POLITIK IDEOLOGI Berian Abdulkadir Besar POKOK BAHASAN teori universal mengenai: pengertian, karakteristik, dan fungsi dari ideologi, agar para peserta pendidikan memahami konsep internasional mengenai ideologi, yaitu: pengertian original yang dikemukakan oleh Destutt de Tracy; dan kemudian pengertian-terleceh (discredited meaning) dari ideologi pengertian ideologi yang diungkapkan oleh para pendirinegara Republik Indonesia debat mengenai matinya ideologi yang dikemukakan Daniel Bell maupun Raymon Aron. ideologi dan metoda berpikir IDEOLOGI Kata Inggeris ‘ideology’ berasal dari kata Perancis “idēologie’, yang disosialisasikan pada akhir abad delapan belas, oleh suatu mazab para pemikir yang menyebut dirinya ideologues, untuk menyatakan ilmu fundamental baru, yaitu : “the science of ideas”. Hakikat, tujuan, dan hasil dari bentuk original dari ideologi adalah sebagai berikut. Para ideolog sadar bahwa mereka mendasarkan diri pada perkembangan filsafat yang terjadi sebelumnya. Secara spesifik dapat dinyatakan bahwa mereka sadar mendasarkan diri pada hasil pemikiran filsafati dari: Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan John Locke di Inggeris, dan Rene Descartes di Prancis. Francis Bacon (1591—1626) Analisis Bacon mengenai sejumlah prasangka manusia, merupakan kritik- ideologi yang membuat dirinya dikenal sebagi filsuf modern. Dia membedakan empat jenis dari sesatan manusia, yang ia sebut sebagai gambaran-palsu yang ia namai idola. Dia mengidentifikasi bahwa kepampuan-pikir manusia dipengaruhi sekaligus dicemai oleh kemampuan (the skill) dan nafsu (passion), yaitu (1) idola tribus, yang ia maksud sebagai sesatan dari manusia selaku warga dari suatu suku (tribe), (2) idola specus, yaitu sesatan dari goa, (3) idola fori, yaitu sesatan yang ditimbulkan oleh kekacauan-pengaruh dari bahasa yang digunakan dalam interaksi antarmanusia, dan yang terakhir adalah ideola theatri, yaitu sesatan yang ditimbulkan oleh berbagai pandangan-mapan yang telah lama dikemukakan para filsuf senior. Bacon menyatakan pendapat bahwa dengan dihapuskannya 4 macam idola termaksud, ilmu (science) dapat dikembangkan. Dalam hubungan ini, Bacon dalam bukunya berjudul Novum Organon menyatakan bahwa hanya dengan metode induksi sebagai tuntutan bagi pengalaman dan penginderaan yang akan mengantar ilmu yang sejati (Kuypers, 1978:109). Thomas Hobbes (1588—1679) Dengan menggunakan metode deduktif Hobbes berusaha menerapkan sistem-pengertian (begrippenstelsel) dari mekanika pada semua bidang ilmu: di satu pihak ia menganggap bahwa geometri adalah ilmu mengenai gerak sederhana yang diperlukan untuk mengkonstruksi garis, dataran (plane), dan lingkaran; di lain pihak ia mencoba gejala-gejala psikhis, seperti penginderaan dapat diterangkan dalam terminologi yang berlaku pada gerak dari bahan-bahan ragawi. Dengan penjelasan ini, juga dapat diperluas berlakunya sampai kehidupan masyarakat yang ia lihat sebagai gerak manusia ke manusia lain, atau gerak manusia memisahkan diri dari manusia lain; maka lahirlah suatu trilogi yang ia lahirlah bukakan dengan judul De Corpore (1655), De Homine (1657), De Cive (1642), yang merupakan metafisika yang mengajarkan bahwa segenap hal materiel, dalam kejiwaan manusia, dan kehidupan sosial politik, diterangkan dengan asas-asas dan kategori yang sama (mekanik), disusun menjadi suatu kesatuan yang sistematik (Kuypers, et.al., 1978:333—334). John Locke (1632—1704) Karya ilmiah yang utama dari Locke ia tulis dengan judul Essay Concerning Human Understanding (1690), yang menguraikan hasil penelitiannya mengenai asal-mula, kepastian, dan lingkup dari pengetahuan manusia. Dalam buku pertama berisi kritik panjang-lebar terhadap idea-bawaan (inate ideas). Dalam buku kedua, ia mempertahankan tesisinya bahwa pengetahuan manusia diperoleh dari pengelaman empirik (induktif). Buku ketiga dedikasikan pada masalah bahasa dan artinya; menurut Locke arti sebenarnya dari suatu kata terbentuk oleh idea yang ada di dalam jiwa dari si pengguna kata, dan berkorespondensi dengan idea termaksud. Pada akhirnya, buku keempat membahas pengetahuan (knowledge), yang didefinisi sebagai tindak penginderaan mengenai kesesuaian atau bertentangannya antara dua idea. Bersamaan dengan Essay termaksud, Locke juga mempublikasi buku Two Treatise of Government, yang dalam jilid satu-nya Locke membantah pendapat Sir Robert Filmer yang mempertahankan hak-hak ketuhanan dari para raja mengenai kekuasaan absolutnya, sekaligus dalam jilid keduanya, Locke mengajukan teorinya mengenai monarkhi konstitusional berdasarkan kontrak sosial (Kuypers, 1978:410-411). Rene Descartes (1596-1650) Descartes adalah seorang Katolik saleh, sejak kecil menempuh pendidikan di lingkungan sekolah Ordo Jezuit sehingga merasa berada di rumah sendiri dalam filsafat skolastik yang dalam seluruh hasil karyanya yang kemudian, ditemukan kembali. Setelah selesai dengan studi hukumnya, dan pendidikan militer di Breda ia menjalani dinas militer di negeri Belanda dan berkenalan dengan Beekman yang memberi stimulasi padanya untuk teguh meneruskan karya ilmiahnya: dan baru kemudian pada tahun 1619 mendapat semacam panggilan hati untuk menekuni filsafat. Dia selalu bepergian ke berbagai negara, dan baru ada tahun 1628 dia menyatakan secara terbuka pendirian filsafatinya. Setelah itu, kembali ke negeri Belanda dan hidup menyendiri dalam menekuni menulis filsafat.Yang pertama selesai adalah Discourse de la Methode pada tahun 1637, yang kedua mengenai kosmologi berjudul Le Monde, ia tidak berani menerbitkannya mengingat nasib Galilei dari Italia yang dihukum dikucilkan untuk selamanya dari masyarakat sampai mati. Descartes menolak dengan tegas metafisika sebagai metoda filsafat, karena kebenaran yang dihasilkan tidak bisa diandalkan. Berhubung dengan itu, ia bertekad untuk mambangun filsafat yang kebenarannya tidak dapat ditolak oleh nalar manusia. Untuk itu, Descartes menciptakan suatu metoda baru yang kemudian dikenal dengan nama Peraguan-Metodologik (Methodological Doubting). Semua ilmu dan filsafat yang telah ia pelajari, ia ragukan kebenarannya (termasuk matematika yang menjadi disiplin ilmu yang ia andalkan kebenarannya). Berarti ia mengosongkan diri dari segala referensi, dengan maksud untuk mengetahui apa yang akan terjadi yang sampai masa itu belum pernah diketahui oleh manusia. TEORI KONSEP Untuk memahami pengertian ‘konsep’, saya menggunakan penerangan filsafati dari Gottlob Frege (1849-1925), seorang matematikus dan filsuf dan penemu logika matematika modern. Bagian besar dari karyanya adalah mengenai logika-filsafati (philosophical logic). Karya mutakhir dari frege adalah tentang ‘Sinn und Bedeutung’. Pertama kali, Frege menerangkan tentang perbedaan antara Sinn (sense) dan Bedeutung. Terjemahan baku (standard) dari kata Jerman Bedeutung ialah ‘makna’ (‘meaning’); tetapi kebiasaan penggunaan oleh Frege ia artikan sebagai ‘referensi’ (yang ia artikan sebagai kata-benda yang se-asalmula dengan ‘makna’) sebagai ganti kata dari ‘makna’ (‘meaning’) dalam arti apa yang diketahui pada waktu difahaminya suatu pernyataan (expression), digunakan kata ‘signiticance’; jadi ‘signicance’ itu mencakup ‘arti’ (sense) namun tidak bersifat tuntas. Makna (the meaning) dari suatu nama, dalam pengertian Frege, adalah si pengemban nama yang bersangkutan, yang dengan penggunaan nama tersebut, kita bicarakan orang termaksud. FREGE Frege tanpa segan-segan berargumen bahwa eksistensi mengenai sesuatu itu tidak pernah bisa dinyatakan oleh suatu predikat yang memang selalu bersifat tidak tuntas (incomplete) ; dan dalam hal ini, naluri frege adalah benar (correct): karena eksistensi dalam realitas dari entitas seperti itu merupakan hal yang secara salah (misconceived) diketahui oleh predikat. Suatu gambaran alami adalah sebagai berikut, untuk mengetahui arti (the sense of) dari suatu nama tertentu, adalah mengetahui criteria penentu untuk mengidentifikasi obyek sebagai makna dari nama yang dimaksud; untuk mengetahui arti (the sense of) dari predikat adalah untuk mengetahui kriterium bagi penentuan kebenaran dari tiap obyek acak yang diteliti (any given arbitrary object). Jadi, dalam menentukan nilai-kebenaran (truth-value) dari kalimat subyek-prediket sederhana, kita akan menempuh proses penemuan obyek dimaksudkan oleh nama yang bersangkutan, dan kemudian menentukan apakah predikatnya benar berkaitan dengannya. Dalam hal ini, perlu dilakukan modifikasi pada obyek yang tidak berkualitas sebagai yang berbukti-sendiri (selfevident).