PAPER AKADEMIK FILSAFAT ILMU MEMBANDINGKAN AJARAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA, PENDIDIKAN DI FIRLANDIA DAN PENDIDIKAN DI INDONESIA SEKARANG Paper ini dibuat Sebagai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Filsafat Ilmu Dosen pengampu: Prof. Dr. Gunawan,M.Pd Disusun Oleh: Arlen Mardayanti (2016083003) PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA 2016 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk memajukan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki generasi penerus yang cerdas, unggul, dan baik sangat ditentukan oleh sistem pendidikan yang ada di negara itu sendiri. Banyak terjadi keterjajahan pendidikan di negara Indonesia ini, keadaan yang selalu bergonta-ganti seperti kurikulum yang sudah sembilan kali berganti. Mungkin Indonesia ini memecahkan rekor terbanyak dalam mengubah-ubah sistem tersebut hanya demi mengimbangi negara luar yang lebih maju. Padahal di negara Indonesia ini awalnya sudah mempunyai sistem pendidikan yang sangat bagus dan sangat sesuai dengan karakter bangsa Indonesia ini yang dicetuskan oleh bapak pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan pejuang asli bangsa Indonesia yang sangat memperhatikan keadaan pendidikan, terutama pendidikan di Indonesia. Firlandia merupakan negara kecil di Eropa yang mempunyai kualitas pendidikan terbaik peringkat satu. Banyak cara yang diterapkan oleh Firlandia tersebut dalam menjalani pendidikan yang lebih baik agar terbentuk karakter yang mendukung bagi perkembangan anak didik. Firlandia dapat berhasil dengan pendidikannya karena tidak lepas dari konsep ajaran Ki Hajar Dewantara. Firlandia mengimplementasikan apa yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut walaupun tidak sepenuhnya. Tetapi Indonesia malah kebalikannya. Indonesia malah mengabaikan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara sehingga dampak yang terjadi seperti keadaan pendidikan yang kita lihat saat ini begitu sangat memprihatinkan. Maka dari itu, paper ini perlu dibahas kembali lebih rinci mengenai ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara, bagimana sistem pendidikan di Finlandia dan juga pendidikan di Indonesia saat ini. Serta perlu dibahas perbandingan dari ketiga hal tersebut, seperti kesejalanan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara dengan pendidikan di Firlandia, ketidak sejalanan pendidikan di Firlandia dan Pendidikan di Indonesia sertaketidaksejalanan ajaran Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN A. Ajaran pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14) Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab. Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyeksubyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga. B. Pendidikan di Indonesia saat ini Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu: Pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Ujian Akhir Nasional (UAN) Sangat berbeda antara Indonesia dan Firlandia. Tidak ada UN di Finlandia, karena pemerintah percaya bahwa guru lebih paham tentang kurikulum dan cara terbaik menilai murid-muridnya. Karena sistem pendidikan yang fleksibel inilah sehingga guru bisa mengembangkan potensi siswa-siswinya secara maksimal. Baru-baru ini isu akan dihapusnya ujian akhir nasional sedang menjadi buah bibir dikalangan pemerintah dan masyarakat yang luas. Sangat banyak pro dan kontra yang muncul dipermukaan publik. Bagi yang menyetujui dihapusnya ujian akhir memiliki alasan tertentu, salah satunya mereka menilai bahwa ujian akhir hanya menghabiskan anggaran negara yang hasilnya tidak sesuai atau tidak murni karena usaha keras siswa. Disamping itu keterlibatan beberapa oknum untuk meluluskan anak didiknya. Alasan lain dari itu mereka menganggap ujian akhir adalah hal yang sangat menakutkan dan memakan korban. Beberapa kasus yang telah terjadi siswa meninggal dunia atau sengaja mengakhiri hidupka diakibatkan tidak lulus dalam ujian akhir. Bagaimana mungkin masa depan seorang siswa hanya ditentukan oleh ujian akhir yang hanya diadakan beberapa hari. Sedangkan menurut mereka yang menilai ujian akhir perlu dipertahankan karena menilai disamping adanya sisi negatif dari sebagian orang sudah pasti sisi postifnya dapat kita ambil. Ujian akhir adalah tolak ukur dari kemampuan siswa/penilaian. Jadi dalam hal ini saya sendiri masih memposisikan diri ditengah-tengah dengan artian fiftyfifty untuk mempertahankan atau menghapus ujian akhir. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu : 1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium yang memadai dan sebagainya. 2. Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru. 3. Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. 4. Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. 5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut. 6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. 7. Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman KanakKanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan. C. Pendidikan di Firlandia saat ini Mungkin kita akan sedikit terkejut dengan sistem pendidikan di Finlandia yang cukup berbeda dari negeri kita dan bahkan ada yang cenderung kebalikan dari pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Inilah beberapa sitem pendidikan yang diterapkan di Finlandia, yaitu: 1. Anak-Anak Baru Boleh Bersekolah Setelah Berusia 7 Tahun. Alasannya karena pertimbangan mendalam terhadap mental anak-anak untuk belajar. 2. Setiap 45 Menit Belajar Siswa Berhak Mendapatkan 15 Menit Waktu Istirahat, Mereka beranggapan bahwa kemampuan terbaik siswa untuk bisa membangun fokus dan menyerap ilmu baru akan datang jika ada kesempatan untuk mengistirahatkan otak. Dan waktu belajar di sekolah Finlandia tidak lebih dari 5 jam sehari. 3. Semua Sekolah Negeri Bebas Biaya dan Sekolah Swasta Diatur Secara Ketat Supaya Tetap Terjangkau. Di Finlandia tidak perlu pusing mencari sekolah, karena disana semua sekolah berkualitas. Tidak ada kompetisi antar sekolah sehingga tidak ada istilah sekolah terbaik.Semua sekolah negeri gratis dan sekolah swasta pun diatur secara ketat oleh pemerintah supaya biayanya terjangkau dan tidak membebankan. Bukan hanya biaya pendidikannya saja yang gratis, tetapi pemerintah Finlandia pun menyediakan transpotasi sekolah, makan siang dan biaya kesehatan gratis juga. 4. Pemerintah Membiayai Semua Guru Untuk Mendapatkan Gelar Master Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan sangatlah penting. Sehingga pemetintah Finlandia memberikan biaya gratis pada semua guru untuk mendapat gelar master. Dan semua guru mulai SD sampai SMA wajib mendapat gelar master dan thesis yang sudah dipublikasikan. Selain mendapat biaya pendidikan S2 gratis, gaji guru pun termasuk jajaran pendapatan paling tinggi di Finlandia. Bahkan 2 kali lipatnya dari pendapatan guru di USA. 5. Tidak Ada Ujian Nasional. Tidak ada UN di Finlandia, karena pemerintah percaya bahwa guru lebih paham tentang kurikulum dan cara terbaik menilai murid-muridnya. Karena sistem pendidikan yang fleksibel inilah sehingga guru bisa mengembangkan potensi siswa-siswinya secara maksimal. 6. Jam Sekolah Lebih Pendek. Selain memiliki waktu istirahat yang panjang, waktu belajar di sekolah pun relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan negara lain, yaitu hanya 4-5 jam per hari.Dan untuk siswa SMP dan SMA di Finlandia sudah menggunakan sistem pembelajaran layaknya kuliah. Mereka akan datang dan belajar hanya pada pelajaran yang mereka pilih saja. Hal ini mengajarkan rasa tanggung jawab bagi setiap siswa. 7. Tidak Ada Sistem Ranking Atau Peringkat di Sekolah. Tidak ada sistem ranking artinya tidak ada kompetisi antar siswa. Sehingga tidak menimbulkan diskriminasi antara siswa pintar dan kurang pintar. Mereka yakin bahwa semua siswa seharusnya mendapat ranking satu. D. Kesetidakberjalanan antara pendidikan di Indonesia dan di Firlandia Ada beberapa perbandingan sistem pendidikan antara Indonesia dengan Finlandia yang memiliki prestasi peserta didik terbaik di dunia,yaitu : a) Pelajar di Finlandia datang ke sekolah hanya 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia.Sebaliknya,Indonesia memberikan waktu belajar di sekolah sebanyak 230 hari (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar. b) Finlandia menganut sistem Humanistik yakni sistem belajar yang menekankan pada peserta didiknya untuk memadukan teori dan praktek serta menempatkan murid sebagai objek yang bebas merdeka namun diiringi rasa tanggung jawab, pembelajarannya melakukan pendekatan dialogis, reflektif dan ekspresif. Sehingga mereka mampu memecahkan problem solving. Sementara sistem pendidikan Indonesia ialah bersifat teori Behavioristik yang lebih menekankan teori dan belajar dengan metode stimulus-respon,serta mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini menekankan prilaku akibat efek dari belajar. c) Finlandia dalam memberikan pelajaran tidak melalui metode ceramah, melainkan dengan menyuruh peserta untuk aktif mencari bahan pelajaran dan pengajar hanya memberikan arahan. Sehingga peserta lebih mengetahui secara real tentang apa yang mereka cari. Di Indonesia, metode ceramah masih laris manis digunakan, memang peserta juga ikut aktif tapi, hanya pada akhir pelajaran saja yakni “apa ada yang ingin bertanya ? “ itupun jika ada yang ingin bertanya, dan waktunya pun diakhir pelajaran. d) Finlandia tidak mengadakan testing untuk kelulusan karena bagi mereka hal tersebut hanya melatih peserta mereka untuk dapat lolos dari target. Bukan untuk mencari hakikat dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan di Indonesia, test masih membudaya untuk digunakan. Sehingga peserta hanya memikirkan bagaimana cara untuk lulus ujian. e) Finlandia tidak menggunakan istilah istilah ranking dan naik kelas karena akan timbul masalah psikologi antara mereka yang ranking satu dengan ranking bawah sehingga terlihat perbedaan antara si pintar dan si bodoh Mereka juga tak ada pembagian kelas apalagi tinggal kelas sama sekali tidak ada, hal ini karena akan timbul permasalahan psikologis antara si tua dan si muda tapi mereka memberikan kesempatan belajar bagi peserta didik selama jangka waktu yang ditentukan.Sementara di Indonesia istilah ranking dan naik kelas “wajib” ada. Hal ini dilakukan agar peserta didik lebih termotivasi dalam belajar. f) Suasana pendidikan di Firlandia lebih nyaman dan fleksibel. Mereka tak mewajibkan seragam dan mereka menerapkan pembelajaran dengan suasana yang nyaman. Sementara di Indonesia orang terpelajar ditandai dengan “seragam”. g) Sarana pendidikan di Finlandia memberikan bimbingan konseling bagi para siswanya yang mempunyai kebutuhan khusus. Sementara di Indonesia sekolah tak mau direpotkan oleh hal tersebut. Selain itu, asupan gizi pelajar di Finladia sangat diperhatikan untuk menunjang penyerapan materi. Dan di Indonesia jika waktu istirahat pelajar kebanyakan membeli snack-snack saja h) Finlandia sangat memperhatikan asupan gizi bagi murid-muridnya. Hal ini terlihat dari makan siang yang bergizi, mulai dari susu, roti, pasta, ikan asap, dan sup dan semua itu disediakan sekolah secara gratis.sementara di Indonesia jika waktu istirahat pelajar kebanyakan membeli snack-snack (makanan ringan) dan itupun biasanya mereka beli di pinggir-pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihannya. i) Di Finlandia tak ada sistem pengkotakan, maksudnya semua jenjang masyarakat dapat merasakan fasilitas yang sama,pendidikan gratis mulai dari pendidikan dasar hinggai Perguruan Tinggi.Pemerintah bahkan menyediakan bus jemputan untuk murid sekolah dasar. Jika tidak ada bus jemputan, pemerintah memberikan subsidi uang transportasi untuk siswa. Sementara di Indonesia, yang kaya berhak mendapatkan yang lebih baik,sedangkan orang yang kurang mampu tidak begitu diperhatikan,bahkan banyak yang putus sekolah. Walaupun pemerintah telah menggalakkan program wajar 12 tahun dengan slogan “gratis” tapi tetap saja banyak pungutan lain yang dilakukan oleh pihak sekolah.Sehingga kata “gratis” itu dirasa percuma karena tetap harus banyak uang yang dikeluarkan untuk biaya-biaya lain. j) Di Finlandia, tidak ada pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri. Sedangkan di Indonesia terdapat pengelompokkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). k) Di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural. Sementara di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan sejak kelas I SMP. l) Di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya. Sementara di Indonesia masih memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik). m) Di Finlandia semua guru harus tamatan S2 dan merupakan 10 lulusan terbaik dari universitas tersebut,sementara di kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru agar setara dengan S1, dan masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan. n) Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk PT. Sedangkan di Indonesia siswa-siswi dibebani dengan banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan midsemester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional). o) Di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah. Sebaliknya,di Indonesia PR amat penting untuk membiasakan siswa disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR. Perbedaan antara sistem pendidikan di Finlandia dengan sistem pendidikan di Indonesia dapat diamati dari berbagai aspek, antara lain: 1. Guru / Pendidik Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam penyelenggaran pendidikan bagi sebuah negara. Sebagai negara dengan pendidikan terbaik dunia, Finlandia mengungkapkan kunci sukses keberhasilan pendidikan terletak pada guru. Di Finlandia, profesi guru merupakan profesi yang sangat dihargai. Guru di Finlandia tidak mempermasalahkan besarnya gaji yang diterima. Mereka beranggapan bahwa membuat anak didik menjadi tahu adalah yang paling utama dalam pengajaran. Lain halnya dengan guru di Indonesia yang cenderung mengesampingkan peran utamanya sebagai pengajar. Tidak sedikit guru di Indonesia yang mengejar segala aspek untuk mendapatkan pencapaian yang bersifat personal. Contohnya adalah berlomba-lomba mengikuti program sertifikasi. Tidak jarang, para guru di Indonesia mengutamakan kesuksesan sertifikasinya dibandingkan memenuhi tugasnya dalam mengajar para siswa. Kenyataan seperti yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa terdapat perbedaan visi misi antara guru Finlandia dengan guru Indonesia. Guru di Finlandia mengabdikan diri dan pemikirannya untuk siswa sedangkan guru di Indonesia cenderung mengedepankan karier dan pencapaian diri sendiri. Hal ini sangat memprihatinkan apabila kita telaah bersama. Peserta didik yang seharusnya mendapatkan kesempatan mendapatkan ilmu yang maksimal tetapi kadang harus terhambat dengan kepentingan-kepentingan guru semacam ini. Selain ditinjau dari perbedaan pencapaian tujuan, terdapat alasan lain yang menunjukkan perbedaan antara guru di Finlandia dengan Indonesia. Para guru di Finlandia tidak mengajar dengan metode ceramah melainkan berupaya menjadi sahabat bagi para siswa. Mereka berupaya untuk menciptakan suasana sekolah yang sangat santai dan fleksibel. Di samping itu, guru di Finlandia sangat memotivasi siswa dan berupaya menjadi contoh yang baik untuk memberikan peningkatan belajar bagi siswa. Interaksi semacam ini telah membangun hubungan yang baik antara siswa dan guru. Siswa semakin nyaman dalam mengikuti pembelajaran dan tidak merasakan rasa tertekan sedikitpun. Maka, dapat dikatakan bahwa guru di Finlandia secara tidak langsung telah menerapkan sistem among yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Dalam hal ini, terdapat unsur memerdekakan siswa seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Para guru di Finlandia beranggapan bahwa dengan terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan membuat belajar menjadi tidak menyenangkan bagi para siswa. Pendidikan sistem among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepatcepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Dalam sikap Momong, Among, dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar, yaitu pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah. Metode Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Terlihat jelas bahwa peran dan realitas guru di Finlandia memiliki kesesuaian dengan ajaran Ki Hajar Dewantara. Apabila dibandingkan dengan Indonesia, keadaan guru di Finlandia jauh lebih baik dikarenakan hubungan yang terbangun dengan siswa memiliki kekuatan yang menunjang semangat belajar siswa. Seperti yang sering kita amati bahwa guru di Indonesia cenderung mengajar dengan metode ceramah dan memprioritaskan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Guru di Indonesia seolah tidak mampu memahami keinginan siswa yang sebenarnya memerlukan nuansa belajar yang berbeda, yakni santai dan bersahabat. Terkadang, meng-alam-kan siswa dirasa sangat perlu demi keseimbangan tujuan pembelajaran. Dalam hal merespon siswa, para guru di Finlandia sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Pernyataan tersebut memang benar adanya. Secara logika, siswa yang merasa malu cenderung berputus asa dan kehilangan semangat belajar. Itulah mengapa guru di Finlandia selalu memperlakukan siswa dengan adil. Siswa yang lambat dalam memahami materi akan mendapat dukungan secara intensif oleh gurunya. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Fakta di atas sangat sejalan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, yakni proses memanusiakan manusia (humanisasi). Ajaran Ki Hajar Dewantara ini telah diwujudkan dengan diberikannya pendidikan berkualitas bagi siswa Finlandia yang ditunjang dengan peran serta guru. Di samping itu, guru di Finlandia sangat mencerminkan ajaran Trilogi Kepemimpinan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarsa Sung Taladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Para guru di Finlandia sangat memotivasi siswanya untuk bergerak maju. Dilandasi dengan tingkat pendidikan setiap guru yang terbilang berkualitas tinggi, maka kualitas pendidikan di Finlandia pun menjadi begitu berkualitas. Maksud dari trilogi kepemimpinan adalah ketika berada di depan harus mampu menjadi teladan, ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan pihak-pihak yang dipimpinya. Bukan berarti guru di Indonesia tidak memiliki sifat trilogi kepemimpinan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara. Guru di Indonesia memiliki peran serta mencerdaskan anak bangsa, namun realitas yang baik mengenai guru di Finlandia patut dijadikan refleksi bagi para pendidik di Indonesia terkait bagaimana seorang guru harus bersikap terhadap siswanya dan bagaimana memperlakukan siswa agar tetap terjaga motivasi belajarnya. 2. Kurikulum Di Finlandia, kurikulum nasional hanya berlaku secara umum. Dalam arti, setiap guru diberikan kebebasan mengembangkan metode pengajarannya. Pemerintah terkesan tidak mau coba-coba terhadap kurikulum yang baru. Maka tidak heran jika guru-guru di Finlandia membuat kurikulum mereka sendiri dengan berdasar kepada kebutuhan siswa. Dengan dibuatnya kurikulum secara mandiri oleh para guru, tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. Selain itu, guru dan murid tidak akan mengalami kebingungan. Akan tetapi, keadaan tersebut sangat berlawanan dengan pemberlakuan kurikulum di Indonesia. sebaliknya, di Indonesia, kurikulum telah dibuat oleh pemerintah yang selanjutnya harus diterapkan ke seluruh sekolah. Oleh karenanya, guru di Indonesia wajib mengikuti kurikulum dari pemerintah yang hampir setiap lima tahun berubah-ubah. Hal ini tidak berarti Indonesia mengalami kemajuan yang pesat dalam dunia pendidikan. Seringnya terjadi pergantian kurikulum yang cenderung dipaksakan menyebabkan pro kontra dari berbagai lapisan masyarakat. Sebagai contoh, diberlakukannya kurikulum 2013 baru-baru ini telah memicu beragam persoalan di Indonesia. Pemerintah Indonesia hanya beranggapan bahwa apapun yang dilakukan demi kesuksesan prestasi siswa. Namun, apabila kita mengacu pada pepatah Ki Hajar Dewantara “educate the head, the heart, and the hand” sangat pantas bagi keseluruhan aspek pendidikan di Finlandia. Mengapa? Karena pembuatan kurikulum di Finlandia tidak hanya mengedepankan prestasi para siswa, tapi juga mempertimbangkan proses dan kesesuaiannya. Namun, dengan adanya kebijakan kurikulum yang seragam di Indonesia hanya berfokus pada “educate the head”. Potret nyata inilah yang patut dijadikan evaluasi bagi pemerintah terkait pemberlakuan kurikulum. 3. Alokasi Dana Anggaran dana merupakan elemen yang penting bagi jalannya pendidikan di sebuah negara. Terdapat beberapa perbedaan yang mencolok terkait alokasi dana pendidikan di Finlandia dan Indonesia. Di Finlandia, seluruh kegiatan pendidikan didanai oleh negara. Tidak hanya mendanai pendidikan bagi peserta didik dan fasilitas sekolah, namun pemeritah juga mendanai pendidikan guru yang wajib memiliki gelar Master. Alokasi dana pendidikan di Finlandia memang terbukti disalurkan dengan baik mengingat rendahnya tingkat korupsi di negara tersebut. Pemerintah Finlandia sangat mengutamakan terjaminnya mutu pendidikan, sehingga alokasi dana juga harus mensejahterakan siswa dan guru. Berbeda dengan alokasi dana pendidikan di Indonesia, meskipun pemerintah selalu menjanjikan pendidikan gratis, tetapi pada prakteknya biaya pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya gratis. Masih banyak pungutan yang harus dibayar oleh siswa kepada sekolah. Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk berdampak pula pada pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena biaya pendidikan yang begitu mahal. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya tingkat korupsi di kalangan pejabat pemerintahan Indonesia. Tentu saja keadaan ini benar-benar merugikan masyarakat Indonesia. Harapan bangsa dihancurkan dengan praktek korupsi, kolusi, nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah yang pada awalnya telah dipercaya sebagai wakil rakyat dalam membangun pendidikan dan kesejahteraan bangsa. Hal ini sangat tidak sejalan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, yakni Tri Pantang. Konsepsi kebudayaan Ki Hajar yang sangat moralis tertuang dalam ”Konsep Tripantang” yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalakangunakan jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Maka dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya, pemerintah di Indonesia melanggar konsep Tri Pantang yang telah dijunjung tinggi Ki Hajar Dewantara. Andaikan pemerintah yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia menyadari betul konsep Tri Pantang, maka praktek korupsi dan hal-hal yang merugikan masyarakat tidak akan terjadi. Alokasi dana pendidikan akan stabil dan sesuai pada porsinya. Dengan begitu, pemerataan pendidikan pun dapat dilaksanakan. 4. Aktivitas Pembelajaran Setiap guru di Finlandia hanya menghabiskan waktu 4 jam sehari untuk mengajar di kelas dan memiliki waktu 2 jam per minggu yang didedikasikan untuk ‘professional development’. Kesuksesan belajar tidaklah harus diukur dengan peringkat, akan tetapi bagaimana siswa menempatkan dirinya dalam sebuah alam pembelajaran seperti yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara terhadap anak-anak didiknya. Dengan tidak memberlakukan ujian dan memperhatikan porsi jam belajar siswa, maka Finlandia telah mengaplikasikan ajaran Ki Hajar Dewantara yang selalu ingin memerdekakan siswa. Sebagai salah satu sendi dari sistem among, kodrat alam benar-benar tercermin dalam kebijakan dan cara memperlakukan siswa di Finlandia, mengingat kodrat alam merupakan syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Akan tetapi, terlepas dari banyaknya ketidaksejalanan pendidikan di Indonesia dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, terdapat suatu keadaan pada pendidikan Indonesia yang nyata mencerminkan ajaran Ki Hajar Dewantara. Ajaran tersebut adalah Tri Sentra Pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau dinamai Tri Sentra Pendidikan, yakni: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan di sekolah memiliki tugas memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan, serta mengembangkan berbagai nilai dan sikap. Pendidikan di luar jalur sekolah mempunyai tugas mengembangkan pengetahuan dan kemampuan warga masyarakat untuk dapat berperan dalam berbagai bidang kehidupan secara produktif, efisien, dan efektif. Dengan adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan potensinya dan memenuhi tugasnya dalam menuntut ilmu. Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah. E. Kesejalan antara ajaran Ki Hadjar dan pendidikan di Firlandia Bangsa Indonesia patut berbangga bahwa filosofi pendidikan milik Ki Hajar Dewantara dipratikkan di sekolah-sekolah Finlandia. Sistem tersebut dipakai Finlandia sejak mereformasi sistem pendidikannya selama 20 tahun. Banyak penyataan Menbud Dikdasmen, Anies Baswedan saat memberikan penjelasan tentang kesejalanan ajaran Ki Hajar Dewantara dan pendidikan Firlandia. Indonesia harus melakukan perubahan yang lebih baik seperti negara Finlandia melakukan perubahan dunia pendidikan selama 20 tahun sejak awal tahun 1980 sampai tahun 2000. Finlandia mengadopsi dan menerapkan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara. Finlandia belajar dari buku-buku Ki Hajar Dewantara. Buku-buku Ki Hajar Dewantara yang habis di Sekolah Taman Siswa, Yogyakarta. Padahal Sekolah Taman Siswa merupakan awal dunia pendidikan diperkenalkan di negara Indonesia. Pendidikan di Finlandia dikembangkan berdasarkan sejumlah buku yang ditulis Ki Hajar Dewantara yang merupakan Menteri Pendidikan pertama di Indonesia. Di Finlandia menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Kesejalanan antara ajaran Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan Finlandia dapat dilihat dari Ing Ngarso Sun Tulodo. Ajaran ini memiliki kesejalanan dengan pendidikan di Finlandia yaitu para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Seorang guru yang sangat diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. kepemimpinan/tenaga pengajar (guru) yang harus menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya agar menjadi guru yang berkualitas. Ing Madyo Mbangun Karso yang merupakan ajaran Ki Hajar Dewantara yang kedua dalam dunia pendidikan. Didalam Ing Madyo Mbangun Karso memiliki arti kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama. Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya , melainkan ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang dipimpinnya. Ini sangat sejalan dengan di Finlandia, guru sangat memperhatikan anak-anak didiknya dalam proses pembelajaran. Guru juga kreatif dalam mendidik karena guru yang pertama kali mengajarkan kolaborasi sehingga anak didik mempunyai wawasan baru dalam bertindak dalam baru kompetisi. Tut Wuri Handayani, ajaran ki hajar dewantara yang dijadikan semboyan pendidikan yang mana bertujuan untuk menciptakan pribadi yang Mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain, ini sangat sejalan dengan pendidikan di Finlandia yang juga berupaya untuk mendorong peserta didik agar bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Peserta didik belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Dunia pendidikan di Finlandia mempunyai filosofi, Taman Siswa yang pernah dipraktikan oleh bapak pendidikan Indonesia itu. Oleh sebab itu, Kita harus mengembalikan sekolahan menjadi taman tempat belajar yang menyenangkan. Jangan sampai anak takut kembali ke sekolah. BAB III PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN Permasalah pendidikan di Indonesia memang tidak mudah untuk dipecahkan dalam satu langkah. Akan tetapi, tidak ada salahnya apabila sistem pendidikan di Indonesia diperbaiki dengan cara merefleksikan apa yang telah terjadi selama ini, apa saja kekurangannya, dan upaya melakukan tindakan yang responsif terhadap segala tantangan. Firlandia telah diakui oleh dunia internasional sebagai negara yang berhasil memajukan pendidikan. Sebagai negara yang memiliki pendidikan terbaik, Finlandia memiliki kunci sukses, yakni pada guru yang memiliki etos kerja tinggi untuk mengabdi pada siswa. Para guru cenderung memerdekakan siswa dan selalu mendukung siswa dengan tidak pernah memberi kritik yang justru akan menghantarkan siswa pada penurunan motivasi. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Finlandia banyak memiliki kesesuaian dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, antara lain sistem among yang mengandung prinsip humanisasi (memerdekakan manusia) dan konsep trilogi kepemimpinan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dapat meniru dan mendalami metode yang digunakan oleh pemerintah Finlandia dalam mengatur kebijakannya dalam pendidikan. Penyelesaian masalah pendidikan di Indonesia tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh tindakan yang sifatnya menyeluruh. Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia, diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menggunakan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan serta karakter bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah memiliki Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional dengan ajaran-ajarannya yang luar biasa. Tidak ada salahnya bahwa dalam memberlakukan kebijakan pendidikan, pemerintah beserta elemen-elemen dalam dunia pendidikan sebaiknya menerapkan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara demi adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif, dan kolaboratif demi ‘pemanusiaan’ secara utuh setiap peserta didik. REFERENCES http://www.siperubahan.com/read/1473/Sistem-Pendidikan-Indonesia-VS-SistemPendidikan-Finlandia#sthash.fOF8G3Q3.dpuf, diakses pada tanggal 1 Desember 2016 http://caredoks.blogspot.co.id/2016/09/pendidikan-finlandia.html, diakses pada tanggal 1 Desember 2016 https://www.merdeka.com/peristiwa/tut-wuri-handayani-milik-ki-hajar-dewantaradipakai-finlandia.html, diakses pada tanggal 8 Desember 2016 http://www.bintang.com/lifestyle/read/2281350/4-alasan-mengapa-sistem-pendidikandi-indonesia-menyedihkan, diakses pada tanggal 1 Desember 2016 http://sistempendidikannegarakita.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 1 Desember 2016 https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-pendidikan-di-indonesia/, diakses pada tanggal 1 Desember 2016