mahasiswa maupun pengampu Mata Kuliah Pengantar Manajemen Keuangan dan perlu dituangkan dalam bab ini adalah informasi dalam perusahaan, dan ada yang penting baik mahasiswa maupun pengampu Mata Kuliah harus: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama,moral, dan etika; c. berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, ber bangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila; d. berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasi o- nalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa; e. menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain; f. bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan; g. taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; h. menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik; i. menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara andiri;menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan berwirau usaha (KKNI, 2012) 2. Ketrampilan Umum Terkait dengan Informasi dalam Perusahaan Keterampina umum yang harus ditanamkan pada diri mahasiswa maupun pengampu Mata Kuliah Pengantar Manajemen Keuangan, yang dituangkan dalam bab ini Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 87 adalah informasi dalam perusahaan, dan ada yang harus dipahami oleh mahasiswa harus: a. mampu menerapkan pemikian logis, kritis, inovatif, bermutu, dan terukur dalam melakukan pekerjaan yang spesifik di bidang keahliannya serta sesuai dengan standar kompetensi kerja bidang yang bersangkutan; b. mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur; c. mampu mengkaji kasus penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mem- perhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan bidang keahliannya dalam rangka menghasilkan prototype, prosedur baku, desain atau karya seni, menyusun hasil kajiannya dalam bentuk kertas kerja, spesifikasi desain, atau esai seni, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi d. mampu menyusun hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk kertas kerja, spesifikasi desain, atau esai seni, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi;. e. mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan prosedur baku, spesifikasi desain, persyaratan keselamatan dan keamanan kerja dalam melakukan supervisi dan evaluasi pada pekerjaannya; f. mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja sama dan hasil kerja sama didalam maupun di luar lembaganya; g. mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya; h. mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada di- bawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri; i. mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi (KKNI, 2012). B. Asymmetric Information Theory Asymmetric information adalah kondisi dimana semua pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal (Atmaja, 1999;261). Sementara itu tujuan menejemen keuangan adalah Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 88 memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Oleh karena itu, manajer pada umumnya termotivasi untuk menyampaikan informasi yang baik mengenai perusahaannya secepat mungkin. Namun pihak diluar perusahaan tidak tahu kebenaran dari informasi yang disampaikan tersebut. Jika manajer bisa memberikan sinyal yang meyakinkan, maka publika akan terkesan dan hal ini akan terefleksi pada harga sekuritas. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimalkan nilai untuk pemegang saham saat ini (current stockholder), bukan pemegang saham baru maka ada kecenderungan bahwa (Atmaja, 1999;261). a. Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tapi menggunakan laba ditahan, dan b. Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana. Menurut Gordon Donaldson adanya asymmetric information bahwa perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan : (1) laba ditahan dan dari depresiasi, (2) utang, dan (3) penjualan saham baru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam teori asymmetric information dapat menunjukkan perilaku perusahaan sebagai berikut : a. Penggunaan utang memberikan keuntungan karena adanya pengurangan pembayaran pajak akibat bunga utang. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya menggunakan utang dalam struktur modal mereka b. Namun demikian, financial distress dan agency cost membatasi penggunaan utang. c. Karena adanya asymmetric information, perusahaan cenderung memelihara kemungkinan berutang untuk dapat mengambil keuntungan dari kesempatan informasi yang baik tanpa harus menerbitkan saham baru pada harga yang sedang turun. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 89 C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Optimal (Determinants Of Optimal Capital Structure) Pada dasarnya ada beberapa faktor penting yang dapat dipertimbangkan dalam upaya mengoptimalkan struktur modal untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham (Emery, 1997: 489), yaitu. a. Tax consequences b. Total agency cost associated with the firm c. Financial distress and bankcruptcy cost d. External financing transaction such as direct selling and commision costs, but also indirect asymetric information cost created by problem of adverse selection (5) Market reaction based on information perceived to be contained in the firm’s choice of capital structure and in any chages that are mede to it a. (6) Demand- supply imbalances for securities b. (7) Transaction cost associated with the firm’s investors rearranging their security holdings because of a change in the firm’s capital structure policy c. (8) Any legal or policy restrictions on the firm and its shareholders that might affect the firm’s choise of capital structure. Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam manajemen struktur modal untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham perlu memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham perlu diperhatikan tentang konsekuensi pajak, baik pajak perusahaan maupun pajak pribadi dari investor. Selain itu adalah total biaya keagenan yang timbul karena bentuk pendanaan baik utang maupun baik utang maupun modal sendiri, biaya kebangkrutan dan biaya yang timbul dari keadaan keuangan yang terancam kebangkrutan, biaya transaksi dari pendanaan eksternal, reaksi pasar karena perubahan struktur modal, ketidak-seimbangan permintaan dan penawaran surat-surat berharga, biaya transaksi yang timbul karena perubahan kepemilikan saham perusahaan dan pembatasan kebijakan perusahaan. Damadoran, (1997: 487) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi struktur modal optimal dibagi menjadi faktor yang berasal dari perusahaan dan faktor ekonomi makro. Faktor spesifik perusahaan terdiri dari pembayaran pajak perusahaan, pendapatan sebelum pajak, varian dari pendapatan operasi. Secara umum keuntungan Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 90 pajak dari utang akan naik jika pembayaran pajak naik. Sedangkan faktor yang termasuk dalam makroekonomi adalah pembayaran utang yang diperoleh dari perbedaan pembayaran bunga utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Rasio utang akan naik jika perbedaan pembayaran bunga turun. Berdasarkan pendapat di atas, maka secara umum faktor yang perlu diperhatikan dalam struktur modal optimal adalah (Weston, 1990: 713): (1) Sales stability, (2) Asset structure, (3) Operating leverage, (4) Growth rate, (5) Profitability, (6) taxes, (7) Control, (8) Management attitudes, (9) Lender and rating agency attitudes, (10) Market condition, (11) The firm’s internal condition, (12) Financial flexibility. Dari beberapa pendapat sebelumnya, maka pendapat Weston & Brigham lebih terperinci dalam menentukan variabel yang perlu dipertimbangkan dalam struktur modal optimal. D. Peranan Managerial ownership dan Institutional ownership Pada dasarnya managerial ownership dan Institutional ownership mempunyai peranan yang sangat kuat dalam perusahaan. Managerial ownership dalam perusahaan berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemegang saham, investasi yang dilakukannya tetap kurang optumal, karena mereka melakukan investasi dalam claim residual perusahaan dengan batasan kekayaan pribadi mereka. Sedangkan Institutional ownership akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, dengan meningkatkan akuntabilitas manajer melalui alat pengawasan. Investor-investor institusi akan berusaha menggunakan haknya untuk menciptakan perubahan-perubahanfundamental dalam perilaku manajemen, misalnya dengan cara membentuk suatu komite penasehat pemegang saham yang berfungsi untuk megkaji ulang hasil-hasil operasi dan keuangan perusahaan, dan berusaha untuk meningkatkan aliran informasi antara pemegang saham dan manajemen perusahaan. Selanjutnya Jensen & Meckling (1976) menggambarkan peranan aktivitasaktivitas monitoring untuk mengurangsi agency cost. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 91 V U1 V0 E D U2 V" U3 V' C Slope-alfa B Slope -1 F' F" F' F MARKET VALUE OF MANAGER'S EXPENDITURE ON NON PERCUNIARI BENEFITS Gambar 1. Peranan aktifitas monitoring untuk Mengurangi agency cost. Pada gambar di atas, kurva BCE merupakan batas anggaran yang didapat, ketika perusahaan melakukan aktivitas monitoring. Tanpa adanya aktifitas ini, dengan asumsi proporsi ekuitas luar sebesar (1-), nilai perusahaan akan menjadi V’ dan biaya yang dikeluarkan sebesar F’. Apabila biaya monitoring sebesar M, pemegang ekuitas dapat membatasi konsumsi perquisite manajer pada jumlah yang kurang dari F’.Suhubunngan dengan penjelasan diatas, bahwa penelitian tentang struktur kepemilikan saham yang terkait dengan managerial ownership dan institutional ownership telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, dengan hasil yang berbeda. Kim & Sorensen (1986), Agrawal & Mendelker (1987), dan Mehran (1992) menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajer dengan debt ratio perusahaan, sedangkan Frend & Hasbrouk (1988), dan Jensen et al. (1992) menemukan hubungan negatif antara prosentase saham yang dipegang manajer dengan debt ratio perusahaan. Moh’d et al. (1988) menemukan bahwa struktur kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institutional dan kepemilikan saham oleh pihak internal (manajer) mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio. Batchala et al. (1994) menunjukkan bahwa institutionalinvestor mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio dan managerial ownership. 1. Kinerja Keuangan Perusahaan Pada hekekatnya investor membeli saham karena mengharapkan sesuatu (Belum pasti) dari investasi yang dilakukannya, yang berupa dividen dan capital gain Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 92 perusahaan penerbit. Perlulah baginya untuk menilai /menganalisis kinerja keuangan perusahaan. Kinerja yang dimaksud adalah prestasi (performance) dalam bidang keuangan yang dicapai oleh manajemen dalam mengelola perusahaannya. Kinerja seperti dikemukakan oleh Weston dan Brigham (1993; 33): “If managementis to maximize a firm’s value, it must take advantage of the firm’s stengh and correct its weaknesses. Financial statement analysis involves comparison of the firm’s performance with that of other firms in the same industry. This helps management identity deficiencies and then take action to improve performance”. Pengambilan keputusan investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi investor dalam arti kondisi keuangan dan sikap investor terhadap risiko; motif investasi, apakah intensitas motif, keamanan, pertumbuhan pendapatan ataukah spekulasi atau mungkin motif tunggal; juga media investasi serta teknek dan model analisis termasuk jenis investasi dan cara pengolahannya; dan yang terakhir adalah strategi investasinya (Ikatan Bankir Indonesia, 1990; 141-142). Selain itu, keputusan investasi perlu ditunjang oleh ketersediaan dana internal dalam arti laba ditahan melalui kebijakan dividen dan juga kebijakan struktur modal perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan adalah hasil dari semua keputusan manajemen yang dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan perlu mengkaitkannya dengan kinerja keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan-keputusan itu. Analisis kinerja keuangan ini didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan, seperti tercermin dalam laporan keuangan yang dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan (Hilfert, 1991;52). Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan digunakan oleh investor baik individual maupun institutional untuk memperkirakan laba dan dividen di masa mendatang, dan tentang risiko atas nilai sekuritas itu sendiri. Nilai sekuritas itu sendiri didasarkan pada arus kas, dimana laba akuntansi yang tinngi umumnya menandakan arus kas yang tinggi dan kemampuan untuk membayar dividen dalam jumlah besar. Dikemukakan oleh Munawir (1981; 3) bahwa Laporan Keuangan digunakan oleh investor untuk membantu atau meramal dan membentuk harapan-harapan tentang pendapatan dividen di masa yang akan datang dan risiko dari nilai yang diharapkan tersebut (capital gain). Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 93 Gambaran tentang perkembangan suatu perusahaan/kinerja diperoleh dengan mengadakan interpretasi atau analisis terhadap data keuangan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangannya. Analisis laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan analisis rasio dari laporan keuangan tersebut untuk mengkaji seberapa efektifnya suatu perusahaan dalam membuat dan menjual barang/jasa serta membantu dalam meramalkan laba dan dividen perusahaan di masa mendatang. Berdasarkan laporan keuangan dihitung rasio-rasio yang dapat dirangkum dalam persamaan Du pont. Weston dan Brigham (1993; 309) menyatakan bahwa persamaan Du pont memperlihatkan bagaimana return on invesment, profit margin/marjin laba, total asset turnover/rasio perputaran aktiva dan leverage/ rasio penggunaan utang berinteraksi untuk menentukan return on equity atau pengembalian atas ekuitas. Sistem Du pont membantu menganalisis aktivitas perusahaan mulai dari harga jual mempengaruhi profit margin, sampai dengan mengkaji berbagai cara untuk menekan biaya. Selain itu juga mengkaji cara melakukan investasi dan akibat dari strategi pendanaan perusahaan yaitu memperkecil beban bunga, risiko utang sambil tetap menggunakan utang untuk menaikkan tingkat pengembalian atas ekuitas/return on equity (roe) tersebut. Du pont Analysis memperlihatkan bagaimana utang, perputaran aktiva/TATO dan profit margin dikombinasikan untuk menentukan Return On Equity (ROE). Du pont System memecah ROE dan ROA menjadi berbagai rasio lainnya, dimana ROA dan ROE (Fraser dan Aileen, 2000; 170) merupakan dua rasio yang mengukur efisiensi keseluruhan dari perusahaan dalam memanajemeni total investasi dan dalam menghasilkan return bagi pemegang saham. Weston & Brigham (1993; 63) berpendapat bahwa ROA akan sama dengan ROE jika perusahaan tidak menggunakan utang, karena ROE dihitung dengan mempertimbangkan penggunaan utang atau leverage, yang dirumuskan sebagai berikut: ROE = ROA x 1 1 D/A Dimana, ROA = (Profit Margin) (Total Asset Turnover) ROE = (ROA)(Equity Multiplier) Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 94 = Net Income Total Assets Total Assets Common Equity atau : ROE = (Profit Margin) (Total Assets Turnover) (Equity Multiplier) Dimana: 1. Profit margin memerlihatkan pengawasan terhadap biaya 2. Total Asset Turnover (TATO) memperlihatkan efektivitas penggunaan aktiva. 3. Equity multiplier memperlihatkan efektivitas penggunaan utang Du Pont System digambarkan sebagai berikut : ROE x ROA Profit Margin Sales EAT : - Total Cost Operating Cost Depreciation Asset/Equity TATO x Sales : Sales Total Assets Current Assets Interest Taxes Cash + Fixed Assets Securities Account Receivables Sumber : Weston dan Brigham (1993:62) Gambar 5. Skema Du pont Skema Du pont tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Inventories Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 95 a. Liquidity ratios, yang menunjukkan hubungan dari current assets terhadap current liabilities, dan karenanya menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi utang-utang atau kewajiban yang segera harus dipenuhi. b. Asset management ratios, yang mengukur seberapa efektifnya suatu perusahaan memanajemeni aktiva-aktivanya. c. Debt management ratios, yang menunjukkan tingkat di mana perusahaan dibiayai dengan utang dan kemungkinan kegagalan memenuhi kewajiban utangnya. d. Profitability ratios, menunjukkan efek gabungan dari ratio-ratio liquidity, asset management, debt management policies terhadap hasil operasinya. Berkaitan dengan ROE, risiko bisnis juga tergantung pada besarnya biaya tetap dalam operasi perusahaan, jika biaya tetap tinggi, maka penurunan penjualan yang kecil sekalipun akan menurunkan ROE yang cukup berarti dengan asumsi hal-hal konstan (Brigham dan Gapenski, 1996; 358). Semakin tinggi biaya tetap biasanya terjadi pada perusahaan dan industri yang bersifat capital-intensive atau highly automated dan highly skilled workers yaitu dengan product development cost yang tinggi berarti biaya amortisasi pengembangan yang tinggi. Pada dasarnya tidak ada ukuran standar yang pasti tentang rasio-rasio tersebut, seperti dikemukakan oleh Levy dan Marshall (1988; 62) bahwa “There are no absolute standards by which a ratio can be judged. Two principal alternatives are available, cross sectional analysis and time series analysis”. Hal ini berarati bahwa interpretasi dari ratio-ratio ini dapat dilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Ada 2 dasar perbandingan menurut Weston dan Copeland, (1981; 244) yaitu: (1) analisis kecederungan (time series/trend analysis) yang mengyangkut perbandingan ratio-ratio dari waktu ke waktu untuk melihat apakah perusahaan mengalami perbaikan ataukah kemunduran, dan (2) perbandingan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama (cross sectional analysis). Lebih lanjut Rajan dan Luigi (1995; 1427) mengemukakan bahwa ukuran yang paling relevan tergantung pada tujuan analisis; “Clearly, the most relevant measure depend on the objective of the analysis”. Ukuran kinerja menurut Du pont System adalah ROE, ROI dan profit margin, dimana masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 96 a. Return on Equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas bagi pemegang saham perusahaan yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri/Ekuitas. Ukuran ini sesuai dengan Brigham dan Gapenski (1995; 358), Weston dan Brigham (1993; 63) dan setyaningsih (1995; 113). b. Return on Invesment (ROI) merupakan tingkat pengembalian atas investasi perusahaan yang mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Ukuran ini sesuai dengan Sarig, oded dan James scott (1982; 1463) Weston dan Copeland (1984; 244) Setyaningsih (1995; 113) Prinches dan Caruthers (1990; 392) c. Profit Margin mengukur seberapa banyak keuntungan operasional yang bisa diperoleh dari setiap rupiah penjualan, sesuai dengan Gibson (1992; 123) Shapiro (1991; 729) Setyaningsih (1995; 113). 2. Harga Saham Ditentukan Oleh Nilai Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa rasio nilai pasar memberi manajemen suatu indikasi tentang apap yang dipikirkan oleh investor tentang kinerja masa lalu dan prospek perusahaan dimasa mendatang. Nilai pasar saham sebenarnya ditentukan oleh cash flow perusahaan. Sebenarnya nilai total perusahaan adalah jumlah dari kedua komponen nilai yaitu nilai pasar saham ditambah dengan nilai pasar utang. Nilai pasar saham dapat dipandang dari berbagai segi permintaan, segi penawaran dan faktor-faktor ekternal seperti efisiensi pasar, tingkat bunga, tingkat inflasi maupun nilai kurs. Selanjutnya hal tersebut diatas, akan dijelaskan di bawah ini. a. Segi permintaan Fluktuasi harga sekuritas/saham tampaknya merupakan perputaran yang tidak berarti, tetapi berdasarkan pengujian lebih dekat tampak bahwa harga-harga bergerak di sekitar perubahan nilai yang dialaminya, dan bahwa harga sekuritas dapat dipandang sebagai serangkaian fluktuasi acak yang terkendala sekitar nilai intrinsiknya (Francis, 1993; 401). Dan membeli pada waktu yang acak dan tidak meneliti sebelum mereka melakukan investasi. Sedangkan Information trader mempunyai sumber daya untuk Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 97 menemukan informasi baru dan mengembangkan estimasi nilai sekuritas. Information trader mengenali berita yang signifikan dari nilai intrinsik dan menganggap perdagangan cenderung mendekatkan harga pasar dengan nilai nilai intrinsik saham. Sedangkan menurut Fama (1955;36) Model Cootner menunjukkan bagaimana harga sekuritas berfuktuasi karena tindakan dari kedua trader tersebut. Liquidity trader yang tidak mendasarkan pada analisis yang tepat tentang berita terakhir, maka ia mungkin akan membeli sekuritas yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai instrinsiknya. Setelah itu akan menjual sekuritas bila harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya. Ini akan menyebabkan fluktuasi harga menyebar dari nilainya. Ketika harga sekuritas berbeda secara signifikan dari nilai intrinsik yang sebenarnya, information trader akan mendongkrak harga yang rendah atau menekan harga sekuritas yang overpriced dengan menjualnya. Akibatnya information trader akan membentuk barrier di sekitar nilai intrinsicnya. b. Segi Penawaran Tujuan keputusan keuangan adalah memaksimumkan kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. Sebenarnya nilai total perusahaan adalah jumlah dari kedua komponen nilai yaitu nilai pasar ekuitas ditambah dengan nilai pasar utang. Ukuran kekayaan pemegang saham memfokuskan pada kinerja harga saham perusahaan dan mencoba menentukan berapa kenaikan kekayaannya dari satu periode ke periode berikutnya berdasarkan dividen yang mereka terima dan apresiasi harga saham perusahaan (Bacidore dkk,1997; 19). Oleh karena itu kekayaan pemegang saham atau niali perusahaan di wujudkan dalam pemaksimuman harga saham. Nilai perusahaan hanya berkaitan dengan aliran laba/cash flow yang dihasilkan, dimana cash flow dapat berasal dari aktivitas operasi, aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi seperti yang dikemukakan oleh Livnat dan Paul (1990:26-27), yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Aktivitas operasi, seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, pembayaran kepada supplier, employee, pajak, dan bunga b) Aktivitas pendanaan, seperti penerbitan utang baru, penerbitan saham preferen baru, penerbitan saham biasa baru, dan pembayaran dividen Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 98 c) Aktivitas investasi, seperti investasi baru dalam tanah, pabrik dan peralatan, maupun akuisisi bisnis baru, investasi dalam modal kerja Cash flow tersebut dapat dijelaskan secara sistematis seperti dikemukakan oleh Jalilvand dan Harris (1994; 129) sebagai berikut : At = LD1 + SD1 - LIQ1 + CP1 + (Et – DIVt) A = Aktiva Perusahaan LD = utang Jangka Panjang SD = utang Jangka Pendek LIQ= Aktiva Lancar CP = Saham Biasa dan Saham Preferen E EAT/Laba Bersih Setelah Pajak = DIV= cash dividends Selanjutnya hipotesis MM tentang arti biaya modal rata-rata yang dinyatakan sebagai berikut: Nilai pasar ditentukan dengan mengkapitalisasi cash flow yang diharapkan (earning before interest), dengan menggunakan tingkat kapitalisasi yang layak, untuk risiko perusahaan. Nilai pasar total ini V0 didefinisikan sebagai nilai pasar ekuitas Ve0 dan nilai pasar utang D0. dengan demikian nilai pasar perusahaan akan meningkat jika utang meningkat, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : (Clarke, Brent, Robert, Stephen, 1990;160). V0 = CF/ V0 = Ve0 + D0 Lebih lanjut Pike dan Richard (1986; 219-220) berpendapat bahwa nilai perusahaan tergantung pada cash flows operasi yang dapat diantisipasi, investasi baru dan risiko, yang tampak tidak mungkin bahwa para manajer dapat menciptakan nilai dengan mendistribusikan Net Cash flow dari operasi antara pembayaran dividen dan yang ditahan dalam perusahaan. Oleh karena itu perusahaan diharapkan mempertahankan untuk memilih struktur modal optimal dengan menggunakan kombinasi dari pendanaan ekuitas dan utang yang akan memberi penilaian pasaar maximum perusahaan dan biaya modal yang minimum. Pendekatan tradisional Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 99 berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (biaya modal) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya dalam arti penggunaan utang dibandingkan ekuitas, sehingga keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan utang karena nilai perusahaan meningkat dengan menurunnya biaya modal (Husnan dan Pudji, 1994; 297). Modigliani & Miller (MM) berpendapat bahwa pandangan tradisional tidak benar. Mereka menunjukkan munculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham (nilai perusahaan) yang tidak menggunakan utang maupun yang menggunakan utang, akhirnya sama. Hal ini terjadi dalam kondisi tidak ada pajak dan dalam pasar modal sempurna. Dengan demikian berarti bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan karena pada umumnya bunga yang dibayarkan (karena menggunakan utang) bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible/tax shield). Oleh karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan yang menggunakan utang akan lebih besar dari niali perusahaan yang tidak menggunakan utang. c. Faktor Eksternal : Efisiensi Pasar Modal Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang harga sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Informasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis (Fama, 1969; 9) yaitu: perubahan harga di waktu yang lalu, informasi yang tersedia kepada publik dan informasi yang tersedia bukan kepada publik. Terdapat tiga bentuk efisiensi pasar modal yaitu: a) Weak form efficiency atau efisiensi bentuk lemah menunjukkan keadaan di mana harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga diwaktu yang lalu. Dalam keadaan ini pemodal atau investor tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan menggunakan aturan perdagangan berdasarkan atas informasi harga di waktu yang lalu. b) Semi-strong form efficiency atau efisiensi bentuk setengah kuat menunjukkan keadaan di mana harga-harga bukan hanya mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi semua informasi yang dipublikasikan. Dalam keadaan ini Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 100 pemodal atau investor tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan public information. c) Strong form efficiency atau efisiensi bentuk kuat menunjukkan keadaan di mana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisis fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam keadaan ini harga selalu wajar dan tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang harga saham. Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagaimana dijelaskan di bawah ini. a) Market to book ratio memberikan indikasi bagaimana investor menilai perusahaan, sehingga makin tinggi rasio ini, berarti semakin besar tambahan wealth yang dinikmati oleh pemilik perusahaan. Noronha, Dilip dan George (1996; 445) Rajan dan Luigi (1995; 1456) menggunakan Tobin’s q ratio sebagai proxy dari market/book ratio yang digunakan sebagai ukuran peluang investasi perusahaan, dimana semakin tinggi ratio ini menunjukkan semakin tinggi peluang investasi mendatang dan semakin besar kebutuhan akan dana external/utang. b) Price earning ratio (PER) menunjukkan bahwa investor akan membayar berapa rupiah harga saham untuk setiap satu rupiah laba periode berjalan, atau apa yang investor pikirkan untuk kinerja masa lalu dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Asri dan Anton (1999; 89) menguji konsistensi PER model dalam menaksir harga saham, dan menemukan bahwa penilaian saham lebih sebagai seni dibanding ilmu dan PER model hanya digunakan jika investor mengganggap bahwa situsi pasar dan selera sama dengan ketika PER model dirumuskan. c) Stock price adalah harga pasar dari saham yang dimiliki perusahaan karena perubahan nilai pasar perusahaan sesuai dengan perubahan utangnya. Tanda wealth effect tergantung hanya pada efek perubahan utang terhadap nilai perusahaan, dimana kenaikan nilai pasar saham akan mempunyai wealth effect yang positif (Sarig, Oded & James Scott, 1982; 1462). Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 101 E. Hubungan Kinerja Keuangan Dan Nilai Perusahaan Pada hakekatnya keberhasilan/kinerja keuangan perusahaan dapat mempengaruhi harga saham, maksudnya apabila investor melihat bahwa kinerja keuangan baik, maka investor akan mau membayar harga yang tinggiuntuk saham yang diterbitkannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganalisis harga saham per lembar dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan oleh Clarke, Roger, Brent & Stephen (1991; 220) sebagai berikut: S = PS. M EAT M . EQ/Shares.Mm. Mm EQ = = ROE. BV. Mm. Mr. Dimana : S = stock price EPS = earning per share EQ = equity ROE = rate of return on equity BV = book value of equity per share M = price-earnings multiple for the firm Mm = price-earnings multiple for the market Mr = price-earnings multiple of the firm relative to the market multiple. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa stock price/harga saham perusahaan akan tergantung pada rate of return on equity (ROE), book value of equity per share, general level of the market’s price-earnings ratio, dan the price-earnings ratio for the firm relative to that of the market. Berarti ada variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham langsung atau tidak langsung dari efek pasar umum yang berada di luar kendali manajemen. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan menerapkan hubungan variabel-variabel internal sehingga di peroleh taksiran harga saham (Husnan dan Pudji, 1998; 316). Langkah yang penting dalam membuat model peramalan harga saham adalah Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 102 mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan dividen dan sebagainya, yang diperkirakan mempengaruhi harga saham. Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam kerangka analisis fundamental/fundamental analysis, yaitu present value dan price earning ratio (PER). Dengan pendekatan Present Value, dimana nilai intrinsik suatu saham merupakan present value dari dividen-dividen yang akan diterima oleh pemodal/investor di kemudian hari. Sehingga kalau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan meningkat juga. Masalahnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perusahaan yang menghasilkan laba adalah penjualan dan biaya, sehingga perusahaan perlu mengidentifikasinya. Sementara itu, dalam analisis teknikal/technical analysis merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga saham tersebut di waktu yang lalu. Faktor-faktor teknikal yang menjadi pertimbangan adalah kebijakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga dan sebagainya yang mungkin mempengaruhi harga saham. F. Pnelitian Terdahulu 1. Kim dan Sorensen (1986), Agrawal & Mendelker (1987), dan Mehran (1992) menemukan pengaruh signifikan dan hubungan positif antara kepemilikan manajer dengan debt ratio perusahaan. Sedangkan Frend & Hasbrouk (1988) dan Jensen et al. (1992) menemukan pengaruh signifikan dan hubungan negatif antara prosentase saham yang dimiliki manajer dengan debt ratio perusahaan. Moh’d et al. (1988) menemukan bahwa struktur kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institutional) dan kepemilikan saham oleh pihak internal (manajer) mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif terhadap debt ratio. Batchala et al. (1994) menunjukkan bahwa institutional investor mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio dan managerial ownership. Selanjutnya kumpulan dan beberpa temuan penelitian tentang agency theory bahwa kepemilikan manajerial dan institutional berpengaruh signifikan terhadap debt ratio. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 103 2. Agrawal & Mendelker (1987) dalam penelitiannya berjudul “Managerial Incentive and Corporate Invesment and Financing Decision”, menguji hubungan antara saham dan opsi yang dipegang oleh manajer serta karakteristik dari keputusan investasi yang dipegang oleh perusahaan terutama perubahan dalam return on asset. Hasil penelitian tersebut adalah, kepemilikan manajerial pada perusahaan yang varian return-nya meningkat lebih besar dari perusahaan yang varian returnnya rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara debt ratio dan kepemilikan managerial. 3. Jensen et al. (1992) melakukan pengujian secara cross section terhadap 565 perusahaan untuk tahun 1982 dan 632 perusahaan untuk tahun 1987 guna menguji hubungan timbal balik antara insider Ownership, Financing Policy dan Dividend Policy. Pengujian hubungan simultan ini dilakukan dengan menggunakan persamaan simultan 3SLS. Salah satu hasil pengujiannya menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif yang signifikan terhadap kebijakan pembiayaan dan pertumbuhan memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kebijakan pembiayaan. 4. Grimer & Gordon (1995) melakukan kajian tentang sejauh mana hubungan antara Capital Expenditure dengan Internal Cash flow dan Insider Ownership ditinjau dari perspektif pecking order dan hipotesis manajerial. Penelitian mereka dilatorbelakangi oleh perbedaan kedua hipotesis tersebut dalam menyingkapi hubungan Capital Expenditure dengan Insider Ownership. Menuruthipotesis pecking order bahwa keputusan capital expenditure perusahaan sama sekali tak terkait dengan seberapa besar kepemilikan saham para manajer di perusahan (Insider Ownership). Menurut hipotesis manajerial, para manajer yang memiliki saham sedikit dalam perusahaan akan menggunakan internal cash flow untuk membiayai pengeluaran modal yang lebih tinggi. Dengan kata lain bahwa dalam hipotesis manajerial, capital expenditure memiliki hubungan yang negatif dengan insider ownership. Ada dua tahap yang dilakukan dalam melakukan pengujian terhadap kedua hipotesis tersebut, yaitu sebagai berikut: a. Menguji hubungan bivariate diantara ketiga variabel Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 104 b. Melakukan pengujian secara multivariate, dimana capital expenditure sebagai variabel dependen, sedangkan internal cash flow dan insider ownership sebagai variabel independen Hasil utama analisisnya menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap internal cash flow dalam membiayai capital expenditure tidak disebabkan oleh konflik kepentingan antara manajer dengan current shareholders, akan tetapi lebih disebabkan oleh informasi asimetris antara para manajer dengan calon shareholders. Dengan kata lain bahwa perilaku keuangan perusahaan cenderung mendukung teori pecking order 5. Mukherji (1997) menguji hubungan antara pendapatan saham dengan variabel fundamental yang salah satunya adalah rasio utang dengan equity dalam penelitiannya yang berjudul “Fundamental analysis of Korean Stock Return”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa salah satu pengukur risiko yang reliable adalah rasio utang dan equity. Rasio utang dan equity juga merupakan salah satu variabel penentu harga saham yang kompeten 6. Johnson (1997) dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of Bank on Optimal Capital Structure”, menguji hubungan antara leverage dengan utang bank yang digunakan untuk menganalisa pengaruh screening dan monitoring pada struktur modal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah volatility, fixed-asset ratio, market- to book ratio, firm size, non-debt shielhs, dan profitability. Hasil penelitian ini dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa leverage secara statistik mempunyai signigikan terbesar untuk perusahaan yang menggunakan utang bank. Selain itu, konsistensi modal juga menunjukkan bahwa masalah informasi asimetris berepengaruh negatif terhadap leverage, dan dengan model ini menunjukkan screeing dan monitoring bank merupakan mekanisme efektif untuk mengurangi problem tersebut. 7. Sarig & james (1982) dengan menggunakan model analisis deskripsf menemukan bahwa ada hubungan positif antara dividend yield dan leverage dan hubungan positif antara tingkat pajak pemegang saham dengan dividend yield. Variabel yang digunakan adalah konsumsi sekarang dan konsumsi mendatang. Konsumsi yang diukur dengan nilai ekuitas, nilai barang dan nilai portofolio; sedangkan konsumsi Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 105 mendatang diukur dengan menggunakan ROI, marginal tax rate saham dan marginal income saham serta EBIT. 8. Schall (1984) dengan menggunakan model analisis deskriptif menemukan bahwa pengaruh pajak yang berkaitan dengan capital gain dan bunga utang menyebabkan perubahan pinjaman dalam pajak ekulibrium. Variabel yang digunakan adalah pendapatan dividen investor, harga pasar saham, tingkat bunga, tingkat pajak dan tingkat inflasi 9. Ginting (2003), meneliti pengaruh struktur modal terhadap produktivitas aktiva dan kinerja keuangan serta nilai perusahaan industri manafaktur terbuka di Indonesia, dalam kerangka Trade-off theory. Menggunakan Struktural Equation Model dan menemukan bahwa struktur modal berpengaruh tidak langsung negatif terhadap nilai perusahaan. 10. Hugen dan Dean (1975) memberikan kerangka analisis yang menarik untuk mempelajari hubungan antara leverage dengan stabilitas nilai saham yang relatif. Di mana pendekatannya dari suatu titik pandang yang unit dengan variabel nilai, elastisitas faktor penilaian dan elastisitas bunga. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang agak kompleks antara leverage dan stabilitas harga saham biasa. 11. Kim (1982) menguji tentang efek struktur modal terhadap nilai pasar dan efek struktur modal terhadap kesejahteraan investor individual dengan menggunakan model analisis deskriptif. Variabel yang digunakan adalah struktur modal, nilai pasar dan kesejahteraan investor, ditinjau dari segi permintaan dan penawaran. Hasilnya menunjukkan bahwa permintaan equitas perusahaan baik leverage tinggi maupun rendah timbul dari perbedaan tingkat pajak pribadi investor yang penting sebagai determinan struktur modal perusahaan yaitu keuntungan pajak dan biaya yang berkaitan dengan leverage. 12. Jalilvand dan Robert (1984) mempelajari tentang perilaku keuangan dengan ditentukannya biaya tertentu dan ketidak sempurnaan pasar dicirikan sebagai penyesuaian terhadap target keuangan jangka panjang pada perusahaan-perusahaan Amerika. Variabel yang digunakan penerbitan utang jangka panjang, penerbitan utang jangka pendek, mempertahankan likuiditas perusahaan, penerbitan ekuitas Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 106 baru, dan pembayaran dividen. Data perusahaan individu digunakan sehingga dimungkinkan kecepatan penyesuaian untuk membedakan berdasarkan perusahaan dan sepanjang waktu. Hasil yang diperoleh bahwa keputusan keuangan interdependen dan bahwa ukuran perusahaan, kondisi suku bunga dan tingkat harga saham mempengaruhi kecepatan penyesuaian. 13. Titman (1988) meneliti tentang determinan pilihan struktur modal dengan menggunakan analisis faktor dan analisis regresi. Variabel yang digunakan sebagai variabel tergantung adalah utang jangka pendek, utang jangka panjang, modal saham. Variabel bebasnya adalah nilai aktiva yang diagunkan, non-debt tax shield, pertumbuhan, keunikan, klasifikasi industri, ukuran perusahaan, volatilitas, dan profitabilitas. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian Leland (1994) bahwa perusahaan di Indonesia lebih didenominasi oleh utang, terutama utang luar negeri. 14. Klein dan Brian (1990) meneliti tentang pertumbuhan yang sustainable dan pilihan pendanaan, yang menggunakan variabel financial choice, total asset turnover (TATO), tingkat pertumbuhan di atas tingkat sustainable, leverage, dan asymmetric information. Mereka menemukan bahwa secara tidak langsung mendukung POT karena tampak perusahaan-perusahaan menggunakan pendanaan internal, kemudian utang dan terakhir ekuitas untuk mendanai pertumbuhan, asymmetric information yang lebih rendah cenderung meningkatkan penggunaan dana eksternal atau utang. 15. Homaifar (1994) meneliti model struktur modal secara empiris dengan analisis regresi linier berganda, dengan variabel tergantungnya adalah leverage atau struktur modal. Variabel bebasnya adalah pajak, non-debt tax shield, ukuran perusahaan, harapan pertumbuhan, inflasi dan volume pendapatan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hanya inflasi yang berpengaruh tidak nyata terhadap leverage. 16. Hull (1994) meneliti perilaku harga saham dengan menggunakan analisis linier regresi berganda dan menemukan bahwa stock return untuk penerbitan dan pengumuman penundaan secara signifikan berhubungan searah dengan perubahan leverage. Variabel yang digunakan adalah nilai perusahaan, nilai pasar saham dan nilai penawaran baru serta persentase perubahan saham. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 107 17. Bagnani, Nicholaos (1994) memperlajari tentang struktur kepemilikan manajerial dan menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan pengembalian atas obligasi. Model yang digunakan adalah model analisis korelasi. 18. Rajan, RG. dan Luigi Z. (1995) meneliti determinan pilihan struktur modal dengan menganalisis financial decision dari perusahaan-perusahaan publik di negaranegara industri utama (negara-negara G-&). Secara agregat, leverage perusahaan sama diantara ke-7 negara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor yang diidentifikasi dalam studi sebelumnya dikorelasikan dengan leverage perusahaan di Amerika Serikat dan negara-negara asing terbukti mendukung bahwa dukungan teoritis dari korelasi-korelasi yang diamati tetap tidak terpecahkan, karena perbedaan yang ada tidak mudah dijelaskan dengan perbedaan institusional. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel tangibility of assets (fixed to total assets ratio), market-to-book ratio (invesment opportunity), firm size, dan profitability. 19. Moh’d (1998) meneliti tentang dampak dari struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang perusahaan dengan menggunakan time-series cross-sectional analysis. Variabel tergantung yang digunakan adalah utang, kepemilikan luar perusahaan, kepemilikan dalam perusahaan, dengan variabel bebasnya adalah jumlah lembar saham, deviden payout ratio, pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio aktiva tetap terhadap total aktiva, risiko bisnis, profitabilitas, pajak, keunikan dan non-debt tax shield. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para manajer akan mengurangi utang untuk mengurangi segala risiko dan biaya keagenan. 20. Ghost dan Francis (1999) melakukan penelitian tetang struktur modal yang bertujuan untuk menganalisis apakah perusahaan memusatkan pada struktur modal industri (yaitu rata-rata industri) sepanjang waktu atau mengikuti Pecking Order Theory. Untuk ukuran struktur modal digunakan long-term debt to total assets (LTD/TA), debt to total assets (TD/TA), dan total equity to total assets (TE/TA). Hasil yang diperoleh dari studi ini menunjukkan bahwa hipotesis struktur modal optimal dan hipotesis pecking order ada secara bersama-sama dan bukan mutually exclusive. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 108 21. Farnandez (2001) menganalisis struktur modal optimal dengan menggunakan dua contoh yaitu Harvard Business School dan Damodaran, dan variabel yang digunakan adalah biaya dana (WACC), nilai pasar utang dan equitas, dan nilai penerbitan yang ditunda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika diasumsikan bahwa nilai pasar utang sama dengan nilai bukunya, berarti struktur modal yang meminimumkan biaya modal rata-rata tertimbang WACC juga memaksimumkan harga sahamnya. Tetapi tanpa asumsi ini, nilai WACC yang minimum mungkin tidak terjadi pada titik yang sama dengan harga saham yang maksimum. G. Perbandingan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini mengembangkan penelitian terdahulu, dintaranya penelitian yang dilakukan oleh Kim & Sorensen (1986), Agrawal & Mendelker (1987), dan Mehran (1992) menemukan pengaruh signifikan dan hubungan positif antara kepemilikan manajer dengan debt ratio perusahaan. Sedangkan Frend & Hasbrouk (1988) dan Jensen et al. (1992) menemukan pengaruh signifikan dan hubungan negatif antara prosentase saham yang dimiliki manajer dengan debt ratio perusahaan. Moh’d et al. (1988) menemukan bahwa struktur kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institutional) dan kepemilikan saham oleh pihak internal (manajer) mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif terhadap debt ratio. Batchala et al. (1994) menunjukkan bahwa institutional investor mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio dan managerial ownership. Selanjutnya kumpulan dan beberpa temuan penelitian tentang agency theory bahwa kepemilikan manajerial dan institutional berpengaruh signifikan terhadap debt ratio. Hugen dan Dean (1975) memberikan kerangka analisis yang menarik untuk mempelajari hubungan antara leverage dengan stabilitas nilai saham yang relatif. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang agak kompleks antara leverage dan stabilitas harga saham biasa. Rajan, RG. dan Luigi Z. (1995) meneliti determinan pilihan struktur modal dengan menganalisis financial decision dari perusahaan-perusahaan publik di negara-negara industri utama (negara-negara G-&). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang diidentifikasi dalam studi sebelumnya dikorelasikan dengan leverage perusahaan di Amerika Serikat dan negara-negara asing terbukti mendukung Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 109 bahwa dukungan teoritis dari korelasi-korelasi yang diamati tetap tidak terpecahkan, karena perbedaan yang ada tidak mudah dijelaskan dengan perbedaan institusional. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel tangibility of assets (fixed to total assets ratio), market-to-book ratio (invesment opportunity), firm size, dan profitability. Selanjutnya perbedaaan pokok penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel independen, variabel dependen, alat analisis yang digunakan dan obyek penelitiannya. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan saham dan faktor kebijakan utang. Sedangkan variabel kinerja keuangan merupakan variabel diterminant terhadap nilai perusahaan (variabel dependen). Penelitian ini juga menguji secara parsial masing-masing observable yang terdiri dari Managerial Ownership, Institutional ownership, Long Term Debt ratio, Debt ratio dan Equity ratio, sebagai determinant penentu kinerja keuangan dan nilai-nilai perusahaan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (Struktural Eqution Modeling), sehingga didalamnya terdapat hubungan kausalitas berjenjang. Sementara itu obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan go-public di Pasar Modal Indonesia. Penelitian ini ingin melihat bahwa kinerja yang baik belum tentu dapat meningkatkan nilai perusahaan dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor ekternal yang mempengaruhi nilai atau harga saham perusahaan, misalnya tingkat bunga, inflasi, dan kondisi pasar. Kebijakan struktur kepemilikan saham perusahaan yang baik dengan mempertimbangkan kebijakan pendanaan dari utang, yang nantinya diharapkan akan dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui kinerja keuangan yang baik, sehingga kinerja keuangan akan berpengaruh positef terhadap nilai perusahaan. 1. Kesimpulan Teoritik Pada dasarnya, tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, namun pihak manajemen perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut, sehingga timbul konflik kepentingan antara pihak manajerr dengan pemegang saham. Konflik tersebut dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingankepentingan yang terkait. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 110 Agency theory (Jensen & Meckling, 1976), menjelaskan bahwa pemisahan Fungsi pengeloalan dengan fungsi kepemilikan sangat rentan terhadap konflik keagenan. Penyeban konflik antara manajer dengan pemegang saham perusahaan diantaranya adalah menyangkut keputusan investasi (invesment decision) dan keputusan pendanaan (financing decision). Untuk menyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang di sebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonotor kegiatan manajer, pngeluaran untu membuat suatustruktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta opportunity cost yang timbul akibat kondisi di mana tidak dapat segera mengambil keputusan dengan persetujuan pemegang saham. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi Agency Cost (1) Dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh managemen, selain itu merasakan langsung mafaat dari keputusan yang diambil, dan apabila ada kerugian yang timbul dikemudian hari sebagai konsekwensi pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan managemen dan pemegang saham (Jansen dan Mecklin, 1976). Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh managemen merupakan insentif bagi para manager untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manager akan menggunakan utang secara maksimal, sehingga dapat meminimumkan biaya keagenan. (2) Peningkatan Deviden Payout Ratio akan mengurangi free Cash flow sehingga managemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai infestasi perusahaan (Rozeft 1982, Dempsey dan Laber 1992, Crutchley dan Hansen 1989). (3) Kenaikan pendanaan dari utang akan menurunkan konflik antara pemegang saham dengan managemen, disamping itu akan menurunkan excess free cash flow yang ada dalam perusahaan, hal ini akan berdampak pada pemborosan oleh managemen (Jansen et.al.1992, Jansen 1986). Penelitian oleh Garvey (1992) mengenai seberapa besar pengaruh utang dan kepemilikan managerial dapat mengurangi Agency Cost dari Free Cash flow. Garvey menemukan bahwa semakin tinggi jumah pendanaan dengan utang dan jumlah kepemilikan saham oleh manager, akan semakin tinggi pula Agency Cost yang akan ditanggung oleh pemegang saham. (4) Institusional Investor sebagai monitoring Agents (Molid et.al. 1998), menyatakan bahwa distribusi saham antara Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 111 pemegang saham dari luar yaitu Institusional Investor dan Shareholders dipersion dapat mengurangi “Agency Cost”. Hal ini karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya menentang terhadap keberadaan managemen. Adanya kepemilikan oleh investor Institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, atau institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Relevansi agensy theory dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasi merupakan salah satu fokus penting dalam manajemen kuangan yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Fisher Separation theory (dalam Copeland & Weston, 1988: 12) secara tegas memisahakan keputusan investasi dengan keputusan pendanaan. Argumentasi ini paralel dengan studi Modigliani & Miller (1958), bahwa utang tidak relevan dengan nilai perusahaan. Dalam Modigliani & Miller (1963), sebagai lanjutan teori MM 1958, asumsi yang diukur adalah adanya pajak penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak, maka penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan, karena beban bunga mengurangi pembayaran pajak Studi empiris dilakukan oleh Moh,d et al. (1998), hasilnya menunjukkan bahwa struktur kepemilikan san beberapa variabel agency mempenuyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama. Gambaran ini menunjukkan bahwa teori yang berbasis informasi assimtris lebih mendekati fenomena riil. Berdasarkan fenomena riil yang ada di Indonesia di mana pasar modal masih bersifat tidak sempurna, menimbulkan tanggapan teori struktur modal, Modigliani & Miller. Salah satu teori yang terkait informasi asimetris adalah teoti trade-off theory, yang mempertimbangkan adanya biaya kebangkrutan dan biaya agen. Teori ini berpendapat bahwa penggunaan utang tidak hanya menimbulkan penghematan pajak penghasilan semata, tetapi juga akan menimbulkan adanya biaya agen dan biaya kebangkrutan yang mengimbangi penghematan pajak penghasilan. Pada saat tertentu penghematan pajak penghasilan lebih besar dari pada biaya agen dan biaya kebangkrutan, tetapi pada saat yang lain biaya kebangkrutan dan biaya agen akan lebih besar dari penghematan pajak penghasilan, karena semakin besarnya penggunaan utang. Pada saat terjadinya keseimbangan antara penghematan pajak penghasilan dan Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 112 biaya kebangkrutan dan biaya agen, akan menimbulkan penggunaan utang yang optimal. Teori keuangan menyebutkan bahwa manajemen keuangan yang terdiri dari kebijakan pendanaann kebijakan investasi dan kebijakan dividen saling berinteraksi untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dalam harga sahamnya. Sementara uraian di atas juga melihat interaksi melalui ketersediaan dana internal, aspek manajemen aktiva, penggunaan utang perusahaan secara bersama-sama akan menentukan profitabilitas perusahaan yang menentukan kinerja perusahaan. Diharapkan bahwa dengan manajemen perusahaan yang efektif dan efisien maka kinerja perusahaan akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan tergantung pada cash flows operasi yang dapat diantisipasi, investasi baru dan risiko (Pikr & Richard; 219-220). Keputusan investasi yang berhasil menghasilkan net cash flow positif yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran bunga, dividen atau laba ditahan di dalam perusahaan untuk membiayai investasi baru, dengan cara demikianakan menghasilkan net cash flow yang lebih tinggi di masa yang akan datang.Sehingga perusahaan tanpa harus menerapkan kebijakan dividen optimal dalam arti perusahaan dapat mengantisipasi cash flow operasi dan investasi seoptimal mungkin, maka akan tersedia cukup uang kas tanpa harus menerbitkan saham baru atau menerbitkan utang. Dengan demikian manajer dapat memaksimalkan kinerja perusahaan,sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan menjadi lebih baik. H. Soal Laithan Bab VIII 1. Sebutkan dan jelaskan menurut Emery (1997:480) faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan untuk mengoptimalkan struktur modal untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. 2. Menurut Weston (1990:713) faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam struktur modal yang optimal. (hal.94) 3. Sebutkan dan jelaskan apa yang dimaksud dengan likuidity rasio? 4. Di dalam perusahaan ada dua jenis nilai, yaitu nilai materil dan nilai non materil, sebutkan dan jelaskan kedua nilai tersebut, dan dimana yang paling penting menurut Anda kemukakan dengan alasan yang tepat. 5. Sebutkan secara singkat tiga bentuk efisiensi pasar modal yang saudara ketahui. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 113 DAFTAR RUJUKAN Brigham, 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Cetakan Pertama. Salemba Empat. Jakarta. Earl K. Stice, James D.Stice, K.Fred Skousen, 2004. Akuntansi Intermediate. Salemba Empat. Jakarta. Harahap, Sofyan Safri. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi Pertama. Rajawali Pers.Jakarta. 2007. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi pertama, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2012. Standar Akuntansi Keuangan, edisi ke empat, cetakan pertama, Salemba Empat. Jakarta. Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan, Edisi pertama. Rajawali Pers. Jakarta. Munawir, S. 2008.Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, Liberty. Yogyakarta. Jain, Bharat A.; Chander Shekhar; dan Violet Torbey. (2003). Determinants of Dividend Initiation by IPO Issuing Firm, Journal of Bankinng and Finance 23: 1-31. Jensen, G.R.,Solberg, D.P., dan Zorn, T.S. (1992). Simultaneous Determination Of Insider Ownership, Debt, And Dividend Policies, Journal Of Financial And Quantitative Analysis 27, 247-263 Jehsen, Michael C. (1986). Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers, AEA Papers and Proceedings 2, May (76): 323-335. Jehnsen, Michael C. dan William H. Meckling. (1976). Theory of the Firm: Managerial behavior, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3: 305-360. John, Kose dan Joseph Williams. (1985). Dividend Dilution, and Taxes: A Signaling Equilibrium. The Journal of Finance, 40: 1053-1070. Lang, L.H.P., dan Litzenberger, RH. (1989). Dividend Announcements : Cash Flow Signaling Vs. Free Cash Flow Hypothesis ?, Journal Of Financial Economics 24, 181-192. Lintner, John. (1956). Optimal Dividend and Corporate Growth under Uncertainty. The Quarterly Journal of Economics, 78: 49-95. Khusus Modul S1- T Keuangan & Perbankan 114 Miller, Merton H. dan Franco Modigliani. (1961). Dividend Policy, Growth, and the Valuation of Shares, Journal of Businerss 34, October: 392-414. Miller, Merton H. dan Kevin rock. (1985). Dividend Policy under Asymmetric Information. The Journal of Finance, 40: 1031-1051. Munawir. 1997. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Ke dua, yaysan Badan Penerbit Gajah Mada,Yogyakarta. Mollah, A. Sabur; Kevin Keasey; dan Helen Short. (2000). The Influence of Agency Cost on Dividend Policy in Emerging Market: Evidence from the Dhaka Stock Exchange, The Financial Review, November: 523-547. Pruitt, Stephen W. dan Lawrence J. Gitman. (1991). The Interaction between the Investment, Financing, and Dividend Decisions of Major U.S. Firms, Financial Review 26, August (3): 409-430. Rianto, Bambang. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Ke Empat, Cetakan Pertama, Penerbit BPEF-Yogyakarta. Rozeff, Michael. (1992). How Companies Set Their Dividend Payout Ratio. Di Dalam Stern, J.M. dan Chew, D.H. The Revolution in Corporate Finance. Blackwell Publishers. Oxford. Sharma, Sanjay. (2001). Do Dividend Initiation Signal Prosperity? Journal of Finance 51: 1-36. Shleifer,A., dan Vishny, R.W., (1986). Large Shareholders and Corporate Control, Journal Of Political Economy 94, 461-488. Sutrisno. 2005. Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi, Edisi Ke Empat, Cetakan Pertama, Penerbit Ekonomika, Fakultas Ilmu Ekonomi UII, Yogyakarta Sprenman, Klaus dan Pascal Gantenbein. (2001). Theories and Determinants of Dividend Policy, Financial Management 24: 51-81. Wild, John J., K.R. Subramanyan, dan Robert E. Haley, 2005. Financial Statement Analysis (Analisis Laporan Keuangan), Edisi Kedelapan, Buku Kedua, Salemba Empat, Jakarta.