BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Tinjauan Literatur 2.1.1 Gizi Anak Sekolah – Nirmala Devi Gambar 2.1.1.1 Buku Gizi Anak Sekolah – Kompas Pada usia prasekolah, anak-anak seringkali mengalami fase sulit makan. Jika problem ini berkepanjangan, maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi masuk dalam tubuhnya kurang. Perilaku gizi yang salah pada anak-anak perlu mendapat perhatian. Misalnya tidak sarapan pagi, jajan yang tidak sehat di sekolah, kurang mengonsumsi sayuran dan buah, terlalu banyak mengonsumsi fast food dan junk food, makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna, dan penambah cita rasa. Untuk menyikapi hal ini, diperlukan pengetahuan gizi terutama bagi ibu dan anak agar didapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu yang sangat esensial yang mempengaruhi terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi. Anak sekolah di Indonesia umumnya kurang mengonsumsi sayuran. Ini disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orangtua akan pentingnya zat gizi dari sayuran. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam keduanya adalah provitamin A, vitamin C, K, E, dan berbagai kelompok vitamin B kompleks. Di samping itu juga kaya akan berbagai jenis mineral, di antaranya kalium, kalsium, natrium, zat besi, magnesium, mangan, seng, dan selenium. 2.1.2 Super Food For Kids – Holistic Health Solution Gambar 2.1.2.1 Buku Super Food For Kids – Grasindo Semakin banyak jenis sayuran yang dikonsumsi anak, semakin besar kemungkinan anak mendapat asupan vitamin, mineral, dan fitonutrisi lain yang ditemukan di dalam sayuran. Sayuran dengan warna cerah adalah sumber terbaik antioksidan yang menjaga sel-sel otak kuat dan sehat. Untuk menjaga kesehatan mata anak, perbanyak konsumsi buah dan sayur. Kedua bahan makanan ini mengandung vitamin A, betakaroten, vitamin C, likopen, dan lutein. Zat gizi tersebut berkhasiat menjaga sel epitel mata agar tetap sehat dan menangkal radikal bebas pada mata. 2.2 Tinjauan Internet • Masih Rendah, Tingkat Konsumsi Sayuran di Indonesia Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayur dan Tanaman Obat Ditjen Holtikultura Kementerian Pertanian, Yul Bahar, mengatakan tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia saat ini masih rendah. Konsumsi sayur masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 41,9 kg per kapita per tahun, masih jauh dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu 73 kilogram per kapita per tahun. Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/30/lsc2q1masih-rendah-tingkat-konsumsi-sayuran-di-indonesia • Manfaat Sayuran Bagi Pertumbuhan Si Kecil Di sekitar kita banyak orangtua yang mengeluhkan anak-anak mereka yang tidak suka makan sayuran. Pada kenyataannya memang hanya sedikit sekali ditemukan anak-anak yang suka makan sayuran. Bisa dibilang hanya 1-2 orang anak saja yang suka sayuran. Padahal Sayuran banyak sekali manfaatnya bagi pertumbuhan si kecil. Oleh karena itu penting sekali untuk membuat anak mau makan sayuran. Sumber : http://pondokibu.com/5899/manfaat-sayuran-bagi-pertumbuhan-sikecil/ • Brain Food, Nutrisi Tepat untuk Anak Cerdas Mineral dan vitamin memegang peranan tersendiri dalam hal fungsinya untuk kecerdasan. Penelitian membuktikan bahwa kekurangan satu mineral dan vitamin yang penting untuk otak akan menyebabkan penurunan kesiagaan mental otak. Pola makan yang kaya buah dan sayuran, gandum ditambah dengan daging dan ikan dapat mencukupi kebutuhan mineral dan vitamin utama yang diperlukan bagi kesehatan fisik dan mental. Sumber : http://inspirasisehat.com/seven-seas-healthy-guides/443-brain-foodnutrisi-tepat-untuk-anak-cerdas 2.3 Data Pendukung 2.3.1 Riskesdas 2010 – Kementerian Kesehatan RI • Secara prevalensi kependekan anak umur 6-12 tahun pada laki-laki 36,5% dan perempuan 34,5%. Prevalensi kependekan pada anak yang tinggal di perkotaan lebih sedikit dibanding anak yang tinggal di pedesaan, yaitu 29,3% sedangkan di pedesaan 41,5%. Gambar 2.3.1.1 Prevalensi kependekan, kekurusan, dan kegemukan umur 6-12 tahun • Semakin baik tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan rumah tangga semakin rendah prevalensi kependekan. Tabel 2.3.1.1 Prevalensi status gizi (TB/U) umur 6-12 tahun • Semakin tinggi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan rumah tangga dan semakin baik keadaan ekonomi rumah tangga prevalensi kegemukan cenderung meningkat. Tabel 2.3.1.2 Prevalensi status gizi (IMT/U) umur 6-12 tahun Gambar 2.3.1.2 Prevalensi kependekan dan kekurusan umur 6-12 tahun menurut pengeluaran rumahtangga per kapita • • Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas makan perlu diintensifkan upaya perbaikan gizi di sekolah yaitu melalui peningkatan edukasi gizi bagi anak sekolah baik di sektor pendidikan formal maupun informal untuk pencapaian KADARZI UNTUK SEMUA. Penyediaan makanan tambahan bagi anak sekolah (PMT-AS) terutama untuk daerah-daerah miskin, terutama untuk anak usia sekolah (6-12 tahun). 2.3.2 Info Pangan dan Gizi Volume XIX No. 1 Tahun 2010 – Kementerian Kesehatan RI • Hampir dua pertiga (65,8%) siswa memiliki perilaku baik dalam Gizi Seimbang. Perilaku yang masih kurang adalah konsumsi buah tidak berwarna, makan sayur, makan nasi dan lauk pauk kurang dari 4 kali sehari dan anak jajan setiap hari (Gita Buana Dewi, 2009). 2.3.3 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011 – Kementerian Kesehatan RI • Studi bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak SD. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi obesitas sebesar 37,3%. Variabel yang berhubungan • bermakna dengan obesitas adalah daya beli keluarga terhadap pangan, waktu menonton televisi dan main game, olahraga, frekuensi konsumsi fast food, frekuensi makanan jajanan, asupan energi, asupan lemak, asupan protein, dan kebiasaan minum susu (Fitria Andita Sari, 2010). Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam bidang gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Melimpahnya makanan jadi yang “tidak sehat” dan dikemas secara menarik, ditambah dengan pengertian “4 sehat 5 sempurna” sebagai gizi seimbang memberikan kontribusi besar terhadap masalah gizi Indonesia (Endang Achadi; dkk, 2010). 2.4 Hasil Survei Penulis menyadari pentingnya mengetahui apa pendapat orang-orang mengenai sayuran, maka dari itu dibuatlah kuesioner untuk anak SD (usia 6-12 tahun) dan usia remaja ke atas (>13 tahun). Melibatkan 30 responden yaitu siswa siswi kelas 4-6 SD. Kuesioner dibagikan secara acak. Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari hasil survei yang telah Penulis lakukan. • 55% anak usia 6-12 tahun selalu sarapan setiap paginya sebelum berangkat sekolah, 40% diantaranya hanya sarapan kadang-kadang saja, dan 5% tidak pernah sarapan setiap pagi. • 50% responden mendapatkan menu sayuran setiap harinya, 24% kurang dari seminggu sekali, 23% lebih dari seminggu sekali, dan 3% mengatakan tidak pernah mengonsumsi sayur. • 40% responden menyatakan lumayan suka dengan sayuran, 29% menyukai beberapa sayuran tertentu saja, 28% suka sekali, dan 4% tidak suka sayuran sama sekali. • Alasan responden tidak menyukai sayuran diantaranya adalah karena rasanya pahit dan aneh, terkadang hambar, dan berbau tidak enak. • 80% anak pernah diberikan informasi dan disuruh orangtuanya untuk mengonsumsi sayuran, 16% tidak pernah, dan 4% tidak peduli. • 96% anak mengetahui bahwa sayuran penting bagi tubuh, sisanya menjawab tidak penting, tidak tahu, dan tidak peduli. • Anak-anak lebih suka dengan bekal makanan dari rumah ketimbang membeli jajanan di luar rumah. • Kebanyakan jajanan yang dibeli anak termasuk dalam kategori fast food dan junk food (snack, bakso, gorengan, siomay, cimol, es krim). Ada juga yang membeli kue, roti, dan minuman dingin. 2.5 Wawancara Untuk mendapatkan berita dan informasi yang lebih jelas, Penulis juga melakukan riset menggunakan metode wawancara dengan seorang narasumber yaitu Ir. Asih Setiarini, M.Sc. Beliau adalah salah satu dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Berikut adalah laporan hasil wawancaranya. 1. Bagaimana perkembangan masalah gizi anak-anak di Indonesia selama kurang lebih 10 tahun terakhir? Dari tahun ke tahun masalah gizi menurun tapi tidak terlalu tajam. Namun sekarang permasalahan yang terbesar adalah kependekan (stunting). Hasil Riskesdas 2010 masalah kependekan di Indonesia sebesar 36%. Menurut WHO, dikatakan sebagai permasalahan kesehatan masyarakat yang berat apabila sudah lebih dari 20%. Indonesia sangat memprihatinkan karena kasus stunting. Hampir 40% balita Indonesia pendek. Stunting menunjukkan status kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama, karena tinggi badan tidak seperti berat badan yang sangat cepat berubah. Tinggi badan sekarang bahkan jadi indikator untuk mengukur sosial ekonomi suatu wilayah. Makin buruk sosial ekonominya, makin banyak yang pendek. Stunting disebabkan karena kurang protein. Dalam perjalanan saya hampir 20 tahun survei ke desa-desa, terakhir ke NTT, pola makan hampir sama: nasi dan sayur. Untuk masyarakat tidak mampu biasanya sulit mendapat protein, jadi hanya karbohidrat (nasi) dan vitamin/mineral (sayuran) saja. 2. Lebih banyak laki-laki atau perempuan yang mengalami kependekan? Kalau balita biasanya pertumbuhannya lebih cepat perempuan dibandingkan lakilaki. Karena masa pertumbuhan laki-laki terhenti sampai 21 tahun, sedangkan perempuan biasanya setelah menstruasi. Belakangan ini anak perempuan mendapat menstruasi lebih cepat, karena tidak hanya faktor gizi tetapi juga faktor sosial dan psikis. Jadi sebenarnya yang ingin dikejar sekarang adalah tumbuh seoptimal mungkin sebelum menstruasi dengan mengonsumsi gizi seimbang. 3. Bagaimana kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi sayur dan buah-buahan? Masih sangat sedikit. Tingkat konsumsi sayur di Indonesia jauh lebih rendah daripada negara-negara lain. Mungkin di pedesaan masih banyak yang makan sayur, tapi kalau di perkotaan susah karena banyaknya makanan seperti fast food. Penduduk perkotaan cenderung makan sayur lebih sedikit dibanding penduduk di pedesaan. Saya prihatin dengan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi yang obesitas gara-gara makan fast food terus, padahal di negara asalnya fast food sudah mulai ditinggalkan karena tidak sehat. Saya juga prihatin dengan pola makan di Indonesia. Saya sedang studi mengenai food habit di masyarakat, ternyata budaya jajan di sini sangat luar biasa. Anak yang menentukan, ibunya tidak punya kontrol. Bahkan anakanak yang dari sosial ekonomi rendah pun diberi uang jajan yang tidak sedikit. Faktor pendidikan juga mempengaruhi food habit di Indonesia karena kurangnya pengetahuan mengenai gizi. 4. Mengapa anak-anak tidak suka sayur? Anak-anak menyukai makanan yang gurih. Rasa gurih itu lemaknya tinggi, misalkan seperti kulit ayam, rasanya enak dan gurih karena lemaknya tinggi. Menurut saya, sayur dan buah tidak disukai karena kandungan lemaknya sedikit sehingga rasanya tidak gurih. 5. Bagaimana solusi untuk anak-anak agar mau makan sayur dan buah? Seperti yang sedang dikembangkan di Cornell University di Amerika, yaitu dengan cara memberi nama makanan sayur dengan tokoh kartun yang dikenal anak-anak misalnya Spongebob. Selain itu memodifikasi pengolahan dari bahan makanan itu sendiri jadi terlihat enak untuk dikonsumsi, tidak memperlihatkan bentuk sayur di depan mata. Misalnya mencampur daun singkong di adonan kue pukis. Jadi kita harus kreatif menciptakan makanan-makanan yang dikira anak-anak bukan sayuran. Yang sedang dijalankan sekarang adalah memberi PR ke anak-anak melalui gurunya tentang makanan yang dimakan, seperti pertanyaan-pertanyaan “Kemarin makan apa saja?” atau “Makanan tersebut merupakan sumber apa?” dan sebagainya. Prinsip ‘4 sehat 5 sempurna’ sudah tidak dipakai lagi karena tidak ada porsi di situ. Makanya penduduk Indonesia kalau makan nasinya banyak, sayur dan lauknya cuma sedikit. Jadi sekarang kami sepakat untuk menggunakan Gizi Seimbang, maka dibuat piramida Gizi Seimbang sesuai dengan porsinya. Gambar 2.5.1 Piramida gizi seimbang Piramida ini juga membantu pemerintah agar kita tidak ketergantungan pada swasembada beras. 6. Apa benar penyuluhan tentang sayuran lebih mudah diterapkan melalui sekolah dibanding melalui orangtua? Benar. Kami memilih anak SD sebagai studi karena mereka lebih patuh dengan gurunya daripada orangtuanya. Guru adalah salah satu yang menjadi panutan anakanak tersebut. Kebiasaan makan juga bermula dari rumahnya. Kalau orangtuanya tidak menyediakan sayur di rumah makan anaknya juga tidak makan sayur. 7. Apakah alternatif mengonsumsi suplemen untuk pengganti sayur dan buah itu baik? Saya bukan orang yang pro suplemen. Suplemen sebaiknya dikonsumsi di saat kita butuh saja dan bersifat sementara. Sebenarnya dengan gizi seimbang saja sudah cukup tanpa harus mengonsumsi suplemen, karena kita tidak tahu suplemensuplemen tersebut sintetis atau natural. Ada kekurangan dan kelebihan bila kita mengonsumsi suplemen. Kelebihannya adalah, misalnya dalam 1 kapsul kita memperoleh 1000 IU vitamin E. Kalau kita makan toge, untuk mencapai 1000 IU maka lebih dari 1 keranjang toge yang harus kita makan. Kekurangannya adalah kita hanya mendapat zat gizi yang ada di dalam suplemen itu saja. Beda dengan makan toge langsung, selain vitamin E kita juga mendapat serat, vitamin C, dan lain-lain. Ada studi yang dilakukan di Eropa untuk kanker paru. Dulu dianut orang bahwa obat kanker paru adalah beta karoten (vitamin A yang ada di tumbuhan). Dilakukan penelitian pada beberapa kelompok pengidap kanker paru, yang satunya diberi suplemen beta karoten, dan kelompok lainnya makan makanan alami tinggi beta karoten. Hasilnya yang hanya diberi suplemen beta karoten tambah parah dibanding yang makan alami. 8. Menurut Anda, apakah efektif bila ajakan makan sayur dan buah untuk anak-anak dalam bentuk komik? Efektif, contohnya Popeye. Di Amerika setelah ada film kartun Popeye, permintaan bayam meningkat dengan tajam. Jadi kita memang harus menciptakan media-media yang disukai anak seperti animasi dan komik supaya anak mau mengonsumsi sayur dan buah. Saya mendukung hal-hal yang bisa mengajak anak-anak untuk makan sayur dan buah. Sebaiknya survei terlebih dahulu ke anak-anak seperti apa tokoh kartun atau cara penyampaian yang disukai anak-anak. 2.6 Analisa SWOT • Strength - Banyaknya jumlah anak-anak yang tidak menyukai sayur dan buah di Indonesia. - Jumlah kasus anak kurang gizi dan obesitas masih banyak di Indonesia. - Orangtua mendambakan anaknya gemar makan sayur dan buah. - Anak-anak menyukai buku bacaan pengetahuan yang dominan gambar. • Weakness - Kurangnya minat baca pada masyarakat Indonesia. - Kurangnya kepedulian masyarakat akan kandungan gizi dalam sayur dan buah. - Kurangnya penyuluhan dari orangtua kepada anak mengenai fakta-fakta pentingnya mengonsumsi sayur dan buah. - Sangat kurangnya buku bacaan yang fokus membahas sayur dan buah untuk anak SD. • Opportunity - Sejauh ini masih sedikit bahkan hampir tidak ada buku pengetahuan tentang sayur dan buah dengan target market anak-anak. - Masih sedikit komik edukasi yang fokus membahas manfaat sayur dan buah terutama komik lokal. • Threat - Orang Indonesia cenderung enggan membeli buku lokal karena kualitasnya (baik dari segi cetakan maupun konten buku), apalagi jika harga bukunya relatif mahal. - Banyaknya komik edukasi impor atau terjemahan yang visualnya menarik, sehingga komik lokal tenggelam atau terkubur oleh buku-buku impor tersebut. 2.7 Target Pasar Target pasar yang Penulis tuju adalah anak sekolah dengan usia 6-12 tahun. Pada usia tersebut anak sedang dalam masa pertumbuhan dan sudah bisa membaca, dan pada usia ini anak-anak masih sewajarnya mendapat perhatian dan dukungan penuh dari orangtua, sehingga mengajak anak-anak untuk memulai makan sayur dan buah di usia dini lebih mudah dibandingkan mengajak anak pada saat usia remaja. 2.8 Karakteristik Produk 2.8.1 Spesifikasi Komik ini berisi tentang pengetahuan yang membahas manfaat sayur dan buah untuk anak SD (usia 6-12 tahun). Berdasarkan genre, buku yang akan dibuat adalah buku fiction informational book, yaitu buku yang didesain dengan karakter dan visual fiktif namun disisipkan data-data yang faktual dan nyata. Tantangannya adalah untuk memadukan antara data-data faktual dan cerita fiksi yang dikemas sebaik mungkin sehingga menarik untuk anak-anak, dari segi cerita maupun visual. Buku yang akan dibuat adalah komik yang dominan ilustrasi, karena anak-anak lebih mudah memahami dengan bahasa visual. Komik yang akan dibuat dikategorikan buku fiksi berupa data real, menggunakan ilustrasi untuk anak-anak. 2.9 Kompetitor Kompetitor sangat bervariasi, terutama dengan maraknya komik edukasi terjemahan yang memiliki serial pengetahuan yang lengkap, contohnya adalah WHY? serial Food and Nutrition terbitan Elex Media Komputindo. Banyaknya kompetitor ini membuat komik lokal sendiri hilang eksistensinya, karena orang Indonesia cenderung menganggap sesuatu yang dari luar negeri itu lebih menarik dan up-to-date. Gambar 2.8.1 Buku Why? Food and Nutrition