imunitas humoral dan seluler bab 8

advertisement
BAB
8
8.1.
IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER
PENDAHULUAN
Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang
mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum
yang sama, yaitu mengeliminasi antigen. Kedua cabang ini berinteraksi satu
sama lain dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan akhir, mengeliminasi antigen.
Dari dua cabang respon ini, satu diperantarai terutama oleh sel B dan antibodi
dalam sirkulasi, dan dinamakan respon imun humoral (berasal dari cairan tubuh
= humor). Cabang yang satunya, diperantarai oleh sel T, yang tidak mensintesis
antibodi, tetapi mensintesis dan melepas bermacam-macam sitokin yang
mempengaruhi sel-sel yang lainnya.
8.2.
IMUNITAS HUMORAL
Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi serum, yang merupakan
protein yang disekresi oleh sel B. Sel B yang diaktifkan, akan mensekresi
antibodi, setelah pengikatan antigen ke membran molekul imunoglobulin (Ig),
yaitu reseptor sel B (BCR), yang diekspresikan oleh sel B tersebut. Sudah
diperkirakan bahwa setiap sel B mengekspresikan sampai 105 BCR dari
spesifisitas yang sama. Sekali diikat, sel B menerima signal untuk memulai
mensekresi bentuk imunoglobulin ini, yang merupakan suatu proses yang
menginisiasi respon antibodi yang optimal dengan maksud untuk mengeliminasi
antigen dari hospes.
Antibodi adalah suatu campuran heterogenus dari globulin serum, yang
saling bekerja sama untuk menunjukkan kemampuan mengikat antigen spesifik.
Semua globulin serum dengan aktivitas antibodi dinamakan imunoglobulin
Semua molekul immunoglobulin mempunyai struktur umum yang memungkinkan
untuk melakukan dua hal : (1) mengenal dan mengikat secara spesifik struktur
unik yang ada pada antigen, yang disebut epitop, dan (2) menampilkan fungsi
biologik setelah berkombinasi dengan antigen. (Uraian tentang struktur
imunoglobulin lebih lanjut, diberikan oleh pengampu mata kuliah imunologi yang
lain). Ikatan antara antigen dengan antibodi tidak kovalen, tetapi tergantung pada
bermacam-macam ikatan dengan kekuatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen,
van der Waals, ikatan hidrofobik. Karena sifat ikatan yang lemah ini, kesuksesan
ikatan antara antigen dan antibodi tergantung pada area yang sangat dekat dan
sesuai, yang dapat dibayangkan seperti kontak antara kunci dan gembok (a lock
and a key).
Elemen lain yang penting dalam respon imun humoral adalah sistem
komplemen. Reaksi antara antigen dan antibodi mengaktifkan sistem komplemen
ini, yang terdiri dari satu seri enzim serum, dan akhir dari reaksi aktivasi
komplemen adalah lisis sel target atau meningkatkan proses fagositosis oleh sel
fagosit. Aktivasi komplemen (lihat BAB I) juga menghasilkan rekrutmen sel PMN
(phagocytic
polymorphonuclear),
yang
merupakan
bagian
sistem
imun
perolehan. Aktivitas ini memaksimalkan efektivitas respon imun humoral
terhadap agen yang menyerbu.
8.3.
IMUNITAS SELULER
Imunitas seluler, terutama diperantarai oleh sel T. Tidak seperti sel B,
yang memproduksi antibodi larut yang disirkulasi untuk mengikat antigen spesifik,
setiap sel T, mengekspresikan beberapa reseptor antigen yang identik, yang
dinamakan T cell receptors (TCR), bersirkulasi langsung di sisi aktif antigen dan
membentuk fungsinya, apabila berinteraksi dengan antigen. Lihat Gambar 1.
Gambar 1 : Reseptor Antigen yang Diekspresikan sebagai Molekul
Transmembran Sel B dan Sel T
Ada bermacam-macam subpopulasi sel T, yang setiap subpopulasi
mempunyai spesifisitas yang sama untuk suatu determinan antigenik (epitop),
meskipun fungsinya berbeda. Hal ini analog dengan klas imunoglobulin yang
berbeda, yang mempunyai spesifisitas yang identik tetapi fungsi biologiknya
berbeda. Fungsi yang ada berasal dari bermacam-macam subset sel T, yaitu
(Lihat Gambar 2) :
1. Bekerja sama dengan sel B, meningkatkan produksi antibodi. Sel T
yang demikian disebut sel T helper (TH) dan fungsi yang disebabkan oleh
sitokin yang dilepas menyediakan bermacam-macam signal aktivasi untuk
sel B. Informasi lengkap tentang sitokin diberikan dalam BAB II.
2. Efek inflamatori. Ketika aktivasi, subpopulasi sel T tertentu melepas
sitokin, yang menginduksi migrasi dan aktivasi monosit dan makrofag,
yang menyebabkan reaksi inflamatori delayed-type hypersensitivity, dan
subset sel T tersebut adalah sel TDTH3. Efek sitotoksik. Sel T pada subset ini menjadi sel kiler sitotoksik yang
jika kontak dengan sel target akan menyebabkan kematian sel target. Sel
ini disebut sel T cytotoxic (Tc).
4. Efek regulator. Sel T helper dapat dibagi kedalam subset yang fungsinya
berbeda yang ditetapkan dengan sitokin yang niereka lepas, yaitu TH! dan
Tn2. Keduanya dapat saling meregulasi dengan efek negatif.
5. Signal via sitokin. Sel T dan sel lainnya yang terlibat dalam system imun
(misal makrofag) mempengaruhi efek pada bermacam-macam sel limfoid
dan non limfoid, melalui sitokin yang berbeda yang mereka lepas. Jadi,
secara langsung atau tidak langsung sel T berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan berbagai tipe sel.
Selama bertahun-tahun, para peneliti dibidang imunologi telah mengetahui
bahwa sel diaktifkan antigen, menunjukkan bermacam-macam fenomena efektor.
Hanya pada abad terakhir ini mereka memperhatikan adanya kompleksitas
kejadian yang ada dengan adanya aktivasi oleh antigen dan komunikasi dengan
sel yang lain. Sekarang sudah diketahui bahwa hanya kontak antara reseptor sel
T dengan antigen saja tidak cukup untuk mengaktifkan sel tersebut. Dalam
kenyataannya, paling tidak dua signal harus dikirim ke antigen spesifik sel T
untuk terjadinya aktivasi: Signal 1 melibatkan pengikatan TCR ke antigen, yang
harus dipresentasikan oleh sel APC yang sesuai. Signal 2 melibatkan molekul
kostimulatori yang diekspresikan pada sel T dan sel APC. Jika mekanisme ini
telah tercapai, maka akan terjadi serangkaian kejadian yang kompleks dan sel
yang diaktifkan mensintesis dan melepas sitokin. Sebaliknya, sitokin-sitokin ini
kontak dengan reseptor yang sesuai pada sel yang berbeda dan menunjukkan
efeknya pada sel-sel tersebut.
Gambar 2 : Peran subset sel T
8.4.
PERAN ANTIGEN DAN SITOKIN, PERKEMBANGAN SEL TH0,
DALAMIMUNITAS SELULER DAN HUMORAL.
Sitokin yang diproduksi sel yang lain sebagai akibat paparan antigen
(misal sel APC, sel NK, dan sel mast) sangat mempengaruhi fase awal proliferasi
dan aktivasi sel T, apabila sel TnO didiferensiasi menjadi sel
1 dan
2.
Contoh : beberapa bakteri intraseluler (misal : Listeria) dan beberapa virus yang
mengaktifkan sel dendritik, makrofag, dan sel NK untuk memproduksi IL-12 dan
INF-γ. Dengan adanya sitokin-sitokin tersebut, TH0 cenderung berkembang
menjadi sel
1. Sebaliknya sel patogen yang lain (misal parasit cacing), tidak
menginduksi produksi IL-12, tetapi memproduksi IL-4 oleh sel yang lain (misal sel
mast). IL-4 menyebabkan perkembangan sel TH0 menjadi sel
2.
Jalan yang lain, dimana antigen dalam mengarahkan diferensiasi sel TH0 naive,
tergantung pada jumlah dan asal peptida antigenik terhadap stimulasi primer.
Level yang rendah: sel T naive, didiferensiasi menjadi sel
2 untuk
memproduksi IL-4 dan IL-5
Level yang tinggi: sel T naive cenderung didiferensiasi menjadi sel
1, untuk
memproduksi IL-2, IFN-γ, dan TNF-β.
Akhirnya sitokin yang diproduksi akan menentukan apakah respon akan
didominasi oleh aktivasi makrofag atau produksi antibodi. Jalur sel
1
memfasilitasi imunitas seluler dengan adanya aktivasi makrofag, sel NK, dan
CTL, sedangkan jalur sel
2 penting untuk imunitas humoral. Kedua subset sel
CD4+ dapat saling mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi efektor, bagi
keduanya. Fenomena yang terjadi ini, sebagai hasil aktivitas sitokin yang
diproduksi oleh subset yang diaktifkan dan hasil ini untuk membatasi perubahan
respon ke subset yang lain. Sebagai contoh : produksi IL-10 dan TGF-β oleh sel
2 menghambat aktivasi dan pertumbuhan sel
INF-γ yang diproduksi sel
1. Hal yang terjadi sebaliknya,
1 menghambat proliferasi sel
2.
Mekanisme yang terjadi diatas, memungkinkan untuk mendominasi respon imun
seluler atau humoral, dengan menghambat pertumbuhan subset yang lain.
Download