farmakoterapi pada sistem saraf (nyeri, parkinson, epilepsi, stroke)

advertisement
JULAEHA, M.P.H., Apt
[email protected]
0813-92-932-832


Definisi : pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan adanya kerusakan jaringan.
Berdasarkan lamanya nyeri, dibedakan
menjadi nyeri akut dan kronis


Gejala penyakit atau kerusakan pada jaringan
atau sel
Disebabkan krn rangsang mekanik, panas,
kimia atau listrik yg melampaui nilai ambang
nyeri menyebabkan kerusakan jaringan disertai
pelepasan mediator nyeri




Stimulasi, rangsangan pada nosiseptif
Tranmisi, potensial aksi dari tempat terjadinya
rangsangan menuju sistem saraf pusat
Modulasi, proses penghambatan nyeri secara
endogen
Persepsi, kesadaran akan rasa nyeri


Tergantung pada intesitas nyeri
Pertimbangkan kontraindikasi
epilepsi :
- gangguan SSP yang ditandai
dg terjadinya bangkitan
(seizure, fit, attack, spell) yang
bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala
- kejadian kejang yang terjadi
berulang (kambuhan)
 Kejang : manifestasi klinik
dari aktivitas neuron yang
berlebihan di dalam korteks
serebral

Manifestasi klinik kejang
sangat bervariasi tergantung
dari daerah otak fungsional
yang terlibat


Berdasarkan tanda
klinik dan data EEG,
kejang dibagi menjadi :
kejang umum (generalized
seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua
hemisfere otak secara
bersama-sama
 kejang parsial/focal 
jika dimulai dari daerah
tertentu dari otak

Kejang umum terbagi atas:

Tonic-clonic convulsion = grand mal
 merupakan bentuk paling banyak terjadi
 pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah,
keluar air liur
 bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
 terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,
kebingungan, sakit kepala atau tidur



Abscense attacks = petit mal
 jenis yang jarang
 umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
 penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai
 kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak
disadari
Myoclonic seizure
 biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
 pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
 jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien
normal
Atonic seizure
 jarang terjadi
 pasien tiba-tiba kehilangan
kekuatan otot  jatuh, tapi bisa
segera recovered
Petit mal
Kejang parsial terbagi menjadi :


Simple partial seizures
 pasien tidak kehilangan kesadaran
 terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari
tubuh
Complex partial seizures
 pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali:
gerakan mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran
Kejang parsial
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara
pengaruh inhibisi dan
eksitatori pada otak
Ketidakseimbangan bisa terjadi
karena :
 Kurangnya transmisi
inhibitori


Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
Meningkatnya aksi eksitatori
 meningkatnya aksi
glutamat atau aspartat
Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan
meminimalisasi adverse effect of drug
Strategi Terapi
 mencegah
atau menurunkan lepasnya muatan
listrik syaraf yang berlebihan  melalui
perubahan pada kanal ion atau mengatur
ketersediaan neurotransmitter






monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse
effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti
bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi dan biasanya
kurang efektif karena interaksi antar obat justru akan
mengganggu efektivitasnya dan akumulasi efek samping
dg politerapi
hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
 toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan
motorik bisa menetap selama pengobatan
jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi nonsedatif, jika gagal baru diberi sedatif atau politerapi
berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat
mungkin dalam jangka waktu pendek




mulai dengan dosis terkecil dan dapat
ditingkatkan sesuai dg kondisi klinis pasien 
penting : kepatuhan pasien
ada variasi individual terhadap respon obat
antiepilepsi  perlu pemantauan ketat dan
penyesuaian dosis
jika suatu obat gagal mencapai terapi yang
diharapkan  pelan-pelan dihentikan dan
diganti dengan obat lain (jgn politerapi)
lakukan monitoring kadar obat dalam darah 
jika mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn
melihat juga kondisi klinis pasien
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
 Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan
syaraf untuk menghantarkan muatan listrik
 Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin,
okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori
GABAergik:
 agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi
inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA 
contoh: benzodiazepin, barbiturat
 menghambat GABA transaminase  konsentrasi
GABA meningkat  contoh: Vigabatrin
 menghambat GABA transporter  memperlama aksi
GABA  contoh: Tiagabin
 meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan
cerebrospinal pasien  mungkin dg menstimulasi
pelepasan GABA dari non-vesikular pool  contoh:
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsin
Kejang Umum (generalized seizures)
Kejang
parsial
Tonic-clonic
Abscense
Myoclonic,
atonic
Drug of
choice
Karbamazepin
Fenitoin
Valproat
Valproat
Karbamazepin
Fenitoin
Etosuksimid
Valproat
Valproat
Alternatives
Lamotrigin
Gabapentin
Topiramat
Tiagabin
Primidon
Fenobarbital
Lamotrigin
Topiramat
Primidon
Fenobarbital
Clonazepam
Lamotrigin
Klonazepam
Lamotrigin
Topiramat
Felbamat
ALGORITMA
TATALAKSANA
EPILEPSI
Diagnosa positif
Mulai pengobatan dg satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping
Ya
Sembuh ?
Efek samping dapat ditoleransi ?
Ya
Tidak
Kualitas hidup Turunkan dosis
optimal ?
Ya
Tidak
Lanjutka
n
terapi
lanjut
Pertimbangkan,
Atasi dg tepat
Tidak
Efek samping dapat ditolerans
Ya
Tingkatkan
dosis
Hentikan
AED1
Tetap gunakan
AED2
Tidak
Turunkan dosis
Tambah AED 2
Sembuh?
Ya
Tidak
lanjut
lanjutan
Tidak sembuh
Lanjutka
n
terapi
Efek samping dapat ditoleransi
Tidak kambuh
Selama > 2 th ?
ya
tidak
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment
awal
Tidak
Ya
Hentikan AED yang tdk
efektif,
Tambahkan AED2 yang lain
Tingkatkan dosi
AED2, cek interak
Cek kepatuhan
Sembuh ?
Y
a
Lanjutkan terapi
Tidak
Rekonfirmasi diagnosis,
Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain






Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan
epilepsi, faktor etiologi, munculnya bangkitan pada
usia dini, sering mengalami bangkitan, dan obat
antiepilepsi
Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
Fenobarbital →hiperaktif
Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi
mental dan penurunan kemampuan membaca
Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif
ringan
Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik


Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2
antiepilepsi (asam valproat, carbamazepin,
oxcarbazepin) dapat menurunkan densitas
tulang pada anak.
Perlu monitoring pemakaian jangka panjang
pada anak, di samping perlu dipertimbangkan
pemberian suplemen utk tulang.

Perlu pertimbangan : penyakit lain yg
menyertai, polifarmasi yg menyebabkan
interaksi obat, perubahan fisiologi tubuh
(absorpsi obat, ikatan protein, metabolisme dan
eliminasi obat)



Estrogen menghambat reseptor GABA,
mempotensiasi aktivitas glutaminergik
Progesteron efeknya berlawanan dg estrogen
dan mempotensiasi aktivitas reseptor GABA
perlu adanya penyesuaian dosis
Akibat epilepsi pd kehamilan :
Kejang maternal 25 – 30% penderita
Komplikasi kehamilan
ES pd fetus meliputi penyakit dan obat
antiepilepsi
Efek obat antiepilepsi pd kehamilan 
malformasi kongenital
Barbiturat & fenitoin  congenital heart
malformation, orofacial clefts & malformasi lain
Valproat & carbamazepin spina bifida (neural
tube defect) & hypospadias





Intake asam folat (~0,4 – 1 mg/hari) pd
prenatalmencegah efek teratogenik
Obat antiepilepsi secara monoterapi, dosis
serendah mgk mengurangi efek teratogenik
Obat2 antiepilepsi yg lebih baru punya efek
teratogenik <
Pemberian vit K pd bulan terakhir kehamilan
dg dosis 10 mg oral setiap hari mencegah
koagulopati

Meski distribusi obat antiepilepsi dilaporkan
rendah pada air susu, namun perlu
diperhatikan efek pada bayi (sedasi,
iritabilitas, poor feeding) terutama pada
pemakaian barbiturat & benzodiazepin




Tergantung jenis bangkitan / kejang dan
prognosis epilepsi
Jenis bangkitan untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan, misalnya :
Epilepsi absence atau petit mal →tingkat
kekambuhan rendah
Berturut-turut makin tinggi tingkat
kekambuhan : klonik atau mioklonik, kejang
tonik-klonik, parsial sederhana dan parsial
kompleks, selanjutnya kejang yang terdiri dari
lebih dari satu jenis



Perlu dipertimbangkan terapi operatif
(terutama utk epilepsi refrakter/kambuhan)
Yang paling aman & efektif : reseksi lobus
temporal bagian anterior, jenis yang lain :
reseksi korteks otak, hemisferektomi,
pembedahan korpus kalosum, reseksi
multilobar pada bayi
Lebih kurang 70-80% penderita yg mengalami
operasi terbebas dari bangkitan, walaupun
beberapa diantaranya harus tetap minum obat
Seorang pasien wanita 30 tahun, 50 kg. Kondisi
pasien aneh karena sering menyeringai,
mengunyah sendiri tanpa dia sadari secara
berulang. Setelah diperiksa medical record
pasien menderita epilepsi jenis komplek parsial
seizure sejak usia 17 tahun dan mempunyai
riwayat hepatitis B. Sejak usia 25 tahun pasien
menggunakan kontrasepsi oral hormonal.

1.
2.
3.
Obat yang dikonsumsi oleh pasien
Valproat
Curcuma
Kontrasepsi oral hormonal (estrogenprogesteron)
Analisis kasus tersebut dan berikan
rekomendasi anda sebagai seorang farmasis
kepada klinisi
Download