XML - Jurnal untad - Universitas Tadulako

advertisement
J. Agrisains 17 (2) : 102 - 111 Agustus 2016
ISSN :1412-3657
REVITALISASI PERIKANAN TANGKAP MELALUI PENGATURAN
PENGGUNAAN ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN OLEH NELAYAN
PESISIR PANTAI TELUK TOMINI, SULAWESI TENGAH
Fachruddin Hari Anggara Putera1), Lilies Handayani2)
1)Dosen
Program Studi Akuakultur, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, Email :
[email protected]
2)Dosen Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako, Email :
[email protected]
ABSTRACT
The research was conducted in 2016 in the coastal area of the Tomini Gulf, District of
Parigi Moutong, Central Sulawesi, Indonesia. The problem in this research is to identify
fishing tools that used by the communities is environmentally friendly fishing gear and
provide optimum benefits for their income or not. Due to the use of traditional fishing gear
that is still a possibility that the fishing gear used by fishing communities are still
environmentally friendly but can not produce optimal catches. The strategies to overcome
these problems are the revitalization and diversification of fisheries, provision of facilities
and infrastructure, increase the role of government, providing access to capital, and
development of marketing facilities.
Keywords : fishing gear, fisherman, tomini coastal, environmentally friendly, revitalization
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan pada Tahun 2016 di kawasan pesisir Teluk Tomini, Kabupaten
Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana mengidentifikasi alat-alat penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat
pesisir Teluk Tomini adalah alat tangkap yang ramah lingkungan dan memberikan manfaat
optimal bagi penghasilan mereka atau belum. Karena penggunaan alat tangkap yang masih
tradisional memberi kemungkinan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat
nelayan masih bersifat ramah lingkungan namun belum dapat menghasilkan hasil
tangkapan yang optimal. Adapun strategi yang ditawarkan dalam mengatasi masalah
tersebut, yaitu revitalisasi dan diversifikasi perikanan tangkap, penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai, peningkatan peran pemerintah, pemberian akses modal, dan
pengembangan sarana pemasaran.
Kata kunci :
alat tangkap, nelayan, pesisir teluk tomini, ramah lingkungan, revitalisasi
Latar Belakang
PENDAHULUAN
102
Sektor perikanan di Kabupaten Parigi
Moutong merupakan sektor yang memegang
peranan sangat penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu subsektor
perikanan adalah subsektor perikanan tangkap.
Subsektor perikanan tangkap juga merupakan
sektor yang berpotensi untuk menghasilkan dan
dikembangkan karena Kabupaten Parigi Moutong
memiliki wilayah perairan yang lebih luas daripada
daratannya yaitu mencapai 3.483,36 km2 sehingga
banyak terdapat sumberdaya alam perikanan
dan kelautan. Dari luas perairan ini, daerah tangkapan
(fishing ground) mencapai 28.208 km2, dengan
sumberdaya perikanan sebesar 587.220 ton/tahun.
Potensi perikanan terbesar adalah ikan pelagis
kecil 379.440 ton/tahun dan ikan pelagis besar
seperti tuna dan cakalang 106.000 ton/tahun
menyusul ikan demersal 83.840 ton/tahun. Tapi,
total produksi perikanan tangkap baru mencapai
35.794 ton/tahun (BPS, 2015).
Dengan potensi poduksi perikanan yang
besar tersebut artinya masyarakat yang bekerja
sebagai nelayan di sepanjang pantai pesisir Teluk
Tomini bisa mendapatkan kesejahteraan.
Kenyataannya, kekayaan sumberdaya alam
perikanan yang melimpah ini tidak diikuti dengan
kesejahteraan masyarakat nelayan pesisir Teluk
Tomini, Kabupaten Parigi Moutong (BKPM Parigi
Moutong, 2012). Dari 421.234 jiwa penduduk,
231.933jiwa (55,06%) masih berada di garis
kemiskinan dan 83.400 jiwa (19.79%) lainnya
tergolong miskin, di bawah garis kemiskinan (BPS
Parigi Moutong, 2012).
Jumlah penduduk yang berada di garis
kemiskinan dan kategori miskin (di bawah garis
kemiskinan) serta bekerja subsisten itu, sebagian
besar adalah penduduk nelayan yang bekerja
secara tradisional (Waris, 2012). Di Parigi Moutong
90% nelayan umumnya masih menggunakan kapal
jenis katinting (motor tempel) dan sebagian kecil
menggunakan kapal modern (skala besar), dengan
peralatan tangkap sebagian besar menggunakan
pancing (90%) dan sisanya berupa pukat cincin
(5%), bubu dasar (3%), dan sero (2%).
Dalam rangka mewujudkan perikanan
tangkap yang berkelanjutan (sustainable fisheries
cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan
perikanan yang bertanggung jawab (FAO Code of
conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka
eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat
dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible
fisheries). Data dari SOFIA (The State of World
Fisheries and Aquaculture) menyatakan bahwa 5 %
dariperikanan dunia dalam status deplesi atau
penurunan produksi secara terus menerus, 16 %
telah dieksploitasi secara berlebihan dan melampaui
batas optimim produksi, 52 % telah penuh eksploitasi,
23 % pada tahap moderat yang artinya produksinya
masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah
yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih dibawah
tingkat eksploitasi optimumnya dan hanya 1 %
yang dalam proses pemulihan melalui programprogram konservasi (Alder et al., 2002).
Berdasarkan tersebut di atas, untuk
menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji
penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang
ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat
penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain
sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk
perikanan yang bertanggungjawab atau Code of
Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
keramahan alat tangkap dan juga hukum yang
mengatur penggunaannya menurut klasifikasi
statistik internasional standar FAO. Selain itu,
juga bertujuan untuk mengetahui pengelolaan
perikanan tangkap, landasan hukum pengelolaan
perikanan tangkap, pelanggaran penggunaan alat
tangkap, dan evaluasi dampak pengoperasian alat
tangkap.
103
Potensi Perikanan
Sumberdaya Perikanan
.
Jenis Kapal
104
Jenis Alat Tangkap
BAHAN DAN METODE
Metode Pengumpulan Data
Data
penelitian
dikumpulkan
menggunakan metode kualitatif. Kondisi sosial
ekonomi, ekologi, sumberdaya perikanan, aspek
teknologi, sarana dan prasarana, permasalahan
nelayan, dan kebijakan pemerintah terhadap
pembangunan sumberdaya perikanan dikumpulkan
melalui studi kasus, informal interviews, observasi,
dokumentasi, dan pengumpulan berbagai data
sekunder. Data penelitian dikumpulkan di 8 desa
pesisir Teluk Tomini dalam 4 kecamatan pada
Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah
responden sebanyak 160 orang. Penentuan
responden dilakukan secara purposive sampling
dan snowball sampling (Suryadi & Ramdhani
2002; Sugiyono 2011).
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis
menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu
dengan menguraikan secara deskriptif dan sistematis
suatu permasalahan beserta penyelesaian masalahnya
dengan pendekatan teori para ahli, hasil-hasil
penelitian yang relevan dan terkait dengan materi
yang diteliti, pendefinisian dan uraian yang dalam
dari berbagai referensi terkait, serta penguraian
secara sistematis dan logis berbagai fenomena
yang diperoleh di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Usaha Perikanan Tangkap
Usaha perikanan adalah kegiatan yang
dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang
meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan
pemasaran, sedangkan usaha perikanan tangkap
adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan ikan, mulai dari proses pra produksi,
produksi, penanganan hasil tangkapan, dan
pemasaran. Dalam melakukan usaha penangkapan
ikan, nelayan harus memiliki surat-surat izin dalam
penangkapan, yaitu SIUP, SIPI, dan SIKPI
(Koesoebiono, 1995).
Pesisir Teluk Tomini
Pada fase pra produksi yang dilakukan
adalah persiapan alat-alat yang akan dilakukan
dalam usaha penangkapan. Misalnya dengan
menyiapkan alat tangkap yang akan digunakan,
perbekalan yang akan dibawa, kapal yang akan
digunakan serta persiapan bahan bakar agar bisa
105
terpenuhi target yang diinginkan. Pada fase produksi,
dilakukan penangkapan terhadap ikan yang
ditargetkan. Pengaturan ABK agar proses
penangkapan berjalan dengan baik. Pada fase
penanganan hasil tangkapan, ikan hasil tangkapan
ditangani di dalam kapal hingga mencapai tempat
pendaratan ikan, agar nantinya bisa lebih awet,
sehingga masih bisa dipasarkan dalam kondisi
yang lebih segar, dan harganya pun bisa lebih
tinggi sehingga keuntungan yang dicapai juga
tinggi. Pada fase pemasaran, proses transaksi
jual beli antara produsen/nelayan dengan
konsumen/pengumpul atau konsumen tingkat
akhir. Diharapkan proses tawar menawar dapat
memberikan keuntungan bagi nelayan sehingga
dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran
bagi mereka (Dahuri et al., 2008).
Pengelolaan Perikanan Tangkap
Dalam pengelolaan perikanan tangkap,
terdapat beberapa ketentuan/peraturan yang
seyogyanya dimengerti dan dipahami untuk dapat
dilaksanakan dengan benar, khususnya oleh para
pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), pelaku
usaha maupun para stakeholder perikanan tangkap
lainnya. Beberapa peraturan/ketentuan yang
mengatur kegiatan penangkapan ikan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan Daerah dalam Pengelolaan
Wilayah Penangkapan Ikan (Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (UU Otonomi Daerah)
2. Peraturan Tentang Jalur Penangkapan
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor : PER.02/MEN/2011
tanggal 31 Januari 2011)
3. Pengawasan Perikanan Tangkap (Keputusan
Menteri Nomor : KEP.02/MEN/2002).
(Suryadi & Ramdhani, 2002)
Landasan Hukum Usaha Perikanan
Tangkap
Hukum yang mengatur mengenai
usaha perikanan tangkap adalah mengacu
pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor PER.14/MEN/2011
tentangUsaha Perikanan Tangkap. Peraturan ini
bertujuan untuk lebih meningkatkan pengendalian
sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang
merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia
yang sudah semakin terbatas potensinya, dan
sebagai anggota Organisasi Pengelolaan Perikanan
Regional (Regional Fisheries Management
Organization/RFMO) dalam memanfaatkan
potensi di laut lepas perlu memperhatikan prinsip
kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya
serta memperhatikan persyaratan, dan/atau
standar internasional (Solihin et al., 2005).
Pengaturan Penggunaan Alat Tangkap
Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan
Teluk Tomini sudah mendekati kondisi yang
cukup kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat
dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan
stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan
penangkapan khususnya di pesisir pantai telah
menyebabkan menurunnya stok sumberdaya
ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat
penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan
konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari
menurunnya pendapatan, nelayan melakukan
berbagai macam inovasi dan modifikasi alat
penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi
penangkapannya.
Pelanggaran penggunaan alat tangkap
dan metode penangkapan ikan bukan berita baru
lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah
satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl
(pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah
perairan Teluk Tomini. Pemerintah (dalam hal
ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas
semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum
terhadap pelanggar memang sudah dilakukan.
Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas
nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan
telah mendorong meningkatnya pelanggaran.
106
Adapun alat analisis yang digunakan
menurut FAO (1995) sesuai dengan standar Code
of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
yaitu terdapat 9 (sembilan) kriteria suatu alat
tangkap dikatakan ramah terhadap lingkungan,
antara lain:
1. Mempunyai selektifitas yang tinggi
2. Tidak merusak habitat
3. Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
4. Tidak membahayakan nelayan
5. Produksi tidak membahayakan konsumen
6. By catch rendah
7. Dampak ke biodiversity rendah
8. Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
9. Dapat diterima secara sosial
(Wood, 2002)
Evaluasi Dampak Pengoperasian Alat
Tangkap
Evaluasi dampak pengoperasian alat
tangkap minimal harus mampu menjawab tiga
dampak utama, yaitu :
1. Dampak terhadap lingkungan
2. Dampak terhadap kelimpahan sumberdaya
3. Dampak terhadap target sumberdaya ikan itu
sendiri
(Dahuri, 1993)
Di samping mengevaluasi dampak
pengoperasian alat tangkap, perencanaan
pemanfaatan sumberdaya juga harus
mempertimbangkan aspek dinamika upaya
penangkapan ikan. Kesalahan mengantisipasi
dinamika upaya penangkapan ikan akan berdampak
pada apa yang dinamakan sebagai berlebihnya
kapasitas perikanan atau overcapacity. Rezim open
access yang diterapkan sebagian besar negara
pada masa lalu yang membiarkan jumlah dan
teknologi alat tangkap berkembang tanpa kontrol
ditambah subsidi pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan nelayan di negara
berkembang telah mendorong percepatan
terjadinya overcapacity di sebagian besar perikanan
dunia. Overcapacity yang juga dapat diartikan
sebagai berlebihnya armada penangkapan atau
tingginya teknologi penangkapan yang digunakan
dalam operasi penangkapan ini telah menjadi
isu hangat para pakar perikanan pada tahun-tahun
terakhir dalam upaya memperbaiki sistem
pengelolaan sumberdaya ikan yang ada selama
ini (Fauzi, 2005).
Jika
selama
ini
pengelolaan
sumberdaya ikan hanya dikonsentrasikan pada
upaya bagaimana mencapai hasil tangkapan yang
maksimum, maka pengelolaan perikanan sekarang
sudah mempertimbangkan keseimbangan
pemanfaatan sumberdaya ikan baik secara
ekonomi, ekologi dan lingkungan. Alat tangkap
ikan sebagai sarana utama dalam pemanfaatan
ikan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
berdampak negatif baik pada pemanfaat dan
pengguna sumberdaya ikan, biota, dan lingkungan
perairan, serta pengguna jasa perairan lainnya.
Penggunaan alat tangkap ikan dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan harus benar-benar
memperhatikan keseimbangan dan meminimalkan
dampak negatif bagi biota lain yang kurang
termanfaatkan. Hal ini penting dipertimbangkan
mengingat hilangnya biota dalam struktur ekosistem
laut akan mempengaruhi secara keseluruhan
ekosistem yang ada. Praktisi teknologi penangkapan
ikan sudah memulai mengembangkan alat
tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan
modifikasi atau membuat rancangan alat tangkap
yang ramah lingkungan. Konsep-konsep alat
tangkap ikan yang selektif dan ramah lingkungan
seperti Turtle Excluder Device (TED), yang di
Indonesia dimodifikasi menjadi Bycatch Excluder
Device (BED) dan alat tangkap yang selektif sudah
mulai diperkenalkan (Hersey & Blanchard, 2000).
Di samping teknologi itu sendiri,
adalah penting bagi pemanfaat sumberdaya ikan
untuk memahami pengelolaan penangkapan
ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian,
dan optimalisasi pemanfaatan ikan. Rekayasa
alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek
107
kondisi sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan,
peraturan perundang-undangan. dan optimasi
pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya
teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau
bahkan merusak sumberdaya ikan dan
lingkungannya.
Analisis Strategi Pemberdayaan Nelayan
Teluk Tomini
Revitalisasi Perikanan Tangkap
Berdasarkan pada status tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan di setiap wilayah
pesisir Teluk Tomini yang tergolong relatif belum
optimal dan sejumlah permasalahan, maka strategi
dan kebijakan pembangunan perikanan tangkap
ke depan adalah sebagai berikut :
1.
Untuk menjamin kelestarian (sustainability)
dari sumber daya ikan laut, usaha perikanan
tangkap, dan kesejahteraan nelayan, maka laju
penangkapan ikan (jumlah dan waktu operasi
kapal ikan sesuai fishing power-nya) di setiap
wilayah pesisir pantai Teluk Tomini harus tidak
melebihi nilai MSY-nya. Sesuai rekomendasi
FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries
(1995), jumlah ikan laut yang harus kita hasilkan
(tangkap) tidak melebihi 80% dari MSY. Untuk
wilayah perairan laut yang statusnya telah
overfishing, kita harus mengurangi upaya tangkap
atau bahkan bila perlu stop kegiatan penangkapan
ikan (moratorium), sampai stok ikannya pulih
(recovery). Untuk wilayah laut yang statusnya
jenuh (fully exploited), dimana laju penangkapan
ikan sama dengan nilai MSY nya, maka upaya
tangkapnya mesti dikurangi, hingga mencapai
80% MSY. Sementara itu, bagi wilayah perairan
laut yang masih underfishing, dimana laju
penangkapan ikan lebih kecil dari 80% MSY,
maka kita bisa menambah upaya tangkap (jumlah
kapal ikan dan nelayan) hingga mencapai 80% MSY
2.
Melakukan modernisasi teknologi
penangkapan ikan (kapal ikan dan alat tangkap)
tradisional bagi nelayan tradisional yang selama
ini hasil tangkapnya tidak dapat memberikan
kesejahteraan bagi nelayan sebagai pelaku usaha
3.
Meningkatkan kapasitas pengawasan di
laut serta mendorong kapal-kapal ikan (nelayan)
untuk mampu beroperasi menangkap ikan di
wilayah-wilayah laut yang selama ini menjadi ajang
pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan (nelayan)
asing, seperti wilayah-wilayah perairan di perbatasan
dan wilayah-wilayah perairan Teluk Tomini
4.
Usaha perikanan tangkap (tradisional,
menengah, maupun modern-industrial) harus
menerapkan teknik-teknik penangkapan yang
ramah lingkungan dan Best Handling Practices
5.
Pemerintah harus menjamin harga jual
ikan hasil tangkap para nelayan sesuai dengan
nilai keekonomiannya (menguntungkan nelayan)
6.
Pemerintah harus menyediakan seluruh
kebutuhan BBM, alat tangkap, perbekalan untuk
melaut, dan sarana produksi lainnya dengan jumlah
yang mencukupi dan harga yang relatif murah
bagi semua nelayan di seluruh lokasi permukiman
nelayan dan pelabuhan perikanan
7.
Pemerintah bekerja sama dengan swasta
dan masyarakat harus membersihkan kawasan
pesisir dan laut yang tercemar, merehabilitasi
ekosistem pesisir yang rusak, mengkonservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity) pesisir
dan laut, restocking, dan stock enhancement ikan
serta biota laut penting lainnya
8.
Pemerintah bekerja sama dengan swasta
dan masyarakat mulai sekarang juga mesti
mengembangkan dan menerapkan strategi dan
teknik adaptasi terhadap perubahan iklim global,
tsunami, badai, dan bencana alam lainnya, yang
terkait dengan usaha perikanan tangkap dan
kehidupan nelayan
9.
Pemerintah harus lebih meningkatkan
kapasitas dan etos kerja (akhlak) nelayan, melalui
program DIKLATLUH (Pendidikan, Pelatihan
dan Penyuluhan) yang terencana, sistematis,
dan berkesinambungan
108
10.
Penguatan dan pengembangan program
Research and Development (Penelitian dan
Pengembangan) semua aspek penting tentang
perikanan tangkap. Tujuan utama dari program
R & D ini adalah agar kita mampu menghasilkan,
menguasai, dan menerapkan IPTEK dalam
mengelola pembangunan perikanan tangkap
Penyediaan Sarana dan Prasarana TPI
yang Memadai
Revitalisasi tempat-tempat pelelangan
ikan yang belum memadai yang tersebar di
sejumlah wilayah pesisir Teluk Tomini sebagai
upaya untuk memperkuat posisi tawar masyarakat
nelayan. Kondisi tempat pelelangan ikan (TPI)
yang tidak memadai tersebut karena sudah lama
tidak digunakan sebagai lokasi pendaratan ikan
dan tidak didukung oleh fasilitas pendukung TPI
yang memadai. Sedikitnya ada lima faktor yang
harus disiapkan untuk merevitalisasi TPI yang
dibutuhkan untuk mendaratkan dan
melelang seluruh hasil tangkapan nelayan
tersebut, yaitu :
1. Setiap TPI harus memiliki pasokan energi
listrik yang cukup untuk mendukung proses
pendaratan dan pelelangan ikan yang
didapatkan nelayan
2. Setiap TPI tersebut harus ada instalasi sumber
bor untuk penyediaan air bersih yang dibutuhkan
untuk membersihkan atau mengisi kemasan
ikan dan hewan laut lainnya
3. Tersedia pabrik es mini guna memudahkan
kalangan nelayan atau pengusaha perikanan
untuk mengawetkan ikan yang dibeli di TPI
tersebut
4. Faktor ketersediaan bahan bakar dengan
menyiapkan Stasiun Bahan Bakar untuk
Nelayan (SPBN) sehingga nelayan tidak
kesulitan untuk melaut
5. Ketersediaan “kedai pesisir” yang menjual
berbagai kebutuhan pokok nelayan, termasuk
suku cadang untuk perbaikan kapal dan sampan
nelayan. Jika seluruh persyaratan tersebut
dapat dipenuhi, maka TPI-TPI tersebut dapat
menjadi lokasi transaksi yang menguntungkan
bagi nelayan.
Ketiadaan TPI yang memadai, selama
ini menyebabkan nelayan di pesisir pantai Teluk
Tomini kesulitan untuk menyimpan dan menangani
ikan hasil tangkapannya agar tetap segar, awet,
dan higienis. Fenomena ini dinilai kurang
menguntungkan bagi kaum nelayan kecil,
disebabkan ikan dan hewan laut lain yang berhasil
didapatkan dapat cepat membusuk karena
ketidaksediaan fasilitas cold storage untuk
penanganan ikan hasil tangkapan. Akibatnya ikan
tidak dapat dijual karena telah membusuk.
Kondisi ini juga kurang menguntungkan
bagi Pemerintah setempat karena berakibat pada
pendataan produksi ikan yang menjadi tidak akurat.
Karena itu, merevitalisasi seluruh TPI yang belum
memadai menjadi suatu keniscayaan dalam
mensejahterakan masyarakat nelayan pesisir
Teluk Tomini.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian mengenai pengaturan usaha perikanan
tangkap ini, antara lain :
1. Teluk Tomini merupakan salah satu wilayah
perairan di Indonesia yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang besar sehingga
usaha dalam dunia perikanan memiliki peluang
yang sangat besar
2. Salah satu usaha perikanan adalah perikanan
tangkap
3. Usaha perikanan tangkap adalah usaha
perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan ikan, mulai dari proses pra
produksi, produksi, penanganan hasil tangkapan,
dan pemasaran
4. Hukum yang mengatur mengenai usaha
perikanan tangkap adalah mengacu
pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
109
Republik Indonesia Nomor PER.14/MEN/2011
tentang Usaha Perikanan Tangkap
5. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan
metode penangkapan ikan bukan berita baru
lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah
satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl
(pukat harimau) secara illegal di beberapa
wilayah perairan Teluk Tomini
6. Di samping mengevaluasi dampak pengoperasian
alat tangkap, perencanaan pemanfaatan
sumberdaya juga harus mempertimbangkan
aspek dinamika upaya penangkapan ikan.
Kesalahan mengantisipasi dinamika upaya
penangkapan ikan akan berdampak pada apa
yang dinamakan sebagai berlebihnya
kapasitas perikanan atau overcapacity.
DAFTAR PUSTAKA
Alder, J., Zeller, D., Pitcher, T. J., & Sumaila, R. 2002.A Method for Evaluating Marine Protected Area
Management. Coastal Management, 30: 121-131.
Aziz, K. A., Boer, M., Widodo, J., Naamin, N., Amarullah, M. H., Hasyim, B. et al. 1998. Potensi,
Pemanfaatan, dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Bogor:
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Kabupaten Parigi Moutong. 2012. Peluang Investasi Daerah.
Parigi: BKPM Kabupaten Parigi Moutong.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. 2015. Sulteng dalam Angka 2015. Palu: BPS
Sulawesi Tengah.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., & Sitepu, M. J. 2008.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.
Dahuri, R. 1993. Trend Kerusakan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan. Bogor: IPB Press.
Dwiponggo, A. 1991.Masalah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut bagi Pemanfaatan Berkelanjutan.
Bogor: Balitbang Departemen Pertanian.
Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hersey, P. & Blanchard, K. H. 2000. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumberdaya Manusia.
Jakarta: Erlangga.
Koesoebiono. 1995. Ekologi Wilayah Pesisir. Bogor: PPLH-LP-IPB.
Satria, A., Umbari, A., Fauzi, A., Purbayanto, A., Sutarto, E., Muchsin, I., et al. 2002. Acuan Singkat Menuju
Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Pusat Kajian Agraria IPB.
Solihin, A., Karim, M., Suhana, & Nugroho, T. 2005.Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Indonesia. Bandung: Humaniora.
Suryadi, K. & Ramdhani. 2002. Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan
Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Waris, Irwan, et.al. 2012. Budaya Kerja Masyarakat Nelayan Di Pesisir Pantai Teluk Tomini. Laporan Hasil
Penelitian. Palu: FISIP-UNTAD.
Wood, M. E. 2002. Ecotourism: principles, practices and policies for sustainability. UNEP dan TIES UN
Publications.
110
Yulianda, F., Fahrudin, A., Hutabarat, A. A., Harteti, S., Kusharjani, Kang, H. S., &Adrianto, L. 2010.
Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Bogor: Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan
RI, SECEM-Korea International Cooperation Agency.
111
Download