Modul Metode Penelitian Kualitatif [TM10].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Metodologi
Penelitian
Kualitatif
Fakultas
Program Studi
FIKOM
Markom
Tatap Muka
9
Kode MK
Disusun Oleh
MK
DR. AG. Eka Wenats Wuryanta
Abstract
Kompetensi
Penelitian Kualitatif adalah model
penelitian ilmu social yang
menekankan pemahaman
mendalam atas sebuah realitas.
Pemahaman awal tentang Metode
Penelitian Kualitatif (SemiotikaWacana-PAR)
I.1 Latar Belakang
Penelitian Kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta,
kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya, dan lain-lain sehingga
dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksankan demi kesejahteraan bersama. Menurut
Sugiono, ( 2007 : 238 ) “ Masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan
akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan”.
Metodelogi
penelitian komunikasi yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian
kualitatif yakni Analisis Isi, Analisis Semiotik, Analisis Wacana, Semiotik Framing dan
Analisis Korelasional. Namun dalam makalah ini hanya membahas Analisis Semiotik,
Analisis Wacana, dan partisipatory action research.
1 Analisis Semiotik
Pokok Pengertian dan Karakter
Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan
dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Eco, ada sembilan belas
bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik
binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik,
semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa
tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan
sebagainya. Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa
mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan,
tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.
Berkenaan dengan hal tersebut, analisis semiotik merupakan upaya untuk mempelajari
linguistik-bahasa dan lebih luas dari hal tersebut adalah semua perilaku manusia yang
membawa makna atau fungsi sebagai tanda. Bahasa merupakan bagian linguistik, dan
linguistik merupakan bagian dari obyek yang dikaji dalam semiologi. Selain bahasa yang
merupakan representasi terhadap obyek tertentu, pemikiran tertentu atau makna tertentu,
obyek semiotika juga mempelajari pada masalah-masalah non linguistik.
Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau
metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang
terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimkasud dalam hubungan
ini adalah segala bentuk serta sistem lambang baik yang terdapat pada media massa maupun
‘13
2
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang terdapat diluar media massa. Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna
yang diangkut dengan teks yang berupa lambang-lambang. Dengan kata lain, pemaknaan
terhadap lambang-lambang dalam teks yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.
Beberapa Tokoh Yang Memberikan Kontribusi
a. Charles Sanders Pierce (1839-1914)
Charles sanders pierce adalah seorang ahli matematika dari AS yang sangat tertarik pada
persoalan lambang-lambang. Ia melakukan kajian mengenai semiotika dari perspektif logika
dan filsafat dalam upaya melakukan sistematisasi terhadap pengetahuan. Dalam hal ini, ia
menggunakan istilah representamen yang tak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian
sebagai something which stand to somebody for something in some respect or capacity
(sesuatu yang mewakilik sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas) (Matterlart
dan Matterlart, 1998: 23). Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa lambang mencakup
keberadaan yang luas, termasuk pahatan, gambar, tulisan, ucapan lisan, isarat bahasa tubuh,
musik, dan lukisan.
Cara berfikir pierce pada dasarnya dipengaruhi aliran filsafat pragmatisme yang
cenderung bersifat empirisme radikal. Segala sesuatu adalah lambang, bahkan alam raya
sebenarnya adalah suatu lambang yang bukan main dahsyat sifatnya. Karena jalan pikiran
demikian maka banyak kalangan yang menilai bahwa pandangan pierce tentang lambang
kadangkala bersifat kabur, sulit dibedakan mana yang benar-benar lambang dan mana yang
bukan lambang. Hal ini membawa konsekuansi kaburnya batas-batas semiotika sebagai suatu
disiplin.
Pierce mebedakan lambang menjadi tiga kategori pokok : ikon (icon), indeks (index),
simbol (symbol). Yang dimaksud ikon disini adalah suatu lambang yang ditentukan (cara
pemaknaannya) oleh objek yang dinamis karena sifat-sifat internal yang ada. Hal-hal seperti
kemiripan, kesesuaian, tiruan, dan kesan-kesan atau citra menjadi kata kunci untuk
memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang bersifat ikonik. Ikon karena itu,
dapat dilihat karena memang mirip. Lukisan foto Dr. Ir. Sukarno Oleh Ratna Sari Dewi yang
dapat memberikan kesan kecerdasan, keceriaan, kegigihan, kesederhanaan, serta jiwa
kepemimpinan seorang Sukarno, semuanya adalah teks atau lambang-lambang ikonik yang
membawa makna-makna tertentu.
Istilah indeks menunjukan lambang yang cara pemaknaannya lebih ditentukan oleh
objek dinamis dengan cara keterkaitan yang nyata dengannya. Proses pemaknaan lambanglambang bersifat indeks tidak dapat bersifat langsung, tetapi dengan cara mamikirkan serta
‘13
3
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengkaitkanya. Bebrapa hal dapat dicontohkan dalam hal ini, misalnya ada isyarat asap yang
dengan itu orang lalu memaknainya sebagai apai ataupun kebakaran. Isarat maraknya aksiaksi protes yang dengan itu orang lalu manfsirkan ketidakpuasan terhadap pemerintah
cenderung meluas.
Simbol dalam konteks semiotika biasanya dipahami sebaggai suatu lambang yang
ditentukan oleh objek dinamisnya dalam arti ia harus benar-benar di interpretasi. Dalam hal
ini, interpretasi dalam upaya pemaknaan terhadap lambang-lambang simbolik melibatkan
unsur dari proses belajar dan tumbuh atau berkembangnya pengalaman serta kesepakatan
kesepakatan dalam masyarakat. Misalnya kita harus belajar bicara, berlatih mengucapkan
kata-kata untuk dapat mengungkapkan perasaan serta keinginan-keinginan. Bendera
disepakati sebagai lambang bersifat simbolik dari suatu bangsa yang karenanya segenap
warga melakukan penghormatan terhadapnya. Kemarahan suatu bangsa terhadap bangsa lain
sering diekspresikan dengan pembakaran bendera bangsa lain, dan tindakan ini bersifat
simbolik yang dapat dimaknai justru sangat dalam oleh bangsa yang benderanya dibakar tadi,
yang kemudian juga dapat memancing kemarahan balik.
b. Ferdinand de Saussure (1857-1913)
Beliau adalah seorang ahli ilmu bahasa dari Swiss. Saussure menyarankan bahwa studi
tentang bahasa selayaknya menjadi bagian dari area yang ia sebut dengan semiology yang
ketika itu belum banyak berkembang. Saussure mendasarkan pemikiran demikian pada
keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada dasarnya adalah studi tentang sistem lambanglambang.
Saussure menggunakan istilah semiology dengan makna ilmu yang mempelajari selukbeluk lambang-lambang yang ada atau yang digunakan masyarakat. Ia bermaksud
memberikan pemaknaan pada perihal yang ikut membentuk atau menentukan lambanglambang, dan hukum-hukum atau adanya ketentuan-ketentuan bagaimana yang mengaturnya.
Sejak saat ini berkembanglah pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain adalah
ilmu tantang lambang-lambang.
Suatu hal yang menarik, bahwa terdapat dua istilah yang berbeda: semiotika dan
semiologi. Semiotika pada umumnya digunakan untuk menunjukan studi tentang lambanglambang secara luas baik dalam konteks kultural maupun natural, sementara semiologi lebih
tertuju pada lambang-lambang bahasa, terutama dalam konteks komunikasi yang memliki
tujuan-tujuan tertentu atua yang sering disebut intentional communication, yang karenanya
bersifat kultural (malone, 1996: 1152).
‘13
4
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Saussure mengelompokkan lambang menjadi dua jenis: signifier dan signified. Signifier
menunjukan pada aspek fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan, sedangkan
signified menunjukan pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiasif
tentang lambang. Kedua jenis lambang ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Saussure mengajukan dua dalil berkenaan dengan sistem lambang, terutama dalam
linguistik (Malone, 1996: 1152), sebagai berikut: Pertama, bahwa hubungan antara signifier
dan signified bersifat ditentukan atau dipelajari,
pemberian makna terhadap lambang
merupakan hasil dari proses belajar. Hal ini mengingatkan kita pada lambang jenis simbolik
sebagaimana dimaksud Pierce. Kedua, bahwa signifier linguistik (misalnya kata-kata atau
ucapan-ucapan) dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal demikian berbeda dengan signifier
visual, yang relatif tidak berubah, seperti gambar-gambar dan lukisan.
c. Roland Barthes
Roland batrhes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukan tingkatantingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif yang
dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara
lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Makna konotasi adalah maknaa-makna
yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang
karenanya berada pada tingkatan kedua.
Yang menarik berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah digunakannya istilah
mitos, yakni rujukan bersifat kultural (berasal dari budaya yang ada) yang digunakan untuk
menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang, penjelasan mana
yang notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu
sejarah.
Bagi Barthes, teks merupakan konstruksi lambang-lambang atau pesan yang
pemaknaanya tidak cukup hanya dengan mengaitkan signifier dengan signified, namun juga
harus dilakukan dengan memerhatikan susunan (construction) dan isi (content) dari lambang.
Pemaknaan terhadap lambang-lambang selayaknya dilakukan dengan merekonstruksi
lambang-lambang bersangkutan. Dalam upaya ini, deformasi rupanya tak terelakkan: banyak
hal di luar lambang harus dicari untuk dapat memberikan makna-makna terhadap lambanglambang, dan inilah yang dinamakan mitos.
Beberapa Contoh Penelitian dengan Analisis Semiotik
1) Analisis Semiotik untuk Film
Aditia Sonyaruri Hapsari (2005), misalnya meneliti film biola tak berdawai produksi
Kalyana Shira Film (bekerjasama dengan Cinekom) tahun 2002. Disini hapsari menggunakan
‘13
5
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
analisis semiotik Roland Barthes untuk meneliti lambang-lambang yang terdapat dalam film
tsb. Hapsari memperoleh kesan ini sarat dengan pesan-pesan moral, terutama cinta-kasih
dengan konteks yang bervariasi, seperti cinta-kasih terhadap sesama, cinta-kasih antara dua
insan yang berbeda jenis kelamin, cinta-kasih dalam konteks ibu dan anak, serta cinta-kasih
terhadap seluruh makhluk ciptaan Tuhan berupa binatang dan tumbuhan.
Kecintaan terhadap sesama manusia ditunjukan dalam film ini, misalnya ketika tokohtokoh sentral Bhisma, Renjani, dan Mbak Wid mau merawat Dewa dan anak-anak cacat
lainnya di Panti Asuhan Ibu Sejati dengan tulus penuh kasih kendari orang tua anak-anak
bersangkutan telah membuang mereka. Kemudian cinta-kasih dalam pengertian umum
sebagaimana yang lazim terjadi antara pria dan wanita ditunjukan dengan romantisme jalinan
hubungan asmara antara Bhisma dan Renjani. Cinta-kasih terhadap sesama makhluk ciptaan
Tuhan, misalnya, ditunjukan lewat adegan betapa Renjani berusaha menangkap seekor kupukupu tanpa melukai atau menyakitinya.
Selain nilai cinta-kasih, film berdurasi 90 menit ini juga membawa pesan moral lain,
yakni ketegaran dan kejujuran. Hal demikian ditunjukan lewat tokoh Renjani yang walaupun
sebenarnya ia seorang perempuan korban pemerkosaan dan melakukan aborsi, tetap tegar
menjalani hidup dengan tindakan terpuji, yakni mendirikan panti asuhan yang menampung
anak-anak cacat yang dibuang oleh orang tuanya.
2) Analisis Semiotik untuk Tayangan Langsung Televisi
Dapat diambil contoh dalam penelitian Ahmad Muhibbin (2005) yang meneliti paket
acara campursari Tambane Ati yang ditayangkan oleh TVRI Jawa Timur setiap hari Minggu
pukul 15.30-17.00 WIB. acara ini sangat unik sebab menggabungkan berbagai unsur budaya
tradisional, termasuk pakaian, musik, tari, dialek. Disini, Muhibbin tampak banyak
dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Fairclough (mengenai semiotika) serta Berger dan
Luckman (untuk teori konstritivisme).
Sebanyak 20 episode rekaman video diteliti oleh Muhibbin, dengan menitikberatkan
pada level teks, dan tidak meneliti persoalan discourse practice, dan sociocultural practice
mengacu pandangan Fairclough. Namun demikian, Muhibbin merasa penting untuk
melakukan wawancara dengan beberapa pimpinan dan seniman musik campursari, termasuk
para penyanyi yang pernah tampil dalam acara tersebut di stasiun televisi untuk
“memperkaya informasi”, disamping studi literatur “untuk melihat bagaimana aspek sosial
budaya ikut memengaruhi wacana” (Muhibbin, 2005: 91).
Pendekatan konstruktivisme digunakan dalam penelitian untuk melihat bagaimana pesan
atau tepatnya tanda-tanda mengkonstruksi tiga wacana penting: apresiasi budaya, akulturasi
‘13
6
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
budaya, dan elastisitas budaya Jawa. Dalam hal ini Muhibbin memperoleh kesan bahwa acara
ini mengkonstruksi wacana apresiasi budaya dengan cara menyajikan beberapa elemen
budaya daerah Jawa.tayangan ini juga mengapresiasi busana tradisional yang selalu
dikenakan oleh penyanyi, pemusik, dan bahkan penonton.
Muhibbin juga memperoleh kesan bahwa acara tsb mengkonstruksi wacana akulturasi
melalui beberapa elemen budaya menjadi satu paket acara, yang meliputi musik campursari,
senitari, lawak, dan budaya parikan. Musik-musik campursari merupakan paduan dari
beberapa jenis musik, baik dari segi instrumen, maupun aransemen. Berkenaan dengan unsur
tari, acara tersebut menampilkan berbagai variasi tari tradisional yang diiringi dengan musik
campursari.
Berkenaan dengan wacana elastisitas budaya Jawa, Muhibbin memperoleh kesan bahwa
paket acara ini mengkontruksi hal tsb melalui beberapa hal, termasuk sifat gamelan dan
instrumen musik lainnya, keragaman instrumentasi dan vokabuler musik, menyuguhkan
realitas bahwa musik tradisional Jawa dapat menerima unsur musik lain, serta realitas bahwa
seni tari tradisional dapat dipadukan dengan seni tari modern (Muhibbin, 2005: 192-193).
II.2 Analisis Wacana (discourse analysis)
Pegertian Pokok dan Karakter
Secara singkat analisis wacana adalah suatu cara atau metode untuk mengakji wacana
yang terdapat atau terkandung didalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun
kontekstual. Analisis wacana berkenaan dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian di
antaranya nerupa teks, seperti naskah pidato, transkrip sidang, artikel yang termuat disurat
kabar, buku-buku dan iklan kampanye pemilihan umum.
Analisis wacana berkembang pesat, terutama seyelah dekade 1970-aan. Kendati
demikian analisis wacana telah tumbuh sejak awal abad ke 20, khususnya setelah Franz Boas
(seorang ahli linguistik dan antropologi budaya) menyarankan untuk adanya penelitian yang
lebih serius mengenai saling keterkaitan yang kompleks antara bahasa dan kebudayaan.
Kendati berkenaan dengan wacana, para antropolog biasanya lebih mementingkan bahsa lisan
dibanding dengan bahsa tulis. Istilah wacana sebenarnya secara praktis berkenaan dengan
kedua bentuk bahasa tadi yakni lisan dan tulisan sekaligus.
Pada umumnya disepakati pendefinisian wacana adalah proses sosiokultural sekaligus
juga proses linguistik. Dalam konteks komunikassi sekarang analisis wacana tampaknya
semakin diminati dan terkesan sebagai semacam titik temu antara berbagai jenis disiplin.
Analisis wacana memungkinkan diupayakanya jembatan yang menghubungkan analisis
‘13
7
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengenai bahsa yang bersifat mikro di satu sisi dengan analisis dinamika yang bersifat makro
disisi lain.
Secara garis besar kita dapat menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan dalam analisis
wacana (Matsuki, 1996: 351-352). Pertama, pendekatn sosiolinguistik yang menitikberatkan
persoalan-persoalan bahasa secara makro, seperti persoalan formasi tekstual dari wacana,
atau bentuk-bentuk serta fungsi-funsi dari lambang-lambang bahasa yang digunakan dalam
teks. Pendekatan ini seringkali di kritik sebagai terkesan kurang mementingkan proses-proses
makrohistoris dari teks bersangkutan.
Kedua, pendekatan sosiokultural yang melihat wacana sebagai praktik sosial. Pendekatan
ini lebih menitikberatkan pada praktik sosial kehidupan manusia, dan menempatkan wacana
sebagai tindakan manusia yang senantiasa berkaitan dengan proses-proses simbolik, seperti
kekuasaan dan ideologi. Pendekatan ini lebih menempatkan lambang-lambang dalam konteks
situasional maupun historis secara lebih luas sehingga lebih dekat dengan semiotika. Michael
foucault seorang poststrukturalis Prancis mengingatkan
adlam hubungan ini bahwa
pengguliran wacana dibatasi dan bahkan ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan-kekuatan
pranata sosial yang kompleks yang ada di masyarakat, dan bukan semata merupakan
persoalan bahasa (Keiko Matsuki, 1996: 351).
Selain pembedaan ini, analisis wacana juga dapat dibedakan dengan cara lain, yakni
dengan melihat posisi peneliti dalam perspektif kritis. Bertolak dengan cara demikian maka
analisis wacana dalam kajian komunikasi dapat dibedakan menjadi empat jenis : (a) wacana
representasi (discourse of representation), (b) wacana pemahaman atau wacana interpretif
(discourse of understanding), (c) wacana keragu-raguan (discourse of suspicion), (d) wacana
posmodernisme (discourse posmodernism). Keempat jenis analisis wacana ini memiliki
karakter masing-masing yang dapat ditunjukan, seperti yang tampak pada tabel berikut ini:
N
Jenis
Karakter Umum dan Posisi
o
Kritis
Peneliti
1
wacana
Bersifat positivistik.
representasi
Tidak
bersifat
Peneliti terpisah dari objek yang kritikal
diteliti dan mempersepsi objek serta
membuat representasi realitas dalam
bentuk pengungkapan bahasa.
2
‘13
wacana
Bersifat
pemahaman
modernisme.
8
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
interpretatif
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tidak
kritikal
bersifat
Antara peneliti dengan objek
(realitas yang diteliti) tidak terpisah.
Realitas didefinidikan oleh peneliti
melalui
interaksi
antara
yang
mengetahui
(subjek
peneliti/informan)
dengan
pengetahuan (terutama dari sumbersumber
literatur),
peneliti
menstruktur observasi yang karena
itu menstruktur apa yang diketahui.
3
wacana
raguan
keragu-
Bersifat struktural dan kritikal
Bersifat kritikal
modernisme.
Mengkonstruksi
berdasarkan
frame
realitas
social
arrangement.
4
wacana
posmodernisme
Bersifat poststruktural dengan
Bersifat kritikal
menolak segala social arrangement.
Dikemukakan catatan penegasan disini bahwa analisis wacana memiliki dua nuansa
pokok : bersifat kritis dan bersifat bukan kritis. Disini, analisis wacana yang bersifat kritis
sangat dipengaruhi oleh teori kritikal. Karakter kualitatif interpretif dengan sendirinya
berlaku sebagai pijakan penting. Disamping itu, juga mengambil titik tekan pada penekanan
ideologi atau kekuatan-kekuatan dominan dan meyakini bahwa pengetahuan adalah kekuatan.
Dengan kata lain, dalam konteks penelitian komunikasi pendekatan kritikal secara umum dan
analisis wacana bersifat kritis secara khusus berusaha untuk melacak bagaimana pesan-pesan
komunikasi mengukuhkan penekanan, pengekangan, atau opresi di dalam masyarakat.
Prinsip Dasar Analisis Wacana
Kalangan peminat analisis wacana, terlepas dari perbedaan-perbedaan di dalam
memaknai istilah “wacana” serta fokus dari jenis wacana yang diteliti, pada umumnya
berkeyakinan bahwa:
‘13
9
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a) Komunikasi terdiri dari tindakan-tindakan kompleks yang kemudian membentuk
pesan dimana dikandung wacana atau wacana-wacana tertentu.
b) Menusai terikat oleh ketentuan-ketentuan ketika menggunakan bahasa, membawa
wacana, atau melakukan tindakan.
c) Komunikator menggunakan wacana untuk mencapai tujuan, dan cara yang ditempuh
dalam penggunaan wacana pada dasarnya terikat oleh ketentuan-ketentuan.
d) Kendati bahasa dan sistem simbol lainnya merupakan wujud nyata dari aktivitas
komuniasi, namun sebenarnya discourse-lah yang menjadi materi dari komunikasi.
Beberapa Tokoh dan Sumbangannya
1. John Power
Bagi Powers, pesan merupakan hal yang bersifat sentral dalam komunikasi. Pesan
memiliki tiga unsur pokok yang bersifat struktural, yakni sebagai berikut:
 Lambang atau simbol sebenarnya relatif bersifat independen. Artinya, antara lambang
dan realitas yang dilambangkan sebenarnya tidak ada hubungan yang logis.
 Bahasa merupakan suatu kode yang bersifat formal. Artinya, kata-kata serta kalimatkalimat, dan tanda-tanda bahasa lain dikembangkan dan dimaknai sesuai dengan
kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam masyarakat.
 Wacana pada umumnya memiliki struktur tertentu sebagai konsekuensi dari sifat
saling kait-mengkait antara unsur wacana yang satu dengan undur wacana lainnya.
2. Scott Jacobs
Scott menyaraankan tiga jenis persoalan yang dapat dilacak dengan menggunakan
analisis wcana. Pertama, masalah makna, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana
orang memahami pesan-pesan atau informasi-informasi apa yang terkemas dalam suatu
struktur pesan. Kalau ditanyakan, apakah ada air panas, maka salah satu makna yang dapat
kita berikan terhadap pertanyaan tersebut adalah bahwa orang yang bersangkutan
membutuhkan air panas.
Kedua, masalah tindakan, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana cara yang
digunakan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu dengan pesan-pesan yang
disampaikan. Seseorang yang kehausan dan membutuhkan minuman maka kemingkinan akan
mengatakan “aduh, saya haus,” sambil menunjukan kegelisahan.
Ketiga, koherensi, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana menyususn pola-pola
perbincangan yang mudah diterima dan logis, serta prinsip bagaimana yang dipakai dalam
menjalin suatu pernyataan dengan pernyataan lain. Seseorang yang kehausan tadi setelah
‘13
10
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengatakan “aduh, saya haus,” mungkin akan melepas kancing baju bagian atas, mengipasngipas wajah, serta mengatakan, “apakah ada air dingin?”
Area Analisis Wacana
Ada tiga bidang kajian yang telah membuat analisis wacana menjadi berkembang pesat,
terutama dalam antropologi yang kemundian berpengaruh kedisiplin ilmu komunikasi, yakni
sebagai berikut:
a) Etnografi komunikasi
Etnografi komunikasi dirintis oleh Dell Hymes di awal dekade 1960-an. Ia lebih
memfokuskan studinya pada persoalan penggunaan bahasa serta fungsi-fungsinya ketimbang
pada struktur bahasa. Ia menyarankan seyogyanya para antropolog meneliti relativisme
linguistik tidak hanya mengenai struktur bahasa, tetapi juga funsi-fungsinya dengan cara
membandingkannya dengan budaya lain. Area ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam suku bagsa dan budaya. Penelitian etnografis kemunikasi
dapat membantu meningkatkan saling pegertian, kerukunan, dan kerjasama.
b) Analisis Percakapan
analisis
percakapan
dirintis
dalam
tradisi
sosiologi
interaksional,
terutama
ethnomethodology yang dikembangkan oleh Harold Garfikel di akhir dekade 1960-an. Dalam
conversational analysis, wacana atau percakapan dianggap sebagai produk dari proses
interaksi. Suatu realitas sosial tidak hadir secara objektif diluar pengaruh unsur-unsur sosial,
tetapi terkonstruksi melalui percakapan yang cenderung bersifat tatap muka diantara pihakpihak yang terlibat dalam proses interaksi.
c) Ethnopoetics
Analisis yang sangat rinci terhadap persoalan-persoalan bahasa lebih dipentingkan dalam
ethnopoetics. Tradisi ini merupakan yang paling tu dalamanalisis wacana sejak dirintis oleh
Boas beserta para mahasiswanya. Akan tetapi, pada dasawarsa 1970-an Hymes dan Tedlock
mengupyakan terobosan baru dengan meneliti struktur dan fungsi dari keindahan bahasa yang
digunakan masyarakat bukan barat. Kedua tokoh ini mengembangkan tradisi analisis wacana
berkenaan dengan bentuk wacana terucap (oral discourse). Tradisi ini rupanya memberikan
inspirasi untuk berkembangnya penelitian mengenai berbagai bentuk karya seni yang
menggunakan bahasa lisan, termasuk drama, puisi, musik, khususnya lirik-lirik lagunya.
Titik berat dari studi area ini adalah pesan-pesan verbal yang digunakan oleh
komunikator (penyair, pengarang, penulis, naskah/skenario) dengan melihat penggunaan
bahasa sebagai bentuk ekspresi yang memiliki struktur dan fungsi-fungsi tertentu dalam
mengungkapkan nilai-nilai keindahan serta pandangan-pandangan filsafat dan moral.
‘13
11
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Prosedur penelitian Analisis Wacana
Melakukan penelitian dengan mengguakan analisis wacana dapat dilakukan dengan
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Memilih topik
2. Merumuskan pertanyaan penelitian, dengan membawa implikasi pada area penelitian
dengan metode analisis wacana dan juga jenis penelitian dengan analisis wcana serta
pendekatan mana yang sesuai.
3. Melakukan studi pustaka berkenaan dengan topik dan fokus yang dipilih sebagaimana
tersurat dalam pertanyaan penelitian. Studi pustaka akan meghasilkan penjelasan tentang
konsep-konsep dan simbol-simbol yang terdapat dalam teks yang sedang diteliti serta
pandangan-pandangan teoritik yang relevan dengan keduanya.
4. Menentukan metode penelitian sesuai/konsisten dengan pertanyaan penelitian.
5. Mengumpulkan data dan menganalisisnya dengan merujuk pandangan-pandangan
teoritik yang diperoleh dengan telaah pustaka.
6. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan mengacu pada pertanyaan penelitian.
Kesimpulan tidak lain adalah asil interaksi antara kesan peneliti terhadap kecendrungankecendrungan yang ada pada data serta pilihan rujukan berupa pandangan teoritis yang
diambil yang kemudian membingkai analisis.
7. Penyusunan laporan penelitian mungkin dapat diawali dengan laporan awal yang
diseminarkan.
Contoh penelitian
Bagaimana soekarno mengembangkan wacana tentang perampuan dalam buku yang
ditulisnya berjudul sarinah diteliti oleh Pawito (2006). Penelitian ini mengambil titik tekan
pada pertanyaan: (a) bagaimana realitas tentang perempuan dilukiskan oleh soekarno?, (b)
bagaimana bahasa yang digunakan oleh soekarno dalam mengembangkan wacana tentang
perempuan dan apa fungsi dari bahasa bersangkutan?, (c) simbol-simbol apa (bagaiman) yang
digunakan oleh soekarno dalam mengembangkan wacana tentang perempuan?. Dalam kaitan
ini peneliti mengambil area analisis wacana, terutama etnografi komunikasi dengan
menggunakan pendekatan sosiokultural, yakni dengan menempatkan wacana sebagai praktik
sosial yang karenanya melihat wacana perempuan yang dikembangkan oleg soekarno dalam
sarinah ini sebagai tindakan manusia yang senantiasa berkaitan dengan proses-proses
simbolik, seperi kekuasaan dan ideologi.
‘13
12
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Peneliti mendapatkan kenyataan, antara lain, bahwa malalui sarinah soekarno
mengembangkan wacana tetang perempuan ke dalam bingkai atau koteks yang bervariasi,
termasuk budaya masyarakat, kekuasaan, dan ideologi, serta perjuangan bangsa Indonesia.
Berkenaan dengan konteks budaya masyarakat, soekarno melihat bahwa masyarakat
Indonesia memperlakukan kaum perempuan (1960-an) secara tidak adil, yakni cenderugn
ditempatkan di belakang dan tidak diberi peran. Soekarno juga mengamati bahwa kaum
perempuan cenderung di perlakukan seperti dewi tolol, yang senantiasa di pundi-pundi dan
dijaga-jaga seperti seorang dwi, namun juga di tolong-tolong seolah-olah kaum perempuan
tidak dapat berbuat apa-apa untuk dirinya sendiri.
II.3 Partisipatory Action Research
Participatory Action Research memiliki prinsip dasar yang harus dipahami terlebih
dahulu, yakni antara lain sebagai berikut:
1. PAR harus diletekkan sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki praktek-praktek
sosial dengan cara merubahnya dan belajar dari akibat-akibat dari perubahan tersebut.
2. Secara keseluruhan merupakan partisipasi yang murni (autentik) dimana akan
membentuk sebuah spiral yang berkesinambungan sejak dari perencanaan (planing), tindakan
(pelaksanaan atas rencana), observasi (evaluasi atas pelaksanaan rencana), refleksi (teoritisi
pengalaman).
3. PAR merupakan kerjasama (kolaborasi), semua yang memiliki tanggungjawab atas
tindakan perubahan dilibatkan dalam upaya-upaya meningkatkan kemampuan mereka.
4. PAR merupakan suatu proses membangun pemahaman yang sistematis (systematic
learning process), merupakan proses penggunaan kecerdasan kritis saling mendiskusikan
tindakan mereka dan mengembangkannya, sehingga tindakan sosial mereka akan dapat
benar-benar berpengaruh terhadap perubahan sosial.
5. PAR suatu proses yang melibatkan semua orang dalam teoritisasi atas pengalamanpengalaman mereka sendiri
Dari kesemua prinsip-prinsip PAR yang ada, yang terpenting adalah dalam PAR tidak
mengharuskan membuat dan mengelola catatan rekaman yang menjelaskan apa yang sedang
terjadi se-akurat mungkin, akan tetapi merupakan analisa kritis terhadap situasi yang secara
kelembagaan diciptakan (seperti melalui proyek-proyek, program-program tertentu atau
sistem. Salah satu prinsip dalam PAR yang paling unique adalah menjadikan pengalamanpengalaman mereka sendiri sebagai sasaran pengkajian (objectifying their own experience).
‘13
13
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada dasarnya Participation Action Research (PAR) adalah penelitian yang melibatkan
semua pihak yang relevan dalam meneliti secara aktif bersama-sama tindakan saat ini ( yang
mereka alami sebagai bermasalah ) dalam rangka untuk mengubah dan memperbaikinya.
Mereka melakukan hal ini dengan merenungkan secara kritis historis, politik, budaya,
ekonomi, geografis dan konteks lainnya yang dapat di pahami. Participatory action research
tidak hanya melitian apa yang diharapkan akan diikuti oleh suatu tindakan. Hal ini adalah
tindakan yang harus diteliti, diubah dan kemudian diteliti kembali, dalam proses penelitian di
lakukan oleh para peserta.
Hal ini juga bukan hanya sekadar varian dari konsultasi eksotis. Sebaliknya, bertujuan
untuk menjadi aktif dengan adanya penelitian oleh dan untuk orang-orang yang akan
membantu. Ini juga tidak dapat digunakan oleh sekelompok orang untuk mendapatkan
sekelompok orang lain untuk melakukan apa yang pikiran terbaik untuk mereka , apakah itu
adalah untuk menerapkan kebijakan pusat atau suatu organisasi atau perubahan layanan.
Sebaliknya adalah mencoba untuk menjadi orang yang benar-benar demokratis atau nonkoersif proses di mana orang-orang yang akan membantu, menentukan tujuan dan hasil
penyelidikan mereka sendiri. Wadsworth, Y. (1998) Apa Itu Participation Action Research?
Asal muasal action research tidak jelas dalam suatu literatur. Pengarang seperti Kemmis
dan Mc Taggert (1988), Zuber-Skerrit (1992), Holer dan Schwartz-Barcott (1993)
menyatakan bahwa action research berasal dari Kurt Lewin, seorang psikolog Amerika.
McKernan (1988 seperti disitasi dalam MecKernan 1991) menyatakan bahwa action research
sebagai sebuah method of inquiry telah berkembang pada abad lalu dan studi literatur
memperlihatkan “dengan jelas dan meyakinkan bahwa action research berakar pada derivatif
dari metode ilmiah” yang berhulu kepada gerakan ilmu pendidian pada akhir abad 19.”
(McKernan 1991:8).
McKernan (1991) juga menyatakan bahwa ada bukti bahwa dimana penggunaan action
research oleh sejumlah reformis sosial sebelum lewin, seperti Collier tahun 1945, Lippitt and
Radke tahun 1946 dan Corey tahun 1953. Mc Taggert (1992) mensitasi karya Gstettner and
Alltricher menggunakan group participation pada tahun 1913 pada sebuah inisiatif
pengembangan komunitas prostitusi di Vienna. Freideres (1992) memasukan konsep
participation research yang muncul tahun 1970 dari pengembangan lebih lanjut dari
pengalaman negara berpenghasilan rendah.
Meskipun masih berkabut asal mula action research, Kurt Lewin pada tahun 1940-an
membuat teori action research, yang menjelaskan action research sebagai proceeding in a
spiral steps, each of which is composed of planning, actions, and the evaluation of the result
‘13
14
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
of action (Kemmis and Mc Taggert 1990). Lewin berargumentasi bahwa dalam rangka
memahami dan merubah paksis-praksis sosial tertentu, ilmuwan sosial harus memasukkan
prakatisioner dari dunia sosial nyata dalam semua fase penyelidikan (McKernan 1991).
Konstruksi dari teori action research oleh Lewin ini membuat action research menjadi
sebuah metode penyelidikan yang dapat diterima (McKernan 1991).
Pengertian Participation Action Research (PAR)
Participation Action Research (PAR) adalah suatu cara membangun jembatan untuk
menghubungkan orang. Jenis penelitian ini adalah suatu proses pencarian pengembangan
pengetahuan praktis dalam memahami kondisi sosial, politik, lingkungan, atau ekonomi.
PAR(Participation Action Research) adalah suatu metoda penelitian dan pengembangan
secara partisipasi yang mengakui hubungan sosial dan nilai realitas pengalaman, pikiran dan
perasaan kita. Penelitian ini mencari sesuatu untuk menghubungkan proses penelitian ke
dalam proses perubahan sosial. Penelitian ini mengakui bahwa poses perubahan adalah
sebuah topik yang dapat diteliti. Penelitiain ini membawa proses penelitian dalam lingkaran
kepentingan orang dan menemukan solusi praktis bagi masalah bersama dan isu-isu yang
memerlukan aksi dan refleksi bersama, dan memberikan kontribusi bagi teori praktis.
PAR(Participation Action Research) melibatkan pelaksanaan penelitian untuk
mendefinisikan sebuah masalah maupun menerapkan informasi ke dalam aksi sebagai solusi
atas masalah yang telah terdefinisi. PAR(Participation Action Research) adalah “penelitian
oleh, dengan, dan untuk orang” bukan “penelitian terhadap orang”. PAR(Participation
Action Research) adalah partisipatif dalam arti bahwa ia sebuah kondisi yang diperlukan
dimana orang memainkan peran kunci di dalamnya dan memiliki informasi yang relevan
tentang sistem sosial (komunias) yang tengah berada di bawah pengkajian, dan bahwa
mereka berpartisipasi dalam rancangan dan implementasi rencana aksi itu didasarkan pada
hasil penelitian. PAR(Participation Action Research) dikenal dengan banyak nama, termasuk
partisipation research, action research, collaborative inquiry, collaborative action research,
emancipatory research, action learning, contextual action research; semuanya itu hanyalah
variasi dalam tema yang sama.
PAR(Participation Action Research) adalah ’seni’ membangun jembatan mencapai
pemahaman yang saling menguntungkan, menghubungkan orang, gagasan, dan sumber,
membangun hubungan melalui itu kita dapat menciptakan landasan yang kokoh antara
perorangan dan komunitas, bekerja menuju solusi yang saling menguntungkan atas masalah
bersama, dan belajar bagaimana untuk maju menyongsong masa dengan tana harus membuat
‘13
15
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
‘roda’, sambil melewati bermunculannya kembali kendala, secara esensial meraih suatu
tingkat kesadaran yang tinggi dari mana kita menjadi berdaya untuk memcahkan masalahmasalah.
PAR(Participation Action Research) adalah sebuah dual shift yaitu sebuah pergeseran
dalam paradigma penelitian kita maupun sebuah pergeseran dalam cara-cara kita mengejar
pembangunan.
Paradigma pertama, PAR(Participation Action Research) merubah cara berpikir kita
tentang
penelitian
dengan
menjadikan
penelitian
sebuah
proses
partisipasi.
PAR(Participation Action Research) itu sendiri adalah sebuah kondisi yang diperlukan
dimana orang memainkan peranan kunci di dalamya dan memiliki informasi yang relevan
tentang sistem sosial atau komunitas, yang tengah berada di bawah studi. ‘Subjek’ penelitian
lebih baik untuk dirujuk atau menjadi rujukan sebagai anggota-angota komnitas, dan mereka
berpartisipasi dalam rancangan, implementasi, dan eksekusi penelitian. PAR(Participation
Action Research) juga adalah sebuah pergeseran dalam pengertian bahwa ke dalamnya
termasuk elemen aksi. PAR(Participation Action Research) melibatkan pelaksanaan
penelitian untuk mendefinisikan sebuah masalah maupun penerapan informasi dengan
mengambil aksi untuk menuju solusi atas masalah-masalah yang terdefinisikan. Anggotaanggota komunitas berpartisipasi dalam rancangan dan implementasi dalam rencana tindak
strategis didasarkan pada hasil penelitian.
Paradigma kedua, PAR(Participation Action Research) adalah proses dengan mana
komunitas-komunitas berusaha mempelajari masalah secara ilmiah dalam rangka memandu,
memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi mereka. Cara-cara penelitian yang
selama ini biasa dilakukan kalangan akademisi dan peneliti dalam komunitas kita, justru
dapat menjadi tantangan dan ancaman bagi sebuah komunitas. Hubungan antara penelitian
ilmiah (intellectual research) dapat menjadi intrusive dan exclusive. Kedua tipe penelitian ini
juga dapat melenyapkan bagian-bagian penting dan vital dari sebuah proyek penelitian yakni
pengalaman hidup nyata, mimpi, pikiran, kebutuhan, kemauan dari anggota komunitas.
PAR(Participation Action Research) menawarkan metoda-metoda untuk merubah hakekat
hubungan antara orang, dengan organisasi yang biasanya dikejar proyek penelitian dan
pengembangan. Hubungan ini termasuk bagaimana kita memahami peran kita sebagai
facilitators, bukan sebagai experts, bagaimana kita mengelola hubungan dengan lembaga
pendidikan dan lembaga bisnis, dan bagaimana kita bekerja satu sama lain sebagai siswa,
guru, tetangga, dan anggota komunitas.
Dalam PAR terdapat tiga features, yakni participation, action, research.
‘13
16
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Participation mengambil bentuk inquirer decision-making yang menggunakan ‘the
principle of equity’ (dipahami sebagai co-existence and self determination) untuk membawa
divergent contextual factors dan divergent interpretations dari metodologi ke dalam tugas
menggeneralisasi data (subscribing to the ‘relativist’ characteristic of the paradigm).
2. Action adalah direct experience dari partisipan dengan isu sebagaimana
dipresentasikan dalam setiap kehidupan sehari-hari, dan bagaimana participatory action
research methods dapat melibatkan secara langsung partisipan dengan dunia mereka.
3. Research adalah process and form menghasilkan pengetahuan dalam empat domain
pengetahuan: experiental, presentational, propositional, practical (John Heron 1996), dan
sebagaimana diarahkan oleh partisipan untuk pelananan terbaik bagi kepentingan masyarakat.
Pengetahuan dikembangkan melalui dialog reflektif dan analisis kritis yang dilakukan oleh
partisipan yang terlibat dalam aksi (subscribing to the hetrmeneutic and dialog characteristic
of the paradigm).
Contoh Definisi
Beberapa contoh definisi yang pernah dirumuskan :
 Kurt Lewin, (1947)
Pencetus terminologi “Action Research” AR adalah proses spiral yang meliputi ;
 perencanaan tindakan yang melibatkan investigasi yang cermat ;
 pelaksanaan tindakan ;
 penemuan fakta-fakta tentang hasil dari tindakan ; dan
 penemuan makna baru dari pengalaman sosial.
 Corey, (1953)
Action Research adalah proses dimana kelompok sosial berusaha melakukan studi
masalah mereka secara ilmiyah dalam rangka mengarahkan, memperbaiki, dan mengevaluasi
keputusan dan tindakan mereka.
 Hopkins, (1985)
Dimaksudkan untuk mengkontribusikan baik pada masalah praktis pemecahan masalah
maupun pada tujuan ilmu sosial itu sendiri dengan mengkolaborasikan didalamnya yang
dapat diterima oleh kerangka kerja etik.
 Peter Park, (1993)
Para penguatan rakyat melalui penyadaran diri untuk melakukan tindakan yang efektif
menuju perbaikan kondisi kehidupan mereka.
‘13
17
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tipe-Tipe Participation Action Research.
Grundy
(1988)
mendiskusikan
tiga
mode
PAR
(Participation
Action
Research); technical, practical, emancipatory. Holter and Schwartz-Barcott (1993) juga
mendiskusikan tiga tipe PAR(Participation Action Research), yakni: technical collaborative
approach, mutual collabroative approach, enhancement approach. McKernan (1991) juga
mendaftarkan tiga tipe action research: scientific-technical view of problem solving;
practical-deliberative action research; critical-emancipatory action research. McCutcheon
and Jurg (1990) mendiskusikan tiga perspektif tentang PAR: positivist perspective,
interpretivist perspective, critical cscience perspective.
Metode dan Alat Kerja Participation Action Research.
Secara umum, metode PAR(Participation action Research) terbagi dalam dua tipe,
yakni
Eksplanatif
dan
Tematik.
PAR(Participation
action
Research)
Eksplanatif
memfasilitasi komunitas/masyarakat untuk menganalisis kebutuhan, permasalahan, dan
solusinya, kemudian merencanakan aksi transformatif. Sedangkan PAR(Participation action
Research) Tematik menganalisis program yang sudah berjalan, sebagai alat evaluasi dan
pengamatan (monitoring).
Memanfaatkan kekayaan riset-riset konvensional yang masih terus berkembang, RAP
melengkapi diri dengan banyak metode dan alat kerja. Untuk mengumpulkan data lapangan
dan menganalisisnya, PAR(Participation action Research) memiliki metode pemetaan lokasi
melalui kegiatan kunjungan lapangan (transect), wawancara mendalam (in-depth interview)
dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD).
Dalam FGD misalnya, partisipan atau informan tidak sebatas berdiskusi dalam posisi
duduk, melainkan bisa berdiskusi dalam dinamika tertentu dengan menggunakan alat kerja
tertentu, misalnya pemetaan gagasan (mind mapping), menggambar diagram pohon masalah
(problem tree), menulis peringkat kualitas (ranking), menggambar diagram keterkaitan
(linkage diagram), hingga bermain peran (role play) kemudian mendialogkan peran masingmasing dalam konteks situasi yang dimaksud.
Dalam dinamika tersebut, anggota komunitas sebagai partisipan PAR(Participation
action Research) berpeluang lebih besar mengungkapkan pengalaman, gagasan, dan refleksi
mereka secara lebih terbuka karena terbantu dengan sejumlah alat kerja yang memudahkan
pengamatan (visual) dan kegiatan yang dinamis/tidak kaku. Dinamika tersebut juga
memudahkan fasilitator untuk mendorong sebanyak mungkin
anggota komunitas
berpartisipasi lebih aktif karena menggunakan kegiatan dan alat kerja yang bisa dipilih atas
‘13
18
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dasar
kesesuaiannya
dengan
latar
belakang
budaya,
pendidikan,
dan
pekerjaan
partisipan/informan.
Rancangan dan Metoda Penelitian.
PAR(Participation action Research) secara teoritis menggambarkan semua metoda
penelitian ilmu sosial yang pernah ada. Karena PAR(Participation action Research) memiliki
premis prinsip-prinsip bahwa orang dengan sebuah masalah melakukan investigasi mereka
sendiri, sehingga mengesampingkan teknik-teknik yang membutuhkan pemisahan antara
penelitian dengan yang diteliti, seperti ketika experimental “subjects” dikesampingkan
sebagai kegunaan penelitian. Metoda PAR berada di balik teknik dan sumber material dari
orang yang terlibat. Field observation, penelitian pustaka dan arsip, investigasi sejarah
menggunakan
dokumen
dan
sejarah
pibadi,
narratives
and
story
telling,
maupun questionnaires dan wawancara, semuanya digunakan dalam PAR(Participation
action Research).
Sekali pertanyaan penelitian diformulasikan, peneliti menyajikan opsi-opsi metodologis
bagi kelompok dengan mempertimbangkan orang-orang yang ada dan sumber material dari
komunitas, dan menjelaskan logika mereka, efikasi, dan batasan.
Aspek PAR ini
mengekspose metodologi penelitian dan menempatkannya pada tangan orang per orang
sehingga mereka dapat menggunakannya sebagai sebuah alat pemberdayaan. Tujuan dari
PAR(Participation action Research) adalah agar peneliti menggerakkan proses dengan
berbagi pengetahuan dan ketrampilan warga kelompok.
Komunikasi adalah sebuah metodologi kunci dalam PAR(Participation action
Research). Ia menggambarkan kombinasi komunikasi secara kreatif seperti tulisan, lisan, dan
visual dalam rancangan, implementasi dan dokumentasi penelitian. Pekerja sosial masyarakat
misalnya, kalangan perempuan pedesaan, dan kesadaran meningkatkan kelompok
menggunakan foto dokumentasi seseorang dalam kehiduoan sehari-hari (photo novella) untuk
mencatat dan merefleksikan kebutuhan mereka, mempromosikan dialog, mendorong aksi,
dan menginformasikan kebijakan. Peneliti menggunakan teater dan imajinasi visual untuk
menfasilitasi collective learning, expression, action. Bentuk lain dari komunikasi populer
digunakan bersama-sama dalam menulis lagu, membuat kartun, pertemuan komunitas,
community self-portraits dan rekaman videotape.
Pengembangan pengetahuan secara kritis mengundang pencampuran kreatif dari metoda
tradisional melalui pertanyaan dan pendekatan. Pengunaan metoda komunikasi alternatif
‘13
19
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalam PAR(Participation action Research) mendorong peneliti untuk menguji kembali
metoda konvensional dan membuka kemungkinan menggunakan metoda-metoda yang
selama ini tidak pernah mendapatkan legitimasi secara ilmiah.
Pengertian Participation Action Research Secara Terpisah.
Pengidentifikasi beberapa karakteristik utama PAR(Participation action Research), dan
untuk mencoba juga menunjukkan mengapa terdapat dua kesimpulan berikut:
 PAR(Participation action Research) adalah deskripsi penelitian sosial (meskipun
penelitian sosial yang lebih benar akan asumsi-asumsi yang mendasarinya, dan kolektivis
alam, tindakannya mengatur konsekuensi dan nilai-nilai).
 berbagai hambatan terhadap praktek, yang bahkan ketika kita berpikir kita mungkin
bisa melakukan itu, kita sering memiliki keraguan. Disini disimpulkan bahwa hampir semua
riset kita akan terlibat didalamnya, kurang lebih suatu pendekatan ke arah PAR(Participation
action Research). Artinya, setiap bagian dari penelitian kurang lebih berpartisi. Dan
memungkinkan tindakan sebagai bagian dari proses. Dan itu semua melibatkan refleksif
kritis, skeptis dan imajinatif penyelidikan.
Ditemukan untuk meringkas ciri utamanya di bawah tiga judul yang membentuk nama,
yaitu: participation, action dan research. Dimulai dengan menguraikan karakteristik
Pendefinisian PAR(Participation action Research) sebagai penelitian dalam jenis
pengalaman sehari-hari dalam hidup kita. Dalam contoh yang paling kecil dapat ditemukan
struktur yang sama atau logika penyelidikan sebagai yang paling luas dalam jangka panjang _
program penelitian universitas.
‘13
20
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
http://roelcup.wordpress.com/2010/03/22/participation-action-riset/#more-157
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LkiS
www.google.com/metodologipenelitiankomunikasi
diakses pada tanggal 24 Desember 2010, jam 19.15
www.google.com/analisiswacana
diakses pada tanggal 24 Desemser 2010, jam 19.40
‘13
21
Metodologi Penelitian Kualitatif
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download