BAB 12 PERTAMBANGAN DAN ENERGI BAB 12 PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN I. PENDAHULUAN Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa pembangunan pertambangan dalam Repelita V diarahkan pada pemanfaatan sebesar mungkin kekayaan tambang bagi pembangunan nasional dan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri, meningkatkan ekspor dan penerimaan negara serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Pembangunan pertambangan terutama dilakukan dengan penganekaragaman hasil tambang serta pengelolaan usaha pertambangan secara efisien. Untuk itu perlu dilanjutkan, ditingkatkan dan diperluas upaya inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi serta eksploitasi kekayaan tambang dengan memanfaatkan teknologi yang tepat. Selanjutnya juga ditetapkan bahwa untuk dapat meningkatkan pemanfaatan bahan dan hasil tambang, baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri, perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan produksi dan usaha pemasarannya, terutama ke 103 luar negeri, serta usaha untuk mengolah bahan-bahan tambang tersebut agar dapat meningkatkan nilai tambah. Selama Repelita V pengelolaan dan pembangunan pertam- bangan perlu terus dilakukan secara terpadu dan serasi dengan pengembangan energi, pembangunan daerah serta pembangunan di berbagai sektor lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan pertambangan perlu selalu memperhatikan kebutuhan masa depan, kelestarian dan kemampuan lingkungan hidup serta keselamatan terhadap bencana alam geologis, dengan disertai peningkatan pengawasan yang menyeluruh. Pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, memerlukan peningkatan kemampuan penguasaan teknologi pertambangan antara lain melalui alih teknologi termasuk teknologi eksplorasi, dan eksploitasi bahan tambang, baik di darat maupun di laut. Untuk dapat menyerap kemajuan teknologi, maka perlu diusahakan peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga kerja di bidang pertambangan. Pembangunan sektor pertambangan pada umumnya memerlukan modal yang besar. Sehubungan dengan itu dalam Repelita V penanaman modal swasta di sektor pertambangan, baik modal dalam negeri maupun modal asing, perlu terus didorong dan diting-katkan untuk dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya lain melalui penciptaan bagi pembangunan nasional, antara iklim usaha yang sehat dan menarik bagi penanaman modal. Dalam pada itu Garis-garis Besar Haluan Negara juga menetapkan agar pertambangan rakyat diarahkan dan ditingkatkan pengelolaannya, antara lain melalui penyuluhan, bimbingan dan pembinaan usaha yang memadai, termasuk pengembangan dan pembinaan koperasi pertambangan rakyat. Usaha tersebut dimaksud- kan untuk dapat memperluas kesempatan berusaha dan lapangan 104 kerja serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup rakyat penambang. Pembangunan pertambangan yang dilakukan melalui berbagai upaya di atas dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kemampuan sumber daya mineral di masa-masa yang akan datang. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan dan masalah pertambangan yang ada dewasa ini. II. KEADAAN DAN MASALAH 1. Geologi dan Sumber Daya Mineral Penyelidikan geologi dan sumber daya mineral merupakan salah satu kegiatan dasar yang meliputi usaha inventarisasi, pemetaan dan eksplorasi bahan tambang. Kegiatan ini meliputi penyelidikan sumber daya mineral yang terdiri atas penyelidik- an geofisika dan geokimia secara lebih terperinci, penyeli- dikan geologi tata lingkungan, penyelidikan gunung api, penyelidikan dan pemetaan geologi dengan skala yang lebih kecil serta penyelidikan geologi dan geofisika kelautan. Penyelidikan sumber daya mineral yang dilakukan sejak awal Repelita IV telah berhasil menemukan daerah-daerah mineralisasi baru. Temuan-temuan yang penting antara lain adalah cadangan batu bara yang diperkirakan sebesar S00 juta ton di daerah Meulaboh (Daerah Istimewa Aceh); endapan tembaga porfir mengandung emas di pulau Bacan (Halmahera); mineralisasi timah putih (Sn), wolfram (W), tembaga (Cu), timah hitam (Pb), dan seng (Zn) di sekitar aliran sungai Segah (Mamak - Kalimantan Timur); endapan felspar di pantai Timur Sumatera Utara, gunung Buduk (Kalimantan Barat); Rikip (Daerah Istimewa Aceh) dan 105 Palu (Sulawesi Tengah); mineralisasi timah putih di pegunungan Tiga Puluh (Riau) serta endapan logam krom di Maluku bagian utara dan Kalimantan Selatan. Di dalam melakukan penyelidikan dan eksplorasi mineral serta penyelidikan yang berkaitan dengan aspek geologi dila-kukan pula penyelidikan geokimia dan geofisika. Kegiatan penyelidikan geokimia di suatu daerah merupakan penyelidikan regional bersistem yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan menghasilkan peta dengan skala 1 : 250.000 untuk sejumlah unsur kimia. Dalam Repelita IV peta geokimia regional dengan skala tersebut yang dapat diselesaikan adalah sebanyak 30 peta. Di samping itu dalam periode yang sama dapat diselesai- kan 45 peta sumber daya mineral dan 15 peta batu bara dan gambut masing-masing dengan skala 1 : 250.000. Dalam Repelita IV juga dilaksanakan penyelidikan geologi tata lingkungan yang meliputi penyelidikan hidrologi, penyelidikan geologi teknik dan gerakan tanah serta penyelidikan geologi lingkungan perkotaan. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk menunjang perencanaan tata ruang dalam kerangka pengembangan wilayah dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun hasil yang diharapkan dapat dicapai sampai dengan tahun terakhir Repelita IV adalah berupa 65 lembar peta hidrogeologi bersis- tem dengan skala 1 : 250.000, 16 peta dan laporan mengenai segala aspek geologi teknik pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000 dalam rangka perencanaan dan pengembangan kota. Penyelidikan gunung api yang dilaksanakan selama ini mencakup pengamatan kegiatan gunung api secara teratur dan penyelidikan gunung api untuk menunjang perkiraan kemungkinan letusannya serta penyelidikan potensi sumber daya panas bumi. Selama Repelita IV sebanyak 56 gunung api dari 128 gunung api 106 aktif dipantau secara terus menerus dan telah diinventarisasi sebanyak 207 lapangan panas bumi. Selain daripada itu, sampai akhir tahun Repelita IV diharapkan dapat diselesaikan peta daerah bahaya gunung api dengan skala 1 : 50.000 sejumlah 100 lembar, peta topografi puncak gunung api dengan skala 1 : 10.000 sejumlah 80 lembar dan peta geologi gunung api sejumlah 24 lembar. Kegiatan lainnya adalah penyelidikan dan pemetaan geo- logi. Kegiatan pemetaan geologi ini selama Repelita IV dapat menghasilkan peta geologi bersistem untuk pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 56 peta dan peta dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 137 peta. Di samping pemetaan geologi juga dilakukan pemetaan gaya berat dengan tujuan untuk mengetahui struktur geologi secara regional yang erat hubungannya dengan mineralisasi, endapan minyak dan gas bumi, sumber panas bumi dan air bawah tanah. Sampai dengan tahun terakhir Repelita IV telah dapat diselesaikan peta gaya berat regional masing- masing sebanyak 46 peta dengan skala 1 : 100.000 dan 56 peta dengan skala 1 : 250.000. Sampai akhir Repelita IV telah dihasilkan masing-masing sebanyak 3 dan 6 lembar peta geologi dan peta gaya berat bersistem untuk seluruh Indonesia. Kegiatan penelitian lainnya di bidang geologi dan sumber daya mineral yang dimulai sejak awal Repelita IV adalah penyelidikan geologi kelautan dengan kegiatan utamanya berupa persiapan prasarana dan saran untuk menunjang penyelidikan geologi kelautan. Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan di bidang geologi dan sumber daya mineral dalam Repe-lita IV adalah adanya kekurangan tenaga ahli dan terampil yang mampu mengadakan dan melakukan pengujian di laboratorium serta 107 menjalankan peralatan penyelidikan dan melaksanakan survai. Hasil peningkatan kemampuan tenaga ahli dan tenaga terampil serta penambahan peralatan laboratorium dan pelengkapan survai sejak beberapa tahun terakhir ini diharapkan dapat meningkat- kan hasil penyelidikan geologi dan sumber daya mineral di Indonesia di waktu mendatang. 2. Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi Cadangan minyak dan gas bumi mengandung pengertian dinamis. Di satu pihak besarnya cadangan bertambah dari waktu ke waktu karena adanya tambahan cadangan dan penemuan baru dan juga sebagai hasil dari kegiatan "enhanced oil recovery" (EOR). Di lain pihak, pengurangan cadangan terjadi sejalan dengan laju produksi. Hasil-hasil yang dicapai dalam kegiatan eksplorasi dan EOR selama Repelita IV mengakibatkan adanya peningkatan, sehingga cadangan sumber daya minyak bumi yang tersedia dewasa ini diperkirakan mencapai sebesar 50 milyar barrel, tersimpan di dalam 60 cekungan, sedangkan cadangan gas bumi yang terbukti dan potensial dewasa ini diperkirakan sebesar 97 trilyun standar kaki kubic (TSCF). Penurunan produksi dan ekspor minyak bumi yang terjadi pada tahun 1986/87 dan berlanjut pada tahun 1988/89, disebabkan oleh adanya pembatasan kuota oleh OPEC terhadap produksi minyak anggota-anggotanya sebagai akibat kelesuan pasaran minyak bumi internasional. Apabila pada awal Repelita IV produksi minyak bumi dan kondensat mencapai 532,2 juta barrel, atau rata-rata 1,45 juta barrel per hari, maka pada. akhir Repelita IV produksi minyak bumi dan kondensat Indonesia diperkirakan hanya sebesar 511,0 juta barrel, atau rata-rata 1,4 juta barrel per hari. 108 Masalah utama yang dihadapi selama Repelita IV adalah keadaan pasar minyak bumi yang tidak menentu. Keadaan ini mengakibatkan antara lain turunnya volume ekspor minyak bumi dan kondensat. Apabila pada awal Repelita IV volume ekspor mencapai 343,6 juta barrel, maka pada akhir tahun Repelita IV, volume ekspor diperkirakan hanya mencapai 276,3 juta barrel. Kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri selama Repelita IV menunjukkan peningkatan yang berarti. Apabila kebutuhan BBM dalam negeri tahun 1984/85 adalah sebesar 25,6 juta kiloliter, maka dalam tahun terakhir Repelita IV kebutuhan tersebut diperkirakan mencapai jumlah 27,9 juta kiloliter. Pemasaran atau distribusi gas minyak cair (LPG) dalam negeri selama Repelita IV juga mengalami kenaikan yang tajam. Jumlah pemasaran LPG di dalam negeri dalam tahun pertama Repelita IV adalah 117,6 ribu ton dan dalam tahun terakhir Repelita IV diperkirakan mencapai 288,0 ribu ton. Produksi gas bumi selama Repelita IV mengalami kenaikan rata-rata 3,9% setiap tahun, yaitu dari 4.241 juta kaki kubik hari (MMSCFD) pada tahun 1984/85 menjadi 4.931 MMSCFD per pada akhir Repelita IV. Sesuai dengan peningkatan produksinya pemanfaatan gas bumi mengalami peningkatan yang cukup berarti. Apabila pemanfaatan gas bumi pada tahun pertama Repelita IV adalah sebesar 1,4 trilyun standar kaki kubik (TSCF), maka pemanfaatan gas bumi pada tahun terakhir Repelita IV diduga mencapai 1,6 trilyun standar kaki kubik (TSCF). Selama Repelita IV gas bumi dipergunakan sebagai bahan baku oleh pabrik besi baja dan pabrik pupuk, sebagai sumber energi oleh pabrik semen, pusat pembangkit tenaga listrik, kilang minyak dan gas kota serta sebagai sumber bahan baku 109 dan energi oleh kilang gas alam cair (LNG) dan kilang gas minyak cair (LPG). Pemanfaatan gas bumi berupa LNG dan LPG meningkat dengan peningkatan kapasitas kilang LNG Arun (Aceh) dari 5 train menjadi 6 train dan kilang LNG Badak (Kalimantan Timur) dari 4 train menjadi 5 train. Train ke-6 kilang LNG Arun telah selesai dibangun dan beroperasi pada akhir tahun 1986, sedang- kan train ke-5 kilang LNG Badak diperkirakan akan berproduksi pada awal Repelita V. Pada akhir Repelita IV potensi produksi kilang LNG sebagai hasil peningkatan efisiensi kilang diperkirakan mencapai 20 juta ton per tahun. Eksplorasi panas bumi yang dilakukan sampai tahun terakhir Repelita IV sudah menghasilkan sebanyak 58 sumur. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 Mega Watt electric (MWe), sedangkan yang sudah dikembangkan dalam bentuk pusat pembangkit tenaga listrik baru sebesar 142,25 MW. Dengan selesainya pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang unit 2 dan 3 (2 x 55 MW) pada tahun 1987/88, maka penggunaan uap untuk PLTP meningkat dengan tajam. Apabila penggunaan uap panas bumi pada awal Repelita IV baru sekitar 433 ribu Setara Barrel Minyak (SBM), maka dalam tahun terakhir Repelita IV penggunaan panas bumi diperkirakan mencapai 1.935.676 SBM. Harga uap panas bumi merupakan salah satu energi faktor yang akan menentukan perkembangan sumber daya ini di masa depan. 3. Pertambangan Umum a. Batu bara dan Gambut Kegiatan pengembangan batu bara secara intensif dimulai 110 pada permulaan Repelita II, setelah terjadinya kenaikan harga minyak bumi yang tajam pada tahun 1973, dalam rangka diversifikasi sumber energi, khususnya sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik dan beberapa jenis industri. Usaha pengembangan batu bara dilakukan dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menentukan cadangan batu bara Indonesia se-cara pasti. Sebagai hasil dari peningkatan kegiatan eksplorasi ter- sebut pada akhir Repelita IV telah dapat diketahui besarnya cadangan yaitu cadangan terbukti (proven reserves) sebesar 1.280 juta ton, cadangan terunjuk (indicated reserves) dan cadangan tereka (inferred reserves) sebesar 6.845 juta ton. Sedangkan cadangan geologis seluruhnya diperkirakan mencapai 26.510 juta ton. Cadangan-cadangan terbukti terdapat di tiga wilayah yaitu di Sumatera bagian tengah, Sumatera bagian se-latan, dan Kalimantan bagian timur. Selama Repelita IV telah dilaksanakan pengembangan tam- bang batu bara Air Laya (Tanjung Enim - Sumatera Selatan), yang diharapkan dapat menghasilkan sebanyak 3,2 juta ton setahun, antara lain untuk pemasokan batu bara kepada PLTU Suralaya unit 1 dan 2 yang berkapasitas 2 x 400 MW. Untuk meningkatkan daya angkut batu bara dari Tanjung Enim ke Ta- rahan (Lampung) telah dilaksanakan pengembangan rel kereta api yang menghubungkan kedua tempat tersebut, di samping rehabilitasi terminal batu bara Kertapati (Sumatera Selatan), pembangunan terminal batu bara baru di Tarahan, dan penyedia- an sebuah kapal untuk pengangkutan batu bara dari Tarahan ke Suralaya (Jawa Barat). Dalam periode yang sama juga telah dilakukan rehabilitasi dan pengembangan tambang batu bara Ombilin (Sumatera 111 Barat) untuk mencapai produksi batu bara sebanyak 750 ribu ton setahun. Dalam pada itu, beberapa tambang swasta di Kalimantan Timur terus meningkatkan usaha mereka, dan beberapa tambang batu bara baru di Bengkulu dan daerah lainnya telah mulai berproduksi. Dengan dilakukannya rehabilitasi dan pengembangan beberapa tambang batu bara tersebut, produksi batu bara Indonesia telah dapat ditingkatkan dari 777,8 ribu ton setahun pada akhir Repelita III menjadi 2.349,9 ribu ton pada tahun 1986/ 87 Jumlah ini melampaui produksi tertinggi sebelum Perang Dunia II, yaitu sebesar 2 juta ton dalam tahun 1941, dan diharapkan meningkat lagi menjadi 3,5 juta ton pada tahun 1988/89. Meskipun perkembangannya menggembirakan, pengembangan batu bara di Indonesia masih menghadapi beberapa masalah, antara lain penyediaan prasarana dan sarana angkutan darat dan angkutan laut, kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dan profesional serta perluasan pemasarannya baik untuk dalam negeri maupun untuk ekspor. Dalam Repelita IV telah dimulai penyelidikan penggunaan gambut sebagai bahan bakar bagi PLTU. Indonesia merupakan ne-gara keempat terbesar dalam cadangan gambut dengan lahan ha, yang secara potensial bernilai gambut seluas 17 juta energi setara dengan 65 milyar barrel minyak, tersebar ter- utama di dataran rendah Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. b. Timah Sebagai akibat dari kelesuan pasaran timah dunia yang berkelanjutan, harga timah terus menurun selama tiga tahun 112 pertama Repelita IV. Produksi timah mencapai 22,0 ribu ton pada tahun 1984/85 dan diharapkan meningkat menjadi 28,3 ribu ton pada tahun 1988/89. Untuk mencegah terus merosotnya harga timah, Dewan Timah Internasional menetapkan pembatasan ekspor. Akan tetapi dalam tahun 1985 Dewan Timah Internasional tidak dapat berfungsi lagi dan sejak bulan Oktober 1985 hingga dewasa ini pasaran timah di LME (London Metal Exchange) dihentikan. Sementara itu dalam usaha memperbaiki keadaan pertimahan internasional, pada tahun 1983 negara-negara produsen timah membentuk ATPC (Association of Tin Producing Countries) sebagai wadah untuk memikirkan permasalahan yang dihadapi oleh negara produsen. Pada tahun 1985/86 telah selesai dibangun pabrik pelat besi berlapis timah (tin plate) di Cilegon (Jawa Barat) yang berkapasitas 130.000 ton setahun dan membutuhkan logam timah sebanyak 650 ton setahun. Pembangunan pabrik pelat besi berlapis timah ini diharapkan dapat meningkatkan produksi timah di waktu-waktu yang akan datang. c. Nikel Penemuan cadangan bijih nikel laterit dalam jumlah yang besar sebagai hasil eksplorasi beberapa tahun yang lalu di pulau Gebe (Maluku), pulau Waigeo dan pulau Gag (Irian Jaya), pengembangannya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini terutama disebabkan oleh berlangsungnya resesi ekonomi dunia yang mengakibatkan harga ekspor bijih nikel belum berada pada tingkat yang menguntungkan. Meskipun demikian, dengan kebijaksanaan harga yang luwes ekspor bijih nikel ke Jepang meningkat sejak pertengahan Repelita IV. Di samping itu, dalam usaha mencari daerah pemasaran yang baru, telah dilakukan 113 pengiriman bijih nikel untuk percobaan pengolahan di pabrik pengolahan nikel di Australia. Produksi bijih nikel pada tahun 1984/85 adalah sebesar 946,3 ribu ton dan meningkat menjadi 1.680,6 ribu ton pada tahun 1986/87 dan 1.717,8 ribu ton pada tahun 1988/89. Peningkatan dialami juga oleh produksi nikel kasar (nickel sebesar 21,9 ribu ton pada matte) yang pada tahun 1984/85 tahun 1988/89 meningkat menjadi 27,3 ribu ton. Pabrik pengo-lahan bijih nikel menjadi nikel matte milik PT International Nickel Indonesia (Inco) di Soroako (Sulawesi Selatan), selama Repelita IV tidak dioperasikan secara penuh, karena kerusakan tanur pengolahan dan rendahnya harga logam nikel di pasaran. Sementara itu produksi ferronikel menurun dari 4,9 ribu ton pada tahun 1984/85 menjadi 4,0 ribu ton pada tahun 1988/89 meskipun harganya meningkat pada akhir tahun Repelita IV. Penurunan produksi itu merupakan akibat dari telah dioperasikannya terus menerus selama lebih dari sepuluh tahun tanur pengolahan ferronikel yang ada. d. Tembaga Satu-satunya tambang di Indonesia yang menghasilkan tem-baga dalam bentuk konsentrat terdapat di Gunung Bijih (Irian Jaya) yang dikelola oleh Freeport Indonesia Incorporated. Produksi bijih tembaga selama Repelita IV berasal dari penambangan di Gunung Bijih Timur. Cadangan bijih tembaga di Gunung Bijih Barat telah habis. Cadangan tembaga yang terdapat di Gunung Bijih Timur diperkirakan mengandung 45 juta ton bijih tembaga dengan kadar tembaga rata-rata 2,64%. Eksplorasi di gunung Limbung (Bogor memperkirakan adanya cadangan sebesar 3,5 juta 114 - Jawa Barat) ton, namun masih memerlukan penyelidikan secara mendalam. Ekspor konsentrat tembaga tahun 1988/89 meningkat menjadi 270,0 ribu ton dibandingkan dengan 201,4 ribu ton tahun 1984/85 dengan kadar Cu rata-rata 40%. e. Bauksit Cadangan bauksit Indonesia yang diketahui cukup besar terdapat di daerah kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Namun demikian penambangan bauksit di Indonesia masih terbatas pada cadangan bijih berkadar tinggi, yaitu di pulau Bintan dan sekitarnya yang produksinya diarahkan hanya untuk keperluan ekspor. Jepang merupakan satu-satunya negara tujuan ekspor bauk- sit Indonesia. Karena adanya restrukturisasi industri logam di Jepang yang mengakibatkan beberapa pabrik alumina di Jepang ditutup, maka produksi bauksit Indonesia selama Repelita IV tidak dapat ditingkatkan. f. Emas dan Perak Pada awal Repelita IV produksi emas dan perak secara me-kanis hanya dilaksanakan oleh PT Aneka Tambang dari Unit Tambang Emas Cikotok (Jawa Barat) dan oleh Freeport Indonesia Incorporated (Irian Jaya) yang memperolehnya dari konsentrat tembaga. Sejak tahun 1985 emas dan perak dihasilkan pula oleh tambang di Lebong Tandai (Bengkulu). Selain oleh ketiga perusahaan tersebut di atas, emas juga dihasilkan dari tambangtambang rakyat dengan cara yang sederhana oleh penduduk se-tempat di wilayah yang ditetapkan sebagai Wilayah Pertambang- an Rakyat, yang hasilnya hingga kini belum dapat dicatat. 115 Pertambangan yang dilakukan oleh penduduk setempat dan pendatang, di luar Wilayah Pertambangan Rakyat dan di dalam Wilayah Kontrak Karya, telah menimbulkan banyak kesulitan bagi para kontraktor. Untuk menertibkan masalah pertambangan rakyat tanpa izin ini telah dilakukan usaha-usaha secara terpadu dengan Pemerintah Daerah sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1987. Menguatnya harga emas sejak awal tahun 1970-an menyebab- kan meningkatnya minat untuk menambang emas. Khususnya sejak awal Repelita IV terlihat adanya peningkatan mint swasta asing terhadap usaha penambangan emas di Indonesia. Hal ini memberikan kesempatan adanya usaha patungan antara perusahaan swasta nasional dan perusahaan swasta asing untuk mengajukan kontrak karya pertambangan. Dalam tahun pertam-bangan menjadi 103 1985 emas. buah tercatat Dewasa kontrak 9 buah kontrak ini jumlah tersebut karya yang melibatkan karya meningkat 75 buah perusahaan swasta nasional dan 38 buah perusahaan swasta asing dalam usaha patungan. Pengembangan perusahaan-perusahaan tersebut perlu di arahkan agar tidak merusak kelestarian alam dan lingkungan hidup dan agar pertambangan rakyat yang telah ada tetap terbina. g. Pasir Besi Hasil penambangan pasir besi di Cilacap (Jawa Tengah), yang diusahakan oleh PT Aneka Tambang, dalam masa Repelita IV hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik semen di dalam negeri, khususnya pulau Jawa. Hal ini disebab- kan oleh karena sangat sukarnya untuk mengekspor pasir besi ini. Dengan makin menipisnya cadangan pasir besi di Cilacap 116 maka untuk memenuhi kebutuhan pasir besi untuk pabrik semen di masa mendatang telah dibuka daerah tambang baru di daerah Purworejo. h. Bahan Galian Lainnya Bahan-bahan tambang lainnya, yaitu bahan galian industri seperti batu granit, dolomit, belerang, kaolin, pasir kwarsa, fosfat, batu apung, batu gamping, intan dan pirit, juga sangat penting peranannya dalam penyediaan bahan baku bagi industri di dalam negeri. Tersedianya bahan-bahan tersebut dapat menghemat atau menghasilkan devisa, menunjang pertumbuhan pembangunan dan perekonomian daerah, serta membuka lapangan usaha dan kesempatan kerja baru. Perkembangan bahan galian industri tersebut adalah sebagai berikut. (1) Batu Granit Penambangan batu granit yang dipergunakan untuk bahan bangunan dan batu hias untuk dinding ataupun lantai dilakukan di sekitar pulau Karimun, pulau Bangka, pulau Belitung dan Kalimantan Barat. Pengembangan produksi sampai saat ini meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan. Sampai saat ini produksi batu granit diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri dan sisanya dijual di dalam negeri. (2) Dolomit Sebagian besar dolomit yang dihasilkan di Indonesia pada saat ini dimanfaatkan oleh sektor pertanian sebagai sumber 117 magnesium untuk menurunkan keasaman lahan pertanian. Sebagian kecil lainnya dimanfaatkan oleh beberapa industri, seperti industri peleburan logam, cat, keramik, kaca, tegel dan lain-nya. Dewasa ini dolomit banyak diusahakan di daerah sekitar Gresik, Lamongan dan Tuban (Jawa Timur). (3) Belerang Dewasa ini produksi belerang berasal dari gunung Welirang dan gunung Ijen (Jawa Timur), yang jumlahnya belum mencukupi kebutuhan belerang di dalam negeri. Pengembangan cadangan belerang dari daerah lainnya mengalami hambatan antara lain karena belum mampu bersaing dengan belerang yang berasal dari hasil sampingan pengolahan minyak bumi. Pemasaran bele-rang produksi dalam negeri terbatas untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik gula. (4) Kaolin Jumlah cadangan kaolin di pulau Bangka dan pulau Belitung (Sumatera Selatan) dan di Kalimantan Barat cukup besar dan mempunyai mutu yang cukup baik untuk bahan "filler" kertas. Kaolin yang dihasilkan di Indonesia dewasa ini sebagian besar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industri keramik di dalam negeri dan sisanya untuk ekspor. Namun demikian Indone- sia masih harus mengimpor kaolin guna memenuhi kebutuhan kao- lin bermutu baik untuk bahan "coating" kertas. (5) Pasir Kwarsa Pasir kwarsa saat ini dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia. Produksi pasir kwarsa selama tiga tahun pertama 118 Repelita IV menunjukkan adanya peningkatan, yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan akan pasir kwarsa sebagai bahan baku industri. (6) Fosfat Cadangan fosfat terdapat di Indonesia dalam bentuk lensalensa yang tersebar dengan kadar P205 yang tidak merata. Produksi fosfat selama tiga tahun pertama Repelita IV menunjukkan peningkatan dan terutama dipergunakan sebagai pupuk alam dan sebagai bahan baku industri pupuk PT Petrokimia Gresik. (7) Batu Apung Batu apung merupakan komoditi ekspor dari Nusa Tenggara Barat yang cukup penting selama Repelita IV dengan tujuan Hongkong dan Jepang. Cadangan batu apung yang terdapat di Ijobalit dan Tanjung (Lombok Barat) cukup untuk memenuhi permintaan pasar di luar negeri. (8) Batu Gawping dan Lempung Batu gamping dan lempung terutama diusahakan untuk bahan baku pembuatan semen, kapur tohor, bata, genteng dan lainnya. Selama Repelita IV produksi batu gamping dan lempung, khusus- nya yang dipergunakan untuk bahan baku semen, meningkat se- jalan dengan peningkatan produksi semen untuk memenuhi permintaan di dalam negeri. (9) Intan Hasil penelitian bahan galian intan aluvial yang dilakukan selama Repelita IV di daerah rawa Kalimantan Selatan telah 119 memberikan harapan yang cerah. Usaha'-usaha ke arah pembukaan tambang intan aluvial secara mekanis sedang dilakukan. (10) Pirit Sejauh mengenai bahan ini kegiatan yang telah dilakukan selama Repelita IV adalah pemetaan geologi dan pengukuran geofisika di daerah Damar Gusang (Kalimantan Selatan). Usaha penelitian pengolahan pirit menjadi belerang dan asam sulfat masih akan dilanjutkan. III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam Repelita V di bidang pertambangan adalah memantapkan dan mengusahakan peningkatan hasil-hasil pertambangan yang telah dicapai. Langkah-langkah yang diambil dalam mengupayakan penemuan cadangan pertambangan yang baru dan mencari jenis baru bahan tambang meliputi upaya inventarisasi, pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan sumber daya mineral dan energi dengan memanfaatkan teknologi yang tepat. Pengelolaan sektor pertambangan perlu diserasikan dengan kebijaksanaan umum bidang energi, pembangunan wilayah dan kelestarian sumber alam serta lingkungan hidup. Kegiatan ini akan ditangani secara lebih efisien dengan menerapkan Upaya untuk mencapai teknologi tepat guna. sasaran utama pembangunan bidang pertambangan adalah mengusahakan kelangsungan dan peningkatan produksi bahan tambang yang dewasa ini telah mempunyai pasaran dan mengembangkan penyediaan bahan baku untuk industri. Dengan upaya itu pembangunan pertambangan akan membantu upaya memperluas kesempatan kerja. 120 Usaha penganekaragaman produksi pertambangan serta penelitian pengolahan lanjutan akan diteruskan dan ditingkatkan. Hasil pengolahan bahan tambang Indonesia diarahkan agar dapat dijadikan landasan bagi pembangunan industri di dalam negeri serta merupakan bagian penting dalam proses industrialisasi jangka panjang. Penciptaan iklim pengusahaan pertambangan yang lebih meningkatkan daya pengembangan pertambangan akan terus disempurnakan. Langkah-langkah yang akan ditempuh di bidang ini antara lain adalah memantapkan keserasian usaha antara usaha negara, swasta, pertambangan rakyat dan koperasi pertambangan, menyempurnakan berbagai peraturan dan perundang-undangan se- cara sektoral dan lintas sektoral, meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan tambang swasta, perusahaan tambang milik negara serta mendorong peningkatan usaha pertambangan rakyat (tambang skala kecil) dan koperasi pertambangan. Sesuai dengan kebijaksanaan tersebut, di bawah ini diuraikan kebijaksanaan dan langkah-langkah lebih terinci di bidang pertambangan. 1. Geologi dan Sumber Daya Mineral a. Inventarisasi dan Eksplorasi Sumber daya Mineral Pelaksanaan inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral dalam Repelita V diprioritaskan di daerah-daerah yang diperkirakan memiliki endapan mineral yang dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan sebagai komoditi mineral yang mempunyai pasaran di luar negeri. Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi ini ter- utama akan dilaksanakan di luar pulau Jawa. Untuk mencapai 121 sasaran tersebut akan dilanjutkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan selama Repelita IV. b. Penyelidikan Geologi Tata Lingkungan Penyelidikan geologi tata lingkungan dalam Repelita V akan lebih diarahkan pada daerah-daerah kritis atau kurang potensial serta pada upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kegiatan penyelidikan dan pemetaan geologi teknik dan gerakan tanah akan dilaksanakan secara teratur di beberapa lokasi dalam rangka mencegah bencana alam geologis. Kegiatan penyelidikan hidrogeologi dan konservasi air tanah daerah perkotaan dan pedesaan akan dititikberatkan di daerahdaerah di luar Jawa, sedangkan kegiatan di pulau Jawa, Suma-tera dan Bali diarahkan pada konservasi dan pelestarian sumber-sumber air tanah yang ada. c. Penyelidikan Gunung Api Dalam Repelita V dalam kegiatan penyelidikan gunung api akan diberikan prioritas pada pembangunan lanjutan pos-pos pengamat gunung api, pemetaan geologi dan topografi daerah gunung api, penyelidikan geofisika dan geokimia yang lebih mendalam terhadap beberapa gunung api di pulau Jawa, dan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. Inventarisasi sumber daya panas bumi ditingkatkan sehubungan dengan upaya diversifikasi penggunaan energi untuk pembangkit tenaga listrik. d. Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelidikan dan pemetaan geologi, dalam Repelita V kegiatan tersebut akan diarahkan pada daerah-daerah prioritas yang se- 122 suai dengan komoditi bahan tambang yang segera ditangani. Kegiatan ini akan ditunjang dengan program-program yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemetaan dan inventarisasi sumber daya mineral. e. Penyelidikan Geologi Kelautan Dalam Repelita V diupayakan agar perlengkapan kapal serta fasilitas untuk kebutuhan survai dapat dilengkapi, supaya pelaksanaan survai geologi kelautan di wilayah paparan laut dengan kedalaman maksimum 200 meter dapat dilaksanakan. Di samping itu pendidikan dan latihan ahli peneliti geologi kelautan akan dilakukan untuk memperoleh peneliti yang dibutuh-kan. 2. Minyak Bumi, Gas Bumi dan Sumber Daya Panas Bumi Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam Repelita V antara lain adalah melanjutkan dan meningkatkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi untuk mencari dan menemukan cadangan baru, mengembangkan lapangan minyak baru dan "enhanced oil recovery" (EOR). Tujuan kebijaksanaan dan langkah-langkah itu ialah meningkatkan produksi minyak dan gas bumi untuk dapat mempertahankan jumlah ekspor minyak dan gas bumi dan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Untuk meningkatkan kegiatan investasi di bidang minyak bumi, gas bumi dan panas bumi, maka kemudahan-kemudahan dan perangsang tertentu perlu terus diberikan, antara lain, dengan memberikan tambahan perangsang untuk pengembangan lapangan di daerah laut yang dalam, serta penentuan harga gas bumi di dalam negeri yang wajar. 123 Permintaan BBM di dalam negeri yang semakin meningkat dan beragam perlu diimbangi dengan peningkatan kemampuan produksi dan penyaluran di bidang minyak bumi dan gas bumi dengan meningkatkan dan mengutamakan produksi yang sesuai dengan perubahan pola pemakaian BBM. Penyesuaian produksi dengan perubahan pola pemakaian BBM di dalam negeri, sebagai akibat adanya konservasi dan diversifikasi energi, diusahakan dengan memanfaatkan dan melakukan penyesuaian dalam proses dan peralatan pengolahan minyak dan gas bumi. Selain daripada itu, distribusi dalam makin rangka pemenuhan dimantapkan' dengan kebutuhan BBM, meningkatkan pola sarana distribusi, seperti sarana timbun, sarana bongkar-muat dan sarana angkutannya. Pelaksanaan kegiatan pertambangan minyak, gas bumi dan sumber daya panas bumi akan selalu berpedoman kepada pembangunan yang berwawasan lingkungan. Upaya senantiasa dilakukan untuk mempertahankan kelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan agar dapat tetap memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang. Dalam pada itu, akan dilanjutkan pula usaha peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga kerja di bidang minyak, gas bumi dan panas bumi, serta peningkatan dan pengawasan perusahaan jasa asing, agar alih jasa dan teknologi dapat lebih cepat dilaksanakan. 3. Pertambangan Umum Pelaksanaan pembangunan di bidang pertambangan umum tetap akan dikaitkan dengan pengembangan potensi daerah, pelestarian lingkungan hidup, perluasan kesempatan usaha dan kesempatan kerja, khususnya bagi penduduk yang bermukim di wilayah 124 tempat pertambangan dilaksanakan. Lagi pula pelaksanaan pembangunan dalam bidang ini juga akan berwawasan lingkungan. Pembangunan di bidang pertambangan umum tersebut diha- rapkan dapat meletakkan dasar bagi proses industrialisasi dan modernisasi dengan usaha peningkatan pemanfaatan sumber daya mineral dan energi secara terpadu dengan sumber daya lainnya. Untuk mencapai sasarannya pembangunan di bidang pertam-bangan umum akan dilakukan dengan memanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sebelumnya, yang meliputi prasarana dan sarana fisik, keterampilan dan keahlian tenaga kerja, serta data dan informasi yang telah diperoleh dan tersedia. Pembangunan di bidang pertambangan umum ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil tambang dan pengolahannya, dengan dukungan penelitian dan pengembangan teknologi, sejalan dengan perkembangan pasaran dalam negeri dan ekspor. Mengingat pemasaran bahan mentah komoditi mineral yang semakin terbatas maka akan dipertimbangkan kemungkinan pembangunan industri pengolahan bahan galian mineral di dalam negeri yang mengolah bahan baku sampai ke tingkat barang se-tengah jadi atau barang jadi seperti pengolahan bahan galian bauksit menjadi alumina serta bahan galian nikel menjadi ferronikel dan baja tahan karat (stainless steel). Dalam rangka meningkatkan dan makin menganekaragamkan produksi hasil tambang, kesempatan dibuka penuh bagi keikutsertaan perusahaan swasta di bidang pertambangan. Mengingat pertambangan memerlukan modal besar dan kesempatan tetap dibuka untuk penanam- bahwa pengembangan teknologi tinggi, maka an modal asing melalui usaha patungan dengan modal dalam nege- ri. 125 Dalam pada itu pengembangan usaha pertambangan skala kecil diarahkan terutama untuk pengusahaan hasil-hasil tambang yang mudah penambangannya, tidak memerlukan modal besar dan teknologi tinggi dan pemasarannya tidak sulit. Untuk mendorong perkembangan usaha pertambangan skala kecil, akan didorong terbentuknya koperasi pertambangan agar pembinaannya akan lebih menguntungkan bagi rakyat yang berkepentingan. Upaya menjamin lapangan kerja bagi masyarakat penambang dilaksanakan dengan memberi perlindungan dan kepastian hukum bagi penambangan rakyat tradisional. Pengembangan produksi batu bara akan terus ditingkatkan dan pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan kebijaksanaan umum bidang energi. Pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar adalah salah satu usaha penganekaragaman (diversifikasi) sum- ber daya energi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, terutama untuk pusat listrik tenaga uap dan bahan bakar industri. Penjajagan untuk melakukan, ekspor batu bara akan semakin ditingkatkan mengingat bahwa potensi produksi tambang batu bars yang ada cukup besar. Untuk meningkatkan pembinaan dan pemberian bimbingan kepada pengusaha pertambangan swasta nasional dan untuk peman-tauan kegiatan mereka, akan diusahakan pembentukan kantor- kantor wilayah Departemen Pertambangan dan Energi di propinsi yang memiliki kegiatan pertambangan yang berarti. Pembentukan kantor wilayah ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan usahausaha pengawasan dan dalam rangka menggairahkan kegiatan di bidang pertambangan, melalui prosedur perizinan yang makin tertib, lancar dan sederhana. 126 IV. PROGRAM-PROGRAM Program-program di bidang pertambangan yang akan dilaksanakan dalam Repelita V meliputi program pengembangan dan penyelidikan geologi dan sumber daya mineral; program peningkatan produksi minyak bumi, gas bumi dan pengembangan dan sumber daya panas bumi; program pengembangan dan produksi pertambangan umum, serta program pengembangan sumber daya manusia. Pelaksanaan program-program tersebut secara terperinci diuraikan di bawah ini. 1. Program Pengembangan dan Penyelidikan Geologi dan Sumber Daya Mineral a. Inventarisasi dan Eksplorasi Sumber Daya Mineral Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi mineral logam dan bukan logam dengan orientasi pada mineral yang dapat dipasar-kan di dalam maupun di luar negeri akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Selain itu akan dilanjutkan dan ditingkatkan pula penyelidikan mengenai batu bara dan gambut; penyelidikan geofisika, geokimia, analisa data mineral serta pemboran uji endapan mineral. Hasil yang akan dicapai selama Repelita V meliputi pembuatan peta sumber daya mineral dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar, peta geokimia regional dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 10 lembar dan peta batu bara gambut dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar. Dalam pada itu, pemberian bimbingan eksplorasi yang merupakan usaha peningkatan keikutsertaan perusahaan swasta nasional dalam kegiatan sektor pertambangan akan ditingkatkan. Demikian pula, kerja sama dengan lembaga penelitian di luar 127 negeri dalam rangka pengenalan dan penerapan teknologi mutakhir di bidang penyelidikan mineral, akan dilanjutkan dan di- tingkatkan. b. Geologi Tata Lingkungan Usaha pengembangan wilayah daerah kritis atau daerah kurang potensial serta Usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup akan ditingkatkan. Sejalan dengan itu, secara teratur akan dilakukan pula kegiatan pemetaan geologi teknik serta penyelidikan gerakan tanah. Penyelidikan hidrogeologi dan konservasi air tanah juga terus ditingkatkan terutama di daerah luar pulau Jawa, sedangkan penyelidikan di pulau Jawa, Bali, dan Sumatera ter-utama akan diarahkan pada konservasi dan pelestarian sumbersumber air tanah yang ada. Selaras dengan kegiatan di lapangan, hasil-hasil penyelidikan di bidang geologi tata lingkungan berupa pembuatan peta akan ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya serta disebarluaskan untuk dapat dimanfaatkan hasilnya. Hasil yang akan dicapai dalam Repelita V meliputi pembuatan peta geologi teknik pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 4 lembar, peta hidrogeologi dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar dan melanjutkan pembuatan peta hidrogeologi Indonesia. b. Penyelidikan Gunung Api Guna mencegah bahaya gunung api sedini mungkin, pembangunan pos pengamat gunung api dan pengadaan peralatan peman-tau kegiatan gunung api akan ditingkatkan baik dari segi kualitasnya. Sejalan dengan kegiatan tersebut, 128 jumlah maupun pemetaan geologi dan topografi daerah gunung api akan ditingkatkan untuk lebih mengetahui daerah-daerah yang mungkin terancam gunung api. Adapun hasil yang akan dicapai dalam Repelita V adalah pembuatan peta geologi gunung api dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 6 lembar, peta daerah bahaya gunung api dengan skala 1 : 50.000 sebanyak 10 lembar dan peta topografi puncak gunung api sebanyak 10 lembar. Selain dari pada itu, akan dilakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang geofisika dan geokimia terhadap beberapa gunung api terpenting di Jawa. Penyuluhan kepada masyarakat akan bahaya gunung api akan dilakukan dan ditingkatkan agar penduduk dapat meningkatkan kewaspadaan untuk menghindarkan bahaya gunung api. Di samping itu akan ditingkatkan pula kegiatan inventarisasi potensi panas bumi sehubungan dengan peningkatan kebutuhan akan uap panas bumi menjelang tahun 1990, khususnya di pulau Jawa. Sejalan dengan itu, beberapa gunung api yang memiliki potensi panas bumi sebesar 4.000 MWe akan dilanjutkan pengembangannya. d. Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Pemetaan geologi seluruh wilayah Indonesia yang telah dimulai akan dilanjutkan serta diusahakan penyelesaiannya. Sejalan dengan kegiatan itu akan dilanjutkan pula penelitian dan pengembangan geologi dan geofisika, baik berupa kegiatan yang berdiri sendiri maupun kegiatan yang terkait dengan penerapannya. Selama Repelita V diharapkan dapat diselesaikan pembuat- an peta geologi bersistem untuk pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 2 lembar, peta geologi bersistem untuk luar pulau Jawa dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 10 lembar dan 129 peta geologi Indonesia dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 3 lembar. Sejalan dengan pembuatan peta-peta tersebut di atas, akan dihasilkan pula peta gaya berat pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 4 lembar, peta gaya berat luar pulau Jawa dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar dan peta gaya berat Indonesia dengan skala 1 : 1.000.000'sebanyak 6 lembar. e. Penyelidikan Geologi Kelautan Pemantapan sarana kerja dan laboratorium geologi kelaut- an akan dilakukan bersamaan dengan usaha pengembangan peralat-an survai baik untuk dipasang di kapal maupun untuk pengolahan hasil survai di daratan. Sejalan dengan itu akan diadakan pula penelitian geologi dan geofisika kelautan, baik dengan dilaksanakan sendiri mau-pun dengan kerja sama internasional. Hal ini diupayakan mengingat bahwa penyelidikan geologi kelautan memerlukan peralatan yang canggih dan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi tinggi. Di samping itu akan dilaksanakan pemetaan dasar laut sistema-tis dengan prioritas wilayah perairan yang mempunyai potensi sumber daya mineral dan energi dan pemetaan geologi teknik. Selanjutnya akan dilakukan juga penelitian dan pengembangan geologi lingkungan pantai dan lepas pantai yang erat kaitannya dengan usaha pengelolaan dan pelestarian lingkungan pantai dan lepas pantai. Untuk menunjang kegiatan tersebut akan diadakan pemantauan perkembangan teknologi kelautan, akan dilaksanakan inventarisasi data, dan akan diusahakan pengembangan sistem informasi geologi dan geofisika kelautan. 130 2. Program Pengembangan dan Peningkatan Produksi Minyak Bumi, Gas Bumi dan Sumber Daya Panas Bumi Program pengembangan dan peningkatan produksi minyak bumi, gas bumi dan sumber daya panas bumi meliputi kegiatankegiatan eksplorasi, eksploitasi dan produksi, pengolahan, pemasaran BBM dan non BBM dalam negeri, penyaluran dan transportasi, serta ekspor minyak bumi dan hasil minyak dan gas bumi. Di samping itu program produksi dan pemanfaatan gas bumi akan semakin dikembangkan mengingat akan makin meningkatnya kebutuhan gas bumi untuk keperluan gas kota sebagai sumber energi alternatif. a. Eksplorasi Minyak Bumi, Gas Bumi dan Sumber Daya Panas Bumi Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarui. Untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan perbandingan produksi dan cadangan pada suatu tingkat yang masih memenuhi kelayakan teknis diperlukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru dan pembuktian cekungan yang diperkirakan mengandung hidrokarbon. Dalam Repelita V usaha mencari cadangan-cadangan baru dilaksanakan melalui penyelidikan seismik sepanjang akan 173.000 km (rata-rata 34.600 km setiap tahun) dan pemboran eksplorasi sebanyak 880 sumur seismik. Di samping kegiatan tersebut akan dilakukan kegiatan eksplorasi lainnya yaitu penyelidikan geologi, geokimia serta penyelidikan lainnya. Sehubungan dengan semakin sulitnya menemukan cadangancadangan minyak dan gas bumi maka perlu adanya iklim investasi yang lebih menarik bagi keikutsertaan modal asing untuk melakukan usaha eksplorasi, khususnya di daerah laut dalam dan di daerah-daerah yang belum menarik pada saat ini. 131 Kegiatan eksplorasi sumber daya panas bumi akan diterus- kan dengan memberikan prioritas utama di pulau Jawa. Selama Repelita V direncanakan untuk dilakukan pemboran eksplorasi sebanyak 14 sumur. b. Eksploitasi dan Produksi Minyak Bumi, Panas Bumi serta Sumber Daya Panas Bumi Selama Repelita V produksi minyak bumi dan kondensat akan dihasilkan dari operasi di lapangan yang ada, kegiatan EOR yang telah ada dan yang baru, pengembangan lapangan baru, dan dari penemuan sumber baru hasil kegiatan eksplorasi. Sebagai hasil peningkatan kegiatan tersebut, dengan memperhitungkan kemungkinan peningkatan kebutuhan minyak bumi dunia dan perkembangan kebutuhan BBM dalam negeri, produksi minyak bumi diusahakan agar meningkat dalam Repelita V. Pada tahun terakhir Repelita IV perkiraan realisasi produksi minyak bumi termasuk kondensat mencapai sebesar 511,0 juta barrel. Potensi kemampuan produksi minyak bumi termasuk kondensat pada tahun terakhir Repelita V diperkirakan Akan mencapai 558,0 juta barrel. Dalam pada itu tingkat produksi minyak bumi dari tahun ke tahun akan disesuaikan dengan keadaan pasar. Selanjutnya pengembangan sumber daya panas bumi selama Repelita V akan dilakukan di lapangan-lapangan panas bumi di gunung Salak dan kawah Darajat di Jawa Barat, untuk dapat menghasilkan energi panas bumi masing-masing sebesar 110 MWe. Untuk memperoleh energi sebesar itu akan dilakukan pemboran sebanyak 32 sumur untuk dikembangkan. c. Pengolahan Minyak Bumi Kapasitas pengolahan minyak di Indonesia pada dasarnya 132 telah mampu menghasilkan seluruh BBM yang dibutuhkan di dalam negeri. Kebutuhan bahan baku untuk pengolahan diutamakan ber-asal dari minyak mentah Indonesia sendiri, sedangkan impor minyak mentah dilakukan jika memenuhi pertimbangan ekonomis. Selama Repelita V kapasitas pengolahan minyak mentah seluruhnya berjumlah rata-rata 733 ribu barrel per hari, ter- masuk pengolahan minyak mentah impor sebanyak 92 ribu barrel per hari di kilang minyak di Cilacap. Kapasitas pengolahan tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan BBM dan non BBM di dalam negeri. Produksi BBM pada tahun 1989/90 diperkirakan mencapai 208,4 juta barrel dan akan meningkat menjadi 233,0 juta barrel pada tahun terakhir Repelita V. Sedangkan produksi non BBM akan meningkat dari 44,4 juta barrel pada awal Repe- lita V menjadi 46,7 juta barrel dalam tahun 1993/94. Dalam pada itu, dalam usaha untuk memasuki pasaran luar negeri, pada saat ini sedang dijajagi kemungkinan pembangunan kilang BBM yang berkapasitas 100.000 barrel per hari. Dalam upaya untuk memecahkan masalah pemasaran LSWR (low sulphur waxy residu) sedang dilakukan pembangunan Resid Catalytic Cracking di Palembang. Selain menghasilkan BBM proyek ini juga akan menghasilkan propylene sebagai hasil sampingan. d. Produksi, Pemanfaatan dan Pengolahan Gas Bumi Produksi gas bumi dalam Repelita V diperkirakan akan meningkat. Peningkatan produksi ini disebabkan terus oleh semakin meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk gas alam cair (LNG) dan gas minyak cair (LPG) sebagai komoditi ekspor, se-bagai bahan baku untuk pabrik pupuk, dan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri dan rumah tangga. Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi ini berasal 133 dari perluasan kilang LNG di Arun (Train 6) dan Bontang (Train 5), diselesaikannya kilang LPG di Musi dan Arun, pabrik pupuk Kaltim III di Kalimantan Timur dan pupuk PUSRI Ib di Palembang, serta adanya pemanfaatan gas bumi untuk PLTU dan PLTGU di Gresik, dan PLTU unit 3 dan 4 di Belawan. Produksi dan penyediaan gas bumi pada tahun pertama Repelita V diperkirakan sebesar 5,249 milyar kaki kubik per hari dengan pemanfaatan sejumlah 5,073 milyar kaki kubik per hari. Sedangkan pada tahun terakhir Repelita V produksinya diperkirakan akan mencapai 7,607 milyar kaki kubik per hari dengan pemanfaatan sebesar 7,416 milyar kaki kubik per hari. e. Kebutuhan dan Fasilitas Distribusi BBM Dalam Repelita V peranan BBM sebagai sumber energi secara relatif diperkirakan akan menurun, meskipun BBM masih akan merupakan sumber energi utama di Indonesia. Penurunan itu disebabkan oleh mulai berhasilnya kebijaksanaan diversifikasi energi. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka secara keselu-ruhan penjualan BBM selama lima tahun. yang akan datang diperkirakan meningkat dengan rata-rata 2,1% per tahun, dengan kenaikan masing-masing jenis produk BBM sebagai berikut: Avgas diperkirakan tidak mengalami peningkatan, Avtur akan meningkat dengan rata-rata 1,6% setiap tahunnya, bensin Super 98 akan meningkat dengan rata-rata 15% per tahun, bensin Premium meningkat dengan rata-rata 3,0% per tahun, minyak diesel diperkirakan akan tetap, sedangkan pemakaian minyak bakar masih akan meningkat dengan tingkat pertumbuhan yang menurun. Perkiraan jumlah penjualan seluruh jenis BBM selama Repelita V tercantum pada Tabel 12-1. 134 TABEL 12 - 1 PENJUALAN BBM DI DALAM NEGERI REPELITA V (dalam ribu kilo liter) Produk 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Avgas 9 9 9 9 9 Avtur 717 728 740 752 764 Super 98 356 410 472 542 623 Premium 5.146 5.300 5.459 5.623 5.792 Minyak Tanah 7.100 7.100 7.100 7.100 7.100 Minyak Solar 9.743 10.036 10.337 10.647 10.966 Minyak Diesel 1.310 1.310 1.310 1.310 1.310 Minyak Bakar 3.012 3.100 3.650 3.600 3.200 27.393 27.993 29.077 29.583 29.764 Jumlah 135 Sejalan dengan kebutuhan produk BBM dan non BBM, maka selama Repelita V pengembangan sarana dan pembekalan BBM diarahkan untuk mencapai suatu sistem yang terpadu agar diper- oleh efisiensi yang optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan sarana dan pembekalan BBM meliputi pembangunan sarana timbun, sarana bongkar-muat, sarana angkut dan stasium pengisian BBM untuk umum. Pengembangan sarana dan pembekalan BBM yang direncanakan selama Repelita V adalah pembangunan depot berupa terminal transit di Teluk Bungus, Merak, Kraton, Ambon dan Bitung serta dermaga dan pipa bongkar di kota-kota Palangkaraya, Kotabaru, Pangkalanbun, Samarinda dan Tahuna, berikut penyempurnaan dan perbaikan pipa bongkarnya. Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi dan pembekalan yang lebih terjamin, dilaksanakan pembangunan jaringan pipa BBM di pulau Jawa untuk menyalurkan kerosene, solar, dan bensin premium meliputi Malangbong - Balongan - Cikampek dengan pipa 16" sepanjang 340 km, Padalarang - Sukabumi menggunakan pipa berdiameter 20" sepanjang 160 km dan Yogyakarta - Solo - Semarang dengan pipa 10" sepanjang 160 km. Di samping itu juga akan dilaksanakan pembangunan baru, perbaikan dan penyesuaian lokasi stasiun pengisian BBM untuk umum yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan daerah. Selanjutnya juga akan dibangun beberapa terminal transit BBM di Sumatera Barat, Jawa Barat dan Ambon serta suatu terminal apung di Teluk Semangka, Lampung, yang khusus melayani kero- sene dan solar untuk wilayah Barat. f. Pengolahan dan Penyaluran Produk non BBM Pengembangan kilang petrokimia berorientasi pada penye-diaan produk petrokimia sebagai bahan baku industri kimia 136 dasar telah dapat menghasilkan polytam, purified terephtalic acid (PTA), methanol. Guna memenuhi kebutuhan paraxylene bagi PTA Plant di Plaju, saat ini sedang dibangun pabrik paraxylene di Cilacap dengan hasil utama paraxylene (270.000 ton per tahun) dan benzene (120.000 ton per tahun). Proyek yang diharapkan akan beroperasi dalam tahun 1991 itu juga akan menghasilkan LPG (22.988 ton per tahun), Raffinate (93.718 ton per tahun), Heavy Aromatics (11.221 ton per tahun) dan Fuel Gas (59.035 ton per tahun). Selain daripada itu produk non BBM lainnya yang telah dihasilkan adalah pelumas, aspal, wax dan kimia pertanian yang sampai sekarang sebagian masih diimpor sedang-kan kebutuhannya meningkat terus. Peningkatan produksi LPG terutama berasal dari kilang- kilang minyak Dumai, Cilacap dan Balikpapan, serta kilang- kilang LPG, Arun dan Musi. Peningkatan penyaluran LPG dilaku- kan dengan mengembangkan sarana pembekalan berupa LPG filling plant di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Bandar Lam- pung dan Manado, serta pembangunan pabrik botol LPG. Guna memenuhi kebutuhan aspal yang meningkat dewasa ini sedang dibangun pabrik aspal di Gresik dengan kapasitas 180.000 ton per tahun. Proyek ini diharapkan dapat beroperasi dalam pertengahan Repelita V. Perkiraan penjualan produk non BBM selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-2. g. Ekspor Minyak Mentah, Bahan Bakar Minyak, Gas Minyak Cair dan Gas Alam Cair. Selama Repelita V perkiraan perkembangan ekspor minyak mentah, BBM, LPG dan LNG sangat dipengaruhi oleh kebutuhan 137 TABEL 12 - 2 PERKIRAAN PENJUALAN PRODUK NON BBM PRODUK 1. Pelumas ( k l ) - Lokal - Impor Jum1ah 2. LPG ( t o n ) 3. Methanol Mixture ( k l ) 4. Aspal ( t o n ) 5. Wax (ton) 6. Polytam PP ( t o n ) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 322.500 328.950 335.500 342.200 349.000 31.200 31.850 32.500 33.150 33.800 353.700 360.800 368.000 375.350 382.800 316.800 348.480 383.330 421.660 463.850 1.700 1.800 1.900 2.000 2.000 400.000 400.000 425.000 425.000 450.000 25.000 25.000 30.000 30.000 30.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 205.000 225.000 225.000 225.000 225.000 20.000 26.000 30.000 35.000 40.000 9. Dutrex ( k l ) 2.600 2.700 2.800 2.900 3.000 10. SMT ( k l ) 23.000 25.000 26.000 27.000 28.000 11. SBP ( k l ) 20.000 20.000 22.500 22.500 25.000 12. SGO ( k l ) 700 700 700 700 700 225.000 250.000 275.000 300.000 300.000 705 1.000 1.500 2.025 2.550 7. PTA (ton) 8. P. Cokes ( t o n ) 13. Methanol ( k l ) 14. Kimia P e r t a n ia n ( k l ) 138 dalam negeri, situasi pemasaran di luar negeri dan kemampuan pengolahan di dalam negeri. Ekspor LPG dan LNG pada dasarnya terikat dengan kontrak jangka panjang yang telah dibuat, sehingga pembangunan baru kilang LNG dan LPG sangat tergantung dari kontrak-kontrak penjualannya. h. Pengembangan Gas Kota Dalam rangka mengelola energi secara efisien dan menghe- mat energi yang berasal dari minyak bumi, maka dalam Repelita V pengembangan di bidang gas kota perlu ditingkatkan. Pengembangan gas kota ini dimaksudkan untuk dapat menyediakan energi pengganti BBM maupun tenaga listrik sehingga dapat menghasilkan suatu efisiensi pemakaian energi yang tinggi. Kebijaksanaan jangka panjang pengembangan gas kota, yang erat kaitannya dengan kebijaksanaan umum dalam bidang energi, diarahkan untuk menyalurkan gas bumi ke daerah pusat beban yang dapat dijangkau ataupun dekat dengan sumber gas bumi yang ada. Dalam pelaksanaannya kegiatan ini berupa peningkat- an penyaluran gas bumi menuju kota, terutama kota-kota yang masih memproduksi gas buatan yang operasinya sekarang ini tidak lagi menguntungkan. Dewasa ini jaringan gas kota yang telah menyalurkan gas bumi terdapat di kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan. Sedangkan penyediaan gas kota untuk Bandung, Semarang, dan Surabaya masih, dihasilkan oleh gas buatan dari batu bara dan minyak bumi. Sehubungan dengan keadaan tersebut, maka untuk kota-kota tersebut sedang dijajagi kemungkinannya untuk dapat menyalurkan gas bumi sebagai gas kota. Karena pertimbangan ekonomis maka sasaran utama pengembangan jaringan gas kota adalah para pemakai gas dalam jumlah 139 besar. Untuk menyambung konsumen kelompok ini pada umumnya tidak memerlukan investasi yang besar. Sambungan untuk konsumen rumah tangga yang baru dilakukan untuk daerah perumahan yang mudah terjangkau oleh jaringan yang ada atau daerah perumahan yang potensi permintaannya cukup besar. Sementara itu upaya penelitian pemasaran untuk pengembangan jaringan distribusi gas untuk daerah baru akan dilaksanakan agar dapat secepatnya memanfaatkan gas bumi yang sudah terdapat di daerah tersebut. Daerah ataupun kota yang diperkirakan memiliki potensi pasar untuk gas bumi antara lain adalah Palembang (Sumatera Selatan), Jambi, pulau Batam (Riau), Balikpapan (Kalimantan Timur), Sorong (Irian Jaya) dan Semarang (Jawa Tengah). Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, penjualan gas kota selama Repelita V diharapkan akan makin meningkat. Apabila penjualan gas kota pada tahun terakhir Repelita IV adalah sebesar 11.800 milyar BTU dengan jumlah pelanggan sebanyak 23.818, maka penjualan gas kota pada akhir tahun Repelita V diperkirakan mencapai 35.495 milyar BTU dengan jumlah pelang- gan sebanyak 59.000. Untuk mencapai sasaran tersebut, direncanakan akan dibangun pipa transmisi dan distribusi sepanjang 980 km dan rehabilitasi pipa lama sepanjang 250 km. 3. Program Pengembangan dan Produksi Pertambangan Umum Bertolak dari hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sampai dengan Repelita IV, serta didasari pertimbangan prioritas, maka program Repelita V bidang pertambangan umum di- susun sebagai kelanjutan dari program-program dalam Repelita IV. Hasil kegiatan berupa data dan informasi mineral akan dikelola secara seksama agar dapat dimanfaatkan oleh semua pihak 140 dalam perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan guna peningkatan usaha maupun peningkatan tugas-tugas di bidang pemerintahan. Untuk itu akan terus dimantapkan pengembangan sistem informasi mineral dan penyajian data atau informasi secara nasional yang akan melibatkan berbagai sektor. Penelitian dan pengembangan pertambangan umum diarahkan pada pengembangan teknologi penambangan, pengolahan, serta pemanfaatan mineral industri, mineral ferro dan non ferro, batu bara serta mineral bahan energi pengganti lainnya (gam-but). Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan penyediaan bahan baku untuk industri dan perluasan kesempatan kerja. Sesuai dengan kegiatan tersebut dilakukan pula pengkajian dan perekayasaan penambangan dan pengolahan bahan galian. Rancangan teknologi penambangan dan perekayasaan teknologi pengolahan dilaksanakan terhadap jenis bahan galian yang di-harapkan dapat dikembangkan. Beberapa hasil penelitian dan pengembangan yang layak untuk dieksploitasi lebih lanjut akan dilanjutkan dengan pembuatan percontohan di lapangan. Upaya memanfaatkan dan mengembangkan produksi sumber daya mineral perlu memperhatikan daya dukung alam, potensi wilayah dan kondisi penduduk agar tercapai suatu pembangunan yang seimbang dan merata. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam mendukung kegiatan industri pertambang- an, penciptaan prasarana regional dan penciptaan serta pemu-kiman penduduk di suatu wilayah. Kegiatan bimbingan, penyuluhan, serta penelitian mengenai usaha pertambangan skala kecil akan ditingkatkan. Selain itu akan dilakukan pula usaha-usaha untuk lebih memperluas ke- giatan pengusahaan tambang skala kecil, yang akan diawali oleh beberapa proyek percontohan. 141 Program-program pengembangan serta peningkatan produksi dan pemasaran di bidang pertambangan dalam Repelita V adalah sebagai berikut. a. Batu bara dan Gambut Sesuai dengan kebijaksanaan umum bidang energi, maka program inventarisasi dan eksplorasi batu bara dan gambut akan dilanjutkan. Dalam program ini termasuk juga penyelidikan mengenai pemanfaatan gambut sebagai bahan bakar untuk pusat listrik tenaga uap (PLTU) dan pemanfaatannya untuk keperluan lain. Peningkatan produksi batu bara ditujukan untuk pemasokan batu bara ke PLTU, pabrik semen, dan industri lainnya. Dewasa ini sedang dilakukan penelitian batu bara di Sumatera bagian Tengah sehubungan dengan rencana pemanfaatan batu bara secara besar-besaran sebagai bahan bakar usaha "secondary recovery" minyak bumi di lapangan Duri (Riau). Di dalam program pengembangan batu bara ini termasuk pula pembangunan prasarana dan sarana angkutan batu bara, baik angkutan darat maupun angkutan laut, serta pengembangan sumber daya manusia. Di samping itu, dalam program ini sekaligus tercakup penelaahan penataan lingkungan, kebijaksanaan peraturan tentang pelestarian perundang-undangan, dan serta kelembagaan yang menyangkut masalah batu bara. Rencana produksi dan perkiraan kebutuhan dalam negeri serta ekspor batu bara selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-3. b. Timah Produksi timah selama Repelita V akan ditingkatkan menjadi sekitar 29.950 - 31.200 ton agar dapat memenuhi kebutuhan 142 TABEL 12 - 3 PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN BATUBARA DALAM REPELITA V (1989/90 - 1993/94) Tahun P en j u a 1 a n Produksi (ton) Dalam Negeri Volume (ton) E k s p o r Volume (ton) *) 1989/90 6.000.000 5.570.000 250.000 1990/91 8.000.000 6.695.000 1.305.000 1991/92 11.000.000 6.745.000 4.255.000 1992/93 13.000.000 7.075.000 5.925.000 1993/94 15.000.000 8.685.000 6.315.000 Catatan: *) Ekspor (Net) adalah angka ekspor sesudah dikurangi dengan angka impor. Untuk memenuhi kebutuhan batu bara bagi PLTU, (yang tidak perlu kualitas tinggi) masih diperlukan impor pada permulaan Repelita V. Di samping itu, peningkatan produksi batu bara tahun 1991/92 dan seterusnya sangat tergantung pada perkembangan pasaran ekspor batu bara. 143 dalam negeri dan ekspor. Apabila cadangan timah di pasaran dunia yang dewasa ini berjumlah sekitar 55.000 ton dapat turun menjadi sekitar 20.000 ton, harga timah diharapkan akan mem- baik dalam tahun-tahun mendatang. Untuk menjamin kelangsungan penambangan timah di masa mendatang, kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan en- dapan timah baru akan ditingkatkan. Dengan semakin menipisnya cadangan timah di daratan, maka pada tahun-tahun mendatang kegiatan penambangan timah akan semakin berpindah dari darat- an ke daerah lepas pantai. Di samping meningkatkan kegiatan eksplorasi, dirasa perlu pula untuk meningkatkan penelitian mengenai pemanfaatan mine- ral ikutan bijih timah, seperti thorium, xenotime, dan lainlainnya. Rencana produksi dan penjualan timah selama Repelita V terlihat pada Tabel 12-4. c. Nikel Produksi bijih nikel dalam Repelita V akan ditingkatkan menjadi rata-rata 2,09 juta ton setahun, dengan volume ekspor rata-rata diperkirakan sebesar 1,7 juta ton setahun. Sisa produksi yang diperkirakan sebesar rata-rata 400 ribu ton setahun akan disediakan untuk pabrik pengolahan bijih nikel menjadi ferronikel di Pomalaa (Sulawesi Tenggara). Peningkat- an produksi bijih nikel dimungkinkan dengan terdapatnya cadangan nikel di Pulau Gag (Irian Jaya). Sementara itu ekspor bijih nikel dari Pomalaa dan Pulau Gebe akan tetap dipertahankan. Namun mengingat cadangan bijih nikel kadar tinggi untuk ekspor semakin menipis, maka dirasa perlu untuk memanfa-atkan cadangan bijih nikel kadar rendah yang jumlahnya sangat 144 TABEL 12 - 4 PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN TIMAH DALAM REPELITA V (1989/90 - 1993/94) P e n j u a 1 a n Tahun Produksi (ton) Dalam Negeri E k s p o r Volume (ton) Volume (ton) 1989/90 29.950 950 29.000 1990/91 30.475 1.275 29.200 1991/92 30.825 1.625 29.200 1992/93 31.200 2.000 29.200 1993/94 31.200 2.000 29.200 145 melimpah. Dalam Repelita V direncanakan untuk mengolah bijih nikel kadar rendah dari Pulau Gebe dengan proses "acid leaching", apabila harga nikel di pasaran internasional membaik. Untuk meningkatkan daya saing ferronikel di pasaran internasional, direncanakan perluasan pabrik pengolahan ferro-nikel di Pomalaa. Produksi ferronikel dalam Repelita V akan ditingkatkan menjadi 5.760 ton Ni (sekitar 27 ribu ton ingot) setahun. Dalam upaya memperluas pasar dan meningkatkan nilai komoditi ekspor dipertimbangkan untuk membangun suatu pabrik "stainless steel" yang diintegrasikan dengan peleburan ferronikel di Pomalaa. Dalam Repelita V produksi dan ekspor nikel matte diha- rapkan akan meningkat dibandingkan dengan Repelita IV. Rencana produksi dan ekspor bijih nikel, ferronikel dan nikel matte selama Repelita V dapat di lihat pada Tabel 12-5. d. Tembaga Dalam Repelita V produksi per tahun konsentrat tembaga akan ditingkatkan sebesar 32% sehingga rata-rata menjadi 296 ribu ton setahun. Produksinya dalam Repelita IV rata-rata 225 ribu ton setahun. Peningkatan produksi ini diusahakan melalui perluasan pabrik dan penambahan prasarana tambang tembaga Freeport Indonesia Incorporated di Irian Jaya. Rencana produksi dan ekspor konsentrat tembaga dalam Repelita V terlihat pada Tabel 12-6. e. Bauksit Menurunnya produksi alumina di Jepang telah menurunkan konsumsi bauksit oleh pabrik alumina di Jepang. Perkembangan 146 TABEL 12 - 5 PERKIRAAN PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, FERRONIKEL DAN NIKEL MATTE PERIODE 1989/90 - 1993/94 B i j i h Nikel FERRONIKEL NIKEL MATTE Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) Produksi (ton) Ekspor (ton) Produksi (ton) Ekspor (ton) 1989/90 2.050.000 1.700.000 5.000 5.000 32.000 32.000 1990/91 2.100.000 1.700.000 5.760 5.760 32.000 32.000 1991/92 2.100.000 1.700.000 5.760 5.760 32.000 32.000 1992/93 2.100.000 1.700.000 5.760 5.760 32.000 32.000 1993/94 2.100.000 1.700.000 5.760 5.760 32.000 32.000 147 TABEL 12 - 6 PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN KONSENTRAT TEMBAGA PERIODE 1989/90 - 1993/94 148 Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) 1989/90 285.000 285.000 1990/91 285.000 285.000 1991/92 285.000 285.000 1992/93 300.000 300.000 1993/94 325.000 325.000 ini mengharuskan Indonesia mencari pasaran bauksit di luar Jepang. Proyek alumina di pulau Bintan yang sekarang terhenti akan dikaji secara mendalam untuk ditetapkan bagaimana penanganannya selanjutnya. Di samping itu cadangan bauksit kadar non ekspor akan dijadikan cadangan komersial, sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan memiliki satu industri aluminium Indonesia yang terpadu secara nasional. Rencana produksi Indonesia dalam Repelita V akan disesuaikan dengan keadaan pasaran dalam negeri dan ekspor yang diperkirakan mencapai 750 ribu ton per tahun. Dalam usaha pemanfaatan limbah pencucian bauksit, dalam Repelita V akan dihasilkan pula aluminium sulfat sebanyak 20 ribu ton setahun. f. Emas dan Perak Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah diketahui, di- perkirakan produksi emas dan perak Indonesia dalam Repelita V akan meningkat. Dari 103 buah kontrak karya pertambangan emas yang telah ditandatangani, 4 buah kontrak karya telah dipas-tikan akan berproduksi pada permulaan Repelita V. Kontrak akan melakukan kegiatan eksplorasi dan Karya lainnya masih pada akhir Repelita V sebagian diantaranya diharapkan dapat mulai berproduksi. Di samping itu terdapat pula sejumlah kegiatan pertambangan berskala kecil yang tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi Utara, Bengkulu, dan Jawa Barat. Fasilitas pengolahan logam mulia di Jakarta yang telah mencapai kapasitas pemurnian emas 20.000 kg per tahun pada akhir Repelita IV akan terus ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai 50.000 kg per tahun. Teknologi pemurnian emas yang telah dikembangkan dapat mencapai standar emas baru 149 dengan kadar 99,99% sehingga dalam Repelita V PT Aneka Tam-bang akan dapat menampung dan mengolah hasil produksi tambang emas di Indonesia dan dapat menghasilkan komoditi ekspor yang memenuhi standar internasional tertinggi. Rencana produksi dan penjualan emas dan perak dalam Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-7. g. Pasir Besi Peningkatan produksi pasir besi akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan permintaan. Dengan meningkatnya produksi pabrik-pabrik semen, maka produksi pasir besi diperkirakan akan meningkat pula menjadi rata-rata 275 ribu ton setahun dalam Repelita V. h. Bahan Galian Lainnya Konsentrat timbal dan konsentrat seng yang merupakan hasil sampingan pengolahan bijih emas dan perak di Cikotok, jumlah produksinya relatif kecil, tidak mencukupi untuk pendirian pabrik pemurniannya menjadi logam. Oleh karena itu se-lama Repelita V, timbal dan seng sebagai hasil sampingan akan diekspor dalam bentuk konsentrat. Sementara itu, pengusahaan bahan galian industri seperti dolomit, belerang, fosfat, kaolin, pasir kwarsa, andesit, granit, yang mempunyai pasaran baik di dalam negeri maupun ekspor akan terus ditingkatkan dalam Repelita V. Sejalan dengan itu akan ditingkatkan pula kegiatan eksplorasi serta penelitian pemanfaatannya. Di samping itu akan ditingkatkan pula pemberian bimbingan kepada pengusaha pertambangan skala kecil, baik swasta na- 150 TABEL 12 - 7 PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK DALAM REPELITA V (1989/90 - 1993/94) P E R A K E M A S TAHUN PENJUALAN (Kg) PRODUKSI (Kg) Logam Emas 1) Emas dalam Konsentrat Tembaga 2) Jumlah Logan Emas 1) PRODUKSI (Kg) Emas dalam Konsentrat Tembaga 2) Jumlah Logam Perak PENJUALAN (Kg) Perak dalam Jumlah Dalam Negeri (Logan Perak) Ekspor (Pe- Konsentrat Tembaga 3) Eras 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 2.433 3.983 6.783 8.663 8.713 rak dalam Konsentrat Tembaga 3) Jumlah 4.900 7.333 2.433 4.900 7.333 8.275 65.000 73.275 8.275 65.000 73.275 7.000 10.983 3.983 7.000 10.983 8.275 67.300 75.575 8.275 67.300 75.575 9.200 15.983 6.783 9.200 15.983 8.275 67.100 75.375 8.275 67.100 75.375 12.900 21.563 8.663 12.900 21.563 8.275 64.800 73.075 8.275 64.800 73.075 12.800 21.513 8.713 12.800 21.513 8.275 60.200 68.475 8.275 60.200 68.475 Catatan : 1) Belum memperhitungkan Logam emas produksi pertambangan rakyat. 2) Emas yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc. 3) Perak yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc. 151 sional maupun pertambangan skala kecil, penyempurnaan pengaturan usaha, dan pengarahan pembentukan koperasi bagi usaha pertambangan skala kecil. Koperasi pertambangan diharapkan akan dapat berperan aktif dalam mengisi dan memeratakan kesempatan kerja di bidang pertambangan. 3. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam upaya melaksanakan alih teknologi termasuk teknologi eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang, maka usaha untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif akan tetap dilakukan. Di samping itu diperlukan pula peningkatan kemampuan dalam penguasaan ilmu dan teknologi mengenai pengadaan dan pengelola- an hasil-hasil pertambangan. Sehubungan dengan itu penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan latihan tenaga kerja pada semua tingkat keah-lian dan keterampilan akan ditingkatkan dengan mempergunakan fasilitas pendidikan yang ada dan dengan bantuan tenaga ahli yang diperlukan. Dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi di bidang pertambangan akan diperhatikan dan dipertimbangkan aspek sumber daya manusia yang mencakup jenis maupun jumlah sehingga menghasilkan kesempatan kerja yang seoptimal mungkin. B. ENERGI ENERGI UMUM I. PENDAHULUAN Sebagaimana ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pengembangan dan 152 pemanfaatan energi dalam Repelita V diarahkan pada pengelolaan energi secara hemat dan efisien dengan peluang ekspor dan kelestarian sumber energi untuk jangka panjang. Sehubungan dengan itu, maka upaya penganekaragaman sumber energi melalui usaha-usaha untuk menemukan, memanfaatkan dan memasyarakatkan sumber daya energi alterna- tif perlu dilanjutkan dan ditingkatkan. Dewasa ini minyak bumi masih berperan besar sebagai sum- ber daya energi utama di dalam negeri. Mengingat bahwa pemakaiannya terus meningkat, sedangkan jumlah cadangan dan persediaan terbatas, maka Garis-garis Besar Haluan Negara menegaskan agar pengelolaan energi dilakukan secara efisien, dan agar penghematan energi khususnya energi yang berasal dari minyak bumi sebagai sumber daya alam yang tidak ditingkatkan. dapat Usaha ini diperbaharui dilaku- kan perlu dilanjutkan antara lain dan melalui kebijaksanaan harga energi yang tepat, penggunaan alat hemat energi, penyuluhan kepada masyarakat tentang cara hidup hemat energi dan sebagainya. Dalam pada itu sumber daya energi alternatif seperti tenaga air, batu bara, gas alam, tenaga panas bumi, tenaga nuklir, tenaga surya, tenaga angin, tenaga biomassa, gambut dan sebagainya perlu terus dikembangkan dengan memperhatikan keselamatan masyarakat serta kelestarian kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup. Dengan semakin berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi, maka kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu dan teknologi mengenai pengadaan dan pemanfaatan energi perlu ditingkatkan. Sehubungan dengan itu penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan latihan perlu terus dikembangkan. Upaya ini selain dimaksudkan untuk dapat mengikuti perkembangan kemajuan juga diharapkan untuk dapat meningkatkan penggunaan dan penerapan ilmu dan teknologi. 153 II. KEADAAN DAN MASALAH Penggunaan sumber daya energi di dalam negeri terus meningkat seperti terlihat dari kenaikan konsumsi sumber daya energi komersial yang terdiri dari minyak bumi, gas bumi, batu bara, tenaga air dan pans bumi. Pada akhir Repelita III konsumsi seluruh sumber daya ini berjumlah 223,6 juta Setara Barrel Minyak (SBM) dan pada akhir Repelita IV menjadi 292,2 juta SBM, atau meningkat dengan rata-rata 5,5% setiap tahun. Bersamaan dengan itu, pangsa minyak bumi di dalam penggunaannya sebagai sumber daya energi berhasil diturunkan dari 74,7% pada akhir Repelita III menjadi 62,4% pada akhir Repelita IV, seperti terlihat pada Tabel 12-8. Sedangkan sumber daya energi lainnya seperti tenaga nuklir, tenaga matahari, tenaga angin, tenaga air laut, gambut, kayu bakar, gas bio dan limbah telah berhasil ditingkatkan pengembangannya. Sumber daya energi komersial mempunyai potensi yang cukup besar, namun belum seluruhnya dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan terutama oleh karena eksplorasi dan eksploitasinya bersifat padat modal dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembangkannya. Minyak bumi selain dimanfaatkan sebagai sumber daya energi utama di dalam negeri, juga merupakan komoditi ekspor utama. Penggunaan minyak bumi sebagai sumber daya energi di dalam negeri terus meningkat, sedangkan cadangannya relatif terbatas. Berdasarkan hasil penyelidikan, diperkirakan jumlah minyak bumi yang dapat dimanfaatkan dari seluruh cadangan yang ada hanya sekitar 50 milyar barrel. Mengingat hal tersebut, maka telah dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi penggunaan minyak bumi sebagai sumber daya energi. 154 TABEL 12 - 8 REALISASI KONSUMSI ENERGI 1984/85 - 1986/87 DAN PERKIRAAN 1987/88 - 1988/89 ( d a l a m juta SBM ) Jenis Energi Akhir Repelita I I I 1983/84 R E P E L I TA IV 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 1. Batu bara 1,140 0,51% 1,967 0,86% 6,913 2,95% 1Q,654 4,24% 20,372 7,52% 28,244 9,671 2. Tenaga Air 11,639 5,20% 14,017 6,15% 17,662 7,53% 21,601 8,61% 21,517 7,94% 24,330 8,33% 3 . Panas Bumi 0,418 0,19% 0,433 0,19% 0,448 0,19% 0,464 0,18% 1,894 0,70% 1,958 0,67% 43,310 19,37% 45,314 19,89% 47,434 20,21% 55,814 22,23% 54,794 20,23% 55,246 18,91% Sub Total (Non Minyak) 56,507 25,27% 61,731 27,10% 72,457 30,88% 88,533 35,27% 98,577 36,40% 109,778 37,57% 5. Minyak Bumi 167,106 74,73% 166,039 72,90% 162,196 69,12% 162,491 64,73% 172,250 63,60% 182,406 62,43% 223,613 100,00% 227,770 100,00% 234,653 100,00% 251,024 100,00% 270,827 100,00% 292,184 100,00% 4. Gas Bumi Total 155 Sementara itu, cadangan gas bumi dewasa ini diperkirakan sebesar 97,0 triliun cubic feet (TCF), terdiri atas 74,3 TCF cadangan terbukti (proven reserves) dan 22,7 TCF cadangan potensial. Adapun cadangan gas bumi tersebut tersebar di Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kepulauan Natuna dan Sulawesi Selatan. Pemanfaatan gas bumi adalah untuk bahan baku industri besi baja, bahan bakar di pusat pembangkit tenaga listrik, gas kota, bahan baku pupuk dan bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Yang disebut terakhir ini mulai dirintis pada tahun 1987. Cadangan batu bara terutama terdapat di daerah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, meliputi jenis lignite dengan nilai kalori rata-rata 4.000 kcal/kg sampai jenis sub-bituminous dan bituminous dengan nilai kalori rata-rata 7.000 kcal/kg. Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan, cadangan batu- bara jenis lignite di Sumatera Selatan, di luar wilayah pertambangan Bukit Asam, diperkirakan sebesar sekitar 10 milyar ton, sedangkan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, berkisar 3 milyar ton. Di wilayah tambang Bukit Asam (Suma- tera Selatan), diperkirakan terdapat cadangan sebesar 2.000 juta ton dan di wilayah Ombilin (Sumatera Barat) terdapat cadangan sebesar 150 juta ton. Karena karakteristik yang ada, batu bara yang terdapat di Bukit Asam saat ini hanya dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan pusat pembangkit tenaga listrik, yaitu pusat listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Jawa Barat. Potensi tenaga air yang terdapat di seluruh wilayah tanah air diperkirakan mencapai 75.000 MW, yang berlokasi di Suma- 156 tera sebesar 15.600 MW, Jawa sebesar 4.200 MW, Kalimantan sebesar 21.600 MW,, Sulawesi sebesar 10.200 MW, Irian Jaya sebe-sar 22.370 MW, Bali dan Nusa Tenggara berjumlah 620 MW, serta Maluku sebesar 430 MW. Dari potensi tersebut, diperkirakan sekitar 34.000 MW dapat dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik. Pemanfaatan tenaga air untuk pembangkit tenaga lis- trik sampai pada akhir Repelita IV diperkirakan baru mencapai 1.927,5 MW atau sekitar 2,5% dari potensi yang ada. Kepulauan di Indonesia yang dilintasi jalur vulkanik memiliki potensi sumber daya panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik yang cukup besar. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, potensi panas bumi di Indonesia diperkirakan sebesar 10.000 MW dengan persebaran sekitar 5.500 MW terdapat di Jawa dan Bali, 1.100 MW di Sumatera, 1.400 MW di Sulawesi dan lainnya tersebar di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya dan Maluku. Potensi sumber daya panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik masih sangat kecil, antara lain di pusat listrik te- naga panas bumi (PLTP) Kamojang (Jawa Barat) yang berkapasi- tas 140 MW. Kegiatan survai dan eksplorasi bahan galian radioaktif yang telah dilakukan, menunjukkan adanya endapan mineral ura-nium di Kalimantan Barat. Akan tetapi sampai saat ini belum diketemukan cadangan yang cukup besar yang secara ekonomis layak untuk dikembangkan. Mengingat kebutuhan energi yang akan terus meningkat, maka kemungkinan pemanfaatan tenaga nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri terus dikaji. Beberapa studi tentang pemanfaatan tenaga nuklir untuk pusat listrik tenaga nuklir (PLTN) telah dilakukan. Selain itu juga telah dibangun reaktor nuklir di Serpong dengan kapasitas 30 157 MW-thermal yang penggunaannya terutama untuk pendidikan, latihan dan penelitian. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki sumber panas matahari yang cukup potensial. Matahari merupakan sumber energi yang bersih dan mudah didapat di seluruh wilayah tanah air. Pemanfaatan tenaga matahari sampai saat ini pada umumnya masih dalam bentuk proyek-proyek percontohan dengan skala kecil yang dimanfaatkan untuk pemanasan dan pembangkit listrik skala kecil, untuk penerangan dan pompa air. Dari sekitar 65 buah proyek percontohan di beberapa wilayah, dapat disimpul-kan bahwa pada masa-masa mendatang pemanfaatan tenaga mata-hari mempunyai harapan yang besar, terutama untuk daerah pedesaan dan daerah terpencil. Masalah yang dihadapi dalam menyebarluaskan pemanfaatan tenaga matahari adalah harga per-alatan yang masih tinggi sehingga harga energi yang dihasilkan juga mahal. Secara umum potensi tenaga angin di Indonesia relatif kecil, akan tetapi beberapa daerah tertentu, terutama daerah pantai, mempunyai potensi yang cukup memadai untuk dimanfaat-kan. Pemanfaatan tenaga angin saat ini juga masih berupa pro-yek-proyek percontohan dengan skala kecil, antara lain untuk pembangkit tenaga listrik skala kecil dan pompa air. Potensi tenaga air laut yaitu potensi dari perbedaan temperatur di permukaan dengan dasar laut dan potensi gelom- bang air laut telah diteliti. Tahap awal dari penelitian pemanfaatan potensi perbedaan temperatur tersebut untuk pem-bangkit tenaga listrik telah dilakukan, sedang mengenai pemanfaatan potensi energi gelombang laut belum banyak dilaku-kan penelitian. Sumber daya energi lain yang dapat dikembangkan adalah gambut, terutama terdapat di daerah dataran pantai timur Su- 158 matera serta di sebelah barat dan selatan Kalimantan. Dalam jumlah yang lebih kecil, gambut juga terdapat di daerah pantai sebelah barat Sumatera, Kalimantan Timur bagian utara dan pantai Irian Jaya. Penelitian kemungkinan pemanfaatan gambut sebagai sumber daya energi telah dilakukan di beberapa daerah, antara lain di daerah Pontianak (Kalimantan Barat), Banjar-masin (Kalimantan Selatan), Palangkaraya dan Sampit (Kaliman-tan Tengah) serta Jambi. Dewasa ini kayu bakar, arang dan limbah pertanian diperkirakan memenuhi antara 40% - 45% dari seluruh kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar daerah pedesaan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Di samping itu, industri di daerah pedesaan, seperti industri gerabah, bata, kapur dan gula merah, sebagian besar mempergunakan kayu bakar. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa konsumsi kayu bakar di Jawa, Bali, Lombok dan daerah lain yang padat penduduknya, sebesar 0,7 m3/kapita/tahun. Selanjutnya pemanfaatan energi gas bio yang menggunakan kotoran ternak juga telah banyak dibuat percontohannya di Indonesia. Untuk pengembangan lebih lanjut, masih dijumpai be-berapa hambatan, antara lain aspek sosial-budaya, permodalan dan pemilikan ternak yang jumlahnya sedikit dan tersebar. Sekitar 100 unit proyek percontohan gas bio dengan kapasitas antara 5 - 8 m3 per unit telah dibangun di berbagai daerah, antara lain di Jawa, Bali, Sulawesi Utara, Maluku, Lampung dan Daerah Istimewa Aceh. Dalam upaya mendorong kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan daerah pedesaan dan daerah terpencil, salah satu cara pengembangan sumber daya energi yang telah dilakukan adalah dengan mengikutsertakan masyarakat berpartisipasi 159 dalam menyediakan energi pedesaan. Dengan upaya ini telah dapat dibangun sejumlah proyek percontohan dengan menggunakan sumber daya energi setempat, seperti tenaga mikrohidro, te-naga matahari dan tenaga angin, untuk pembangkit tenaga listrik berkapasitas kecil, antara 100 - 1.500 Watt yang dapat dimanfaatkan antara lain untuk penerangan, televisi, dan pompa air. Dalam rangka penghematan penggunaan energi, khususnya yang berasal dari minyak bumi, telah dilakukan berbagai survai, penelitian, bimbingan dan penyuluhan tentang konservasi energi di beberapa obyek industri. Diperkirakan penghematan penggunaan energi di sektor industri dapat mencapai 30%. Suatu lembaga pemerintah (PT Koneba) yang khusus bergerak di bidang jasa konsultansi dan pelaksanaan program konservasi energi, juga telah berhasil dibentuk. Hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan program ini terutama terletak pada kemampuan teknis para petugas yang kurang memadai, masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan konservasi dan menghemat energi. III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH Pengembangan dan pemanfaatan energi dalam Repelita V diarahkan pada sasaran umum, yaitu pengelolaan sumber daya energi yang menyeluruh dan terpadu dengan mempertimbangkan peningkatan kebutuhan, baik untuk ekspor maupun untuk pemakaian dalam negeri, serta kemampuan penyediaan energi secara tepat dan rasional dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijaksanaan pemakaian energi di dalam negeri tetap diarahkan pada pemanfaatan potensi somber energi non minyak 160 yang ada, seperti gas bumi, panas bumi, tenaga air, batu bara dengan tetap memperhatikan segi ekonominya. Mengingat pentingnya peranan energi dalam pembangunan nasional, maka penyediaan energi perlu terjamin secara berkesinambungan dalam jumlah dan mutu yang cukup serta dengan harga yang wajar. Di dalam usaha untuk mencapai tujuan ter- sebut akan tetap ditempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan dalam Repelita IV yang berintikan intensifikasi, diversifikasi, konservasi dan indeksasi energi, dengan memperhatikan aspek efisiensi dan penerapan teknologi tepat guna. Intensifikasi energi, dalam arti upaya untuk menemukan sumber daya energi, akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita V. Adapun langkah-langkah yang dilakukan akan meliputi survai sumber daya energi untuk mengetahui dengan lebih mantap potensi sumber daya energi yang secara ekonomis dapat dikembangkan dan eksplorasi sumber daya energi untuk menemukan tambahan cadangan sumber daya energi. Diversifikasi energi, yaitu upaya penganekaragaman sumber daya energi melalui usaha-usaha untuk menemukan, memanfaatkan dan memasyarakatkan sumber-sumber energi alternatif, juga akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Kebijaksanaan yang ditem- puh adalah mengutamakan pemanfaatan minyak bumi sebagai komo-diti ekspor dan sebagai bahan baku untuk kegiatan yang belum dapat diganti dengan jenis energi lain dan meningkatkan pemakaian gas bumi sebagai komoditi ekspor, bahan baku industri petrokimia, untuk gas kota dan untuk pembangkitan tenaga listrik. Di samping itu diusahakan pula peningkatan produksi batu bara dan pemanfaatannya untuk pembangkit tenaga listrik, sebagai bahan bakar industri dan komoditi ekspor serta penggunaan tenaga air dan tenaga panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik. 161 Sementara itu dilaksanakan pula penelitian dan pengkajian mengenai kemungkinan tenaga nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi jangka panjang; khususnya diteliti masalah kelayakan teknis dan ekonomisnya serta masalah penjagaan keselamatan lingkungannya. Penelitian juga dilaksanakan dalam rangka mengembangkan energi baru dan terbarui, seperti gambut, biomassa, limbah, kayu bakar, tenaga surya, tenaga angin, tenaga air skala kecil, tenaga panas bumi skala kecil dan tenaga air laut. Upaya ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber daya energi yang tersedia setempat dengan memperhati- kan keselamatan masyarakat serta kelestarian kemampuan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Penelitian ini terutama diarahkan pada upaya pemenuhan energi di pedesaan dan daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan distribusi listrik. Upaya pengelolaan energi secara hemat dan efisien, khususnya energi yang berasal dari minyak bumi sebagai sumber dapat diperbaharui dilanjutkan dan alam yang tidak ditingkat-kan. Upaya itu dilaksanakan tanpa mengganggu penyediaan energi yang dibutuhkan untuk mendorong laju pembangunan nasional. Langkah-langkah yang akan diambil antara lain meliputi kebijaksanaan harga yang tepat sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu penggunaan alat hemat energi dengan cara pengenalan dan peragaan peralatan serta penyusunan peraturan perundang-un-dangan dan pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang cara hidup hemat energi, serta survai dan penelitian dan audit energi diteruskan. Di samping itu akan dilakukan pelatihan, bimbingan dan peragaan dengan sektor industri sebagai sasaran pertama. Secara bertahap komersial dan transportasi. 162 dilanjutkan dengan sektor bangunan Indeksasi energi, dalam arti upaya penentuan jenis energi yang paling tepat digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, akan dilanjutkan agar secara nasional diperoleh pola peman-faatan energi yang optimal. Langkah-langkah yang akan diambil meliputi studi, penelitian, survai atau pengkajian di bidang teknis, ekonomis maupun sosial budaya. Untuk menunjang terlaksananya kebijaksanaan dan langkah yang telah ditetapkan tersebut, kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu dan teknologi mengenai penyediaan dan pemanfaat- an sumber daya energi akan terus dikembangkan. Sehubungan dengan itu kegiatan penelitian dan pengembangan energi serta pendidikan dan pelatihan bagi pelaksana di bidang energi akan ditingkatkan. Dalam rangka menetapkan kebijaksanaan umum bidang energi yang menyeluruh dan terpadu, akan disiapkan pedoman serta peraturan dan perundang-undangan yang merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan pemanfaatan energi. Untuk memantapkan pelaksanaannya akan ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan langkah antara instansi-instansi yang terkait melalui Badan Koordinasi Energi Nasional (Bakoren) dan Panitia Teknis Sumber daya Energi (PTE). IV. PROGRAM-PROGRAM Sesuai dengan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang diuraikan di atas dalam Repelita V dilaksanakan kegiatan-kegiat-an: mengadakan eksplorasi sumber daya energi, meningkatkan efisiensi penggunaan energi, terlebih-lebih di sektor-sektor padat energi, menentukan kebijaksanaan harga energi, mengusahakan tersedianya tenaga kerja dengan kemampuan tinggi, me- 163 ningkatkan kemampuan teknologi, melaksanakan penelitian dan pengembangan serta menyusun pola penyediaan dan penyaluran energi. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu akan diperhatikan adanya faktor yang mempengaruhi usaha-usaha pengem-bangan dan pemanfaatan energi, seperti kemampuan produksi berbagai jenis sumber daya energi dan laju penggunaan energi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sejalan dengan pendekatan secara nasional, perlu pula ditingkatkan dan dimantapkan pola pengembangan energi secara regional, karena setiap wilayah memiliki keadaan yang khusus, baik keadaan sosial ekonomi dan budayanya, maupun potensi sumber daya energi yang tersedia dan pola pemakaian energinya. Dalam rangka menjamin pengadaan energi secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai de- ngan kebutuhan, serta dengan batas harga yang wajar, akan ditingkatkan intensifikasi pencarian dan penemuan sumber daya energi, diversifikasi penggunaan energi, konservasi cadangan sumber daya energi dan indeksasi dalam menggunakan peralatan. Intensifikasi pencarian dan penemuan sumber daya energi akan dilaksanakan dengan meningkatkan kegiatan survai dan eksplorasi sumber daya energi utama masa kini, yaitu minyak bumi, gas bumi, tenaga air dan batu bara. Survai tersebut dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih mantap potensi sumber daya energi yang secara ekonomis dapat dikembangkan, sedang eksplorasi dilakukan untuk menemukan cadangan jenis-jenis sumber daya energi yang selama ini telah digunakan. Dalam kegiatan eksplorasi ini juga akan dilaksanakan "enhanced oil recovery" guna meningkatkan produksi minyak dan gas bumi Selanjutnya dengan menggunakan teknologi canggih. upaya penganekaragaman atau diversifikasi penggunaan energi, yaitu usaha-usaha untuk mengurangi keter- 164 gantungan pada satu jenis sumber daya energi dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, akan dilanjutkan. Upaya tersebut akan dilaksanakan melalui usaha-usaha meningkatkan pemanfaatan dan memasyarakatkan sumber energi komersial alternatif di luar minyak bumi, antara lain batu bara, gas bumi, gas minyak cair (LPG), tenaga air dan panas bumi. Peningkatan produksi batu bara dalam rangka upaya diversifikasi penggunaan energi dilakukan dengan usaha perluasan tambang batu bara di Ombilin, peningkatan produksi tambang batu bara di Bukit Asam serta peningkatan produksi tambang batu bara di Bengkulu dan Kalimantan Timur. Tambang batu bara di Ombilin akan diperluas dengan mengembangkan tambang baru di Waringin, Sumatera Barat, dengan produksi 200 ribu ton per tahun. Sedangkan tambang batu bara di Bukit Asam akan ditingkatkan produksinya agar dapat mencapai produksi sebesar 3,2 juta ton per tahun. Tambang batu bara di Bengkulu dan Kalimantan Timur akan menghasilkan produksi dengan sasaran utama untuk ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Kegiatan diversifikasi selanjutnya adalah usaha untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi sebagai sumber daya energi. Pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi gas kota untuk keperluan rumah tangga, perdagangan dan industri serta sebagai bahan bakar kendaraan bermotor akan makin diperluas dan ditingkatkan. Dalam pada itu telah pula dijajagi pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar untuk beberapa pusat pembangkit tenaga listrik. Selain itu, untuk memenuhi permintaan gas alam cair (LPG) yang semakin meningkat telah diusahakan untuk meningkatkan produksi LPG. Dari kilang minyak di Dumai dan di Balikpapan diharapkan adanya peningkatan produksi LPG dengan 40 165 ribu ton per tahun, sedangkan dari pembangunan baru kilang LPG di Musi diharapkan produksi LPG sebesar 350 ribu ton per tahun. Peningkatan produksi LPG sebagai energi alternatif ini dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi BBM khususnya minyak tanah. Usaha lain dalam diversifikasi ini adalah meningkatkan penggunaan sumber daya air untuk pusat pembangkit tenaga listrik. Dalam Repelita V akan diselesaikan pembangunan tambahan pusat listrik tenaga air yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 344 MW. Pengembangan sumber daya energi panas bumi tetap diarah- kan untuk menunjang program diversifikasi energi bagi kebu- tuhan energi di dalam negeri, terutama untuk pusat pembangkit tenaga listrik. Pemanfaatan energi panas bumi dalam skala kecil, akan dirintis pengembangannya tidak hanya terbatas untuk pusat pembangkit tenaga listrik, namun juga pemanfaatan secara langsung sebagai sumber energi untuk mengeringkan pro- duk industri pertanian dan sebagai energi pedesaan. Dalam Repelita V pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi akan ditingkatkan untuk menjalankan pusat pembangkit tenaga lis- trik yang berkapasitas 220 MW. Di samping energi komersial, akan dikembangkan pula sumber daya energi non komersial yang pada umumnya sumber daya energi baru dan terbarui. Selama Repelita V sumber daya energi baru dan terbarui yang akan ditingkatkan antara lain adalah biomassa, tenaga matahari, tenaga angin, limbah kota. Selanjutnya akan dikembangkan pula, khususnya untuk daerah pedesaan, sistem hibrida, yaitu penggabungan antara tenaga matahari, tenaga angin, biomassa atau energi lainnya, sehing- ga diperoleh suatu hasil yang optimal dengan investasi yang minimal. 166 Dalam pada itu konservasi energi akan makin digalakkan agar pemakaian energi dapat lebih efisien, sehingga dapat memelihara kelestarian sumber daya alam yang ada. Guna menun-jang program tersebut, akan dilakukan penyuluhan, pelatihan, bimbingan dan peragaan serta penyusunan naskah peraturan dan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, sektor industri merupakan sasaran kegiatan yang lebih dulu ditangani dan secara bertahap menyusul sektor bangunan komersial dan sektor pengangkutan. Pelaksanaan konservasi energi di sektor industri akan ditujukan pada industri pupuk, semen, besi baja, gelas, tekstil, kertas dan lain-lain. Jenis industri tersebut pada umumnya adalah jenis industri yang bersifat padat energi. Sedangkan pelaksanaan konservasi di sektor bangunan komersial dan pengangkutan akan dimulai dengan survai potensi untuk konservasi energi. Selanjutnya juga akan ditingkatkan program indeksasi usaha dengan menerapkan jenis-jenis energi cara-cara ilmiah dalam yang paling tepat digunakan yaitu menetapkan pada kegi- atan-kegiatan tertentu di setiap pemakai energi agar secara nasional diperoleh pola pemanfaatan energi dengan peralatan yang tepat. Dengan menerapkan program-program tersebut di atas pengembangan dan pemanfaatan energi non minyak yaitu batu maka bara, tenaga air, panas bumi dan gas bumi diharapkan dapat ditingkatkan sehingga peranannya diharapkan meningkat dari sekitar 38% pada tahun terakhir Repelita IV menjadi sekitar 42% pada tahun terakhir Repelita V. Perkiraan komposisi konsumsi energi selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-9. 167 TABEL 12 - 9 PERKIRAAN KONSUMSI ENERGI DALAM REPELITA V Jenis Energi 1989/90 Persentase Ribu SBM 1990/91 Persentase 1991/92 Ribu SBM Persentase Ribu SBM 1992/93 Persentase 1993/94 Ribu SBM Persentase Ribu SBM Gas Bumi 23,46% 72.610,2 24,40% 79.351,7 24,39% 83.171,4 24,88% 89.289,3 25,22% 94.839,0 Batu bara 6,84% 21.167,1 7,95% 25.852,0 7,65% 26.075,3 7,71% 27.676,1 8,81% 33.133,4 Tenaga Air 7,50% 23.206,4 7,18% 23.340,1 6,99% 23.853,2 6,83% 24.495,8 6,66% 25.041,2 Panas Bumi 0,64% 1.967,7 0,61% 1.967,7 1,03% 3.514,3 1,41% 5.058,8 1,35% 5.058,8 Sub Total 38,44% 118.951,4 40,13% 130.511,5 40,06% 136.614,2 40,83% 146.520,0 42,03% 158.072,4 Minyak 61,56% 190.504,0 59,87% 194.726,7 59,94% 204.424,0 59,17% 212.377,2 57,97% 218.039,9 Jumlah 100,00% 309.455,4 100,00% 325.238,2 100,00% 341.038,2 100,00% 358.897,2 100,00% 376.112,3 168 TENAGA LISTRIK I. PENDAHULUAN Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, maka pembangunan tenaga listrik dalam Repelita ditingkatkan dalam rangka V perlu dilanjutkan dan mendorong kegiatan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Sehubungan dengan itu perlu terus ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana tenaga listrik serta efisiensi dalam pengelolaannya, sehingga diperoleh tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan mutu yang dapat diandalkan serta ter-sedia merata dengan pelayanan yang makin baik. Sesuai dengan Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, tujuan pembangunan ketenagalistrikan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Te- naga listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi ne- gara sebagai hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dan oleh karena itu perlu diperguna- kan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam pada itu mengingat bahwa tenaga listrik merupakan salah satu faktor yang penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, maka harga listrik harus diupayakan agar terjangkau oleh masyarakat luas. Khusus bagi para pengusaha harga lis- trik harus dapat membantu meningkatkan daya saing hasil-hasil produksi dalam negeri. Di samping oleh negara usaha penyediaan dan penyaluran listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga terbuka untuk koperasi dan swasta. 169 Usaha listrik masuk desa akan dilanjutkan untuk mendorong kegiatan ekonomi serta meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat di daerah pedesaan. Untuk itu akan dikembangkan pengadaan listrik dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia setempat, seperti tenaga air mikro, tenaga angin dan tenaga biomassa dalam rangka menghemat penggunaan bahan bakar minyak serta sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan alam khususnya kerusakan hutan. Dalam hubungan ini akan lebih ditingkatkan kemampuan, peranan serta swadaya masyarakat di pedesaan dalam penyelenggaraan listrik masuk desa. Pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik juga diarahkan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan umum bidang energi, terutama kebijaksanaan diversifikasi dalam menggunakan sumber daya energi. Di samping itu juga untuk menunjang kebijaksanaan penghematan energi minyak bumi yang diupayakan dengan mengurangi peran bahan bakar minyak dan menggantikan- nya dengan sumber daya energi lainnya, seperti tenaga air, batu bara, dan panas bumi. II. KEADAAN DAN MASALAH Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik selama Repelita IV dilakukan dengan meningkatkan sarana penyediaan tenaga listrik, terdiri dari pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi serta peningkatan penyambungan pelanggan dan peningkatan pengusahaan. Sebagai hasil pembangunan pusat pembangkit, maka sarana pembangkit telah meningkat sehingga pada akhir Repelita IV daya terpasang seluruhnya mencapai 18.775 Mega Watt (MW), yang terdiri atas 8.452 MW pembangkit listrik PLN dan sekitar 10.323 MW pembangkit listrik di luar PLN. 170 Sesuai dengan kebijaksanaan diversifikasi energi, maka dalam Repelita IV telah dikembangkan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan sumber energi di luar minyak. Kapasitas terpasang pembangkit PLN pada akhir Repelita IV terdiri dari tenaga air sebesar 1.927,5 MW (22,8%), tenaga diesel sebesar 1.790,9 MW (21,2%), tenaga uap dengan bahan bakar minyak sebesar 2.086,9 MW (24,7%), tenaga uap dengan bahan bakar batu bara sebesar 1.330 MW (15,7%), tenaga panas bumi sebesar 140 MW (1,7%), dan turbin gas dengan bahan bakar minyak dan gas alam sebesar 1.176,7 MW (13,9%). Sejalan dengan peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik juga diselesaikan pem- bangunan transmisi sepanjang 4.875,3 kilo meter sirkit (kms) dan gardu induk dengan kapasitas 8.021,9 mega volt ampere (MVA), jaringan tegangan menengah (J7M) sepanjang 36.887,0 kms, jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 47.365,5 kms, gardu distribusi dengan jumlah kapasitas 4.039,7 MVA. Dalam usaha untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan sistem, telah ditingkatkan interkoneksi sistem tenaga listrik Jawa, Madura dan Bali berikut fasilitas pengatur bebannya. Dengan dilaksanakannya pembangunan sarana penyediaan te-naga listrik produksi tenaga listrik terus mengalami peningkatan. Pada akhir Repelita IV produksi tenaga listrik mencapai sekitar 46.810.000 Mega Watt hour (MWh). Produksi tenaga lis-trik tersebut berasal dari yang disediakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN), sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), sebesar 25.439.300 MWh (54,3%) (terdiri dari produksi sendiri sebesar 24.494.300 MWh dan pembelian dari luar PLN sebesar 945 ribu MWh); produksi tenaga listrik oleh koperasi dan badan usaha lain, sebagai Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum (PIUKU), diperkirakan sebesar 143.500 MWh (0,3%); dan selebihnya, yaitu 171 sebesar 21.227.200 MWh (45,3%), adalah produksi tenaga listrik oleh para Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri (PIUKS). Dengan jumlah produksi tenaga listrik pada akhir Repelita IV seperti yang digambarkan di atas ini, maka produksi tenaga listrik per kapita di negara kita telah meningkat dari 150,1 kWh pada akhir Repelita III menjadi 261,8 kWh pada akhir Repelita IV. Sejalan dengan peningkatan produksi tersebut, jumlah pelanggan tenaga listrik juga terus meningkat dengan cepat. Pada akhir Repelita III jumlah pelanggan PLN adalah 4.406.077. Pada akhir Repelita IV jumlah pelanggan tersebut meningkat menjadi 9.657.349, yang terdiri atas 8.996.866 pelanggan rumah tangga (93,2%), 29.074 pelanggan industri (0,3%), 401.988 pelanggan komersial (4,2%) dan 229.421 (2,3%) pelanggan keperluan lainnya. Dalam kurun waktu yang sama jumlah desa yang mendapat aliran listrik meningkat dari 7.636 desa menjadi 17.978 desa. Dengan peningkatan kemampuan jaringan transmisi dan distribusi yang disertai dengan usaha-usaha peningkatan efisiensi lainnya, maka susut tenaga listrik yang meliputi susut jaring-an transmisi dan distribusi dapat diturunkan dari 20,8% pada akhir Repelita III menjadi 18,0% pada akhir Repelita IV. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan tenaga listrik, baik untuk peningkatan penyediaan, pelayanan, maupun untuk pengelolaannya dihadapi beberapa masalah dan kendala sebagai berikut: 1. Besarnya jumlah penduduk yang bermukim di daerah pedesa- an secara tersebar mengakibatkan rendahnya kepadatan beban sehingga biaya penyaluran tenaga listrik per kWh menjadi mahal. 172 2. Kondisi geografis yang terdiri dari kepulauan membatasi kemungkinan pelaksanaan interkoneksi sistem kelistrikan sehingga upaya peningkatan skala ekonomi, efisiensi dan keandalan melalui interkoneksi sistem kelistrikan ter-batas. 3. Letak sumber daya energi yang umumnya jauh dari pusat sehingga memerlukan biaya transportasi energi beban atau-pun penyaluran tenaga listrik yang cukup tinggi. 4. Penyediaan sarana tenaga listrik merupakan kegiatan yang padat modal dan berteknologi tinggi, oleh karena itu masih memerlukan dana dan tenaga ahli dari luar negeri. 5. Harga minyak yang relatif rendah menyebabkan pelaksanaan diversifikasi energi terhambat karena harga energi non minyak tertentu menjadi tidak dapat bersaing terhadap harga energi minyak. 6. Biaya ganti rugi pembebasan tanah yang makin mahal cenderung menaikkan biaya investasi, selain itu rencana tata guna tanah kadang-kadang tidak sejalan dengan rencana pengembangan tenaga listrik. III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH Sesuai dengan tujuan pembangunan ketenagalistrikan dan tahap pembangunan nasional dewasa ini, pembangunan ketenagalistrikan dalam Repelita V mempunyai sasaran untuk memenuhi permintaan masyarakat akan tenaga listrik dengan cukup dan merata, mutu yang baik, keandalan yang tinggi, pelayanan yang baik dan harga yang terjangkau. 173 Pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik akan dilaksanakan melalui optimisasi perencanaan sistem tenaga listrik yang disusun atas dasar perkiraan kebutuhan ramalan beban. Berdasarkan optimisasi ini dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan, yang antara lain meliputi studi mengenai perencanaan pengembangan sistem dan keandalan sistem, penelitian mengenai kemungkinan lokasi pusat pembangkit tenaga listrik berikut jaringan transmisi dan distribusinya. Mengingat manfaat yang dapat diperoleh dari interkoneksi sistem kelistrikan, yaitu ekonomi skala besar, keandalan dan faktor beban yang lebih baik, maka akan ditingkatkan interkoneksi antara sistem kelistrikan yang ada. Mengingat arti penting ketenagalistrikan, maka penyediaan tenaga listrik dikuasai negara. Pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN) yang diberi kuasa usaha ketenagalistrikan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik, diberikan koperasi dan swasta dan badan kesem-patan seluas-luasnya kepada usaha lain untuk menyediakan tenaga listrik. Selanjutnya guna memenuhi permintaan pihak koperasi dan swasta untuk berperanserta dalam menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum, maka kepada pihak koperasi dan swasta diberikan kesempatan melalui izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum (IUKU). Dengan mempergunakan fasilitas ini terbuka kesempatan bagi pihak koperasi dan swasta untuk dapat menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan masyarakat. Perluasan jaringan transmisi dan distribusi dilaksanakan untuk lebih memperluas pemanfaatan tenaga listrik, agar dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan 174 industri, baik di kota maupun di daerah pedesaan. Pengembangan sarana penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari pembangkit, jaringan transmisi dan jaringan distribusi diusahakan agar senantiasa dalam keadaan seimbang. Penyediaan tenaga listrik bagi daerah pedesaan oleh PLN diutamakan melalui jaringan tenaga listrik yang ada. Untuk daerah yang belum terjangkau oleh jaringan yang ada lebih diutamakan pemanfaatan sumber daya energi setempat terutama sumber daya energi non minyak. Dalam keadaan tidak tersedia sumber daya energi setempat, maka bagi desa yang diprioritaskan dapat disediakan tenaga listrik yang diperlukan dengan pembangkit listrik tenaga diesel. Pengembangan usaha ketenagalistrikan di daerah pedesaan oleh koperasi dan swasta diarahkan pada tempat-tempat yang belum terjangkau oleh jaringan, tenaga listrik yang ada. Dalam rangka diversifikasi sumber daya energi ditingkat- kan penggunaan sumber daya energi bukan minyak, seperti tenaga air, panas bumi, batu bara, gas bumi serta energi baru dan terbarui. Dalam rangka menghemat bahan bakar minyak dan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar, dalam Repelita V akan dikembangkan pusat pembangkit tenaga listrik yang dapat memanfaatkan gas buangan dari pusat listrik tenaga gas (PLTG) atau yang dikenal dengan pusat listrik tenaga gas uap (PLTGU). Di samping usaha untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik, akan dilaksanakan juga usaha-usaha untuk meningkat-kan pelayanan bagi masyarakat dan meningkatkan efisiensi pengusahaan. Usaha-usaha itu akan dilakukan melalui langkah1. langkah sebagai berikut. Pengurangan jumlah dan lama gangguan, pencegahan kecela-kaan karena listrik, peningkatan keselamatan kerja dan 175 keselamatan umum, pencegahan penyimpangan pembacaan meter, peningkatan tata usaha langganan, penambahan tempat-tempat pembayaran rekening listrik dan penyuluhan. 2. Peningkatan keandalan dan mutu tenaga listrik melalui peningkatan pengoperasian pusat pengaturan beban, pusat pengaturan beban wilayah dan pusat pengawasan distribusi, upaya memperkecil penyimpangan frekuensi, serta upaya memperkecil penyimpangan tegangan. 3. Peningkatan pemeliharaan sarana secara lebih teratur dimulai dengan penyempurnaan pedoman dan petunjuk pemeliharaan, peningkatan usaha-usaha untuk menurunkan pema- kaian sendiri (own use) dan susut jaringan, peningkatan faktor beban, pemantauan dan pengendalian efisiensi pusat pembangkit thermal serta renovasi pusat pembangkit tenaga listrik yang tua. 4. Peningkatan penyambungan dan penyediaan tenaga listrik untuk sektor produktif serta usaha-usaha penjualan tenaga listrik diluar beban puncak. Dalam memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam pelaksanaan pembangunan tenaga listrik akan dipertimbangkan sejauh mungkin masalah kesempatan kerja, peningkatan produktivitas kerja, serta peningkatan keterampilan untuk menggunakan teknologi yang lebih maju. Kegiatan penelitian, pengembangan dan jasa teknik meru-pakan bagian terpadu dari program pengembangan tenaga listrik dan diarahkan pada pemecahan masalah perencanaan, pembangunan dan pengusahaan tenaga listrik. Standardisasi sistem, peralat- an dan cara kerja akan dilakukan dalam rangka meningkatkan komunikasi, kecocokan antara peralatan instalasi, keterampilan 176 tenaga kerja, mutu peralatan dan Jaya guna persediaan barang. Pemanfaatan lingkungan tenaga hidup listrik dengan diharapkan meningkatkan dapat memperbaiki kebersihan, kerapian, keindahan dan kenyamanan. Fasilitas tenaga listrik, terutama yang besar, dapat menimbulkan dampak kurang menguntungkan terhadap lingkungan hidup, seperti pencemaran udara dan air, kebisingan. Sehubungan dengan hal tersebut analisis serta dampak lingkungan dilakukan pada setiap tahap pembangunan kelistrikan, mulai dari tahap prastudi kelayakan. Pembinaan usaha ketenagalistrikan di daerah pedesaan dilakukan dengan memberikan pembinaan kepada Koperasi Unit Desa (KUD) dan kepada pengelola kelistrikan swasta dan swadaya masyarakat dalam penggunaan listrik secara produktif. Di samping itu juga diusahakan bantuan paket kredit listrik pedesaan, pendidikan dan latihan serta pembinaan standardisasi listrik pedesaan. IV. PROGRAM-PROGRAM Program pembangunan tenaga listrik diarahkan untuk meme-nuhi kebutuhan akan tenaga listrik yang terus meningkat. Pada tahun pertama Repelita V diperkirakan besarnya kebutuhan akan tenaga listrik nasional (PLN maupun luar PLN) mencapai sekitar 44.143,2 juta kWh. Kebutuhan tersebut diperkirakan meningkat menjadi 56.756,2 juta kWh pada tahun terakhir Repelita V. Perkiraan mengenai kebutuhan akan tenaga listrik dalam Repe- lita V dapat dilihat pada Tabel 12-10. Dalam rangka mengimbangi laju pertumbuhan permintaan akan tenaga listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat 177 TABEL 12 - 10 PERKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK DALAM REPELITA V (juta kwh) No. Konsumen 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 29.396,4 31.080,8 32.861,5 34.764,4 36.192,1 37.697,6 2. Komersil dan Umum 4.268,8 4.570,2 4.970,1 5.432,2 5.938,9 6.483,9 3. Rumah Tangga 7.547,8 8.492,3 9.464,8 10.468,4 11.503,7 12.574,6 41.213,0 44.143,3 47.296,4 50.665,0 53.634,7 56.756,1 1. Industri Jumlah 178 1988/89 maka dalam Repelita V akan dibangun tambahan sarana penyediaan tenaga listrik yang terdiri atas pusat pembangkit tenaga listrik dengan jumlah kapasitas 3.696,67 MW, jaringan transmisi sepanjang 6.302 kms, gardu induk berkapasitas 8.507 MVA, jaringan distribusi yang terdiri dari Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 62.938 kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 90.549 kms, gardu distribusi berkapasitas 12.424 MVA. Sedangkan program listrik masuk desa dalam Repelita V diharapkan dapat memberi aliran listrik di sebanyak 11.600 desa. Dengan pembangunan tambahan sarana penyediaan tenaga listrik seperti tersebut di atas, maka produksi tenaga listrik yang pada tahun pertama Repelita V diperkirakan mencapai 28.890.500 MWh, terdiri dari produksi PLN sendiri 27.945.500 MWh dan pembelian dari luar PLN sebesar 945 ribu MWh, akan meningkat sehingga pada tahun terakhir Repelita V akan menjadi 48.271.300 MWh terdiri dari produksi PLN sendiri 47.326.300 MWh dan pembelian dari luar PLN sebesar 945 ribu MWh. Selain peningkatan sarana penyediaan tenaga listrik juga akan dilakukan usaha-usaha peningkatan efisiensi pengusahaan agar susut jaringan dan pemakaian sendiri dapat diturunkan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan penyediaan tenaga listrik, sehingga apabila penyediaan tenaga listrik oleh PLN pada tahun pertama Repelita V akan mencapai 22.697.200 MWh, maka pada akhir Repelita V penyediaannya akan meningkat men- jadi 38.851.000 MWh. Selanjutnya, pemakaian sendiri akan diturunkan dari 4,77% pada awal Repelita V menjadi 4,75% pada akhir Repelita V, sedang susut jaringan akan diturunkan dari 16,66% pada awal Repelita V menjadi 14,77% pada akhir Repe- lita V. Sasaran terperinci pembangunan tenaga listrik selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-11. 179 TABEL 12 - 11 SASARAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK PLN DALAM REPELITA V No. I. Uraian Satuan 1992/93 1993/94 Jumlah 1989/90 1990/91 1991/92 136,00 23,00 126,00 59,00 344,00 99,00 12,00 27,50 273,20 12,65 Pembangkit : Ma 1. PLTA 2. PLTD MN 24,00 110,70 3. PLTG MW 100,00 20,00 4. PLTM MW 0,60 11,22 5. PLTP MW 110,00 110,00 6. PLTGU NY - - 600,00 400,00 1.100,00 - Bath bara MN 400,00 165,00 800,00 1.365,00 - Gas Alam MW - 130,00 100,00 120,00 24,47 290,00 70 7. PLTU 8. PLTD Listrik Desa NM J uml a h 130,00 9,00 9,50 10,00 10,50 11,00 50,00 669,00 393,20 345,60 908,72 1.380,15 3.696,67 II. Transmisi kms 570,00 1.978,00 1.031,00 1.076,00 1.647,00 6.302,00 III. Gardu Induk MVA 170,00 2.385,00 1.702,00 2.225,00 2.025,00 8.507,00 IV. Distribusi - JIM kms 10.085,00 11.246,00 12.337,00 14.095,00 15.175,00 62.938,00 - GD MVA .1.997,00 2.226,00 2.432,00 2.779,00 2.990,00 12.424,00 - JTR kms 14.534,00 16.193,00 17.750,00 20.262,00 21.810,00 90.549,00 V. Listrik Pedesaan desa 1.838,00 2.129,00 2.320,00 2.511,00 2.802,00 11.600,00 VI. Produksi GWh 28.890,50 33.043,50 37.644,40 42.708,70 48.271,30 190.558,40 VII. Penyediaan GWh 22.697,20 26.113,70 29.933,20 34.169,50 38.851,00 151.764,60 1.347.300 1.400.600 1.460.300 1.528.400 1.605.300 7.341.900 4,79 4,77 4,76 4,75 16,19 15,72 15,24 14,77 : VIII. Pelanggan IX. 180 a. Pemakaian sendiri % 4,77 b. Susut Jaringan % 16,66 Selain pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik ang akan selesai dalam Repelita V, juga akan dimulai pembangunan sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik lain yang akan selesai dalam periode Repelita selanjutnya. Adapun pusat pembangkit tenaga air yang persiapan pembangunannya dilakukan dalam Repelita V adalah sebagai berikut. Di Daerah Istimewa Aceh: Peusangan IV 31 MW, Tampur I 214 MW, Tampur II 214 MW, Lawialas 322 MW; di Sumatera Utara: Renun 100 MW; di Sumatera Barat: Singkarak I 90 MW, Singkarak II 90 MW, Batang Bayang Besai 31 II 25 MW; di Riau: Kotopanjang 111 MW; di Lampung: MW, Ranau 51 MW; di Sumatera Selatan: Musi 68 MW; di Jambi: Merangin 24 MW; di Kalimantan Barat: Pade. Kembayung 30 MW, Sungai Pinoh I 148,6 MW; di Sulawesi Tengah: Palm I 44,5 MW; Utara: Poigar II 25 MW, Poigar III 44 MW; di SuI 92 MW; di Maluku: Sapalewa 26 MW dan Sentani 13 MW ; di Bali: Putih I 16 di Sulawesi lawesi Selatan: Malea Isal 50 MW; di Irian Jaya: MW, Putih II 17 MW, dan Ayung 39 MW; di Timor Timur: Ira Lararo 35 MW; di Jawa Timur: Kesamben 33 MW; di Jawa Barat: Cirata II 500 MW. Selain itu diadakan persiapan untuk membangun PLTU di Daerah Istimewa Aceh: Banda Aceh 50 MW; di Sumatera Utara: Pangkalan Brandan 200 MW; di Sumatera Barat: Ombilin III dan IV (batu bara) 100 MW; di Jambi: Jambi 50 MW; di Lampung: Tarahan I dan II (batu bara) 130 MW; di Sumatera Selatan: Bukit Asam III (batu bara) 130 MW; di Kalimantan Barat: Pontianak I (gambut) 22 MW; di Kalimantan Selatan: Banjarmasin I dan II (batu bara) 50 MW; di Kalimantan Timur: Balikpapan (batu bara) 50 MW; di Sulawesi Selatan: Ujung Pandang (batu bara) 100 MW; di Jawa Timur: Paiton III 600 MW, Paiton IV 600 MW; di Jawa Barat: Suralaya V dan VI 1200 MW, Suralaya VII 600 MW; di Jawa Tengah: Jateng I dan II 1200 MW. 181 Di samping itu dilakukan pula persiapan pembangunan PLTP di Sumatera Barat: Kerinci 5 MW; di Sulawesi Utara: Lahendong 15 MW; dan PLTD tersebar 120,5 MW, serta PLTM tersebar 22,08 MW. Selanjutnya dilakukan persiapan pembangunan PLTG di Kalimantan Timur: Balikpapan 75 MW; di Sulawesi Utara: Bitung 50 MW; di Sulawesi Selatan: Sulsel 25 MW; di Jawa Timur: Jatim 200 MW; dan di Sumatera Utara: PLTGU Medan 300 MW. Guna menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pem- bangkit tenaga listrik yang akan selesai dalam waktu yang dekat ke daerah-daerah pusat beban, maka akan dibangun jaringan transmisi sepanjang 6.302 kms beserta gardu induknya sebanyak 198 buah dengan kapasitas 8.507 MVA. Jaringan transmisi beserta gardu induknya tersebut terdiri atas jaringan transmisi 500 kV sepanjang 457 kms dengan gardu induk sebanyak 6 buah berkapasitas 3.000 MVA, jaringan transmisi 150 kV sepanjang 4.197 km dengan gardu induk sebanyak 149 buah berkapasitas 4.942 MVA dan jaringan transmisi 70 kV sepanjang 1.648 kms dengan gardu induk sebanyak 43 buah berkapasitas 565 MVA. Perencanaan pembangunan jaringan transmisi menurut wilayah kerja PLN tercantum pada Tabel 12-12. Dalam Repelita V akan dibangun juga jaringan distribusi yang terdiri atas Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 62.938 kms, Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 90.549 kms, gardu distribusi sebank 63.809 buah dengan kapasitas 12.424 MVA. Dengan tambahan jaringan distribusi tersebut diperkirakan akan dapat disambung tambahan pelanggan sebanyak 7.341.900 Rencana pembangunan sarana distribusi untuk wilayah PLN dapat dilihat pada Tabel 12-13. 182 pelanggan. masing-masing TABEL 12 - 12 PENINGKATAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK PLN DALAM REPELITA V W i l a y a h Jaringan Transmisi Gardu Induk Jumlah (kms) I Aceh Kapasitas (MVA) 75 1 10 460 II Sumatera Utara 598 17 III Sumatera Barat dan Riau 591 10 140 IV Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu 790 15 265 V Kalimantan Barat VI Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur 346 9 200 Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah 92 4 40 448 8 170 VII VIII Sulawesi Selatan dan Tenggara IX Maluku - X Irian Jaya - XI Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur - 1 15 J a w a 3.362 133 7.207 Jumlah 6.302 198 8.507 183 TABEL 12 - 13 PENINGKATAN SARANA DISTRIBUSI DI TIAP WILAYAH PLN DALAM REPELITA V Gardu Distribusi Wilayah JTM JTR (kms) (kms) Jumlah Kapasitas (MVA) SR (Pelanggan) I. Aceh 1.902 2.691 2.193 350 256.800 II. Sumatera Utara 5.500 7.554 7.309 943 568.600 III. Sumatera Barat dan Riau 5.020 6.872 4.865 721 425.600 IV. Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu 5.611 7.624 6.594 V. Kalimantan Barat 855 926 VI. Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur 1.700 2.066 VII. Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah 798 1.145 VIII. Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara 1.479 2.732 IX. Maluku 293 432 X. Irian Jaya 287 XI. Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur XI. Jawa Jumlah 184 814 1.074 730.400 97 54.000 267 169.000 80 98.000 204 248.000 372 47 56.000 578 263 36 22.000 5.340 7.349 5.835 801 525.600 34.153 50.580 46.262 7.804 4.187.900 62.938 90.549 79.501 12.424 7.341.900 2.482 789 1.723 Untuk kebutuhan listrik di daerah pedesaan dalam Repelita V akan dibangun PLTM tersebar dengan kapasitas total sebesar 24,47 MW dan PLTD tersebar dengan kapasitas total sebe- sar 50 MW, JTM sepanjang 27.274 kms, JTR sepanjang 33.315 kms, dan gardu distribusi dengan kapasitas 1.081 MVA. Dengan pembangunan itu jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik akan menjadi sebanyak 11.600 buah dan pelanggan yang terlayani sebanyak 2.543.335 pelanggan. Di samping hal-hal tersebut di atas, dalam Repelita V juga dilakukan program survai dan studi sumber daya energi untuk pembangkitan tenaga listrik. Pelaksanaan survai sumber daya energi meliputi beberapa kegiatan seperti eksplorasi, penyelidikan mengenai topografi dan geologi, iklim, hidrogeologi, sosial-ekonomi, dampak lingkungan dan lain sebagainya. Di samping itu juga dilakukan persiapan saran, serta inventarisasi dan evaluasi atas sumber daya energi yang tersedia. Selain itu juga akan diinventarisasi dan dievaluasi efisiensi pembangkit tenaga listrik untuk dapat ditingkatkan. Dalam rangka survai mengenai tenaga air dilakukan pengumpulan data, pemasangan stasiun meteohidrologi seperti pos duga air dan curah hujan di sebanyak 50 lokasi, pemetaan di 5 daerah, studi pejajagan wilayah di 5 daerah, penilaian kem- bali atas hasil studi potensi tenaga air di seluruh Indonesia yang dilakukan pada tahun 1983, prastudi kelayakan di sebanyak 51 lokasi dan studi kelayakan di sebanyak 25 lokasi. Dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas bumi akan dilakukan studi kelayakan di 2 lokasi. Dalam Repelita V kapasitas PLTA Asahan direncanakan untuk ditingkatkan dengan sebesar 180 MW. Tambahan daya ini diperlukan untuk meningkatkan produksi aluminium dari 180.000 ton per tahun menjadi 225.000 ton per tahun. 185 Partisipasi dari pihak swasta dan koperasi dalam pemenuh- an kebutuhan tenaga listrik pada tahun pertama Repelita V diperkirakan sebesar 21.445.800 MWh dan pada tahun terakhir Repelita V sebesar 17.905.200 MWh. Penurunan ini terjadi ka- rena sebagian pemakai listrik yang semula menggunakan hasil pembangkit tenaga listrik sendiri (captive power) akan mempergunakan tenaga listrik dari jaringan yang ada. Dengan adanya partisipasi swasta dan koperasi, maka penyediaan listrik nasional yang pada awal Repelita V diperki-rakan akan mencapai 44.143.200 MWh akan meningkat menjadi 56.756.200 MWh pada akhir Repelita V. Di dalam Repelita V Koperasi merencanakan penyediaan dan penyaluran tenaga listrik untuk 1.115 desa yang tersebar di seluruh Indonesia. Upaya meningkatkan efisiensi pengusahaan listrik dalam Repelita V akan dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan pemeliharaan sarana penyediaan. tenaga listrik secara lebih teratur, memperkecil susut tenaga listrik dan meningkatkan faktor beban. Di samping itu juga akan diusahakan untuk lebih mengarahkan penyediaan tenaga listrik kepada kegiatan produk- tif dan untuk mengusahakan penjualan tenaga listrik di luar beban puncak. Usaha peningkatan keandalan dan mutu penyaluran tenaga listrik, antara lain diusahakan dengan meningkatkan pengoperasian pusat pengatur beban, pusat pengatur beban wilayah dan pusat pengendali distribusi. Selain itu juga diusahakan untuk mengurangi penyimpangan frekuensi dan memperkecil penyimpangan tegangan. Sedangkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dilakukan antara lain dengan mengurangi jumlah dan lama gangguan, mencegah kecelakaan karena listrik dan mencegah penyimpangan pembacaan meter. 186 Penguasaan teknologi tenaga listrik melalui peningkatan alih teknologi dilakukan dengan melaksanakan program peneli- tian dan pengembangan sistem kelistrikan berikut mesin dan peralatannya, program pendidikan dan latihan tenaga kerja, termasuk tenaga kerja usaha kelistrikan dan koperasi, serta pembinaan industri peralatan listrik melalui bimbingan teknis, pembakuan sistem peralatan listrik, serta pengawasan dan pengendalian mutu produksi peralatan listrik. 187 TABEL 12 - 14 PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KELIMA, 1989/90 - 1993/94 (dalam milyar rupiah). PERTAMBANGAN DAN ENERGI No. Kode . SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM 1989/90 (Anggaran Pembangunan) 03 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 03.1 Sub Sektor Pertambangan 181,3 1.160,0 03.1.01 Program Pengembangan Pertambangan 98,3 678,3 03.1.02 Program Pengembangan Geologi 83,0 481,7 03.2 Sub Sektor Energi 1.433,4 10.033,9 03.2.01 Program Pengembangan Tenaga L i s t r i k 1.088,6 8.348,1 03.2.02 Program Pengembangan Tenaga Gas dan Energi Lainnya 188 1.614,7 1989/90-1993/94 (Anggaran Pembangunan) 344,8 11.193.9 1.1,85,8