MODUL PERKULIAHAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI Opinion Leader Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat Tatap Muka 14 Kode MK Disusun Oleh 85005 Yuliawati, S.Sos., M.Ikom Abstract Kompetensi Opinion Leader memiliki kekuatan dalam mengarahkan, membentuk opini para anggotanya merujuk pada kepentingan kontekstual. Peredaran informasi secara bertahap berlangsung terlebih dahulu melalui pihak-pihak yang memiliki akses menguasai teknologi informasi Memahami dan menjelaskan dinamika peran opinion leader Pembahasan Seorang opinion leader atau pemuka pendapat, keberadaannya dapat dijumpai dalam konteks komunikasi antarpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, maupun komunikasi massa. Opinion leader (Pemuka pendapat) merupakan individu yang memiliki pengetahuan dan diserahi kepercayaan oleh masyarakat yang mana melalui kontak sehari-hari dalam lingkup kelompok primer, individu ini dapat mempengaruhi, membentuk pendapat, dan mengambil keputusan bagi kepentingan orang banyak (Black dan Haroldsen, Taksonomi Konsep Komunikasi, 2005:154). Dalam level komunikasi massa, posisi opinion leader dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Besar dan kecilnya peranan opinion leader dapat berbeda-beda dalam kehidupan masyarakat lokal ataupun masyarakat yang kosmopolit, sekalipun fungsi utamanya tetap sama yaitu berperan sebagai agen yang dipercaya dapat membentuk opini masyarakat. KARAKTERISTIK PEMUKA PENDAPAT Umumnya masyarakat mengakui seseorang dapat berperan selaku opinion leader atau pemuka pendapat ketika memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1). Strata pendidikan formal di atas kualifikasi anggota masyarakat lain (2). Status ekonomi di atas rata-rata (3). Memiliki inovasi tinggi dalam mengadopsi pengetahuan (4). Menguasai media (5). Memiliki kemampuan berempati (6). Memiliki kepekaan kosmpolit (Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, 2010) Selain pendapatnya Nurudin, kita dapat menggacu ciri-ciri pemuka pendapat dari Runch, yaitu : (1). Social perception, memiliki ketajaman dalam menangkap permasalahan (2). Ability in abstract thinking, memiliki kecakapan dalam mengabstraksi permasalahan (3). Emotional stability, memiliki kesetabilan dalam menghadapi permasalahan (Floyd Runch dalam Selamet Santoso, 1992) 2015 2 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tidak semua orang bisa menjadi tokoh panutan masyarakat atau opinion leader. Seseorang dapat menjadi pemimpin bagi kelompok sosialnya ketika dimilikinya sumber daya (social basis) yang cukup kuat. Sosial basis ini bersumber pada pola pelapisan sosial yang memiliki perangkat norma-norma sosial yang tidak sama bagi setiap masyarakat, baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Namun secara umum, sandaran-sandaran sosial yang perlu dimiliki pemuka pendapat mencakup komponen-komponen sosial budaya yang tidak semua anggota warga memilikinya (menguasai). Social basis tersebut melingkupi cultural focus dalam bidang kehidupan politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lapangan kehidupan lainnya yang dianggap penting oleh masyarakatnya. Nurudin dalam sudut pandang Komunikasi, memposisikan strata pendidikan tinggi sebagai komponen yang musti dimiliki seorang opinion leader hingga dipilih warganya menjadi pemimpin mereka. Tricle down effects dapat terjadi, manakala pendidikan tinggi menjadi dasar bagi kemungkinan diperolehnya kesempatan mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih memadai dibanding individu lain yang tidak dibekali latar belakang pendidikan tinggi. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan mendorong kemungkinan bagi terciptanya keterampilan menggunakan teknologi yang memperluas keterampilan mendifusikan inovasi sejalan dengan perubahan globalisasi. Komponen yang diajukan Nurudin berbeda dengan Runch, yang memiliki alat ukur berdimensi psikologis dalam mengkategori kelayakan seorang opinion leader. Menurutnya, seorang leader hendaknya memiliki kepekaan-kepekaan menangkap gejala sosial budaya yang tengah menjadi problem sosial warganya. Sikap empati ini menjadi dasar bagi seorang pemuka pendapat dalam mengabstraksi setiap permasalahan dan menemukan problem solving yang cocok lantas mengartikulasikan gagasan serta merealisasikan ide dalam suasana pendekatan yang persuasif. TIPE – TIPE PEMUKA PENDAPAT KESAMAAN DAN PERBEDAANNYA • Opinion Leader Aktif (OpinionGiving), Disini para opinion leader mencari penerima informasi atau followers secara aktif untuk mengumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi • Opinion Leader Pasif (Opinion Seeking), Dalam hal ini followers, atau si pencari informasi lebih aktif mencari sumber informasinya kepada opinion leader, sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi 2015 3 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id KARAKTERISTIK YANG MENGUNTUNGKAN DARI HUBUNGAN SOSIAL • Metode Sosiometrik. Dalam metode ini, masyarakat ditanya kepada siapa mereka meminta nasihat atau mencari informasi mengenai masalah sosial yang dihadapinya. • Misalnya masalah penanganan gizi buruk, kepada masyarakat diajukan pertanyaan: “dari mana anda memperoleh informasi tentang penanganan gizi buruk?” jadi orang yang paling banyak mengetahui dan dimintai nasihat tentang masalah tersebut, dialah yang disebut sebagai opinion leader • Informant Ratting. Metode ini mengajukan pertanyaan tertentu kepada orang /responden yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat mengenai siapa yang dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. • Jadi dalam hal ini responden tersebut haruslah jeli dalam memilih siapa yang benarbenar harus memimpin dalam masyarakat tersebut. Dari segi kepribadian, pendidikan, serta tindakan yang dilakukannya terhadap masyarakat tersebut. • Self Designing Method. Metode ini mengajukan pertanyaan kepada responden dan meminta tendensi orang lain untuk menunjuk siapa yang mempunyai pengaruh. • Misalnya. Apakah seseorang yang memerlukan suatu informasi perlu meminta keterangan kepada ibu /bapak. Jika jawabannya tidak maka hal tersebut belum menunjukkan siapa yang sering dimintai keterangan. Hal ini sangat bergantung kepada ketepatan (akurasi) responden untuk mengindentifikasi dirinya sebagai pemimpin. PERAN PEMUKA PENDAPAT DALAM MENYEBARKAN INFORMASI Setiap orang umumnya menjadi anggota dari kelompok sosial formal (sekolah, universitas, kantor atau perusahaan) dan kelompok sosial informal (kelompok teman sebaya, kelompok tetangga, kelompok dari lulusan sekolah yang sama, anggota kelompok dari kampung halaman yang sama). Setiap jenis kelompok sosial ini memiliki pemuka pendapat atau opinion leader-nya sendiri. Dalam lapangan pekerjaan dijumpai atasan selaku opinion leader, kehidupan rumah tangga opinion leader-nya dapat diwakili suami atau istri, dalam kelompok kekerabatan terdapat anggota kerabat yang mapan secara ekonomi ditetapkan sebagai opinon leader. Pemuka pendapat beragam jenisnya bergantung dengan pola pengelompokkan sosial. Melalui pemuka pendapat, media massa menyisipkan pengaruh penting secara tidak langsung. Tampaknya, dari sekian banyaknya informasi akan 2015 4 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menjadi pesan yang efektif ketika pesan tersebut disampaikan oleh opinion leader melalui penyampaian dari mulut ke mulut. Baik dalam lingkup masyarakat pedesaan maupun perkotaan, seseorang dengan status opinion leader berperan penting dalam aktifitas pengolahan informasi menjadi pesan. Aktifitas penyampaian pesan ini berlangsung di dalam kelompok-kelompok sosial dengan opinion leader selaku Pemuka Pendapat bagi anggota kelompoknya. Peranan pemuka pendapat dalam konteks demikian adalah bertugas selaku agen yang memformulasikan informasi hingga layak untuk dijadikan pesan yang dapat dikonsumsi anggota sistem sosialnya. Sebab, tidak semua informasi yang disampaikan melalui media komunikasi massa dapat sepenuhnya mencapai sasaran. Merujuk pada studi Lazarfeld, Berelson, dan Gaudet dalam The People’s Choice (Lihat, McQuail, 1987:244), bahwa pesan dalam komunikasi massa berlangsung dalam dua langkah, yaitu: pertama, pesan pertama kali mencapai lapisan masyarakat kedua, pesan kemudian disampaikan kepada orang lain. Model komunikasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan alur pesan komunikasi berlangsung dari media kepada khalayak. Model komunikasi, membantu kita untuk memahami proses aliran pesan-pesan komunikasi massa sejak disebarluaskan melalui media massa hingga diperolehnya tanggapan dari mass audience. Terdapat empat model arus komunikasi yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk memahami fenomena komunikasi. Melalui model-model komunikasi tersebut kita dapat menemukan posisi opinion leader dalam proses mempengaruhi tanggapan khalayak terhadap isi pesan media massa. (1). Model Jarum Suntik (Hypodermic Needle Model) Model ini dapat kita sebut juga sebagai ‘Model Aliran Satu Tahap’ atau One Step Flow, di mana proses komunikasi berlangsung dari media massa langsung kepada khalayak sebagai audience dari media massa. Proses dalam komunikasi aliran satu tahap ini menekankan bahwa setiap informasi dapat mengarahkan pembentukan ide-ide baru kepada khalayaknya tanpa sempat khalayak mencerna ulang makna informasi yang disampaikan. Model alir satu tahap dianalogikan melalui Model Jarum Injeksi (Hypodermic Needle Model) atau Model Teori Peluru (Bullet Theory). Penjelasannya adalah, pesan-pesan media serupa jarum suntik besar yang memiliki kemampuan sebagai perangsang (stimulus) yang amat besar hingga dihasilkannya tanggapan (respon) yang sama kuatnya, spontan, otomatis – atau, pesan-pesan media ibarat peluru-peluru dari senapan yang melesat hingga dapat merubuhkan apa saja yang ada di depannya. 2015 5 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Proses mengalirnya pesan dari sumber kepada khalayaknya tidak berlangsung sederhana, sebabnya seseorang selaku penerima informasi merupakan individu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang subyektif sifatnya – hingga bisa jadi pesan yang disebarkan tidak sepenuhnya bisa mencapai sasaran sesuai dengan harapan organisasi media. (2). Model Alir Dua Tahap (Two-Step Flow Model) Berpijak pada kenyataan di lapangan bahwa massa tidak sepenuhnya menerima pesan media sesuai dengan harapan institusi media, memunculkan penjelasan konseptual berupa ‘Model Alir Dua Tahap’ untuk menjawab masalah mengapa pesan-pesan media tidak seluruhnya mencapai sasaran mass audience secara langsung. Konsep ini menerangkan terdapat dua tahapan proses penyampaian pesan. Tahap pertama, media menyampaikan pesan-pesannya kepada orang-orang tertentu di antara anggota dari suatu sistem sosial. Orang-orang ini dapat kita sebut sebagai opinion leader yang berfungsi sebagai pentapis informasi sesuai kepentingan anggotanya – Tahap kedua, melalui Pemuka Pendapat seluruh pesan yang telah dikelola lantas disebarkan mencapai seluruh anggota kelompoknya. Pada tahap pertama, arus komunikasi berlangsung dalam suasana komunikasi massa – tahap kedua, ketika opinion leader meneruskan pesan-pesan kepada followers-nya, dalam aktifitas ini melibatkan konteks komunikasi antarpersonal. Peranan pemuka pendapat sangat penting oleh karena tidak seluruh pesan dapat tersampaikan secara efektif menenggarai adanya sikap dan perilaku khalayak yang cenderung pasif atau tidak giat mempersepsi informasi. Kelemahan konsep ini cenderung taken for granted, artinya proses pengolahan pesan tampak mengandalkan pentingnya posisi opinion leader sebagai pihak yang dapat memberikan jaminan jika suatu pesan dapat tersampaikan kepada seluruh pengikutnya. (3). Model Alir Satu Tahap (One-Step Flow Model) Konsep ini menjelaskan, audience berkomunikasi secara langsung melalui berbagai saluran-saluran komunikasi massa tanpa melibatkan peranan opinion leader. Perlu dipahami bahwa Model Alir Satu Tahap merupakan konsep yang muncul sebagai hasil pemurnian dari Model Jarum Suntik (Lihat, Wiryanto, 2003:126) sekaligus revisi dari Model Alir Dua Tahap. Mari kita simak uraian berikut ini : (3.1.). Model Alir Satu Tahap menjelaskan jika media massa bukanlah all-powerful atau tidak semua media massa memiliki kekuatan yang sama dalam mempengaruhi kesadaran massa. 2015 6 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (3.2.). Bahwa audience memiliki kemampuan melakukan proses seleksi penyaringan terhadap pesan media sehingga turut mempengaruhi dampak pesan. (3.3.). Model ini menjelaskan bahwa dampak yang ditimbulkan dari pesan terhadap khalayak dapat berbeda-beda sekalipun isi pesannya sama. Model ini menjelaskan realita manakala sesama anggota sistem sosial menerima pesan yang sama lantas mengkomunikasikan isi pesan kepada anggota kelompoknya tanpa harus melalui kehadiran seorang opinion leader. (4). Model Alir Banyak-Tahap (Multi-Step Flow Model) Konsep terakhir ini merupakan penjelasan yang menerangkan realita komunikasi massa dapat berlangsung melalui lebih dari satu aliran. Pada kenyataannya, sebaran informasi dapat menjadi pesan bermakna melalui proses interaksi yang sangat kompleks. Dikatakan kalau pesan-pesan media dapat diterima secara langsung oleh setiap orang atau, pesan dapat dikomunikasikan secara berantai melalui opinion leader lantas diteruskan kepada satu anggota kepada anggota lainnya. Model Komunikasi berupa ‘Two-Step Flow Model’ dapat kita pergunakan sebagai peralatan konseptual untuk memahami posisi Pemuka Pendapat di tengah-tengah masyarakat. Peranan opinion leader kedudukannya relevan diakui dapat mempengaruhi masyarakatnya untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial atau berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam setiap wilayah kehidupan negara, terdapat warganegara dan negara saling berinteraksi. Interaksi antara infrastruktur politik (masyarakat) dan suprastruktur politik (pemerintah) terjalin melalui aktifitas kehidupan politik di mana warganegara diposisikan selaku pihak-pihak yang dapat berperan aktif menyampaikan kebutuhannya kepada negara, di satu sisi pemerintah berfungsi memenuhi harapan dan tuntutan warganya dalam rangka mewujukan perubahan sosial untuk kemajuan imaterial dan material mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan masyarakat (Rogers, 1983 dalam Nasution, 2007:28). Pada kebanyakan Negara Berkembang, proyeksi pembangunan suatu bangsa memposisikan fungsi-fungsi media massa selaku agen yang dapat menyampaikan pesanpesan pembangunan. Media massa dapat mengambil peranan dalam mendukung 2015 7 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id perubahan sosial budaya masyarakatnya dalam rangka pembangunan nasional, di mana peran media dapat digambarkan sebagai : (1). Penyampai informasi pembangunan nasional kepada masyarakat, dalam rangka mendukung perubahan cara pandang, kesempatan, dan membangkitkan aspirasi nasional. (2). Pembuat keputusan. Peran media sebagai agen penunjang bagi kelompok-kelompok sosial dalam mendiskusikan problem sosial dan mempublikasikan rumusan permasalahan. (3). Sebagai pendidik. Media menyediakan ragam sumber informasi yang dapat memperluas cakrawala pandang masyarakat tentang kehidupan. (Schramm, 1964 dalam Nasution, 2007:101). Kelebihan komunikasi arus dua tahap dalam proses pembangunan nasional dijabarkan sebagai berikut : (1). Hubungan antara komunikasi massa dengan komunikasi antarpersonal atau saluran media massa dan saluran antar peribadi, dapat dijelaskan sebagaimana analogi sistem organis tubuh. Bahwa individu dan media massa sebagai bagian dari sistem sosial. Setiap gagasan yang disampaikan lembaga media selaku agen pembangunan akan diinteraksikan sesama anggota masyarakat. Melalui medium komunikasi antarpersonal, setiap orang dapat mengkomunikasi isi pesan merujuk pada makna kontekstual kepentingannya. (2). Dalam situasi menemukan makna informasi, setiap anggota memerlukan kehadiran pemuka pendapat yang secara bersama-sama dapat merumuskan informasi menjadi pesan yang dapat dipergunakan bersama-sama. Fungsi opinion leader dalam kelompoknya berperan selaku agen yang dapat mendifusikan inovasi sejalan dengan proyeksi pembangunan nasional. Berbagai saluran komunikasi dapat digunakan dalam menyebar serapan informasi pembangunan. Masyarakat selaku penerima pesan pembangunan tentunya tidak serta merta dapat menerima inovasi dan melakukan pengambilan keputusan untuk itu keberadaan pemuka pendapat dapat menjadi saluran komunikasi yang menjembatani kegiatan merumuskan kepentingankepentingan masyarakat umum. 2015 8 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam lingkup masyarakat pedesaan maupun perkotaan keberadaan opinion leader menempati posisi strategis. Selaku pemimpin kelompok sosial, baik berupa kelompok sosial formal maupun informal, seorang pemuka pendapat diposisikan dengan kedudukannya yang dapat diandalkan sebagai pemimpin yang dapat mengarahkan anggota-anggota menuju satu tujuan kepentingan bersama. Merujuk kepentingan yang demikian, maka seorang opinion leader menurut Komunikasi dapat diandalkan dalam proses menggiatkan partisipasi khalayak menuju tata kehidupan masyarakat yang modern. Melalui fenomena arus komunikasi dua tahap, realitas status dan peran pemuka pendapat menjadi jelas terlihat jika aktifitas pengalihan pesan-pesan dapat berlangsung efektif melalui perpanjangan tangan seorang Pemuka Pendapat. Dimilikinya sosial basis tertentu menjadikan seorang pemimpin kelompok memiliki kekuatan dalam mengarahkan, membentuk opini para anggotanya merujuk pada kepentingan kontekstual. Peredaran informasi secara bertahap berlangsung terlebih dahulu melalui pihak-pihak yang memiliki akses menguasai teknologi informasi, pihak inilah yang kita sebut sebagai opinion leader yang berkesempatan mengelola ragam informasi hingga layak dipublikasikan kepada orang banyak. 2015 9 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka BLAKE, Reed H. dan Haroldsen, Edwin O. 2005. Taksonomi Konsep Komunikasi, Penterjemah, Hasan Bahanan, Surabaya: Penerbit Papyrus. LAZARSFELD, P.F., Stanton, F.M., dan Gaudet, H. 1944. The People’s Choise, dalam Denys McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1987. ROGERS, E.M. 1983. Diffusion of Innovation, dalam Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan: Pengenal Teori dan Penerapannya, Edisi Revisi 6, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. RUNCH, Floyd. 1992. Dalam Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT Rajawali Pers, 2005. SCHRAMM, W. 1964. Mass Media and National Development: The Role of Information in Developing Countries, dalam Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya, Edisi Revisi 6, Jakarta: Penerbit RajaGrafindo Persada, 2007. WIRYANTO. 2003. Communication Research, dalam Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit Program Pasca Sarjana, Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama). 2015 10 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id