Document

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi
sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Tetapi
yang dibahas pada bab ini ada hipertensi yang timbul pada kehamilan. Golongan
penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan kadang-kadang disertai proteinuria,
oedema, convulsi, coma, atau gejala-gejala lain. Hipertensi adalah tekanan darah
sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang –
kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30
mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter
hipertensi sudah tidak dipakai lagi. (Sarwono, 2008).
1. TERMINOLOGI
Terminologi yang di pakai adalah
a) Hipertensi dalam kehamilan, atau
b) Preeklamsia – eklampsia
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2001, ialah:
a. Hipertensi kronik
b. Preeklampsia – eklampsia
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia.
d. Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008).
1
2.1. Penjelasan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan
20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
c. Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/
atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed-preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda – tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda – tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria (Sarwono. 2008)
2.2. Penjelasan Tambahan
a. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam atau sama
dengan ≥ 1+ dipstick.
b. Edema, dulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda – tanda preeklampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata
(anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam
kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan >
0,57 kg/minggu.
2
c. Primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu <0,34
kg/minggu, menurunkan risiko hipertensi, tetapi menimbulkan risiko berat
badan bayi rendah.
3. FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokan dalam faktor risiko sebagai berikut:
a) Usia. Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b) Paritas. Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua,
primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia
c) Faktor gen. Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita,
faktor risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive
trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia
merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada
anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat
preeclampsia atau eklampsia dalam keluarga
d) Riwayat preeklampsia atau eklampsia sebelumnya
e) Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya; termasuk perkembangan janin
terhambat, solusio plasenta atau kematian janin
f) Gemelli; proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan
kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. Hidrops fetalis dan mola
hidatidosa. Pada mola hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan
yang berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan
proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil
pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan preeklampsia.
3
g) Diet atau gizi. Di mana ada penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium
berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang overweight
4. PATOFISIOLOGI
a) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahin dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menenbus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta member cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basali dan
arteri basalis member cabang arteria spiralis
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vascular, dan peningkatan aliran darahpada daerah uretero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri
spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksim dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta
akan
menmbulkan
perubahan-perubahan
pathogenesis HDK selanjutnya.
4
yang
dapat
menjelaskan
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal, vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10x aliran darah ke uteroplasenta
b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(radikal bebas), yaitu senyawa penerima electron atau atom molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane endotel pembuluh darah.
Sebenarnya, produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungant ubuh, Adanya radikal hidroksil
dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar di dalam
darah, makan dulu HDK disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membrane sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksin, selalu diimbangi dengan
produksi antioksidan.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan beredar di seluruh
tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Peningkatan
oksidan ini diikuti oleh penurunan kadar antioksidan, misalnya vitamin E. Membran
sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Pada waktu terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel,
maka akan terjadi:
5
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2);
yaitu vasodilator kuat.
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi ini memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat. Pada
preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
 Peningkatan permeabilitas kapilar.
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat,
 Peningkatan faktor koagulasi.
5. DIAGNOSIS
a. Hipertensi gestasional
- Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama
kalinya pada kehamilan di atas 20 minggu
- Tidak ada proteinuria
- Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum
- Diagnosis hanya dibuat pada postpartum
- Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak
nyaman atau trombositopenia epigastrika
b. Preeklampsia
Kriteria minimum
- Didapatkan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1 + Dipstick
- Gejala menghilang setelah 12 minggu post partum.
6
Gejala yang menambah ketepatan diagnosis
- Didapatkan peningkatan tekanan darah sampai 160/110 mm Hg atau lebih
- Proteinuria 2.0 g/24 dijam atau urine dipstick 2+
- Peningkatan kreatinin serum >1.2 mg/dL kecuali kalau sebelumnya sudah
memiliki riwayat gangguan ginjal.
- Trombosit < 100,000/L
- Adanya anemia mikroangiopqti hemolisis—peningkatan LDH
- Peningkatam serum transaminase—ALT or AST
- Nyeri kepala yang hebat dan atau gangguan visus
- Nyeri epigastrik persisten
Preeklampsia ringan
-
Desakan darah : ≥ 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Kenaikan desakan
sistolik > 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik ≥ 15 mmHg, tidak
dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia, tetapi perlu observasi
yang cermat.
-
Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+
-
Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik
kecuali anasarka.
Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala
dan tanda di bawah ini:
- Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥160 mmHg
dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
- Proteinuria: ≥ 5 g/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick : 4+
- Oliguria: produksi urine < 400-500 ml/24 jam
- Kenaikan kreatinin serum
- Edema paru dan sianosis
7
- Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran alas kanan abdomen : disebabkan
teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptura
hepar.
- Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata,
dan pandangan kabur.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino
transferase
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia : < 100.000 / ml
- Sindroma HELLP
Pembagian preeklampsia berat
Preeklampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :
a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia, dengan gejala-gejala
impending :
 nyeri kepala
 mata kabur
 mual dan muntah
 nyeri epigastrium
 nyeri kuadran kanan atas abdomen
c. Eklampsia
- Adanya kejang yang timbul pada penderita preeklampsia,
- Atau didapatkan kejang pada usia kehamilan di atas 20 minggu.
d. Superimposed preeklampsia
- Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita yang telah memiliki
hipertensi kronik pada usia kehamilan di atas 20 minggu
8
- Terjadi peningkatan mendadak dalam proteinuria atau tekanan darah atau
trombosit <100,000 / L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum
gestasi 20 minggu
e. Hipertensi kronik
- TD sebelum kehamilan 140/90 mm Hg atau terdiagnosis sebelum kehamilan 20
minggu , tidak timbul penyakit trofoblas gestasional
- Gejala menetap setelah 12 minggu postpartum
Klasifikasi hipertensi kronik
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120 – 139
80 – 89
Hipertensi derajat I Hipertensi
140 – 159
90 – 99
derajat II
160
 110
(The 7 th Report of the National Committee (JNC7)
MIMs Cardiovascular Guide th. 2003-2004)
6. MANAGEMEN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
6.1. Pengelolaan Preeklampsia Ringan
Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara :
a. Rawat jalan (ambulatoir)
b. Rawat inap (hospitalisasi)
a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya.
Di Indonesia tirah baring masih diperlukan
2. Diet regular : tidak perlu diet khusus
3. Vitamin prenatal
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam
9
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum
6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu
b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)
1. Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap (hospitalisasi)
- Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu
- Proteinuria menetap selama > 2 minggu
- Hasil tes laboratorium yang abnormal
- Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat
2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu
- Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur
-
Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen
-
Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan
penimbangan dilakukan setiap hari
- Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending
eclampsia : nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri
kuadran kanan atas ,nyeri epigastrium
3. Pemeriksaan laboratorium
- Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2
hari setelahnya
- Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu
- Tes fungsi hepar 2 x seminggu
- Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan
BUN
- Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin
- Pengamatan gerakan janin setiap hari
- NST 2 x seminggu
10
- Profil biofisik janin, bila NST nonreaktif
- Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu
- Ultrasound Doppler arteria umbilikalis, arteria uterina
5. Terapi medikamentosa
- Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar
- Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur
kehamilan > 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari
kemudian boleh dipulangkan.
6. Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung umur kehamilan
a. Bila penderita tidak inpartu :
- Umur kehamilan > 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk,
kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
- Umur kehamilan > 37 minggu
- Kehamilan dipertahankan sampai timbul permulaan partus
- Bila
serviks
matang
pada
taksiran
tanggal
persalinan
dapat
dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan
b. Bila penderita sudah inpartu
Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Partograf Friedman atau
Partograf WHO.
6.2. Pengelolaan Preeklampsia Berat
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan
dasar sebagai berikut :
- Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
- Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung
pada umur kehamilan.
11
Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu;
1) Konservatif; bila umur kehamilan < 37 minggu, kehamilan dipertahankan
selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa
2) Aktif; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya : kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Pemberian terapi medikamentosa
1) Segera masuk rumah sakit
2) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
3) Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5 %
4) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi:
a. Loading dose (initial dose): dosis awal
b. Maintainance dose: dosis lanjutan
5) Anti hipertensi
- Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
- Jenis obat: Nifedipine dosis 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
- Nifedipine tidak dibenarkan diberikan di bawah mukusa lidah (sublingual)
karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.
- Desakan darah diturunkan secara bertahap:
 Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik
 Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105
 MAP < 125
6) Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena:
- Memperberat penurunan perfusi plasenta
- Memperberat hipovolemia
- Meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
12
- Edema paru
- Payah jantung konggestif
- Edema anasarka
7) Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih
6.3. Pengelolaan Eklampsia
a. Dasar-dasar pengelolaan eklampsia
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu di ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acidemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
b. Terapi medikamentosa
Obat antikejang yang sering digunakan yaitu magnesium sulfat. Sama seperti
pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat
diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah
pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila
setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital /
thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan
c. Perawatan kejang
- Tempatkan penderita diruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
(tidak diperkenankan ditempatkan diruang gelap, sebab bila terjadi sianosis
tidak dapat diketahui)
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
Trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
13
- Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah
aspirasi pneumonia
- Sisipkan penyekat-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi faktur
- Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
d. Perawatan koma
- Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”
- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
- Hindari dekubitus
- Perhatikan nutrisi
e. Pengelolaan eklampsia
- Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
- Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
- Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih
keadaan, yaitu setelah:
 Pemberian obat anti kejang terakhir
 Kejang terakhir
 Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang
meningkat)
f. Pengobatan Obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri, maka
kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan
14
metabolisme ibu. Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat
tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan,
biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah
biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan
darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan preeklampsia.
6.4. Pengelolaan Hipertensi Kronik Dalam Kehamilan
Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah
- Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah
- Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin
a. Pengobatan medikamentosa
Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
a) Risiko rendah hipertensi
 Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg
 Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik  90 mmHg
c) Obat antihipertensi
 Pilihan pertama : Methyldopa : 0.5 – 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis
 Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet
(Nifedipine harus diberikan peroral)
b. Pengelolaan terhadap kehamilannya
 Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif
yaitu dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
 Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik berat : aktif, yaitu
segera kehamilan diakhiri (diterminasi)
 Anestesi : regional anestesi
15
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia sama
dengan pengelolaan preeklampsia berat
7. KOMPLIKASI
a. Solusio plasenta
b. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
c. Pendarahan otak
d. Sindrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
e. Kematian ibu dan janin.
f. Hypofibrinogenemia
g. Kelainan mata
h. Nekrosif hati.
i. Kelainan ginjal
j. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina
8. PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP KEHAMILAN
 Pertumbuhan janin terhambat
 Kematian janin
 Persalinan prematur
 Solutio placenta
16
Download