BAB 4 KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN BAB 4 KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN I. PENDAHULUAN Kebijaksanaan moneter bersama-sama dengan kebijaksanaan keuangan negara dan neraca pembayaran merupakan tiga aspek kebijaksanaan ekonomi makro yang erat berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Secara bersama ketiganya harus diusahakan agar serasi, yang satu menunjang yang lain dan secara bersama mengusahakan tercapainya sasaran-sasaran Repelita IV, terutama dalam mewujudkan ketiga unsur dari Trilogi Pembangunan. Oleh karena itu, sasaran-sasaran tersebut juga merupakan sasaran yang diusahakan tercapainya dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter untuk Repelita IV. Dengan bekal sistem moneter termasuk lembaga-lembaga keuangan yang telah diciptakan dalam Repelita-repelita terdahulu, kebijaksanaan moneter dan perkreditan merupakan sarana untuk pembentukan tabungan masyarakat dan pengarahan penggunaannya untuk pembangunan. Bersama-sama dengan tabungan Pemerintah serta penyisihan keuntungan perusahaan dan bentuk-bentuk tabungan lain, tabungan masyarakat lewat lembaga-lembaga keuangan merupakan dana-dana yang terkumpul dari dalam negeri. Dan semua ini bersama dengan dana yang berasal dari luar negeri, lewat penanaman modal langsung, bantuan dan pinjaman, merupakan keseluruhan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan investasi dalam pembangunan nasional. Kebijaksanaan anggaran negara sangat menentukan dalam penciptaan tabungan Pemerintah serta penyalurannya dalam ke- 187 giatan-kegiatan yang diprioritaskan, sedang kebijaksanaan moneter dan perkreditan sangat menentukan dalam hal yang sama untuk sektor swasta. Karena perkembangan yang tidak secerah Repelita III dalam sektor penerimaan pemerintah, maka sektor swasta harus berkembang lebih pesat untuk melengkapi kegiatan pemupukan dana tersebut. Dalam hubungan dengan pola pembangunan jangka panjang, Repelita IV menduduki tempat yang khusus, karena diharapkan dalam Repelita IV tercipta kerangka landasan bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus, untuk kemudian dimantapkan landasan tersebut dalam Repelita V, sehingga dalam Repelita VI bangsa Indonesia sudah benarbenar dapat tinggal landas untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Berhubung dengan itu peranan yang makin meningkat dari sektor swasta tersebut lebih diperlukan lagi. Dalam hubungan ini kebijaksanaan moneter dan perkreditan akan diarahkan sehingga mampu menunjang terciptanya suasana yang mendorong peningkatan kegiatan masyarakat untuk mencapai sasaran-sasaran di atas. Dalam kebijaksanaan moneter-perbankan 1 Juni 1983 dasar pendekatan untuk mendorong kegiatan masyarakat ini telah diletakkan. Perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya didorong untuk meningkatkan fungsinya dalam perantaraan keuangan, dengan lebih memberikan tanggungjawab kepada mereka dalam melaksanakan fungsi tersebut. Baik dalam pengumpulan diberi tabungan tanggungjawab maupun yang dalam lebih penyalurannya, besar untuk perbankan menentukannya, dengan beberapa pengecualian. Pola kebijaksanaan yang telah diterapkan pada perbankan merupakan dasar bagi kebijaksanaan dalam Repelita IV, sehingga 188 moneter dan perkreditan bersama-sama dengan kebijaksana- an anggaran dan neraca pembayaran dapat menunjang tercapainya sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. II. PERKEMBANGAN SELAMA REPELITA III Kebijaksanaan di bidang moneter dan Repelita meningkatkan III adalah melanjutkan dan perkreditan selama serta me- nyempurnakan apa yang telah dilakukan di dalam Repelita II, yaitu meliputi usaha peningkatan pemupukan tabungan masyarakat, pengarahan pemberian kredit untuk menunjang pengembangan dunia usaha, terutama usaha golongan ekonomi lemah, serta lebih menyempurnakan lembaga-lembaga dan keuangan meningkatkan dalam efisiensi mencapai dan sistem peranan kelembagaan yang lebih sehat dan lengkap. Di dalam usaha peningkatan pemupukan tabungan masyarakat tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh adalah mendorong kebiasaan menabung berjangka di kalangan pada Bank-bank masyarakat dalam bentuk deposito Pemerintah, Tabanas/Taska, Sertifi- kat deposito, serta pembelian surat obligasi dan saham. Jumlah deposito Rp.707,9 berjangka milyar dalam yang dalam tahun perkembangannya 1978/79 mencapai telah mencapai Rp.2.205,8 milyar pada bulan Desember 1983. Selama lebih dari empat tahun dalam Repelita III suku bunga deposito berjangka tidak mengalami perubahan yaitu berkisar antara 6% - 15% setahun. Pada 1 Juni 1983 Pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan baru, antara lain memberi tanggung jawab yang lebih besar kepada Bank-bank Pemerintah untuk menetapkan suku bunga deposito berjangka tersebut. Di samping itu berlaku pula ketentuan tentang penghapusan pajak atas bunga, dividen dan royalty (PBDR) bagi deposito valuta asing di bank-bank. 189 Dalam hal Tabanas, Pemerintah mengeluarkan ketentuan untuk menaikkan batas jumlah saldo tabungan. Dengan demikian suku bunga Tabanas tetap 15% setahun untuk saldo tabungan sampai dengan Rp. 1.000.000,- dan 12% setahun untuk saldo tabungan diatas Rp. 1.000.000,-. Ketentuan tersebut dimak- sudkan untuk merangsang penabung-penabung kecil, seperti pelajar, pegawai dan lain-lain untuk menyimpan uang mereka di bank. Ketentuan tentang Taska tidak mengalami perubahan yaitu Taska yang di angsur penuh 1 tahun dikenakan bunga 9% setahun, dan Taska yang di tarik sebelum jatuh waktu, berlaku suku bunga 6% setahun. Jumlah Tabanas/Taska yang dalam tahun 1978/79 adalah sebesar Rp. 200,1 milyar 7.606.678, telah meningkat menjadi dengan jumlah Rp. 516,4 penabung milyar dengan 10.850.334 penabung pada akhir Desember 1983. Kebijaksanaan perkreditan dalam Repelita III meliputi langkah-langkah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah, mendorong perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, serta menjaga kestabilan moneter. Usaha ekonomi untuk lemah meningkatkan dilakukan kemampuan melalui berusaha penyediaan golongan kredit dalam bentuk Kredit Investasi Kecil (KIK)/Kredit. Modal Kerja Permanen. (RMKP), Kredit Mini, Kredit Midi, Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Bimas dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Selama pelaksanaan 5 tahun Repelita III persyaratan kredit-kredit untuk golongan ekonomi lemah tersebut senantiasa diperingan dan di sempurnakan. Program kredit 190 lainnya adalah program perkreditan atas dasar kelayakan usaha, dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek atau kegiatan yang dibiayai dengan APBN, dikenal sebagai pinjaman menurut Keppres 14A. Selanjutnya program kredit pemilikan rumah (KPR) diadakan oleh Pemerintah dengan maksud untuk membantu golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk dapat memiliki rumah. Secara keseluruhan jumlah kredit-kredit yang diperuntukkan bagi golongan ekonomi lemah selama Repelita III senantiasa meningkat sehingga menjadi Rp. 3.063 milyar pada akhir Desember 1983. Selain kredit yang disediakan untuk golongan pengusaha ekonomi lemah, kebijaksanaan lainnya yang terpenting adalah program perkreditan dalam rangka mendorong ekspor non migas dan impor bahan baku, penolong, suku cadang dan barang modal tertentu. Langkah-langkah kebijaksanaan di bidang kredit investasi selama Repelita III adalah dengan mengadakan penyederhanaan tatacara pemberian kredit, memberikan keringanan persyaratan kredit terutama kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, meningkatkan jumlah maksimum kredit serta memberikan kemudahankemudahan lainnya dalam rangka meningkatkan kegiatan usaha nasabah yang sedang menikmati fasilitas kredit investasi. Pemberian kredit investasi telah dimanfaatkan antara lain untuk membiayai proyek pertambangan, perindustrian, perhubungan dan jasa-jasa, pembangunan/pemugaran pasar Inpres, pembangunan gedung serta pembelian peralatan akademis dari perguruan tinggi swasta dan pembelian kendaraan bermotor roda dua oleh guru-guru. Kebijaksanaan perkreditan selama Repelita III senantiasa 191 berkaitan dengan usaha pengendalian perkembangan moneter yang dilakukan melalui penetapan pagu kredit perbankan. Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan 1 Juni 1983 penetapan pagu kredit untuk semua bank ditiadakan. Selanjutnya Pemerintah memberikan tanggungjawab yang lebih besar kepada bank-bank Pemerintah untuk menetapkan suku bunga kredit, dengan beberapa pengecualian antara lain untuk Kredit Mini dan Midi, KIK/KMKP, Kredit Bimas, kredit Investasi sampai Rp. 75 juta, kredit pencetakan sawah, kredit perkebunan inti rakyat (PIR), peremajaan-rehabilitasi dan perluasan tanaman ekspor (PRPTE), kredit perkebunan swasta nasional, kredit pemilikan rumah, kredit mahasiswa, kredit untuk produksi, impor, penyaluran pupuk dan obat hama untuk Bimas, dan kredit ekspor. Ditiadakannya pagu kredit dan diberikannya tanggungjawab dalam menentukan suku bunga kredit, memungkinkan bank-bank Pemerintah untuk meningkatkan kreditnya dalam pembiayaan dunia usaha. Sampai akhir Desember 1983, jumlah seluruh kredit perbankan mencapai Rp. 15.324 milyar. Selama Repelita III telah dilaksanakan pengembangan sektor perbankan, baik yang menyangkut aspek kelembagaannya maupun kegiatan usahanya. Kebijaksanaan tersebut meliputi usaha untuk menyempurnakan Pemerintah, mendorong administrasi dan organisasi bank-bank peranan bank-bank Pemerintah untuk me- lakukan penyertaan modal kepada perusahaan-perusahaan pribumi, meningkatkan bantuan teknis dan keuangan kepada bank-bank pembangunan daerah, dan meningkatkan peranan bank umum swasta nasional serta perluasan pelayanannya di daerah-daerah. Lembaga keuangan bukan bank (LKBB) mempunyai peranan penting dalam menunjang pengerahan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana-dana tersebut bagi kegiatan yang produktif. 192 Pengembangan usaha LKBB juga dilakukan melalui pembinaan kelembagaan serta kegiatan usahanya. Kegiatan usaha LKBB pada dasarnya bersifat memperluas ruang lingkup penyertaan modal dalam perusahaan, serta perdagangan surat-surat berharga dipasar modal. Kepada LKBB telah banyak diberi kesempatan untuk dapat menjadi trustee dan atau penanggung atas penerbitan obligasi. Selain dari LKBB tersebut di atas, terdapat pula jenis LKBB lain yang khusus diperuntukkan bagi pengembangan usaha golongan ekonomi lemah, yaitu PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK). Kegiatan usaha PT Askrindo telah diperluas yaitu selain menjamin kredit yang diberikan bank kepada pengusaha ekonomi lemah juga menjamin pertanggungan atas kredit ekspor dan asuransi ekspor. Sedangkan PT. Bahana tugasnya tidak kalah penting yaitu memberikan bantuan manajemen kepada perusahaan kecil, di samping menyediakan kredit penjembatanan. Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) didirikan Pemerintah dengan tujuan utama untuk memberikan jaminan atas kredit yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia kepada kopera- si-koperasi. Pada akhir Desember 1982 LJKK di bubarkan untuk kemudian di rubah dan diperluas usahanya menjadi Perum Pengembangan Keuangan Koperasi. Dalam Repelita III sampai akhir Maret 1983 nilai pertanggungan kepada koperasi yang diberikan LJKK/Perum PKK meliputi Rp. 127,7 milyar. Bidang perasuransian telah mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan selama Repelita III. Perkembangan ini karena didorong terutama oleh semakin mantapnya keadaan perekonomian kita, serta semakin meningkatnya minat masyarakat 193 untuk menggunakan jasa-jasa perusahaan asuransi. Kebijaksanaan Pemerintah untuk meningkatkan peranan sektor asuransi dilaksanakan dengan mengarahkan kegiatan usaha perasuransian pada pola pengusahaan yang sehat, meningkatkan permodalan perusahaan asuransi, serta meningkatkan pengawasan agar kepentingan masyarakat tertanggung dapat dilindungi semaksimal mungkin. Hingga akhir Desember 1982 jumlah perusahaan asuransi meliputi 13 perusahaan asuransi jiwa, 5 perusahaan asuransi sosial dan 65 perusahaan asuransi kerugian. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut di atas, maka jumlah dana investasi perusahaan-perusahaan asuransi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam periode yang sama dana investasi perusahaan asuransi berjumlah sebesar Rp. 669,5 milyar, atau mengalami peningkatan hampir 200% dibandingkan dengan keadaannya pada akhir tahun Repelita II. Pengembangan kegiatan pasar modal di Indonesia pada dasarnya adalah untuk mempercepat proses pemerataan dalam pemilikan saham perusahaan-perusahaan, pemerataan pendapatan, dan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana bagi tujuan yang produktif. Perkembangan pasar modal dalam Repelita III telah menunjukkan peningkatan yang pesat, baik dilihat dari jumlah perusahaan-perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal, jenis saham yang diperjual belikan, maupun transaksi yang terjadi di bursa efek. Sampai akhir Desember 1983 terdapat 26 perusahaan/ badan usaha yang mengadakan emisi saham dan obligasi. Dari jumlah tersebut 23 perusahaan telah dapat memasyarakatkan 57 juta saham dengan nilai sebesar Rp. 134,5 milyar, 194 dan 3 badan usaha telah menerbitkan obligasi dengan nilai emisi Rp. 114,7 milyar. Pembangunan yang semakin meningkat menuntut pula terciptanya pemantapan tingkat harga dan kestabilan ekonomi pada umumnya. Alat pengukur perkembangan tingkat harga (laju inflasi), selama Repelita III adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) yang merupakan gabungan dari IHK 17 kota dan mencakup barang dan jasa sekitar 115 - 150 jenis. Laju inflasi selama Repelita III cukup terkendali yaitu 19,13%, 15,85%, 9,80%, 8,40%, dan 7,33% masing-masing untuk tahun 1979/80, 1980/81, 1981/82, 1982/83 dan 1983/84 (sampai Desember 1983). Selama periode 5 tahun tersebut perkembangan harga telah dipengaruhi oleh berbagai kebijaksanaan Pemerintah seperti kebijaksanaan evaluasi rupiah, serta beberapa kali peningkatan harga pen-jualan BBM di dalam negeri. III. SASARAN KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN DI DALAM REPELITA IV Kebijaksanaan moneter dan perkreditan di dalam Repelita IV dilaksanakan sasaran-sasaran dengan sasaran pembangunan untuk nasional menunjang yang secara tercapainya umum telah digariskan, serta berbagai sasaran di dalam bidang moneter, perkreditan dan lembaga keuangan sendiri. Kedua kelompok sasaran ini saling kait mengkait, yang satu berhubungan dengan yang lain dan tercapainya sasaran yang satu akan menunjang yang lain. Meskipun penekanannya mungkin berbeda, pada dasarnya kebijaksanaan moneter dan perkreditan dalam Repelita IV merupakan penerusan, peningkatan dan penyempurnaan langkah- langkah kebijaksanaan yang telah dilaksanakan dalam Repelita III. 195 Dengan pendekatan yang lebih bersifat tidak langsung, sesuai dengan jiwa dari kebijaksanaan 1 Juni 1983, kebijaksanaan moneter dan perkreditan selama Repelita IV mempunyai sasaran-sasaran pokok sebagai berikut : 1) melanjutkan usaha pemerataan pembangunan dengan meningkatkan jumlah kredit yang berprioritas tinggi, terutama yang menunjang kegiatan golongan ekonomi lemah, mendorong perluasan kesempatan kerja, serta menunjang produksi barang-barang ekspor, 2) meningkatkan usaha mobilisasi tabungan masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan bank dan bukan bank termasuk pasar modal, 3) memelihara dan meningkatkan kestabilan ekonomi, khususnya harga-harga barang-barang dan jasa-jasa yang mempengaruhi kegiatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, 4) melanjutkan usaha peningkatan efisiensi, perbaikan manajemen dan administrasi lembaga-lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, serta pasar modal, agar lembaga-lembaga keuangan tersebut lebih efektif di dalam mobilisasi dana-dana masyarakat serta menyalurkannya pada kegiatan-kegiatan pembangunan. Sasaran-sasaran di atas saling berhubungan dan melengkapi antara yang satu dengan yang lain. Karena itu harus selalu diusahakan serasinya usaha untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, tanpa ada yang dikorbankan. Dalam sektor Pemerintah upaya untuk meningkatkan tabungan dilaksanakan dengan pembaharuan peraturan dan perbaikan aparat perpajakan. Dalam peningkatan tabungan masyarakat, ke196 bijaksanaan moneter diusahakan untuk menunjang lembaga keuangan agar lebih efektif memobilisasikan dana-dana masyarakat. Semua ini diperlukan untuk terciptanya landasan yang tangguh bagi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan atas kemampuan sendiri serta secara terus-menerus dan berkesinambungan. Dengan perkataan lain, suatu landasan pembangunan nasional yang nantinya memungkinkan terlaksananya tinggal landas. 1. Pemerataan Pembangunan Salah satu usaha untuk menunjang pemerataan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan berusaha bagi golongan ekonomi lemah. Dalam hubungan ini kebijaksanaan moneter di dalam Repelita IV diarahkan untuk memberi penunjangan berupa penyediaan kredit dalam jumlah yang memadai dan dengan persyaratan yang ringan kepada para petani, pengusaha ekonomi lemah dan pedagang kecil. Bantuan kredit tersebut meliputi Kredit Bimas, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Mini/Midi, Kredit Candak Kulak (KCK), serta kredit kelayakan lainnya. Selain bantuan kredit, bantuan pendidikan dan manajemen untuk pengusaha kecil yang diberikan lewat PT. Bahana juga akan dilanjutkan. Dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha, maka usaha penyebaran fasilitas perkreditan ke daerah-daerah perlu se- nantiasa ditingkatkan terutama untuk lebih mengembangkan laju pertumbuhan dan perkembangan antar daerah. Sangat erat kaitannya dengan hal di atas adalah bahwa kebijaksanaan moneter diarahkan pula untuk menunjang dan memberi prioritas kepada usaha-usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Dengan cara ini serta dengan melaksanakan tindakan untuk mengendalikan peningkatan harga-harga, kebijaksanaan mo197 neter memberikan penunjangan pada usaha pemerataan kegiatan dan pembagian hasil pembangunan, serta stabilisasi perekonomian. 2. Mobilisasi Tabungan Masyarakat Keadaan ekonomi dunia yang selama beberapa tahun ter- akhir mengalami resesi telah berakibat menurunnya penerimaan negara dari sektor minyak, baik dalam bentuk devisa maupun penerimaan anggaran. Yang terakhir ini berarti menurunnya peranan minyak dalam pembentukan tabungan Pemerintah. Dalam sektor anggaran negara hal ini dihadapi dengan kebijaksanaan fiskal untuk meningkatkan penerimaan pajak non minyak dan gas alam. Akan tetapi di samping itu upaya lain harus dilaksanakan, terutama melalui peningkatan pembentukan tabungan masyarakat. Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan tabungan masyarakat, maka dalam Repelita IV kebijaksanaan moneter akan lebih baik diintensifkan lewat untuk perbankan, mobilisasi lembaga-lembaga tabungan keuangan masyarakat, bukan bank, maupun pasar modal. Suku bunga yang menarik bagi mobilisasi tabungan, perbaikan dalam kelembagaan keuangan, dan kestabilan moneter, akan terus diusahakan untuk mendorong peningkatan tabungan masyarakat. Selain tabungan masyarakat dalam bentuk deposito, kebijaksanaan moneter juga dilaksanakan untuk memperbesar tabungan masyarakat dalam bentuk yang lain, seperti dana obligasi, dana asuransi, dana pensiun, dan dana penyertaan modal pada perusahaan yang dikerahkan melalui lembagalembaga keuangan bukan bank, termasuk pasar modal. 3. Stabilisasi Kestabilan moneter serta kestabilan ekonomi pada umumnya 198 sangat kegiatan diperlukan untuk menciptakan produksi serta sarana suasana untuk yang mendorong pelaksanaan kegiatan produksi, seperti tersedianya dana yang cukup untuk pembiayaan investasi. Di samping itu, sebagaimana dikemukakan di atas, kestabilan harga-harga juga mengurangi ketimpangan dalam pembagian pendapatan yang pada hakekatnya menunjang usaha pemerataan. Kebijaksanaan moneter dalam Repelita IV akan diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kestabilan harga-harga. Untuk ini kebijaksanaan moneter akan mengusahakan terciptanya keseimbangan antara jumlah uang beredar dengan yang diperlukan, sesuai dengan jumlah barang dan jasa di dalam perekonomian masyarakat. Dengan demikian, kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mendorong peningkatan produksi barang dan jasa, dan bersamaan dengan itu mengendalikan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat terkendali dengan baik. Dalam huhungan ini kebijaksanaan moneter akan diusahakan agar laju inflasi rata-rata per tahun selama Repelita IV berkisar sekitar delapan persen (8%). Dengan laju inflasi yang terkendali, maka nilai rupiah akan mantap, ketenangan berusaha akan terjamin, demikian pula peningkatan tabungan masyarakat. 4. Peningkatan Peranan Lembaga-lembaga Keuangan. Lembaga-lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank merupakan sarana bagi pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan perkreditan. Karena itu berhasil tidaknya kebijaksanaan moneter juga ditentukan oleh jenis, mutu dan efisiensi kerja lembaga-lembaga keuangan tersebut. Sesuai dengan kebijaksanaan untuk meningkatkan peranan masyarakat dalam pembentukan tabungan serta penanaman modal 199 dalam rangka kegiatan pembangunan nasional, maka dalam Repelita IV sasaran meningkatkan dari kebijaksanaan efisiensi lembaga-lembaga kerja moneter serta keuangan juga diarahkan menyempurnakan agar lebih efektif untuk organisasi menjalan- kan fungsi perantara keuangan, untuk mobilisasi dan penyaluran dana-dana masyarakat, baik di kota-kota maupun daerah pedesaan diseluruh wilayah tanah air. IV. POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN MONETER DAN PERKREDITAN DALAM REPELITA IV 1. Kebijaksanaan Umum Kebijaksanaan pengendalian uang beredar yang dilaksana- kan sejak April 1974 sampai Mei 1983 dilakukan dengan sistem penetapan pagu kredit perbankan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan harga. Guna perkembangan memberikan ekonomi dan tanggungjawab tingkat kepada perkembangan perbankan dalam mengerahkan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali dengan seefisien mungkin, Pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983. Dengan kebijaksanaan tersebut bankbank memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dalam menentukan tingkat bunga tabungan dan tingkat bunga pinjaman, dengan beberapa pengecualian. Di dalam Repelita IV pengendalian uang beredar akan lebih ditekankan pada penggunaan peralatan yang tidak langsung seperti penentuan cadangan wajib, operasi pasar terbuka, pengaturan suku bunga dan kebijaksanaan diskonto ulang. Dalam hal ini kebijaksanaan moneter akan dilaksanakan dengan disesuaikan menetapkan dengan sasaran sasaran jumlah pertambahan uang uang beredar memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. 200 primer yang setelah Dengan sasaran uang primer tersebut pengendalian moneter dapat dilaksanakan lewat pengendalian atas faktor-faktor yang menyebabkan perubahan uang primer. Dalam hubungan ini dana perkreditan perbankan akan diutamakan kepada dana yang berasal dari tabungan masyarakat. Dengan demikian Bank Indonesia akan lebih meningkatkan peranannya sebagai "lender of the last resort". Untuk tujuan tersebut, alat pengendalian perkembangan moneter yang tidak langsung seperti tersebut di atas akan dipergunakan. Dalam hal operasi pasar terbuka, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat memberikan kepada Bank Indonesia perbankan (SBI) suatu dengan sarana tujuan penanaman untuk jangka pendek dari dana yang belum sempat disalurkan dalam bentuk kredit dan dengan demikian dapat mengendalikan perkembangan moneter melalui perkembangan likuiditas perbankan. Selanjutnya, untuk dapat menjamin likuiditas yang cukup bagi perbankan maka sebagai pelengkap dari "call money" antar bank disediakan fasilitas "discount window" oleh Bank Sentral. Fasilitas "discount window" ini disediakan dalam rangka mengembangkan dan menstabilkan pasar uang serta memberikan fasilitas bagi bank-bank untuk memperlancar pengaturan dana-dana sehari-hari, serta memudahkan bank-bank dalam menanggulangi kesulitan apabila rencana penarikan dana tidak sesuai dengan rencana pemberian kredit jangka panjang. Pada dasarnya semua kebijaksanaan dan peraturan di bidang moneter dan perkreditan selama Repelita IV akan diusahakan untuk lebih menumbuhkan iklim yang sehat dan kepastian bagi dunia usaha dan masyarakat umum agar lebih memberikan dorongan bagi peningkatan peranan mereka dalam pembangunan nasional. 201 2. Kebijaksanaan Mobilisasi Tabungan Kebutuhan dana untuk membiayai penanaman modal yang di- perlukan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional yang makin meningkat, serta kecenderungan peranan penerimaan dari minyak yang akan menurun menuntut pengumpulan dana dari dalam negeri yang makin meningkat, baik dari sektor anggaran maupun terutama dari masyarakat luas. Menghadapi keadaan di atas, kebijaksanaan moneter yang akan dilaksanakan adalah memperluas dan menyempurnakan kebijaksanaan untuk mendorong tabungan masyarakat dalam berbagai bentuknya, seperti deposito berjangka, Tabanas/Taska, sertifikat deposito, serta dalam bentuk-bentuk lain, seperti saham, obligasi dan polis asuransi. Kebijaksanaan moneter dalam hal ini akan ditekankan pada peningkatan daya tarik dari masing-masing bentuk pemupukan tabungan yang telah terbukti keberhasilannya di dalam Repelita III, serta penggunaan instrumen keuangan lain yang menarik pemupukan tabungan. Semua ini dalam rangka peningkatan peranan tabungan masyarakat untuk membiayai kegiatan pembangunan. Usaha untuk meningkatkan kegiatan mobilisasi tabungan masyarakat akan menyangkut pula perluasan dan penyebaran kegiatan lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, ke daerah-daerah, khususnya pedesaan, agar dapat menjangkau para. penabung 3. kecil yang tersebar luas diseluruh wilayah tanah air. Kebijaksanaan Suku Bunga dan Perkreditan Kebijaksanaan suku bunga dalam Repelita IV akan lebih ditekankan pada dorongan untuk meningkatkan tabungan masyarakat dalam berbagai bentuknya, serta secara tidak langsung 202 penggunaan tabungan masyarakat untuk membiayai kegiatan penanaman modal yang sesuai dengan sasaran pembangunan nasional. Kebijaksanaan moneter dalam hubungan ini adalah dengan memberikan tanggungjawab kepada perbankan untuk menentukan sendiri tingkat suku bunga deposito dan pinjaman, kecuali dalam hal kredit berprioritas tinggi. Selain kebijaksanaan dalam bentuk memberikan tanggungjawab kepada perbankan menentukan suku bunga deposito dan kredit, dalam Repelita IV kebijaksanaan perkreditan tidak lagi didasarkan atas penentuan pagu kredit, dan dengan demikian bank dapat memberikan kredit kepada para nasabah menurut kemampuan diberi dan pertimbangannya tanggungjawab untuk sendiri. Dengan menentukan demikian, sendiri suku bank bunga serta jumlah kredit yang diberikan, tanpa ada pengendalian langsung dari Bank Indonesia. Kebijaksanaan tersebut berlaku untuk kebanyakan jenis kredit, kecuali KIK/KMKP, Kredit Bimas, Kredit Mini/Midi, KCK dan berbagai kredit lain. Kreditkredit tersebut tetap dikendalikan dan diarahkan oleh Bank Indonesia. Kebijaksanaan kredit investasi akan tetap diarahkan untuk membiayai kegiatan produktif yang banyak menyerap tenaga kerja serta kegiatan pengusaha golongan ekonomi lemah. Dalam kaitan ini berbagai langkah dan kebijaksanaan akan terus dikembangkan selama Repelita IV agar kredit investasi semakin banyak dimanfaatkan oleh golongan ekonomi lemah dalam kegiatan produktif yang banyak menyerap tenaga kerja. Langkah-langkah dan kebijaksanaan ini meliputi perluasan jaringan lembaga keuangan keseluruh wilayah, termasuk ke daerah pedesaan yang padat penduduk, daerah transmigrasi, dan daerah 203 perkotaan. Perluasan jaringan lembaga keuangan ini diharapkan untuk mendorong sektor informal peran di serta dalam berbagai kegiatan unsur yang pembangunan. tergolong Peningkatan dan perluasan penyediaan fasilitas perkreditan untuk daerah pedesaan, terutama akan dilaksanakan bagi kegiatan usaha kecil yang layak untuk lebih dikembangkan, seperti usaha pengrajin, pedagang, petani dan pengusaha kecil lainnya di pedesaan. Perkreditan tersebut lebih bersifat umum, melayani kebutuhan pembiayaan investasi dan penyediaan modal kerja. Kegiatan yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai lembaga keuangan pedesaan akan lebih ditingkatkan dan disempurnakan sehingga perkreditan tersebut benar-benar mencapai sasaran yang telah ditentukan, baik mengenai jenis kegiatan usaha yang dibiayai maupun mengenai golongan yang menerima fasilitas kredit tersebut. 4. Program Bantuan Kredit dan lain-lain Bantuan Keuangan bagi Golongan Ekonomi Lemah. Pada dasarnya kebijaksanaan perkreditan dilaksanakan dengan memberi kebebasan kepada perbankan untuk menentukan jumlah kredit dan suku bunganya. Akan tetapi dalam rangka bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah kebijaksanaan perkreditan yang menunjang pelaksanaan program tersebut masih akan dilanjutkan dan ditingkatkan, dalam bentuk program KIK/ KMKP, kredit Bimas, kredit Mini/Midi, KCK, kredit Investasi sampai Rp. 75 juta dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam Repelita IV akan juga dilanjutkan dan dikembangkan program kredit pencetakan sawah, kredit perkebunan, kredit mahasiswa, kredit untuk penyaluran pupuk dan obat hama dalam rangka Bimas, kredit ekspor dan kredit koperasi. Semua ini 204 merupakan kredit berprioritas tinggi dengan pengaturan Bank Indonesia dalam hal penentuan suku bunga serta jumlahnya, serta penyediaan fasilitas kredit likuiditas bagi bank pelaksana. Di dalam Repelita IV juga akan dijajagi kemungkinan perluasan penyediaan kredit untuk menunjang perkembangan kegiatan perekonomian pedesaan. V. LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN Berhasil tidaknya kebijaksanaan moneter dan perkreditan, dalam meningkatkan tabungan masyarakat serta menyalurkannya pada kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan sangat tergantung pada lembaga keuangan yang merupakan pelaksana dari kebijaksanaan tersebut. Lembaga-lembaga keuangan meliputi perbankan yang mencakup bank-bank umum, devisa, dan pembangunan, baik bank-bank Pemerintah, swasta nasional maupun asing, bank pembangunan daerah dan sebagainya serta lembaga-lembaga keuangan bukan bank termasuk asuransi, dan pasar modal. Dalam Repelita IV lembaga-lembaga keuangan akan dikembangkan dan diperluas agar pelayanannya dapat menjangkau ke seluruh daerah kabupaten dan kecamatan serta pedesaan. Usaha-usaha di bidang pembinaan lembaga-lembaga keuangan Pemerintah dilakukan dengan memberikan dorongan dan penun- jangan bagi penyempurnaan organisasi dan tata kerja agar perbankan dan lembaga-lembaga keuangan bukan bank dapat melaksanakan fungsi perantaraan keuangan dengan lebih baik. Usahausaha peningkatan pembinaan terhadap bank-bank swasta nasional melalui penggabungan usaha, bantuan modal dan manajemen serta pemberian kesempatan pada bank swasta untuk menjadi cabang bank devisa akan dilanjutkan. Pembinaan terhadap bank 205 pembangunan daerah dan bank-bank sekunder akan terus digiatkan dalam usaha pengembangan golongan pengusaha ekonomi lemah. Demikian pula kegiatan perusahaan pegadaian negara akan diperluas untuk mendorong penyediaan kredit-kredit kepada petani di wilayah pedesaan. Dalam pada itu usaha penyempurnaan dan penyusunan berbagai peraturan perundangan akan terus ditingkatkan. Dalam rangka ini pula sedang disusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perbankan yang akan mengatur tata cara, pengawasan dan pembinaan kegiatan usaha perbankan. Lembaga keuangan khusus bagi pengusaha golongan ekonomi lemah seperti PT. Bahana, PT. Askrindo dan Perum PKK semakin penting dalam rangka menunjang kebijaksanaan Pemerintah. Selain berfungsi menyediakan sarana jaminan atas risiko kemacetan kredit KIK/KMKP, PT. Askrindo juga menjamin pertanggungan atas kredit ekspor dan asuransi ekspor. Di dalam Repelita IV kegiatan lembaga-lembaga keuangan tersebut akan dilanjutkan dan disempurnakan. Program perasuransian yang meliputi asuransi jiwa, asuransi sosial dan asuransi kerugian yang sudah cukup berhasil di dalam Repelita III akan dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita IV. Di bidang asuransi kerugian telah dilakukan usaha-usaha pembinaan dan pengawasan kegiatan perasuransian melalui pemeriksaan langsung terhadap perusahaan asuransi. Selanjutnya telah disusun pula pedoman kebijaksanaan dalam pengelolaan keuangan perusahaan asuransi kerugian tentang solvency margin, cara-cara pengarahan evaluasi investasi, kemampuan cadangan perusahaan teknis, berdasarkan serta perhi- tungan likuiditas yang ketat. Dalam Repelita IV kebijaksanaan di bidang asuransi jiwa dan sosial akan diarahkan kepada usaha untuk lebih memantapkan dasar-dasar bagi pembinaan serta 206 perkembangan yang sehat dan bertanggungjawab. Usaha pengembangan potensi asuransi melalui usaha joint-venture dan pemberian kesempatan pendirian perusahaan asuransi jiwa baru masih tetap akan dilanjutkan. perasuransian sedang Dalam rangka disusun pula pengaturan Rancangan di bidang Undang-Undang (RUU) tentang Perasuransian yang pengatur tata-cara, pengawasan dan pembinaan kegiatan usaha perasuransian. Tugas Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan menyempurnakan kegiatan yang ditempuh dalam Repelita III yaitu meningkatkan pengerahan sumbersumber dana dalam dan luar negeri serta menyalurkannya kepada sektor kegiatan yang produktif, menunjang kegiatan pasar modal, serta memperluas kegiatan jasa seperti jasa konsultasi keuangan, konsultasi penanaman modal, perdagangan dan penerbitan surat-surat berharga dan lain-lain. Dalam Repelita IV diharapkan status pemilikan dari LKBB secara mayoritas harus sudah berada dalam pemilikan warga negara Indonesia. Selain itu diharapkan pula agar proses pengalihan ketrampilan dari warga negara asing ke warga negara Indonesia berlangsung dengan lancar. Mengenai jumlah dari LKBB akan diadakan penelitian lebih lanjut LKBB sehingga untuk diharapkan merumuskan akan pola diperoleh pengembangan gambaran dari mengenai jumlah dan jenis dari LKBB yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Lembaga keuangan yang bergerak di pasar modal terutama berfungsi sebagai perantara dalam perdagangan surat-surat berharga. Usaha untuk meningkatkan peranan sektor swasta dalam investasi dan pembiayaannya menuntut makin meningkatnya kegiatan pasar modal dalam Repelita IV. Dengan berkembangnya 207 kegiatan pasar modal, pembinaan dan penunjangan oleh Pemerintah akan terus dilakukan terhadap lembaga keuangan tersebut. Kebijaksanaan di bidang pasar modal, di samping untuk mendorong meningkatnya jumlah perusahaan yang menjual saham dan obligasi di bursa, juga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilikan surat-surat berharga. Pengembangan pasar modal di Indonesia telah menjadi tekad Pemerintah. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah ditegaskan bahwa kebijaksanaan di bidang pasar modal perlu dilanjutkan dan ditingkatkan serta diarahkan untuk lebih mempercepat pengerahan dana masyarakat dalam rangka menunjang sasaran dan pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilisasi. Menje- lang akhir Repelita III diperkirakan sekitar 28 perusahaan tercatat di bursa dengan nilai emisi seluruhnya kurang lebih Rp. 292,2 milyar. Proyeksi jumlah emisi pada akhir Repelita IV adalah sekitar 90 emisi, di antaranya terdapat sekitar 20 emisi obligasi badan usaha, dengan nilai emisi secara keseluruhan diperkirakan lebih dari satu trilyun rupiah. Lembaga keuangan lainnya adalah badan usaha leasing yang terutama yang bertugas diperlukan dalam pembiayaan perusahaan. Dengan pengadaan barang meningkatnya modal jumlah dan volume kegiatan di bidang leasing, selama ini masih dirasakan kekurang dalam hal ketentuan peraturan leasing seperti aspek perpajakan dan akuntansi. Dalam usaha mengatasi permasalahan ini maka dalam Repelita IV akan terus diadakan penyempurnaan peraturan di bidang leasing. Sangat erat kaitannya dengan pengembangan kegiatan lembaga-lembaga keuangan dalam perekonomian adalah praktek yang 208 sehat dari mereka, tiadanya penyelewengan dan penyalahgunaan alat-alat lalu lintas keuangan, serta kondisi lain yang mempertebal kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut. Sehubungan dengan ini, segala kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan dalam Repelita III dalam rangka peningkatan kepercayaan masyarakat tersebut akan terus disempurnakan dalam Repelita IV. 209