Ø Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pre eklampsi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (
Rustam Muctar, 1998 ).
B. Pengertian eklampsi
Eklampsi dalam bahasa yunani ialah “halilintar” karena serangan kejang-kejang
timbul tiba-tiba seperti petir.
Eklampsi merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsi yang tidak teratasi
dengan baik.Selain mengalami gejala preeklampsi eklampsi merupakan penyakit
akut dengan kejang dan demam dalam wanita hamil dan wanita nifas, disertai
dengan hipertensi, odem, protein urine positif, eklampsi juga dapat menyebabkan
koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
C. Etiologi Eklampsi
Tidak ada kehamilan tanpa risiko.Pembagiannya, risiko rendah dan risiko
tinggi.Eklampsia merupakan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa
seseorang.Tanda-tanda serangan eklampsia ada tapi perubahannya sangat cepat
dan ditandai dengan adanya kejang.“Sebelum kejang, ada tanda.Misalnya,
ketegangan di daerah otot muka.Tetapi, itu terjadi sekian detik sebelum kejang
yang sifatnya kaku dan lemas.
Sebagian besar eklampsia adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga
yang ringan.Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah
tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah
140/90 s.d. < 160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat,
tekanan darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2.
“Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu
menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia
ringan,”
1
Eklampsia selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar
kehamilan, bukan disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti
nefrotik syndrom. “Karena, penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,”
Jika ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur kehamilan 20 minggu
disebut hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum hamil.
Tetapi, kalau mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20 minggu
atau lebih, kemungkinan eklampsia,”
Ada teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena kekurangan nutrisi.
Pada kelompok ibu-ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat
lebih tinggi.Tetapi lagi-lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami
eklampsia.Bahkan, ada juga ibu-ibu dengan asupan nutrisi memadai, namun
mengalami eklampsia.
Kasus eklampsia juga banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama
dibandingkan ibu pada kehamilan kedua atau ketiga.Hal itu diduga karena
pengaruh sperma.“Masalahnya, sperma dianggap benda asing.Sistem imun ibu
bekerja untuk melawannya,” Karena itu, dianjurkan pada pasangan yang baru
menikah menunda kehamilan enam bulan atau satu tahun agar tubuh ibu mengenal
sperma ayah. “Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling mengenal kepribadian,
membangun kebersamaan, dan mempersiapkan finansial keluarga yang baik lebih
dulu,”
Selain itu, banyak kasus preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan
hamil pada usia terlalu tua. Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35
tahun. Pada usai muda, sistem imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia
terlalu tua, penyakit mulai muncul seperti pembuluh darah mulai menyempit,
kelainan metabolik, diabetes, gangguan ginjal, hipertensi. “Ini menyebabkan risiko
pada ibu dan janin. Eklampsia sangat membahayakan’’
Eklampsia bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia meningkat pada orang
yang memunyai kelainan pembuluh darah menetap, punya penyakit hipertensi
kronis, penyakit diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit trombopili, atau pada
kehamilan kembar dan kehamilan anggur. “Karena ari-ari pada bayi kembar akan
lebih besar daripada kehamilan tunggal. Makin besar plasenta, makin besar
peluang akar-akar plasenta rusak,”
2
Meski demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini juga bisa mengalami
eklampsia. “Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu kelainan atau tidak
jika mereka tidak pernah memeriksakan diri sebelumnya. Yang penting, siapkan
kondisi ibu baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, edukasi yang baik, pengetahuan
yang cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,” katanya menganjurkan.
Jika mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar agar dapat memberikan
proses penyembuhan yang lebih baik.
D. Etiologi Pre eklampsi
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :
1.
Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2.
Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3.
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4.
Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :
a.
Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
b.
Peran faktor imunologis.
c.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
pre-eklampsi/eklampsia.
d.
Peran faktor genetik /familial
e.
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
f.
Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.
g.
E.
Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
Klasifikasi dan Macam-macam Eklampsi
3
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:
1.Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling
sering
setelah 20 minggu kehamilan)
2.Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3.Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan
E. Klasifikasi Pre eklamsia
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a.
Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
- Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih
per minggu.
- Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream.
b.
Preeklampsia Berat
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
- Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
- Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
- Terdapat edema paru dan sianosis
F. Patofisiologi eklampsi
Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu
“ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat
yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi
nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan
Terapi, 1994: 49)
G. Patofisiologi Pre eklampsi
4
Pada
preeklampsia
terdapat
penurunan
aliran
darah.
Perubahan
ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.
Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu
akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik
menyebabkan
terjadinya
endotheliosis
menyebabkan
pelepasan
tromboplastin.Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan
dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit
deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan
perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan
gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama
darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I
dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol
menyempit.Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat
dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen
mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain
menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal
untuk
mengeluarkan
aldosteron.
Vasospasme
bersama
dengan
koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi
organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah
dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan
terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan
terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga
akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan
5
terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah
menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga
menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan
curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan
reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan
terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan
volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan
GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan
anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria.
Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi
akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intr
Uterin Growth Retardationserta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat
janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal
dan ekstrimitas.Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga
dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam
laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,
lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
6
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
H. Tanda dan Gejala Eklampsi.
Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala
yang
berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
3. Kejang-kejang atau koma
Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
a. Tingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan
terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala diputar kekanan dan kekiri.
b. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah
dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot,
muka kelihatan kongesti dan sianosis.Setelah berlangsung selama 1-2 menit
kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti
mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
e. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
I. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
·
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
7
·
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
·
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
·
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
·
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45
u/ml )
·
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31
u/l )
·
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b.
Radiologi
1)
Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2)
Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
PENATALAKSANAAN KEGAWAT DARURATAN
A.
Penatalaksaan Eklampsi
Tujuan utama pengobatan eklampsi adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah
keadaan
ibu
mengijinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsi, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan
ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan
timbulnya kejang, penderita dalam ha ini dapat diberi diazepam 20 mg 1 M. selain
itu, penderita harus disertai oleh seorang tenaga yang terampil dalam resusitasi dan
8
yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsi adalah menghentikan kejangan, mengurangi
vasovasmus, dan meningkatkan dieresis.Pertolongan yang perlu diperhatikan jika
timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernafasan bebas, menghindarkan
tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami
trauma.Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya.
Prinsip penatalaksanaan :
1. Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit.
2. Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang
selama dalam perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau
morfin 10 mg.
3. Tujuan perawatan di rumah sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi
vasospasme, meningkatkan dieresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan
yang cepat dan tepat, serta melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan
kejang yang terakhir, dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.
4. Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah :
a)
Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b)
Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c)
Pemberian oksigen
d)
Pemasangan infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e)
Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter
tetap(dauer catheter).
5. Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan lampu
redup(tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian dibuat
catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan. Reflex, dan
dieresis.Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekalli sehari.Juga dicatat
tingkat kesadaran danjumlah kejang yang terjadi.Pemberiaan cairan disesuaikan
dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin
diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6.
Regim-regim pengobatan :
a)
Regim sufas magnesikus.
9
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar
dapat mencegah konvulsi, menurunkan tekanan darah, menambah deuresis,
kecuali bila ada anuria, dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.
Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40 % secara IM ;
selanjutnya tiap 6 jam 4 g, dengan syarat, refleks patella masih (+), pernafasan
16 / lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml / hari ; selain IM, sulfas
magnesicus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan
adalah 4 g 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan,
diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 ml sebagai
antidotum.
b)
Regim sodium pentotal.
Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan
segera.Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat
menghentikan nafas (apnea). Dosis inisial suntikan intravena perlahan-lahan
sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes
(drips) .
c)
Regim valium (diazepam).
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes
per menit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infuse atau suntikan
i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
d)
Regim litik koktil (lytic cocktail)
Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50 mg) + promezathin (50 mg),
dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infus IV. Jumlah
tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita.Maka dari itu, tensi dan
nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan
sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
e)
Regim stroganoff
Pertama kali
morfin 20 mg
subkutan.
½ jam setelah langkah 1
MgSO4 15%
40 cc subcutan.
2 jam setelah langkah 1
morfin 20
mg subcutan.
5 ½ jam setelah langkah 1
MgSO4 15%
20-40cc subcutan.
11 ½ jam setelah langkah 1
MgSO4 15%
10 cc subcutan.
10
19 jam setelah langkah 1
MgSO4 15%
10 cc subcutan.
Lama pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
7.
Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari
yaitu penisilin prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8.
Penanganan obtetrik
Setelah pengobatan terdahulu, dilakukan penilaian tentang status
obstetrikuspenderita : keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya. Setelah
kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya
persalinan dengan cara yang aman. Langkah-langkah yang dapat diambil
adalah :
a) Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan
pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang
minimal.
b) Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan
amniotomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada
kemacetan dilakukan seksio sesar.
c) Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin
mati dilakukan embriotomi.
d) Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih
tinggi atau ada kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi
obstetric lainnya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup).
Anastesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e) Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:
o Penderita belum inpartu
Fase laten dan gawat janin.
B.
Penatalaksanaan Pre eklampsi
Tujuan utama penanganan adalah :
Ø Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia
Ø Hendaknya janin lahir hidup
11
Ø Trauma pada janin seminimal mungkin.
a) Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan
dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena
obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala preeklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor
keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan
sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada
usia kehamilan minggu 37 ke atas.
b) Pre-eklamsia berat
·
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok
dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
- Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian
disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada
kontraindikasi)
- Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan
(kecuali ada kontraindikasi)
- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat
badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya
lagi gejala
- Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan
dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu
·
1)
Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
Penderita dirawat inap
12
- Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
- Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
- Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong
kanan dan 4 gr di bokong kiri
- Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
- Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
- Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2)
Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari
3)
Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru
dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena
Lasix.
4)
Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin
atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
5)
Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan
6)
Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri
7)
Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
8) Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea
13
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/149604059/PP-Askep-Gawat-Darurat-Maternitas-Eklampsia
diunduh tanggal 11 Desember 2013 pukul 20.57 WIB.
http://blog.jilbab-muslimah.com/pre-eklamsia-pengertian-gejala-dan-perawatan/
diunduh
tanggal 11 Desember 2013 pukul 21.20 WIB.
http://ilmugreen.blogspot.com/2012/06/konsep-dasar-pre-eklamsia.html diunduh tanggal
12 Desember 2013 pukul 21.48 WIB.
Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In
: William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007
Cunningham Gary F. 2005. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Jakarta: EGC.
14
Download