KARAKTERISASI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A LOKAL

advertisement
KARAKTERISASI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A LOKAL
SULAWESI SELATAN DENGAN MARKA
SIMPLE SQUENCE REPEAT (SSR)
Genetic Characterization of Provitamin A Local Corn of South Sulawesi
with Simple Sequence Repeats Markers
Juhriah1, A. Masniawati1, Muhtadin1
1
.Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin
[email protected]
ABSTRACT
The study aims to characterization genetic of local corn Provitamin A of South
Sulawesi based on Simple Sequence Repeats marker was carried out. There are 39 rd
samples from 13 seed sources were analysis with 5rd Simple Sequence Repeats (SSR)
primers, at the Indonesian Cereals Research Institute (ICERI) Molecular Laboratory in
Maros South Sulawesi from September until October 2013. Procedure for extraction,
Polymerase Chain Reaction (PCR) and Electroforesis followed the instruction of
AMBIONET. Similarity and clustering using NTSYST program. The coefficient of
similarity with the Simple Matching Coefficient (SMC), and clustering by Unweighted
Pair Group Aritmathic Analysis (UPGMA). The results of the research showed that
local corn Provitamin A of South Sulawesi have genetic similarity and are closely
related to provit A corn from CIMMYT. Coefficient similarity value from 0,47 to 1,00.
All samples have DNA band located at 118 – 200 base pair (bp) and DNA band
dominant were located at 118-151base pair.
Key word: genetic, corn, provitamin A, South Sulawesi, Simple Sequence Repeats (SSR)
PENDAHULUAN
Penduduk dunia mengalami peningkatan populasi sangat cepat. Menurut
perkiraan, di akhir tahun 2050, populasi dunia akan mengalami peningkatan dua kali
lipat yaitu mendekati 12 milyar yang berarti membutuhkan produk bahan pangan dua
kali lebih banyak dari saat ini. Selain permasalahan pemenuhan kebutuhan pangan,
defisiensi vitamin dan mineral, khususnya vitamin A, juga merupakan permasalahan
dunia yang sangat serius. Sebanyak 50 juta penduduk dunia saat ini mengalami
defisiensi vitamin A yang berakibat pada gangguan penglihatan, serta meningkatkan
angka kematian anak dan wanita hamil (WHO, 2010). Sekitar 250.000 sampai 500.000
1
anak-anak kurang gizi di negara berkembang menjadi buta setiap tahun akibat
kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika, kirakira setengahnya meninggal dan lainnya menjadi buta dalam waktu satu tahun,
( Wikipedia, 2010).
Pusat Penelitian Jagung dan Gandum Internasional (CIMMYT) mengarahkan
penelitian untuk menghasilkan jagung dengan kandungan provitamin A, zat besi, dan
Zink yang tinggi.
Kandungan karotenoid (provitamin A), pada biji jagung sangat bermanfaat untuk
memperbaiki gizi masyarakat karena akan dikonversi menjadi vitamin A. Giuliano dkk
(2008) memanfaatkan variasi genetik dan biokimia alami dalam koleksi plasma nutfah
jagung untuk mengidentifikasi potensi titik kontrol transkripsi yang mempengaruhi
akumulasi karotenoid endosperm, karena kontrol transkripsi memainkan peran besar
dalam karotenogenesis.
Karotenoid adalah kelompok kompleks pigmen isoprenoid yang bernilai gizi
sebagai senyawa provitamin A, warnanya yang bervariasi memberikan nilai tambah
komersial sebagai pewarna dalam makanan ( Matthews dan Wurtzel, 2007).
Endosperm jagung (Zea mays) mengandung karotenoid dengan tingkat yang
bervariasi.
Phytoene synthase
(PSy), sebagai enzim mengendalikan karotenoid
endosperm ( Gallagher, Matthews, Li, dan Wurtzel ,2004;. Wong, Lambert, Wurtzel,
Rocheford, 2004;. Pozniak, Knox, Clarke, dan Clarkel, 2007; Li, Vallabhaneni, dan
Wurtzel
2008a, 2008b). PSy1 berperan dalam karotenoid endosperm biji jagung.
(Gallagher et al, 2004).
Sulawesi Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk
dikembangkan, salah satunya adalah plasma nutfah jagung lokal. Balitsereal Maros
menyimpan 9 nomor aksesi (koleksi) plasma nutfah jagung lokal Sulawesi Selatan yang
mengandung karetenoid yang tinggi dan memiliki gen Phytoene synthase (PSY 1)
seperti yang terdapat pada jagung asal CYMMYT (Juhriah dkk, 2012a, 2012b). Hal ini
berarti plasma nutfah jagung Sulawesi Selatan berpotensi untuk dikembangkan menjadi
sumber genetik untuk perakitan kultivar/varietas jagung provit A. Karakter genetik
merupakan informasi yang penting untuk diketahui sebelum melakukan persilangan
individu yang akan dijadikan tetua.
2
Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui karakter genetik dan hubungan kekerabatan genetik plasma nutfah jagung
Sulawesi Selatan dengan menggunakan marka molekuler Simple Sequence Repeats
(SSRs). Penelitian ini bermanfaat untuk pemuliaan dan pengembangan potensi plasma
nutfah jagung kuning lokal Sulawesi Selatan sebagai jagung provitamin (provit) A.
BAHAN DAN METODE
Penelitian berlangsung dari bulan September sampai Oktober 2013 dilakukan
di laboratorium Biologi Molekuler Balitsereal Maros. Sembilan sumber benih plasma
nutfah jagung lokal Sulawesi Selatan, 2 calon varietas provit A asal CIMMYT dan 2
varietas nasional (tabel 1) yang telah dianalisis kandungan karoten dan deteksi gen
Phytoene Synthase 1 (PSY1) pada penelitian sebelumnya, dikecambahkan dan setelah
berumur 14 hari, sebanyak 3 individu tanaman untuk masing-masing aksesi dilakukan
pemanenan daun untuk analisis di laboratorium. Metode Ekstraksi DNA, proses
Polimerase Chain Reactin (PCR) dan Elektroforesis mengikuti panduan AMBIONET
(2004).
Tabel 1. Daftar nama Plasma Nutfah Jagung Kuning Lokal Sulawesi Selatan,
CIMMYT, Varietas Srikandi kuning 1 dan Lamuru
__________________________________________________________
NO ENTRI
NAMA ENTRI
ASAL
1
Bata pulu kuning
Sinjai Timur Sulawesi Selatan
2
Biralle bakka didi
Takalar Sulawesi Selatan
3
Pulut kuning
Bone Sulawesi Selatan
4
Lokal setempat (Soppeng)
Soppeng Sulawesi Selatan
5
Lokal Toraja (narrang)
Narrang Tator Sulawesi Selatan
6
Lokal kandora
Tator Sulawesi Selatan
7
Lokal bebo
Sangalla Tator Sulawesi Selatan
8
Batara didi
Bungayya Selayar Sulawesi Selatan
9
Batara didi pamatata
Selayar Sulawesi Selatan
10
Kui carotenoid syn
CIMMYT
11
Karotenoid syn 3
CIMMYT
12
Srikandi kuning 1
Varietas Nasional
13
Lamuru
Varietas Nasional
______________________________________________________________________
3
Tabel 2. Lokus dan Sequence Primer SSR
______________________________________________________________________
No Lokus SSR
1
phi109275 (F)
2
phi109275 (R)
3
umc1196 (F)
4
umc1196 (R)
5
phi423796 (F)
6
phi423796 (R)
7
Umc1403 (F)
8
Umc1403 (R)
9
Umc1792 (F )
10
Umc1792 (R)
Bin
no
1.03
Repeat
type
AGCT
Primer Sequence
CGGTTCATGCTAGCTCTGC
GTTGTGGCTGTGGTGGTG
10.07
CACACG
CGTGCTACTACTGCTACAAAGCGA
AGTCGTTCGTGTCTTCCGAAACT
6.01
AGATG
CACTACTCGATCTGAACCACCA
CGCTCTGTGAATTTGCTAGCTC
1.03
GCA
GTACAACGGAGGCATTCTCAAGTT
TGTACATGGTGGTCTTGTTGAGGT
5.08
CGG
CATGGGACAGCAAGAGACACAG
ACCTTCATCACCTGCAACTACGAC
______________________________________________________________________
Tabel 3. Komposisi PCR Mix
___________________________________________________
Larutan Stok
Konsentrasi
Akhir
Volume per
reaksi
5.6
1
0.8
1.0
0.5
0.1
Air ultrapure steril
Buffer PCR 10X
1X
MgCl2 25mM
2.0mM
dNTP 10mM
@ 0.25mM
@Primer Mix (F dan R) 5 uM
@ 0.25uM
0.5 U
Taq DNA Polymerase 5 U/l
Volume reaksi total
10.0 l
_____________________________________________________
Tabel 4. Kondisi PCR
Step
1
2
3
4
5
6
7
Reaksi
Denaturasi awal
Denaturasi
Annealing
Pemanjangan
Pengulangan siklus
Pemanjangan akhir
Penyimpanan
4
Kondisi
940C selama 2 menit
940C selama 30 detik
540C selama 1 menit
720C selama 1 menit
kembali ke step 2, 29 kali
720C selama 5 menit
40C tidak terhingga
Untuk mengetahui ukuran derajat
tanaman jagung
kemiripan genetik antar sampel (individu)
berdasarkan karakter genetiknya (DNA)
dilakukan analisis
berdasarkan koefisien kemiripan (similarity coefficient) dengan menggunakan metode
Simple Matching Coefficient (SMC) dan pengelompokan dengan UPGMA yang
terintegrasi dalam program Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System
versi 2.10 (NTSYS) (Rohlf, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampilan pita DNA dengan menggunakan 5 primer Simple Sequence Repeat
(SSR) pada 39 individu jagung yang berasal dari 13 aksesi (sumber benih) menunjukkan
adanya variasi baik jumlah maupun posisi pita DNA yang terbentuk (gambar 1 sampai
5)
M 1 2 3 4 5 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 M
200
151
140
151
Gambar 1. Penampilan pita DNA 39 individu jagung (13 aksesi) dengan
marker SSR Umc 1792
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 M
200
151
140
118
Gambar 2. Penampilan pita DNA 39 individu jagung (13 aksesi) dengan
marker SSR phi109275
5
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 M
200
151
140
118
Gambar 3. Penampilan pita DNA 39 individu jagung (13 aksesi)
dengan marker SSR Umc1196
M 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
32 33 34 35 36 37 38 39 M
200
151
140
118
Gambar 4. Penampilan pita DNA 39 individu jagung (13 aksesi) dengan
marker SSR phi 423796
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 M
200
151
140
118
Gambar 5. Penampilan pita DNA 37 individu jagung (13 aksesi) dengan
marker SSR umc 1403
6
Gambar 1 sampai 5 menunjukkan pita yang muncul bervariasi dari 0 (tidak
muncul) sampai 4 pita. Pita DNA yang dimiliki oleh hampir seluruh sampel (35 dari 39
sampel) terletak pada posisi lebih kecil dari 140 bp dari primer phi 423796 (gambar 4)
disusul pita yang terletak pada posisi juga lebih kecil dari 140 bp dari primer phi
109275 (gambar 2). Pita DNA lainnya dimiliki/muncul pada sampel dengan jumlah
lebih kecil. Ada 3 pita DNA yang hanya muncul pada satu sampel yaitu salah satu pita
DNA pada primer umc 1793 (hanya dimiliki oleh sampel no 36), salah satu pita DNA
pada primer phi 109275 (hanya muncul pada sampel no 7), salah satu pita DNA pada
primer umc 1196 (hanya muncul pada sampel no 12). Ada 2 sampel yaitu no 16 dan 17
yang belum ada pita DNA yang muncul pada lima primer SSR yang digunakan.
Data berupa pita DNA berdasarkan 5 primer SSR yang digunakan setelah diubah
dalam bentuk data biner (0 dan 1) dan diolah dengan NTSYS diperoleh
Matriks
kesamaan berdasarkan metode Simple Matching Coefficient dengan nilai dari terkecil
0,47 (antara individu no 36 yaitu Srikandi kuning 1 dengan 2 individu jagung lokal
yaitu no 18 dan 20 masing-masing dari aksesi
Tana Toraja.) sedangkan kesamaan
tertinggi yaitu 1 (antara individu no 16 dan 17) Kedua nomor sampel tersebut tidak
memiliki pita pada 5 primer SSR yang digunakan. Keduanya berasal dari Tana Toraja.
Ukuran derajat jarak kemiripan genetik antar individu
berdasarkan karakter DNA ditunujukkan
dalam bentuk
tanaman jagung
pengelompokan yang
digambarkan dalam bentuk dendrogram (Gambar 6). Berdasarkan dendogram tersebut
terlihat bahwa jagung lokal Sulawesi Selatan menyebar dengan pada beberapa
kelompok demikian juga jagung calon varietas Provitamin A asal CIMMYT dan
individu dari 2 varietas Nasional yaitu Srikandi Kuning 1 dan Lamuru.
Dendrogram tersebut menunjukkan bahwa 39 individu sampel jagung yang
berasal dari 13 aksesi belum ada yang membentuk kelompok sendiri sesuai asal
benihnya berdasarkan 5 primer SSR. Enam individu yang merupakan benih 2 calon
varietas jagung provitamin A asal CIMMYT juga tersebar dan cenderung mengelompok
dengan jagung lokal Sulawesi Selatan.
7
Gambar 6. Dendrogram pengelompokan 39 individu jagung Provitamin A berdasarkan
kesamaan pita DNA 5 marker SSR
Kekerabatan dapat diartikan sebagai pola hubungan atau total kesamaan antara
kelompok tumbuhan berdasarkan sifat atau karakter tertentu dari masing-masing
kelompok tumbuhan tersebut (Stuessy, 1990). Dalam pemuliaan tanaman akan diadakan
penggabungan sifat-sifat baik antar spesies sehingga akan didapatkan bibit unggul
(Suranto, 2002). Menurut Sukartini (2007), aksesi-aksesi yang memiliki hubungan
kemiripan jauh adalah aksesi yang baik untuk kegiatan pemuliaan tanaman. Sebaliknya
aksesi-aksesi yang memiliki hubungan kemiripan sangat dekat kurang baik untuk
kegiatan pemuliaan tanaman karena kemungkinan sedikitnya variasi genetik dalam
spesies tersebut. Berdasarkan hal tersebut jagung lokal Sulawesi Selatan dapat
disilangkan dengan jagung asal CIMMYT yang memiliki jarak genetik yang lebih jauh
agar diperoleh individu yang dapat dijadikan tetua untuk menghasilkan calon varietas
jagung provit A. Aksesi asal Sulawesi Selatan juga dapat disilangkan dengan antara
sumber benih tersebut.
8
KESIMPULAN
Karakter genetik jagung provitamin A lokal Sulawesi Selatan berdasarkan 5
primer Simple Sequence Repeat bervariasi dengan posisi pita DNA antara 118-200
base pair (bp) dengan posisi dominan lebih kecil dari 140 bp. Sembilan sumber benih
jagung lokal Sulawesi Selatan, 2 calon varietas jagung provit A asal CIMMYT serta 2
varietas nasional (Srikandi Kuning 1 dan Lamuru) tidak membentuk kelompok sendiri
tetapi menyebar yang menunjukkan bahwa secara genetik beberapa diantaranya banyak
kesamaan dengan jagung lokal Sulawesi Selatan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Universitas
Hasanuddin Makassar yang telah membiayai penelitian Post Doctoral ini melalui Dana
BOPTN tahun anggaran 2013 dengan no kontrak: 110/UN4.42/LK.26/SP-UH/2013
DAFTAR PUSTAKA
AMBIONET (2004). Buku Panduan Laboratorium. Protokol untuk karakterisasi Jagung
secara Genotipik Menggunakan Marka SSR serta Analisis Data. AMBIONET
service Laboratory. Internationale Maize and Wheat Improvement Center
(CIMMYT).c/o IRRI DAPO Box 7777, Metro Manila Philippines.
www.cimmyt.org/ambionet
Gallagher CE, Matthews PD, Li F, Wurtzel ET (2004). Gene duplication in the
carotenoid biosynthetic pathway preceded evolution of the grasses (Poaceae).
Plant Physiol 135: 1776–1783
Giuliano G, Tavazza R, Diretto G, Beyer P, Taylor MA (2008) Metabolic engineering
of carotenoid biosynthesis in plants. Trends Biotechnol 26: 139–145
Juhriah, Baharuddin, Musa, Y., Pabendon, M.B., dan Masniawati (2012a). Deteksi gen
Phytoene Synthase 1 (PSY 1) dan karoten plasma nutfah jagung lokal Sulawesi
Selatan untuk seleksi jagung khusus provitamin A. J. Agrivigor: Vol 11 (2),
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Juhriah, Baharuddin, Musa, Y., Pabendon, M.B., (2012b). Keragaman Fenotipik,
Kandungan Karoten dan Deteksi Gen Phytoene Synthase 1 (PSY1) Plasma Nutfah
Jagung Lokal Sulawesi untuk Seleksi Jagung Provit A. Disertasi. Pascasarjana
Universitas Hasanuddin, Makassar.
9
Li F, Vallabhaneni R, Wurtzel ET (2008a) PSY3, a new member of the phytoene
synthase gene family conserved in the Poaceae and regulator of abiotic-stressinduced root carotenogenesis. Plant Physiol 146: 1333–1345
Li F, Vallabhaneni R, Yu J, Rocheford T, Wurtzel ET (2008b) The maize phytoene
synthase gene family: overlapping roles for carotenogenesis in endosperm,
photomorphogenesis, and thermal stress-tolerance. Plant Physiol 147: 1334–1346
Liu, S., R.G. Cantrell, J.C. McCarty, and J.McD. Stewart. 2000. Simple sequence
repeat-based assessment of genetic diversity in cotton race stock accessions.
Crop Sci. 40:1459-1469.
Matthews PD, Luo R, Wurtzel ET (2003) Maize phytoene desaturase and zetacarotene
desaturase catalyze a poly-Z desaturation pathway: implications for genetic
engineering of carotenoid content among cereal crops. J Exp Bot 54: 2215–2230
Pozniak CJ, Knox RE, Clarke FR, Clarke JM (2007) Identification of QTL and
association of a phytoene synthase gene with endosperm colour in durum wheat.
Theor Appl Genet 114: 525–537
Rohlf, F.J. 1992. NTSYS-pc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System,
Version 2.02. Applied Biostatistic Inc., New York.
Stuessy, T.F. 1990. Plant Taxonomy. The Systematic Evaluation of Comparative Data.
Columbia University Press. New York.
Sukartini. 2007. Pengelompokan Aksesi Pisang Menggunakan Karakter Morfologi.
Jurnal Hortikultura 17 (1) : 26-33
Suranto. 2002. Cluster Analysis of Ranunculus Species. Biodiversitas 3 (1) : 201-206
WHO,
2010.
Micronutrient
deficiencies.
(Vitamin
A
Deficiency).
http://www.who.int/nutrition/topics/vad/en/index.html diakses 28 Okt ober 2010
Wikipedia, 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Vitamin_A_deficiency diakses 28 okt
2010
Wong JC, Lambert RJ, Wurtzel ET, Rocheford TR (2004) QTL and candidate genes
phytoene synthase and zetacarotene desaturase associated with the accumulation
of carotenoids in maize. Theor Appl Genet 108: 349–359
10
11
Download